Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................................... 2

Bab II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3


Bab III PENUTUP ................................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 7

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman bernama Prof. Dr. Wilhem Conrad
Roentgen berhasil menemukan sinar-X pada tahun 1895 melalui percobaannya
menggunakan sinar katoda. Penemuan tersebut memberikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi terutama dalam dunia kedokteran. Di Indonesia sendiri
perekembangan penggunaan sinar-X dipelopori oleh Dr. Max Herman Knoch seorang
ahli radiologi berkebangsaan Belanda yang bekerja sebagai dokter tentara di Jakarta.
Prinsip dari radiodiagnostik, yaitu sinar-X yang mengenai suatu obyek akan
menghasilkan gambaran negatif yang disebut dengan radiograf. Sebuah radiograf
dapat membantu menegakkan diagnosa yang diberikan oleh dokter. Seiring
perkembangan zaman, aplikasi pemanfaatan sinar-X dalam pemeriksaan penyakit atau
kelainan suatu organ menjadi lebih berkembang dan lebih bervariasi pula. Hal ini
tentunya didukung oleh berbagai spesifikasi pesawat radiodiagnostik yang lebih
modern. Salah satu pemeriksaan yang memanfaatkan sinar-X adalah limfografi.
Limfografi adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
pemeriksaan radiografi dari pembuluh limfatik dan node setelah injeksi media
kontras. Komputer memberikan visualisasi yang sangat baik dari kelenjar getah
bening sehingga pemeriksaan limfografi jarang dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Teknik Kanulasi Sederhana dan
Terpercaya Untuk Pemeriksaan Limfografi” penulis merumuskan masalah yang
meliputi:
1. Bagaimana teknik kanulasi sederhana dan terpercaya untuk pemeriksaan
limfografi dilakukan?

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulis membuat makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Radiografi 4.
2. Untuk mengetahui bagaimana teknik kanulasi sederhana dan terpercaya untuk
pemeriksaan limfografi dilakukan.

1
D. MANFAAT PENULISAN
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya mengenai teknik kanulasi sederhana dan terpercaya
untuk pemeriksaan limfografi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
Teknik Pemeriksaan

1. Dilakukan evaluasi foto pendahuluan abdomen. Apabila masih terdapat sisa bahan
kontras pada kelenjar getah bening diperlukan pemeriksaan limfografi tambahan
dengan proyeksi lain untuk digunakan berikutnya pada evaluasi opasitas kelenjar
getang bening.
2. Posisi pasien supine dengan kaki rapat dan menggantung. Jika ada, pesawat
fluoroskopi lebih disarankan agar dapat memonitor jalannya bahan kontras yang
cepat. Namun, pesawat sinar-X biasa juga dapat digunakan. Satu setengah milliliter
campuran dari perwarna biru langit dan 1% Lidocaine hydrochloride disuntikkan
secara intradermal ke bagian dorsum ruang interdigiti pertama dan kedua dari masing-
masing kaki.
3. Sekitar 15-30 menit berikutnya, disuntikkan anestesi lokal ke kulit bagian dorsum dari
base metatarsal pertama dan kedua untuk masing-masing kaki dan disayat 2-3cm.
Sayatan awal dilakukan pada kulit dengan hati-hati dan eksposi selanjutnya diperoleh
pada saat pembedahan. Saluran asimpatik yang sekarang terlihat karena diberi
pewarna biru langit, diisolasi dan dibedah agar terbebas dari jaringan ikat untuk
menghalangi kemungkinan terjadinya injeksi ekstravaskuler.
4. Dua helai benang sutra dengan panjang sekitar 20cm dipasang di bawah pembuluh
limfatik. Untuk menyumbat bagian proksimal dan melebarkan pembuluh limfatik,
benang pertama ditarik ke atas dan direkatkan ke kulit. Pelebaran pembuluh limfatik
dapat ditingkatkan dengan memijat dorsum kaki bagian distal. Kami lebih memilih
menggunakan plester yang bagian belakangnya dapat dipisahkan dari permukaan
perekatnya. Ini memungkinkan penggunaan bahan perekat yang sangat baik dengan
ujung satu terbuka dan ujung satunya tertutup sehingga tidak menempel pada sarung
tangan bedah. Benang kedua ditarik ke bawah ke arah ruang interdigital pertama atau
kedua dan ujungnya dijepit menggunakan hemostat kecil. Tarikan ini ditahan oleh
berat dari hemostat tersebut. Penarikan kembali ke arah superior dan inferior akan
menaikkan pembuluh limfatik dari sayatan, memperbaiki posisi dari pembuluh
limfatik dan membuatnya mudah diakses untuk kanulasi selanjutnya.

3
Gambar 1. Pembuluh limfatik yang terisolasi diimobilisasi, disumbat dan diperbesar oleh
benang di bagian atas dan selanjutnya diimobilisasi oleh benang di bagian bawah.

5. Kami menggunakan set limfografi sekali pakai yang dibuat secara komersial, terdiri
dari jarum yang melekat pada tabung polietilena berukuran 60cm. Kami memilih
jarum berukuran 27 atau 30, tergantung pada ukuran pembuluh limfatik. Pembuluh
limfatik dapat lebih diimobilisasi dengan menerapkan traksi manual tambahan pada
benang di bagian bawah. Tabung yang melekat pada jarum kemudian ditarik di antara
digit-digit (ruang interdigital yang sama di mana benang bawah ditarik sebelumnya)
dan jarum diletakkan dengan ujung beberapa mm ke dalam pembuluh limfatik.
Selama kanulasi jarum dapat dipegang dengan instrumen yang sesuai atau dipegang
menggunakan tangan. Namun, kami lebih memilih memegang jarum dengan tangan
supaya pembebasan sumbatan berikutnya lebih lancar.
Plester pada benang bagian atas kemudian dilepas dengan hati-hati yang mana hal
ini akan membebaskan sumbatan pada pembuluh limfatik atas. Tidak ada ikatan atau
klem yang diletakkan di sekitar saluran getah bening atau jarum. Tidak mengikat
pembuluh ke jarum pada poin ini sangat mengurangi manipulasi dari pembuluh dan
dinilai sangat penting, karena pada poin ini, dengan metode lain yang paling sering
kita lihat adalah mengalami kegagalan. Keuntungan lain dengan tidak mengikat atau
menjepit pembuluh ke jarum adalah bahwa jika injeksi dilakukan terlalu cepat,

4
kebocoran dari bagian distal ke tempat injeksi dapat terjadi, tetapi pembuluh tidak
pecah di bagian proksimalnya.

Gambar 2. Dasar jarum kemudian ditempelkan ke kulit lagi menggunakan plester lain atau
selotip. Setelah kanulasi, sisa pembuluh limfatik yang tidak terikat mengalami penurunan
manipulasi dari yang seharusnya diperlukan.

6. Perangkat injeksi kemudian dipasang dan lipidol (ethiodized oil) diinjeksikan selama
1 sampai 2 jam per periode tergantung pada ukuran limfatik yang terkanulasi. Kami
menggunakan pompa Harvard. Namun, perangkat gravitasi sederhana yang dijelaskan
oleh Dolan dan Moore dapat digunakan yang mana dapat mengurangi biaya mahal
dari pompa Harvard. Bahan kontras disuntikkan sampai kekeruhan bilateral limfatik
lumbal atas terlihat. Jumlah maksimum bahan kontras yang digunakan adalah 10
ml/sisi pada pasien dewasa.
7. Setelah injeksi, jarum dilepas dengan hati-hati dan benang ditarik. Tidak ada
pembuluh yang harus diikat dan tidak boleh ada benda asing yang tertinggal di bekas
sayatan. Kulit ditutup.
Tubuh pasien kemudian diposisikan tiduran miring untuk memungkinkan sisa bahan
kontras di dalam pembuluh limfatik tubuh dapat dialirkan ke atas. Ini juga
memungkinkan pasien untuk bergerak dan bersantai sebelum roentgenografi
dilakukan.

5
8. Proyeksi anteroposterior, lateral, dan oblik pada roentgenogram pelvis dan abdomen
sama seperti roentgenogram thorax yang mana dilakukan pada saat akhir injeksi dan
24 jam berikutnya. Ekskresi urografi dapat dilakukan selama 24 jam pemeriksaan
rentgenogram, jika diinginkan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Diperkenalkan sebuah teknik sederhana dan dapat dipercaya untuk pemeriksaan


limfografi. Penulis berpendapat bahwa manipulasi pembuluh limfatik dapat sangat
menurun dengan tidak mengikat atau menjepit pembuluh limfatik ke jarum setelah
kanulasi. Tidak diperlukan alat khusus.

6
DAFTAR PUSTAKA
1. DE ROO, T. Improved, simple technique of lymphangiography. AM. J.

ROENTGENOL., RAD. THERAPY & NUCLEAR MED., I 966, 98, 948-951.

2. DOLAN, P. A., and MOORE, E. B. Improved technique of lymphangiography. AM.

J. ROENTGENOL., RAD. THERAPY & NUCLEAR MED., 1962, 88, 110-111.

3. JING, B-S. Improved technique of lymphangiography. AM. J. ROENTGENOL.,

R.AD. THERAPY & NUCLEAR MED., 1966, 98, 952-956.

4. KINMONTH, J. B. Lymphangiography: technique for its clinical use in lower limb.

Brit. M. J., P, 1955, I, 940-942.

5. MILLER, W. F. Simplified cannulation technique for lymphangiography. AM. J.

ROENTGENOL., RAD. THERAPY & NUCLEAR MED., 1967, 101, 978-980.

6. NORMAN, D. Vessel cannulator and clamp for lymphangiography. Radiology, 1971,

101, 699-700.

Anda mungkin juga menyukai