Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

PRAKTEK KERJA LAPANGAN III

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI FEMUR DENGAN INDIKASI

FRAKTUR FEMUR DI INSTALASI RADIOLOGI

RSUD Prof. dr. SOEKANDAR-MOJOSARI

MUHAMAD HASAN

NIM 191104146

ITKM WIDYA CIPTA HUSADA

PROGRAM STUDI DIII RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

DESEMBER 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Muhamad Hasan


Nomor Induk Mahasiswa : 191104146
Sekolah Tinggi : ITKM Widya Cipta Husada
Jurusan/Program Studi : D3 Radiodiagnostik dan Radioterapi
Judul : Teknik Pemerikasaan Radiografi Femur dengan
Indikasi Fraktur Femur di Instalasi Radiologi
RSUD Prof. dr. SOEKANDAR mojosari.

Mojosari , Desember 2021

DISETUJUI DAN DITERIMA

CI Institusi CI Lapang

Sri Sugiarti, S.Si., M.Si ME Erlinda Aminatul W. S.Tr.Kes

MENGETAHUI

Ketua Program Studi D3 Kepala Instalasi Radiologi RSUD


Radiodiagnostik dan Radioterapi Prof. dr. SOEKANDAR

Sri Sugiarti, S.Si., M.Si


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini dengan judul
“TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI FEMUR DENGAN INDIKASI
FRAKTUR FEMUR DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD Prof. dr.
SOEKANDAR MOJOSARI”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Kerja
Lapang III, yang dilaksanakan dari tanggal 22 November sampai dengan 18
Desember di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. SOEKANDAR mojosari.
Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapat
bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ibu Sri Sugiarti, S.Si., M.Si selaku Kaprodi D3 Radiodiagnostik dan
Radioterapi ITKM Widya Cipta Husada.

2. Direktur RSUD Prof. dr. SOEKANDAR mojosari.yang telah bersedia


memberi tempat untuk lahan PKL III.

3. Ibu Sri Sugiarti, S.Si., M.Si selaku CI Institusi ITKM WIDYA CIPTA
HUSADA.

4. Ibu Erlinda Aminatul W., A.Md.Rad selaku CI Lapangan di Instalasi


Radiologi RSUD Prof. dr. SOEKANDAR mojosari.

5. Semua Radiografer dan segenap staf administrasi radiologi yang telah


bersedia membimbing kami.

6. Teman-teman seperjuangan selama PKL di RSUD Prof. dr.


SOEKANDAR mojosari.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam pembuatan Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini
masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca semua,
guna memperbaiki Laporan Kasus berikutnya. Penulis juga berharap
semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat baik bagi mahasiswa jurusan
radiodiagnostik dan radioterapi ITKM Widya Cipta Husada.

Mojosari, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................................ iii
DAFTAR ISI...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................... 1
1.3. Tujuan..................................................................................... 2
1.4. Manfaat................................................................................... 2
BAB II DASAR TEORI
2.1 Anatomi dan Fisiologi Femur................................................. 3
2.2 Pengertian Fraktur ................................................................. 7
A. Klasifikasi Fraktur............................................................ 7
B. Klasifikasi Fraktur Femur ................................................ 13
C. Etiologi ............................................................................ 15
D. Manifestasi Klinis............................................................. 15
E. Patofisiologi....................................................................... 16
2.3 Teknik Pemeriksaan Radiografi Femur.................................. 16
1. Persiapan Pasien................................................................. 16
2. Persiapan alat dan Bahan.................................................. 17
3. Prosedur Pemeriksaan........................................................ 17
2.4 Proteksi Radiasi...................................................................... 19
1. Asas Proteksi Radiasi....................................................... 19
2. Proteksi Radiasi Untuk Masyarakat Umum...................... 20
3. Proteksi Radiasi Untuk Pasien.......................................... 20
4. Proteksi Radiasi Untuk Pekerja Radiasi........................... 21
BAB III PROFIL KASUS
3.1 Identitas Pasien....................................................................... 22
3.2 Riwayat Pasien........................................................................ 22
3.3 Pembahasan Kasus.................................................................. 22
3.4 Prosedur Pemeriksaan Radiologi............................................. 23
A. Persiapan Alat dan Bahan.................................................. 23
B. Persiapan Pasien................................................................. 25
C. Prosedur Pemeriksaan......................................................... 25
D. Pelaksanaan Pemeriksaan.................................................... 26
E. Hasil Radiograf................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pesawat X-Ray........................................................................ 30
4.2 Posisi Pasien........................................................................... 30
4.3 Teknik Pemeriksaan................................................................ 30
4.4 Faktor Eksposi......................................................................... 30
4.5 Proteksi Radiasi...................................................................... 30
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan............................................................................. 32
5.2 Saran....................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 33
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin canggih, peralatan transportasi juga mengalami perkembangan yang
semakin pesat dan beragam. Kurangnya kesadaran dari para pemakai jalan
untuk mematuhi peraturan lalu lintas menyebabkan tingkat kecelakaan lalu
lintas semakin meningkat. Sebagai akibat dari kecelakaan tersebut dapat
menyebabkan fraktur bila seseorang di tabrak dengan benturan yang sangat
keras. Salah satu fraktur yang sering terjadi pada kecelakaan tersebut adalah
fraktur pada os. femur. Fraktur os. femur adalah patah tulang pada tulang
paha yang disebabkan oleh hal-hal tertentu. Seperti, kecelakaan, jatuh,
perkelahian dan lain-lain.
Instalasi Radiologi merupakan salah satu instalasi penunjang medik di
rumah sakit yang mempunyai fungsi yang cukup penting dalam rangka untuk
menegakkan diagnosa dari fraktur tersebut. Oleh karena itu perlu pemahaman
dan teknik yang baik untuk menghasilkan radiograf yang berkualitas.
Berdasarkan pengamatan penulis pada saat PKL III di Instalasi radiologi
RSUD Prof. dr. Soekandar mojosari, teknik pemeriksaan radiografi pada
kasus fraktur femur dilakukan dengan Proyeksi Antero Posterior dan Lateral.
Hal ini sudah sesuai dengan teori dari Bontrager seventh edition. Akan tetapi
penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai prosedur pemeriksaan yang
dilakukan, serta sejauh mana informasi diagnostik yang diperoleh dalam
penggunaan teknik tersebut dalam rangka penegakkan diagnosa pada kasus
fraktur femur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas dan
mengangkatnya dalam bentuk Laporan Kasus III dengan judul “TEKNIK
PEMERIKSAAN RADIOGRAFI FEMUR DENGAN INDIKASI
FRAKTUR FEMUR DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD Prof. dr.
SOEKANDAR MOJOSARI”. Penulis mencoba menjelaskan teknik
radiografi yang bisa dilakukan sehubungan dengan kasus tersebut di instalasi
ini.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana teknik pemeriksaan radiografi femur dengan indikasi
fraktur femur yang dilaksanakan di Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr.
Soekandar mojosari?
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan dalam Laporan Kasus ini yaitu untuk mengetahui
teknik pemeriksaan radiografi fraktur dengan indikasi fraktur femur yang
dilakukan di Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr. Soekandar mojosari.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1.4.1 Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi
Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur
pemeriksaan radiografi femur.
1.4.2 Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana
cara pemeriksaan fraktur pada femur.
1.4.3 Bagi Akademik
Dapat dipakai sebagai literatur tambahan dan bahan acuan
untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan femur.
1.4.4 Bagi Pembaca
Bisa digunakan sebagai referensi tambahan dan bahan
acuan untuk pemeriksaan lebih lanjut tentang pemeriksaan femur.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Femur

Gambar 2.1 Os. femur

Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi  juga


merupakan bagian untuk susunan sendi dan di samping itu  pada tulang
melekat origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan
menyimpan kalsium, fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di
tengah tulang-tulang tertentu memiliki jaringan hemopoietik yang
berfungsi untuk memproduksi sel darah merah, sel darah putih, trombosit
(Helmi, 2012).
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206
tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang  kokoh. Walaupun
rangka utama tersusun dari tulang, rangka  di sebagian tempat dilengkapi
dengan kartilago (Sloane, 2004).
a. Tungkai Bawah
Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah antara girdel
pelvis dan lutut adalah paha, bagian antara lutut dan pergelangan kaki
adalah tungkai.
1. Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat
dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
1. Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk
beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari
bagian kepala mengalami depresi dan fovea kapitis untuk
tempat perlekatan ligamen yang menyanggah kepala tulang
agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke
kepala tersebut.
2. Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur
masuk dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut
sekitar 125˚ dari bagian leher femur. Dengan demikian, batang
tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat
paha bergerak.
3. Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari
125˚) karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
2. Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal,
yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada
permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan
posterior tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
3. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol.
Trokanter besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot
untuk menggerakan persendian panggul.
4. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja.
Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot.
5. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan
kondilus lateral.
1. Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar
dengan fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya.
Area triangular di atas fosa interkondiler disebut permukaan
popliteal
2. Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral
berada di atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus
yang terdapat di antara kedua kondilus adalah permukaan
patellar. Yang berbentuk konkaf untuk menerima patella
(tempurung lutut).
6. Os Femur terbagi atas tiga bagian yaitu bagian proximal, medial,
dan distal.
a. Proximal Femur Adalah bagian tulang femur yang
berdekatan dengan pelvis. Terdiri atas : kepala (head), leher
( neck), greater dan lesser trochanter.
1. Kepala (head) Bentuk kepala femur melingkar dan
merupakan bagian yang menempel dengan pelvis
membentuk Hip joint.
2. Leher (neck) Leher femur menyerupai bentuk piramida
memanjang, serta merupakan penghubung antara kepala
femur dengan trochanter.
3. Greater Trochanter Adalah prominance besar yang
berlokasi di bagian superior dan lateral tulang femur.
Lesser trochanter merupakan prominance kecil yang
berlokasi di bagian medial dan posterior dari leher dan
body tulang femur.
b. Medial Femur Adalah bagian tulang femur yang
membentuk body dari femur menyerupai bentuk silinder
yang memanjang.
c. Distal Femur Bagian anterior dari distal femur merupakan
lokasi tempat melekatnya tulang patella, terletak 1,25 cm di
atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur terdapat
dua buah condilus, yaitu condilus lateral dan condilus
medial. Kedua condilus ini dipisahkan oleh forsa
intercondilus.
b. Komponen Jaringan Tulang
1. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
2. Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan
proteoglikan.
3. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar
70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan
ketegaran tinggi pada tulang.
4. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa
proteoglikan.
c. Fisiologi Sel-sel Tulang

Gambar 2.2 Fisiologi sel-sel tulang

jenis  sel  pada  tulang:


1. Osteoblas
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui
suatu proses yang disebut osifikasi.
2. Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu
lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3. Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorpsi.
2.2 Pengertian Fraktur Femur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (R. Sjamsuhidayat &
Wim De Jong, (1997:1138). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner dan Suddart,
2001: 2357).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
biasanya disertai dengan cedera jaringan lunak, kerusakan otot rupture
tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh (Sari
Fatimah, 2003: 73). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang fraktur
diakibatkan oleh tekanan eksternal yang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang (Barbara Engram, Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Diagnosa dan Masalah Kolaboratid 346).
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang
disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan
pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh
trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang  mengenai
daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat
dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya
tumor, infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan
kerusakan jaringan  tulang paha.
A. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab,
klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi,
2012)
1. Klasifikasi Penyebab
1. Fraktur Traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang
dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu
menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur.
2. Fraktur Patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis
terjadi di dalam tulang yang telah menjadi lemah karena
tumor atau proses patologis lainnya. Tulanh seringkali
menunjukkan penurunan densitas. Penyebab yang paling
sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, bak primer
maupun metastasis.
2. Klasifikasi Jenis
Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stress
Disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu.
5. Fraktur avulsi
Memisahkan sutu frakmen tulang pada tempat insersi
tendon atau pun ligament. Biasanya tidak ada pengobatan
yang spesifik yang diperlukan. Namun, bila diduga akan
terjadi ketidakstabilan sendi atau hal-hal lain yang
menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan
pembedahan untuk membuang atau meletakkan kembali
frakmen tulang tersebut.
6. Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah
sedang sisi lainnya membengkok)
7. Fraktur transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Pada fratur semacam ini, segmen-
segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi
kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen itu
akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai
gips.
8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjasi beberapa
fragmen).
9. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke
feramen lainnya).

Gambar 2.3 Klasifikasi jenis  fraktur (Sumber : Helmi,


2012)
3. Klasifikasi Klinis
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi.
Kilinis yang didapatkan akan memberikan gambaran pada
kelainan tulang. Secara umum keadaan patah tulang secara
klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur tertutup (closed fracture)
Frakur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus
oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan
dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
lunak, dapat terbentuk dari dalam (from within) atau dari
luar (from without)
3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur denagn komplikasi adalah fraktur yang disertai
dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union,
serta infeksi tulang.
4. Klasifikasi Radiologis
1. Fraktur tranversal

Gambar 2.4 Rontgen pada fraktur tranversal


(Sumber : Helmi, 2012)

Fraktur tranversal adalah fraktur yang garis


patahnya  tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada
fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di
reposisi atau di reduksi kembali ketempatnya semula, maka
segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
2. Fraktur kominutif

Gambar 2.5 Rontgen pada fraktur kominutif (sumber : Helmi, 2012)

Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau


terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari
dua fragmen tulang.
3. Fraktur Oblik

Gambar 2.6 Rontgen pada fraktur oblik (sumber : Helmi, 2012)

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya 


membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil
dan sulit diperbaiki.
4. Fraktur segmental
Gambar 2.7 Rontgen pada fraktur segmental (sumber : Helmi, 2012)

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan


pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam sulit ini
ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki
pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin
memerlukan pengobatan secara bedah.
5. Fraktur impaksi atau fraktur kompresi

Gambar 2.8 Rontgen pada fraktur impaksi (sumber : Helmi, 2012)

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur


kompersi terjadi apabila dua tulang menumbuk tulang yang
berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua
vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture).
Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosis dengan
radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung
menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit
membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra.
6. Fraktur spiral

Gambar 2.9 Rontgen pada fraktur spiral (sumber : Helmi, 2012)

Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstermitas.


Fraktur-fraktur ini khas pada cedera terputar sampai tulang
patah. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah
energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.
B. Klasifikasi Fraktur Femur
Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur,
subtrokhanter femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan
interkondiler, dan fraktur kondiler femur (Helmi, 2012).
1. Fraktur intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat
ekstrakapsular dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi
osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan
fraktur intrakapsular, di mana resiko nekrosis  avaskular  lebih 
rendah.
Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan
memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa
kondisi, cedera secara  memuntir  memberikan fraktur tidak langsung 
pada  intertrokhanter.
Gambar 2.10 Rontgen pada fraktur intertrochanter femur (sumber :
Helmi, 2012)

Gambar 2.11 Rontgen pada fraktur intertrochanter femur (sumber :


Helmi, 2012)
2. Fraktur subtrokhanter femur
Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5
cm distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam
beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami
adalah klasifikasi Fielding & Magliato yaitu sebagai berikut:
1.      Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
2.      Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas
atas trokhanter minor.
3.      Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas
trokhanter minor.
3. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari
ketinggian. Patah daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam  syok, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang
femur dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup.
C. Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini:
1. Peristiwa tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau  terjatuh  dengan  posisi  miring, pemuntiran  serta 
penarikan.
2. Kelemahan  abnormal  pada  tulang  (fraktur  patologik)
Fraktur  dapat  terjadi  oleh  tekanan  yang  normal  jika  tulang 
itu  lemah (misalnya  oleh  tumor) atau kalau tulang itu sangat
rapuh (misalnya pada penyakit paget).
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) :
a)      Nyeri.
b)      Kehilangan fungsi
c)      Deformitas
d)     Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
e)      Krepitasi.
f)       Pembengkakan.
g)      Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
E. Patofisiologi
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk
mematahkan femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau
mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel
trauma yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya 
kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi  
peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena  kehilangan
darah (pada setiap patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya
darah 500 cc dari  sistem  vaskular), maupun  syok  neurologik
disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan
saraf yang berjalan di bawah tulang  femur.

Gambar 2.12 Fraktur femur terbuka (sumber : Helmi, 2012)

2.3 Teknik Pemeriksaan Radiografi Femur


1. Persiapan Pasien
Pada dasarnya pemeriksaan Femur tidak membutuhkan
persiapan khusus, hanya saja pasien dianjurkan memakai baju
pasien sehingga memudahkan dalam pengaturan posisi dan juga
pasien melepaskan benda – benda asing yang berada di sekitar
Femur agar tidak menimbulkan bayangan radioopaque pada
radiograf.
Selain itu juga sebelum pemeriksaan petugas harus
memberitahukan prosedur pemeriksaan kepada pasien agar tidak
terjadi kesalahpahaman dari pasien tersebut. Pemeriksaan Femur
dilakukan dengan dua cara yaitu proyeksi Anteroposterior dan
Lateral.
2. Persiapan alat dan bahan
Alat-alat dan bahan yang dipersiapkan dalam pemeriksaan Os.
Femur
a. Pesawat sinar-X
b. Kaset ukuran 30 cm x 40 cm
c. Image Reader (IR)
d. Printer
3. Prosedur Pemeriksaan
a. Proyeksi Antero Posterior ( Bontrager Edition Eight : 274)

Gambar 2.13 AP femur

1. Posisi Pasien Pasien supine diatas meja pemeriksaan


dengan kedua tungkai diatur lurus dan gunakan bantal
untuk pengganjal kepala ( untuk kenyamanan pasien ).
2. Posisi Obyek Atur femur berada di pertengahan kaset.
Rotasi internal pada tungkai sekitar 5 derajat untuk true
AP knee (untuk proximal femur rotasi internal 15 - 20
derajat untuk true AP hip).
3. Arah Sinar Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
4. Titik Bidik Pertengahan tulang femur dan kaset.
5. Ukuran Film 30cm X 40 cm.
6. FFD 100 c
7. Kriteria Radiograf
Gambaran dua pertiga distal femur dalam posisi AP,
tampak knee joint tidak sepenuhnya membuka karena
penggambarannya hanya memanfaatkan sinar divergen
tanpa os patella superposisi dengan femur.
Gambar 2.14 hasil radiograf femur AP (Bontrager, Eight Edition)

b. Proyeksi Medio Lateral ( Bontrager, Eight Edition )

Gambar 2.15 Mediolateral femur

1. Posisi Pasien Posisikan pasien dalam posisi lateral


recumbent ke arah obyek yang diperiksa atau supine untuk
pasien trauma, gunakan bantal untuk mengganjal kepala,
kedua tangan ditekuk diletakkan didepan tubuh. Fiksasi
kaki yang tidak diperiksa dengan bantal gunakan apron
untuk melindungi organ sensitif selama tidak mengganggu
obyek yang diperiksa.
2. Posisi Obyek Knee joint difleksikan 45o dan atus garis
lurus di mideline meja. Pastikan femur tepat berada di
tengah kaset.
3. Arah Sinar Vertikal tegak lurus kaset.
4. Titik Bidik Pertengahan tulang femur dan pertengahan
kaset, atur kolimasi secukupnya dengan luas obyek yang
diperiksa.
5. Ukuran Film 30cm X 40 cm.
6. FFD 100 cm
7. Kriteria Radiograf
Gambaran femur dalam posisi mediolateral, tampak
superposisi trochanter mayor dan minor pada femur.

Gambar 2.16 Hasil radiograf femur mediolateral (Bontrager, Eight


Edision)
2.4 Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi (BAPETEN,
2011).
1. Asas Proteksi Radiasi
Asas proteksi radiasi menurut Akhadi ( 2000 ) ada 3 yaitu :
a. Asas Justifikasi atau Pembenaran
Asas ini menghendaki agar setiap kegiatan yang
dapat mengakibatkan paparan radiasi hanya boleh
dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian yang cukup
mendalam dan diketahui bahwa manfaat dari kegiatan
tersebut cukup besar dibandingkan dengan kerugian yang
dapat ditimbulkan.
b. Asas Optimasi
Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA atau As Low As
Reasonably Achievebel. Asas ini menghendaki agar
paparan radiasi dari suatu kegiatan harus ditekan serendah
mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Dalam kaitannya dengan penyusunan program
proteksi radiasi asas optimisasi mengandung pengertian
bahwa setiap komponen dalam program telah
dipertimbangkan secara seksama, termasuk besarnya biaya
yang dapat dijangkau.
c. Asas Limitasi atau pembatasan dosis perorangan
Asas ini menghendaki agar dosis radiasi yang
diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan
tidak boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh
instalasi yang berwenang.
2. Proteksi Radiasi Untuk Masyrakat Umum
a. Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat umum
adalah 5 mSv/tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
b. Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50 mSv
(5 rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) /
tahun.
c. Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan
berada di dalam ruang pemeriksaan pada waktu
eksposi.
d. Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian
rupa sehingga radiasi hambur dapat diserap.
3. Proteksi Radiasi Untuk Pasien
a. Membatasi luas lapangan penyinaran
b. Gunakan apron untuk melindungin gonad pasien, ini
seharusnya dilakukan pada pasien.
c. Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi objek yang akan
diperiksa atau meminimalisasikan dosis radiasi.
4. Proteksi Radiasi Untuk Pekerja Radiasi
a. Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv/tahun atau
(5 rem) / tahun.
b. Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien selama
eksposi.
c. Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi.
d. Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan
tebal 0,5 mm Pb.
e. Gunakan alat pengukur radiasi.
f. Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan
apabila ada kemungkinan bocor/rusak.
BAB III
PROFIL KASUS
3.1 Identifikasi Pasien
Nomor RM : 400948
Nama : Ny. X
Umur : 64 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Mojosari
Poli / Ruangan : IGD
Dokter Pengirim : dr. Dana Wandrianbaraseta
Keterangan Klinis : CA MAMAE
Tanggal Pemeriksaan : 14 November 2021

Gambar 3.1 Surat rujukan


3.2 Pembahasan Kasus
Pada pemeriksaan radiograf femur dengan indikasi fraktur di
Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr. Soekandar mojosari menggunakan
proyeksi AP (anterosuperior) dan Lateral. Dari pemeriksaan tersebut dapat
dilihat struktur anatomi dan patologi dengan jelas, patologi penyakit dapat
di diagnosa yaitu tampak fraktur pada femur. Dari pemeriksaan di atas dapat
dihasilkan gambaran raduiograf yang baik. Hal ini di tandai dengan
pengambilan gambar tanpa pengulangan foto.
Dalam pemeriksaan femur dilakukan dengan dua kali pemeriksaan
yaitu dengan proyeksi anteroposterior (AP) dan Lateral.
3.3 Prosedur Pemeriksaan Radiologi
A. Persiapan Alat dan Bahan
Dalam pemeriksaan ini memerlukam peralatan yang sangat berkaitan
erat dengan pemeriksaan ini diantaranya :

1. Pesawat Rontgen
Merk : Toshiba KX0325.
Type : DR-1824
Gen NO : 11F093
Max Voltage : 150 KV
mA. MAX : 500 mAs

Gambar 3.2 Pesawat Rontgen


2. Kaset

Gambar 3.4 Kaset

Merk : Fujifilm
Jenis Kaset : IP Cassete
Ukuran : 35 x 43 cm
3. Workstation
Merek : HP

Gambar 3.3 Workstation


4. Kontrol Panel

Gambar 3.5 Kontrol Panel


5. Marker
Marker atau penandaan yang terbuat dari timbal dengan
berbentuk kecil (seperti titik) sangat penting untuk menghindari
kesalahan posisi dan kesalahan diagnosa.
6. Processing
Setelah di ekspose kaset yang di dalamnya terdapat IP
(Image Plate) yang berfungsi menangkap bayangan laten, kemudian
kaset dimasukkan ke Image Reader untuk di barcode. Di Image
Reader, IP diolah sehingga menghasilkan gambaran nyata pada
workstation. Setelah menjadi gambaran nyata di workstation
kemudian dilakukan Quality Asurance (QA) Jika gambaran over
exposure/under exposure bisa di edit sedemikian rupa agar bisa
menghasilkan gambaran radiograf yang baik. Setelah QA di
workstation kemudian dicetak di printer sehingga menghasilkan
gambaran radiograf.
1. Image Reader

Gambar 3.6 Image Reader


2. Printer

Gambar 3.7 Printer


B. Persiapan Pasien
1. Cocokkan data pasien dengan pasien yang ada.
2. Melepaskan semua benda yang dapat menggangu gambran
radiograf
3. Pasien tetap diatas brankart
C. Prosedur Pemeriksaan
1. Pasien dipanggil agar masuk kedalam ruang pemeriksaan
radiologi.
2. Pasien masuk ke dalam ruang pemeriksaan radiologi. Jika ada
keluarga yang mendampingi maka keluarga pasien harus
menunggu di luar ruang pemeriksaan.
3. Setelah pasien masuk ke ruang pemeriksaan, atur posisi pasien
tetap supine
4. Kaset diletakkan dibawah femur dengan cara mengangkat pasien
secara perlahan
5. Atur posisi objek sehingga batas atas dan bawahnya tidak
terpotong
6. Atur kolimasi seminimal mungkin pada daerah femur
7. Atur faktor eksposi (kV dan mAs)
8. Lakukan ekspose
D. Pelaksanaan Pemeriksaan
A. Persiapan Pasien
Dalam pemeriksaan radiografi femur tidak memerlukan persiapan
khusus, hanya perlu pasien menurunkan celana atau baju yg
menutupi femur, supaya lebih jelas terlihat dimana femurnya.
B. Persiapan Alat/ Bahan
1. Pesawat sinar-X
2. Kaset 35 x 43 cm
3. Image Reader
4. Processing
5. Printer
C. Teknik Pemeriksaan
a. Proyeksi Anterior Posterior ( AP )
- Posisi Pasien
Pasien tidur supire di atas brankart dengan kedua tangan
lurus ke samping tubuh, kepala pasien diganjal dengan
bantal, kedua kaki pasien lurus ke bawah.
- Posisi Objek
Femur diletakkan diatas kaset, pada posisi femur True AP,
dengan femur pada pertengahan kaset
- CR
Arah sinar vertikal tegak lurus terhadap femur dan kaset
- CP
Titik bidik Pertengahan tulang femur dan pertengahan kaset,
atur kolimasi secukupnya dengan luas obyek yang diperiksa.
- FFD : 100 cm
Jarak antara tube dan kaset yaitu100 cm
- Faktor Eksposi kV : 60 mAs : 5,4
- Ukuran film 35 x 43 cm
- Kriteria Radiograf
1. Tampak Os. Femur dalam posisi true AP
2. Tampak fraktur Os. Femur 1/3 proximal
3. Tampak condyles medialis dan condyles lateralis

Gambar 3.8 Hasil Radiograf AP

b. Pemeriksaan femur Proyeksi Lateral


- Posisi Pasien
Pasien tidur supine diatas brankart dengan posisi lateral
kearah objek yang diperiksa, kepala pasien diganjal dengan
bantal, kedua tangan ditekuk diletakkan didepan tubuh.
- Posisi Objek
Femur diletakkan diatas kaset, pastikan tidak ada rotasi
- CR
Arah sinar vertikal tegak lurus terhadap femur dan kaset
- CP
Titik bidik Pertengahan tulang femur dan pertengahan kaset,
atur kolimasi secukupnya dengan luas obyek yang diperiksa.
- FFD
Jarak antara tube dan kaset yaitu100 cm
- Faktor Eksposi kV : 60 mAs : 5,4
- Ukuran film 35 x 43 cm
- Kriteria Radiograf
1. Tampak fraktur Os. Femur 1/3 proximal
2. Tampak Trochanter Minor

Gambar 3.9 Hasil Radiograf Femur Lateral

E. Hasil Radiograf
Pada pemeriksaan radiograf femur dengan indikasi fraktur
di Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr. Soekandar mojosari
menggunakan proyeksi AP (anterosuperior) dan lateral . Dari
pemeriksaan tersebut dapat dilihat struktur anatomi dan patologi
dengan jelas, patologi penyakit dapat di diagnosa yaitu tampak fraktur
pada femur. Dari pemeriksaan di atas dapat dihasilkan gambaran
raduiograf yang baik. Hal ini di tandai dengan pengambilan gambar
tanpa pengulangan foto.
.BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pesawat X-Ray
Pesawat X-Ray di Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr. Soekandar
mojosari mempunyai kekuatan daya tembus kV 125, maksimal 500 mA, dan
second….. kinerja untuk pesawat masih baik, sehingga tidak ada kendala
atau kesulitan dalam pengerjaan pasien yang berhubungan dengan pesawat.

4.2 Posisi Pasien


Tidak ada kesulitan dalam positioning pasien karena pasien
koperatif,sehingga posisi pemeriksaan pasien yang digunakan hanya tidur di
atas brankart.

4.3 Teknik Pemeriksaan


Di Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr. Soekandar mojosari yang
sering di gunakan untuk pemeriksaan femur adalah proyeksi AP dan
Lateral. Dengan proyeksi ini dapat dihasilkan radiograf yang akurat untuk
menghitung rasio fraktur femur pada pasien.

4.4 Faktor Eksposi


Faktor eksposi yang digunakan pada pemeriksaan femur adalah 60
kV, 5,4 mAs. Dengan menggunakan faktor eksposi tersebut, dihasilkan
radiograf dengan kontras dan densitas yang cukup untuk mengevaluasi
fraktur femur.

4.5 Proteksi radiasi


Proteksi radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Prof. dr. Soekandar
mojosari sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan konstruksi
bangunan yang sesuai standar dan skat pemisah antar ruang pemeriksaan
telah dilapisi dengan timbal (Pb), penggunaan faktor eksposi yang optimum
sehingga pengulangan foto dapat dihindari, penggunaan kolimasi yang tepat
dan menutup pintu ruangan sewaktu pemeriksaan berlangsung dan
penggunaan apron untuk mendampingi pasien. Namun masih terdapat
sedikit celah pada pintu ruang foto yang dapat menyebabkan radiasi
terhambur keluar dari runag foto. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian.
BAB V

PENUTUP

5.3 Kesimpulan
Dari laporan diatas yang berjudul “Teknik Pemeriksaan Radiografi Femur
Dengan Indikasi Fraktur Proximal Femur Di Instalasi Radiologi RSUD Prof.
dr. Soekandar” maka dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam pemeriksaan radiografi femur dengan indikasi fraktur proximal
femur ini dilakukan dengan menggunakan proyeksi anteroposterior (AP)
dan lateral. Di diagnosa adanya fraktur femur, tanpa dilengkapi dengan
proyeksi tambahan.
2. Pada pemeriksaan radiografi femur ini sudah sesuai dengan standar teori,
dengan menggunakan proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral sudah
dapat menghasilkan gambaran radiograf yang baik dan sudah mendukung
diagnosa penyakit tersebut.
5.4 Saran
Pada laporan kasus ini, penulis menyarankan :
1. Agar tidak terjadi pengulangan foto sebaiknya melakukan pemeriksaan
radiologi terhadap pasien dengan baik dan selalu diperhatikan pengaturan
faktor eksposi, FFD dan lain - lain.
2. Perlunya komunikasi yang baik bagi sesama petugas radiografer, perawat
agar menjadi harmonis dalam bekerja serta meningkatkan komunikasi
dengan pasien, suapaya dalam melaksanakan pemeriksaan berjalan
dengan lancar.
3. Proteksi radiasi bagi pasien perlu ditingkatkan dengan membatasi luas
lapangan penyinaran sesuai dengan luas obyek yang akan difoto. Proteksi
radiasi bagi masyarakat umum hendaknya pengantar pasien atau orang
yang tidak berkepentingan dilarang memasuki ruang pemeriksaan, kecuali
sangat dibutuhkan apabila pasien tidak kooperatif dan dipersilahkan
menunggu di depan kamar pemeriksaan dan pintu ditutup rapat.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Widia. 2014. Teknik Radiografi Os. Femur.


Teknikradiograf.blogspot.co.id,
di akses pada tanggal 17 Desember 2016
Crostiyani. 2015. Askep Fraktur Femur. crostiyani.blogspot.co.id,
di akses pada tanggal 17 Desember 2016
BAPETEN. 2011. Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Sinar-X Radiologi
Bontrager, KL. 2014. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy. Eighth Edition. CV. Mosby. Missiouri

Anda mungkin juga menyukai