Disiapkan Oleh:
November 2014
i
PENGANTAR
Pedoman Perencanaan Jalur dan Rambu Evakuasi Tsunami merupakan salah satu dari rangkaian
sepuluh pedoman,untuk menentukan jalur evakuasi tsunami dan jenis rambu, juga perletakan
berbagai tipe rambu di jalur evakuasi tsunami. Pedoman ini disusun dengan harapan dapat
membantu pemerintah, khususnya BNPB dalam melaksanakan Master Plan Pengurangan Risiko
Bencana Tsunami. Terdapat sepuluh pedoman yang mendukung pedoman ini, yaitu :
1. Pedoman Teknis Perencanaan Jalur dan Rambu Evakuasi Tsunami.
2. Pedoman Teknis Penyusunan Peta Risiko Tsunami Tingkat Kabupaten/Kota.
3. Pedoman Teknis Pengelolaan Bangunan TES Tsunami (Untuk Bangunan dan Bukit TES
Tsunami).
4. Pedoman Teknis Kesiapsiagaan Menghadapi Gempa dan Tsunami Berbasis Masyarakat.
5. Pedoman Teknis Perencanaan Pemasangan Sirine dan SIstem Peringatan Dini Berbasis
Masyarakat.
6. Pedoman Teknis Simulasi/Gladi Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Ancaman Gempa
dan Tsunami.
7. Pedoman Teknis Integrasi PRB Tsunami dalam RTRW.
8. Pedoman Teknis Pelaksanaan Konstruksi Bangunan dan Bukit TES Tsunami.
9. Protap Teknis Pengambilan Keputusan Evakuasi di Tingkat Daerah.
10. Pedoman Review Master Plan Tsunami
ii
DAFTAR ISI
PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LatarBelakang, Urgensi, dan Justifikasi 2
1.2 Maksud dan Tujuan Pedoman 3
1.3 Sasaran Pengguna Pedoman 3
1.4 Petunjuk Penggunaan Pedoman 4
1.5 Acuan Normatif 5
1.6 Istilah dan Definisi 5
iii
4.2 Kebutuhan Data untuk Perencanaan 34
4.3 Partisipasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat 36
4.4 Ketentuan Teknis Peta Jalur Evakuasi Tsunami 37
4.5 Format Peta Jalur Evakuasi Tsunami 38
4.6 Format dan Susunan Komponen Peta Jalur Evakuasi Tsunami 39
4.7 Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Jalur Evakuasi Tsunami 40
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN 67
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 Petunjuk penggunaan: hubungan antar bab dalam pedoman 5
Gambar 3.4 Contoh peta rendaman tsunami untuk wilayah negara bagian Washington 25
(kiri), California (tengah), dan Oregon (kanan)
Gambar 5.7 Rambu di Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat Evakuasi Akhir 51
(TEA)
Gambar 6.2 Ilustrasi Peta Evakuasi Tsunami dan Sebaran Jenis Rambu Evakuasi 58
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kebutuhan data untuk perencanaan jalur evakuasi berbagai tingkatan 34
Tabel 4.2 Tahap dan kegiatan perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami berbagai 35
tingkatan
vi
PENDAHULUAN
1
1
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Indonesia merupakan negara kepulauan yang diapit oleh tiga lempeng aktif dan sering dilanda
gempa. Gempa berskala besar dapat menimbulkan gelombang tsunami yang dapat menyapu apa
saja yang dilaluinya. Belajar dari berbagai kejadian gempa dan tsunami yang melanda Indonesia,
seperti Tsunami Aceh (2004), Tsunami Pangandaran (2006), Tsunami Mentawai (2010), dan
Gempa Kembar Aceh (2012), perlu usaha pengurangan risiko bencana tsunami untuk
meminimalkan korban jiwa yang mungkin terjadi.
Gambar 1.1 Kota/kabupaten di Indonesia yang memiliki risiko tinggi terhadap tsunami
(Sumber : Renas PB 2010-2014)
Sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana tsunami, telah dilakukan perencanaan jalur dan
rambu evakuasi tsunami di Indonesia. Jalur evakuasi merupakan jalur yang dilalui penduduk
untuk mengungsi ke tempat yang aman, sedangkan rambu evakuasi berguna untuk mengarahkan
penduduk ke jalur dan tempat evakuasi yang benar dalam waktu yang cepat. Ketika tsunami
terjadi, keberadaan jalur dan rambu evakuasi merupakan hal yang sangat penting bagi
masyarakat agar dapat menuju tempat aman sebelum tsunami datang.
Sampai dengan saat ini, beberapa daerah di pesisir telah mengimplementasikan perencanaan
jalur dan rambu evakuasi tsunami, antara lain Kota Banda Aceh, Kota Padang, Kota Cilacap,
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, dan beberapa daerah di Bali. Tetapi Perencanaan
jalur yang ada banyak tidak mengikuti justifikasi ilmiah. Demikian juga rambu yang ada berbeda-
beda sehingga perlu standardisasi untuk satu Indonesia. Informasi yang diberikan oleh rambu
juga tidak optimal dan berbeda-beda. Pedoman ini berperan sebagai acuan perencanaan dan
standardisasi jalur dan rambu evakuasi tsunami untuk seluruh Indonesia.
Sebagian dari implementasi perencanaan jalur dan rambu telah mengacu kepada SNI 7743:2011
mengenai Rambu Evakuasi Tsunami dan SNI 7766:2012 mengenai Jalur Evakuasi Tsunami.
2
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Namun, kedua SNI tersebut tidak mengatur ketentuan dan prosedur perencanaan jalur dan
rambu evakuasi, penempatan rambu, dan ketentuan teknis peta evakuasi (skala ketelitian, format
peta, dan lain-lain). Dengan demikian, pedoman ini berfungsi sebagai petunjuk teknis dan
petunjuk pelaksanaan perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami.
Lebih lanjut kedua SNI tersebut hanya mengatur satu jenis rambu evakuasi tsunami, sedangkan
pada praktiknya terdapat beberapa jenis rambu terkait evakuasi tsunami; yakni rambu zona
bahaya tsunami, rambu petunjuk arah evakuasi tsunami, rambu tempat aman tsunami, dan
papan informasi untuk kejadian tsunami dan peta orientasi evakuasi tsunami. SNI juga belum
merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan tentang Rambu Lalu Lintas (PM No.13 tahun
2014), karena saat SNI disusun, Peraturan Menteri tersebut belum disahkan. Oleh karena itu,
pedoman ini disusun sebagai standar dari proses perencanaan jalur dan rambu evakuasi,
mencakup konsepsi risiko tsunami dalam konteks perencanaan jalur dan rambu evakuasi
tsunami, konsepsi perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami, prosedur perencanaan jalur
evakuasi tsunami, ketentuan teknis rambu evakuasi tsunami, dan prosedur perencanaan
penempatan rambu evakuasi tsunami.
Pedoman Perencanaan Jalur dan Rambu Evakuasi Tsunami ini juga disusun sebagai tindak lanjut
dari telah disusunnya dua buah pedoman terkait Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (TES)
yang telah disusun pada tahun 2013. Kedua pedoman tersebut yaitu Pedoman Teknik Pembuatan
Peta Rendaman Tsunami dan Pedoman Teknik Perencanaan TES. Dengan demikian, TES, jalur,
dan rambu evakuasi tsunami merupakan suatu kesatuan penting dari rencana evakuasi tsunami.
Sebagai upaya untuk menghasilkan perencanaan evakuasi tsunami yang terintegrasi, perlu ada
perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami dengan memperhatikan aspek-aspek penting
yang akan dijelaskan dalam pedoman ini.
Maksud dan tujuan penyusunan pedoman ini adalah sebagai petunjuk teknis dan pelaksanaan
untuk perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami yang benar, informatif, dan dapat
dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pedoman ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak terkait dalam perencanaan jalur dan
rambu evakuasi. Pihak-pihak tersebut antara lain:
a. Kementrian/lembaga terkait ;
b. pemerintah provinsi;
c. pemerintah kabupaten/kota;
d. konsultan dan kontraktor;
e. perguruan tinggi;
f. organisasi non-pemerintah (yayasan, Lembaga Swadaya Masyarakat, lembaga donor)
g. masyarakat
3
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
1.4 Petunjuk Penggunaan Pedoman
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang, urgensi, dan justifikasi penyusunan pedoman, maksud
dan tujuan pedoman, sasaran pengguna pedoman, petunjuk penggunaan pedoman, acuan
normatif, serta istilah dan definisi.
BAB II KONSEPSI RISIKO TSUNAMI DALAM KONTEKS PERENCANAAN JALUR DAN RAMBU
EVAKUASI TSUNAMI
Bab ini menjelaskan mengenai konsepsi risiko tsunami dan kegunaannya dalam perencanaan
jalur dan rambu evakuasi tsunami.
Adapun hubungan antar bab di dalam pedoman ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
4
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Sub-bab ini menjabarkan acuan normatif berupa undang-undang dan peraturan yang diacu dalam
penyusunan pedoman ini, yang meliputi:
Berikut adalah daftar istilah dan definisi yang digunakan dalam Pedoman Perencanaan Jalur dan
Rambu Evakuasi Tsunami ini:
Aksesibilitas
Kemudahan pencapaian lokasi aman yang disediakan bagi semua orang, termasuk yang memiliki
ketidakmampuan fisik atau mental.
5
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Analisis Risiko Bencana Tsunami
Metodologi kajian terpadu untuk mendapatkan gambaran menyeluruh potensi risiko bencana
tsunami suatu daerah dengan mengkaji tingkat ancaman, kerugian, dan kapasitas daerah.
Bahaya Tsunami
Potensi terjadinya tsunami pada suatu wilayah tertentu, yang memuat informasi mengenai waktu
tiba, tinggi rendaman dan luas rendaman.
Bencana Tsunami
Suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh kejadian tsunami sehingga
mengganggu kehidupan dan penghidupan perorangan dan masyarakat, kerusakan lingkungan,
kerusakan bangunan, sarana dan prasarana, kehilangan jiwa dan harta benda.
Estimasi Waktu Tiba Tsunami (Estimated Time for Tsunami Arrival /ETA)
Waktu estimasi kedatangan tsunami di lokasi tertentu, seperti diperkirakan melalui model
kecepatan dan pembiasan gelombang tsunami ketika ia bergerak dari sumber asalnya. ETA dapat
diperkirakan dengan ketepatan yang sangat baik jika batimetri dan sumber gempa diketahui.
Estimasi Waktu untuk Mengevakuasi Penduduk (Estimated Time for Evacuation /ETE)
Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mengevakuasi seluruh warga yang terpapar tsunami
dalam suatu wilayah/ desa.
Evakuasi
Tindakan perpindahan, pemindahan dan penyelamatan masyarakat dari tempat bahaya ke
tempat aman.
Evakuasi Horizontal
Evakuasi menuju Tempat Evakuasi Akhir (TEA).
Evakuasi Vertikal
Evakuasi menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES).
Jalur Evakuasi
Jalan atau lintasan yang dirancang bersama untuk dilalui pada waktu evakuasi tsunami yang
menuju ke tempat aman dari tsunami (bisa berupa TEA dan TES).
6
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Jalur Evakuasi Primer
Jalur evakuasi menuju TEA
Kapasitas Evakuasi
Kemampuan infrastruktur suatu jalan (jalur evakuasi primer dan sekunder) untuk dapat
mengevakuasi penduduk di suatu lingkungan agar selamat dari tsunami. Dalam hal ini termasuk
kapasitas jalur evakuasi khusus untuk dapat mengevakuasi seluruh penduduk dengan kebutuhan
khusus.
Kelompok Rentan
Kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus, seperti orang cacat, orang lanjut usia, ibu
hamil, dan balita yang memerlukan alat bantu mobilisasi seperti kursi roda, tandu, kereta dorong
bayi,maupun memerlukan bantuan orang lain untuk dapat melakukan evakuasi dengan aman dan
nyaman.
Kerentanan
Kondisifisik, sosial, budaya, dan ekonomi suatu wilayah dari suatu komunitas atau masyarakat
yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian
dan pelatihan, penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
tsunami.
Mitigasi
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik dan non
fisik,dalam antisipasi bencana tsunami.
7
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Peringatan Dini
Dalam pedoman ini, peringatan dini yang dimaksud adalah peringatan dini bagian hilir dari sistem
peringatan dini Ina-TEWS (Indonesian Tsunami Early Warning System), yang merupakan
serangkaian kegiatan pemberian peringatan dini (diseminasi informasi) sesegera mungkin dari
pemerintah daerah kepada masyarakattentang kemungkinan terjadinya bencana tsunami pada
suatu daerah. Informasi potensi terjadinya tsunami tersebut diperoleh pemerintah daerah dari
BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) melalui sistem peringatan dini bagian hulu
dari Ina-TEWS.
Tsunami
Serangkaian gelombang yang timbul karena gangguan secara tiba-tiba terhadap kolom air, akibat
perubahan dasar laut.
8
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
9
PEDOMAN PERENCANAAN
KONSEPSI RISIKO TSUNAMI DALAM KONTEKS PERENCANAAN JALUR DAN RAMBU EVAKUASITSUNAMI
12
PENDAHULUAN
2.1 Pendekatan Analisis Risiko Tsunami dalam Konteks Perencanaan Jalur dan
Rambu Evakuasi
Risiko bencana tsunami adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya tsunami pada
suatu wilayah/kawasan dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan
kegiatan masyarakat (UU No.24 Tahun 2007). Kajian risiko bencana dapat dihasilkan dengan
mengintegrasikan kajian bahaya (hazard),kajian kerentanan (vulnerability), dan kajian kapasitas
(capacity). Kajian risiko bencana memberikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk
menerima seberapa besar risiko yang mampu dihadapi atau ditanggung serta mendesain rencana
dan upaya mitigasinya.Secara matematis nilai risiko dapat dihasilkan dari perumusan sebagai
berikut :
( ) ( ) ( ) ( ) (R.1)
Dalam konteks perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami, diperlukan kajian risiko bencana
tsunami dan gempa untuk menentukan prioritas wilayah yang didahulukan. Secara lebih detil ,
faktor yang dibutuhkan dari ketiga komponen dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kajian potensi bahaya tsunami diperlukan untuk menentukan wilayah terpapar dan aman dari
bahaya tsunami. Kajian ini meliputi pembuatan Peta Rendaman Tsunami, serta estimasi waktu
tiba Tsunami (Estimated Time for Tsunami Arrival/ETA). Metoda untuk mendapatkan kedua
10
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
parameter bahaya tsunami tersebut dapat dilihat selengkapnya pada Buku Pedoman Teknik 1:
Pembuatan Peta Rendaman Tsunami (BNPB, 2013).
Peta rendaman tsunami adalah peta yang memuat informasi mengenai tinggi tsunami, kecepatan
aliran, luas wilayah rendaman, dan waktu penjalaran tsunami ke pantai.Tinggi tsunami menjadi
faktor penting dalam menentukan luas wilayah rendaman tsunami (zona tidak aman) dan zona
aman tsunami. Penentuan tinggi tsunami untuk menghasilkan peta rendaman di suatu lokasi
dapat diperoleh melalui 3 cara:
Berdasarkan tersedianya tinggi rendaman tsunami, maka informasi luas rendaman dapat ditarik
menggunakan peta topografi yang tersedia. Luas rendaman ini kemudian menjadi acuan untuk
menentukan lokasi TES dan TEA, serta jalur evakuasi dan penempatan rambu-rambu peringatan
tsunami.
Bila tidak didapatkan sejarah tsunami maka cara lain untuk mendapatkan informasi waktu tiba
tsunami adalah dengan melakukan pemodelan numerik tsunami dengan sumber tsunami yang
lebih besar. Informasi kedatangan gelombang tsunami ini penting untuk menentukan jalur
evakuasi yang terbaik dan tercepat menuju zona aman.Penempatan rambu juga memerlukan
informasi waktu tiba khususnya pada daerah yang padat penduduknya.
11
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
2.3Konsepsi Kerentanan
Kerentanan adalah Kondisi fisik, sosial, budaya, dan ekonomi suatu wilayah dari suatu komunitas
atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi
bencana. Dalam hal perencanaan jalur dan rambu evakuasi terhadap bahaya tsunami, maka
umumnya kerentanan dapat dibagi menjadi kerentanan penduduk dan kerentanan infrastruktur.
Dalam perhitungan perencanaan jalur dan rambu evakuasi, jumlah dan kepadatan penduduk
terpapar penting untuk diperhatikan.Jumlah penduduk yang terpapar adalah jumlah penduduk
yang berada dalam kawasan rendaman tsunami. Disamping jumlah penduduk terpapar,
kepadatan penduduk dalam satu kawasan tertentu juga mempengaruhi tingkat kerentanan
daerah tersebut.Perencanaan jalur dan rambu evakuasi juga harus memperhitungkan jumlah
kelompok rentan yaitu kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus, seperti orang cacat,
orang lanjut usia, ibu hamil, dan balita yang memerlukan alat bantu mobilisasi seperti kursi roda,
tandu, kereta dorong bayi,maupun memerlukan bantuan orang lain untuk dapat melakukan
evakuasi dengan aman dan nyaman.
Perencanaan jalur evakuasi yang baik harus memperhitungkan kecepatan penduduk yang
terpapar untuk menghindari tsunami menuju zona aman dengan langkah waktu yang paling cepat
dan aman.Pengarahan penduduk pada area yang padat menuju zona aman (TEA) dapat dibantu
dengan mengefektifkan penempatan rambu-rambu evakuasi tsunami pada posisi-posisi yang
strategis dan mudah terlihat oleh khalayak umum.
Kerentanan infrastruktur merupakan salah satu faktor penting untuk ditinjau dalam perencanaan
jalur dan rambu evakuasi. Tingginya persentase kawasan yang terbangun dapat meningkatkan
risiko kerusakan dan korban sebagai dampak tsunami, terlebih bila tidak dibangun menurut
kaidah keamanan terhadap tsunami, antara lain lihat pedoman Teknik 2: Perencanaan Tempat
Evakuasi Sementara. Fasilitas-fasilitas darurat seperti TES maupun TEA menjadi faktor utama
untuk menentukan jalur-jalur yang terbaik dan tercepat menuju tempat evakuasi.
Dalam perencanaan jalur dan rambu evakuasi, beberapa jenis infrastruktur seperti rumah sakit
dan pembangkit listrik juga perlu untuk ditinjau secara khusus mengenai kerentanannya terlebih
apabila dikombinasikan dengan jumlah penduduk terpapar dan zona bahaya. Kondisi jalan yang
baik dan lebar jalan yang memadai hingga konstruksi jembatan yang kuat akan diperlukan oleh
masyarakat yang menghindari tsunami.
Sama halnya dengan kepadatan penduduk, kepadatan bangunan di lokasi yang terpapar bahaya
tsunami merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dalam perencanaan jalur dan rambu
evakuasi tsunami. Tingginya kepadatan bangunan dapat merupakan indikasi tingginya kepadatan
penduduk pada area itu yang berimbas pada tingginya kerentanan di zona tersebut. Kepadatan
bangunan yang tinggi juga akan semakin meningkatkan kerentanannya apabila bangunan-
12
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
bangunan tersebut dibangun tanpa mengikuti kaidah bangunan aman terhadap gempa dan
tsunami. Disamping itu, keberadaan fasilitas kritis seperti pabrik, pompa bensin, depo bahan
bakar, pembangkit tenaga listrik (PLTD maupun PLTN) dapat menimbulkan bahaya ikutan seperti
ledakan, kebakaran, atau kontaminasi zat radio aktif.
2.4Konsepsi Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan dan kesiapsiagaan pemerintah pusat, daerah dan masyarakat,
untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat ancaman dan tingkat kerugian akibat
bencana.Dalam perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami, kapasitas yang perlu
diperhitungkan adalah :
Kapasitas dari pemerintah maupun masyarakat yang tinggal di daerah kawasan berisiko tsunami
dapat ditingkatkan dengan penetapan zona aman. Dimana zona aman ini dibutuhkan dalam
perencanaan evakuasi yang meliputi rencana jalur evakuasi, lokasi bangunan aman tsunami
seperti TES (Tempat evakuasi Sementara) dan TEA (Tempat Evakuasi Akhir). Pedoman
perencanaan, perancangan dan pembangunan TES dapat dilihat dengan lengkap pada Pedoman
Teknik 2: Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara dan Pedoman Teknik 3: Perancangan Struktur
Bangunan TES (BNPB, 2013). Perencanaan evakuasi tsunami harus dibantu dengan rencana
penempatan rambu-rambu evakuasi tsunami pada posisi strategis untuk membantu masyarakat
ke lokasi aman dengan cepat dan aman.
Salah satu kemampuan yang penting untuk dimiliki dari masyarakat dan pemerintah setempat
adalah kemampuan untuk tanggap darurat terhadap bencana tsunami. Hal ini merupakan
program peningkatan kapasitas yang efektif untuk membuat masyarakat sadar akan bencana.
Prosedur tanggap darurat yang baik dan efektif dapat mempercepat masyarakat untuk menuju ke
zona aman apabila terjadi bahaya tsunami.Prosedur yang efektif ini dapat dibantu dengan
perencanaan jalur dan rambu yang efisien, serta kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintahnya
dalam melakukan evakuasi. Salah satu metode untuk meningkatkan kesiapsiagaan tersebut
adalah dengan melakukan simulasi/drill terhadap bahaya tsunami (Lihat Pedoman Simulasi/Gladi
Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapai Ancaman Gempa dan Tsunami).
13
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
14
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
3.1 Prinsip Dasar Perencanaan Jalur
Jalur evakuasi tsunami adalah jalan atau lintasan yang dirancang bersama untuk dilalui pada
waktu evakuasi tsunami menuju ke tempat aman dari tsunami (berupa TES atau TEA). Jalur ini
berguna dalam mengarahkan masyarakat menjauhi tempat rawan tsunami menuju tempat
aman.Agar sesuai dengan kebutuhan evakuasi, jalur evakuasi harus direncanakandengan
melibatkan partisipasi masyarakat, pemangku kepentingan dan pengambil keputusan.
Jalur evakuasi tsunami dirancang melalui badan jalan yang ada dan menjauhi garis pantai, muara
sungai, badan aliran sungai, serta saluran air yang bermuara ke pantai terutama yang dekat
kawasan pantai.Sebaiknya jalur evakuasi tidak melintasi sungai dan jembatan, terutama yang
dekat kawasan pantai.Apabila terpaksa harus melewati jembatan, maka perencanaan jalur
evakuasi melalui jembatan harus menggunakan jembatan yang telah memenuhi persyaratan
teknis jalan dan jembatan serta tahan gempa dan tsunami.
Daerah-daerah yang rawan tsunami perlu dilengkapi dengan rambu-rambu untuk memudahkan
penduduk mengetahui dan sadar akan adanya bahaya tsunami di lingkungannya, serta dapat
menyelamatkan diri atau melakukan evakuasi menuju Tempat Evakuasi Akhir (TEA) dan Tempat
Evakuasi Sementara (TES) yang telah disepakati dalam pembuatan rencana evakuasi tsunami.
Rambu dapat berupa berbagai simbol tergantung pada kebutuhannya. Seperti lambang panah
untuk memberitahu arah evakuasi, lambang bangunan untuk menunjukkan tempat evakuasi,
lambang gelombang untuk memperingatkan akan bahaya tsunami, dan lain-lain.
Kapasitas evakuasi adalah kemampuan infrastruktur suatu jalan untuk dapat mengevakuasi
penduduk di suatu lingkungan agar selamat dari tsunami.Berdasarkan KEPMEN PU 468 tahun
1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan, maka ada
beberapa asas aksesibilitas yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan dan jembatan
sebagai jalur evakuasi, yaitu:
1. Asas Kemudahan: setiap orang dapat dengan mudah melalui jalur untuk mencapai TES atau
TEA.
2. Asas Keselamatan: setiap orang dapat berjalan dengan selamat (tanpa hambatan atau
kecelakaan) di sepanjang jalur sampai menuju TES atau TEA.
3. Asas Kemandirian: setiap orang harus bisa berjalan melalui jalur evakuasi tanpa
membutuhkan bantuan orang lain , kecuali orang-orang yang berkebutuhan khusus seperti
orang cacat, ibu hamil, balita, dan orang lanjut usia.
Kebutuhan jumlah jalur dan panjang jalur evakuasi tergantung dengan kapasitas evakuasi atau
jumlah masyarakat yang akan dievakuasi di daerah yang rawan tsunami. Kapasitas evakuasi
tersebut digambarkan dengan kemampuan jalan utama desa untuk dilalui orang evakuasi.
Berdasarkan pertimbangan adanya kecenderungan penduduk suatu lingkungan akan memilih
15
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
jalan utama sebagai rute evakuasi. Penghitungan kapasitas evakuasi menggunakan rumus sebagai
berikut:
( )
( )
(R.2)
Besaran kecepatan (Velocity) mengacu pada standar kecepatan rata-rata orang normal berjalan
cepat adalah 3,3 km/jam. Untuk kawasan tertentu, besaran kecepatan perlu mempertimbangkan
juga kondisi demografi secara detil, misal: kawasan yang didominasi oleh orang tua atau kawasan
rumah sakit, sehingga nilai besaran kecepatan yang digunakan akan lebih rendah dari 3,3
km/jam.
Untuk kawasan dimana jalan yang telah ditetapkan sebagai jalur evakuasi merupakan jalan yang
sering kali dipakai untuk parkir mobil, pedagang kaki lima, dan kebutuhan komersial lainnya,
maka hambatan ini harus diperhitungkan dengan mengurangi terlebih dahulu lebar jalan dengan
lebar kendaraan (asumsi lebar kendaraan ± 2,4 meter), sehingga rumus kapasitas jalan menjadi
sebagai berikut:
(R.3)
(R.4)
Penentuan jalur evakuasi juga tergantung pada berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengevakuasi seluruh penduduk terpapar dan kapasitas jalur evakuasi. Jalur tersebut sedapat
mungkin menggunakan jalan raya maupun jalan lingkungan yang sudah ada.
Berdasarkan kajian kerentanan dan kajian kapasitas evakuasi, maka hal yang paling kritis adalah
menghitung berapa waktu yang diharapkan untuk dapat mengevakuasi seluruh penduduk suatu
lingkungan dengan kapasitas evakuasi yang ada. Waktu yang ditentukan tersebut adalah waktu
untuk mengevakuasi penduduk terpapar atau ETE (Estimated Time for Evacuation), yang
dijabarkan dalam rumus sebagai berikut:
(R.5)
16
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
ETE = estimasi waktu untuk mengevakuasi penduduk(Estimated Time for Evacuation)
Pall = jumlah populasi penduduk per desa yang terpapar dan harus mencapai jalan utama
Waktu tiba tsunami (ETA) dikurangi waktu yang diperlukan untuk menerbitkan peringatan
tsunami agar sampai ke masyarakat (TEW) merupakan waktu yang berharga untuk
menyelamatkan diri yang sering disebut sebagai golden time.Waktu untuk mengevakuasi
penduduk terpapar (ETE) harus lebih kecil dari golden time.
Tujuan utama perencanaan evakuasi adalah membuat orang dapat melakukan evakuasi sebelum
tsunami tiba, artinya ETE harus lebih kecil dari golden time. Apabila waktu yang diperlukan untuk
evakuasi (ETE) lebih besar dari golden time, maka ada dua pilihan upaya mengurangi ETE yang
bisa dilakukan, yaitu :
Perhitungan jumlah, lokasi dan kapasitas TES yang dibutuhkan bisa dilihat di Pedoman Teknik 2:
Perencanaan TES (BNPB, 2013).
Apabila memungkinkan penambahan jalur atau memperlebar jalan, maka kapasitas evakuasi
dihitung dengan menjumlahkan seluruh lebar jalan.
∑
(R.7)
∑ (R.8)
Penambahan jalur evakuasi tersebut dapat diadakan dengan penambahan jumlah jalan dengan
cara merevitalisasi jalan-jalan kecil yang tegak lurus pantai untuk dipakai sebagai jalur evakuasi,
dan/atau menambah jalan baru.
Keputusan untuk menentukan penambahan jalur evakuasi dapat dilihat pada bagan berikut ini.
17
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Gambar 3.1 Diagram alir proses pengambilan keputusan perlu atau tidak perlu
untuk menambah dan/atau memperlebar jalur evakuasi
Kapasitas evakuasi sangat bergantung dengan lebar jalan, sehingga jalur evakuasi harus
mempunyai lebar yang cukup untuk dapat membantu proses evakuasi lebih cepat, mengingat
waktu evakuasi terbatas. Untuk memenuhi persyaratan umum yang diajukan oleh Kepmen PU
468 tahun 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan
yang dibahas pada sub bab 3.1.1, maka persyaratan teknis jalur evakuasi tsunami adalah sebagai
berikut:
1. Jalur evakuasi primer adalah jalur menuju TEA secara langsung, dengan persyaratan lebar
jalan minimal 9 meter, setara dengan jalan kolektor primer menurut PP no.34 tahun 2006
tentang Jalan, namun status jalan yang digunakan tidak harus jalan kolektor. TEA juga bisa
dicapai melalui jalan lingkungan bila ada penduduk yang berlokasi tidak jauh dari TEA.
Dengan kata lain, penduduk tidak harus mencapai jalur evakuasi primer untuk menuju TEA,
bila rumahnya dekat dengan TEA.
2. Jalur evakuasi sekunder adalah jalur menuju TES, dengan persyaratan lebar jalan minimal 7,5
meter, setara dengan jalan lokal menurut PP no. 34 tahun 2006 tentang Jalan. TES juga bisa
18
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
dicapai melalui jalan lingkungan bila ada penduduk yang berlokasi tidak jauh dari TES. Dengan
kata lain, penduduk tidak harus mencapai jalur evakuasi sekunder untuk menuju TES, bila
rumahnya dekat dengan TES.
3. Jalan lingkungan yang dapat digunakan sebagai jalur evakuasi dari rumah menuju: a) TES
maupun TEA secara langsung, b) jalur sekunder untuk mencapai TES, c) jalur primer untuk
mencapai TEA, lihat Gambar 3.2.tentang jalur evakuasi primer, sekunder serta jalan
lingkungan
4. Semua jalur evakuasi menuju TES atau TEA harus mudah dilihat dan mudah dicapai dari
semua akses jalan lingkungan. Tidak boleh ada penyempitan jalan (bottle neck) sepanjang
jalur evakuasi.
5. Jalan umum yang telah ditetapkan sebagai jalur evakuasi perlu mendapatkan perlakukan
khusus, sehingga tidak boleh ada hambatan seperti parkir kendaraan dan pedagang kaki lima
di sepanjang jalan tersebut. Bila tidak dapat dihindari keberadaan parkir kendaraan dan
pedagang kaki lima maupun kegiatan komersial lainnya, maka sebagai konsekuensi
pemerintah daerah wajib mengadakan jalur alternatif tambahan untuk jalur evakuasi, demi
tercapainya kondisi kapasitas evakuasi yang dibutuhkan.
6. Untuk kotayang berpenduduk padat, jalur evakuasi primer dan sekunder diperuntukkan bagi
pejalan kaki dan dilengkapi dengan jalur evakuasi khusus bagi kelompok rentan.
7. Untuk evakuasi penghuni rumah sakit, maka perlu ditetapkan jalur evakuasi khusus
ambulans.
19
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
8. Untuk daerah pedesaan dengan penduduk kurang padat, serta letak TES dan TEA cukup jauh
bila ditempuh dengan jalan kaki, maka jalur evakuasi primer dan sekunder dapat digunakan
oleh pengguna kendaraan, dengan adanya pemisahan antara jalan untuk kendaraan dengan
jalan untuk pejalan kaki.
9. Permukaan jalan yang digunakan sebagai jalur evakuasi, baik primer maupun sekunder
sebaiknya dengan perkerasan, rata, tidak berlubang, dan tidak licin.
10. Jalur evakuasi yang menanjak sebaiknya berupa ramp dengan kemiringan jalan tidak melebihi
70 agar dapat mudah dilalui oleh kursi roda (KEPMEN PU 468 tahun 1998 tentang Persyaratan
Teknis Aksesibilitas Pada Bangunan Umum dan Lingkungan).
11. Jalur evakuasi harus dilengkapi dengan penerangan jalan agar mudah dilalui, bila evakuasi
dilakukan saat subuh atau malam hari. Penerangan jalan dengan sistem panel surya dapat
membantu keberlanjutan pasokan energi listrik bila jaringan listrik PLN padam pada saat
terjadi gempa-tsunami.
12. Rambu-rambu penunjuk arah evakuasi tsunami harus diletakkan pada titik-titik
strategissepanjang jalur evakuasi menuju TES dan TEA.
Rambu evakuasi tsunami adalah tanda atau keterangan yang ditempatkan atau dipasang di
kawasan rawan tsunami dan zona aman tsunami, dibuat secara jelas, mudah dimengerti berupa
lambang, huruf, angka, kalimat dan/atau perpaduannya. Rambu berfungsi menjelaskan atau
memberikan suatu petunjuk, peringatan, pengaturan, bagi setiap orang yang berada di kawasan
rawan tsunami dan zona aman tsunami.Rambu adalah bagian yang terpadu dengan sistem
manajemen risiko tsunami, mekanisme yang efektif untuk pendidikan pada masyarakat guna
menyadarkan masyarakat terhadap risiko dan kejadian tsunami, serta membantu dalam rencana
evakuasi bagi masyarakat yang berada di daerah rawan tsunami. Rambu evakuasi tsunami
memandu masyarakat melakukan evakuasi menuju Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan
Tempat Evakuasi Akhir (TEA).
Rambu evakuasi diletakkan di dalam zona bahaya tsunami sampai sepanjang jalan menuju zona
aman terhadap bahaya tsunami. Rambu diletakkan di persimpangan jalan supaya masyarakat
tidak salah arah, dan bila terdapat rintangan atau hambatan di sepanjang jalan seperti jalan
mendaki. Kebutuhan rambu evakuasi tsunami tergantung pada beberapa aspek sebagai berikut:
1. Sebaran zona bahaya tsunami (zona rendaman) serta zona aman tsunami.
2. Jarak zona aman tsunami dari pantai, yaitu jarak zona rendaman ditambah jarak daerah
penyangga atau zona transisi.
3. Jumlah dan panjang jalur evakuasi primer dan sekunder.
4. Jumlah daerah persimpangan sepanjang jalur evakuasi, baik primer maupun sekunderdan
jalan lingkungan.
5. Hambatan fisik yang mungkin ada di sepanjang jalur evakuasi seperti tanjakan, turunan,
dan sebagainya.
20
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
6. Jumlah dan sebaran TES, baik berupa bangunan, bukit alami dan bukit buatan.
7. Jumlah dan sebaran TEA, baik berupa bangunan, bukit alami dan bukit buatan.
Rambu evakuasi tsunami terdiri dari beberapa rambu. Terdapat lima (5) kategori rambu yang
memiliki standar teknik untuk mendukung pendidikan pada masyarakat dan respon terhadap
tsunami (TWGSS, 2007). Ketentuan teknis rambu evakuasi tsunami secara detil dibahas di Bab V
dari pedoman ini.
Rambu ini mengindikasikan area yang mungkin rawan terhadap bahaya tsunami dan membangun
kesadaran masyarakat, baik penduduk lokal maupun pendatang atau turis bahwa mereka berada
di zona rawan tsunami. Masyarakat harus tahu bahwa mereka perlu untuk melakukan evakuasi
bila ada tanda-tanda alamiah akan terjadi tsunami (seperti getaran gempa yang cukup kuat, suara
gelombang laut yang tidak biasa, air laut surut di tepi pantai)dan/atau bunyi sirene tsunami. Ada
dua tipe rambu zona bahaya tsunami, yaitu rambu di dalam zona bahaya serta rambu memasuki
dan meninggalkan zona bahaya tsunami.
21
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
2. Peta Orientasi Evakuasi Tsunami
Peta Orientasi Evakuasi Tsunami berupa papan informasi yang memuatinformasi dan petunjuk
kepada masyarakat tentang letak Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat Evakuasi Akhir
(TEA), serta jalur-jalur evakuasi yang dapat dilalui untuk mencapai TES dan TEA.Peta Orientasi ini
diletakkan di lokasi strategis kawasan rawan tsunami, seperti pasar, persimpangan jalan, fasilitas
umum dan fasilitas sosial.Peta ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa
mereka tinggal di kawasan rawan tsunami, juga membantu masyarakat untuk lebih mudah
mengenali dan mengingat jalur-jalur evakuasi serta letak TES dan TEA bila terjadi tsunami.
Rambu petunjuk arah evakuasi adalah rambu yang memuat informasi arah dan jarak menuju TES
atau TEA.Rambu ini mengarahkan orang untuk melakukan evakuasi dari lingkungan rumah
menuju TES atau TEA melalui jalur evakuasi yang sudah ditetapkan. Terdapat dua versi rambu
petunjuk arah evakuasi:
Kategori ini merujuk pada informasi yang diberikan kepada masyarakat untuk memberitahukan
dan mengingatkan masyarakat terhadap tsunami yang pernah terjadi di daerah tersebut, dan
menumbuhkan kesadaran bahwa kejadian tsunami tersebut dapat terjadi kembali pada masa
22
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
mendatang. Informasi yang diberikan antara lain adalah waktu terjadinya tsunami, tinggi
rendaman, magnitude gempa, jumlah kerusakan fisik, jumlah korban jiwa, gambar kerusakan
fisik, dan lain-lain. Rambu dapat berupa papan informasi atau kolom/tiang yang sederhana atau
penanda lain seperti tugu atau monumen. Pesan pada rambu harus sederhana, pernyataan
kejadian dijabarkan dengan jelas. Rambu ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk
mempersiapkan diri terhadap bahaya tsunami pada masa yang akan datang.
Sub-bab ini akan berisi contoh-contoh jalur dan rambu evakuasi tsunami yang diterapkan di
Jepang, dengan pembahasan khusus terhadap efektivitasnya pada saat Gempa Tohoku 2011.
Secara khusus, sub-bab ini mengambil pembelajaran evakuasi atas Tsunami Tohoku 2011, dengan
keberadaan sistem peringatan dini, perencanaan evakuasi, dan latihan kesiapsiagaan tsunami
yang intensif, jumlah korban yang terjadi jauh lebih kecil dibandingkan dengan Tsunami Aceh
2004 yang memiliki intensitas tsunami sebanding.
Perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami di berbagai kota di wilayah Tohoku didasarkan
pada peta bahaya tsunami dengan empat skenario tsunami (Tsunami Meiji 1896, Tsunami Showa
1933, Tsunami Chili 1960, dan model tsunami yang diakibatkan gempa Miyagi), dimana peta
bahaya tsunami pada umumnya diasosiasikan dengan zona evakuasi. Berdasarkan beberapa
contoh peta bahaya/zona evakuasi tsunami seperti di kota Ofunato dan Kesennuma yang
dipublikasikan dalam Fraser dkk (2012), diketahui bahwa sampai dengan sebelum Gempa dan
Tsunami Tohoku 2011, variasi karakteristik peta bahaya/zona evakuasi tsunami di Jepang sebagai
berikut:
b. Seluruh peta dengan jelas mendeliniasi kawasan yang berbahaya terhadap rendaman
akibat bencana tsunami.
c. Peta yang diobservasi memuat informasi lokasi evakuasi, meskipun lambang yang
digunakan tidak seragam serta menggunakan istilah yang berbeda-beda (misal: safe
refuge, tsunami-specific refuge, vertical evacuation building). Kebanyakan dari lokasi
evakuasi ditentukan berdasarkan fungsinya bagi komunitas dan kapasitas, yakni sekolah
ataupun pusat kegiatan komunitas.
23
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
d. Peta zona evakuasi tsunami dilengkapi dengan ilustrasi jalur menuju lokasi evakuasi,
seperti kotaOfunato dan Kesennuma yang dilengkapi dengan panah yang
mengindikasikan jalur terbaik untuk keluar dari zona bahaya tsunami.
e. Informasi teks mengenai evakuasi dan kesiapsiagaan disediakan dalam hampir seluruh
peta, dengan substansi yang berbeda-beda. Contoh Kota Ofunato dilengkapi dengan
saran kesiapsiagaan.
Berdasarkan observasi yang dilakukan Fraser (2012) di Prefektur Miyagi dan Iwate, rambu jalan
yang mengindikasikan rute evakuasi atau zona bahaya rendaman tsunami tidak konsisten antara
satu prefektur dengan yang lain, atau antara kota. Namun demikian, rambu-rambu yang ada
memberikan informasi kesiapsiagaan dan umum ditemui. Beberapa contoh rambu-rambu yang
umum dijumpai ialah:
a. Rambu zona bahaya yang menandakan zona tersebut merupakan zona rendaman
tsunami, terdiri dari rambu memasuki dan meninggalkan zona bahaya tsunami.
24
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
b. Rambu petunjuk arah evakuasi, umumnya memuat informasi mengenai nama lokasi
evakuasi, jarak ke tempat evakuasi, dan panah penunjuk arah. Pada rambu ini, terdapat
konsistensi penggunaan warna hijau pada rambu yang menandai evakuasi ke lokasi yang
lebih tinggi. Informasi pada rambu menggunakan bahasa Jepang dan Inggris,
sebagaimana yang terdapat di Kota Ofunato.
c. Rambu informasi kejadian tsunami yang memberikan informasi tentang tinggi rendaman
pada saat kejadian bencana tsunami. Contoh tinggi rendaman tsunami Chili di Minami-
Sanriku dan Ofunato pada tahun 1960, serta bencana tsunami di Tohoku pada 2011.
d. Rambu penanda lokasi evakuasi atau tempat evakuasi vertikal yang ditempatkan pada
bagian luar bangunan umum.
25
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
New Zealand telah merekomendasikan rambu-rambu evakuasi tsunami untuk Civil Defense and
Emergency Management (CDEM) pada tahun 2008, terdiri dari lima kategori rambu sebagai
berikut:
1. Rambu zona evakuasi; terdiri dari rambu zona evakuasi tsunami umum dan rambu
dengan keterangan untuk zona evakuasi khusus. Rambu ini di tempatkan di daerah rawan
tsunami.
2. Papan informasi kejadian tsunami; papan informasi ini diletakkan di tempat umum yang
mempunyai akses ke pantai. Informasi meliputi sejarah tsunami, penjelasan tentang
tsunami, dantsunami yang pernah terjadi.
3. Rambu petunjuk arah evakuasi; terdiri dari rambu petunjuk arah untuk evakuasi dengan
berjalan kaki dan pengendara mobil.
4. Rambu lokasi aman terhadap tsunami; terdiri dari rambu aman terhadap bahaya tsunami
yang diletakkan pada tempat yang tinggi/bukit dan di bangunan evakuasi.
Umumnya rambu zona evakuasi, petunjuk arah evakuasi, dan lokasi aman terhadap tsunami
berwarna biru dengan huruf dan simbol berwarna putih. Contoh-contoh rambu dapat dilihat di
bawah ini
26
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Rambu petunjuk arah evakuasi Rambu petunjuk evakuasi ke Rambu papan informasi
untuk pengendara mobil tempat yang tinggi
Kota-kota di pesisir Indonesia memerlukan perencanaan jalur dan rambu evakuasi sebagai bagian
dari mitigasi tsunami.Rambu evakuasi tsunami di Indonesia diatur dalam SNI 7743:2011.Namun
sebelum adanya SNI tersebut, rambu-rambu evakuasi tsunami di Indonesia bentuknya berbeda-
beda tiap daerah.Rambu yang berbeda tersebut masih dipertahankan sampai saat ini, sehingga
belum adanya keseragaman antara rambu di kota/kabupaten satu dan lainnya.
1. Rambu petunjuk arah evakuasi berwarna biru di Ciamis, Jawa Barat, dilengkapi dengan
nama tempat evakuasi dan estimasi jarak, lihat Gambar 3.7. Rambu ini ada yang
berbentuk papan berwarna jingga, diletakkan setinggi rambu penunjuk arah lalu lintas,
dapat ditemukan di Banda Aceh, lihat Gambar 3.8.
27
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
2. Rambu informasi bahaya tsunami berbentuk belah ketupat berwarna dasar kuning
dengan lambang dan tulisan “Zona Dampak Langsung Tsunami” berwarna hitam. Rambu
jenis ini dapat ditemukan di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
3. Rambu papan informasi evakuasi tsunami yang menunjukkan peta lokasi sekitar rambu
dan arah evakuasi tsunami terdekat, lihat Gambar 3.8 (kanan). Rambu ini juga memuat
informasi mengenai tanda-tanda terjadinya tsunami, pedoman evakuasi saat bencana
tsunami, dan contoh rambu evakuasi tsunami. Rambu jenis ini dipasang sebelum
dikeluarkannya SNI sehingga contoh rambu evakuasi yang dicantumkan belum sesuai
dengan SNI. Rambu jenis ini dapat ditemukan di Banda Aceh.
Gambar 3.7 Rambu petunjuk arah evakuasi di Ciamis (kiri) dan rambu informasi bahaya tsunami
di Pangandaran (kanan)
Setelah dikeluarkannya SNI 7743:2011, rambu evakuasi tsunami yang disepakati adalah rambu
berwarna jingga dengan tulisan putih. Beberapa jenis rambu yang diatur dalam SNI 7743:2011
adalah sebagai berikut.
28
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Gambar 3.9 Contoh rambu petunjuk arah evakuasi dan tempat kumpul dalam SNI 7743:2011
Rambu evakuasi tsunami yang diatur dalam SNI menunjukkan arah evakuasi, nama tempat
kumpul (ruang terbuka ataupun gedung), dan estimasi jaraknya. Rambu tersebut berwarna jingga
(Red: 255 Green: 102 Blue:0) dengan tulisan putih, sehingga dapat terlihat pada malam hari.
Warna jingga dipilih untuk membedakan rambu evakuasi tsunami dengan rambu bahaya
kebakaran (merah), nuklir (kuning), petunjuk arah lalu lintas (hijau). Setelah ada Peraturan
Menteri Perhubungan No. 13 tahun 2014 tentang rambu lalu lintas, maka warna standar rambu
evakuasi tsunami dalam pedoman ini disesuaikan menjadi biru dan hijau. Penjelasan detil teknis
tentang ketentuan standar rambu yang berlaku dalam pedoman ini dijabarkan didalam Bab V.
Perlu menjadi catatan untuk rambu tempat kumpul, rambu ini tidak berlaku untuk evakuasi
tsunami.Rambu ini hanya sesuai untuk kebutuhan evakuasi gempa dan kebakaran, karena bila
terjadi gempa dan kebakaran dibutuhkan tempat berkumpul berupa lapangan terbuka (tidak
berada di dalam atau di atas bangunan). Berbeda untuk tsunami, waktu evakuasinya sangat
singkat dan berharga, untuk secepatnya menyelamatkan diri ke tempat yang aman (TES dan TEA),
dan orang tidak akan sempat lagi berkumpul.
Sedangkan untuk jalur evakuasi, beberapa kota yang telah memiliki peta jalur evakuasi sebagian
besar merupakan bantuan dari organisasi non-pemerintah. Meskipun SNI 7755:2012 yang
membahas tentang Jalur Evakuasi Tsunami telah diterbitkan, namun hanya membahas sebatas
persyaratan teknis dan tahapan kegiatan perancangan jalur evakuasi saja. Di samping itu, belum
adanya standardisasi untuk peta jalur evakuasi tsunami (tingkat ketelitian peta, simbologi,
informasi apa saja yang dimuat, dan sebagainya). Berikut contoh peta evakuasi tsunami di Bali.
29
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
a. Skala 1:500
b. Lokasi gedung TES
c. Hotel yang sudah
mempunyai prosedur
evakuasi tsunami
d. Zona bahaya tsunami
e. Rumah sakit dan
puskesmas
f. Arah rute evakuasi
Selain rambu penunjuk arah evakuasi tsunami, di Banda Aceh juga terdapat tugu yang memuat
ketinggian rendaman tsunami di lokasi tersebut, khususnya untuk tsunami 2004. Informasi yang
terdapat di tugu tersebut antara lain tinggi genangan tsunami, jarak dari pantai, dan waktu tiba
gelombang. Terdapat 67 tugu yang tersebar di seluruh Banda Aceh.
30
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
31
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Sebagaimana dijelaskan dalam lingkup perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami, peta jalur
evakuasi tsunami yang diatur dalam pedoman ini terdiri atas 3 tingkat:
1) lingkungan (dapat diaplikasikan untuk skala Rukun Warga-RW, desa, serta kelurahan);
3) Kota/Kabupaten.
Perbedaan lingkup perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami akan menentukan kedalaman
informasi yang diolah dalam tahap dan kegiatan perencanaan, perimbangan antara proses
perencanaan teknokratis dan partisipatif, serta antar lingkup melengkapi satu sama lain. Pada
prinsipnya perencanaan jalur evakuasi merupakan suatu hierarki yang berkesinambungan dari
tingkat kota/kabupaten, kecamatan/bagian wilayah kota, serta lingkungan yang dapat didelineasi
sebagai suatu Rukun Warga, desa, ataupun kelurahan.
Sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4.1, perencanaan jalur evakuasi pada ketiga tingkatan
perlu didahului dengan melihat pada profil risiko tsunami; yakni pada tingkat kota/kabupaten
sesuai dengan Pedoman 1 mengenai Kajian Risiko Tsunami (BNPB, 2014).Lebih lanjut,
berdasarkan hasil tersebut, perlu dilihat kembali risiko tsunami pada setiap tingkatan yang lebih
detail yakni kecamatan/BWK dan lingkungan (kelurahan, desa, maupun rukun warga). Pada skala
kota, keluaran dari kajian risiko tsunami berupa delineasi wilayah kota yang terendam dan tidak
terendam, perlu dijadikan acuan utama dalam menentukan wilayah yang aman untuk lokasi
Tempat Evakuasi Akhir (TEA). Lebih lanjut, dengan memanfaatkan hasil risiko tsunami perlu
dianalisis jumlah evacuee dan waktu evakuasi (estimated time for evacuation) untuk menentukan
jalur evakuasi primer dan jumlah TEA. Pada prinsipnya peta jalur evakuasi tsunami di skala kota
ialah memberikan arahan untuk keluar dari zona rendaman tsunami berdasarkan kajian risiko,
serta dimaksudkan untuk sesuai dengan skala ketelitian peta pada RTRW Kota (1:25.000).
Rencana jalur evakuasi detil pada Bagian Wilayah Kota (BWK) atau kecamatan dimaksudkan
untuk sesuaidengan jenis rencana rinci atau RDTR (Rencana Detil Tata Ruang) pada skala
ketelitian peta 1:5.000. Pada tingkatan ini, hasil kajian risiko pada skala kota perlu diperinci untuk
memberikan gambaran profil risiko tsunami di tingkat kecamatan. Lebih lanjut, analisis lokasi
berdasarkan Pedoman Perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (BNPB, 2013) perlu dilakukan
untuk menentukan lokasi TES serta menentukan jalur evakuasi sekunder, intinya yaitu analisis
jalur evakuasi dari titik awal sampai ke TES dalam bentuk zona di dalam BWK/ Kecamatan.
32
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Gambar 4.1 Bagan Tahap dan kegiatan perencanaan jalur evakuasi tsunami
Adapun pada rencana jalur evakuasi tsunami di tingkat lingkungan dimaksudkan untuk dapat
diterapkan pada skala kelurahan, desa, serta Rukun Warga (RW).Gambaran risiko tsunami pada
tingkat lingkungan berbasis kepada keluaran kajian risiko di tingkat kabupaten/kota serta
diperkaya dengan pengetahuan lokal setempat.Perbedaan fundamental pada perencanaan
jalurevakuasi tsunami di tingkat ini ialah diberikannya ruang untuk partisipasi aktif masyarakat
setempat dalam bentuk kegiatan town watching untuk pengayaan komponen kapasitas dan
33
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
kerentanan terhadap risiko tsunami serta verifikasi atas keadaan dan lokasi TES serta TEA. Lebih
lanjut, melalui town watching pula masyarakat dapat memberikan rekomendasi penentuan titik
awal evakuasi yang akan digunakan untuk basis peta orientasi jalur evakuasi tsunami dan analisis
jalur evakuasi yang menentukan jalur evakuasi lingkungan.
Adapun secara lebih detil, tahap dan kegiatan perencanaan yang dianjurkan untuk setiap tingkat
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Pada sub-bab ini akan diuraikan daftar kebutuhan data untuk perencanaan jalur dan rambu
evakuasi tsunami, yang disesuaikan untuk setiap tingkatan peta jalur evakuasi tsunami yang
dihasilkan.
Tabel 4.1 Kebutuhan data untuk perencanaan jalur evakuasi berbagai tingkatan
Kebutuhan Data Kebutuhan Data
Kebutuhan Data
Tingkat Kecamatan / Tingkat Kota /
Tingkat Lingkungan
BWK Kabupaten
a. Peta administratif lingkungan ( RW, a. Peta administratif a. Peta administratif
desa/kelurahan) kecamatan/BWK kota/kabupaten
34
PEDOMAN PERENCANAAN
PENDAHULUAN
1
Tabel 4.2 Tahap dan kegiatan perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami (berbagai tingkat)
Tingkat Kota/Kabupaten Tingkat Kawasan / Kecamatan / BWK Tingkat Lingkungan (Kelurahan / Desa / RW)
35
PEDOMAN PERENCANAAN
4.3 Partisipasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
Sebagaimana pembelajaran evakuasi terhadap Gempa dan Tsunami Tohoku 2011, bahwa salah
satu faktor kunci tercapainya tingkat keselamatan yang tinggi karena keterlibatan masyarakat di
dalam perencanaan, sosialisasi, dan latihan penggunaan jalur evakuasi tsunami. Oleh karena itu,
bagian ini akan menguraikan pokok-pokok kegiatan pelibatan pemangku kepentingan dan
masyarakat dalam perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami, sebagai berikut:
Tingkat Peta Jalur dan Kegiatan Pokok Partisipasi Pemangku Kepentingan dan
Rambu Evakuasi Tsunami Masyarakat
Tingkat Desa / Kelurahan 1) Terlibat dalam kegiatan Town watching dan dikusi
perencanaan untuk menentukan jalur evakuasi lingkungan
untuk tsunami
2) Konfirmasi lokasi dan jumlah TES dan TEAterdekat dengan
melakukan kunjungan
3) Dapat mengusulkan dan membuat kerjasama penggunaan
bangunan untuk dijadikan TES
Tingkat Kecamatan / Bagian 1) Diundang dan hadir pada sosialisasi peta jalur evakuasi
Wilayah Kota sekunder untuk tsunami tingkat kecamatan / BWK
2) Dapat mengusulkan dan membuat kerjasama penggunaan
bangunan untuk dijadikan TES dan lahan untuk TEA
3) Konfirmasi lokasi TES dan TEA dengan melakukan kunjungan
Tingkat Kota/Kabupaten 1) Diundang dan hadir pada sosialisasi peta jalur evakuasi primer
untuk tsunami tingkat kota.
36
PEDOMAN PERENCANAAN
4.4 Ketentuan Teknis Peta Jalur Evakuasi Tsunami
Peta jalur evakuasi tsunami merupakan hasil dari analisa jalur evakuasi tsunami yang telah
dijelaskan pada sub Bab 4.1. Pembuatan peta Jalur evakuasi dapat dimanfaatkan untuk:
Analisis jalur evakuasi dilakukan dengan unit analisis kecamatan, oleh karena itu Peta Jalur
Evakuasi Tsunami sekurang-kurangnya menggunakan data dengan skala ketelitian 1:25.000.
Namun skala penggambaran (layout) disesuaikan dengan pemanfaatannya dengan
mempertimbangkan kemudahan untuk dibaca secara cepat dan tepat tanpa menghilangkan
informasi penting yang dibutuhkan pada evakuasi.Hal ini disebabkan peta tersebut digunakan
pada saat terjadi tsunami yang memiliki waktu untuk melakukan evakuasi efektif (ETE) yang
relatif singkat.Sehingga Peta Jalur Evakuasi Tsunami harus dibuat secara sederhana namun tidak
menghilangkan informasi evakuasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pedoman ini merekomendasikan dua hal yang perlu di
perhatikan dalam pembuatan peta jalur yaitu skala peta, informasi yang terkandung didalam
peta, serta format dan susunan dari peta tersebut. Berdasarkan pemanfaatannya, setidaknya ada
tiga jenis peta jalur evakuasi tsunami yang perlu dibuat yaitu:
1. Peta Jalur Evakuasi Tsunami (PJET), adalah peta yang berisi informasi jalur-jalur evakuasi,
lokasi-lokasi TES dan TEA dari suatu kota atau Kabupaten. Skala ketelitian 1: 25.000 dan skala
layout disesuaikan dengan luas kota.
2. Peta Orientasi Evakuasi Tsunami (POET), adalah peta yang berisi informasi jalur-jalur
evakuasi, lokasi-lokasi TES dan TEA terdekat dari posisi geografis peta tersebut diletakkan.
Peta ini dengan skala ketelitian 1: 25.000 dan skala layout disesuaikan dengan luas zona
evakuasi. Peta ini diletakkan di tempat strategis, seperti pasar, fasilitas umum dan sosial.
3. Petunjuk Arah Evakuasi Tsunami (PAET), adalah peta yang berisi sketsa detil dari jalur
evakuasi (pendetilan dari jalur evakuasi). Peta ini tanpa skala ketelitian, hanya berisi sketsa
orientasi arah evakuasi.
Walaupun Peta Jalur Evakuasi Tsunami (PJET) dibuat dengan ketelitian skala 1:25.000, namun
produk-produk turunannya (pemanfaatannya) memiliki ketelitian dan/atau skala layout yang
berbeda, seperti yang ditampilkan pada tabel berikut:
37
PEDOMAN PERENCANAAN
Tabel 3.4 Peta dan tingkat ketelitian
Jenis Peta Ketelitian Skala Layout
Peta Jalur Evakuasi Tsunami (PJET) 1:25.000 disesuaikan dengan luas kota
Peta Orientasi Evakuasi Tsunami (POET) 1:25.000 disesuaikan dengan luas zona evakuasi
Petunjuk Arah Evakuasi Tsunami (PAET) Tanpa skala sketsa arah evakuasi
Keutuhan informasi jalur evakuasi sangat penting dalam memberikan gambaran jalur evakuasi
yang harus ditempuh evacuee.Oleh karena itu skala yang ditampilkan pada PJET dan
POETdisesuaikan dengan wilayah yang perlu digambarkan.Pada PJET informasi utama yang perlu
ditampilkan adalah keterkaitan antara jalur-jalur evakuasi, TEA, TES dan konsentrasi
penduduk.Oleh karena itu PJET sebaiknya memperlihatkan keseluruhan area yang terpapar oleh
tsunami sekaligus lokasi TEA.POET memiliki manfaat untuk memberikan petujuk jalur evakuasi
menuju zona aman dan TEA terdekat kepada maysarakat pada saat terjadi Tsunami.Oleh karena
wilayah yang perlu ditampilkan pada POET cukup wilayah yang berada pada satu jalur evakuasi
primer. Selain untuk memperjelas informasi yang digambarkan (karena lebih sederhana) dan
fokus pada masyarakat di wilayah tersebut terhadap jalur “dia” sendiri, juga diharapkan tidak
terjadi penumpukan massa akibat pertemuan massa dari dua atau tiga zona evakuasi yang
berbeda akibat dari kesalahan memahami jalur evakuasi yang disebabkan karena adanya dua
atau lebih zona evakuasi dalam satu peta orientasi.
Sedangkan PAET bertujuan untuk memberikan petunjuk arah yang tepat pada lokasi-lokasi yang
dianggap membingungkan seperti jalur yang melewati keramaian, misal alun-alun kota, jalur yang
melalui simpang lima atau jalur yang melewati “bundaran” jalan. Untuk itu, PAET lebih berbentuk
sketsa jalur daripada sebuah peta. Pada PAET, arah utara dan skala tidak terlalu diperhatikan.
Peta Jalur Evakuasi Tsunami terdiri dari tiga kelompok data, yaitu data dasar (peta dasar), data
potensi bahaya tsunami (rendaman tsunami dan waktu tiba gelombang tsunami), serta data jalur
evakuasi tsunami.
Peta dasar yang digunakan bersumber dari Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang dikeluarkan oleh
Badan Informasi Geospasial (BIG). Namun tidak semua peta rupa bumi tersedia dalam skala
pemetaan yang dibutuhkan, misalnya untuk wilayah Kabupaten MalukuTenggara Barat telah
dipetakan hingga resolusi 1:25.000 namun Provinsi Papua Barat baru dipetakan pada skala
1:50.000 (selengkapnya tentang ketersediaan peta RBI-BIG dapat dilihat pada
http://www.bakosurtanal.go.id/peta-rupabumi/). Oleh karena itu berkaitan dengan keperluan
peta dasar untuk peta evakuasi tsunami dapat diadakan dengan melakukan pembuatan peta
dasar pada daerah masing-masing.
1. Tema: Penutup lahan; area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan
sebagainya.
38
PEDOMAN PERENCANAAN
2. Tema: Hidrografi; meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan
sebagainya.
3. Tema : Hipsografi; data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur.
4. Tema : Bangunan; gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya lainnya.
5. Tema : Transportasi dan Utilitas; jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan jembatan.
6. Tema : Batas administrasi; batas negara provinsi, kota/kabupaten, kecamatan dan desa
7. Tema : Toponimi; nama-nama geografi seperti nama pulau, nama selat, nama gunung dan
sebagainya
Berkaitan dengan peta jalur evakuasi, maka tidak semua informasi yang tersedia di peta RBI-BIG
disajikan sebagai peta dasar. Informasi-informasi yang perlu ditampilkan dalam peta jalur
evakuasi tergantung dari skala peta yang akan dibuat. Pada PJET, hampir seluruh tema yang ada
akan digunakan sebagai peta dasar, namun ada beberapa unsur dari tema yang dihilangkan,
seperti pada tema tutupan lahan yang digunakan hanya tutupan lahan pemukiman. Namun
beberapa tema perlu ditambahkan informasinya, seperti nama jalan (pada umumnya tidak
lengkap pada peta RBI). Sedangkan pada POET, unsur yang paling ditonjolkan adalah jalan
beserta namanya, sungai beserta namanya, pemukiman, dan elevasi dalam bentuk DEM.
Sedangkan data potensi bahaya tsunami terdiri dari dua data, yaitu: data rendaman tsunami dan
data waktu datang gelombang tsunami. Kedua data tersebut didapatkan dari kajian potensi
bencana tsunami yang dijelaskan pada Pedoman Teknik 1 :Pembuatan Peta Bahaya Rendaman
Tsunami. Untuk data rendaman tsunami digambarkan hanya dalam tiga nilai, yaitu: zona aman,
zona transisi, dan zona bahaya sebagai berikut :
1. Zona aman adalah zona yang diperhitungkan pasti tidak terendam oleh gelombang
tsunami berdasarkan berbagai skenario simulasi yang telah dilakukan dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan kesalahan model.
2. Zona bahaya adalah zona yang diperhitungkan pasti terendam oleh gelombang tsunami.
3. Zona transisi adalah zona dimana masih ada ketidakpastian apakah wilayah tersebut akan
terendam atau tidak, akibat dari eror yang dihasilkan dari simulasi, ataupun akibat
skenario yang tidak diperhitungkan. Masih sedikitnya penelitian tentang zona transisi ini
mengakibatkan sulitnya menentukan nilai dari zona transisi. Oleh karena itu, pada
pedoman ini merekomendasikan zona transisi merupakan zona yang terendam akibat
tinggi gelombang 25% dari tinggi gelombang maksimum dari semua skenario.
Komponen peta jalur evakuasi tsunami terdiri atas: a) informasi jalur evakuasi tsunami, b)
informasi bahaya tsunami, serta c) informasi dasar. Informasi mengenai jalur evakuasi tsunami
meliputi jalur evakuasi tsunami, Tempat Evakuasi Akhir (TEA) dan Tempat Evakuasi Sementara
(TES), masing-masing berupa bukit dan gedung. Adapun informasi bahaya tsunami, yang
memanfaatkan data rendaman tsunami, terdiri atas: zona aman, zona transisi, serta zona bahaya.
Pada informasi bahaya tsunami juga perlu dituliskan data waktu ketibaan tsunami pada
peta.Sementara itu, informasi dasar yang perlu dimuat dalam peta mencakup lokasi permukiman,
39
PEDOMAN PERENCANAAN
fasilitas umum, jalan dan jembatan, elevasi, serta batas administrasi.Gambar berikut ini
menampilkan ilustrasi komponen peta jalur evakuasi tsunami yang perlu dipersiapkan.
Pada sub-bab ini akan diuraikan kegiatan pokok pemantauan dan evaluasi perencanaan jalur dan
evakuasi tsunami. Pada dasarnya kegiatan pemantauan dan evaluasi awal ini dilakukan segera
setelah kegiatan perencanaan jalur evakuasi tsunami selesai dilaksanakan.BPBD Kota/Kabupaten
terkait, dan dengan melibatkan masyarakat, melakukan pengecekan apakah jalur evakuasi
tsunami yang direncanakan aman serta cukup untuk mengevakuasi masyarakat suatu wilayah
secara tepat waktu.Berikut ialah format tabel pemantauan dan evaluasi perencanaan jalur
evakuasi tsunami.
Tabel 4.5 Format pemantauan dan evaluasi perencanaan jalur evakuasi tsunami
Komponen Hasil Pemantauan dan Evaluasi*
Keterangan
Jalur Indikator Kunci Tersedia / Dalam Tidak ada /
Tambahan
Evakuasi Dilakukan Persiapan Tidak Tersedia
Peta tersedia dan dengan jelas
Peta menunjukkan zona rendaman akibat
Rendaman tsunami.
Tsunami Jumlah penduduk pada lokasi dalam
wilayah rendaman diketahui.
Peta tersedia dan dengan jelas
menunjukkan zona aman / tidak
Peta Zona
terdapat dalam rendaman tsunami.
Aman
Luas dan Kapasitas Daya Tampung
evacuee pada Zona Aman diketahui.
40
PEDOMAN PERENCANAAN
Komponen Hasil Pemantauan dan Evaluasi*
Keterangan
Jalur Indikator Kunci Tersedia / Dalam Tidak ada /
Tambahan
Evakuasi Dilakukan Persiapan Tidak Tersedia
Daftar nama, lokasi, koordinat, serta
kapasitas daya tampung TEA serta
Lokasi TEA
Zona Aman yang dapat digunakan
/ Zona
pada saat evakuasi teridentifikasi
Aman
dan dipetakan.
41
PEDOMAN PERENCANAAN
Peta evakuasi tsunami
untuk Kota Padang.
42
PEDOMAN PERENCANAAN
43
PEDOMAN PERENCANAAN
Setelah mempertimbangkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 13 tahun 2014 tentang Rambu
Lalu Lintas, SNI 7743:2011 tentang Rambu Evakuasi Tsunami, dan beberapa rambu evakuasi
tsunami di berbagai negara, maka pedoman ini memberikan ketentuan-ketentuan teknis untuk
rambu evakuasi tsunami. Mengingat kejadian tsunami berulang dalam periode waktu tertentu
(umumnya rentang waktu yang lama), rambu dalam pedoman ini tidak berisi larangan.Rambu ini
berfungsi untuk memberikan informasi tentang tsunami dan petunjuk arah evakuasi.
Rambu evakuasi tsunami terdiri dari: 1) rambu zona bahaya tsunami;2) peta orientasi evakuasi
tsunami; 3) rambu petunjuk arah evakuasi; 4) rambu zona aman tsunami, dan 5) informasi
peringatan kejadian tsunami. Beberapa ketentuan umum adalah sebagai berikut :
1. Semua rambu harus memberikan keterangan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
supaya orang asing atau turis dapat memahami informasi yang ada di dalam rambu.
2. Mengacu pada Permen Perhubungan No.13 tahun 2014, warna dasar rambu adalah biru
untuk memberikan informasi atau keterangan, dan hijau untuk memberikan arah evakuasi
(bila dilengkapi dengan arah panah dan/atau jarak).
3. Lambang dan keterangan dengan warna putih.
4. Cat harus reflektif supaya mudah dilihat.
5. Lambang mengacu pada lambang internasional untuk tsunami (gambar gelombang) dan
lambang dalam SNI 7743:2011.
6. Jenis huruf adalah Clearview atau Clearview Highway, mengacu pada jenis huruf rambu
lalu lintas yang digunakan secara internasional.
Rambu ini mengindikasikan zona yang mungkin rawan terhadap bahaya tsunami dan membangun
kesadaran masyarakat, baik penduduk lokal maupun pendatang atau turis bahwa mereka berada
di zona rawan tsunami. Masyarakat harus tahu bahwa mereka perlu untuk melakukan evakuasi
bila ada tanda-tanda alamiah akan terjadi tsunami seperti getaran gempa yang cukup kuat, suara
gelombang laut yang tidak biasa, air laut surut di tepi pantai, atau bunyi sirene tsunami. Terdapat
dua tipe rambu zona bahaya tsunami, yaitu rambu di dalam zona bahaya tsunami serta rambu
memasuki dan meninggalkan zona bahaya tsunami.
44
PEDOMAN PERENCANAAN
c. Keterangan untuk rambu khusus :“jika terjadigempa larilah ketempat yang lebih tinggi,
tunggu sampai ada pemberitahuan aman dari pemerintah”.
d. Warna dasar rambu adalah biru dengan lambang dan tulisan berwarna putih.
45
PEDOMAN PERENCANAAN
2. Rambu Memasuki dan Meninggalkan Zona Bahaya Tsunami
Pada skala wilayah yang cukup luas dengan jaringan jalan yang cenderung memanjang paralel
dengan garis pantai, maka rambu peringatan bahaya tsunami yang cocok diterapkan ialah
rambu memasuki dan meninggalkan daerah rawan tsunami. Rambu sejenis ini juga cocok
ditempatkan pada jalur jalan regional (menghubungkan satu atau beberapa kota) di wilayah
pesisir. Rambu memasuki daerah rawan tsunami ditempatkan di awal zona bahaya tsunami,
dan rambu meninggalkan daerah rawan tsunami ditempatkan di akhir zona bahaya tsunami
memasuki zona penyangga atau zona aman tsunami.
Rambu ini berisi beberapa komponen :
a. Tulisanatau keterangan dalam bahasa Indonesia (Anda Memasuki Zona Bahaya Tsunami)
dan bahasa Inggris (EnteringTsunami Hazard Zone); Anda Meninggalkan Zona Bahaya
Tsunami (Leaving Tsunami Hazard Zone).
b. Ada keterangan nama daerah/kecamatan/kabupaten/kota.
c. Warna dasar rambu adalah biru dengan lambang dan tulisan berwarna putih.
46
PEDOMAN PERENCANAAN
d. Ukuran rambu :
Jenis Ukuran (mm) A B r
Minimal 600 1400 40
Maksimal 1600 4000 -
Peta Orientasi Evakuasi Tsunami diletakkan di daerah rawan bencana tsunami untuk memberikan
informasi kepada masyarakat tentang letak Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat
Evakuasi Akhir (TEA), dan jalur-jalur evakuasi yang dapat dilalui untuk mencapai TES dan TEA.
Peta ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat bahwa daerah tersebut rawan tsunami,
mereka akan lebih mudah mengenali dan mengingat jalur-jalur evakuasi dan letak TES dan TEA
bila terjadi tsunami. Peta ini lebih baik diletakkan di tempat strategis dalam zona bahaya tsunami
seperti fasilitas umum dan sosial, dan dapat diklasifikasikan untuk daerah kota, kecamatan, atau
kelurahan. Skala peta akan berbeda sehingga peta lingkungan/kelurahan akan lebih detil
daripada peta kota.
47
PEDOMAN PERENCANAAN
Gambar 5.3 Peta orientasi evakuasi tsunami
(Sumber : LAPI ITB-Pertamina oleh Latief, 2012)
Rambu ini mengarahkan orang melakukan evakuasi sepanjang jalur yang paling baik yang telah
didefinisikan sebelumnya dan untuk keluar dari zona bahaya tsunami menuju zona aman
terhadap tsunami.Ukuran atau besarnya rambu ditentukan oleh letaknya apakah di jalur evakuasi
primer, sekunder, atau di jalan lingkungan. Ada dua tipe rambu petunjuk arah evakuasi ,yaitu
untuk pejalan kaki dan pengendara mobil/motor/kendaraan lain.
48
PEDOMAN PERENCANAAN
kemacetan lalu lintas yang dapat menghambat waktu evakuasi.Rambu ini sudah dimuat dalam
SNI 7743:2011, tetapi warna rambu disesuaikan dengan warna rambu lalu lintas, yaitu hijau.
Rambu ini berisi beberapa komponen :
a. Keterangan nama Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau Tempat Evakuasi Akhir (TEA)
b. Keterangan jarak yang akan di tempuh dalam meter.
c. Simbol berupa orang berlari menuju tempat tinggi dan di belakangnya ada gelombang
tsunami. Gambar dapat dilengkapi dengan bentuk bangunan tinggi atau bukit
d. Warna dasar hijau dengan keterangan dan lambang warna putih.
e. Ujung papan rambu harus berbentuk lancip untuk membentuk arah, yang menunjukkan
arah evakuasi
Rambu petunjuk arah evakuasi menuju TES atau TEA berupa bangunan
Rambu petunjuk arah evakuasi menuju TES atau TEA berupa lapangan
f. Ukuran rambu :
49
PEDOMAN PERENCANAAN
2. Rambu Petunjuk Arah Evakuasi untuk pengendara mobil/motor/dan lainnya
Rambu ini dikembangkan untuk jalur evakuasi dengan kendaraan, dimana naik kendaraan adalah
alat yang paling sesuai untuk meninggalkan zona bahaya tsunami karena keterbatasan waktu dan
tempat yang tinggi dan aman terhadap tsunami cukup jauh jaraknya, seperti daerah-daerah rural
atau terpencil. Rambu ini hanya untuk daerah rural yang jarang penduduk, sehingga evakuasi
dengan menggunakan kendaraan tidak akan menimbulkan kemacetan lalu lintas.
50
PEDOMAN PERENCANAAN
5.4 Ketentuan Teknis Rambu Tempat Aman Tsunami
Rambu ini menunjukkan bahwa lokasi tersebut sudah aman dari bahaya tsunami, sehingga
masyarakat dapat kumpul atau tidak perlu lagi melakukan evakuasi.Rambu ini juga dapat
diletakkan pada bukit alami atau bukit buatan dan bangunan yang berfungsi sebagai Tempat
Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat Evakuasi Akhir (TEA).
d. Ukuran dalam mm
Jenis Ukuran A B r
Minimal 450 1200 40
Maksimal 600 1800
51
PEDOMAN PERENCANAAN
2. Rambu Tempat Evakuasi di atas bangunan TES dan TEA
Rambu ini berisi beberapa komponen :
a. Keterangan dalam bahasa Indonesia (Tempat Evakuasi Sementara Tsunami dan Tempat
Evakuasi Akhir Tsunami) dan bahasa Inggris (Temporary Tsunami Evacuation dan Tsunami
Evacuation Shelter)
b. Lambang berupa gelombang tsunami dan bangunan.
c. Warna dasar biru dengan keterangan dan lambang warna putih.
Gambar 5.7 Rambu di Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat Evakuasi Akhir (TEA)
d. Ukuran rambu :
Jenis Ukuran (mm) A B r
Minimal 450 1200 40
Maksimal 600 1800
52
PEDOMAN PERENCANAAN
5.5 Ketentuan Teknis Informasi Peringatan Kejadian Tsunami
Rambu ini merujuk pada informasi yang diberikan kepada masyarakat untuk memberitahukan
dan mengingatkan masyarakat terhadap tsunami yang pernah terjadi di daerah tersebut, dan
menumbuhkan kesadaran bahwa kejadian tsunami tersebut dapat terjadi kembali pada masa
mendatang. Informasi yang diberikan antara lain adalah waktu terjadinya tsunami, tinggi
rendaman, magnitude gempa, jumlah kerusakan fisik, jumlah korban jiwa, gambar kerusakan
fisik, dan lain-lain. Rambu dapat berupa papan informasi atau kolom/tiang yang sederhana atau
penanda lain. Pesan pada rambu harus sederhana, pernyataan kejadian dijabarkan dengan jelas.
Rambu ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat untuk mempersiapkan diri terhadap bahaya
tsunami pada masa yang akan datang.
Ukuran dan desain rambu ini bebas, demikian juga dengan warna. Tetapi penentuannya harus
disepakati antara pejabat pemerintah yang berwenang dan stake holder yang lain. Untuk
keterangan sebaiknya menggunakan warna hitam atau yang mendekati warna gelap supaya
mudah dibaca. Pada bagian atas ditulis “ Informasi Kejadian Tsunami”.
Rambu dan tiang rambu sebaiknya mengikuti persyaratan rambu dan tiang rambu untuk jalan.
Berdasarkan ketentuan yang didefinisikan oleh Peraturan Menteri Perhubungan No.13 tahun
2014, bahan rambu yang dianjurkan ialah:
53
PEDOMAN PERENCANAAN
3. Bahan logam lainnya merupakan bahan logam tertentu selainalumunium dengan syarat :
a) tahan terhadap proses korosi dan oksidasi, dengan atau tanpa pencegah korosi dan
oksidasi, termasuk bagian untuk sambungan baut;
b) tahan terhadap proses korosi dan oksidasi, dengan atau tanpa lapisan anti karat
pencegah korosi dan oksidasi, termasuk bagian berlubang untuk sambungan baut;
c) harus berbentuk batangan utuh tanpa sambungan.
c) campuran semen, pasir dan batu split sesuai standart konstruksi Indonesia Beton Mutu
K-250.
Seluruh bahan pelapisan (coating), cat dan email yang akan digunakan pada persiapan rambu,
tiang dan perlengkapannya harus dari mutu yang baik, dibuat khusus untuk rambu, dan dari jenis
serta merek yang dapat diterima oleh Direksi Pekerjaan. Cat untuk bagian-bagian baja harus dari
oksida seng kadar tinggi, mengandung minimum 7 kilogram oksida seng (acicular type) per 100
liter cat. Untuk kecocokan, maka sebaiknya dipakai cat dasar, cat lapis awal dan cat untuk
penyelesaian akhir dari pabrik yang sama. Seluruh bahan yang dipakai tak boleh kadaluarsa dan
harus dalam batas waktu seperti yang ditetapkan oleh pabrik pembuatnya.
54
PEDOMAN PERENCANAAN
Jarak penempatan rambu yang terdekat dengan bagian tepi paling luar bahu jalan atau jalur
lalulintas kendaraan minimal 0,6 meter, sedangkan pada pemisah jalan (median) ditempatkan
dengan jarak 0,3 meter dari bagian paling luar dari pemisah jalan.
1. Rambu yang dipasang di jalan propinsi atau jalan negara mengikuti tinggi rambu lalu
lintas.
2. Tinggi rambu mengikuti dan menyesuaikan dengan tinggi rambu lalu lintas
(Permen Perhubungan No.13 tahun 2014), paling tinggi 265 (dua ratus enam
puluh lima) sentimeter dan paling rendah 175 (seratus tujuh puluh lima)
sentimeter diukur dari permukaan jalan tertinggi sampai dengan sisi daun rambu
bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah apabila rambu dilengkapi
dengan papan tambahan. Sedangkan untuk penempatan rambu diatas ruang
manfaat jalan adalah minimum 5,5 meter diukur dari permukaan jalan sampai
dengan sisi plat
3. Rambu yang diletakkan di jalan sekunder atau jalan lingkungan mengikuti SNI tentang
Rambu (SNI 7743:2011), yaitu tinggi tiang 225 cm. Tetapi bila ada penghalang di jalan,
tinggi rambu dapat ditinggikan sampai 265 cm, supaya dapat dilihat dari jarak jauh.
55
PEDOMAN PERENCANAAN
56
PEDOMAN PERENCANAAN
6.1 Tahap dan Kegiatan Perencanaan
Perencanaan penempatan rambu pada jalur evakuasi merupakan kegiatan akhir dalam
perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami.Oleh karena itu, sebelum hal ini dilakukan perlu
dihasilkan dan disepakati jalur evakuasi tsunami bagi suatu komunitas / wilayah.Berdasarkan jalur
tersebut dapat diperhitungkan jumlah rambu evakuasi tsunami yang dibutuhkan untuk setiap
jenis rambu.Gambar di bawah ini menggambarkan posisi tahapan dan kegiatan perencanaan
penempatan rambu dengan perencanaan jalur evakuasi tsunami.
Penentuan jumlah rambu terkait evakuasi tsunami yang akan dipasang pada suatu wilayah tentu
bergantung pada profil risiko tsunami masing-masing, hasil perencanaan dan jumlah jalur
evakuasi serta TEA dan TES, jumlah persimpangan antar jalur evakuasi, ketersediaan sumber daya
57
PEDOMAN PERENCANAAN
untuk pengadaan rambu, serta kesepakatan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat.
Namun demikian, tabel di bawah memberikan prinsip umum penentuan jumlah dan penempatan
rambu evakuasi tsunami.
Gambar di bawah ini memberikan ilustrasi jumlah dan penempatan masing-masing jenis rambu
pada suatu wilayah. Seperti dapat terlihat, pada wilayah yang dekat dengan garis pantai, jenis
rambu yang dipasang ialah rambu zona bahaya tsunami serta petunjuk arah menuju TES dengan
jarak antar rambu yang proporsional. Kemudian, pada masing-masing TES dipasang rambu yang
sesuai. Rambu petunjuk arah evakuasi tsunami kemudian dipasang pada setiap persimpangan
yang mempertemukan jalur evakuasi primer dan sekunder. Adapun pada zona aman, dipasang
rambu zona aman pada TEA sebagai orientasi tujuan dan penanda lokasi yang aman.
58
PEDOMAN PERENCANAAN
Gambar 6.2 Ilustrasi peta evakuasi tsunami dan sebaran jenis rambu evakuasi
(Sumber: Modified dari ISO 2008)
59
PEDOMAN PERENCANAAN
6.2 Kebutuhan Data untuk Perencanaan Penempatan Rambu
Sebagai tahap akhir dari perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami, maka data-data yang
dibutuhkan untuk perencanaan penempatan rambu sebagian besar merupakan keluaran dari
tahap sebelumnya. Dengan demikian, kebutuhan data perencanaan penempatan rambu evakuasi
tsunami dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6.2 Kebutuhan data perencanaan penempatan rambu evakuasi tsunami
JENIS RAMBU KEBUTUHAN DATA
Rambu Zona 1) Peta zona bahaya tsunami
Bahaya Tsunami 2) Data luas zona bahaya tsunami
3) Sebaran aktivitas bisnis, sosial, serta kawasan permukiman
Peta Orientasi 1) Peta zona bahaya tsunami
Evakuasi Tsunami 2) Data luas zona bahaya tsunami
3) Sebaran aktivitas bisnis, sosial, serta kawasan permukiman
4) Jumlah dan Sebaran persimpangan pada jalur evakuasi primer
Rambu Petunjuk 1) Peta lokasi Tempat Evakuasi Akhir (TEA)
Arah Evakuasi 2) Peta lokasi Tempat Evakuasi Sementara (TES)
Tsunami 3) Peta sebaran penempatan rambu peta orientasi evakuasi tsunami
4) Peta jumlah dan sebaran persimpangan jalur evakuasi primer dan
sekunder
Rambu Tempat 1) Peta zona bahaya tsunami
Aman Tsunami 2) Peta zona aman tsunami
3) Peta dan sebaranlokasi Tempat Evakuasi Akhir (TEA) dan Tempat
Evakuasi Sementara (TES)
Informasi 1) Data kejadian bencana tsunami
Peringatan 2) Peta rendaman tsunami
Kejadian Tsunami
Ketentuan teknis penempatan rambu evakuasi tsunami yang diatur sebagai berikut berlaku bagi
seluruh jenis rambu terkait evakuasi tsunami. Secara umum seluruh rambu evakuasi tsunami
haruslah memenuhi kebutuhan informasi yang akan disampaikan, menarik perhatian dan mudah
dipahami oleh masyarakat, memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti, serta
menyediakan waktu cukup kepada masyarakat dalam memberikan respon. Lebih lanjut, berikut
ialah ketentuan teknis penempatan rambu evakuasi tsunami, yang secara langsung banyak
dipengaruhi oleh prinsip penempatan rambu lalu lintas yang berlaku di Indonesia:
1. Rambu ditempatkan di sebelah kiri menurut arah lalu lintas, di luar jarak tertentu dan
tepi paling luar bahu jalan atau jalur lalu lintas kendaraan dan tidak merintangi lalu lintas
kendaraan atau pejalan kaki.
2. Jarak penempatan antara rambu yang terdekat dengan bagian tepi paling luar bahu jalan
atau jalur lalu lintas kendaraan minimal 0,60 meter.
3. Penempatan rambu harus mudah dilihat dengan jelas oleh pemakai jalan.
4. Ketinggian penempatan rambu pada sisi jalan minimum 1,75 meter dan maksimum 2,65
meter diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah.
60
PEDOMAN PERENCANAAN
5. Jika ditempatkan pada fasilitas pejalan kaki, ketinggian penempatan rambu di lokasi
fasilitas pejalan kaki minimum 2,00 meter dan maksimum 2,65 meter diukur dari
permukaan fasilitas pejalan kaki sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau
papan tambahan bagian bawah.
6. Posisi rambu tidak boleh terhalangi oleh bangunan, pepohonan atau benda-benda lain
yang dapat berakibat mengurangi atau menghilangkan arti rambu tersebut.
7. Daun rambu harus dipasang pada tiang yang khusus disediakan untuk rambu, pondasi
tiang harus cukup kuat terhadap goncangan gempa dan hempasan gelombang tsunami.
8. Khusus dalam konteks ramby petunjuk lokasi aman, baik TES maupun TEA, perlu
ditempatkan pada pintu gerbang suatu fasilitas yang dijadikan TES / TEA serta bagian atas
dari bangunan yang terlihat dari jarak cukup jauh.
Untuk memastikan bahwa pemasangan dan penempatan rambu evakuasi tsunami dengan baik,
maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi.Pada tabel berikut ialah format pemantauan dan
evaluasi pemasangan rambu evakuasi tsunami.Perlu menjadi catatan bahwa pada format ini
khusus dalam hal penempatan rambu, sementara ketentuan teknis rambu terdapat pada Bab 5.
61
PEDOMAN PERENCANAAN
Hasil Pemantauan dan Evaluasi* Keterangan
Jenis Rambu Indikator Kunci Penempatan Tersedia / Dalam Tidak ada / Tambahan
Dilakukan Persiapan Tidak Tersedia
Rambu Pada bagian kiri jalan raya (jalur
Petunjuk evakuasi primer , sekunder, dan
Arah jalan lingkungan). Arah panah
Evakuasi rambu me-nuju arah TES dan
Tsunami TEA/ zona aman.
Penempatan pada persimpangan
tidak menimbulkan multi-tafsir
atau dibuat dua sisi.
Tidak terdapat barang apapun
yang menghalangi rambu (misal:
pohon, vandalism, papan iklan).
Rambu dipasang pada tiang yang
khusus, boleh juga bersama
dengan rambu lalu lintas.
Rambu Ditempatkan di depan bangunan
Tempat dan dibagian atas bangunan TES
Aman dan TEA. Bila berupa bukit,
Tsunami ditempatkan diawal masuk bukit
dan di atas bukit.
Ditempatkan pada jalan di akhir
jalur evakuasi primer, sekunder,
dan jalan lingkungan menuju TES
dan TEA
Tidak terdapat barang apapu
yang menghalangi rambu (misal:
pohon, vandalism, papan iklan).
Rambu dipasang pada tiang
dengan konstruksi yang kuat atau
menempel pada bangunan TES
dan TEA.
Informasi Pemasangan dilakukan bersama
Peringatan tokoh setempat untuk
Kejadian memastikan lokasi.sebaiknya di
Tsunami lokasi yang banyak dilalui orang,
dekat fasilitas umum, dan di zona
rawan tsunami..
Tidak terdapat barang apapun
yang menghalangi papan
informasi/tugu.
Papan informasi dipasang pada
tiang dengan konstruksi yang
kuat, bisa juga berbentuk
tugu/monument.
62
PEDOMAN PERENCANAAN
6.5 Partisipasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
Pada sub-bab ini akan diuraikan kegiatan pokok pemantauan dan evaluasi pemasangan jalur dan
rambu evakuasi tsunami. Pada dasarnya kegiatan pemantauan dan evaluasi awal ini dilakukan
segera setelah kegiatan perencanaan jalur dan rambu evakuasi tsunami dan pemasangannya
selesai dilaksanakan.BPBD Kota/Kabupaten terkait, dan dengan melibatkan masyarakat,
melakukan pengecekan apakah rambu dan jalur yang dipasang sesuai dengan Ketentuan Teknis
jalur dan rambu evakuasi tsunami. Di samping itu, berikut ialah bentuk-bentuk partisipasi yang
dapat dilakukan oleh pemangku kepentingan dan masyarakat:
1. Perlu diperjelas dan ditentukan domain perawatan dan pengelolaan rambu evakuasi
tsunami; apakah oleh BPBD/sejenis, Dinas Pertamanan/sejenis, atau Dinas Pekerjaan
Umum/sejenis.
2. Masyarakat memberikan umpan balik atas pemasangan rambu, apakah informasi yang
ditampilkan komunikatif atau tidak.
3. Dalam konteks telah terdapat rambu petunjuk arah evakuasi ataupun lainnya yang
berkaitan dengan evakuasi tsunami oleh pihak lain (LSM, NGO, dan sebagainya) yang
tidak sesuai dengan substansi pada dokumen ini seperti warna, simbol, dan keterangan;
apabila dipasang sebelum pedoman ini digunakan (sebelum tahun 2015), maka rambu
yang lama masih dapat dipakai, tetapi disesuaikan secara bertahap dengan standar
rambu yang ada dalam pedoman ini.
4. Memelihara dan menjaga kondisi rambu evakuasi tsunami agar tetap informatif dan tidak
mengurangi kualitas informasi yang terkandung di dalamnya.
63
PEDOMAN PERENCANAAN
64
PEDOMAN PERENCANAAN
7.1 PENUTUP
Demikian Pedoman Perencanaan Jalur dan Rambu Evakuasi Tsunami ini dibuat agar
kota/kabupaten di Indonesia dapat mempersiapkan secara lengkap jalur serta rambu evakuasi
terhadap risiko tsunami.Perlu dicatat bahwa pedoman ini tidak berdiri sendiri dan bersifat
komplementer dengan empat pedoman yang terkait oleh BNPB pada tahun 2013 serta ke-dua
belas pedoman lainnya yang disusun tahun 2014.
Dengan adanya suatu format yang seragam, diharapkan seluruh pemangku kepentingan dan
masyarakat memiliki pemahaman yang sama, dapat melakukan orientasi secara cepat, serta
selalu siaga terhadap datangnya tsunami pada berbagai pantai di Indonesia. Lebih lanjut, perlu
kembali ditekankan bahwa hal yang terpenting dari pedoman ini ialah agar Pemerintah
Kota/Kabupaten dapat memastikan secara kuantitatif jumlah evcuee, jumlah TEA atau TES yang
perlu dipersiapkan, serta jalur evakuasi yang optimal untuk menyelamatkan nyawa sebanyak
mungkin.
65
PEDOMAN PERENCANAAN
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional.(2011). SNI 7743:2011 mengenai Rambu Evakuasi Tsunami. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional
Badan Standarisasi Nasional.(2012). SNI 7766:2012 mengenai Jalur Evakuasi Tsunami. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional
Dunbar, P. K., & Weaver, C. S. (2008). U.S. States and Territories National Tsunami Hazard
Assessment: Historical Record and Sources for Waves. Seattle: U.S. Geological Survey.
Fraser, S., Matsuo, Leonard, G. S., & Murakami, H. (2012). Tsunami Evacuation: Lessons from the
Great East Japan Earthquake and Tsunami of March 11th 2011. GNS Science Report.
Kodijat, A. (2012). A Guide to Tsunamis for Hotels: Tsunami Evacuation Prodeures. Paris: IOC
Manuals and Guides, 69
Ministry of Transportation. (2013). Guidelines: Street Equipment and Facility Placement. Jakarta:
Ministry of Transportation
Tsunami Working Group Signage Subcommittee, 2007.New Zealand national tsunami signage
recommendations for CDEM Groups, GNS Science Report 2007/40, 39 p.
66
PEDOMAN PERENCANAAN
LAMPIRAN
67
PEDOMAN PERENCANAAN
I.B. Rambu Memasuki dan Meninggalkan Zona Bahaya Tsunami
seperti fasilitas umum dan sosial, dan dapat diklasifikasikan untuk daerah kota, kecamatan, atau
kelurahan. Skala peta akan berbeda sehingga peta lingkungan/kelurahan akan lebih detil
daripada peta kota.
68
PEDOMAN PERENCANAAN
Peta Orientasi Evakuasi Tsunami berisi beberapa komponen :
l. Peta kota/kecamatan/lingkungan kelurahan.
m. Jaringan jalan (untuk peta lebih detil dapat diberi nama jalan-jalan utama/primer).
n. Tinggi rendaman (inundation).
o. Letak Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan/atau Tempat Evakuasi Akhir (TEA).
p. Jalur evakuasi.
q. Dapat dilengkapi keterangan lain yang dibutuhkan, seperti nama bangunan penting bila ada
(rumah sakit, markas TNI, kantor camat, monument, jembatan, dll), juga nama sungai dan
bukit yang ada.
r. Dapat dilengkapi lambang atau logo pemerintahan daerah dan/atau logo dari Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.
s. Pencantuman arah utara dan skala garis untuk memudahkan orientasi masyarakat dan
perhitungan jarak menuju tempat evakuasi.
t. Ukuran rambu disesuaikan dengan ukuran gambar peta, karena ukuran peta setiap daerah
atau lingkungan berbeda.
u. Warna gambar mengikuti warna peta pada umumnya.
v. Keterangan gambar diletakkan di bagian bawah peta supaya mudah dibaca, warna dasar
adalah warna putih dengan tulisan berwarna hitam.
69
PEDOMAN PERENCANAAN
III Rambu Petunjuk Arah Evakuasi Tsunami
Rambu petunjuk arah evakuasi menuju TES atau TEA berupa bangunan
Rambu petunjuk arah evakuasi menuju TES atau TEA berupa lapangan
IV.A. Rambu Tempat Aman Tsunami di atas bukit alami dan buatan
70
PEDOMAN PERENCANAAN
Ukuran dalam mm
Jenis Ukuran A B r
Minimal 450 1200 40
Maksimal 600 1800
IV.B. Rambu Tempat Aman Tsunami di atas bangunan TES dan TEA
71
PEDOMAN PERENCANAAN
Ukuran rambu dalam mm
Jenis Ukuran A B r
Minimal 450 1200 40
Maksimal 600 1800
IV.C Rambu untuk menaiki tangga menuju bagian atas bangunan TES dan TEA
72
PEDOMAN PERENCANAAN