DI KECAMATAN TURI
Disusun oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Perencanaan Spasial Berbasis Mitigasi
Bencana Kawasan Perdesaan di Kecamatan Turi, Sleman. Laporan ini dapat terselesaikan
dengan baik atas dukungan moral dan materiil dari berbagai pihak.
Di dalam kata pengantar ini, kami ingin menyampaikan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu penulisan karya tulis ini. Pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Ibu Atrida Hadianti, S.T., M.Sc., Ph.D dan Ibu Ratna Eka Suminar, S.T., M.Sc.
sebagai dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan arahan, dukungan,
masukan, dan saran yang bermanfaat bagi kami;
2. Orang tua kami masing-masing yang telah memberikan dukungan baik material
maupun moral kepada kami; dan
3. Teman-teman Perencanaan Wilayah dan Kota Angkatan 2017 dan 2018 yang
telah memberikan bantuan dan dukungannya.
Kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan pembaca.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih memiliki kekurangan, karenanya kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami dapat terus memperbaiki karya tulis
ini sehingga layak dipublikasikan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN 6
I.1 Latar Belakang 6
I.2 Rumusan Masalah 6
I.3 Tujuan 7
I.4 Ruang Lingkup 7
I.5 Alasan Pemilihan Lokasi 7
I.6 Metode 8
I.7 Kerangka Berpikir 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PRESEDEN 10
II.1 Bencana Banjir 10
II.1.1 Pengertian dan Jenis Bencana Banjir 10
II.1.2 Pengendalian Bencana Banjir 10
II.2 Kerentanan 11
II.2.1 Indeks Kerentanan 12
II.3 Kapasitas 14
II.3.1 Indeks Kapasitas 14
II.4 Preseden 16
II.4.1 Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana Aceh dan Kontribusinya dalam
Penanggulangan Bencana 16
II.4.2 Strategi Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kabupaten Bantaeng 17
II.4.3 Community-based Flood Early Warning System di Wilayah Hindu Kush
Himalayan (HKH) 18
BAB III PROFIL LOKASI AMATAN 20
III.1 Kondisi Geografis 20
III.2 Sejarah Kecamatan Turi 20
III.3 Kondisi Fisik 21
III.3.1 Peta Administrasi Desa 21
3
III.3.2 Peta Guna Lahan 22
III.3.3 Peta Topografi 23
III.3.4 Peta Jenis Tanah 24
III.3.5 Peta Curah Hujan 24
III.3.6 Peta Rawan Bencana 25
III.4 Kondisi Sosial/Kependudukan 25
III.5 Kondisi Ekonomi 26
III.6 Sarana dan Prasarana 28
III.6.1 Sarana Perekonomian 28
III.6.2 Sarana Kesehatan 28
III.6.3 Sarana Pemerintahan 29
III.6.4 Prasarana Penanggulangan Bencana 29
III.7 SWOT 31
III.8 Sejarah Kebencanaan 32
III.8.1 Gunung Merapi Meletus (18 Desember 1930) 33
III.8.2 Erupsi Gunung Merapi (5 November 2010) 34
III.8.3 Banjir dan Longsor (1 Maret 2017) 35
III.8.4 Cuaca Ekstrem (8 Maret 2018) 35
III.8.5 Angin Puting Beliung dan Hujan Es (22 Februari 2019) 36
III.8.6 Banjir (21 Februari 2020)36
BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 38
IV.1 Analisis Ancaman Banjir 38
IV.2 Analisis Kerentanan 39
IV.2.1 Kerentanan Sosial39
IV.2.2 Kerentanan Ekonomi 42
IV.2.3 Kerentanan Fisik 44
IV.2.4 Kerentanan Lingkungan 47
IV.3 Analisis Kapasitas 51
IV.3.1 Ketahanan Daerah 52
IV.3.2 Analisis Kapasitas Ketahanan Daerah 53
IV.3.3 Kesiapsiagaan Masyarakat 59
4
IV.4 Analisis Risiko Bencana 61
BAB V PEMILIHAN ALTERNATIF RENCANA 62
V.1 Kriteria dan Alternatif Rencana 62
V.1.1 Kriteria 62
V.1.2 Alternatif Rencana 62
V.1.3 Kekurangan dan Kelebihan Rencana 62
V.2 Pemilihan Rencana dengan Metode Analytical Hierarchy Process 63
BAB VI DETAIL RENCANA 64
VI.1 Rencana Aksi 64
VI.1.1 Penguatan Sistem Informasi untuk Pengkajian Risiko Bencana 67
VI.1.2 Penggalakan Riset Terkait Strategi dan Inovasi Mitigasi Bencana 68
VI.1.3 Peningkatan Kapasitas Melalui Pelatihan Peringatan Dini dan Evakuasi
69
VI.2 Rencana Spasial 70
VI.2.1 Pembangunan Early Warning System (Sistem Peringatan Dini) terhadap
Bencana Banjir 70
VI.2.2 Optimalisasi Penataan Ruang 72
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................................
5
1.
PENDAHULUAN
6
2. Seperti apa perhitungan dan pemetaan dari analisis risiko bencana di Kecamatan
Turi?
3. Bagaimana bentuk rencana aksi dan rencana spasial yang harus dirumuskan dalam
rangka pengurangan risiko rencana?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, secara spesifik didapat beberapa tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini di antaranya yaitu:
1. Mengidentifikasi ancaman, kerentanan, dan kapasitas Kecamatan Turi baik dari
segi sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan.
2. Menghitung dan memetakan analisis risiko bencana di Kecamatan Turi.
3. Merumuskan rencana spasial dan rencana aksi yang terintegrasi dalam rangka
pengurangan risiko rencana.
3. Ruang Lingkup Temporal: Data yang digunakan pada laporan ini ada pada rentang
tahun 1930-2019
7
Kecamatan Turi memiliki potensi pariwisata yang dapat dilihat dari banyaknya desa wisata
yang ada di sana. Banyak masyarakat setempat yang menggantungkan Sebagian besar dari desa
wisata tersebut menjadikan keindahan alam, termasuk sungai, sebagai daya tarik pengunjung.
Berdasarkan kondisi tersebut, kami berpendapat bahwa penting untuk merencanakan strategi
pengurangan risiko bencana di Kecamatan Turi. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalisasi
kerugian baik dari segi ekonomi, lingkungan, dan sosial.
1.6 Metode
Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei sekunder melalui studi literatur dan
pengambilan data dari laman resmi Kecamatan Turi dan laman-laman terkait. Data yang telah
terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode analisis SWOT, skoring kerentanan dan
kapasitas, serta weighted overlay pada ArcGis.
1.7 Kerangka Berpikir
8
Gambar Kerangka Berpikir Analisis Data
9
2.
TINJAUAN PUSTAKA DAN PRESEDEN
10
2. Modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bantuan pengontrol (waduk) atau
normalisasi sungai.
2.2 Kerentanan
Menurut Bakornas (2007) kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau
masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman
bahaya, sehingga apabila terjadi bencana akan memperburuk kondisi masyarakat. Kondisi-
kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan
lingkungan, yang bisa meningkatkan rawannya sebuah komunitas terhadap dampak bahaya.
11
2.2.1 Indeks Kerentanan
Kerentanan fisik, yang meliputi: umur dan konstruksi bangunan, materi penyusun
bangunan, infrastruktur jalan, fasilitas umum, dsb. Kerentanan fisik terdiri dari parameter rumah,
fasilitas umum dan fasilitas kritis. Jumlah nilai rupiah rumah, fasilitas umum, dan fasilitas kritis
dihitung berdasarkan kelas bahaya di area yang terdampak. Distribusi spasial nilai rupiah untuk
parameter rumah dan fasilitas umum dianalisis berdasarkan sebaran wilayah pemukiman seperti
yang dilakukan untuk analisis kerentanan sosial. Masing-masing parameter dianalisis dengan
menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB No. 2 Tahun 2012 untuk memperoleh nilai
skor kerentanan fisik.
12
Kerentanan sosial, yang meliputi: persepsi tentang risiko dan pandangan hidup masyarakat
yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaksi sosial, umur, jenis kelamin, kemiskinan,
dsb. Kerentanan sosial terdiri dari parameter kepadatan penduduk dan kelompok rentan.
Kelompok rentan terdiri dari rasio jenis kelamin, rasio kelompok umur rentan, rasio penduduk
miskin, dan rasio penduduk cacat. Secara spasial, masing-masing nilai parameter didistribusikan
di wilayah pemukiman per desa/kelurahan dalam bentuk grid raster (piksel) berdasarkan acuan
data WorldPop atau metode dasimetrik yang telah berkembang. Setiap piksel merepresentasikan
nilai parameter sosial (jumlah jiwa) di seluruh wilayah pemukiman.
13
Kerentanan lingkungan, yang meliputi: air, udara, tanah, flora dan fauna, dsb. Kerentanan
lingkungan terdiri dari parameter hutan lindung, hutan alam, hutan bakau/mangrove, semak
belukar, dan rawa. Setiap parameter dapat diidentifikasi menggunakan data tutupan lahan.
Masing-masing parameter dianalisis dengan menggunakan metode skoring sesuai Perka BNPB
No. 2 Tahun 2012 untuk memperoleh nilai skor kerentanan lingkungan.
2.3 Kapasitas
Menurut Perka BNPB No. 2 Tahun 2012, kapasitas adalah kemampuan daerah dan
masyarakat untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat ancaman dan tingkat kerugian akibat
bencana. Kondisi tangguh berarti mampu bertahan dan kembali pada kondisi sebelumnya setelah
adanya suatu gangguan.
14
2.3.1 Indeks Kapasitas
Pada pedoman kajian risiko bencana, indeks kapasitas ditentukan berdasarkan 5 komponen
berdasarkan Indikator HFA, yaitu: 1) Aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana; 2)
Peringatan dini dan kajian risiko bencana; 3) Pendidikan kebencanaan; 4) Pengurangan faktor
risiko dasar; dan 5) Pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini. Komponen-komponen
tersebut diukur lagi berdasarkan tingkat ketercapaiannya yang dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu:
• Level 1, daerah telah memiliki pencapaian kecil dalam upaya pengurangan risiko
dengan melaksanakan beberapa tindakan dalam beberapa rencana atau kebijakan.
• Level 2, daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan bencana
dengan pencapaian yang bersifat tersebar karena belum ada komitmen kelembagaan
atau kebijakan yang sistematis,
• Level 5, capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas yang
memadai di seluruh tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan.
Indeks Kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus kepada beberapa pelaku
penanggulangan bencana pada suatu daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memperoleh
Tingkat Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan Tingkat Ketahanan Daerah yang diperoleh
dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks Kapasitas. Hubungan Tingkat Ketahanan Daerah dengan
Indeks Kapasitas terlihat pada tabel berikut :
15
Tabel Komponen Indeks Kapasitas (Perka BNPB, 2012)
2.4 Preseden
2.4.1 Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana Aceh dan Kontribusinya dalam
Penanggulangan Bencana
Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC-Tsunami and Disaster Mitigation
Research Center) Universitas Syiah Kuala adalah lembaga riset yang didirikan pada tahun 2006.
Keberadaan TDMRC bertujuan untuk meningkatkan sumber daya riset kebencanaan yang
berkualitas, memberikan advokasi pada pemerintah dalam membuat kebijakan, mengumpulkan
dan menyediakan data terbaik dengan mempercepat proses pengumpulan data yang tepat
berkaitan dengan dampak dari bencana.
Dilansir dari official website Dinas Perhubungan Aceh, sudah ada salah satu kajian
strategis yang sudah dikembangkan oleh TDMRC Aceh, yaitu proses evakuasi yang merupakan
kajian strategis dalam bidang perencanaan transportasi dan pemodelan lalu lintas. Beberapa
metode telah dikembangkan menjadi satu konsep yang dapat digunakan dalam mengoptimalkan
evakuasi, termasuk mengenai pemilihan rute perjalanan, pemilihan moda, serta kesiapan
infrastruktur jalan untuk memberikan pelayanan pada pelaku evakuasi agar dapat selamat sampai
ke tujuan.
Kegiatan pengembangan dan penerapan kajian strategis dari hasil riset yang telah
dilakukan oleh pemerintah Aceh dapat diterapkan pada kasus Kecamatan Turi. Dengan
diterapkannya hasil riset teknologi dan inovasi mitigasi bencana di Kecamatan Turi, diharapkan
dapat mengurangi terjadinya banjir.
16
2.4.2 Strategi Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten
Bantaeng
Dikutip dari jurnal Strategi Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Bencana Banjir di
Kabupaten Bantaeng (Badjido, et al., 2015), strategi yang di lakukan pemerintah dalam
penanggulangan banjir antara lain :
A. Membangun Waduk
Dengan adanya waduk/tempat penampungan air akan memudahkan untuk mengatur dan
mengendalikan Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga tidak terjadi lagi bencana banjir, air yang
biasanya mengalir ke daerah hilir yang menyebabkan banjir dapat dilarikan ke tempat
penampungan. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu faktor pemicu terjadi banjir karena tidak
terkendalinya Daerah Aliran Sungai (DAS), dapat menimbulkan bencana banjr dan dampak yang
buruk bagi manusia bahkan dapat merenggut nyawa manusia.
Pembangunan waduk sangat dibutuhkan oleh semua pihak baik pemerintah lebih-lebih di
kalangan masyarakat untuk menopang ekonomi mereka. Tidak adanya waduk yang dibangun
oleh pemerintah dalam menanggulangi bencana banjir, dapat berakibat fatal bagi masyarakat
yang berada di daerah tersebut (Baca: Daerah Aliran Sungai). Peran pemerintah daerah yang
menjadi penanggung jawab utama dalam mensejahterakan masyarakat dan melestarikan
lingkungan, agar akselarasi pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa
tercapai.
B. Menyiapkan Sarana dan Prasarana
- Membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
- Penyediaan alat penyedok tanah dan sampah
- Penyediaan lahan pembangunan waduk
C. Melakukan Penghijauan sebagai Resapan Air dari Daerah Hulu (Pegunungan) untuk
Mengurangi Banyaknya Aliran Debit Air ke Daerah Hilir
Penghijauan merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Bantaeng untuk mencegah banyaknya debit air serta meresap air, hal ini dilakukan daerah hulu
dengan cara menanam pohon.
D. Membangun Dinding Pesisir Pantai
17
Tanggul dan dinding penahan banjir dapat menghalangi aliran pada sistem drainase yang
ada pada daerah dataran banjir ke laut, sehingga diperlukan perencanaan khusus pada daerah
tersebut, yaitu pada saluran drainase dari sungai yang ada dibangun pintu-pintu air atau pintu
klep dapat mengalirkan air secara gravitasi ke laut agar tidak mengalir ke daratan rendah atau
pemukiman warga.
E. Membangun Kesadaran Masyarakat
Diwujudkan dengan membentuk suatu lembaga kemasyarakatan yang melibatkan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam hal mencegah dan penanggulangan banjir yang
dilakukan secara bertahap, mulai dari pencegahan sebelum banjir, penanganan saat banjir, dan
pemulihan setelah.
2.4.3 Community-based Flood Early Warning System di Wilayah Hindu Kush
Himalayan (HKH)
Penerapan Community-based Flood Early Warning System di wilayah Hindu Kush
Himalayan (HKH). Wilayah Hindu Kush Himalayan (HKH) rentan terhadap bahaya alam seperti
banjir, glacial lake outburst, kekeringan, tanah longsor, dan gempa bumi. Kondisi geologis yang
tidak stabil dan medan yang curam, dikombinasikan denganperubahan iklim dan seringnya
kondisi cuaca ekstrem, menimbulkan banyak sekali tantangan bagi masyarakat. Itu sering terjadi
banjir bandang, salah satu bencana alam utama di HKH, mengancam kehidupan, mata
pencaharian dan infrastruktur, baik di pegunungan dan hilir. Kelompok rentan seperti orang
miskin, perempuan, anak-anak, orang tua dan para penyandang cacat seringkali menderita
dampak terburuk.
Beberapa keberhasilan terkaitan penerapan Community-Based Early Warning System ini
diantaranya:
18
• Komunitas di Dihiri, Assam, dapat menyelamatkan aset mereka hingga
USD 3,300.
• Pada 3 Agustus 2017, CBFEWS membunyikan sirine yang membangunkan
2.800 orang di 350 rumah tangga di Sherquilla. Dalam satu jam, masyarakat
mampu memindahkan sekitar 2.000 ekor ternak dan barang-barang berharga
ke tempat yang aman sebelum banjir memasuki desa.
19
3.
PROFIL LOKASI AMATAN
4. Danakerta dari kata tansah membantu kepada keutamaan agar menjadi tata titi
tentrem raharja.
Berdasarkan Kecamatan Turi Dalam Angka Tahun 2003 bahwa kegiatan utama pada
Kecamatan Turi dahulunya adalah berfokus pada Pertanian(Agropolitan) dengan menggarap
sawah atau pertanian milik pribadi. Namun dengan transformasi penggunaan lahan dari tahun ke
tahun,Kecamatan Turi berubah menjadi desa yang Agrowisata dengan dikembangkan beberapa
20
objek wisata untuk mengembangkan potensi masyarakat setempat. Contohnya adalah agrowisata
salak pondoh di Dusun Gadung, Desa Bangunkerto, desa wisata di Dusun Kembangarum, Desa
Donokerto, dan pembiakan kambing PE (Peranakan Etawa) di Dusun Nganggring, Desa
Girikerto. Pada tahun 2017 Kecamatan Turi memutuskan untuk berfokus pada pembangunan
nonfisik guna mengembangkan potensi-potensi sumber daya manusianya.
3.3 Kondisi Fisik
3.3.1 Peta Administrasi Desa
Kecamatan Turi memiliki 4 desa, 54 padukuhan dan 268 RT. Dengan nama-nama
desanya adalah:
1. Desa Bangunkerto dengan luas 7,03 km 2
Kecamatan Turi memiliki total luas sebesar 43,09 km . Dengan berbatasan langsung
2
pada:
Utara : Hargobinangun, Kecamatan Pakem
Timur : Purwobinangun Pakem, Donoharjo Ngaglik
21
Selatan : Pandawaharjo & Trimulyo Sleman
Barat : Kecamatan Tempel
Pada peta guna lahan tersebut bahwa diketahui Kecamatan Turi masih memiliki cukup
lahan atau ruang yang luas, dengan penggunaan lahan sawah irigasi dan kebun serta
permukiman
Lainnya 335,03
Sumber: Kecamatan Turi dalam Angka 2019
22
3.3.3 Peta Topografi
Kecamatan Turi mayoritas memiliki kemiringan lereng sebesar 3-8%, bagian utara
memiliki kelerengan tinggi sebesar 40% dan 15-25% karena merupakan lereng merapi.
Namun dilihat dari gambar disamping menunjukan bahwa banyak sungai-sungai di
Kecamatan Turi (Sungai Bedog, Sungai Sempor,dan lainnya) yang berhulu di Lereng
Gunung Merapi. Kontur kemiringan yang terjal di hulu sungai akan membuat arus air
menjadi lebih deras sehingga sangat membahayakan.
23
3.3.4 Peta Jenis Tanah
Kecamatan Turi memiliki jenis tanah regosol. Tanah Regosol merupakan jenis tanah
yang merupakan butiran kasar yang berasal dari meterial erupsi gunung berapi. Dengan
demikian tanah regosol merupakan salah satu hasil dari peristiwa vulkanisme. Jenis tanah ini
bersifat subur dan cocok untuk digunakan dalam kegiatan pertanian karena mendukung hasil
produktivitas pertanian dan cocok untuk komoditas padi dan ladang.
3.3.5 Peta Curah Hujan
24
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
Kecamatan Turi memiliki 3 variasi curah hujan di 3 daerah. Pada Lereng Merapi dan
sebagian Kecamatan memiliki curah hujan yang cukup tinggi. Dengan kontur/topografi pada
hulu sungai-sungai yang terjal dan curah hujan yang cukup tinggi pada hulu semakin
membahayakan dikarenakan energi dorongan menjadi sangat kuat sehingga arus air menjadi
lebih kencang.
3.3.6 Peta Rawan Bencana
Kecamatan Turi termasuk pada kawasan rawan bencana zona II dan zona III serta
rawan gempa yang berada di kawasan kaki gunung merapi, pada zona II dan III merupakan
area terdampak langsung letusan gunung merapi, hal ini juga ditetapkan dalam Peraturan
Daerah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman.
3.4 Kondisi Sosial/Kependudukan
Kecamatan Turi memiliki 37013 jiwa yang terdiri dari 18484 laki-laki dan 18529
perempuan, dan terdiri atas 12337 KK. Dengan jumlah ini Kecamatan Turi memiliki sex
ratio (rasio jenis kelamin) 99,82 dimana jumlah antara laki-laki dan perempuan tidak begitu
jauh. Sedangkan menurut umur, kelompok umur yang paling banyak ada di Kecamatan Turi
merupakan kelompok umur 30-34 tahun yaitu sebanyak 700 orang. Lalu, dari segi agama,
25
mayoritas penduduk Wukirharjo beragama islam (34597 jiwa), dan sisanya beragama
katolik, kristen, hindu dan aliran kepercayaan buddha.
Tabel Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Turi Tahun 2015-2018
Tabel Kepadatan Penduduk dan Sex Ratio menurut Desa di Kecamatan Turi Tahun 2018
26
o
Tabel Produksi Padi Sawah per Desa di Kecamatan Turi Tahun 2018
Bangunkert 538,05
o
Donokerto 1943,00
Wonokerto 663,35
Girikerto 1086,75
Kecamatan 4231,15
27
Kecamatan Turi adalah 12.337. hal ini dapat disimpulkan bahwa angka kemiskinan masih cukup
tinggi pada Kecamatan Turi.
Di Kecamatan Turi terdapat 14 (empat belas) obyek desa wisata, diantaranya adalah;
Gabugan, Garongan, Kelor, Kembangarum, Nganggring, Pancoh, Plosokuning, Pulesari,
Pulewulung, Sangurejo, Sempu, Tlatar, dan Tunggularum. Obyek desa wisata di Kecamatan Turi
memiliki kesamaan SDA yang digunakan sebagai faktor penarik wisatawan. Sedangkan
perbedaan yang paling menonjol antar tiap obyek desa wisata di Kecamatan Turi adalah pada
parameter-parameter penunjang pariwisata dan kreasi masyarakat terhadap desa wisatanya
masing-masing.
3.6 Sarana dan Prasarana
3.6.1 Sarana Perekonomian
Tabel Banyaknya Sarana Perekonomian per Desa di Kecamatan Turi Tahun 2018
Bangunkerto 1 45 7
Donokerto 1 42 12
Wonokerto 1 40 5
Girikerto 1 30 4
Kecamatan 4 157 28
Bangunkert 0 1 2 2
28
o
Donokerto 0 0 4 0
Wonokerto 0 1 2 3
Girikerto 0 1 2 2
Kecamatan 0 3 10 7
Bangunkerto 0 1 1 0 0
Donokerto 0 1 0 1 0
Wonokerto 1 1 0 0 1
Girikerto 0 1 0 0 0
Kecamatan 1 4 1 1 1
Menurut BPBD Sleman, terdapat sejumlah program yang difokuskan untuk menangani bencana
29
hidrometeorologis. Program-program tersebut meliputi pembangunan sistem peringatan dini
bencana, mitigasi non-struktural, penyelenggaraan Operasi Darurat Bencana, dan lain
sebagainya. Namun tidak diketahui bagaimana efektivitas pelaksanaan program tersebut di
Kecamatan Turi.
Saat ini data mengenai infrastruktur terkait mitigasi bencana yang ada di Kecamatan Turi
yang kami miliki sangat terbatas. Oleh sebab itu, terdapat kemungkinan adanya infrastruktur lain
yang belum kami sebutkan.
Gambar Jalur Evakuasi, Talud, dan EWS Banjir Lahar di Kecamatan Turi
3.7 SWOT
Strength
• Memiliki beberapa desa wisata yang mulai merambah taraf nasional
30
• 68% masyarakatnya merupakan penduduk usia produktif
Weakness
• Terletak di kawasan rawan bencana Merapi II dan III, rawan gempa bumi, dan
bencana hidrometeorologis
• Belum memiliki infrastruktur pengendalian bencana banjir yang mumpuni
Opportunity
• Letaknya yang berada di area pegunungan dapat dijadikan sebagai peluang untuk
membuka desa wisata/villa/bumi perkemahan
• Lahan kosong masih luas sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau
peternakan
Threats
• Sebagian kecamatan memiliki curah hujan yang cukup tinggi dengan
kontur/topografi pada hulu sungai yang terjal sehingga semakin membahayakan
dikarenakan energi dorongan menjadi sangat kuat dan mengakibatkan arus air
menjadi lebih kencang
• Terpapar bencana alam erupsi gunung berapi dan bencana hidrometeorologis
seperti banjir, longsor, hujan es, dan angin putting beliung
31
3.8 Sejarah Kebencanaan
Pedesaan di Kecamatan Turi dikenal sebagai desa yang berpotensi terkena bencana. Hal ini
disebabkan banyak sejarah kebencanaan yang ada di desa-desa tersebut. Bencana yang terjadi
bervariasi, mulai dari gunung meletus, erupsi gunung, banjir, longsor, cuaca esktrem, angin
puting beliung dan hujan salju.
32
Peta Lokasi Bencana Desa di Kecamatan Turi
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
33
dikarenakan kurangnya data pendukung. Namun, bencana ini termasuk bencana gunung api
besar di Indonesia.
34
Gambar Erupsi Gunung Merapi
35
Gambar Cuaca Ekstrem di Pedesaan Kecamatan Turi
36
Sempor.Tiap siswa dikelompokkan menjadi 7-8 regu. Para siswa turun menyusur sungai
tidak ditemani oleh keseluruhan kakak pembina. Saat para siswa turun ke sungai, kondisi
cuaca cukup baik, tetapi di bagian hulu sudah mulai turun hujan. Di tengah perjalanan,
kedalaman air semakin dalam dan bervariasi, mulai dari 50 cm sampai 1 meter.
Diusut lebih lanjut, banjir disebabkan oleh karakteristik area di desa Donokerto,
dimana area hulu Sungai Sempor berada di sekitar lereng terjal, yang mana sangat sering
terjadi banjir yang datang tiba-tiba saat hujan (time of concentration yang pendek). Kejadian
ini mengakibatkan 257 siswa terseret banjir dimana 23 siswa luka-luka dan 10 siswa
meninggal.
37
4.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Elevasi Lahan
38
Curah Hujan
Kapasitas Infiltrasi
1. Limpasan Permukaan
Peta Ancaman atau Bahaya Banjir didapatkan dari ketersediaan data service INARISK BNPB.
Adapun untuk mengetahui tingkatan kelas pada masing-masing area mengacu pada Perka BNPB
No.2 Tahun 2012 yaitu tingkat ketinggian genangan banjir yang merupakan hasil dari overlay
parameter di atas sebagai berikut:
100%
0.76-1.5 Sedang 2 0.666667
Kelas
Parameter Bobot
Rendah Sedang Tinggi
(%)
<5 5-10 >10
Kepadatan Penduduk 60 jiwa/ha jiwa/ha jiwa/ha
Sex Ratio 10 >40 20-40 <20
39
Rasio Tingkat
Pendidikan 10
Dependency Ratio 10
<20 20-40 >40
Rasio Penduduk Cacat 10
Sumber: INARISK BNPB dengan Penyesuaian Penulis
Rasio Rasio
Kepadatan Rasio Tingkat
Sex Ratio Kelompok Penduduk
Desa Penduduk Pendidikan
Umur Rentan Cacat
Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas Nilai Kelas
Bangunkert
12,01 101 11 16,30 0,31
o Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah
Donokerto 12,1 Tinggi 97 Rendah 12 Rendah 16,02 Rendah 0,23 Rendah
Wonokerto 4,88 Rendah 99 Rendah 10 Rendah 15,14 Rendah 0,30 Rendah
Girikerto 7,25 Sedang 102 Rendah 10 Rendah 20,98 Sedang 0,55 Rendah
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
Keterangan Skor:
• Rendah = 1
• Sedang = 2
• Tinggi = 3
A. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk menunjukkan hubungannya dengan tingkat kerentanan suatu wilayah,
dimana semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan semakin rentan daerah tersebut terhadap
bahaya banjir lahar. Semakin padat penduduk di wilayah permukiman yang terjangkau bahaya
banjir lahar maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang terkena dampak dari bahaya
banjir lahar tersebut. Kondisi kepadatan penduduk di wilayah penelitian menunjukkan wilayah
dengan kepadatan penduduk yang tinggi ada di Desa Bangunkerto dan Donokerto.
B. Sex Ratio
Rasio jenis kelamin ini digunakan untuk melihat apakah jumlah penduduk berjenis kelamin
laki-laki sudah mengimbangi jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Hal ini dikarenakan
adanya asumsi semakin tinggi jumlah penduduk wanita di suatu wilayah, maka wilayah tersebut
akan cenderung lebih rentan. Kondisi rasio jenis kelamin di wilayah penelitian cenderung
40
seimbang antara jumlah penduduk perempuan dan laki-lakinya, sehingga parameter ini tidak
dianggap begitu menyumbang nilai kerentanan yang tinggi.
C. Rasio Kelompok Umur Rentan
Penduduk non produktif akan menjadi paling rentan dibandingkan dengan dengan
penduduk lainnya apabila terkena bahaya atau ancaman bencana. Penduduk dengan usia non
produktif dianggap tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri atau kurangnya kemampuan
dalam evakuasi karena keterbatasan gerak yang mereka punya tepat pada saat terjadinya
bencana. Rasio kelompok umur rentan di Kecamatan Turi tergolong rendah.
D. Rasio Tingkat Pendidikan
Pemakaian parameter ini ini terkait dengan kondisi pendidikan masyarakat di wilayah
penelitian. Pendidikan masyarakat sangat penting kaitannya dengan usaha mereka dalam
meminimalisasi dampak maupun pengambilan keputusan baik langkah evakuasi maupun
recovery pasca bencana. Rasio dihitung dengan membandingkan jumlah penduduk yang tidak
bersekolah dengan jumlah penduduk seluruhnya. Semakin tinggi rasio berarti semakin rentan.
Pada lokasi amatan rasio tingkat pendidikan tergolong rendah di seluruh kecamatan, kecuali di
Desa Girikerto yang tergolong sedang.
E. Rasio Tingkat Pendidikan
Pemakaian parameter ini terkait dengan aspek kondisi kesehatan masyarakat. Semakin
tinggi rasio penyandang cacat di suatu wilayah mengindikasikan kondisi kesehatan masyarakat
yang buruk. Apabila kondisi kesehatan masyarakat buruk maka akan semakin rentan wilayah
tersebut dalam menghadapi ancaman bahaya. Penduduk cacat dianggap tidak mampu
menyelamatkan dirinya sendiri apabila terjadi bencana, Pada lokasi amatan rasio penduduk cacat
tergolong rendah di seluruh kecamatan. Rasio yang paling tinggi ada di Desa Girikerto.
41
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
Tabel Asumsi Kontribusi PDRB per Desa di Kecamatan Turi menggunakan Persentase Luas Wilayah
Nama Desa Luas Luas Luas PDRB ADHK (juta PDRB Desa
42
(km2) Kabupaten Desa/Luas rupiah) (juta
Sleman (km2) Kabupaten rupiah)
Tabel Asumsi Luas Lahan Produktif Desa di Kecamatan Turi menggunakan Persentase Luas Wilayah
Nama Desa Luas Lahan Luas Lahan Persentase PDRB Nilai Rupiah
Produktif Produktif Desa Sektor Lahan
Desa (Ha) Kab. Sleman terhadap Pertanian Produktif
(Ha) Kabupaten (juta rupiah) (juta rupiah)
Kerentanan ekonomi dihitung melalui nilai rupiah lahan produktif dan kontribusi PDRB.
Indikator lahan produktif yang digunakan adalah lahan produktif yang difungsikan sebagai
sarana ekonomi yang menghasilkan nilai jual seperti sawah, ladang, kebun yang menghasilkan
nilai panen/ nilai lahan produktif. Nilai rupiah lahan produktif di tingkat desa dihitung
berdasarkan perbandingan luas lahan produktif di tingkat desa dengan luas lahan produktif di
tingkat kabupaten yang kemudian dikalikan dengan PDRB sektor pertanian. Sedangkan
kontribusi PDRB dihitung berdasarkan perbandingan luas wilayah di tingkat desa dengan luas
wilayah di tingkat kabupaten yang kemudian dikalikan dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
2010.
43
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
44
Sedang 816 x 10jt = Rp 8,16 M
Fasilitas 10 Rendah 1
Umum
Fasilitas
Kritis
Kerentanan fisik
= (0,4 x 3) + (0,3x1)
= 1,2+0,3
= 1,5
B. Desa Girikerto
Fasilitas 9 Rendah 1
Umum
Fasilitas
Kritis
Sumber: Open Street Map dan Geoportal, 2020
Hasil Analisis Penyusun, 2020
Kerentanan fisik
= (0,4 x 3) + (0,3x1)
= 1,2+0,3
= 1,5
C. Desa Bangunkerto
45
Paramete Kelas Jumlah Kelas Skor
r Bahaya
Fasilitas 8 Rendah 1
Umum
Fasilitas
Kritis
Sumber: Open Street Map dan Geoportal, 2020
Hasil Analisis Penyusun, 2020
Kerentanan fisik
= (0,4 x 3) + (0,3x1)
= 1,2+0,3
= 1,5
D. Desa Donokerto
Fasilitas 8 Rendah 1
Umum
Fasilitas
Kritis
Sumber: Open Street Map dan Geoportal, 2020
Hasil Analisis Penyusun, 2020
Kerentanan fisik
= (0,4 x 3) + (0,3x1)
46
= 1,2+0,3
= 1,5
Setelah dilakukan skoring setiap parameter pada setiap desa, maka dapat
disimpulkan kerentanan fisik pada Kecamatan Turi sebagai berikut:
Keterangan:
• Fasilitas umum termasuk Pendidikan dan Kesehatan
• Fasilitas umum mayoritas berada pada kawasan kelas bahaya sedang,
sehingga diasumsikan biaya pembangunan kembali < Rp 50jt
Desa Wonokerto - 70 Ha
Desa Donokerto - 32 Ha
47
Sumber: Kecamatan Turi dalam Angka 2019
Parameter Kelas
Sedang: 70 X 50% = 35 Ha
Rendah: 70 X 0% = 0 Ha
48
Hutan Rendah: 226 X Rendah 1
Lindung 0%=
0 Ha
0 Ha
128 Ha
49
Hutan Rakyat Rendah = 32 X 0%= Rendah 1
0 Ha
Sedang = 32 X 50%=
16 Ha
50
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
51
4.3.1 Ketahanan Daerah
Ketahanan daerah adalah komponen analisis kapasitas yang dinilai berdasarkan
capaian para pemangku kebijakan seperti instansi atau lembaga di level pemerintahan
kabupaten atau kota. Ketahanan daerah bersifat dinamis dan berubah sesuai dengan kondisi
lingkungannya. Pada tahun 2016, berdasarkan RPJMN tahun 2015-2019, ketahanan daerah
dihitung melalui indeks ketahanan daerah (IKD) dengan 7 fokus prioritas, 16 sasaran aksi
dan 71 indikator pencapaian. 7 fokus prioritas tersebut antara lain:
1. Penguatan kebijakan dan kelembagaan
2. Pengkajian risiko dan perencanaan terpadu
Data yang didapatkan dalam analisis ini dianalisis secara deskriptif. Hasil pengukuran
parameter akan dibagi menjadi 5 tingkatan (level), yaitu:
1. Level 1
Daerah memiliki pencapaian kecil atau tidak ada sama sekali dalam upaya
pengurangan resiko bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan dalam
beberapa rencana atau kebijakan
2. Level 2
Daerah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan bencana dengan
pencapaian yang bersifat tersebar namun belum ada kebijakan kelembagaan
secara sistematis.
3. Level 3
Terdapat beberapa komitmen pemerintah dalam melakukan kebijakan yang
telah tercapai dan terbentuk secara sistematis namun belum bisa mengurangi
dampak negatif dari bencana tersebut.
52
4. Level 4
Dengan dukungan komitmen serta kebijakan pengurangan resiko bencana,
daerah berhasil mencapai hal yang diinginkan namun masih agak terbatas
dalam komitmen, sumber daya finansial dan kapasitas operasional dalam
pelaksanaan pengurangan risiko bencana
5. Level 5
Capaian yang diinginkan telah dicapai dan komitmen pemerintahan dalam
melakukan kebijakan sudah memadai di seluruh tingkat komunitas yang ada di
suatu daerah.
Nantinya level-level tersebut akan dibagi menjadi beberapa kelas yaitu rendah, sedang
dan dtinggi dimana level 1 dan 2 untuk kapasitas rendah, level 3 dan 4 untuk kapasitas
sedang serta level 4 dan 5 untuk kapasitas tinggi.
4.3.2 Analisis Kapasitas Ketahanan Daerah
A. Perkuatan Kebijakan dan Kelembagaan
Terdapat beberapa aturan dan kelembagaan dijadikan indikator dalam menentukan
rekomendasi tindakan dalam penyelenggaraan penanggulangan risiko bencana. Untuk itu
diperlukan penguatan kebijakan dan kelembagaan agar tercapai sasaran yang efektif. Aturan
dan kelembagaan tersebut meliputi:
1. Peraturan penanggulangan bencana
2. Peraturan pembentukan forum PRB
4. Lembaga BPBD,
Kondisi umum:
1. Saat ini peraturan penanggulangan bencana di Desa Turi diatur dalam Perda
Kabupaten Sleman No 7 tahun 2013.
2. Sudah ada peraturan pembentukan forum PRB yaitu Perda Kab Sleman no 11 tahun
2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah pemerintah kabupaten
Sleman, yang juga mengatur desa di Kecamatan Turi.
53
3. Saat ini belum ada aturan mengenai penyebaran informasi penanggulangan bencana,
namun sudah tersedia informasi publik yang dapat diakses pada website BPBD
Sleman.
4. Sudah terdapat lembaga BPBD yang dapat diakses pada laman website BPBD
Sleman.
Sehingga dapat disimpulkan kapasitas kawasan pada aspek Perkuatan kebijakan dan
kelembagaan tergolong tinggi (level 5), karena semua aspek kelembagaan sudah terpenuhi.
B. Pengkajian Resiko dan Perencanaan Terpadu
Dalam perencanaan penanggulangan bencana, diperlukan pengkajian tiap resiko
bencana. Pengkajian itu diperbaharui dan dikembangkan secara berkala tiap 5 tahun sekali,
sesuai dengan kondisi tiap kawasan itu sendiri. Karena pengkajian resiko digunakan untuk
menilai risiko bencana daerah, maka pengkajian harus dilakukan secara mendalam dan
dilengkapi oleh peta bahaya, peta kerentanan, peta kapasitas, peta risiko dan peta resiko
multi bahaya dari seluruh bencana.
Kondisi umum:
1. Pemerintah Kabupaten Sleman belum memiliki data dan informasi yang cukup
mengenai bencana dalam bentuk peta bahaya. Peta ini digunakan dalam menyusun
kajian risiko bencana yang menghasilkan rekomendasi kebijakan.
2. Pemerintah Kabupaten Sleman belum memiliki data dan informasi yang cukup
mengenai bencana dalam bentuk peta kerentanan. Peta ini dapat mengetahui tingkat
kerentanan dari ancaman dan menggambarkan jumlah penduduk terpapar serta
potensi kerugian yang akan didapatkan dari tiap bencana.
3. Sudah terdapat peta resiko bencana dalam BPBD Sleman dengan berbagai jenis
bencana, antara lain: peta resiko banjir, tanah longsor, gempa bumi, kebakaran hutan,
letusan gunung api, dan kekeringan. Peta ini menjangkau keseluruhan Sleman
termasuk pedesaan Kecamatan Turi
54
4. Sudah terdapat peta risiko bencana multi bahaya di Kabupaten Sleman yang
disediakan oleh BPBD Sleman
5. Sistem pendataan bencana yang didukung oleh sarana dan prasarana tidak
tersedia dan belum dimanfaatkan secara baik
55
7. Sudah terdapat kajian pengadaan kebutuhan peralatan atau logistik di
Kabupaten Sleman yang menjangkau kecamatan Turi dan desa-desa
didalamnya.
3. Belum terdapat sosialisasi tentang hasil, manfaat dan tujuan dari program
Rumah Sakit Aman Bencana (RSAB) di Kecamatan Turi.
56
Kondisi umum:
1. Sudah terdapat aturan mengenai pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten
Sleman yang menjangkau pedesaan di Kecamatan Turi yaitu Perda Kab. Sleman
No 1 tahun 2016. Aturan ini memuat penerapan upaya pengurangan resiko
bencana.
2. Pemerintahan Kabupaten Sleman belum melakukan upaya perlindungan daerah
tangkapan air untuk mengurangi resiko bencana banjir
3. Terdapat beberapa data mengenai jalur evakuasi saat terjadi erupsi Gunung
Merapi di beberapa desa pada Kecamatan Turi namun belum ada data lengkap
mengenai jalur evakuasi tersebut.
57
G. Pengembangan Sistem Pemulihan Bencana
Pemerintah sekaligus masyarakat memiliki kepentingan untuk menyelenggarakan
pemulihan dampak bencana yang memerlukan waktu dan tahapan yang cukup lama.
Pemulihan ini meliputi penyelenggaraan rehabilitasi, rekontruksi infrastruktur, serta upaya
normalisasi kehidupan pasca bencana. Harus ada langkah konkrit dari Pemerintahan
Kabupaten Sleman untuk melakukan optimalisasi pemulihan tersebut.
Kondisi umum:
1. Sudah terdapat penyelenggaraan rehabilitasi yang mumpuni tercantum di
BPBD Sleman untuk memberi tunjangan psikologi korban bencana.
2. Sudah terdapat rekonstruksi infrastruktur dalam bidang sosial dan ekonomi
pasca bencana di Kabupaten Sleman yang menjangkau pedesaan di Kecamatan
Turi pula. Bantuan berupa dana dan bantuan calon induk sapi perah bagi
korban erupsi merapi untuk membantu perekonomian masyarakat pasca
bencana.
KELAS
BOBOT
PARAMETER
TOTAL
RENDAH SEDANG TINGGI
58
Pengkajian risiko dan
LEVEL 3
perencanaan terpadu
Pengembangan sistem
LEVEL 4
informasi, diklat dan logistik
Peningkatan efektivitas
pencegahan dan mitigasi LEVEL 1
bencana
Pengembangan sistem
LEVEL 2
pemulihan bencana
Keterangan:
• LEVEL 1-LEVEL 2 = Kapasitas Rendah
• LEVEL 2-LEVEL 4 = Kapasitas Sedang
59
masyarakat untuk mengurangi risiko/dampak bencana alam, termasuk korban jiwa, kerugian
harta benda, dan kerusakan lingkungan.
A. Pembuatan Talud atau Tanggul
Dalam menghadapi bencana khususnya banjir, masyarakat Turi telah membangun
talud atau tanggul yang terletak di sepanjang Desa Donokerto. Talud ini memiliki tujuan
utama yaitu mencegah banjir di dataran yang dilindunginya, dengan cara mengunkung aliran
air sungai, sehingga menghasilkan aliran yang lebih cepat dan muka air yang lebih tinggi.
Kondisi umum dari talud atau tanggul ini kurang baik, karena sering mengalami
kebocoran atau kerusakan. Sehingga masih sering adanya kerugian dan korban. Maka dari
itu, dalam klasifikasi tingkat ketercapaian menurut pedoman kajian risiko bencana, aspek
kapasitas ini tergolong dalam level 2, dengan pencapaian yang sifatnya menyebar namun
masih minim dalam mengurangi dampak negatif.
B. Pembuatan Jalur Evakuasi
Kecamatan Turi memiliki dua jalur evakuasi sebagai sebuah wujud mitigasi bencana
untuk mengurangi jumlah korban yang dapat timbul yang memudahkan pemindahan korban
bencana dari lokasi bencana ke tempat yang aman atau penampungan pertama untuk
mendapatkan tindakan penanganan lebih lanjut. Jalur evakuasi yang terdapat di Kecamatan
Turi mengarahkan masyarakat ke sebuah barak pengungsian yaitu Barak Girikerto dan
Barak Wonokerto.
Kondisi umum dari jalur evakuasi ini cukup baik dan cukup mengurangi dampak
negatif yang disebabkan oleh bencana. Jalur evakuasi ini memiliki aksesibilitas yang baik
dan rute yang mudah untuk mengarahkan masyarakat ke barak pengungsian. Sehingga
dalam klasifikasi tingkat ketercapaian menurut pedoman kajian risiko bencana, aspek
kapasitas ini tergolong dalam level 4, dengan dukungan komitmen serta kebijakan mengenai
pengurangan risiko bencana yang menyeluruh, daerah tersebut berhasil memperoleh
capaian-capaian yang diinginkan. Hanya saja, masih ada keterbatasan dalam komitmen,
sumber daya finansial, atau kapasitas operasional dalam pelaksanaan upaya pengurangan
risiko bencana.
C. Pembuatan Early Warning System
Kesiapsiagaan masyarakat Turi juga dilengkapi dengan Early Warning System (EWS)
Banjir Lahar atau sensor peringatan dini ketika terjadi banjir lahar yang dipasang di
60
beberapa titik sungai. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan
memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Ketika sensor
mendapat tanda akan terjadi bencana, sistem ini kemudian membunyikan sirine sebagai
penyampaian informasi kepada masyarakat Turi bahwa akan terjadi bencana.
Kondisi umum dari EWS ini cukup baik dalam memperingatkan warga akan adanya
bencana. Namun terkadang sensor peringatan dini ini kurang reaktif terhadap bencana yang
akan terjadi sehingga peringatan kadang terlambat dalam menyampaikan informasi. Maka
dari itu, dalam klasifikasi tingkat ketercapaian menurut pedoman kajian risiko bencana,
aspek kapasitas ini tergolong dalam level 3, dengan komitmen pemerintah dan beberapa
komunitas terkait pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung
dengan kebijakan sistematis, namun capaian yang diperoleh tersebut belum cukup berarti
untuk mengurangi dampak negatif bencana.
Berdasarkan data tersebut, maka tabel analisis kapasitas kesiapsiagaan masyarakat
Kecamatan Turi adalah sebagai berikut:
KELAS
BOBOT
PARAMETER
TOTAL
RENDAH SEDANG TINGGI
61
Sumber: Hasil Analisis Penyusun, 2020
Dapat dilihat bahwa risiko banjir kecamatan Turi didominasi risiko banjir sedang dan memiliki
titik risiko tertinggi di daerah tengah dusun Wonokerto dan sebagian Donokerto. Sedangkan
risiko bencana banjir rendah terdapat di sebelah utara dusun Girikerto dan Wonokerto. Atas
dasar perhitungan tersebut, maka rencana mitigasi yang akan disusun memprioritaskan area-area
dengan risiko bencana banjir yang paling tinggi.
62
5.
PEMILIHAN ALTERNATIF RENCANA
63
bencana dalam konsistensi dari banyak pihak
pembangunan
64
6.
DETAIL RENCANA
Pentahapan
Pelaksana
Sumber
Rencana Sasaran Aksi Indikator Tahun ke- Anggaran
Dana
1 2 3 4 5 Utama Pendukung
65
Adanya
penyerapan
hasil
riset/inovasi
teknologi oleh
pemerintah
Adanya
pembatasan izin
66
mendirikan
bangunan di
daerah-daerah
rawan banjir
67
6.1.1 Penguatan Sistem Informasi untuk Pengkajian Risiko Bencana
Dalam melakukan pengambilan keputusan guna melakukan pencegahan dan
pengurangan risiko bencana perlu didukung oleh ketersediaan data dan informasi yang
akurat. Untuk itu sangat diperlukan sebuah sistem untuk mendukung dan memperlancar
pengolahan data kebencanaan baik dari segi input, proses maupun output yang
dihasilkan. Saat ini telah terdapat Sistem Informasi Kebencanaan di Kabupaten Sleman.
Melalui aplikasi tersebut, masyarakat dapat melapor dengan mengirim foto kejadian
bencana. Dengan adanya aplikasi ini, masyarakat Sleman, terutama yang berada di daerah
rawan bencana dapat lebih sadar dan paham mengenai bencana yang terjadi di sekitarnya.
Adapun inovasi yang kami tawarkan yaitu penambahan fitur terkait ketersediaan
data mengenai lokasi titik kumpul, jalur evakuasi yang dapat dilewati, fasilitas pelayanan
umum yang dapat diakses, dan lokasi pengungsian saat terjadi bencana. Selain itu,
pengguna yang sedang dalam keadaan darurat dapat mengirimkan permohonan bantuan
melalui fitur “Panggil Bantuan” yang akan mengirim lokasi pengguna secara otomatis
kepada tim teknis dan menghubungkan pengguna dengan call center. Sistem ini akan
terintegrasi dengan infrastruktur pendukung penanganan bencana lain sehingga data
dapat disajikan secara real time. Ketika ada bahaya atau potensi bahaya yang terdeteksi,
aplikasi ini akan memberikan notifikasi pada pengguna. Selain melaporkan bencana,
aplikasi ini juga dapat mewadahi aspirasi atau usulan masyarakat terkait upaya-upaya
pencegahan dan mitigasi bencana yang telah dilakukan dan melaporkan apabila terjadi
68
malfungsi atau kerusakan infrastruktur. Berikut merupakan tampilan user interface dari
aplikasi tersebut.
69
inovasi diharapkan dapat menjadi proyek percontohan yang dikembangkan menjadi suatu
konsep dan kemudian diterapkan oleh pemerintah dalam menyusun perencanaan terkait
mitigasi bencana.
70
Kegiatan latihan kesiapsiagaan dapat dilakukan secara rutin dan dilakukan minimal
1 tahun sekali guna mengurangi jumlah korban bencana.Ketika melakukan gladi
lapangan atau latihan terpadu masyarakat diharapkan diberi pengetahuan tentang
beberapa area/tempat alternatif yang akan dijadikan sebagai pusat evakuasi, tempat
pengungsian maupun tempat perlindungan sementara. Tempat tersebut bisa
memanfaatkan bangunan, seperti kantor, sekolah, tempat ibadah, gedung, dan area
terbuka lainnya berdasarkan keamanan, aksesibilitas, juga lingkungan lokasi serta
mengetahui penetapan jalur evakuasi.
71
secara tepat waktu, akurat, dan sistematis. Jika diimplementasikan secara efektif, Early
Warning System dapat berkontribusi untuk meningkatkan ketangguhan suatu daerah
terhadap bencana alam dan secara bersamaan dapat ikut serta mendukung pencapaian
Sustainable Development Goals (SDGs) dalam mengurangi hilangnya nyawa dan mata
pencaharian.
Untuk membuat suatu Sistem Peringatan Dini, terdapat 4 (empat) elemen penting
yang perlu diperhatikan:
72
masyarakat, maka dapat diadakan sosialisasi serta pelatihan tanggap
bencana, sedangkan untuk meningkatkan kapabilitas pihak berwenang perlu
menyediakan infrastruktur serta layanan yang reliable.
Skema Early Warning System yang diterapkan di Kecamatan Turi adalah sebagai
berikut:
Keterangan:
Automatic Water Level Recorder (AWLR) ditempatkan pada area hulu karna air
mengalir dimulai dari hulu ke hilir, sehingga sebaiknya ketinggian muka air diukur pada
hulu. Agar ketika muka air sungai mulai naik di hulu, masyarakat di hilir dapat bersiap-
siap. Radar hujan diletakkan pada area hilir, karena limpasan air hujan paling besar
terjadi di hilir. Penempatan sirine dibagi secara merata khususnya di permukiman padat.
6.2.2 Optimalisasi Penataan Ruang
Optimalisasi penataan ruang dilakukan melalui zonasi kawasan prioritas yang
berhubungan dengan bencana banjir, yaitu Kawasan Sempadan Sungai dan Kawasan
73
Rawan Bencana. Berikut merupakan tabel ketentuan umum peraturan zonasi terkait
kedua kawasan tersebut.
NO. POLA RUANG KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
KAWASAN
KETENTUAN UMUM KEGIATAN KETERANGAN
A. Kawasan Lindung
A.1.1 Kawasan Diperbolehkan adanya Dilarang apabila KDB maksimal 0.15, Prasarana dan Bangunan yang
. Sempadan kegiatan, sarana- bangunan menghambat KDH minimal 85% sarana yang dibangun dengan
Sungai prasarana, dan struktur laju air. diizinkan berupa fungsi budidaya
pelindung yang tidak bangunan non diharuskan untuk
merusak fungsi permanen dan jalan memiliki UKL-
lingkungan. setapak. UPL dan atau
AMDAL.
A.2.1 Kawasan Rawan Terbatas bagi kegiatan KDB maksimal 50%, Diadakannya sarana Penyuluhan dan
. Bencana permukiman, KDH minimal 50% prasarana yang relokasi bagi
persawahan, dan dapat mencegah dan mereka yang
kegiatan budidaya yang menanggulangi bertempat di
dapat membahayakan bencana kawasan rawan
keselamatan manusia bencana.
dan lingkungan.
Prasarana dan Pengembangan
sarana yang teknologi oleh
mendukung pemerintah untuk
74
kegiatan budidaya mengatasi
tidak diadakan permasalahan
bencana.
75
DAFTAR PUSTAKA
Armaya, D.A.B. and Hizbaron, D.R., 2015. Penaksiran Tingkat Kerentanan Sosial terhadap
Bahaya Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi (Studi Kasus: Kec.
Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIY). Jurnal
Bumi Indonesia, 4(4).
BNPB, 2012. Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. s.l.:BNPB.
Cahyo,Pratomo dkk.2019.Kajian Risiko Bencana Banjir. Jakarta: Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
DEWANGGA, E. K. (2018, November 12). Hujan Lebat, Waspada Pohon Tumbang.
Retrieved from RADAR JOGJA: https://radarjogja.jawapos.com/2018/11/12/hujan-
lebat-waspada-pohon-tumbang/
Dewi, 2020. Aceh Miliki Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana. [Online] Available at:
https://dishub.acehprov.go.id/informasi/berita/aceh-miliki-pusat-studi-tsunami-dan-
mitigasi-bencana/ [Accessed 03 May 2020].
N., M. & Badjido,. M. Y., 2015. STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM
PENANGGULANGAN BENCANA BANJIR DI KABUPATEN BANTAENG.
Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan, V(2), pp. 157-173.
noname. (2010, DECEMBER 3). Update Data Korban Bencana Erupsi Gunung Merapi
2010. Retrieved from Pemkab Sleman: http://www.slemankab.go.id/category/berita-
seputar-gunung-merapi/update-data-korban-bencana-erupsi-gunung-merapi-2010
noname. (2014, June 03). G. Merapi - Sejarah Letusan. Retrieved from Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral: https://vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-
gunungapi/542-g-merapi?start=1
Nur, D., 2018. Purworejo Kabupaten Nomor 2 Paling Rawan Bencana di Jawa Tengah.
[Online] Available at: http://purworejo.sorot.co/berita-7927-purworejo-kabupaten-
nomor-2-paling-rawan-bencana-di-jawa-tengah.html [Accessed 21 April 2020].
Pamungkas, R., 2019. Evaluasi Jalur Evakuasi Bencana Erupsi Gunung Merapi dengan
Menggunakan Least Cost Path Analysis di Kecamatan Turi, Sleman.
Pradhan, NS; Bajracharya, N; Bajracharya, SR; Rai, SK; Shakya, D (2016) Community
based flood early warning system – Resource manual. Kathmandu: ICIMOD
76
Puri, D. P. & Khaerani, T. R., 2017. Strategi Mitigasi Bencana Tanah Longsor Di Kabupaten
Purworejo. Journal of Public Policy and Management Review, II (6), pp. 51-65.
Rasmi, L. A. (2020, February 21). Ratusan Siswa SMPN 1 Turi Sleman Terseret Banjir di
Sungai Sempor, 5 Ditemukan Tewas, Ini Daftarnya. Retrieved from Tribunnews.com:
https://www.tribunnews.com/regional/2020/02/21/ratusan-siswa-smpn-1-turi-sleman-
terseret-banjir-di-sungai-sempor-5-ditemukan-tewas-ini-daftarnya
Rizky, V. (2020, March 3). Riwayat Erupsi Gunung Merapi dari Masa ke Masa. Retrieved
from mata mata politik: https://www.matamatapolitik.com/riwayat-erupsi-gunung-
merapi-dari-masa-ke-masa-original-listicle/
Somantri, L., 2008. Pemanfaatan Teknik Penginderaan Jauh untuk Mengidentifikasi
Kerentanan dan Risiko Banjir. Jurnal Geografi Gea, 8(2).
Tamtomo, A. B. (2018, May 11). INFOGRAFIK: Riwayat Letusan Merapi Sejak 1990-an.
Retrieved from Kompas.com:
https://regional.kompas.com/read/2018/05/11/16523971/infografik-riwayat-letusan-
merapi-sejak-1990-an
Tkj. (2017, March 1). Hujan Deras Beberapa Titik di Kecamatan Pakem, Turi, Banjir dan
Longsor. Retrieved from BPBD SLEMAN: https://bpbd.slemankab.go.id/hujan-
deras-beberapa-titik-di-kecamatan-pakem-turi-banjir-dan-longsor/
Wibowo, A. W., 2020. Tanggul Sungai Turi Rawan Jebol Lagi, Sleman: SINDONews
Jateng-DIY.
Widjaja, W., 2016. Risiko Bencana Indonesia, s.l.: BNPB.
77