Anda di halaman 1dari 25

KESEHATAN LINGKUNGAN DAN GIZI PASCA BENCANAN

“SISTEM PENGGULANGAN BENCANA”

KELOMPOK II
Assyifah Rahmatika P10120036
Firda Aulia P10120048
Anggeline Virginia Lumi P10120054
Nur Aini Nuriyah P10120066
Dinda Rifqa Arifah A.Djuni P10120072
Deta Nispen Halawa P10120090
Yulfika Putri Amelia P10120114
Sahrul K. Ibrahim P10120114
Melindasari P101020132
Rebecca M Dondokambey P10120192
Rifqah Khofifah P10120262

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO

i
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ‘Sistwm Penanggulangan
Bencana” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan dan
Gizi Pasca Bencana. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
mengenai pencegahan bencana dan upaya-upaya pencegahannya bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Maria Magdalena, S.KM.,M.Kes


selaku dosen Mata Kuliah. Kesehatan Lingkungan dan Gizi Pasca Bencana
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................6
2.1 Definisi Bencana................................................................................................6
2.2 Kesiapsiagaan.....................................................................................................7
2.3 Status Keadaan Darurat Bencana........................................................................8
2.4 Status Siaga Darurat Bencana.............................................................................8
2.5 Status Tanggap Darurat Bencana........................................................................9
2.6 Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan..................................................9
BAB III............................................................................................................................10
PEMBAHASAN.............................................................................................................10
3.1 Definisi dan Jenis Bencana...............................................................................10
3.2 Tahapan Bencana.............................................................................................10
3.2.1 Tahap Pra-Disaster...................................................................................11
3.2.2 Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)........................11
3.2.3 Tahap Emergensi......................................................................................11
3.3.4 Tahap Rekonstruksi..................................................................................12
3.3 Definisi Manajemen Bencana...........................................................................12
3.4 Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana..........................................13
3.4.1 Pada Pra Bencana.....................................................................................13
3.4.2 Tahap Tanggap Darurat............................................................................15
3.4.3 Pasca Bencana..........................................................................................16
3.5 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana........................................................16
3.6 Asas-asas Dalam Penanggulangan Bencana.....................................................18
3.7 Pendekatan Manajemen Penanggulangan Bencana..........................................19
3.7.1 Mitigasi.....................................................................................................19
3.7.2 Kesiapsiagaan...........................................................................................20
3.7.3 Tanggap Darurat.......................................................................................20

iii
BAB IV............................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
4.1. kesimpulan.......................................................................................................22
4.2. Saran.................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ……………………………..……………………………………23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana yang


paling tinggi di dunia. Kepulauan Indonesia memiliki 6.000 pulau berpenghuni
dari sekitar 17.000 pulau yang ada. Masyarakat Indonesia menghadapi berbagai
bahaya dengan kerentanan yang berbeda dan kemampuan respon terhadap
bencana yang berbeda-beda pula. Kerentanan iklim dan keadaan geologis
Indonesia diperparah oleh tantangan pembangunan termasuk kemiskinan,
pertumbuhan penduduk, ketidaksetaraan pembangunan, urbanisasi, penerapan
kebijakan penggunaan lahan dan peraturan bangunan yang tidak merata, korupsi
yang relatif tinggi dan penegakan hukum yang tidak mencukupi. Perusakan
lingkungan, eksploitasi sumber daya alam dan perubahan iklim yang kurang
terkontrol meningkatkan frekuensi kejadian bencana dan mengakibatkan
meningkatnya jumlah korban jiwa dan kerusakan di Indonesia dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya (BNPB, 2016).

Terletak di Lingkaran Api Pasifik dan merupakan pertemuan tiga


lempeng tektonik yaitu: Indo-Australia, Euroasia dan Pasifik menjadikan
Indonesia sebagai salah satu daerah rawan gunung berapi, gempa dan tsunami
paling parah di dunia. Selain bahaya geologi tersebut, Indonesia sebagai
kepulauan tropis khatulistiwa menghadapi bahaya hidro-meteorologi dan
klimatologi setiap tahun misalnya banjir dan tanah longsor yang terjadi pada
musim penghujan.

Banyaknya bencana yang telah terjadi di Indonesia memberikan


pembelajaran bagi masyarakat bahwa banyaknya korban jiwa dan kerugian terjadi
akibat kurangnya pengetahuan dan ketidaksiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana. Kejadian-kejadian bencana tersebut semakin menyadarkan masyarakat
tentang perlunya menata pelayanan kesehatan gawat darurat secara efektif, efisien
dan terstruktur.

1
Sejauh ini upaya pemerintah dalam membentuk masyarakat yang siap
dan siaga dalam menghadapi bencana telah diimplementasikan dengan adanya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang memiliki
tugas dan tanggung jawab penuh dalam mengkoordinasi institusi dan lembaga
dalam menanggulangi bencana. Peraturan terkait dengan kesiapsiagaan
bencana di tingkat sekolah pun telah disahkan dalam Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2012 Tentang Penerapan
Sekolah Aman dari Bencana. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008 telah menerbitkan Pengembangan Model-Model Kurikulum
Pendidikan Layanan Khusus Pendidikan Non Formal Paket A untuk Daerah
Bencana Alam.
Kesiapsiagaan merupakan tindakan yang dilakukan pada masa pra
bencana (sebelum terjadi bencana). Tujuan dilakukannya kesiapsiagaan
bencana adalah untuk mengurangi risiko (dampak) yang diakibatkan oleh
adanya bencana. Nick Carter (Deny Haryati, dkk, 2006: 5) menjelaskan bahwa,
kesiapsiagaan adalah Tindakan - tindakan yang memungkinkan pemerintah,
organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi
suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Tindakan kesiapsiagaan juga
meliputi penyusunan penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan
pelatihan personil.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan jenis bencana ?
2. Apa saja tahapan bencana ?
3. Apa definisi manajemen bencana ?
4. Apa saja tahap dan kegiatan dalam manajemen bencana ?
6. Apa saja prinsip-prinsip penanggulangan bencana ?
7. Apa saja asas-asas dalam penanggulangan bencana ?
8. Apa saja pendekatan manajemen penanggulangan bencana ?

2
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan khusus

5. Untuk mengetahui definisi dan jenis bencana


6. Untuk mengetahui tahapan bencana
7. Untuk mengetahui definisi manajemen bencana
8. Untuk mengetahui tahap dan kegiatan dalam manajemen bencana
9. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Penanggulangan Bencana
10. Untuk mengetahui Asas-asas Dalam Penanggulangan Bencana
11. Untuk mengetahui Pendekatan Manajemen Penanggulangan
Bencana

1.3.2 Tujuan Umum


Agar mahasiswa mengerti tentang system penangulangan bencana
dan dapat menambah wawasan masyarakat secara umum sehingga
dapat turut serta dalam upaya penaggulangan bencana

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bencana

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut
menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan
manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana
sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror.5
Sedangkan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB,
2008) bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi 2 kategori : bencana alam atau lingkungan dan

4
bencana yang terjadi karena ulah manusia atau ciptaannya (tekonologi),
(Gustin, 2005: 61).
Bencana alam meliputi seperti angin puyuh, tornado, banjir, serta gempa
bumi. Sementara contoh lain dari bencana yang disebabkan oleh ulah manusia
atau inciden teknologi meputi kecelakan material, kecelakaan radiologi,
kecelakaan transportasi, peledakan bom serta kegagalan listrik.

2.2 Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan bukan lagi menjadi istilah yang asing bagi kita. Istilah ini
kerap dikaitkan dengan peristiwa bencana. Kesiapsiagaan (preparedness)
adalah setiap aktivitas sebelum terjadi bencana yang bertujuan
untukmengembangkan kapabilitas operasional dan memfasilitasi respon yang
efektif ketika suatu bencana terjadi (Heru Susetyo, 2006:1). Nick Carter (Deny
Hayati, dkk, 2006: 5) memaparkan setiap aktifitas bencana yang dilakukan
merupakan upaya terpadu seluruh elemen dalam masyarakat, termasuk
masyarakat sebagai individu. Setiap elemen secara terpadu dan terorganisir
bersama-sama mengupayakan untuk dapat merespon bencana dengan efektif,
tepat guna dan berdaya guna. UNISDR (Dheny Prasetyo danFlorensia Malau
(ed), (2013: 7) menjelaskan kesiapsiagaan adalah upayamengembangkan
pengetahuan dan kapasitas pemerintah, lembaga, masyarakat dan perorangan
dalam mengantisipasi, merespon dan pulih secara efektif dari dampak-dampak
peristiwa atau kondisi bencana yang mungkin ada, segera ada atau saat ini ada.
Sedangkan Achmad Jaelani (2008:53) menjelaskan bahwa kesiapsiagaan
mencakup upaya-upaya yang memungkinkan pemerintah, masyarakat dan
individu merespon secara cepatsituasi bencana secara efektif dengan
menggunakan kapasitas sendiri
Berdasarkan pemikiran para ahli dalam pemaparan di atas dapat diketahui
bahwa kesiapsiagaan merupakan tindakan yang dilakukan pada masa pra
bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan kepentingan semua lembaga,
masyarakat dan individu. Masing-masing komponen dalam stakeholders

5
memiliki peran yang berbeda dan harus dipadukan untuk dapat mencapai
kesiapsiagaan secara menyeluruh.
Artinya, setiap lembaga dan masyarakat memiliki kewajiban dan peran
dalam menanggulangi bencana dan menyiapkan diri untuk dapat menghadapi
bencana dengan cepat dan tepat. Tidak hanya lembaga dan masyarakat secara
komunitas saja, akan tetapi individu pun juga harus menyiapkan diri mereka
sendiri. Setiap individu harus mampu mengetahuai dan mampu melakukan
tindakan-tindakan dalam merespon bencana. Dari pendapat para ahli tersebut,
penulis membatasi pengertian kesiapsiagaan sebagai upaya yang dilakukan
pada masa pra bencana yang memungkinkan pemerintah, organisasi,
masyarakat maupun individu untuk dapat menghadapi bencana yang mungkin
akan terjadi dengan cara cepat dan tepat.

2.3 Status Keadaan Darurat Bencana

Status Keadaan Darurat Bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan


oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi lembaga
yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana yang dimulai sejak status
siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan.

2.4 Status Siaga Darurat Bencana

Status Siaga Darurat Bencana adalah keadaan terdapat potensi bencana,


yang merupakan peningkatan eskalasi ancaman yang penentunya didasarkan
atas hasil pemantauan yang akurat oleh instansi yang berwenang dan juga
mempertimbangkan kondisi nyata/dampak yang terjadi di masyarakat.
Penetapan status siaga darurat bencana dilakukan oleh pemerintah/pemerintah
daerah atas usulan kepala BNPB/BPBD.

6
2.5 Status Tanggap Darurat Bencana

Status Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang


dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

2.6 Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan

Status Transisi Darurat Bencana ke Pemulihan adalah keadaan dimana


penanganan darurat bersifat sementara/permanen (berdasarkan kajian teknis
dari instansi yang berwenang) dengan tujuan agar sarana prasarana vital serta
kegiatan sosial ekonomi masyarakat segera berfungsi, yang dilakukan sejak
berlangsungnya tanggap darurat sampai dengan tahap rehabilitasi dan
rekonstruksi dimulai.

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi dan Jenis Bencana


Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi
tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam,
dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi. dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat, dan teror.

3.2 Tahapan Bencana


Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster,
tahap serangan atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap
rekonstruksi. Dari ke-empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang
sangat strategis.

3.2.1 Tahap Pra-Disaster

8
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya
mulai saat sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact.
Tahap ini dipandang oleh para ahli sebagai tahap yang sangat strategis
karena pada tahap pra bencana ini masyarakat perlu dilatih tanggap
terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak. Latihan yang diberikan
kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak kepada jumlah
besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini
dikenalkan kepada masyarakat pada tahap pra bencana.

3.2.2 Tahap Serangan atau Terjadinya Bencana (Impact phase)


Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase)
merupakan fase terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana,
manusia sekuat tenaga mencoba ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa
terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu atau bahkan bulan.
Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang
berhenti.

3.2.3 Tahap Emergensi


Tahap emergensi dimulai sejak berakhirnya serangan bencana yang
pertama.Tahap emergensi bisa terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Pada tahap emergensi, hari-hari minggu pertama yang menolong
korban bencana adalah masyarakat awam atau awam khusus yaitu
masyarakat dari lokasi dan sekitar tempat bencana.
Karakteristik korban pada tahap emergensi minggu pertama adalah :
korban dengan masalah Airway dan Breathing (jalan nafas dan
pernafasan), yang sudah ditolong dan berlanjut ke masalah lain, korban
dengan luka sayat, tusuk, terhantam benda tumpul, patah tulang
ekstremitas dan tulang belakang, trauma kepala, luka bakar bila ledakan
bom atau gunung api atau ledakan pabrik kimia atau nuklir atau gas.
Pada minggu ke dua dan selanjutnya, karakteristik korban mulai berbeda
karena terkait dengan kekurangan makan, sanitasi lingkungan dan air

9
bersih, atau personal higiene. Masalah kesehatan dapat berupa sakit
lambung (maag), diare, kulit, malaria atau penyakit akibat gigitan
serangga.

3.3.4 Tahap Rekonstruksi


Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti
sekolah, sarana ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada
tahap rekonstruksi ini yang dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang
lebih utama yang perlu kita bangun kembali adalah budaya. Kita perlu
melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-orientasi nilai-nilai dan
norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab. Dengan
melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita
berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi
bencana. Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah
untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih
santun, lebih cerdas hidupnya lebih memiliki daya saing di dunia
internasional.

3.3 Definisi Manajemen Bencana


Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan
manajemen bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.7
Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran
paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik
(menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa
atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan 
pertolongan,  sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang
bersifat bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).
Selanjutnya paradigma manajemen bencana berkembang ke arah
pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya

10
pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-
struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya
membangun kesiap-siagaan.
Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan
paradigma manajemen bencana tersebut, pada bulan Januari tahun 2005 di
Kobe-Jepang, diselengkarakan Konferensi Pengurangan Bencana Dunia
(World Conference on Disaster Reduction) yang menghasilkan beberapa
substansi dasar dalam mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian
jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang
seanjutnya merupakan lima prioritas kegiatan untuk tahun 2005‐2015
yaitu:
1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional
maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh
kelembagaan yang kuat.
2. Mengidentifikasi,mengkaji dan memantau risiko bencanaserta me
nerapkan sitem peringatan dini 
3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun
kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap
bencana pada semua tingkat masyarakat.
4. Mengurangi faktor‐faktor penyebab risiko bencana. Memperkuat
kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat
agar respons yang dilakukan lebih efektif
3.4 Tahapan dan Kegiatan dalam Manajemen Bencana
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan
penanggulangan bencana meliputi tahap prabencana, tahap tanggap darurat,
dan tahap pascabencana.

3.4.1 Pada Pra Bencana


Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a. Situasi Tidak Terjadi Bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu

11
tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak
terjadi bencana meliputi :
 perencanaan penanggulangan bencana;
 pengurangan risiko bencana;
 pencegahan;
 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
 persyaratan analisis risiko bencana;
 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
 pendidikan dan pelatihan; dan
 persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

b. Situasi Terdapat Potensi Bencana


Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan:
 Kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna.5
 Peringatan Dini. Peringatan dini adalah serangkaian
kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada
suatu tempat oleh lembaga yang berwenang5.
 Mitigasi Bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas
sector dan multi stakeholder, oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD.
3.4.2 Tahap Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang

12
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk
menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan, pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap


darurat meliputi:
a. pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya dilakukan untuk mengidentifikasi cakupan lokasi
bencana, jumlah korban, kerusakan prasarana dan sarana, gangguan
terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan, dan kemampuan
sumber daya alam maupun buatan.
b. penentuan status keadaan darurat bencana. Penetapan status darurat
bencana dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan skala bencana.
c. penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, dilakukan
dengan memberikan pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat
bencana yang terjadi pada suatu daerah melalui upaya pencarian dan
penyelamatan korban, pertolongan darurat, dan/atau evakuasi korban.
d. pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi bantuan penyediaan kebutuhan
air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan,
pelayanan psikososial; dan penampungan dan tempat hunian.
e. perlindungan terhadap kelompok rentan, dilakukan dengan
memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan,
evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial.
Kelompok rentan yang dimaksud terdiri atas bayi, balita, anak-anak,
ibu yang sedang mengandung atau menyusui;, penyandang cacat, dan
orang lanjut usia.

f. pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.


Tahap tindakan dalam tanggap daruratdibagi menjadi dua fase yaitu
fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana

13
terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat
sedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.

3.4.3 Pasca Bencana


Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca
bencana meliputi:
a. Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua
aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana.5
b. Rekonstruksi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana,
baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan
sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

3.5 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana


Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU
No. 24 tahun 2007, yaitu: 5
1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat”
adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
2. prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa
apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip
koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada

14
koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan
“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada
kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip
berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat
dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah
bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak
membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip
transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan
“prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana
dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik
dan hukum.
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi”
adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak
memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku,
agama, ras, dan aliran politik apa pun.
9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa
dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan
darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan
darurat bencana.

3.6 Asas-asas Dalam Penanggulangan Bencana


Penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 UU No. 24 Tahun 2007
berasaskan:

15
1. kemanusiaan. Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan”
termanifestasi dalam penanggulangan bencana sehingga undang-
undang ini memberikan perlindungan dan penghormatan hak-hak
asasi manusia, harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia secara proporsional.
2. Keadilan. Yang dimaksud dengan”asas keadilan” adalah bahwa setiap
materi muatan ketentuan dalam penanggulangan bencana harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara
tanpa kecuali.
3. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Yang dimaksud
dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan”
adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan
bencana tidak boleh berisi hal-hal yang membedakan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
4. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Yang dimaksud dengan
“asas keseimbangan” adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam
penanggulangan bencana mencerminkan keseimbangan kehidupan
sosial dan lingkungan. Yang dimaksud dengan “asas keselarasan”
adalah bahwa materi muatan ketentuan dalam penanggulangan
bencana mencerminkan keselarasan tata kehidupan dan lingkungan.
Yang dimaksud dengan ”asas keserasian” adalah bahwa materi muatan
ketentuan dalam penanggulangan bencana mencerminkan keserasian
lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
5. ketertiban dan kepastian hukum; Yang dimaksud dengan “asas
ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa materi muatan
ketentuan dalam penanggulangan bencana harus dapat menimbulkan
ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian
hukum.
6. Kebersamaan. Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah
bahwa penanggulangan bencana pada dasarnya menjadi tugas dan

16
tanggung jawab bersama Pemerintah dan masyarakat yang dilakukan
secara gotong royong.
7. Kelestarian lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan “asas
kelestarian lingkungan hidup” adalah bahwa materi muatan ketentuan
dalam penanggulangan bencana mencerminkan kelestarian lingkungan
untuk generasi sekarang dan untuk generasi yang akan datang demi
kepentingan bangsa dan negara.

8. ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang dimaksud dengan “asas ilmu


pengetahuan dan teknologi” adalah bahwa dalam penanggulangan
bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
optimal sehingga mempermudah dan mempercepat proses
penanggulangan bencana, baik pada tahap pencegahan, pada saat
terjadi bencana, maupun pada tahap pasca bencana

3.7 Pendekatan Manajemen Penanggulangan Bencana


Manajemen bencana yang komprehensif didasarkan pada empat
komponen: mitigasi, kesiapsiagaan, cepat tanggap dan pemulihan
(Coppola, 2007: 8). Meskipun berbagai terminologi sering digunakan
dalam menggambarkan empat hal tersebut, manajemen bencana secara
efektif memanfaatkan setiap komponen dalam cara berikut:
3.7.1 Mitigasi
Merupakan usaha-usaha untuk mengurangi atau menghilangkan
bahaya. Mitigasi berusaha untuk "mengobati" bahaya yang
mempengaruhi masyarakat untuk tingkat yang lebih rendah.
Mitigasi bencana merupakan langkah yang sangat perlu dilakukan
sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Sesuai
dengan tujuan utamanya yaitu mengurangi atau meniadakan
korban dan kerugian yang mungkin timbul, maka titik berat perlu
diberikan pada tahap sebelum terjadinya bencana, yaitu terutama
kegiatan penjinakan/peredaman Dapat dikatakan bahwa mitigasi

17
merupakanupaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko bahaya
untuk meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.

3.7.2Kesiapsiagaan
Merupakan usaha-usaha untuk memperlengkapi orang-orang yang
mungkin terkena dampak oleh bencana atau yang mungkin dapat
membantu mereka yang terkena dampak dengan alat untuk
meningkatkan kesempatan mereka untuk bertahan hidup dan
untuk meminimalkan kerugian keuangan dan lainnya. Jika melihat
pengertian diatas, kesiapsiagaanmerupakan sebuah aksi dalam
menghadapi bencana yang dilakukan untuk menghadapi respon
dan konsekuensi dari terjadinya sebuah bencana. Kesiapsiagaan
berbeda dengan mitigasi, walaupun kedua tahapan tersebut
beradapa dalam ruang lingkup yang sama yaitu, pra bencana.Yang
membedakanadalah bahwa kesiapsiagaan merupakan tindakan
dimana setiap individu akan yang terkena bencana mengetahui
apa yang harus dikerjakan sebagai tindakan utama dalam
menghadapi bencana. Semetara mitigasi perupakan persiapan atau
usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana.

3.7.3Tanggap Darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
digunakan dgn segera pada saat kejadian bencana utk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelematan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelematan serta pemulihan sarana dan prasarana.

3.7.4 Pemulihan
Pemulihan adalahserangkaian kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakatdan lingkungan hidup yang terkena bencana

18
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, sarana
dengan melakukan upaya rehabilitasi.

19
BAB IV
PENUTUP
4.1. kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu yang rawan bencana sehingga
diperlukan manajemen atau penanggulangan bencana yang tepat dan
terencana. Manajemen bencana merupakan serangkaian upaya yang
meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Manajemen bencana di mulai dari tahap pra bencana, tahap tanggap
darurat, dan tahap pasca bencana.
Pertolongan pertama dalam bencana sangat diperlukan untuk
meminimalkan kerugian dan korban jiwa. Pertolongan pertama pada
keadaan bencana menggunakan prinsip triage.

4.2. Saran
Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban
pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan
dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap
lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

20
DAFTAR PUSTAKA

Riena Oktarina, 2008 Pemerataan system Informaasai manajemen logistic dalam


penanggulanagan bencana di Indonesia Jurusan Teknik Industri, Universitas
Widyatama Jl. Cikutra No. 204 A Bandung 40125 Indonesia
.
Annastasia Gadis Pradiptasari , Dr. Judy O. Waani, ST. MT, Windy
Mononimbar, ST. MT, 2014, Sistem Penanggulangan Bencana Gunung api
Gamalama di permikiman kampong tubo kota Ternate , Mahasiswa S1
Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi
Manado staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado

21

Anda mungkin juga menyukai