Anda di halaman 1dari 297

LAPORAN AKHIR

KEPERAWATAN BENCANA DI DAERAH RW 09 KELURAHAN PASIE


NAN TIGO KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG

OLEH :
KELOMPOK 4
1. Nanang Pramayudi 9. Annisa Farhanah
2. Dwi Damyanti Jonathan 10. Ananda Prastuti Sutrisno
3. Tri Ulfa Amelda 11. MimiAgustika sastka
4. Rahayu Maya Sari 12. Reflina Sari
5. Dian Agusti Tanjung 13. Ernisah
6. Azina Fithra Sari 14. Rita Sri Hartati
7. Yolanda Sukarma 15. Soya OdisaAmri
8. Miftahul Jannah 16. Efa Sulastri

DOSEN KOORDINATOR :
Ns. Elvi Oktarina, M.Kep, Sp. Kep. MB

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
202
DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 3
A. Latar Belakang ........................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah................................................................................... 6
C. Tujuan....................................................................................................... 6
D. Manfaat..................................................................................................... 7
BAB II PELAKSANAAN ................................................................................... 7
A. TINJAUAN TEORI............................................................................8
2.1 Konsep Bencana..................................................................................8
2.1.1 Defenisi Bencana.............................................................8
2.1.2 Penyebab Bencana............................................................9
2.1.3 Proses terjadinya bencana................................................9
2.1.4 Respon Individu terhadap bencana................................11
2.1.5 Kebijakan Dalam penanggulangan bencana................13
2.1.6 Kelompok rentan bencana..............................................14
2.1.7 Penanguulangan bencana................................................15
2.1.8 Prinsip penanggulangan bencana...................................17
2.1.9 Jenis kegiatan siaga bencana...........................................18
2.1.10 Mekanisme Penanggulangan bencana...........................20
2.2 Manajemen Penanggulangan...........................................................26
2.3 Peran Perawat Dalam manajemen bencana...................................28
2.4 Manajemen penangulangan bencana..............................................28
2.5 Konsep Gempa bumi, Tsunami, Banjir...........................................29
A. Gempa Bumi.................................................................................29
1. Pengertian gempa bumi.........................................................29
2. Sifat..........................................................................................29
3. Penyebab................................................................................30
4. Dampak..................................................................................30
5. Akibat.....................................................................................30
6. Kebijakan pemerintah...........................................................32
7. Peran pemerintah...................................................................33
8. Permasalahan pemerintah.....................................................35
B. Banjir.............................................................................................37
1. Pengertian...............................................................................37
2. Jenis-jensi banjir....................................................................37
3. Faktor Penyebab banjir.........................................................38
4. Daerah rawan banjir.............................................................38
5. Kegiatan manajemen bencana..............................................39
6. Tahapan manajemen bencana..............................................40
C. Tsunami.........................................................................................42
1. Pengertian ..............................................................................42
2. Pemahaman masyarakat.......................................................44
3. Mitigasi....................................................................................45
4. Kesiapsiagaan........................................................................45
2

B. KEGIATAN DI RW 09 KELURAHAN PASIE NAN TIGO.........50


1. Pra Bencana.................................................................................50
2. Pengkajian Berdasarkan Metode Survey..................................54
3. Analisa Data.................................................................................94
4. Plan Of Action (POA)................................................................101
5. Mapping .....................................................................................108
6. Table Top....................................................................................110
7. Dokumentasi Daerah.................................................................111
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang berlebihan yang
mengancam dan menggangu aktifitas normal kehidupan masyarakat yang
terjadi akibat prilaku perbuatan manusia maupun akibat anomali peristiwa
alam (Sigit, 2018). Bencana juga merupakan kejadian baik alami maupun
buatan manusia yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya
nyawa manusia, memburuknya layanan kesehatan (Roccaforte, 2014).
Bencana juga diartikan sebagai gangguan serius yang terjadi dan berdampak
tidak berfungsinya tatanan kehidupan di suatu komunitas atau masyarakat
(Heylin, 2015).
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak
pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu Lempeng Benua Asia, Benua
Australia, L empeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana [BNPB], 2019). Serta Indonesia secara geologis
terletak pada rangkaian cincin api yang membentang sepanjang lempeng
pasifik yang merupakan lempeng tektonik paling aktif didunia. Deretan
gunung api di Indonesia ini merupakan bagian dari gunung api yang sering
disebut Ring Of Fire atau Deret Sirkum Pasifik (Rachmawati, 2013). Kondisi
tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung
berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor (BNPB, 2019).
Kejadian bencana mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun
2016 terdapat 1.986 kejadian bencana dan pada tahun 2020 terdapat 2.925
kejadian bencana (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2020).
Menurut laporan EM-DAT (international disaster database) pada tahun 2018
di laporkan terjadi peristiwa bencana alam di seluruh dunia yang
mengakibatkan kematian sebanyak 11.804 orang, dan lebih dari 73 juta orang
terdampak bencana (WHO, 2019). Sedangkan menurut DIBI (Data Informasi
4

Bencana Indonesia) dalam kurun waktu Januari sampai Desember 2018,


melaporkan kejadian bencana di Indonesia telah mengakibatkan korban
meninggal dan hilang sebanyak 2.802 orang, korban luka-luka 3.006 orang
dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari 12.113.258 orang
(BNPB, 2019). Data tersebut merupakan data kejadian bencana di dunia
maupun di Indonesia.
Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi 5
provinsi tertinggi kejadian bencana Kondisi ini disebabkan karena geografis
Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap
bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling
beresiko tinggi (BNPB, 2018). Patahan besar Sumatera (sumatera great fault)
yang masih aktif akan selalu mengancam kawasan itu apabila terjadi
pergeserasan di zona patahan tersebut.
Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan
banyak menimbulkan korban pada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan
kekuatan 7,6 SR di lepas pantai Sumatera Barat pada tanggal 30 September
2009. Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera sekitar 50 km barat laut kota
Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wialyah di
Sumatera Barat seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten
Pasisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota
Solok, Kabupaten Pasaman Barat dan Bukittinggi. Menurut data Satkorlak PB
pada tahun 2009, sebanyak 1.117 orang tewas akibat gempa ini, korban luka
berat mencapai 1.214 orang, korban luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1
orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang dan
78.604 rumah rusak ringan. Pada tahun 2019 di Sumatera Barat telah terjadi 2
kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka sebanyak 8 orang.
Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah, sedang 5
rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).
Menurut penelitian ahli kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman
tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR diprediksi akan memicu tsunami
5

dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut. Dari hal tersebut jika
tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang maka akan
berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari materil
maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. (UU Nomor 24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan
bencana juga merupakan tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah,
organisasi, masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi
suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna, termasuk menyusun rencana
penanggulangan bencana, pemeliharaan dan pelatihan personil (Mohd Robi
Amri et al., 2016).
Praktik keperawatan bencana merupakan adaptasi dari keterampilan
keperawatan professional dalam mengenali dan memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional keperawatan akibat suatu bencana. Tujuan keseluruhan dari
keperawatan bencana adalah untuk mencapai tingkat kesehatan terbaik bagi
orang-orang dan komunitas yang terlibat dalam bencana. Pelaksanaan praktek
profesi dilaksanakan melalui tahapan antara lain : observasi fisik lingkungan,
penyebaran kuesioner untuk memperolaeh data kejadian bencana pada
msyarakat, musyawarah masyarakat pertama untuk menindak lanjuti hasil
survei dan kuesioner (hasil angket), implementasi kegiatan sesuai dengan
rencana yang telah disepakati oleh masyarakat dan musyawarah masyarakat
kedua untuk menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang telah direcanakan
Praktik keperawatan bencana pada mahasiswa profesi Unand
dilakukan di RW.009 Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah
Kota Padang mulai tanggal 29 November 2021 sampai 1 Januari 2022.
Kecamatan Koto tangah berada pada 00 o58 Lintang Selatan dan 99036’40”-
100021’11” Bujur Timur, dengan curah hujan 371 mm/Tahun dan terletak 0-
1.600 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 232,25 km 2.
Mayoritas masyarakat di Pasia Nan Tigo bekerja sebagai nelayan.
6

Berdasarkan data dari kementrian dalam negeri RI Direktorat Jendral


Bina Pemerintah Desa, Pada Kelurahan Pasie Nan Tigo ditemukan 2.000 Ha
desa/kelurahan dengan rawan banjir, dan 2.512.000 Ha desa/kelurahan
dengan rawan Tsunami, dan 2.512.000 Ha desa/kelurahan dengan rawan jalur
gempa. Pada saat survey yang dilakukan pada tanggal 3 November 2021 di
RW.009 Kelurahan Pasie Nan Tigo ditemukan, dan berdasarkan hasil
wawancara ke beberapa warga, warga mengatakan sering terjadi bencana
seperti gempa, banjir dan angin topan.
Partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana dapat
diwujudkan dengan Pendidikan Kebencanaan. Melalui pendidikan
kebencanaan, mayarakat yang tinggal di daerah rawan ancaman bencana
mempunyai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tentang kesiapsiagaan
bencana dan tanggap darurat bencana (Sunartoet.al., 2010).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari laporan ini
adalah “Bagaimana tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi, tsunami,
dan banjir pada RW 009 Kelurahan Pasie Nan Tigo ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengatahui tingkat kesiapsiagaan bencana gempa bumi, tsunami,
dan banjir pada RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan informasi tentang data-data bencana yang
terdapat RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo.
b. Menjelaskan bencana yang terdapat di RW 009 Kelurahan
Pasie Nan Tigo berdasarakan data-data yang sudah
dikumpulkan
7

D. Manfaat
1. Bagi Masyarakat
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini dapat dijadikan pedoman
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan
kedepannya guna mengatasi masalah kesiapsiagaan bencana di RW
009 Kelurahan Pasie Nan Tigo.
2. Bagi Pihak Terkait (Lintas Program dan Sektoral)
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini dapat dijadikan data maupun
bahan untuk menyusun program kerja dan kebijakan dalam bidang
kebencanaan di masa yang akan datang.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapakan laporan hasil kegiatan ini menjadi bahan perbandingan
untuk mahasiswa profesi yang akan menjalankan siklus keperawatan
bencana berikutnya dan menjadi bahan evaluasi terhadap program
atau kurikulim keperawatan bencana yang telah ditetapkan.
8

BAB II
PELAKSANAAN
A. TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP BENCANA
2.1.1 Defenisi Bencana
Bencana merupakan suatu peristiwa yang sangat ditakuti dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
oleh faktor alamdan faktor non alam maupun faktor manusia yang mana
hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, timbulnya
korban jiwa manusia, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kesalahan dan kelalaian manusia dalam mengantisipasi alam juga
termasuk dalam faktor penyebab terjadinya bencana. (Soehatman,
2010:17).
Bencana yang terjadi dapat dibagi berdasarkan sifatnya sebagai
alamiah maupun buatan manusia dan mengakibatkan penderita dan
kesengsaraan sehingga korban bencana membutuhkan bantuan orang
lain untuk memenuhui kebutuhannya. Secara lebih sederhana
pengertian bencana adalah kejadian yang membutuhkan usaha ekstra
keras, lebih dari responterhadapsituasi kedaruratan biasa. (CMHN,
2011)
Bencana dapat juga didefenisikan sebagai kondisi yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Bencana ini bias mengubah pola kehidupan dari
kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak,
menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial
masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (Bakornas,
2009).
Bencana menyebabkan gangguan kehidupan keseharian yang mana
berubahnya pola-pola kehidupan dari kondisi normal, hilangnya harta
benda dan jiwa manusia, merusak struktur social komunitas,
memunculkan lonjakan kebutuhan pribadi atau komunitas. Oleh karena
itu bencana cenderung terjadi pada komunitas yang rentan, dan akan
9

membuat komunitas semakin rentan. (Setyowati, 2010:10)

2.1.2 Penyebab Bencana


Bencana dapat terjadi secara alamiah maupun dibuat oleh
manusia. Berapa kejadian alamyang meneyebabkan bencana
antara laingunung meletus,gempa bumi, banjir bandang, angin
topan, tsunami, angin puting beliung, dan wabah. Sedangkan
kejadian buatan manusia yang menimbulkan bencana antara lain
terror bom, konflik pertikaian yang berkepanjangan.
Biasanya bencana alam disertai oleh adanya benda-benda
yang secara kimia, biologis atau fisik dapat mengancam
keselamatan, kesehatan, atau harta benda yang dimiliki manusia.
Lahar dan awan panas dari letusan gunung berapi, banjir, angin
yang menyertai topan, gas-gas berbahaya yang muncul dari
tanah akibat gempa, asap beracun akibat kebakaran dan lain-lain
adalah benda-benda yang sering menyertai bencana.

2.1.3 Proses Terjadinya Bencana

a. Non-Bencana
Telah diketahui bahwa daerah-daerah tertentu di Indonesia
cenderung mudah mengalami bencana gempa karena Indonesia
10

terletak pada jalur gempa. Kondisi non-bencana adalah kondisi


tidak ada bencana (stabil) pada lokasi rawan bencana seperti
daerah pantai atau pegunungan, daerah jalur gempa, daerah
pinggir sungai, lokasi pemukiman padat, gedung-gedung tinggi
dan lain-lain.
b. Bencana
Tahap ini meliputi 2 kondisi yaitu pra bencana (saat
diprediksi akan terjadinya bencana tetapi belum benar-benar
terjadi) dan bencana (24 jam pertama setelah terjadinya bencana).
Karakteristik fase bencana ini adalah ada tanda-tanda awal
terjadinya bencana (seperti air yang meninggi, uap panas dan
butiran batu dari kawah gunung berapi), hingga 24 jam setelah
bencana.
Untuk itu yang dilakukan adalah mengingatkan masyarakat
(peringatan, siaga I-III), mobilisasi, dan evakuasi jika perlu.
Setelah terjadinya bencana individu atau masyarakat pada area
yang terkena akan mengalami trauma dan berada pada situasi
krisis akibat perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
kehidupannya. Perubahan ini dapat menyebabkan penderitaan dan
kesengsaraan bagi individu mau pun masyarakat yang terkena.
Beberapa kondisi yang biasanya menyertai bencana antara lain
adalah kematian, kerusakan dan kehilangan harta benda, serta
perpisahan dengan orang yang dicintai.
c. Pasca bencana
Individu yang mengalami bencana dapat dipastikan akan
mengalami truma. Trauma adalah cedera fisik yang disebabkan
oleh tindakan kekerasan, kerusakan atau masuknya zat beracun ke
dalam tubuh, atau cedera psikologi akibat syok emosional yang
berat. Trauma psikologis sama pentingnya dengan trauma fisik,
bahkan dapat meninggalkan luka hati yang tak kunjung sembuh.
Kondisi trauma yang dialami korban bencana menyebabkan
11

kondisi krisis. Krisis adalah reaksi terhadap kejadian, masalah


atau pun trauma yang sangat dari individu akibat
ketidakmampuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan
yang dialami. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba akibat
sesuatu kejadian sehingga menimbulkan kegoncangan
(ketidakseimbangan) emosional merupakan kondisi yang
menandakan terjadinya krisis.
Bencana meninggalkan dampak psikologis yang bervariasi
pada individu yang terkena. Dukungan emosional sangat penting
untuk membantu individu memulai proses penyembuhannya dan
membantu mereka mengatasi penderita yang dialami akibat
bencana.
Untuk mengatasi respons krisis pasca trauma, tindakan yang akan
dilakukan yang ditunjukan pada kondisi pasca bencana meliputi
fase emergensi (segera setelah bencana) dan fase rekonstruksi
(mulai diberikan bantuan yang terkonsentrasi pada perbaikan
aspek-aspek kehidupan yaitu kebutuhan dasar manusia).

2.1.4 Respon Individu Terhadap Bencana


Dampak psikologis yang diakibatan bencana sangat bervariasi.
Faktor keseimbangan yang mempengaruhi respons individu terhadap
krisis adalah persepsi terhadap kejadian, system pendukung yang
memiliki dan mekanisme koping yang digunukan. Reaksi emosi dapat
diobsevasi dari individu yang menjadi korban. Ada 3 tahapan reaksi
emosi yang dapat terjadi setelah bencana:
1. Reaksi individu segera (24 jam) setelah bencana adalah:
a. Tegang, cemas, panic,
b. Terpaku, syok, tidak percaya
c. Gembira atau euphoria, tidak terlalu merasa menderita
d. Lelah, bingung
e. Gelisah, menangis, menarik diri
12

f. Merasa bersalah.
Reaksi ini masih termasuk reaksi normal terhadap situasi yang
abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer.
2. Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana
a. Ketakutan, waspada, sensitive, mudah marah, kesulitan tidur
b. Khawatir, sangat sedih
c. Mengulang-ulang kembali (fleshback) kejadian
d. Bersedih
e. Reaksi positif yang masih dimiliki: berharap atau berfikir
tentang masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan
menyelamatkan
f. Menerima bencana sebagai takdir
Kondisi ini masih termasuk respon yang membutuhkan tindakan
psikososial minimal.
3. Lebih dari minggu ketiga setelah bencana.
Reaksi yang diperlihatkan dapat menerapakan dan
dimanifestasikan dengan:
a. Kelelahan
b. Merasa panik
c. Kesedihan terus berlanjut, pesimis dan berfikir tidak realistis
d. Tidak beraktivitas isolasi dan menarik diri
e. Kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusin g,
letih, mual, sakit kepala, dll.
Pada sebagian korban bencana yang selamat dapat mengalami
gangguan mental akut yang timbul dari beberapa minggu hingga
berbulan-bulan sesudah bencana. Beberapa bentuk gangguan
tersebut antara lain reaksi akut terhadap stress, berduka dan
berkabung,
Gangguan mental yang terdiagnosis, gangguan penyesuaian.
Kondisi ini membutuhkan bantuan psikososial dari tenaga
kesehatan professional.
13

2.1.5 Kebijakan Dan Penanganan Bencana


Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 24 tahun
2007 tentang penanggulangan bencana yang didalamnya memuat
ketentuan umum : landasan, asas, dan tujuan: tanggung jawab dan
wewenang (pemerintah dan pemerintah daerah): kelembagaan (pusat
dan daerah), hak dan kewajiban masyarakat, peran lembaga usaha dan
lembaga internasional, penyelenggaraan penanggulangan bencana,
pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana, pengawasan,
penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan
penutup.
Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 ini sesungguhnya
merupakan kebijakan pemerintah RI yang mengikat bagi pemerintah
itu sendiri maupun seluruh masyarakat Indonesia serta lembaga donor
(asing maupun domestik) dalam hal penanggulangan bencana
Indonesia. Undang-Undang ini masih mensyaratkan beberapa
peraturan pemerintah dan peraturan lain di bawahnya namun secara
filosofis sudah memuat ketentuan pokok penanggulangan bencana
seperti berikut ini:
a. Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang harus
dilaksanakan secara menyeluruh, terkoordinasi dan terencana
b. Badan penanggulangan bencana pusat atau daerah memiliki
tanggung jawab dalam penaggulangan bencana pada masa tanggap
darurat yang mana berperan dalam tim pelaksana ataupun pengarah
c. Hak-hak masyarakat harus diperhatikan dalam proses
penyelenggaraan penanggulangan bencana seperti pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan
keterampilan, serta partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam
hal penanggulangan bencana.
d. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan pada tahap
14

prabencana, saat tahap tanggap darurat, dan pasca bencana yang


masing-masing mempunyai karakteristik penanganan yang
berbeda.
e. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap tanggap
darurat didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan
daerah (APBN/APBD) juga didukung dengan dan siap pakai yang
pertanggung jawabannya dilakukan melalui mekanisme khusus.
f. Penyelenggaraan penanggulangan bencana diawasi oleh
pemerintah dan masyarakatagar tidak terjadi penyimpangan.
g. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam konteks undang-
undang ini memuat sanksi pidana dan perdata agar ditaati dan
menimbulkan efek jera bagi para pihak yang berbuat lalai atau
sengaja yang karena perbuatannya menimbulkan bencana
(Efendi,2009).

2.1.6 Kelompok Rentan Bencana


Memahami secara utuh batasan tentang bencana dan fokus
konseptual penanggulangan bencana adalah manusia yang potensial
sebagai korban, maka dua hal mendasar yang perlu menjadi fokus
utama adalah mengenali kelompok rentan (vulnerable group) dan
meningkatkan kapasitas masyarakat sebagai subjek penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
Kerentanan adalah suatu perilaku atau keadaan manusia yang
menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman
dari potensi bencana untuk mencegah, menjinakkan, mencapai
kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu. Kerentanan ini
bias ditimbulkan oleh berbagai macam penyebab yang mana
mencakup kerentanan fisik, ekonomi, sosial, dan perilaku.
Dalam undang-undang penanggulangan bencana pasal 55 dan
penjelasan pasal 26 ayat 1, disebutkan bahwa masyarakat rentan
bencana adalah masyarakat yang memerlukan bantuan karena keadaan
15

yang dihadapi seperti bayi, balita, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui,
penyandang cacat, dan lanjut usia.Secara umum, kerentanan
masyarakat dalam menghadapi bencana dapat dikelompokkan menjadi
berikut:
a. Kerentanan Fisik
Kerentanan masyarakat dalam menghadapi ancaman dalam bahaya
tertentu, seperti kekuatan bangunan rumah untuk masyarakat yang
tinggal di daerah yang rawan bencana.
b. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi masyarakat dalam pengalokasian sumber
daya untuk pencegahan atau mitigasi dalam penanggulangan
bencana. Pada umumnya, masyarakat yang kurang mampu lebih
beresiko terhadap bahaya karena tidak punya kemampuan finansial
yang memadai dalam melakukan upaya pencegahan atau mitigasi
bencana.
c. Kerentanan Sosial
Suatu kondisi sosial dimana ancaman dan resiko bencana pada
masyarakat dilihat dari aspek pendidikan dan pengetahuan.
d. Kerentanan Lingkungan
Suatu keadaan dimana ancaman dan resiko bencana dilihat dari
lingkungan disekitar tempat tinggal masyarakat. Misalnya
masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan atau lereng bukit
lebih rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor, sedangkan
masyarakat yang berada di daerah yang sulit mendapatkan air akan
rentan terhadap bencana kekeringan (Efendi, 2009).
2.1.7 Penanggulangan Bencana
Dalam Bidang Kesehatan Dilihat dari faktor resiko yang terjadi,
maka penanggulangan bencana dari bidang kesehatan bisa dibagi
menjadi 2 aspek yaitu aspek medis dan aspek kesehatan masyarakat.
Pengendalian penyakit dan menciptakan kesehatan lingkungan adalah
salah satu bagian dari aspek kesehatan masyarakat. Pelaksanaannya
16

tentu harus melakukan kerjasama dengan sektor dan program terkait.


Berikut ini beberapa ruang lingkup dalam pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan pada fase bencana dan pasca bencana:
a. Sanitasi Darurat
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam sanitasi darurat yaitu dengan
penyediaan dan pengawasan air bersih, kualitas tempat
pengungsian, serta pengaturan limbah sesuai standar. Peningkatan
resiko penularan penyakit dipengaruhi juga oleh kekurangan
kualitas atau pun kuantitas.
b. Pengendalian Vektor
Keberadaan vector bisa diakibatkan karena tempat pengungsian
berada pada kategori tidak ramah. Timbunan sampah dan
genangan air yang merupakan hal yang utama dalam peningkatan
perindukan vector. Maka kegiatan pengendalian vector yang dapat
dilakukan dalam hal tersebut adalah fogging, larva siding, dan
manipulasi lingkungan.
c. Pengendalian Penyakit
Bila terdapat peningkatan kasus penyakit, terutama yang
berpotensi KLB, maka hal yang harus dilakukan adalah
pengendalian melalui intensifikasi penatalaksanaan kasus serta
penanggulangan faktor resikonya. Penyakit ISPA dan Diare
merupakan penyakit yang memerlukan perhatian khusus.
d. Imunisasi Terbatas
Yang rentan terkena penyakit pada umumnya adalah pengungsi,
terutama orang tua, ibu hamil, bayi dan balita. Imunisasi campak
perlu diberikan pada bayi dan balita bila dalam catatan program
daerah tersebut belum mendapatkan crash program campak.
e. Surveilans Epidemiologi
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh informasi epidemiologi
penyakit potensi KLB dan faktor risiko. Penentuan pengendalian
penyakit diperoleh dari informasi epidemiologi. Informasi
17

epidemiologi yang harus diperoleh melalui kegiatan surveilans


epidemiologi adalah: penyakit menular, reaksi sosial, pengaruh
cuaca, perpindahan penduduk, makanan dan gizi, kesehatan jiwa,
persediaan air dan sanitasi, kerusakan infrastruktur kesehatan
(Efendi, 2009).
2.1.8 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana
Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana (UU No. 24 tahun 2007):
a. Cepat dan tepat
Prinsip cepat dan tepat merupakan hal yang harus dilaksanakan
dalam melakukan penanggulangan bencana
b. Prioritas
Yang harus dilakukan dalam melakukan penanggulangan bencana
adalah menyelamatkan jiwa manusia dan penolongan harus bersifat
prioritas.
c. Koordinasi dan Keterpaduan
Penanggulangan bencana harus dilakukan dengan kerjasama dan
koordinasi yang baik dan saling mendukung antar pihak yang ikut
terlibat.
d. Berdayaguna dan berhasilguna
Kegiatan penanggulangan bencana harus mempunyai tujuan
mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang tenaga,
biaya dan waktu yang berlebihan, dari itu barulah kegiatan bisa
dikatakan berhasil dan berdaya guna.
e. Transparansi dan akuntabilitas
Penanggulangan bencana pada dasarnya membutuhkan biaya yang
cukup besar maka dari itu harus dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dana yang digunakan harus dapat
dipertanggungjawabkan karena mengingat sumber dana berasal
dari berbagai pihak termasuk pemerintah maupun swasta. Dan
harus meyakinkan semua elemen masyarakat bahwa kegiatan
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan bisa
18

dipertanggungjawabkan.
f. Kemitraan
Dalam kegiatan penanggulangan bencana kemitraan dan kerjasama
harusdibentuk terutama kepada masyarakat dan pemerintahan.
Kemitraan dan kerjasama ini harus konsisten dan memiliki sifat
berkesinambungan, karena jika ada pihak yang tidak mendukung
kegiatan maka akan menimbulkan akibat yang mungkin tidak
menguntungkan dalam penanganan bencana.
g. Pemberdayaan
Yang terpenting dalam penanganan bencana adalah pemberdayaan
masyarakat karena dapat mendukung dan meminimalisir
kemungkinan yang akan menimbulkan kerugian dalam pelaksanaan
kegiatan.
h. Non diskriminatif
Sudah sewajarnya jangan melakukan atau memberikan perlakuan
yang berbeda dalam kegiatan penanganan bencana karena akan
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.
i. Non proletisi
Ada beberapa hal yang sering dilanggar oleh suatu lembaga dalam
memberikan bantuan kepada korban bencana yaitunya
menyebarkan keyakinan atau agama yang mereka anut.
2.1.9 Jenis Kegiatan Siaga Bencana
Ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan oleh perawat dalam
situasi tanggap bencana:
a. Pengobatan dan pemulihan kesehatan fisik
Adanya korban ketika terjadinya bencana merupakan hal yang
sangat mungkin kita jumpai baik kerusakan tempat tinggal, korban
meninggal dunia, korban luka-luka. Pengobatan dari tim kesehatan
merupakan halyang paling dibutuhkan oleh korban bencana.
Pengobatan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik,
Pemberian obat, perawatan luka, dan pengobatan lainnya sesuai
19

dengan kompetensi keperawatan.


b. Pemberian Bantuan
Selain memberikan pengobatan perawat juga dapat membantu
dalam melakukan aksi penggalangan dana untuk korban bencana.
Bisa dilakukan dengan menghimpun dana yang didapat dari
berbagai kalangan dalam bentuk makanan, Uang, obat-obatan,
keperluan sandang dan lain sebagainya. Perawat bisa langsung
memberikan bantuan dilokasi bencana dengan cara mendirikan
posko khusus perawat. Dalam kegiatan ini ada hal yang harus
difokuskan yaitu pemerataan bantuan di tempat bencana sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh korban bencana, sehingga tidak ada
lagi korban yang tidak mendapatkan bantuan dikarenakan bantuan
yang menumpuk atau pun tidak tepat sasaran.
c. Pemulihan Kesehatan Mental
Korban akibat bencana pasti akan mengalami trauma psikologis
yang diakibatkan atas kejadian yang menimpanya. Trauma yang
muncul dapat berupa kesedihan, ketakutan dan kehilangan. Trauma
ini banyak menimpa Ibu-ibu dan anak-anak yang sedang dalam
masa pertumbuhan. Jika hal tersebut berkelanjutan maka akan
mengakibatkan stres lebih berat dan juga dapat menimbulkan
gangguan mental. Pemulihan mental merupkan hal yang
dibutuhkan oleh korbandan pemulihannya dapat dilakukan oleh
perawat. Pada orang dewasa pemulihan dapat dilakukan dengan
kegiatan sharing atau mendengarkan semua keluhan yang dihadapi
korban. Kemudian perawat memberikan sebuah solusi dan
memberikan semangat agar korban dapat bangkit. Sedangkan pada
anak-anak mengingat sifat lahiriyah mereka adalah bermain maka
bisa dengan mengajaknya bermain dan mengembalikan
keceriaannya.
d. Pemberdayaan Masyarakat
Memburuknya kondisi daerah akibat bencana menimbulkan sifat
20

patah arah dalam menentukan kelanjutan hidup pada korban


bencana. Yang mana mereka kehilangan harta benda akibat
bencana tersebut. Untuk mewujudkan tindakan diatas perlu adanya
beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang perawat,
diantaranya:
- Perawat Harus Memiliki Skill Keperawatan Yang Baik Dalam
melakukan penanganan bencana perawat harus mempunyai skill
keperawatan yang baik karena dengan skill itulah akan mampu
memberikan pertolongan yang optimal.
- Perawat Harus Memiliki Jiwa Kepedulian Yang Tinggi
Pemulihan daerah atau lingkungan akibat bencana
membutuhkan sikap peduli dari setiap elemen masyarakat
terutama pemerintah setempat dan juga termasuk perawat.
kepedulian seorang perawat bisadalam bentuk sikap empati dan
mau berkontribusi secara maksimal dalam segala situasi
bencana.
- Perawat Harus Memahami Manajemen Siaga Bencana Dalam
keadaan bencana membutuhkan penanganan yang berbeda,
Manajemen yang baik adalah hal yang paling utama yang perlu
dibentuk agar segala tindakan yang dilakukan dapat efektif dan
tidak sia-sia.
2.1.10 Mekanisme Penanggulangan Bencana
Mekanisme penanggulangan bencana mengacu pada UU No 24
Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan
Pemerintah No.21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana. Dari peraturan perundang-undangan
tersebut, dinyatakan bahwa mekanisme penanggulangan bencana
dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu :
1. Fungsi BPBD Pada pra bencana bersifat koordinasi dan
pelaksana
2. Pada saat darurat bersifat koordinasi, komando dan pelaksana
21

3. Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana

A. Pra Bencana
Pada fase pra bencana setiap lembaga atau jajaran pers dapat
memainkan perannya sebagai pendidik publik melalui penyuluhan
yang disajikan secara terencana, priodik, populer, digemari dan
mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik
dengan target antara lain :
1. Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang
bencana, mekanisme penanggulangan bencana, langkah-
langkah penanganan yang perlu dengan cepat dan tepat untuk
meminimalisasi korban serta kerusakan lingkungan ataupun
kehilangan harta benda.
2. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui
pembinaan yang dapat dilakukan oleh lembaga swasta atau
pemerintah yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat
terhadap potensi, jenis dan sifat bencana.
3. Rencana pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang.
4. Pelestarian lingkungan.
a. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan pada fase pra
22

bencana dapat berupa:


Pendidikan dengan tujuan peningkatan kesadaran bencana
- Persiapan teknologi tahan bencana
- Latihan penanggulangan bencana
- Membangun sistem sosial yang tanggap bencana
- Merumuskan kebijakan-kebijakan penanggulangan
bencana.
b. Prosedur dan Tahapan Penanggulangan
Pada Fase Pra Bencana:
- Merencanakan dan melakukan kegiatan Ronda
(pemantauan, melalui informasi dan dengan
komunikasi).
- Mengamati perkembangan bencana dengan saling
memberikan informasi dan komunikasi.
- Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan tanda
bahaya: Kentongan, sirine, peluit atau apa yang
disepakati.
- Merencanakan dan mensosialisasikan kesepakatan jalur
dan tempat pengungsian evakuasi: Disepakati jalur dan
tempat yang akan digunakan untuk penyelamatan.
Mensosialisasikan tentang kesiapan masing-masing
keluarga: Yang perlu diselamatkan adalah surat-surat
berharga, ternak, pakaian secukupnya.
c. Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat/Komunitas yang
Ada Pada Fase Pra Bencana:
- Perangkat Komunikasi & Informasi
a.) Peralatan komunikasi (HT, Telpon Dll)
b.) Denah jalur pengungsian yang bisa dipahami dan
dimengerti oleh masyarakat.
c.) Alat pemberitahuan adanya bahaya yang disepakati
(kentongan atau sirene)
23

d.) Tempat pengungsian yang telah disepakati


e.) Sosialisasi bencana melalui selebaran, penyuluhan,
pelatihan sederhana.
f.) Menginformasikan bahaya merapi.
- Membantu Pengorganisasian Masyarakat
a) Siskamling dan pengamatan bencana
b) Kerjasama dengan perangkat desa setempat seperti
PEMDA, LSM
c) Mempersiapkan/membuat alat penyampai tanda
bahaya yang disepakati
d) Mempersiapkan alat bantu transportasi
e) Mempersiapkan/membuat alat bantu penerangan
(obor, senter, dll).
- Pada tahap pra bencana ini meliputi 2 keadaan yaitu:
a) Dalam situasi tidak terjadi bencana
b) Dalam situasi terhadap potensi bencana
1) Situasi Tidak Terjadi Bencana
 Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang
berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu
tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:
Perencanaan penanggulangan bencana Dalam perencanaan siaga
bencana ada lima komponen kesiapsiagaan penanggulangan bencana
yang harus dibangun kemampuannya, agar pelayanan jasa
penanggulangan bencana dapat di lakukan denganbaik. Komponen-
komponen tersebut antara lain: a. Organisasi, merupakan struktur
organisasi penanggulangan bencana, meliputi aspek pengarahan unsur,
koordinasi, komando, dan pengendalian, kewenangan, lingkup
penugasan dan tanggungjawab penanggulangan bencana. b.
Komunikasi, sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya
bencana, fungsi komando, pengendalian operasi dan koordinasi selama
24

operasi penaggulangan bencana. c. Fasilitas adalah suatu komponen


unsur, peralatan atau perlengkapan serta fasilitas pendukung lainnya
yang dapat digunakan dalam kegiatan penanggulangan bencana. d.
Pertolongan darurat adalah kegiatan yang dilakukan dengan cepat dan
tepat pada saat kejadian bencana untuk mencegah dampak buruk yang
ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, memberikan perlindungan, pemenuhan kebutuhan
dasar, pengurusan pengungsi, penyelamatan, pemberian pengobatan
serta pemenuhan sarana dan prasarana. e. Dokumentasi berupa
pendataan laporan, analisa, serta data kemampuan operasi
penanggulangan bencana guna kepentingan misi penanggulangan
bencana yang akan datang.
 Pengurangan resiko bencana Penanggulangan resiko bencana adalah
salah satu sistem pendekatan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan
mengurangi resiko yang diakibatkan oleh bencana. Tujuan utamanya
adalah untuk mengurangi resiko fatal di bidang sosial, ekonomi, juga
lingkungan alam serta penyebab pemicu bencana: PRB sangat
dipengaruhi oleh penelitian massal pada hal-hal yang mematikandan
telah di cetak dan dipublikasikan pada pertengahan tahun 1970.
Kegiatan ini seharusnya dilakukan secara berkesinambungan agar
kesiapan dalam menangani bencana dapat efektif. PRB memiliki
jangkauan sangat jelas dan memiliki cakupan yang luas dan dalam.
Dibandingkan dengan managemen penanggulangan bencana darurat
biasa, PRB dapat melakukan inisiatif kegiatan dalam segala bidang
pembangunan dan kemanusiaan.
 Pencegahan adalah bagaimana cara mencegah atau menghindar dari
bencana, kita tahu bahwa ada beberapa bencana tidak dapat dicegah,
khususnya bencana alam. Namun resiko kehilangan nyawa atau cedera
dapat dikurangi dengan rencana evakuasi yang baik, perencanaan
lingkungan yang baik dan sebagainya. Upaya pencegahan bencana ini
merupakan satu hal yang sangat penting, harus dilakukan terus menerus
25

dan berkelanjutan oleh kita semua.


 Situasi, terdapat Potensi Bencana Situasi ini perlu adanya
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana. Kegiatan – kegiatan pra bencana ini
dilakukan secara lintas sektor dan multitake holder, oleh karena itu
fungsi BNPB / BPBD adalah fungsi koordinasi.

B. Saat Bencana (Tanggap Darurat)


Tanggap darurat merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan cepat dan tepat pada saat terjadinya bencana yang bertujuan
untuk mencegah dan menangani dampak buruk yang mungkin
ditimbulkan. Tahap ini meliputi kegiatan: Penyelamatan dan
evakuasi korban maupun harta benda Pemenuhan kebutuhan dasar
Perlindungan Pengurusan pengungsi Penyelamatan dan pemberian
pengobatan.

C. Pasca Bencana (Recovery).


Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah berada proses
pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dapat
dilihat langkah apa yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait
dalam hal upaya untuk mengembalikan atau merekonstruksi
tatanan masyarakat/lingkungan sepertisemula sebelum terjadinya
bencana. Beberapa hal yang dapat dipelajari dalam kondisi pasca
bencanaini adalah kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal:
1. Penanganan korban (pengungsi)
2. Lively hoodrecovery
3. Pembangunan infrastruktur
4. Konseling trauma
5. Tindakan-tindakan preventif ke depan
6. Organisasi kelembagaan
7. Stake holders yang terlibat.
26

Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu


rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi adalah suatu perbaikan
atau pemulihan semua aspek masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah setelah terjadinya bencana dengan tujuan
utama untuk normalisasi semua aspek pemerintah dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi adalah
pembangunan kembali semua pra sarana dan sarana wilayah
setelah terjadinya bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat. Hal ini memiliki tujuan utamayaitu agar pertumbuhan
dan perkembangan kegiatan ekonomi, sosialdan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat
dalam kegiatan sehari-hari.
2.2 Manajemen Penanggulangan
Bencana Manajemen bencana adalah proses yang sistematis dimana di
dalamnyatermasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan
kemampuan dari kebijakan pemerintah, juga kemampuan komunitas dan
individu untuk menyesuaikan diri dalam rangka meminimalisir kerugian.
Tindakan-tindakan tersebut pada umumnya adalah kegiatan-kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian, pemantauan, pengarahan,
evaluasi dan pengendalian yang dapat dilakukan dalam bentuk sekumpulan
keputusan dan kebijakan alternatif maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat
operasional.
Ada tiga aspek dasar dalam manajemen bencana, yaitu:
2. Respon terhadap bencana
3. Kesiapsiagaan menghadapi bencana
4. Mitigasi efek bencana
Tujuan Manajemen bencana:
1) Meminimalisir kerugian pada individu, masyarakat, ataupun Negara
dengan tindakan dini
2) Mengurangi kerugian pada individu, kelompok masyarakat ataupun
Negara yang berupa kerugian baik berkaitan dengan orang, fisik,
27

maupun ekonomi dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi, dan


lebih efektif ketika bencana telah terjadi.
3) Mengurangi penderitaan yang terjadi pada individu dan kelompok
masyarakat yang terkena bencana. Memberikan bantuan kepada
individu dan masyarakat yang terkena bencana agar dapat bertahan
hidup dan dapat menjalani hidup baik dengan cara menghilangkan
penderitaan yang sedang dialami.
4) Memberikan informasi kepada masyarakat dan pihak berwenang
tentang resiko yang ada
5) Memperbaiki kondisi lingkungan agar individu dan masyarakat
dapat mengatasi sebuah permasalahan yang terjadi akibat bencana.
Manajemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam
setiap tindakan yang akan dilakukan sebelum dan setelah
kelapangan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan landasan, yaitu:
a. Mempersiapkan suatu kegiatan yang akan dilakukan
Setelah mengetahui bahwa terjadinya sebuah bencana alam
beserta situasi ditempat kejadian, hal yang dapat dilakukan
terlebih dahulu adalah memilih dan mempersiapkan bentuk
kegiatan yang akan dilakukan, seperti memberikan pertolongan
medis, memberikan bantuan kebutuhan korban, atau menjadi
tenaga relawan. Setelah kegiatan ditentukan, kemudian dilakukan
persiapan mengenai tenaga, alat-alat, dan juga keperluan yang
akan dibawa dan digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
masyarakat serta jalur yang akan ditempuh.
b. Melakukan tindakan yang telah dilakukan sebelumnya
Semua hal yang telah dipersiapkan sebelumnya harus dilakukan
padatahapan ini karena merupakan hal yang pokok dalam
kegiatan siaga bencana dengan jangka waktu yang telah
disepakati
c. Evaluasi kegiatan
d. Setelah selesai melakukan kegiatan perlu dilakukannya evaluasi
28

terhadap kegiatan yang telah dilakukan, evaluasi dapat dijadikan


sebagai acuan, masukan,introspeksi, dan pedoman melakukan
kegiatan selanjutnya agar kegiatan yang dilakukan selanjutnya
dapat berjalan lebih baik dari kegiatan sebelumnya.

2.3 Peran Perawat Dalam Manajemen Bencana


1. Peran Perawat Dalam Fase Pra Bencana
a. Mengenali adanya ancaman bahaya
b. Perawat mengikuti pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
kesiapsiagaan terhadap penanggulangan ancaman bencana
c. Melatih penanganan pertama korban bencana
d. Perawat ikut terlibat dalam lintas sektor termasuk dinas pemerintahan,
palang merah nasional, organisasi lingkungan, maupun lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi bencana
e. Perawat terlibat dalam program pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada:
1) Usaha pertolongan diri sendiri terhadap korban bencana
2) Pelatihan pemberian pertolongan pertama dalam keluarga seperti
menolong anggota keluarga dengan kecurigaan patah tulang,
perdarahan dan pertolongan pertama pada korban luka bakar
3) Memberikan beberapa alamat dan nomor telpon darurat seperti
pemadam kebakaran, Rumah Sakit dan Ambulance
4) Memberikan informasi tentang perlengkapan bisa dibawa dan
digunakan ketika dalam keadaan darurat
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan
dan pengungsan ataupun posko-posko bencana.
2. Peran perawat dalam Fase Terjadinya Bencana
a. Bertindak segera, cepat dan tepat
b. Perawat seharusnya tidak menjanjikan memberikan apapun kepada
29

korban bencana dengan maksud memberikan harapan


c. Berkonsentrasi penuh terhadap apa yang dilakukan
d. Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e. Untuk jangka panjang. Bersama-sama pihak yang terkait dapat
mendiskusikan dan merencanakan master plan of revitalizing,
biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.
3. Peran Perawat Dalam Fase Pasca Bencana
a. Bencana pasti memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik dan
psikologi korban
b. Stress psikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi
post traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom
dengan 3 kriteria utama: Gejala trauma yang pastidapat dikenali
Individu tersebut mengalami gejala ulang terutama melalui ingatan,
mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang menyerupai Individu akan
menunjukan adanya gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD
dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan
gangguan memori.
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerjasama dengan lintas sektor menangani masalah kesehatan
masyarakat paska bencana serta mengoptimalkan dalam mempercepat
fase pemulihan (recovery) menuju keadaan seperti sebelum bencana
yang sehat dan aman

b.2 KONSEP GEMPA BUMI, BANJIR, DAN TSUNAMI


A. Gempa Bumi
1. Pengertian Gempa Bumi
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi
dari dalam perut bumi secara tiba-tiba,sehingga menciptakan
gelombang seismik, yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada
kerak bumi (Anies, 2018).
2. Sifat Gempa Bumi
30

Adapun sifat dari gempa bumi menurut Anies (2018), sebagai berikut:
a. Secara geografis, distribusinya terstruktur terdapat daerah gempa
bumi atau dengan gempa bumi yang besar
b. Melepaskan energi yang sangat besar. Pelepasan energi bisa terjadi
di benua (daratan) maupun dilautan, pelepasan energi dilautan
menyebabkan tsunami.
c. Datang secara berkelompok baik terhadap waktu maupun ruang
d. Kedalam fokus (titik api) gempa bervariasi sampai 700 km
e. Distribusi frekuensi gempa merupakan fungsi dari ke dalam fokus
namun tidak seragam terhadap kedalam maupun geologis
3. Penyebab Gempa Bumi
a. Aktivitas gunung berapi yang meningkat
b. Pelepasan energi karena konsentrasi tegangan tinggi pada kerak
bumi.
c. Pergerakan terus menerus dari magma dan cairan yang bersifat
hidrotermal (peka terhadap panas) di bawah gunung berapi.
d. Aktivitas magma pada gunung berapi dapat menimbulkan gempa.
e. Pergeseran lempeng tektonik, sehingga biasa disebut gempa
tektonik.
4. Dampak Gempa Bumi
Bencana Gempa bumi dapat mengakibatkan trauma psikis atau mental.
Ternyata bencana gempa bumi tidak hanya mengakibatkan kerusakan
fisik atau bangunan, harta benda, dan jiwa manusia, tetapi juga kondisi
kejiwaan bagi para korban. Akibat bencana tersebut,sebagian besar
korban dapat mengalami penderitaan gangguan psikologis berupa
trauma(Anies, 2018)
5. Akibat Gempa Bumi
Menurut Anies (2018) dan Kusumasari (2014), beberapa akibat dari
gempa bumi adalah sebagai berikut :
a. Goncangan dan retakan tanah: hal ini dapat mengakibatkan
kerusakan pada bangunan, jembatan, dan infrastruktur lainnya.
31

b. Longsor: dapat menyebabkan kerusakan pada bangunan dan


infrastruktur lainnya, serta dapat menyebabkan sungai tersumbat.
c. Tsunami: menimbulkan gelombang tinggi di pantai.
d. Banjir: dapat disebabkan karena sungai tersumbat longsoran atau
jebolnya dam, tanggul atau waduk.
e. Kebakaran: guncangan gempa dapat menyebabkan kerusakan listrik
dan/atau kebocoran gas dan tumpahan kompor minyak.
f. Gunung meletus: gempa di atas 9 SR dapat memicu gunung meletus,
terutama bila pusat gempa terjadi dekat suatu gunung berapi.
6. Kebijakan Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana
Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24/2007 Tentang
Penanggulangan Bencana. Penanggulangan bencana yang diamanatkan
dalam undang-undang tersebut yaitu pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan
rekonstruksi. Semua aktivitas tersebut dilaksanakan dalam rangkaian
kerja holistik dengan kerangka menyukseskan pembangunan.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Namun
pada prinsipnya upaya penanggulangan mengacu pada siklus
manejemen bencana yang memuat upaya mitigasi, emergensi,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. Dalam UU No. 24 Tahun 2007, tujuan
yang dirumuskan adalah:
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman
bencana;
b. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;
c. Menjamin terselenggaranya penanggulangan
bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh;
d. Menghargai budaya lokal;
32

e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;


f. Mendorong semangat rasa gotong royong dan kesetia kawanan
g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Sebelum ditetapkannya Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
Tentang Penaggulangan Bencana, pemerintah melalui Bappenas telah
menyusun dokumen Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengurangan
Risiko Becana. Tujuan penyusunan rencana aksi ini adalah untuk
mendukung perumusan kebijakan dan pengawasan dalam pelaksanaan
kegiatan pengurangan risiko bencana, sehingga sasaran dokumen ini
lebih pada pengendalian kegiatan yang berkelanjutan, terarah dan
terpadu. Pelaksanaan RAN tentang pengurangan resiko bencana telah
menetapkan lima kegiatan prioritas (Disaster Preparedness Centre Asia,
2008 dalam Kusumasari,2014) sebagai berikut :
a. Memasukan pengurangan resiko bencana ke dalam kebijakan
prioritas nasional dan daerah dengan dasar kelembagaan yang kuat
untuk pelaksanaannya
b. Mengeidentifikasi, menilai, serta memantau resiko bencana dan
meningkatkan sistem peringatan dini
c. Melalui pengetahuan, inovasi dan pendidikan, membangun budaya
keselamatan dan ketahanan di semua tingkat pemerintahan dan
masyarakat
d. Mengurangi faktor–faktor resiko
e. Memperkuat kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif di
semua tingkatan.
7. Peran Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Lembaga Usaha
dalam Penanggulangan Bencana (Pujiono, 2007). Ada tiga pilar pelaku
Penanggulangan Bencana, yaitu pemerintahdan pemerintah daerah,
masyarakat, dan lembaga usaha. Peran ketigapelaku itu diatur dalam
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Peran
pemerintah dan pemerintah daerah diatur dalam Pasal 5, Pasal 6 dan
33

Pasal 7; peran masyarakat diatur dalam Pasal 26 dan Pasal 27; dan
peran lembaga usaha di atur dalam Pasal 28 dan Pasal 29.
a. Pemerintah dan pemerintah daerah
Secara khusus tanggung jawab itu dilaksanakan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) ditingkat pemerintah pusat dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat
pemerintah daerah. Tugas BNPB antara lain (1) Memberikan
pedoman dan pengarahan terhadap PB, (2) Menetapkan standarisasi
dan kebutuhan penyelenggaraan PB, (3) Menyampaikan informasi
kegiatan kepada masyarakat, (4) Melaporkan penyelenggaraan PB
kepada Presiden 1 kaliper bulan dalam kondisi normal dan setiap
saat dalam kondisi darurat bencana, (5) Menggunakan dan bantuan
nasional dan internasional, (6) Mempertanggung jawabkan
penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), (7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, dan (8) Menyusun pedoman
pembentukan BPBD. Sementara itu tugas BPBD antara lain (1)
Memberikan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
pemerintah daerah dan BNPB terhadap Penanggulangan Bencana,
(2) Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana, (3) Menyusun, menetapkan, dan
menginformasikan peta rawan bencana, (4) Menyusun dan
menetapkan prosedur tetap Penanggulangan Bencana, (5)
Melaksanakan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di
wilayah, (6) Melaporkan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
kepada kepala daerah 1kali per bulan dalam kondisi normal dan
setiap saat dalam kondisi darurat bencana, (7) Mengendalikan
pengumpulan dan penyaluran uang dan barang, (8) Mempertanggung
jawabkan penggunaan anggaran yang di terima dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, dan (9) Melaksanakan kewajiban
lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
34

b. Masyarakat
Peran masyarakat itu terlibat pada pra bencana, saat bencana,
dan pasca bencana. Peran masyarakat pada saat pra bencana antara
lain (1) Berpartisipasi pembuatan analisis risiko bencana, (2)
Melakukan penelitian terkait kebencanaan, (3) Membuat Rencana
Aksi Komunitas, (4) Aktif dalam Forum PRB, (5) Melakukan upaya
pencegahan bencana, (6) Bekerja sama dengan pemerintah dalam
upaya mitigasi, (7) Mengikuti pendidikan, pelatihan untuk upaya
PRB, dan (8) Bekerjasama mewujudkan Desa/Kelurahan Tangguh
Bencana.
Peran masyarakat pada saat bencana antara lain (1) Memberikan
informasi kejadian bencana ke BPBD atau iInstansi terkait, (2)
Melakukan evakuasi mandiri, (3) Melakukan kaji cepat dampak
bencana, dan (4) Berpartisipasi dalam respon tanggap darurat sesuai
bidang keahliannya. Sementara itu peran masyarakat pada saat pasca
bencana adalah (1) Berpartisipasi dalam pembuatan rencana aksi
rehabilitasi dan rekonstruksi, dan (2) Berpartisipasi dalam upaya
pemulihan dan pembangunan sarana/prasarana umum.

c. Lembaga usaha
d. Peran lembaga usaha juga terlibat pada pra bencana, saat bencana
dan pasca bencana. Peran lembaga usaha pada saat pra bencana
antara lain (1) Membuat kesiapsiaagaan internal lembaga usaha
(business continuity plan), (2) Membantu kesiapsiagaan masyarakat,
(3) Melakukan upaya pencegahan bencana, seperti konservasi lahan,
(4) Melakukan upaya mitigasi struktural bersama pemerintah dan
masyarakat, (5) Melakukan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan
untuk upaya PRB, (6) Bekerjasama dengan pemerintah membangun
sistem peringatan dini, dan (7) Bersinergi dengan Pemerintah dan
Orsosmas mewujudkan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana.
Sementara itu peran lembaga usaha pada saat bencana antaralain (1)
35

Melakukan respon tanggap darurat di bidang keahliannya, (2)


Membantu mengerahkan relawan dan kapasitas yang dimilikinya, (3)
Memberikan dukungan logistik dan peralatan evakuasi, dan (4)
Membantu upaya pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan peran
lembaga usaha pada saat pasca bencana antara lain (1) Terlibat
dalam pembuatan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi, (2)
Membantu pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai dengan
kapasitasnya, dan (3) Membangun sistemjaringan pengaman
ekonomi.
8. Permasalahan Pemerintah Daerah
Dalam Manajemen Bencana Permasalahan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan manajemen bencana (Kusumasari, 2014) sebagai berikut :
1) Tahap mitigasi
(a) Kesadaran masyarakat rendah karena bencana dipandang
sebagai kehendaktuhan
(b) Rendahnya komitmen pemerintah misalnya rendahnya
visibilitas dari tujuan pemerintah dalam menangani tugas-tugas
rutin dan menolak inovasi, tekanan politik, kepemimpinan,
organisasi dan keuangan yang tidak efektif.
2) Tahap kesiapsiagaan
(a) Sistem peringatan dini tidak memadai
(b) Keterbatasan keuangan
3) Tahap respon
(a) Komunikasi dan arus informasi antar lembaga masih rendah
(b) Kesulitan dalam koordinasi, secara horizontal dan vertikal
(c) Informasi publik, seperti sistem peringatan bencana
(d) Bantuan relawan
4) Tahap pemulihan
(a) Kendala anggaran
(b) Kurangnya keahlian
(c) Perintah dan kontrol dari pemerintah pusat.
36

B. Bencana Banjir
1. Pengertian Bencana Banjir
“Banjir didefenisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat
meluapnya air yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu
wilayah dan menimbulkan kerugian fisik, sosial dan ekonomi (Rahayu
dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila
meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah
sekitarnya. Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan
paling banyak merugikan, baik dari segi kemanusiaan maupun
ekonomi” (IDEP,2007). “Banjir merupakan peristiwa dimana daratan
yang biasanya kering (bukan daerah rawa) menjadi tergenang oleh air,
hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan kondisi topografi
wilayah berupa dataran rendah hingga cekung. Selain itu terjadinya
banjir juadapat disebabkan oleh limpasan air permukaan (run off) yang
meluap dan volumenya melebihi kapasitas pengaliran sistem drainase
atau sistem aliran sungai. Terjadinya bencana banjir juga disebabkan
oleh rendahnya kemampuan infiltrasi tanah, sehingga menyebabkan
tanah tidak mampu lagi menyerap air. Banjir dapat terjadi akibat
naiknya permukaan air lantaran curah hujan yang di atas normal,
perubahan suhu, tanggul/bendungan yang bobol, pencairan salju yang
cepat, terhambatnya aliran air ditempat lain” (Ligak, 2008).
2. Jenis-Jenis Banjir
Menurut Pusat Kritis Kesehatan Kemenkes RI (2018), banjir dibedakan
menjadi lima tipe sebagai berikut:
a. Banjir Bandang
Banjir yaitu banjir yang sangat berbahaya karena bisa mengangkut
apa saja. Banjir ini cukup memberikan dampak kerusakan cukup
parah. Banjir bandang biasanya terjadi akibat gundulnya hutan dan
rentan terjadi di daerah pegunungan.
b. Banjir Air
37

Banjir air merupakan jenis banjir yang sangat umum terjadi,


biasanya banjir inter jadi akibat meluapnya air sungai, danau atau
selokan. Karena intensitas banyak sehingga air tidak tertampung dan
meluap itulah banjir air.
c. Banjir Lumpur
Banjir lumpur merupakan banjir yang mirip dengan banjir bandang
tapi banjir lumpur yaitu banjir yang keluar dari dalam bumi yang
sampai kedaratan. banjir lumpur mengandung bahan yang berbahaya
dan bahan gas yang mempengaruhi kesehatan makhluk hidup
lainnya.
d. Banjir Rob (Banjir Laut Air Pasang)
Banjir rob adalah banjir yang terjadi akibat air laut. Biasanya banjir
ini menerjang kawasan di wilayah sekitar pesisir pantai.
e. Banjir Cileunang
Banjir Cileunang mempunyai kemiripan dengn banjir air , tapi banjir
cileunang terjadi akibat deras hujan sehingga tidak tertampung.
3. Faktor-Faktor Penyebab Banjir
Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (2002), ‘‘faktor penyebab terjadinya
banjir dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu banjir alami dan
banjir oleh tindakan manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh
curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai,
kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat
aktivitas manusia di sebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan
perubahan-perubahan lingkungan seperti: perubahan kondisi Daerah
Aliran Sungai (DAS), kawasan pemukiman di sekitar bantaran,
rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir,
rusaknya hutan (vegetasi alami), dan perencanaan sistim pengendali
banjir yang tidak tepat’’. Peraturan Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 28 tahun 2015 tentang penetapan garis sepadan sungai
dan garis sempadan danau pada pasal 15 berbunyi untuk bangunan yang
terdapat di sempadan sungai minimal jarak rumah dari tepi sungai yaitu
38

10 meter dari tepi kiri dan kanan sungai, dan apabila sungai terlalu
dalam melebihi 3 meter maka jarak dari sepadan sungai lebih dari 10
meter.
a. Penyebab banjir secara alami
Yang termasuk sebab-sebab alami diantaranya adalah:
- Curah hujan
- Pengaruh fisiografi
- Erosi dan Sedimentasi
- Kapasitas sungai
- Kapasitas drainasi yang tidak memadai
- Pengaruh air pasang
b. Penyebab banjir akibat aktivitas manusia
Banjir juga dapat terjadi akibat ulah/aktivitas manusia sebagai
berikut:
a. Perubahan kondisi DAS
b. Kawasan kumuh dan sampah
c. Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian
d. Kerusakan bangunan pengendali air
e. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat
f. Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)
4. Daerah Rawan Banjir
Daerah rawan banjir adalah daerah yang sering dilanda banjir. Daerah
tersebut dapat diidentikasi dengan menggunakan pendekatan
geomorfologi khususnya aspek morfogenesa, karena kenampakan
seperti teras sungai, tanggul alam, dataran banjir, rawa belakang,
kipasaluvial, dan delta yang merupakan bentukan banjir yang berulang-
ulang yang merupakan bentuk lahan detil yang mempunyai topografi
datar “(Dibyosaputro, 1984). Menurut Pratomo (2008) dan Isnugroho
(2006), “Daaerah rawan banjir dapat diklasifikasikan menjadi empat
daerah, yaitu daerah pantai, daerah dataran banjir, daerah sempadan
sungai, dan daerah cekungan”.
39

5. Kegiatan Manajemen Bencana


Salah satu cara untuk menyederhanakan pemahaman terhadap kegiatan
penanggulangan bencana adalah dengan mengatur ke dalam suatu
siklus. Menurut model Stephen Bieri, sebuah modifikasi Cuny DRM
dan Mitigation Circle, siklus manajemen risiko bencana adalah:
a. Pencegahan (prevention) adalah “Langkah-langkah untuk
melakukan, menghilangkan atau mengurangi ancaman secara
drastis melalui pengendalian dan pengaturan fisik dan lingkungan.
Tindakan ini bertujuan untuk menekan sumber ancaman dengan
mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan energi atau bahan
ke daerah yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih lama”
(Smith, 1992:81)
b. Mitigasi (mitigation) adalah “tindakan fokus pada perhatian untuk
mengurangi dampak dari ancaman dan dengan demikian mengurangi
negatif dampak bencana terhadap kehidupan melalui beberapa
alternatif yang sesuai dengan ekologi. Kegiatan mitigasi mencakup
tindakan non-rekayasa seperti peraturan, sangsi dan penghargaan
untuk memaksa perilaku yang lebih cocok dan melalui informasi
untuk meningkatkan kesadaran” (ADB. 1991:41)
c. Kesiapan Tanggap Darurat (preparedness) adalah “Prediksi tentang
kebutuhan masa depan jika ada bencana keadaan darurat dan
identifikasi sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan, dan dengan
demikian membawa masyarakat di daerah bahaya untuk merespon
yang lebih baik terhadap kesiapan menghadapi bencana.
Berdasarkan pemahaman bahwa kehancuran dalam bencana tidak
dapat dihindari, tanggap darurat menempatkan beberapa pengaturan
secara efektif. Kesiapan tanggap darurat meliputi pengaturan dan
pelatihan rencana tanggap darurat untuk mengatur, menyiapkan dan
menguji sistem peringatan dini, penyimpanan dan kesiapan pasokan
kebutuhan dasar, pelatihan dan simulasi, kesiapan mekanisme alarm
dan prosedur tetap” (Flemming, 1957)
40

d. Tanggap Darurat (response) adalah “Tindakan sebelum dan setelah


bencana. Tindakan dalam tahap ini seperti identifikasi lokasi
bencana, studi cepat tentang kerusakan dan ketersediaan sumber
daya untuk menentukan dengan cepat pemenuhan kebutuhannya.
Seiring dengan itu, mungkin ada pencarian dan penyelamatan
korban, pertolongan pertama, evakuasi, tempat para pengungsi dan
fasilitas, pengiriman pasokan darurat dan obat-obatan, sumber daya
bergerak dan pemulihan fasilitator utama seperti komunikasi,
transportasi, air, dan fasilitas publik lainnya.” (BNPB, 2013)
e. Pemulihan (recovery) adalah “Tindakan yang bertujuan untuk
membantu orang mendapatkan kembali apa yang sudah hilang dan
membangun kembali kehidupan, dan untuk mendapatkan kembali
peluang mereka. Semua ini akan dicapai melalui pembangun
kembali dan memfungsikan kembali fasilitas-fasilitas, memulihkan
tingkat kemampuan sosial ekonomi mereka sama atau lebih baik dari
sebelum bencana bersama dengan penguatan ketahanan mereka
untuk menghadapi bencana di masa mendatang” (BNPB, 2013).

6. Tahapan Manajemen Bencana


Manajemen Bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan
untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga)
tahapan sebagai berikut (Hertanto, 2009):
a. Pra Bencana
- Kesiapsiagaan adalah “Serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna” (BNPB,
2013),
- “Sistem Peringatan Dini merupakan informasi-informasi yang
diberikan kepada masyarakat tentang kapan suatu bahaya
peristiwa alam dapat diidentifikasi dan penilaian tentang
41

kemungkinan dampaknya pada suatu wilayah tertentu. Peringatan


dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya
mereka yang berpotensi terkena bencana di tempat masing-
masing” (BNPB,2013)
- “Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak
yang ditimbulkan akibat suatu bencana” (BNPB,2013).
b. Saat Bencana
- Tanggap Darurat Bencana adalah “Serangkaian tindakan yang
diambil secara cepat menyusul terjadinya suatu peristiwa
bencana, termasuk penilaian kerusakan, kebutuhan (damage and
needs assessment), penyaluran bantuan darurat, upaya
pertolongan, dan pembersihan lokasibencana” (Ramli, 2010),
- “Penanggulangan bencana selama kegiatan tanggap darurat,
upaya yang dilakukan adalah menanggulangi bencana yang
terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana
memerlukan keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi
dan skala kejadian” (Ramli, 2010).
c. Pasca Bencana
- Rehabilitasi adalah “Serangkaian kegiatan yang dapat membantu
korban bencana untuk kembali pada kehidupan normal yang
kemudian diintegrasikan kembali pada fungsi-fungsi yang ada di
dalam masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah penanganan
korban bencana yang mengalami trauma psikologis” (Ramli,
2010),
- Rekonstruksi adalah “Serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan situasi seperti sebelum terjadinya bencana,
termasuk pembangunan infrastruktur, menghidupkan akses
sumber-sumber ekonomi, perbaikan lingkungan, pemberdayaan
masyarakat”. Berorientasi pada pembangunan dengan tujuan
mengurangi dampak bencana, dan di lain sisi memberikan
manfaat secara ekonomis pada masyarakat (Ramli, 2010),
42

- Prevensi adalah “Serangkaian kegiatan yang direkayasa untuk


menyediakan sarana yang dapat memberikan perlindungan
permanen terhadap dampak peristiwa alam, yaitu rekayasa
teknologi dalam pembangunan fisik” (Ramli, 2010).

C. Pengertian Tsunami
Tsunami adalah gelombang air yang sangat besar yang dibangkitkan oleh
macam-macam gangguan di dasar samudra. Gangguan ini dapat berupa
gempa bumi, pergeseran lempeng, atau gunung meletus. Tsunami tidak
kelihatan saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai
wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin
membesar. Tsunami juga sering disangka sebagai gelombang air pasang. Ini
karena saat mencapai daratan, gelombang ini memang lebih menyerupai air
pasang yang tinggi dari pada menyerupai ombak biasa yang mencapai
pantai secara alami oleh tiupan angin. Namun sebenarnya gelombang
tsunami sama sekali tidak berkaitan dengan peristiwa pasang surut air laut.
Karena itu untuk menghindari pemahaman yang salah, para ahli
Oceanografi sering menggunakan istilah gelombang laut seismik (seismic
seawave) untuk menyebut tsunami, yang secara ilmiah lebih akurat. Sebab-
sebab terjadinya gelombang tsunami yaitu, tsunami dapat dipicu oleh
bermacam-macam gangguan (disturbance) berskala besar terhadap air laut,
misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng, meletusnya gunung berapi di
bawah laut, atau tumbukan benda langit. Tsunami dapat terjadi apabila dasar
laut bergerak secara tiba-tiba dan mengalami perpindahan vertikal.
1. Penanganan atau Manajemen Bencana (Disaster Management)
Manajemen bencana adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan
kerangka kerjauntuk menolong masyarakat dalam keadaan beresiko
tinggi agar dapat menghindari ataupun pulih dari dampak bencana
(Pancawati, Heni, 2014). Tujuan dari manajemen bencana diantaranya:
a. Mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun
43

jiwa yang dialami oleh perorangan, masyarakat negara


b. Mengurangi penderitaan korban bencana
c. Mempercepat pemulihan
d. Memberikan perlindungan pada masyarakat atau pengungsi yang
kehilangan tempat ketika kehidupannya terancam.
Dari tujuan tersebut, berikut tahapan atau siklus manajemen bencana;
- Penanganan Darurat
Penanganan darurat merupakan upaya untuk menyelamatkan jiwa
dan melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan
dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat yaitu
kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada
diluar kemampuan masyarakat untuk menghadapnya dengan
sumber daya atau kapasitas yang sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap
kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung terhadap
keamanan banyak orang di dalam suatu komunitas atau lokasi.
- Pemulihan (Recovery)
Pemulihan merupakan suatu proses yang di lalui agar kebutuhan
pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:
1) Rehabilitasi: perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang
sifatnya sementara atau berjangka pendek
2) Rekonstruksi: perbaikan yang sifatnya permanen
3) Pencegahan (Prevention) Pemulihan: upaya untuk
menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya
suatu ancaman.
- Mitigasi (Mitigation)
Mitigasi merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman.
- Kesiapsiagaan (Preparedness)
Kesiapsiagaan merupakan persiapan rencana untuk bertindak
ketika terjadi (atau kemungkinan akan terjadi) bencana.
44

Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan


dalam keadaan darurat diidentifikasi atas sumber daya yang
adauntuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pencegahan ini dapat
mengurangi dampak burukdari suatu ancaman (Pancawati Heni,
2014).
2. Pemahaman Masyarakat Terhadap Bencana Tsunami
Memahami atau mengerti itu adalah salah satu hal yang berhubungan
dengan pengembangan satu pemikiran. Manusia bisa mengerti karena
berawal dari sebuah perasaan yang dia inginkan, hingga terbentuk satu
dorongan dalam perasaannya untuk mencari tahu apa yang belum dia
tahu. Sedangkan pengertian merupakan kumpulan pengetahuan yang
dimiliki, atau bisa disebut juga pemahaman. Begitulah asal mulanya
pengertian. Ini bersumber dari rasa keingintahuan dari kelima panca
indera yang kita miliki, dengan cara mendengar, melihat, yang lantas
berujung pada tindakan. Konsep masyarakat tidak berdiri sendiri, tetapi
erat hubungannya dengan lingkungan. Hal tersebut berarti bahwa ketika
seseorang berinteraksi dengan sesamanya, maka lingkungan menjadi
faktor yang mempengaruhi sikap-sikap, perasaan, perlakuan dan
kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungannya. Pemahaman penduduk
terhadap lingkungan sangat subyektif karena sangat tergantung pada
individunya tersebut dan sebagian besar proses dasar pemahaman
merupakan pengenalan terhadap sesuatu dariluar. Interaksi keruangan
ditentukan oleh pemahaman penduduk terhadap suatu obyek tertentu.
Pemahaman dapat terjadi sebagai akibat perilaku karena pemahaman
sifatnya subyektif atau tergantung individunya maka kesan ataupun
interpretasi yang terbentuk dapat negatif maupun positif terhadap suatu
obyek yang sama. Bila interpretasi atau kesan yang terbentuk positif
maka akan muncul pula sikap positif, demikian pula sebaliknya bila
interpretasi atau kesan yang terbentuk negatif maka akan muncul pula
sikap negatif. Pemahaman masyarakat tentang risiko bencana (risk
perception) dan dampak yang timbul akibat bencana tersebut
45

mempengaruhi kemampuan penduduk untuk menghadapi kemungkinan


kejadian bencana. Kemampuan penduduk untuk menghadapi suatu
bencana akan dapat mengurangi dampak yang mungkin akan timbul
akibat bencana (Daldjoeni, 1992 dalam Febriana Ika, 2012).
3. Mitigasi
Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, bahwa pengertian mitigasi dapat
didefinisikan. Pengertian mitigasi adalah serangkain upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan untuk menghadapi ancaman bencana
berdasarkan siklus penanganan bencana. Mitigasi yaitu usaha untuk
mengurangi dan atau meniadakan korban dan kerugian yang mungkin
timbul, terutama kegiatan penjinakan/peredaman (mitigasi). Dan pada
prinsipnya mitigasi harus dilakukan untuk segala jenis bencana
(baikbencana alam (natural disaster) maupun bencana akibat manusia.
Sedangkan bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat disebabkan oleh
faktor alam maupun non alam yang memunculkan korban jiwa,
kerusakan lingkungan, dan kerugian harta benda (Vetri Pramudianti,
2014). Tujuan mitigasi adalah sebagai berikut: 1
a. Mengurangi resiko penduduk (korban jiwa, kerusakan SDM)
b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana
c. Sebagai landasan (pedoman) perencanaan pembangunan.

4. Kesiapsiagaan
a. Pengertian
Kesiapsiagaan Menurut Nick Carter dalam (LIPI/UNESCO-ISDR,
2006:5) mengenai kesiapsiagaan dari suatu pemerintah, suatu
kelompok masyarakat atau individu yaitu, tindakan-tindakan yang
memungkinkan pemerintah, organisasi-organisasi, masyarakat,
komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi
bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan
46

kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana,


pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil. Menurut Sutton dan
Tierney dalam (Dodon, 2013:129) kesiapsiagaan merupakan kegiatan
yang sifatnya perlindungan aktif yang dilakukan pada saat bencana
terjadi dan memberikan solusi jangka pendek untuk memberikan
dukungan bagi pemulihan jangka panjang. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui langkah yang tepat guna dan
berdayaguna. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan dan
langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya-bahaya
alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan
adanya kejadian bahaya tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda
jika mereka terancam dan untuk memastikan respon yang efektif,
misalnya dengan menumpuk bahan pangan (Charlotte Benson dkk,
2007 dalam MPBI, 2009).

b. Tujuan Kesiapsiagaan
Menurut Gregg dalam (Dodon, 2013:129) kesipasiagaan bertujuan
untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan
pencegahan yang efektif, tepat waktu, memadai, efisiensi untuk
tindakan tanggap darurat dan bantuan saat bencana. Upaya
kesiapsiagaan juga bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya
yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa bencana dapat
digunakan secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana
menggunakannya (Sutton dan Tierney dalam Dodon, 2013:129).
c. Sifat Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan suatu komunitas selalu tidak terlepas dari aspek-aspek
lainnya dari kegiatan pengelolaan bencana (tanggap darurat,
pemulihan dan rekonstruksi, pencegahan dan mitigasi). Untuk
menjamin tercapainya suatu tingkat kesiapsiagaan tertentu, diperlukan
47

berbagai langkah persiapan pra-bencana, sedangkan keefektifan dari


kesiapsiagaan masyarakat dapat di lihat dari implementasi kegiatan
tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Pada saat pelaksanaan
pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana, harus dibangun juga
mekanisme kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan bencana
berikutnya. Selain itu juga perlu diperhatikan sifat kedinamisan dari
suatu kondisi kesiapsiagaan suatu komunitas. Tingkat kesiapsiagaan
suatu komunitas dapat menurun setiap saat dengan berjalannya waktu
dan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial-budaya, politik dan
ekonomi dari suatu masyarakat. Karena itu sangat diperlukan untuk
selalu memantau dan mengetahui kondisi kesiapsiagaan suatu
masyarakat dan melakukan usaha-usaha untuk selalu menjaga dan
meningkatkan tingkat kesiapsiagaan tersebut. (LIPI-UNESCO/ISDR,
2006:7)
d. Indikator Penilaian Kesiapsiagaan
Indikator yang akan digunakan untuk menilai kesiapsiagaan
masyarakat di turunkan dari lima para meter yang menurut
LIPIUNESCO/ISDR (2006) yaitu:
 Pengetahuan dan sikap
Parameter pertama adalah pengetahuan dan kebijakan terhadap
resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi
kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya
dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap
dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka
yang bertempat tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap
bencana alam.
 Kebijakan
Parameter kedua adalah kebijakan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Kebijakan
kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan merupakan upaya
konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana.
48

 Rencana tanggap darurat


Parameter ketiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana
alam. Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam
kesiapsiagaan, terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan
dan penyelamatan, agar korban bencana dapat diminimalkan.
Upaya ini sangat krusial, terutama pada saat terjadi bencana dan
hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah
dan dari pihak luar datang.
 Sistim peringatan bencana
Parameter ke empat berkaitan dengan system peringatan bencana,
terutama tsunami. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan
distribusi informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan
bencana ini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat
untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan
lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi, apa yang
harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan
bagaimana harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai
dengan lokasi dimana masyarakat sedang berada saat terjadinya
peringatan.
 Mobilisasi sumber daya
Parameter ke lima yaitu: mobilisasi sumber daya. Sumber daya
yang tersedia, baik sumber daya manusia (SDM), maupun
pendanaan dan sarana prasarana penting untuk keadaan darurat
merupakan potensi yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi
kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi
sumber daya menjadi faktor yang krusial. Berdasarkan lima faktor
kesiapsiagaan tersebut, LIPIUNESCO/ ISDR kemudian diturunkan
menjadi variabel yang kemudian di turunkan lagi menjadi
indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
kesiapsiagaan masyarakat.
Secara teoritis langkah-langkah yang harus dilakukan tiap individu
49

dalam kesiapsiagaan adalah: 1) Siapkan satu tas darurat yang sudah


diisi keperluan-keperluan mengungsi untuk 3 hari. Di dalam
nyatermasuk, pakaian, makanan, surat-surat berharga, dan
minuman secukupnya. Jangan membawa tas terlalu berat karena
akan mengurangi kelincahan mobilitas. 2) Selalu merespon tiap
latihan dengan serius sama seperti saat terjadinya bencana. 3)
Selalu peka dengan fenomena alam yang tidak biasa.
Untuk membaca tanda-tanda alam sebelum terjadinya tsunami
(Amien Widodo, 2011) memberikan sejumlah petunjuk
berdasarkan pengalaman tsunami-tsunami sebelumnya: a)
Terdengar suara gemuruh yang terjadi akibat pergeseran lapisan
tanah. Suara ini bisa di dengar dalam radius ratusan kilometer
seperti yang terjadi saat gempa dan tsunami di Pangandaran lalu. b)
Jika pusat gempa berada di bawah permukaan laut di kedalaman
dangkal dan kekuatan lebih dari 6 skala richter, perlu di waspadai
adanya tsunami. c) Jangka waktu sapuan gelombang tsunami di
pesisir bisa dihitung berdasarkan jarak episentrumnya dengan
pesisir. d) Garis pantai dengan cepat surut karena gaya yang
ditimbulkan pergeseran lapisan tanah. Surutnya garis pantai ini bisa
jadicukup jauh. e) Karena surutnya garis pantai, tercium bau-bau
yang khas seperti bau amis dan kadang bau belerang. f) Untuk
wilayah yang memiliki jaringan pipa bawah tanah, terjadi
kerusakan jaringan-jaringan pipa akibat gerakan permukaan tanah.
g) Dalam sejumlah kasus, perilaku binatang juga bisa
dijadikan peringatan dini terjadinya tsunami. Sesaat sebelum
tsunami di Aceh, ribuan burung panik dan menjauhi pantai,
sedangkan gajah-gajah di Thailand gelisah dan juga menjauhi
pantai.
50

A. KEGIATAN DI RW 09 KELURAHAN PASIE NAN TIGO


1. PRA BENCANA
a. Gambaran Umum Daerah Kecamatan
Kecamatan Koto Tangah merupakan salah satu kecamatan di
Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat. Kecamatan ini terletak 00°58
Lintang Selatan dan 99°36’40”- 100°21’11” Bujur Timur.
Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan ini memiliki batas
wilayah, yaitu, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang
Pariaman, sebelah selatan Kecamatan Padang Utara dan Kecamatan
Nanggalo, sebelah barat Samudera Hindia, sebelah timur Kabupaten
Solok. Kecamatan ini memiliki luas 232,25 km2, terletak 0-1.600
meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan 384,88 mm /
bulan.
Kelurahan Pasie Nan Tigo (PNT) adalah salah satu kelurahan
pesisir yang ada di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Sejak
terjadi gempa pada tahun 2009 di Kota Padang dengan kekuatan 7,6
SR menyebabkan pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir pada
umumnya mengalami penurunan. Tidak terkecuali Kelurahan PNT,
dimana dari tahun 2008, 2009 dan 2010 pertumbuhan penduduk
mengalami penurunan hingga -3,56 % (Kecamatan Koto Tangah
dalam Angka 2017). Sebagian besar mata pencaharian penduduk
adalah sebagai nelayan.

b. Gambaran Demografis Kelurahan


Kelurahan Pasie Nan Tigo merupakan salah satu dari 13
kelurahan yang ada di Kecamatan Koto Tangah yaitu : 1) Kelurahan
Balai Gadang, 2) Kelurahan Lubuk Minturun, 3) Kelurahan Aie
Pacah, 4) Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, 5) Kelurahan Koto
Panjang Ikur Koto, 6) Kelurahan Batipuh Panjang, 7) Kelurahan
Koto Pulai, 8) Kelurahan Batang Kabung Ganting, 9) Kelurahan
Bungo Pasang, 10) Kelurahan Lubuk Buaya, 11) Kelurahan Padang
51

Sarai, 12) Parapuk Tabing, 13) Kelurahan Pasie Nan Tigo, 14)
Kelurahan Sungai Lareh.
Dalam bahasa Indonesia Pasie Nan Tigo adalah pantai yang
tiga, pantai tersebut adalah Pasie Sabalah, Pasie Kandang dan Pasie
Jambak. Jadi Kelurahan Pasie Nan Tigo terbentuk dari
penggabungan tiga kelurahan, yaitu: Kelurahan Pasie Sabalah,
Kelurahan Pasie Kandang, dan Kelurahan Pasie Jambak. Kelurahan
Pasie Nan Tigo berada pada ketinggian 0 – 3 meter diatas
permukaan laut, dengan kemiringan lahan 0 – 2 %. Hal ini di-
pengaruhi oleh letak kelurahan ini yang berbatasan dengan laut,
sehingga kelurahan ini tergolong pada dataran rendah. Luas
wilayahnya secara keseluruhan adalah 593,08 Ha.

c. Batas Wilayah
Kelurahan Pasie Nan Tigo memiliki batas wilayah dengan
beberapa kelurahan. Dimana batas wilayah Kelurahan Pasie Nan
Tigo pada sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Padang Sarai.
Pada sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kelurahan Bungo
Pasang, pada sebelah timur berbatasan dengan wilayah kelurahan
Batang Kabung Ganting, dan pada sebelah barat berbatasan dengan
wilayah Samudra Indonesia. Kelurahan Pasie Nan Tigo terdiri dari
12 RW. Wilayah RW 009 merupakan RW binaan kelompok 4
dalam siklus Keperawatan bencana. Dimana batasan RW 009 ini
terdiri dari batasan bagian Selatan dengan RW 008, batas bagian
Barat dengan pantai panjang/samudra Indonesia, batas Utara dengan
RW 006, batas bagian timur dengan RW 005.

d. Lingkungan terbuka
Luas lahan RW 009 adalah ± 4 ha dengan jenis penggunaan
dominan yaitu permukiman warga. Penggunaan lahan selain sebagai
permukiman adalah kebun campuran, rawa dan pantai.
52

e. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data laporan mutasi penduduk Kelurahan Pasie
Nan Tigo RW 009 pada bulan Desember 2021. Pada RW 009 PNT,
jumlah penduduk tertinggi yaitu di RT 05 dengan jumlah penduduk
357 jiwa, sedangkan jumlah penduduk terendah yaitu di RT 03
dengan jumlah penduduk 301 jiwa.

f. Perumahan dan Lingkungan


Kondisi fisik rumah masyarakat di RW 009 pada umumnya
permanen dengan lantai terbuat dari semen. Sumber air masyarakat
di RW 009 umumnya menggunakan sumur dan beberapa rumah
warga ada juga menggunakan PDAM.

g. Tingkat sosial ekonomi


Tingkat sosial ekonomi masyarakat RW 009 dengan tingkat
sosial menengah. Dengan pekerjaan tebanyak yaitu sebesar 63%
nelayan 26% pedagang dan 11% pegawai. Dengan penghasilan rata-
rata 2-3 jt perbulan.

h. Kebiasaan
Kegiatan warga di RW 009 yaitu pada agregat remaja
berolahraga seperti volley, bola kaki dan bulutangkis, dan pada
agregat dewasa yaitu pengajian yang di lakukan di musholah Al-
Ikhlas dan masjid . Selain itu kegiatan gotong royong juga
dilaksanakan dalam sebulan sekali.
i. Transportasi
Sarana transportasi di RW 009 umumnya masyarakat
menggunakan motor dan mobil. Untuk sarana angkutan umum sejak
tahun 2000 hingga sekarang transportasi yang digunakan yaitu
mobil pick up dan ojek.
53

j. Pusat pelayanan / fasilitas umum


Sarana pendidikan yang ada di RW 009 yaitu 1 Pondok
Pesantren Putra Kanzul Ulum yang berlokasi di RT 04 dan 1 unit
Posyandu yang berlokasi di RT 02. Ketersediaan fasilitas
peribadatan sebanyak 2 unit tersebar di RT 01 dan RT 04.
Tabel 3. Jenis dan Jumlah Sarana Permukiman RW 09
Fasilitas Lokasi Jumlah
Pendidikan
Pondok Pesantren RT 01 2
Pelayanan Kesehatan
Posyandu RT 02 1
Tempat Ibadah
Masjid Nailul Selasih Amal RT 01 1
Musholah Al-Muqarrabn RT 04 1
Pusat Perbelanjaan
Minimarket RT 03 2
Warung RT 01 4
Warung RT 03 2
Warung RT 04 2
Rumah makan RT 04 3
Rumah makan RT 01 2
Sumber : Hasil Survey 2021

k. Pusat perbelanjaan
Pusat perbelanjaan di Kelurahan Pasie Nan Tigo yaitu
minimarket dan warung. Minimarket dan Warung Nan Tigo ini
terletak di pinggir pantai Kecamatan Koto Tangah. Barang-barang
yang dijual pada umumnya adalah barang-barang kebutuhan pokok..
l. Ras/suku bangsa
54

Rata-rata ras atau suku masyarakat yang ada di RW 009


adalah suku minang diantaranya ada suku caniago, suku tanjung,
suku jambak, batang mansiang dan beberapa suku-suku lainnya.
m. Agama
Mayoritas agama yang dianut masyarakat di kelurahan Pasien
Nan Tigo di RW 009 adalah agama Islam.
n. Kesehatan dan morbiditas
Masyarakat RW 009 memanfaatkan kegiatan posyandu dan
kegiatan kesehatan lainnya yang berada di lokasi RT 2.
o. Sarana penunjang
Sarana penunjang yang biasanya digunakan untuk posyandu,
posbindu, dan posyandu lansia berada di RT 02. Selanjutnya ada
pasar yang digunakan masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-
hari dan juga digunakan sebagai tempat mata pencaharian. Masjid
dan mushalla juga di gunakan sebagai sarana peribadahan dan
perkumpulan permusyawarahan.

2. PENGKAJIAN BERDASARKAN METODE SURVEY


a. Data Umum Komunitas
1. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga di kelurahan Pasie Nan Tigo di RW 009
ada sebanyak 530 responden yang terdiri dari 4 responden ibu hamil
3, Anak dan remaja 1159, 321 responden dewasa, dan 50 responden
lansia yang tersebar dalam 174 kartu keluarga.
55

Gambar: B.1a Jumlah Anggota Keluarga

2. Data Anggota Keluarga Per Agregat


a. Agregat Dewasa
1. Informasi tentang bencana alam dan Non Alam

Berdasarkan data hasil dari kuisioner dari 81% agregat


dewasa sebanyak 49,35% mengatakan “Pernah” dan 50,7%
mengatakan “ Tidak Pernah “ menerima informasi tentang
bencana alam dan non bencana alam.
2. Media Informasi Bencana
56

Berdasarkan data hasil dari kuisioner media informasi


bencana dari 81% agregat dewasa sebanyak 8,5%
mengatakan “ Penyuluhan”, 26,8% mengatakan “orang
sekitar” dan 64,8% mengatakan “ Media massa” sebagai
media informasi bencana.
3. Pemahaman tentang informasi yang diberikan

Berdasarkan data hasil dari kuisioner pemahaman informasi


yang diberikan, dari 81% agregat dewasa sebanyak 35,2%
mengatakan “ Ya” dan 64,8% mengatakan “ Tidak” paham
tentang informasi bencana yang diberikan.
4. Akibat atau Resiko dari Bencana

Berdasarkan data hasil dari kuisioner akibat dan resiko


terjadinya bencana dari 81% Agregat dewasa sebanyak 45,1%
57

mengatakan “Ya” dan 54,9% mengatakan “ Tidak “


mengetahui akibat dan resiko dari bencana.
5. Bahaya yang mengancam wilayah

Berdasarkan data hasil dari kuisioner bahaya yang mengancam


wilayah dari 81% agregat dewasa sebanyak 1% mengatakan “
Gunung meletus”, 27% mengatakan “ Banjir”, 34%
mengatakan “ Tsunami” dan 38 % mengatakan “ Gempa
Bumi”.
6. Kejadian Bencana alam yang terjadi 5th terakhir

Berdasarkan data hasil dari kuisioner adanya kejadian


bencana alam yang terjadi 5th terakhir di RW 09 Kelurahan
Pasie Nan Tigo dari 81% agregat dewasa sebanyak 31%
mengatakan “ Tidak” dan 69% mengatakan “ Ya” .
7. Bencana yang pernah terjadi dalam 5th terakhir
58

Berdasarkan data hasil kuisioner bencana alam yang pernah


terjadi dalam 5th terakhir di RW 09 Kelurahan Pasie Nan
Tigo dari 81% agregat dewasa sebanyak 3% mengatakan “
“Angin kencang”, 17% mengatakan “ Banjir dan Gempa”,
29% mengatakan “ Banjir” dan 51% mengatakan “
Gempa”.
8. Pengetahuan tentang kesiapsiagaan

Berdasarkan data hasil kuisioner pengetahuan tentang


kesiapsiagaan bencana dari 81% agregat dewasa sebanyak
4,2% mengatakan “ adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk menyiapkan diri terhadap bencana secara
tepat dan cepat”, 38% mengatakan “ kemampuan untuk
menghadapi bencana” dan 57,7% mengatakan “ Tidak
tahu”.
9. Pengetahuan tentang titik kumpul
59

Berdasarkan data hasil kuisioner pengetahuan titik kumpul


jika terjadi bencana dari 81% agregat dewasa sebanyak
22,5% mengatakan “ Ya” dan 77,55 mengatakan “ Tidak”
mengetahui tentang titik kumpul bencana.
10. Pengetahuan tentang jalur evakuasi

Berdasarkan data hasil kuisioner pengetahuan tentang jalur


evakuasi dari 81% agregat dewasa sebanyak 36,6%
mengatakan “ Ya” dan 63,4% mengatakan “ Tidak “
mengetahui tentang titik jalur evakuasi bencana.
11. Sistem dari peringatan bencana seperti sirine atau
kentongan.
60

Berdasarkan data hasil Sistem dari peringatan bencana dari


81% agregat dewasa sebanyak 32,4% mengatakan “ Ya”
dan 67,6% mengatakan “ Tidak” memiliki sirine atau
kentongan.
12. Pengetahuan tanda-tanda sebelum terjadinya tsunami

Berdasarkan data hasil kuisioner pengetahuan tentang


tanda-tanda sebelum terjadinya tsunami dari 81% agregat
dewasa sebanyak 38% mengatakan “ Ya” dan sebanyak
62% mengatakan “ Tidak” mengetahui tentang tanda-tanda
sebelum terjadinya tsunami.
13. Yang perlu dibawa saat menghadapi bencana
61

Berdasarkan data hasil kuisioner yang perlu dibawa saat


menghadapi bencana dari 81% agregat dewasa sebanyak
19,7% mengatakan “ alat penyelamat seperti (P3K, Tenda
dll), 9,9% mengatakan “ menyiapkan pintu jalur evakuasi”
dan 70,4% mengatakan “ Tidak Tahu”.
14. Barang yang perlu dibawa jika terjadi gempa bumi

Berdasarkan data hasil kuisioner barang yang akan dibawa


saat terjadi gempa bumi dari 81% agregat dewasa 9%
diantaranya mengatakan “ Barang-barang kesayangan”,
30% mengatakan “ makanan dan obat-obatan”, 30%
mengatakan “ tidak membawa barang” dan 31%
mengatakan “ membawa surat-surat tanah” saat terjadinya
gempa bumi.
15. Vaksin Covid 19
62

Berdasarkan data hasil kuisioner dari 81% agregat dewasa


67% mengatakan “ Sudah Divaksin” dan 33% mengatakan
“ Belum Divaksin”.

b. Agregat Anak dan Remaja


1. Apakah kamu mengetahui tentang bencana?

Berdasarkan diagram diatas diketahui 92.1% anak dan remaja


mengetahui tentang bencana dan 7.9% lagi tidak mengetahui
tentang bencana.
2. Darimana informasi tentang bencana alam kamu
dapatkan?
63

Berdasarkan diagram diatas diketahui 71.1% anak dan remaja


mengetahui tentang bencana dari media massa, 23% dari
penyuluhan dan sianya dari orang sekitar.
3. Apakah pernah mendapatkan pendidikan bencana
di sekolah?

Berdasarkan diagram diatas diketahui 65.8% anak dan remaja tidak


mendapatkan pendidikan tentang bencana di sekolah dan 34.2%
lagi pernah mendapatkan pendidikan tentang bencana di sekolah.
4. Jika pernah, apakah mengerti tentang informasi
yang diberikan?

Berdasarkan diagram diatas diketahui 69.6% anak dan remaja


kurang paham tentang informasi yang diberikan, 30.4% lagi
paham.
64

5. Jika terjadi bencana, apakah kamu tahu apa yang


akan dilakukan?

Berdasarkan diagram diatas diketahui 78.9% anak dan


remaja memilih melakukan evakuasi dini 15.8% menunggu
penolong datang dan sisanya memilih berdiam diri.
6. Apakah kamu tahu apa yang harus dibawa saat
menyelamatkan diri saat terjadi bencana?

Berdasarkan diagram diatas diketahui 100% anak dan remaja tidak


tahu apa yang harus dibawa saat menyelamatan diri.
7. Apakah kamu tahu atau pernah mendengar tentang
tas bencana?
65

Berdasarkan diagram diatas diketahui 92.1% anak dan remaja mendengar


tentang tas bencana dan 7.9% lagi tidak mendengar tentang tas bencana.
8. Apakah dirumahmu memiliki tas bencana?

Berdasarkan diagram diatas diketahui 100% anak dan remaja tidak


mengetahui tas bencana.
9. Vaksin Covid 19

Berdasarkan data hasil survey vaksin covid 19 72 remaja


sudah vaksin dan 28% belum vaksin.
c. Agregat Ibu Hamil
1. Apakah anda pernah mengikuti pengajaran tentang
cara menghadapi gempa bumi ?
66

Berdasarkan data kuisioner diatas, terdapat 100% ibu hamil mengatakan

tidak tau tentang cara menghadapi gempa bumi.

2. Apakah keluarga memiliki rencana untuk keadaan

darurat ?

Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, didapat 75% ibu hamil tidak
memiliki rencana untuk keadaan darurat, dan 25% ibu hamil mempunyai
rencana keadaan darurat.

3. Apakah bel atau tanda peringatan tsunami dapat

dibatalkan jika ternyata tidak terjadi tsunami ?


67

Berdasarkan hasil data kuisiner diatas, 75% ibu hamil mengatakan setuju

bel atau tanda peringatan tsunami dapat dibatalkan jika ternyata tidak

terjadi tsunami, dan 25% tidak setuju bel atau tanda peringatan tsunami

dapat dibatalkan jika ternyata tidak terjadi tsunami.

4. Apakah anda mengetahui titik pertemuan atau area aman diluar rumah

untuk berkumpul setelah gempa ?


68

Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, terdapat 100% ibu Hamil tidak

mengetahui titik pertemuan atau area aman diluar rumah untuk berkumpul

setelah gempa.

5. Jika ada pemberitahuan bencana gempa disusul tsunami, apakah anda

harus teriak dan menangis ?

Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, didapat 100% ibu hamil

mengatakan akan teriak dan menangis Jika ada pemberitahuan bencana

gempa disusul tsunami.

6. Apakah berlari keluar ruangan cukup aman agak tidak terkena

reruntuhan gempa ?
69

Berdasarkan data hasil kuisioner diatas, didapatkan sebanyak 50% ibu

hamil akan berlari keluar ruangan cukup aman agak tidak terkena

reruntuhan gempa, dan sebanyak 50% ibu hamil mengatakan tidak akan

berlari keluar ruangan

7. Apakah anda pernah memdapatkan pelajaran mengenai tsunami ?

Berdasarkan hasil kuisioner diatas, didapatkan 100% ibu hamil mengatakn

tidak pernah memdapatkan pelajaran mengenai tsunami.


70

8. Jika terjadi gempa, apakah berlindung dibawah kolong meja adalah

tindakan awal yang aman ?

Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, didapatkan 50% ibu hamil

mengatakan setuju untuk berlindung dibawah kolong meja adalah tindakan

awal yang aman, dan 50% mengatakan tidak setuju berlindung dibawah

kolong meja adalah tindakan awal yang aman.

9. Apakah badai atau puting beliung dapat menimbulkan tsunami ?


71

Berdasarkan data hasil kuisioner diatas, didapatkan 50% ibu hamil

mengatakan setuju badai atau puting beliung dapat menimbulkan tsunami,

dan 50% ibu hamil tidak setuju badai atau puting beliung dapat

menimbulkan tsunami.

10. Apakah gempa bumi terjadi setelah gunung meletus ?

Berdasarkan data hasil kuisioner diatas, 75% ibu hamil mengatakan tidak

seluruhnya gempa bumi terjadi setelah gunung meletus, dan 25% ibu

hamil mengatakan setuju setiap gempa bumi terjadi setelah gunung

meletus.

11. Apakah tsunami selalu ditandai dengan surutnya air laut ?


72

Berdasarka data hasil kuisioner diatas, didapatkan 75% ibu hamil

mengatakan tsunami selalu ditandai dengan surutnya air laut, dan 25%

mengatakan tsunami tidak selalu ditandai dengan surutnya air laut.

12. Apa saja bahaya yang mengancam wilayah di RW 09 ini ?

Berdasarkan hasil kuisioner diatas, didapatkan bahaya yang mengancam

wilayah di RW 09 ini adalah Gempa dan Tsunami.

13. Apakah ibu hamil mengetahui tentang bencana ?


73

Berdasarkan data hasil kuisioner diatas, didapatkan 75% ibu hamil tidak

mengetahui tentang bencana, dan 25% ibu hamil mengetahui tentang

bencana.

14. Informasi kesehatan ibu hamil yang dibutuhkan saat ini ?

Berdasarkan hasil data kuisioner diatas, didapatkan 100% ibu hamil

mengatakan Informasi kesehatan ibu hamil yang dibutuhkan saat ini

adalah kesiapsiagaan menghadapi bencana

15. Apakah anda mengetahui siapa yang akan dihubungi pada keadaan

darurat ?
74

Berdasarkan data kuisioner diatas, didapatkan 100% ibu hamil tidak

mengetahui siapa yang akan dihubungi pada keadaan darurat.

16.Vaksinasi Covid pada ibu hamil

Berdasarkan data hasil survey kuisioner vaksin 100 % ibu


hamil sudah divaksin.
d. Agregat Lansia

Berdasarkan data hasil dari kuesioner agregat lansia sebanyak


94,4% menjawab “Tidak Pernah” dan 5,6% menjawab
75

“Pernah“ menerima informasi tentang bencana alam dan non


bencana alam.

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


56,6% menjawab “Tidak” dan 44,4% menjawab “Ya”
mengetahui akibat atau resiko bencana.
76

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


97,2% menjawab “Tidak” dan 2,8% menjawab “Ya” terjadi
bencana di RW 09 pada 5 tahun terakhir.

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia tentang


pengetahuan kesiapsiagaan sebanyak 61,1% menjawab
“Tidak Tahu”, 30,6% menjawab “Kemampuan untuk
menghadapi bencana”, dan 8,3% menjawab serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk menyiapkan diri terhadap
bencana secara tepat dan cepat.
77

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


72,2% menjawab “Tidak” dan 27,8% menjawab “Ya”
mengetahui dimana titik kumpul jika terjadi bencana.

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


50% menjawab “Tidak” dan 50% menjawab “Ya”
mengetahui dimana jalur evakuasi jika terjadi bencana.
78

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


58,3% menjawab “Ya” dan 41,7% menjawab “Tidak”
terdapat system peringatan seperti sirine atau kentongan pada
RW 09.

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


63,3% menjawab “Ya” dan 36,1% menjawab “Tidak”
mengetahui tanda-tanda sebelum terjadinya Tsunami.
79

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia seluruhnya


menjawab “Tidak” pernah mengikuti pelatihan kebencanaan.

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia tentang


persiapan menghadapi bencana sebanyak 97,2% menjawab
“Tidak ada” dan sisanya menjawab menyiapkan pintu jalur
evakuasi.
80

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia tentang


barang dan perlengkapan apa saja yang perlu dibawa jika
terjadi bencana sebanyak 63,3% menjawab “Tidak ada”, 25%
menjawab “Surat-surat penting”, dan sisanya menjawab
“Makanan dan obat-obatan”.
81

Berdasarkan data hasil kuesioner agregat lansia sebanyak


91,7% lansia belum vaksin Covid-19 dan 8,3% sudah vaksin
Covid-19.

b) Lama Tinggal Di Komunitas


Dari 174 Kartu Keluarga sebanyak 86,8% responden tinggal di
komunitas atau di RW 009 kelurahan Pasie Nan Tigo dalam kurun
waktu lebih dari 10 tahun, sedangkan 13,2% lainnya kurang dari
waktu 10 tahun

Gambar: B.1b Lama Tinggal Di Komunitas

c) Kepemilikan Listrik
Dari 174 Kartu Keluarga ada sebanyak 99,4 % responden memiliki
listrik dirumah nya dan 0,6% tidak memiliki listrik dirumahnya.
82

Gambar: B.1c Lama Tinggal Kepemilikan Listrik

d) Kepemilikian Air Ledeng


Dari 174 Kartu Keluarga ada sebanyak 85,6% responden memiliki
sumber air yang menggunakan sumur dan sebanyak 14,4%
responden yang menggunakan PDAM.

Gambar: B.1d Kepemilikan Air Ledeng

e) Akses Layanan Kesehatan


Sebanyak 98,3 % responden dari 174 Kartu Keluarga memiliki
akses ke layanan kesehatan mungkin berupa alat transportasi atau
biaya yang dapat menghubungkan masyarakat dengan layanana
kesehatan. Lalu ada sebanyak 1,7% responden tidak memiliki akses
ke layanan kesehatan.
83

Gambar: B.1e Akses Layanan Kesehatan

f) Akses ke Sekolah
Sebanyak 96,6 % responden dari 174 Kartu Keluarga memiliki
akses ke sekolah. Lalu ada sebanyak 3,7% responden tidak memiliki
akses ke sekolah.

Gambar: B.1f Akses ke Sekolah

g) Kepemilikan Tanah
Dari 174 Kartu Keluarga terkait kepemilikan tanah di komunitas
atau di RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo 66,1% memiliki
kepemilikan tanah, sedangkan 33,9% lainnya tidak memiliki
kepemilikan tanah.
84

Gambar: B.1g Kepemilikan Tanah


h) Kontribusi Masyarakat Terhadap Situasi di
Komunitas
Dari 174 Kartu Keluarga sebanyak 71,3% mengatakan bahwa
mereka setuju terlibat dan berkontribusi terhadap situasi yang
terjadi di wilayah tempat tinggal mereka baik dibidang kesehatan,
ekonomi ataupun sosial. Sebanyak 22,4 % responden mengatakan
tidak tahu apakah mereka benar terlibat dalam komunitas ini dan
6,3% responden mengatakan sangat setuju.

Gambar: B.1h Kontribusi Masyarakat Terhadap Situasi di


Komunitas

i) Komitmen Keadaan yang Lebih Baik dari


Masyarakat
85

Dari 174 Kartu Keluarga sebanyak 77% responden mengatakan


mereka mau berkomitmen untuk keadaan yang lebih baik dari
masyarakat, lalu 0,7% responden mengatakan mereka tidak setuju
dan 14,9% mengatakan mereka tidak tahu karena mereka merasa
tidak terlalu berpartisipasi dalam komunitas ini dan 7,4% responden
mengatakan sangat setuju.

Gambar: B.1i Komitmen Keadaan yang Lebih Baik dari


Masyarakat

j) Komitmen Mencapai Harapan ke Depan


Dari 174 Kartu Keluarga yang didata sebanyak 75,9% responden
mengatakan mereka setuju bahwa masyarakat berkomitmen untuk
mencapai harapan kedepan lalu sebanyak 15,5 % responden
mengatakan bahwa mereka tidak tahu dan 8% mengatakan sangat
setuju dengan pernyataan tersebut
86

Gambar: B.1j Komitmen Mencapai Harapan ke Depan

k) Usaha untuk Mencegah Bencana


Dari 174 Kartu Keluarga yang didata sebanyak 74,1% responden
mengatakan bahwa masyarakat di wilayah ini setuju berusaha
mencegah bencana dan 9,2% mengatakan mereka sangat setuju, lalu
sebanyak 16,1% mengatakan mereka tidak tahu.

Gambar: B.1k Usaha untuk Mencegah Bencana

l) Bencana yang Terjadi 5 Tahun Terakhir


Dari 174 Kartu Keluarga yang didata sebanyak 51,7% responden
mengatakan bahwa mereka terkena bencana. Lalu untuk bencana
yang dialami yaitu sebanyak 48,2% menjawab gempa bumi dan
sebanyak 50,6% menjawab banjir, lalu 11,5% menjawab tidak tahu.
87

Gambar: B.1l Bencana yang Terjadi 5 Tahun Terakhir

m) Kesiapan Masyarakat dalam Menghadapi


Bencana
Sebanyak 8,6% responden dari 174 Kartu Keluarga mengatakan
bahwa mereka tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi bencana,
32,2% mengatakan memiliki persiapan. Lalu sebanyak 59,2%
mengatakan bahwa mereka tidak tahu mengenai kesiapan dalam
menghadapi bencana

n) Pemberi Informasi Mengenai Bencana


Sebanyak 43,1% responden mengatakan bahwa mereka tidak
mendapatkan informasi mengenai bencana dalam setahun terakhir,
88

25,9% mendapatkan informasi dari camat,lurah da RW/RT, 18,4%


mendapat informasi anggota masyarakat terlatih, lalu sebanyak 8%
mengatakan bahwa mendapatkan informasi lainnya.

o) Media Informasi Selama Setahun Terakhir


Sebanyak 81,6% responden mengatakan bahwa mereka
mendapatkan informasi mengenai bencana dari luar masyarakat
selama setahun terakhir yaitu radio, televisi dan internet. Sebanyak
14,4% responden mengatakan bahwa mereka tidak ada
mendapatkan informasi mengenai bencana.

p) Rute Evakuasi
Sebanyak 70,7% responden mengatakan bahwa mereka tau
mengenai rute evakuasi namun ada sebanyak 50% responden
memiliki respon tidak jelas terkait kemana rute evakuasi tersebut.
89

q) Titik Pertemuan atau Area Aman


Teridentifikasi
Sebanyak 45,4% responden mengatakan bahwa mereka tidak tahu
mengenai titik pertemuan atau area teridentifikasi dan 27%
responden mengatakan tahu. Namun sebanyak 27,6% mengatakan
tidak ada mengenai titik pertemuan atau area aman teridentifikasi.

r) Pelatihan Terhadap Kebencanaan


Sebanyak 71,3% responden mengatakan bahwa mereka tidak pernah
mengikuti pelatihan p3k, 27,6% responden mengatakan bahwa
mereka tidak tahu latihan simulasi bencana atau latihan evakuasi,
sebanyak 1,1% responden mengatakan bahwa mereka mengikuti
melakukan pertemuan kesiapsiagaan bencana
90

s) Barang yang Akan dibawa saat Evakuasi


Sebanyak 43,3% responden akan membawa P3K saat evakuasi jika
terjadi bencana dan sebanyak 24,1% responden akan membawakan
makanan dalam kemasan atau kaleng saat evakuasi jika terjadi
bencana, lalu sebanyak 20,1% responden memilih membawa uang
dan 8% memilih membawa selimut ketika terjadi bencana.

t) Tidakan untuk Mengurangi Risiko Terkena


Dampak Bencana
Sebanyak 32,2% responden mengatakan bahwa mereka tidak pernah
terpikir untuk mengambil tindakan untuk mengurangi risiko terkena
dampak dari bencana banjir. Sebanyak 18 % responden mengatakan
mereka tidak tahu apa tindakan untuk mengurangi risiko terkena
dampak dari bencana banjir.
91

b. Data Lansia
1. Jumlah Lansia di Masing-masing RT
Jumlah sample lansia yang ada di RW 009 Kelurahan Pasie Nan
Tigo ada sebanyak 20 orang yang masing-masing tersebar di
keempat RT, jumlah lansia terbanyak berada pada rt 01 yaitu
sebnyak 72,4%

2. Dengan Siapa Lansia Tinggal


Sebanyak 83,9% lansia mengatakan bahwa mereka tinggal
bersama keluarga, sebanyak 11,5% lansia tinggal bersama
pasangan dan sebanyak 4,7% lansia tinggal sendiri
92

3. Kegiatan Sehari-hari
Sebanyak 79,3% lansia mengatakan kegiatan mereka banyak
bekerja dan ada sebanyak 19,7 % lansia mengatakan mereka hanya
dirumah

4. Cara Menghindari Resiko Bencana


Sebanyak 53,6% mengatakan salah bahwa mereka tetap menunggu
didalam rumah ketika terdapat bencana banjir dan 46,4%
mengatakan bahwa benar bahwa mereka tetap menunggu di dalam
rumah ketika bencana banjir
93

5. Saat Terjadi Gempa Apa yang Dilakukan


Sebanyak 78,2 % lansia mengatakan pada saat terjadi gempa bumi
mereka lebih memilih untuk berlari keluar dan sebanyak 21,8%
mengatakan bahwa mereka tetap berada didalam bangunan ketika
terjadi gempa. Dan sebanyak 75,4% lansia mengatakan mereka
dapat berlari sendiri keluar tanpa bantuan orang lain saat terjadi
gempa bumi dan sebanyak 24,6% lansia mengatakan bahwa
mereka tidak dapat berlari keluar saat terjadi bencana tanpa
bantuan orang lain. Orang yang membantu lansia keluar rumah
saat terjadinya bencana alam adalah anak, pasangan atau anggota
keluarga yang lain.
94

3. Analisa Data
DATA Masalah Keperawatan
Agregat Dewasa Defisiensi Pengetahuan b.d Kurang
1. Dari jumlah agregat dewasa terpaparnya informasi d.d
sebanyak 32 jiwa 77,5% ketidakdekuatan pemberian informasi
tidak mengetahui titik tentang kesiapsiagaan bencana di Rw 09
kumpul serta 63,4% Kelurahan pasie Nan Tigo
diantaranya tidak
mengetahui jalur evakuasi di
Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo
2. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa 50,7%
tidak mengetahui informasi
tentang bencana di Rw 09
Kel. Pasie Nan Tigo
3. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa 64,8%
mengatakan tidak paham
tentang informasi bencana
4. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa
mengatakan bencana alam
yang mengancam Rw 09
38% mengatakan gempa
bumi, 27% mengatakan
banjir dan 34% mengatakan
tsunami
5. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa
mengatakan bencana yang
terjadi dalam 5 tahun
95

terakhir 51% mengatakan


gempa, 29% mengatakan
banjir,3% mengatakan angin
kencang
6. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa 67,6
tidak ada sistem peringatan
sirine/kentongan
7. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa 62%
mengatakan tidak tahu tanda
tanda sebelum terjadi
tsunami
8. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa 70,4%
mengatakan tidka tahu
tentang barang yang perlu
dibawa saat bencana
9. Dari jumlah agregat dewasa
sebanyak 373 jiwa
diantaranya mengatakan
barang yang dibawa saaat
terjadi bencana 32%
membawa dokumen
penting, 33,8% mengatakan
tidak membawa barang
Agregat Anak dan Remaja Defisiensi Pengetahuan b.d Kurang
1. 65.8% anak dan remaja terpaparnya informasi d.d
tidak mendapatkan ketidakdekuatan pemberian informasi
pendidikan tentang tentang kesiapsiagaan bencana di Rw 09
bencana di sekolah dan Kelurahan pasie Nan Tigo
96

69.6% anak dan remaja


kurang paham tentang
informasi yang diberikan.
2. 100% anak dan remaja
tidak tahu apa yang harus
dibawa saat menyelamatan
diri.
3. 92.1% anak dan remaja
mendengar tentang tas
bencana.

Agregat Ibu Hamil Defisiensi Pengetahuan b.d Kurang


terpaparnya informasi d.d
1. Berdasarkan data kuisioner, ketidakdekuatan pemberian informasi
terdapat 100% (3 orang) ibu tentang kesiapsiagaan bencana di Rw 09
hamil mengatakan tidak tau Kelurahan pasie Nan Tigo
tentang cara menghadapi
gempa bumi.

2. Berdasarkan hasil data


kuisioner, didapat 75% ibu
hamil tidak memiliki
rencana untuk keadaan
darurat, dan 25% ibu hamil
mempunyai rencana keadaan
darurat.

3. Berdasarkan hasil data


kuisioner, terdapat 100% (3
orang) ibu Hamil tidak
mengetahui titik pertemuan
atau area aman diluar rumah
untuk berkumpul setelah
gempa.

4. Berdasarkan data hasil


kuisioner, didapatkan
sebanyak 50% ibu hamil
97

akan berlari keluar ruangan


cukup aman agak tidak
terkena reruntuhan gempa,
dan sebanyak 50% ibu
hamil mengatakan tidak
akan berlari keluar ruangan.

5. Berdasarkan hasil kuisioner,


didapatkan 100% (3 orang)
ibu hamil mengatakan tidak
pernah memdapatkan
pelajaran mengenai tsunami.

6. Berdasarkan hasil data


kuisioner, didapatkan 50%
ibu hamil mengatakan setuju
untuk berlindung dibawah
kolong meja adalah tindakan
awal yang aman, dan 50%
mengatakan tidak setuju
berlindung dibawah kolong
meja adalah tindakan awal
yang aman.

7. Berdasarkan data hasil


kuisioner, didapatkan 75%
ibu hamil tidak mengetahui
tentang bencana, dan 25%
ibu hamil mengetahui
tentang bencana.

8. Berdasarkan hasil data


kuisioner, didapatkan 100%
(3 orang ) ibu hamil
mengatakan Informasi
kesehatan ibu hamil yang
dibutuhkan saat ini adalah
kesiapsiagaan menghadapi
bencana.

9. Berdasarkan data kuisioner,


didapatkan 100% (3 orang )
98

ibu hamil tidak mengetahui


siapa yang akan dihubungi
pada keadaan darurat.

Agregat Lansia Defisiensi Pengetahuan b.d Kurang


1. Dari jumlah agrerat lansia terpaparnya informasi d.d
sebanyak 50 lansia 97.2%
ketidakdekuatan pemberian informasi
mengatakan tidak terjadi
bencana di RW 09 Kel. tentang kesiapsiagaan bencana di Rw 09
Pasie Nan Tigo dalam 5
Kelurahan pasie Nan Tigo
tahun terakhir.
2. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 44.4%
belum mengetahui akibat
atau resiko bencana.
3. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 58.3%
mengatakan tidak ada
sistem peringatan seperti
sirine atau kentongan pada
RW 09 Kel. Pasie Nan
Tigo.
4. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 94.4%
mengatakan tidak pernah
mendapatkan informasi
tentang bencana alam dan
non alam.
5. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia
mengatakan bahaya yang
mengancam wilayah RW
09 Kel. Pasie Nan Tigo
adalah 94.4% gempa
bumi, 72.2% tsunami,
44.4% banjir dan 8.3%
99

adalah bencana lainnya.


6. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 72.2%
mengatakan tidak
mengetahui dimana
kumpul bencana.
7. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 100%
mengatakan tidak pernah
mengikuti pelatihan
kebencanaan.
8. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 63.9%
mengatakan tida
mengetahui tanda-tanda
sebelum terjadinya
tsunami.
9. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 61.1%
mengatakan bahwa
kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang
dilakukan untuk
menyiapkan diri terhadap
bencana secara tepat dan
cepat, 30.6% mengatakan
kesiapsiagaan adalah
kemampuan untuk
menghadapai bencana dan
8.3% lansia tidak
mengetahui tentang
kesiapsiagaan.
10. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 97.2%
mengatakan tidak ada
yang perlu disiapkan
untuk menghadapi
bencana.
11. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 63.9%
mengatakan tidak ada
barang atau perlengkapan
yang perlu dibawa jika
terjadi bencana gempa
bumi, 25% mengatakan
perlu membawa surat-
100

surat penting seperti akta


keluarga, tanah dan
perkawinan, dan 11.1 %
lansia mengatakan perlu
membawa makanan dan
obat-obatan saat terjadi
bencana gempa bumi.
12. Dari jumlah agrerat lansia
sebanyak 50 lansia 50%
tidak mengetahui dimana
jalur evakuasi
101

PLAN OF ACTION (POA) KEPERAWATAN BENCANA


MASALAH PENANGGUNG
AGREGAT KEGIATAN TUJUAN SASARAN WAKTU TEMPAT
KESEHATAN JAWAB
Dewasa Defisiensi 1) Membentuk a. Seluruh Warga RW Desember Mushalla Kelompok 4
Pengetahuan b.d dan melatih masyarakat 09 2021 Al-
kurang terpapar kader Siaga memahami Kelurahan Muqarrabin
informasi d.d Bencana dan proses Pasie Nan
ketidakadekuatan strukturnya mitigasi Tigo
pemberian yang terdiri dari dalam Kecamatan
informasi ketua, dan menanggapi Koto
tentang anggota: kader bencana tangah
kesiapsiagaan dewasa di RW b. Meningkatkan Kota
bencana 09 Kelurahan pengetahuan Padang
Pasie Nan Tigo masyarakat
Kecamatan mengenai
Koto tangah bencana alam
Kota Padang c. Terciptanya
2) Melakukan masyarakat
sosialisai yang tangguh
102

perencanaan bencana
proses mitigasi
(PraBencana,
Tanggap
darurat, dan
Pasca
Bencana).
3) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
Anak dan 1) Membentuk 1) Seluruh anak Lansia RW Desember Mushalla Kelompok 4
Remaja dan melatih dan remaja 09 2021 Al-
kader Siaga memahami Kelurahan Muqarrabin
Bencana dan proses Pasie Nan
strukturnya mitigasi Tigo
yang terdiri dari dalam Kecamatan
ketua, dan menanggapi Koto
anggota: kader bencana tangah
103

anak dan 2) Meningkatkan Kota


remaja di RW pengetahuan Padang
09 Kelurahan anak dan
Pasie Nan Tigo remaja
Kecamatan mengenai
Koto tangah bencana alam
Kota Padang 3) Terciptanya
2) Melakukan anak dan
sosialisai remaja yang
perencanaan tangguh
proses mitigasi bencana
(PraBencana,
Tanggap
darurat, dan
Pasca Bencana)
pada anak dan
remaja RW 09
Kelurahan
Pasie Nan Tigo
104

4) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
Ibu hamil 3) Membentuk 4) Seluruh lansia Lansia RW Desember Mushalla Kelompok 4
dan melatih memahami 09 2021 Al-
kader Siaga proses Kelurahan Muqarrabin
Bencana dan mitigasi Pasie Nan
strukturnya dalam Tigo
yang terdiri dari menanggapi Kecamatan
ketua, dan bencana Koto
anggota: kader 5) Meningkatkan tangah
ibu hamil di pengetahuan Kota
RW 09 Ibu Hamil Padang
Kelurahan mengenai
Pasie Nan Tigo bencana alam
Kecamatan 6) Terciptanya
Koto tangah Ibu Hamil
Kota Padang yang tangguh
105

4) Melakukan bencana
sosialisai
perencanaan
proses mitigasi
(PraBencana,
Tanggap
darurat, dan
Pasca Bencana)
pada ibu hamil
RW 09
Kelurahan
Pasie Nan Tigo
5) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
Lansia Defisiensi 5) Membentuk 7) Seluruh lansia Lansia RW Desember Mushalla Kelompok 4
Pengetahuan dan melatih memahami 09 2021 Al-
b.d kurang kader Siaga proses Kelurahan Muqarrabin
106

terpapar Bencana dan mitigasi Pasie Nan


informasi d.d strukturnya dalam Tigo
ketidakadekuatan yang terdiri dari menanggapi Kecamatan
pemberian ketua, dan bencana Koto
informasi anggota: kader 8) Meningkatkan tangah
tentang lansia di RW 09 pengetahuan Kota
kesiapsiagaan Kelurahan lansia Padang
bencana pada Pasie Nan Tigo mengenai
lansia Kecamatan bencana alam
Koto tangah 9) Terciptanya
Kota Padang lansia yang
6) Melakukan tangguh
sosialisai bencana
perencanaan
proses mitigasi
(PraBencana,
Tanggap
darurat, dan
Pasca Bencana)
107

pada lansia RW
09 Kelurahan
Pasie Nan Tigo
7) Simulasi
bencana
bersama kader
dan masyarakat
108

4. Mapping
109
110

5. Table Top
111

PRE PLANNING
MUSYAWARAH MASYARAKAT KOMUNITAS (MMK) I
KELOMPOK 4 RW 09 KELURAHAN PASIE NAN TIGO

Tugas ini ditulis untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Bencana

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
112

MUSYAWARAH MASYARAKAT KELURAHAN (MMK 1)


a. Satuan Acara Penyuluhan

Pokok Bahasan : Penyampaian Masalah dan Diskusi Perencanaan Keperawatan


Bencana di RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
Hari/Tanggal : Sabtu,11 Desember 2021
Waktu : 20:00 WIB
Sasaran : Masyarakat RW 09
Tempat : Musholah Al-Muqqarabin

A. Latar Belakang
Bencana alam yang terjadi dalam satu tahun belakangan ini berjumlah 4.650 bencana.
Bencana gempa bumi merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari dan terjadi secara
mendadak. DIBI (2020) mencatat selama 10 tahun terakhir di Indonesia (2009-2019)
terjadi 187 gempa bumi dengan kategori bencana dan sebanyak 9 kali tsunami yang
berdampak terhadap 1 juta lebih jiwa. Fasilitas umum yang paling banyak mengalami
kehancuran adalah fasilitas pendidikan yaitu mencapai 13.696 unit. Di Indonesia pada
tahun 2018 terjadi dua gempa bumi besar yang memakan banyak korban jiwa, yaitu
gempa berkekuatan 6,9 skala Richter di Lombok Timur, NTB yang memakan korban jiwa
sebanyak 390 korban meninggal dunia, 1.447 korban luka-luka, dan 352.793 orang
mengungsi. Kemudian gempa di Palu, Donggala, dan Sigi dimana memakan 2.037 korban
jiwa (BMKG, 2019).
BPBD Kota Padang mengatakan bahwa kota Padang diapit oleh dua patahan gempa,
yaitu patahan Semangko dan patahan Megathrust. Selama sepuluh tahun (2009-2019)
terdapat 3 gempa besar mengguncang Kota Padang yang mengakibatkan 386 jiwa
meninggal dunia, 1.219 jiwa luka-luka dan 3.547 kerusakan pada fasilitas pendidikan
(DIBI, 2020). Gempa bumi mengguncang Kota Padang dan sekitarnya pada tanggal 30
September 2009 berkekuatan 7,9 skala Richter mengakibatkan banyak korban jiwa,
jumlah korban jiwa di Kota Padang sendiri sebanyak 385 jiwa meninggal dunia dan 1.216
jiwa luka-luka.
Kelurahan Pasie Nan Tigo merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kota
Padang. Kelurahan Pasie Nan Tigo berada pada pesisir pantai Sumatra yang termasuk
113

dalam kategori daerah rawan terhadap beberapa bencana seperti gempa bumi, tsunami,
banjir, abrasi dan badai (Neflinda dkk, 2019). Berdasarkan hasil survey yang mahasiswa
lakukan pada RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo didapatkan bahwa daerah ini memiliki
potensi bencana terbanyak yaitu tsunami, gempa bumi, dan banjir. Akan tetapi
berdasarkan hasil survey kuesioner didapatkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat
terhadap kesiapsiagaan bencana masih rendah. Berdasarkan hasil survey tersebut
mahasiswa praktek Profesi Keperawatan Bencana Universitas Andalas akan memberikan
penyuluhan dan simulasi kesiapsiagaan bencana kepada masyarakat RW 09 di Kelurahan
Pasie Nan Tigo.
Secara umum Musyawarah Masyarakat Komunitas (MMK) merupakan pertemuan
perwakilan warga desa beserta tokoh masyarakatnya dan para petugas untuk membahas
hasil survey awal dari kuisioner yang sudah diberikan kepada msyarakat dan
merencanakan penanggulangan masalah yang diperoleh dari hasil survey.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan sebelumnya terdapat permasalahan di Rw 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo ini yaitu Defisisiensi pengetahuan b.d kurang terpaparnya
informasi ditandai dengan pemberian informasi tentang kesiapsiagaan bencana di Rw 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo Kota Padang.
Adapun tujuan dari pelaksanaan MMK adalah untuk mengenal masalah kesiapsiagaan
bencana melalui pelaksanaan Mitigasi dan Simulasi Kesiapsiagaan Bencana serta
menyusun intervensi dan program pelaksanaan kesiapsiagaan bencana.
Berdasarkan hasil survey diatas kelompok 4 akan melakukan penyampaian masalah
serta program intervensi tentang masalah kesiapsiagaan bencana yang ada di Rw 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan musyawarah masyarakat kelurahan diharapkan masyarakat RW 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo memahami masalah kesiapsiagaan bencana yang ada dan
menyepakati rencana kegiatan yang akan dilakukan.
2. Tujuan Khusus
 Mengidentifikasi masalah kesiapsiagaan bencana yang muncul berdasarkan hasil
dari survey di Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo.
 Mendiskusikan solusi dari masalah kesiapsiagaan bencana yang muncul
berdasarkan hasil dari survey di Rw 09 Kel.Pasie Nan Tigo.
114

 Mendiskusikan intervensi dari masalah kesiapsiagaan bencana yang muncul


berdasarkan hasil survey di Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo.
 Mendiskusikan program yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah
kesiapsiagaan bencana yang muncul dari hasil survey di Rw 09 Kel. Pasie Nan
Tigo.
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Menyampaikan masalah kesiapsiagaan bencana yang muncul berdasarkan hasil
survey di Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo serta mendiskusikan intervensi dan program
yang akan dilaksanakan sesuai dengan masalah kesiapsiagaan bencana yang muncul.
2. Sasaran/Target
Masyarakat Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo
3. Metode
 Ceramah
 Diskusi
4. Media
 PPT

5. Alat
 Infocus
 Termogun
 Handsanitizer
 Masker
6. Waktu dan Tempat
 Hari/Tanggal : Sabtu, 11 Desember 2021
 Waktu : 20:00 WIB sd selesai
 Tempat : Mushallah Al-Muqarrabbin

D. Kegiatan Musyawarah
No Tahap Kegiatan Pemateri Kegiatan Audien Waktu
1 Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab 5 menit
salam
115

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan


3. Kontrak waktu dan
4. Menjelaskan Tujuan mendengarkan
2 Kerja 1. Menjelaskan 1. Memperhatikan 50 menit
masalahh dan
kesiapsiagaan yang mendengarkan
muncul dari hasil 2. Bertanya
survey di Rw 09 Kel.
Pasie Nan Tigo
2. Mendiskusikan solusi
yang akan dilakukan
untuk mengatasi
masalah
kesiapsiagaan
bencana
3. Menyepakati bersama
warga solusi yang
akan dilakukan
4. Memberikan
kesimpulan
3 Terminasi 1. Evaluasi dan Validasi 1. Menyebutkan 10 menit
2. Salam penutup kembali materi
diskusi
2. Menjawab salam

E. Setting Tempat
116

Keterangan :
Moderator
Presentator
Operator
Fasilitator
Observer
Dokumentasi

F. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramayudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Sonya Odisa Amri
 Presentator : Reflina Sari
 Fasilitator : Rahayu Maya Sari, Rita Sri Hartati
 Observer : Dian Agusti Tanjung, Yolanda Sukarma
 Dokumentasi : Annisa Farhanah, Tri Ulfa Amelda
 Konsumsi : Mimi Agusti Sastika ,Azlina Fitrha Sari
 Perlengkapan : Efa Sulastri, Miftahul Jannah MN
 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno, Ernisah

G. Rincian Tugas
1. Leader
 Menjelaskan tujuan bermain
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan brain pada anak
 Mengealuasi perasaan setelah pelaksanaan
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
117

3. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara MMK 1
4. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan

5. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun dalam
6. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal jalannya
kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
7. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
8. Konsumsi
Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
9. Perlengkapan
Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
10. Operator
Mengoperasikan media diskusi
118

H. Evaluasi Proses
a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushallah Al-Muqarrabin
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Penggorganisasian penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Komunitas 1
dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan perwakilan dari setiap RT

b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 Diharapkan masyarakat mampu memberikan saran terkait permasalahan yang
telah disampaikan
 Diharapkan masyarakat berperan aktif dalam diskusi MMK 1
 Diharapkan masyarakat berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembentukan
struktur siaga bencana.
119

Lampiran
Analisa Data
DATA MASALAH
Agregat Anak dan Remaja Defisiensi Pengetahuan b.d
4. 65.8% anak dan remaja tidak mendapatkan Kurang terpaparnya informasi
pendidikan tentang bencana di sekolah dan 69.6% d.d ketidakdekuatan
anak dan remaja kurang paham tentang informasi pemberian informasi tentang
yang diberikan. kesiapsiagaan bencana di Rw
5. 100% anak dan remaja tidak tahu apa yang harus 09 Kelurahan pasie Nan Tigo
dibawa saat menyelamatan diri.
6. 92.1% anak dan remaja mendengar tentang tas
bencana.
Agregat Dewasa
10. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
77,5% tidak mengetahui titik kumpul serta 63,4%
diantaranya tidak mengetahui jalur evakuasi di Rw
09 Kel. Pasie Nan Tigo
11. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
50,7% tidak mengetahui informasi tentang bencana
di Rw 09 Kel. Pasie Nan Tigo
12. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
64,8% mengatakan tidak paham tentang informasi
bencana
13. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
mengatakan bencana alam yang mengancam Rw 09
38% mengatakan gempa bumi, 27% mengatakan
banjir dan 34% mengatakan tsunami
14. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
mengatakan bencana yang terjadi dalam 5 tahun
terakhir 51% mengatakan gempa, 29% mengatakan
banjir,3% mengatakan angin kencang
15. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
67,6 tidak ada sistem peringatan sirine/kentongan
120

16. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa


62% mengatakan tidak tahu tanda tanda sebelum
terjadi tsunami
17. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
70,4% mengatakan tidka tahu tentang barang yang
perlu dibawa saat bencana
18. Dari jumlah agregat dewasa sebanyak 373 jiwa
diantaranya mengatakan barang yang dibawa saaat
terjadi bencana 32% membawa dokumen penting,
33,8% mengatakan tidak membawa barang
Agregat Ibu Hamil
1. Berdasarkan data kuisioner, terdapat 100% (3 orang)
ibu hamil mengatakan tidak tau tentang cara
menghadapi gempa bumi.
2. Berdasarkan hasil data kuisioner, didapat 75% ibu
hamil tidak memiliki rencana untuk keadaan darurat,
dan 25% ibu hamil mempunyai rencana keadaan
darurat.
3. Berdasarkan hasil data kuisioner, terdapat 100% (3
orang) ibu Hamil tidak mengetahui titik pertemuan
atau area aman diluar rumah untuk berkumpul setelah
gempa.
4. Berdasarkan data hasil kuisioner, didapatkan
sebanyak 50% ibu hamil akan berlari keluar
ruangan cukup aman agak tidak terkena reruntuhan
gempa, dan sebanyak 50% ibu hamil mengatakan
tidak akan berlari keluar ruangan.
5. Berdasarkan hasil kuisioner, didapatkan 100% (3
orang) ibu hamil mengatakan tidak pernah
memdapatkan pelajaran mengenai tsunami.
6. Berdasarkan hasil data kuisioner, didapatkan 50%
ibu hamil mengatakan setuju untuk berlindung
dibawah kolong meja adalah tindakan awal yang
aman, dan 50% mengatakan tidak setuju berlindung
121

dibawah kolong meja adalah tindakan awal yang


aman.
7. Berdasarkan data hasil kuisioner, didapatkan 75%
ibu hamil tidak mengetahui tentang bencana, dan
25% ibu hamil mengetahui tentang bencana.
8. Berdasarkan hasil data kuisioner, didapatkan 100% (3
orang ) ibu hamil mengatakan Informasi kesehatan
ibu hamil yang dibutuhkan saat ini adalah
kesiapsiagaan menghadapi bencana.
9. Berdasarkan data kuisioner, didapatkan 100% (3
orang ) ibu hamil tidak mengetahui siapa yang akan
dihubungi pada keadaan darurat.
Agregat Lansia
13. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
97.2% mengatakan tidak terjadi bencana di RW 09
Kel. Pasie Nan Tigo dalam 5 tahun terakhir.
14. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
44.4% belum mengetahui akibat atau resiko
bencana.
15. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
58.3% mengatakan tidak ada sistem peringatan
seperti sirine atau kentongan pada RW 09 Kel.
Pasie Nan Tigo.
16. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
94.4% mengatakan tidak pernah mendapatkan
informasi tentang bencana alam dan non alam.
17. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
mengatakan bahaya yang mengancam wilayah RW
09 Kel. Pasie Nan Tigo adalah 94.4% gempa bumi,
72.2% tsunami, 44.4% banjir dan 8.3% adalah
bencana lainnya.
18. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
72.2% mengatakan tidak mengetahui dimana
kumpul bencana.
122

19. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia


100% mengatakan tidak pernah mengikuti
pelatihan kebencanaan.
20. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
63.9% mengatakan tida mengetahui tanda-tanda
sebelum terjadinya tsunami.
21. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
61.1% mengatakan bahwa kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menyiapkan diri terhadap bencana secara tepat dan
cepat, 30.6% mengatakan kesiapsiagaan adalah
kemampuan untuk menghadapai bencana dan 8.3%
lansia tidak mengetahui tentang kesiapsiagaan.
22. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
97.2% mengatakan tidak ada yang perlu disiapkan
untuk menghadapi bencana.
23. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia
63.9% mengatakan tidak ada barang atau
perlengkapan yang perlu dibawa jika terjadi
bencana gempa bumi, 25% mengatakan perlu
membawa surat-surat penting seperti akta
keluarga, tanah dan perkawinan, dan 11.1 % lansia
mengatakan perlu membawa makanan dan obat-
obatan saat terjadi bencana gempa bumi.
24. Dari jumlah agrerat lansia sebanyak 50 lansia 50%
tidak mengetahui dimana jalur evakuasi

Rundown Kegiatan MMK I Di Rw 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo


123

(Sabtu, 09 Desember 2021)

No PUKUL KEGIATAN PENGISI PJ PERLENGKAPAN


ACARA
1 Kedatangan panitia Panitia Korlap Absen panitia, pena,
handsanitizer
2 Persiapan panitia Panitia Korlap
3 Sholat ashar Panitia Korlap Perlengkapan sholat
4 Kedatangan tamu Absensi, pena,
undangan – ukur masker dan
suhu handsanitizer
Acara Pembukaan
5 Pembukaan MC Mic, Wireless,
formal infocus, Laptop, Ppt,
Map susunan acara
6 Pembacaan ayat suci Qori dan Al-Qur’an
Al-Qur’an
7 Kata sambutan ketua
kelompok
8 Kata sambutan ketua
RW 009
9 Kata sambutan Dosen
PJ
10 Penyampaian
masalah
11 Diskusi
12 Pembacaan Do’a Teks Do’a
13 Closing acara formal Map susunan acara
14 Foto bersama Kamera
124

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Materi : Tas Siaga Bencana

Sasaran : Kader anak dan remaja di RW 09 Kel. Pasie Nan Tigo


Kecamatan Koto Tangah

Metode : Ceramah dan tanya jawab

Waktu : 30 menit

Tempat : Mushalla Al-muqarrabin

Hari/Tanggal : Sabtu/ 18 Desember 2021

Pukul : 14.00 - selesai

1. PENDAHULUAN
Bencana alam geologi merupakan kejadian alam ekstrem yang diakibatkan
oleh berbagai fenomena geologi dan geofisika. Aktivitas tektonik di permukaan
bumi dapat menjadi salah satu penyebabnya, demikian halnya dengan aktivitas
vulkanik di bawah permukaan bumi yang juga mungkin sampai di permukaan.
Sebaran daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia hampir semuanya berada
pada daerah yang tingkat populasinya sangat padat. Daerah-daerah ini sering
merupakan pusat aktivitas, sumber pendapatan masyarakat dan negara, serta menjadi
pusat pencurahan dana pembangunan.
Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis,
klimatologi dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua
samudera menyebabkan Indonesia mempunyai potensi yang cukup bagus dalam
perekonomian sekaligus juga rawan dengan bencana. Secara geologis, Indonesia
terletak pada 3 (tiga) lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan
Lempeng Pasifik yang membuat Indonesia kaya dengan cadangan mineral sekaligus
mempunyai dinamika geologis yang sangat dinamis yang mengakibatkan potensi
125

bencana. Sewaktu – waktu lempeng ini akan bergeser patah dan menimbulkan
gempa bumi. Akibatnya, tumbukan antar lempeng tektonik dapat menghasilkan
tsunami (Boen dan Pribadi, 2012).
Provinsi Aceh termasuk daerah rawan terjadinya bencana seperti hal nya
daerah lain di Indonesia, karena di wilayah ini selain kondisi geologinya menunjang
terjadinya sejumlah bencana, juga banyak terdapat gunung berapi yang masih aktif.
Kejadian bencana mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2016 terdapat
1.986 kejadian bencana dan pada tahun 2020 terdapat 2.925 kejadian bencana
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2020). Sedangkan menurut
DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) dalam kurun waktu Januari sampai
Desember 2018, melaporkan kejadian bencana di Indonesia telah mengakibatkan
korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang, korban luka-luka 2.104 orang
dan korban yang terpaksa harus mengungsi lebih dari 11.015.859 orang (BNPB,
2019).
Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi 5
provinsi tertinggi kejadian bencana Kondisi ini disebabkan karena geografis
Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap bencana,
dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi
(BNPB, 2014). Sumatera Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan
banyak menimbulkan korban pada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan
7,6 SR di lepas pantai Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009. Pada tahun
2019 di Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban
luka-luka sebanyak 8 orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak
berat 25 rumah, sedang 5 rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).
Menurut penelitian ahli kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011,
gempa berkekuatan 8.9 SR diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian
sampai 10 m dari permukaan laut. Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan
kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang maka akan berdampak pada tingginya
jumlah kerugian dari bencana ini baik dari materil maupun jiwa sehingga perlunya
kesiapsiagaan pada masyarakat.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. (UU Nomor 24 Tahun 2007). Kesiapsiagaan bencana juga
merupakan tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi,
126

masyarakat, komunitas dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi


bencana secara cepat dan tepat guna, termasuk menyusun rencana penanggulangan
bencana, pemeliharaan dan pelatihan personil (Mohd Robi Amri et al., 2016).
Untuk mengurangi resiko, mengantisipasi bencana dan mengurangi dampak
negatif yang kemungkinan bisa terjadi di lingkungan, masyarakat dapat dimulai dari
bagian lingkup terkecil yaitu keluarga (Murbawan et al., 2017). Kesiapsiagaan
keluarga terhadap bencana adalah persiapan yang dilakukan mulai dari dalam rumah
dan persiapan di lingkungan. Persiapan di dalam rumah seperti menentukan peran
dan tugas setiap anggota keluarga, memastikan jalur evakuasi keluar rumah tidak
ada hambatan, memastikan anggota keluarga mengetahui dan memahami cara
berlindung saat terjadi gempa bumi, memastikan anggota keluarga memahami dan
melaksanakan rencana kesiapsiagaan keluarga, memperhatikan anggota keluarga
yang sakit dan berkebutuhan khusus, membuat peringatan dini sederhana,
mendapatkan informasi gempa bumi dan selanjutnya mempersiapkan tas siaga
bencana (BNPB, 2018).
Tas siaga bencana adalah sebuah tas yang disiapkan sebelum terjadinya
bencana. Sebelum terjadinya bencana keluarga harus memiliki rencana
kesiapsiagaan keluarga yaitu memiliki sebuah tas yang diisi dengan barang penting
dan keperluan pribadi, seperti: dokumen penting, buku tabungan, sarung, selimut,
pakaian, senter, obat-obatan pribadi dan air mineral, dan tas tersebut diletakkan pada
tempat yang mudah diambil. Ketika terjadi bencana gempa bumi maka anggota
keluarga tinggal mengambil tas siaga bencana dan langsung melakukan evakuasi ke
tempat yang lebih aman. Sarana kesiapsiagaan seperti tas siaga bencana disediakan
oleh anggota keluarga untuk memampukan keluarga menjadi siap siaga menghadapi
bencana (Hamdika et al., 2019),
2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah diberikan penyuluhan tentang mitigasi bencana terkait tas siaga
bencana pada kader serta anak dan remaja, diharapkan kader dan anak dna remaja
dapat memahami cara penggunaan tas siaga bencana dalam menghadapi bencana.
3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan penyuluhan masyarakat dapat :
 Menjelaskan pengertian tas siaga bencana
 Menjelaskan kegunaan tas siaga bencana
127

 Menjelaskan barang-barang untuk tas siaga bencana


4. Sasaran
Kader anak dan remaja di RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
5. Materi
a. Menjelaskan pengertian tas siaga bencana
b. Menjelaskan kegunaan tas siaga bencana
c. Menjelaskan barang-barang untuk tas siaga bencana
6. Metode
Metode yang digunakan dalam pemberian penyuluhan ini adalah ceramah dan tanya
jawab.
7. Media
brosur dan PPT
8. Kriteria Hasil
a. Kriteria Struktur :
 Peserta hadir minimal 5 orang
 Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Mushalla Al-muqarrabin
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan.
b. Kriteria Proses:
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
 Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan
 Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar.
c. Kriteria Hasil :
a. Menyebutkan pengertian tas siaga bencana
b. Menyebutkan kegunaan tas siaga bencana
c. Menyebutkan barang-barang untuk tas siaga bencana
d. Menyebutkan informasi apa saja yang diperlukan untuk persiapan bencana
128

9. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Peserta
1. 5 menit Pembukaan
1. Penyuluh memulai penyuluhan 1. Menjawab salam.
dengan mengucapakan salam
2. Memperkenalkan diri. 2. Memperhatikan.
3. Menjelaskan tujuan materi. 3. Memperhatikan.
4. Menyebutkan materi yang akan 4. memperhatikan
diberikan.
2. 10 menit Pelaksanaan
1. Menjelaskan pengertian tas siaga 1. Memperhatiakan
bencana
2. Menjelaskan kegunaan tas siaga 2. Memperhatiakan
bencana
3. Menjelaskan barang-barang untuk
tas siaga bencana 3. Memperhatiakan

3. 10 menit Evaluasi :
1. Memberikan kesempatan kepada 1. Merespon dan
peserta untuk bertanya. bertanya
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Merespon dan
peserta untuk menjawab pertanyaan bertanya
yang diberikan
4. 5 menit Terminasi
1. Menyimpulkan materi yang telah 1. Mendengarkan
disampaikan
2. Mengucapkan terima kasih atas 2. Mendengarkan
perhatian yang diberikan dan membalas
3. Mengucapkan salam penutup salam

10. Setting Tempat


129

Keterangan :

Moderator
Presentator

Fasilitator

Observer

Operator

Dokumentasi

Peserta

11. Pengorganisasian
 Leader : Efa Sulastri
 Moderator : Annisa Farhanah
 Presentator : Azlina Fithra Sari
 Fasilitator : Tri Ulfa Amelda
 Observer dan Dokumentasi : Nanang Pramayudi
12. Rincian Tugas
a. Leader
130

 Menjelaskan tujuan kegiatan


 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaskan aturan kegiatan pada peserta
 Mengefaluasi perasaan setelah pelaksanaan
b. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara penyuluhan mitigasi
bencana untuk anak dan remaja
c. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan
d. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam kegiatan yang akan diberikan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam
e. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal
jalannya kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan

f. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
13. Evaluasi Proses
131

a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Penggorganisasian penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Komunitas 1
dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan perwakilan dari setiap RT
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 Peserta mampu menjelaskan pengertian tas siaga bencana
 Peserta mampu menjelaskan kegunaan tas siaga bencana
 Peserta mampu menjelaskan barang-barang untuk tas siaga bencana
132

Lampiran Materi

TAS SIAGA BENCANA

1. Pengertian Tas Siaga Bencana


Tas siaga bencana adalah tas yang dipersiapkan anggota keluarga untuk berjaga-jaga
apabila terjadi suatu bencna atau kondisi darurat lainnya. Tas ini dipersiapkan untuk
bertahan hidup saat bantuan belum datang. Tas Siaga Bencana berisi barang-barang
pokok dan penting yang wajib ada ketika sebuah bencana atau kondisi darurat terjadi
sesuai kebutuhan. Tas siaga bencana dipersiapkan untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatu
bencana atau kondisi darurat lainnya. Tas siaga bencana ini seharusnya sudah
dipersiapkan jauh hari sebelum bencana terjadi, sehingga ketika bencana datang dan harus
melakukan evakuasi, masyarakat dapat langsung membawanya (BNPB, 2017).

Kesiapsiagaan Kota Padang mengenai kebutuhan yang harus dipersiapkan oleh


masyarakat pada tas siaga bencana. Beliau menyebutkan bahwa kebutuhan yang harus
dipersiapkan oleh masyarakat adalah untuk masa evakuasi 1x24 jam, karena
kemungkinan datangnya bantuan pasca bencana dari pemerintah (BNPB) dan lembaga
kebencanaan seperti PMI, Basarnas, serta lembaga kebencaan lainnya yaitu selama 1x24
jam masa evakuasi.

2. Tujuan Dari Tas Siaga Bencana


Tujuan dari tas siaga bencana adalah untuk memudahkan masyarakat saat proses
evakuasi dilakukan. Tas siaga bencana berguna sebagai sumber logistik untuk bertahan
hidup saat proses evakuasi sebelum bantuan datang setelah bencana terjadi (BNPB,
2017). TSB disarankan sebagai cadangan bertahan hidup apabila bantuan belum datang.
Selain itu, tas tersebut dapat memudahkan saat evakuasi dari lokasi bencana menuju
tempat yang lebih aman.

3. Daftar Benda yang Harus Ada Dalam Tas Siaga Bencana Pada Anak
a. Pakaian
Sediakan pakaian setidaknya untuk 3 hari beserta perlengkapan ibadah di dalam tas.
Pastikan pakaian yang dibawa mudah dilipat dan terbuat dari bahan yang nyaman
semperti katun atau wol tipis sehingga bisa menghangatkan anak ketika mereka
kedinginan.Jika tidak ada orang lain yang menemukan kamu dan anak-anak saat
133

terjadi bencana, setidaknya ini bisa melindungi kalian dari dingin atau kondisi yang
sulit ditebak.

b. Obat-obatan
Bawa obat-obatan pribadi dan perlengkapan P3K. Terlebih jika anak kamu atau ada
anggota keluarga yang memiliki penyakit tertentu. Selipkan obat-obatan dalam tas
dengan kondisi terbungkus rapih. Jangan sampai ketinggalan dan pastikan tanggal
kadaluwarsanya masih lama

c. Makanan ringan
Siapkan juga makanan ringan tahan lama yang tidak mudah rusak ya. Masukan yang
sekiranya mengandung karbohidrat dan protein untuk memenuhi kebutuhan gizi. Jika
memungkinkan bawa makanan ringan berupa cokelat juga, karena di kondisi tertentu
tubuh membutuhkan kalori tambahan dari makanan manis.

d. Uang tunai
Jika tidak sempat mengambil dompet ketika bencana terjadi, setidaknya Mama sudah
menyisihkan uang tunai di dalam tas siaga bencana. Begitu pula untuk tas siaga
bencana milik anak mama, siapkan uang tunai juga di dalamnya dan beritahu untuk
menyimpannya dengan rapat. Siapkan sejumlah uang tunai untuk membantunya
bertahan hidup jika ada benacana tak terduga.

e. Selimut atau sarung


Dalam kondisi pasca bencana belum tentu si Anak menemukan tempat istirahat yang
nyaman dan hangat. Sediakan sarung atau selimut ke dalam tas siaga bencana untuk
membuat anak merasa lebih nyaman saat istirahat di malam hari.

f. Air mineral
Bawa air mineral dalam botol yang rapat dengan ukuran besar. Jika memungkinkan
setidaknya sediakan 2 liter air. Letakkan dan 2 botol terpisah, selipkan di sisi kiri dan
kanan tas agar seimbang ketika tas dibawa.

g. Foto keluarga
Membawa foto keluarga ini memudahkan dalam investigasi atau pencarian seumpama
ada anggota keluarga yang terpisah dan belum ditemukan. Selain itu, penting untuk
mengingat baju yang terakhir dipakai oleh masing-masing anggota keluarga sebelum
bencana terjadi.
134

h. Dokumen dan surat berharga


Kemas dokumen dan surat berharga dibungkus dalam plastik rapat sehingga tidak
mudah basah atau rusak karena terkena air. Surat berharga seperti surat tanah, akta
lahir dan kartu keluarga bisa disimpan jadi satu. Namun, jika tidak bisa dititipkan
dalam tas anak, ini juga bisa disimpan dalam tas siaga bencana

i. Kantung plastik
Bawa beberapa kantung plastik untuk menyimpan atau membawa sesuatu pasca
bencana. Siapkan kantung plastik dengan ukuran beragam, mulai dari yang kecil
hingga yang besar. Lipat dengan rapih hingga menjadi ukuran kecil.

j. Senter
Alat penerangan bisa membawa senter atau lampu badai. Jika terjadi bencana
biasanya PLN pusat mematikan listrik sementara demi keamanan masyarakat. Penting
untuk menyiapkan penerangan pribadi. Terlebih jika anak mama adalah orang yang
takut gelap. Penting juga untuk menyelipkan korek api jika dibutuhkan.

k. Powerbank
Jika listrik mati, powerbank bisa membantu untuk mengisi daya smartphone anak
mama. Ini penting untuk membuat kontak tetap terjaga selama pasca bencana.
Pastikan powerbank telah terisi penuh sebelum dimasukan ke dalam tas.

l. Pluit
Anak berada di posisi yang sulit ditemukan, pluit adalah salah satu cara untuk
membuatnya mudah ditemukan. Biasanya tim SAR akan mencari korban bencana dan
menyisir lokasi sampai berulang kali. Jika sulit untuk berteriak, maka segera tiupkan
pluit agar posisi mudah ditemukan oleh orang lain. Simpan tenaga dengan tidak
meniup pluit setiap saat, bunyikan pluit di saat sunyi atau saat ada orang lain
mendekat ke arah anak

m. Masker dan handsanitizer


Meski terjadi bencana, protokol kesehatan tetap harus dilakukan. Siapkan masker dan
handsanitizer dalam jumlah yang cukup banyak. Kamu mungkin memerlukan
beberapa masker untuk ganti-ganti selama pasca bencana. Itulah isi tas siaga bencana
yang perlu disiapkan. Bencana bisa berupa banjir, gempa, tanah longsor atau mungkin
angin puting beliung. Banyak hal yang tidak terduga mungkin saja terjadi. Ajarkan
135

cara menyimpan dan menggunakannya pada anak. Lindungi diri dan keluarga dengan
siapkan tas siaga bencana
136

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Materi : Mitigasi Bencana Pada Anak dan Remaja Tentang Informasi Kebencanaan

Sasaran : Kader anak dan remaja di RW 09 Kel. Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto
Tangah

Metode : Ceramah dan tanya jawab

Waktu : 30 menit

Tempat : Mushalla Al-Muqarrbin

Hari/Tanggal : Sabtu/ 18 Desember 2021

Pukul : 14.00 - selesai

1. PENDAHULUAN
Wilayah indonesia sangat rawan terhadap berbagai macam bencana baik alam
maupun bencana yang disebabkan oleh manusia. Pada awalnya bencana hanya gempa
bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan kekeringan, tetapi
belakangan ini banyak bencana disebabkan oleh manusia seperti kebakaran hutan,
bencana yang disebabkan oleh industri dan yang lainnya. Berdasarkan tingkat dan
jenis bencana yang terjadi di Indonesia, kebutuhan sumber daya manusia dalam
menangani bencana dan kemampuan dalam menggunakan iptek geo-informasi masih
sangat terbatas.
Indonesia sebagai negara rawan bencana karena terletak di tiga lempeng
tektonik aktif yakni lempeng Eurasia, lempeng hindia-australia, lempeng pasifik dan
termasuk kawasan Ring Of Fire letusan gunung api. Dengan beragamnya bencana
yang ada di dindonesia, baik yang disebabkan oleh faktor alam, non-alam maupun
bencana sosial, maka Indonesia dapat dijadikan sebagai „laboratorium bencana‟.
Siklus manajemen bencana, pada visi, misi BNPB dan sistem nasional
penanggulangan bencana. Prioritas manajemen bencana adalah pengembangan
kapasitas penanggulangan bencana, antara lain melalui penddikan dan pelatihan, riset
dan iptek, serta penerapan teknologi dalam penanggulangan bencana agar lebih efektif
137

(Muslih, 2014)
Saat bencana alam melanda Indonesia beberapa waktu lalu, seperti tsunami di
Aceh, tsunami dan gempa bumi di Sulawesi Tengah, maupun bencana non alam
seperti pandemi Covid-19 yang melanda saat ini, telah menimbulkan berbagai
dampak terhadap anak, di antaranya yaitu terjadi keterpisahan anak dari
orangtua/pengasuh karena anggota keluarga harus dirawat atau meninggal. Sumatera
Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi 5 provinsi tertinggi
kejadian bencana Kondisi ini disebabkan karena geografis Sumatera Barat yang
berada pada jalur patahan sehingga beresiko terhadap bencana, dan Kota Padang
menjadi urutan pertama daerah yang paling beresiko tinggi (BNPB, 2014). Sumatera
Barat pernah mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak menimbulkan
korban pada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR di lepas pantai
Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009. Pada tahun 2019 di Sumatera Barat
telah terjadi 2 kali gempa bumi yang mengakibatkan korban luka-luka sebanyak 8
orang. Untuk bangunan terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah, sedang 5
rumah dan ringan 82 rumah (BNPB, 2019).
Pada proses penanggulangan bencana alam, kebutuhan tidak hanya pada aspek
logistik, akomodasi dan transportasi, kesehatan atau pakaian. Akan tetapi kebutuhan
terhadap sistem informasi pada pada prosespenanggulangan bencana berbasis
manajemen, sangat dibutuhkan untuk memudahkan melakukan kerja operasional yang
sistematis dan terkontrol dengan baik. Untuk itu manajemen sistem informasi
kebencanaan menjadi mutlak diterapkan (Jogiyanto,1990)
Manajemen informasi sistem merupakan penerapan sistem informasi di dalam
organisasi untuk mendukung informasi di dalam organisasi untuk mendukung
informasi-informasi yan dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen. Kumpulan dari
interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan
mengolah data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkatan
manajemen di dalam kegiatan pelaksanaan dan pengoendalian (Jogiyanto, 1990).
Partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana dapat
diwujudkan dengan Pendidikan Kebencanaan serta mengumpulkan informasi-
informasi terkait kebencanaan. Melalui pendidikan kebencanaan serta pengumpulan
informasi, mayarakat yang tinggal di daerah rawan ancaman bencana mempunyai
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tentang kesiapsiagaan bencana dan tanggap
darurat bencana (Sunartoet.al., 2010).
138

2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah diberikan penyuluhan tentang mitigasi bencana tentang informasi
kebencanaaan pada anak dan remaja, diharapkan kader serta anak dan remaja dapat
mengetahui informasi apa saja yang harus dipersiapkan dalam mengahadapi bencana.
3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah diberikan penyuluhan masyarakat dapat :
a. Menjelaskan pengertian mitigasi bencana
b. Menjelaskan informasi apa saja yang dibutuhkan dalam menghadapi bencana
c. Menjelaskan lagkah-langkah dalam menghadapi bencana
4. Sasaran
Seluruh Kader serta anak dan remaja di RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
5. Materi
a. Menjelaskan pengertian mitigasi bencana
b. Menjelaskan informasi apa saja yang dibutuhkan dalam menghadapi bencana
c. Menjelaskan lagkah-langkah dalam menghadapi bencana
6. Metode
Metode yang digunakan dalam pemberian penyuluhan ini adalah ceramah dan tanya
jawab.

7. Media
brosur dan PPT
8. Kriteria Hasil
a. Kriteria Struktur :
 Peserta hadir minimal 5 orang
 Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan.
b. Kriteria Proses:
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
 Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan
 Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar.
139

c. Kriteria Hasil :
1) Menyebutkan pengertian mitigasi bencana
2) Menyebutkan informasi apa saja yang dibutuhkan dalam menghadapi bencana
3) Menyebutkan lagkah-langkah dalam menghadapi bencana Menyebutkan
kegunaan tas siaga bencana
9. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Peserta

1. 5 menit Pembukaan

1. Penyuluh memulai penyuluhan 1. Menjawab salam.


dengan mengucapakan salam
2. Memperkenalkan diri.
2. Memperhatikan.
3. Menjelaskan tujuan materi.
3. Memperhatikan.
4. Menyebutkan materi yang akan
4. memperhatikan
diberikan.
2. 10 menit Pelaksanaan

1. Menjelaskan pengertian mitigasi 1. Memperhatiakan


bencana
2. Menjelaskan informasi apa saja
2. Memperhatiakan
yang dibutuhkan dalam menghadapi
bencana
3. Menjelaskan lagkah-langkah dalam
menghadapi bencana 3. Memperhatiakan
3. 10 menit Evaluasi :

1. Memberikan kesempatan kepada 1. Merespon dan


peserta untuk bertanya. bertanya
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Merespon dan
peserta untuk menjawab pertanyaan bertanya
yang diberikan
140

4. 5 menit Terminasi

1. Menyimpulkan materi yang telah 1. Mendengarkan


disampaikan
2. Mengucapkan terima kasih atas
2. Mendengarkan
perhatian yang diberikan
dan membalas
3. Mengucapkan salam penutup
salam

10. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator

Presentator

Fasilitator

Observer
141

Operator

Dokumentasi

Peserta

11. Pengorganisasian
 Leader : Efa Sulastri
 Moderator : Annisa Farhanah
 Presentator : Azlina Fithra Sari
 Fasilitator : Tri Ulfa Amelda
 Observer dan Dokumentasi : Nanang Pramayudi
12. Rincian Tugas
a. Leader
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaskan aturan kegiatan pada peserta
 Mengefaluasi perasaan setelah pelaksanaan
b. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara penyuluhan mitigasi
bencana untuk anak dan remaja
c. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan
d. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam kegiatan yang akan diberikan
142

 Menjadi contoh dalam kegiatan


 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam
e. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal
jalannya kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
f. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
13. Evaluasi Proses
a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Penggorganisasian penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Komunitas 1
dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan anak dan remaja perwakilan dari setiap RT
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 78% anak dan remaja sudah paham tentang informasi yang diberikan
 100% anak dan remaja sudah tahu apa yang harus dibawa saat menyelamatan
diri
143

Lampiran Materi

MITIGASI BENCANA PADA ANAK & REMAJA

TENTANG INFORMASI KBENCANAAN PADA ANAK

1. Informasi Bencana
Pengalaman selama ini informasi tentang datangnya bencana, sering dimanfaatkan
oleh orang yang kurang bertanggung jawab. Seperti kejadian gempa bumi di Palu –
Sulawesi Tengah pada 24 Januari 2005, warga kalang kabut dan berlarian ke dataran
tinggi untuk menyelamatkan diri. Hal ini karena sesaat datangnya gempa bumi, warga
lain berteriak air, air, air. Warga yang ingin tidak menjadi korban – berhamburan dan
berlari ke dataran tinggi. Kejadian serupa terulang pada saat terjadinya gempa tektonik di
Yogyakarta pada 27 Mei 2006. Penduduk Parangtritis dan Bantul berlarian tanpa arah,
sehingga memunculkan kepanikan yang dahsyat, karena ada warga yang berteriak-teriak
ada tsunami.

Situasi ini sebenarnya dapat diatasi, jika di setiap daerah dilengkapi sumber informasi
bencana. Pusat Informasi bencana secara berkala memberi informasi antara lain seperti
cuaca, curah hujan, dan gerakan bumi. Informasi tersebut disebar-luaskan melalui siaran
radio, televisi, surat kabar lokal, media sosial, dan aplikasi Badan Meteorologi
Klimatologi Geofisika (BMKG). Pemerintah dapat segera memberikan informasi
Peringatan Dini dan Hasil Pengamatan.

2. Langkah-langkah Keselamatan
Pada penyusunan Layanan Kesiapan Keluarga Hadapi Bencana, perlu memperhatikan
langkah-langkah keselamatan. Ada empat langkah keselamatan yang menjadi dasar dalam
penyusunan layanan kesiapan keluarga hadapi bencana. Keempat langkah itu adalah
sebagai berikut:

a. Temukan apa yang dapat terjadi dengan keluarga dan anggotanya.


Keluarga dapat bersiap siap menghadapi bencana yang potensial terjadi dengan
memprediksikan kemungkinan resiko yang akan diakibatkan oleh bencana Banyak
bertanya ke Pusat Informasi atau Institusi yang bertanggungjawab penyelenggara
144

penanggulangan Bencana yang terdekat mengenai beberapa hal yang dapat dilakukan.
Siapkan catatan, dan tanyakan hal berikut, antara lain:

 Bencana apa saja yang potensial terjadi di wilayah ini? Identifikasi


bencanabencana yang mungkin terjadi oleh sebab alam, manusia, maupun
kegagalan teknologi di wilayah ini? Tanyakan juga, tempat penyimpanan,
pengolahan, atau pengangkutan bahan kimia berbahaya jika potensi itu
dsebabkan oleh kegagalan teknologi?
 Bagaimana cara menghadapi masing-masing bencana tersebut?
 Apakah wilayah ini mempunyai sistem informasi bencana? Dan apa yang
harus dilakukan oleh setiap keluarga dan anggotanya, jika mendengar sirene
peringatan?
 Apa yang dilakukan terhadap binatang piaraan? Apakah ada peraturan
pemerintah yang mengaturnya? Jika terjadi bencana ke mana keluarga harus
menitipkan piaraannya?
 Bagaimana anak dengan disabilitas? Bagaimana keluarga dan anggotanya
dapat memberi bantuan? Apakah anggota keluarga mampu? Kemanakah
keluarga bisa mengakses bantuan untuk disabilitas? Setiap anggota keluarga
harus mempertimbangkannya.
 apakah di tempat kerja, sekolah, pusat rekreasi mempunyai kesiapan dalam
menghadapi bencana. Anggota keluarga harus diingatkan apa yang dapat
mereka perbuat jika menghadapi bencana secara mendadak.
b. Buat kesiapan keluarga hadapi bencana. Sekali mengetahui wilayah rawan bencana,
diskusikan dengan tetangga dan anak-anak tentang langkah-langkah yang dapat
dilakukan. Berikut ini beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain:
 Melakukan pertemuan dan mendiskusikan mengapa setiap keluarga dan
anggotanya bersiap-siap menghadapi bencana.
 Mendiskusikan jenis bencana yang mungkin akan terjadi di wilayah setempat.
 Menentukan tempat untuk mengungsi (jika terjadi bencana yang harus keluar
rumah.
 Memberikan informasi lengkap kepada orang di rumah atau kantor, jika
melakukan kegiatan di luar rumah atau kantor.
145

 Mengembangkan kesiapan tentang informasi bencana. Jika anggota keluarga


terpisah dari suatu bencana, rencanakan untuk pulang bersama. Misalnya ada
anggota keluarga berada di kantor sedangkan anak berada di sekolah.
 Tanya keadaan anggota keluarga yang ada di luar wilayah setempat.
Informasikan segera kepada mereka mengenai keadaan selama ada bencana.
Ceritakan secara lengkap mengenai kondisi yang terjadi.
 Mendiskusikan apa yang dilakukan, jika pemerintah setempat meminta untuk
mengungsi. Membuat persetujuan dengan anggota kelurga, jika keluarga
menginap di tempat orang lain atau sanak keluarga di luar wilayah bencana.
 Memiliki kemampuan untuk melakukan Pertolongan Pertama pada Korban
bencana.
 Membiasakan diri dengan jalur evakuasi ke luar. Tergantung dengan jenis
bencana, bisa saja diungsikan dari rumah. Persiapkan beberapa jalan alternatif
yang dapat ditempuh, jika ada beberapa jalan yang tertutup. Ingat, ikuti
nasehat dari pemerintah selama situasi pengungsian. Mereka akan
mengarahkan jalur evakuasi yang aman, beberapa jalan-jalan yang dapat
dilalui bisa saja dihalangi atau ditutup.
 Persiapkan bagaimana menangani binatang peliharaan.
c. Lengkapi daftar kebutuhan keluarga dan anggotanya. Ambil langkah-langkah dalam
mendiskusikan daftar kebutuhan dalam membuat kesiapan keluarga hadapi bencana.
Berikut ini, yang harus ada didaftar kebutuhan, antara lain:
 Nomor telepon darurat (pemadam kebakaran, polisi, ambulan, Palang Merah
Indonesia, dan lain-lain).
 Ajarkan semua anggota keluarga untuk bertanggung jawab
146

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Mengenai Tas Siaga Bencana

Sasaran : Ibu Hamil dan Kader Ibu Hamil RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
Kecamatan Koto Tangah

Metode : Ceramah dan tanya jawab

Media : Leaflet dan Modul

Waktu : 60 menit

Tempat : Musholla Almuqorobbin

Hari/Tanggal : Minggu/ 19 Desember 2021

Pukul : 14.00-15.00 WIB

I. Latar Belakang
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, secara Geografis,
Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Hindia-
Australia dan Lempeng Eurasia (Pusat Studi Gempa Nasional, 2017). Kondisi ini
menyebabkan Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api
dan jenis bencana geologi lainnya. Sedangkan bencana hidrometeorologi berupa kejadian
bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca
esktrim.

Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana Indonesi (DIBI)-BNPB,
terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian bencana pada periode tahun 2005 hingga 2015
lebih dari 78% (11.648) kejadian bencana merupakan bencana hidrometeorologi dan sekitar
22% (3.810) merupakan bencana geologi. Kejadian bencana kelompok hidrometeorologi
berupa kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan,
dan cuaca esktrim. Sedangkan untuk kelompok bencana geologi yang sering terjadi adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Kecenderungan jumlah
kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang relatif terus meningkat.
147

Jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor geologis tidak terlalu signifikan
dibandingkan jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor hidrometeorologis.
Meskipun demikian, bencana geologis, khususnya gempa bumi dan tsunami pada
kenyataannya banyak menimbulkan dampak yang cukup besar baik dari sisi korban dan
kerugian ekonomi. Pengaruh perubahan iklim juga ikut memberikan kontribusi dalam
peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi. Dengan frekuensi kejadian yang banyak,
kelompok bencana ini juga memberikan dampak yang sangat besar terutama pada sektor
ekonomi dan lingkungan, baik dampak langsung kejadian bencana maupun dampak tidak
langsung. Hal ini disebabkan karena bencana datang secara tiba-tiba sehingga banyak
masyarakat yang tidak sempat menyelamatkan harta benda bahkan nyawanya sendiri.

Gambar 1.1 menunjukan bahwa tiap tahunnya jumlah kejadian bencana terus
meningkat.

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kejadian Bencana 2005 – 2015 (BNPB, 2016)

Banyak kejadian bencana yang mengakibatkan masyarakat harus melakukan evakuasi.


Evakuasi merupakan tindakan pengungsian atau pemindahan penduduk dari daerah yang
berbahaya (BNPB, 2017). Contohnya pada kasus bencana gempa dan tsunami, ketika
peringatan dini tsunami telah dikeluarkan oleh BMKG, masyarakat harus melakukan
evakuasi ke tempat yang lebih aman. Pada saat melakukan evakuasi, seringkali masyarakat
membawa sebagian barang yang dirasa akan diperlukan di tempat evakuasi dengan
148

menggunakan tas yang selanjutnya disebut tas siaga bencana. Mempersiapkan tas siaga
bencana adalah salah satu bentuk kesiapsiagaan yang diperlukan ketika menghadapi bencana.
Tas siaga bencana dipersiapkan untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatu bencana atau kondisi
darurat lainnya. Dalam Buku Saku BNPB tahun 2017 terdapat daftar benda yang dibutuhkan
pada saat bencana.

Tabel 1.1 Daftar Benda yang Dibutuhkan Saat Bencana

1 Air Minum untuk 3 – 10 hari

2 Makanan untuk 3 – 10

3 Obat P3K

4 Obat obatan pribadi

5 Lampu senter serta baterai cadangan

6 Radio

7 Sejumlah uang dan dokumen penting

8 Pakaian, jaket dan sepatu

9 Peralatan (peluit, sarung tangan, selotip, pisau serbaguna,


masker, pelindung kepala)

10 Pembersih higienis (tisu basah, hand sanitizer, perlengkapan


mandi ).

(Sumber : BNPB, 2017)

Pada kasus gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami terjadi di kota
Padang, waktu minimal masyarakat yang untuk melakukan evakuasi yaitu selama 20 menit
sebelum terjadinya tsunami (Yosrizal, 2018). Dalam waktu yang singkat tersebut, masyarakat
tidak memiliki waktu yang banyak untuk mengumpulkan semua barang-barang penting serta
keperluan lainnya. Tas siaga bencana ini seharusnya sudah dipersiapkan jauh hari sebelum
bencana terjadi, sehingga ketika bencana datang dan harus melakukan evakuasi, masyarakat
dapat langsung membawanya. Tas siaga bencana berguna sebagai sumber logistik untuk
149

bertahan hidup saat proses evakuasi sebelum bantuan datang setelah bencana terjadi (BNPB,
2017).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, masayarakat mampu
memahami tentang tas siaga bencana khususnya pada orang dewasa.

2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan selama 20 menit diharapkan sasaran dapat:
a. Menyebutkan pengertian Tas Siaga Bencana
b. Menjelaskan tujuan dari Tas Siaga Bencana
c. Menjelaskan daftar benda yang harus ada dalam Tas Siaga Bencana.
C. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Tas Siaga Bencana
2. Sasaran/Target
Kader Siaga Bencana Devisi Ibu Hamil RW Kelurahan Pasie Nan Tigo
3. Metode
 Ceramah
 Diskusi
4. Media
 Modul
 Leaflet
D. Perencanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Peserta

1. 5 menit Pembukaan :
1. Membuka kegiatan dengan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam pada
peserta
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari 2. Mendengarkan
150

penyuluhan 3. Memperhatikan
4. Kontrak waktu dengan peserta

4. Menyetujui
2. 20 menit Pelaksanaan :
1. Menyebutkan pengertian dari 1. Memperhatikan
Tas Siaga Bencana
2. Menjelaskan tujuan dari Tas
2. Memperhatikan
Siaga Bencana
3. Menjelaskan daftar benda yang
harus ada dalam Tas Siaga 3. Memperhatikan
Bencana
4. Mempersilahkan peserta untuk
bertanya
4. Bertanya
5. Menjawab pertanyaan peserta

5. Mendengarkan
3. 15 menit Terminasi
1. Memberikan motivasi dan 1. Memperhatikan
pujian kepada peserta yang
sudah berpartisipasi dan
memberikan saran untuk
rencana kegiatan dalam
pencegahan bencana
2. Mengucapkan terima kasih
kepada peserta
3. Mengucapkan salam

2. Mendengarkan

3. Menjawab salam
151

E. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator Observer

Presentator Dokumentasi

Operator Fasilitator

F. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramayudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Ulfa Tri Amelda
 Presentator : Sonya Odisa Amri
 Fasilitator : Rita Sri Hartati, Azlina Fitrha Sari
 Observer : Miftahul Jannah MN, Annisa Farhanah
 Dokumentasi : Mimi Agusti Sastika, Rahayu Maya Sari
 Konsumsi : Reflina Sari, Efa Sulastri
 Perlengkapan : Yolanda Sukarma, Rita Sri Hartati, Azli
 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno
152

G. Rincian Tugas
1. Leader
 Menjelaskan tujuan bermain
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan kegiatan pada dewasa
 Mengealuasi perasaan setelah pelaksanaan
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
3. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam penyuluhan
4. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan
5. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam
6. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal jalannya
kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
7. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
153

 Menjalankan absen diskusi


8. Konsumsi
 Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
9. Perlengkapan
 Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
10. Operator
 Mengoperasikan media diskusi
H. Evaluasi Proses
a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 Diharapkan peserta mampu memahami materi terkait Tas Siaga Bencana
(pengertian, tujuan dan daftar benda yang harus ada dalam Tas Siaga Bencana)
yang telah disampaikan
 Diharapkan peserta berperan aktif dalam diskusi
154

LAMPIRAN MATERI

Tas Siaga Bencana


1. Pengertian Tas Siaga Bencana
Tas siaga bencana adalah tas yang dipersiapkan anggota keluarga untuk berjaga-jaga
apabila terjadi suatu bencna atau kondisi darurat lainnya. Tas ini dipersiapkan untuk bertahan
hidup saat bantuan belum datang. Tas Siaga Bencana berisi barang-barang pokok dan penting
yang wajib ada ketika sebuah bencana atau kondisi darurat terjadi sesuai kebutuhan.Tas siaga
bencana dipersiapkan untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatu bencana atau kondisi darurat
lainnya. Tas siaga bencana ini seharusnya sudah dipersiapkan jauh hari sebelum bencana
terjadi, sehingga ketika bencana datang dan harus melakukan evakuasi, masyarakat dapat
langsung membawanya (BNPB, 2017).
Kesiapsiagaan Kota Padang mengenai kebutuhan yang harus dipersiapkan oleh
masyarakat pada tas siaga bencana. Beliau menyebutkan bahwa kebutuhan yang harus
dipersiapkan oleh masyarakat adalah untuk masa evakuasi 1x24 jam, karena kemungkinan
datangnya bantuan pasca bencana dari pemerintah (BNPB) dan lembaga kebencanaan seperti
PMI, Basarnas, serta lembaga kebencaan lainnya yaitu selama 1x24 jam masa evakuasi.

2. Tujuan Dari Tas Siaga Bencana


Tujuan dari tas siaga bencana adalah untuk memudahkan masyarakat saat proses
evakuasi dilakukan. Tas siaga bencana berguna sebagai sumber logistik untuk bertahan hidup
saat proses evakuasi sebelum bantuan datang setelah bencana terjadi (BNPB, 2017). TSB
disarankan sebagai cadangan bertahan hidup apabila bantuan belum datang. Selain itu, tas
tersebut dapat memudahkan saat evakuasi dari lokasi bencana menuju tempat yang lebih
aman.

3. Daftar Benda yang Harus Ada Dalam Tas Siaga Bencana

No. Bahan dan Alat

1. Air Minum untuk 3 – 10 hari

2. Makanan untuk 3 – 10
155

3. Obat P3K

4. Obat obatan pribadi

5. Lampu senter serta baterai cadangan

6. Radio

7. Sejumlah uang dan dokumen penting

8. Pakaian, jaket dan sepatu

9. Peralatan (peluit, sarung tangan, selotip, pisau serbaguna,


masker, pelindung kepala)

10. Pembersih higienis (tisu basah, hand sanitizer, perlengkaan


mandi)

Gambar 1.1. Isi Tas siaga bencana


156

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Tanda-Tanda Persalinan


Sasaran : Ibu Hamil dan Kader Ibu Hamil RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
Kecamatan Koto Tangah

Metode : Ceramah dan tanya jawab

Media : Leaflet dan Modul

Waktu : 60 menit

Tempat : Musholla Almuqorobbin

Hari/Tanggal : Minggu/ 19 Desember 2021

Pukul : 14.00-15.00 WIB

1. LATAR BELAKANG
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam
kehidupan (Sumarah, dkk,2008). Proses persalinan bisa jadi momok yang menakutkan
bagi ibu hamil, sehingga jangan sampai proses tersebut diperburuk oleh kurangnya
pemahaman mengenai tanda awal persalinan. Mengetahui tanda-tanda awal persalinan
merupakan modal penting yang perlu dimiliki oleh setiap ibu hamil. Hal ini bertujuan
untuk mendeteksi adanya komplikasi yang beresiko pada saat persalinan nanti,
sehingga akan tercipta persalinan normal, aman bagi ibu dan bayinya (Abdilla, 2011).
157

Pengertian atau pemahaman bahwa kehamilan dan persalinan adalah nyawa


taruhannya atau toh nyawa(bahasa Jawa) menunjukkan masyarakat sadar kalau setiap
persalinan menghadapi resiko atau bahaya yang dapat mengakibatkan kematian pada
ibu dan bayi yang baru lahir (Prawirohardjo, 2009).

Berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia, terdapat 287.000 perempuan


meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan (Astria Zerida, 2019).
Menurut WHO kontribusi angka kematian ibu dan anak di Indonesia cukup berat,
yaitu kematian maternal 390/100.000 persalinan dan kematian perinatal sekitar
400/100.000 persalinan hidup. Perkiraan persalinan yang terjadi sebanyak 5.000.000
orang per tahun (Manuaba, 2018). Angka tersebut yang tertinggi di negara Asean (5 –
142per 100.000) dan 50 –100 kali lebih tinggi dari angka kematian maternal di negara
maju. Menurut taksirankasar, angka kematian maternal ialah 6 –8 per 1.000 kelahiran,
angka ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan angka-angka di negara-negara
maju, yang berkisar antara 1,5 dan 3 per 10.000 kelahiran hidup (Prawirohardjo,
2018).

Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian
ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan, masa nifas dan
segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu
tidak langsung merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang
timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria,
anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskuler.

Tiap menit tiap hari, di suatu tempat di dunia, satu orang ibu meninggal
disebabkan oleh komplikasi persalinan. Kebanyakan kematian ibu tersebut merupakan
tragediyang dapat dicegah, dihindari, dan membutuhkan perhatian dari masyarakat
internasional (Prawirohardjo, 2009). Apabila pengetahuan ibu tentang persalinan
masih sangat kurang, maka ibu hamil akan dengan mudah menerima cerita-cerita
menjelang kelahiran yang menakutkan tersebut. Akibatnya ibu hamil hanya sibuk
memusatkan perhatian proses persalinan tanpa melakukan tindakan yang dapat
memperlancar proses persalinan seperti mempersiapkan diri secara fisik dan mental
(Aryani, 2013).

Menurut Departemen Kesehatan tahun 2018 urutan penyebab kematian ibu


melahirkan adalah perdarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi
158

pernapasan 8%, abortus 5%, emboli obstetri 3%, lain-lain 11%. Kematian tersebut
dapat dikurangi jika ibu tidak terhambat dibawa ke pelayanan kesehatan
(Prawirohardjo, 2018).Tidak memadainya atau kurangnyapersiapan kelahiran dan
darurat kesiapan, yangmerupakan komponen kunci dariditerima secara global
program safe motherhood.

Persiapan persalinan membantu memastikan bahwa perempuan dapat


mencapai perawatan pengiriman professional ketika persalinan dimulai dan
mengurangi penundaan yang terjadi ketika perempuan pengalaman komplikasi
kebidanan(Hailu, dkk. 2011). Menurut WHO pada Hari Kessehatan Sedunia
menyatakan safe mother hood merupakan upaya global untuk mencegah/menurunkan
kematian ibu dengan Making Pregnancy Safer(MPS). Yang merupakan strategi sektor
kesehatan dan penurunan kematian/kesakitan ibu dan perinatal pelayanan MPS
merupakan hak asasi manusia (Prawirohardjo, 2009).

Pada saat terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami , ibu hamil
merupakan salah satu kelompok rentang yang ada di masyarakat. Oleh karena itu
hamil perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai tanda-tanda persalinan sehingga
dapat mengurangu resiko bencana pada ibu hamil agar tercipta persalinan normal
serta aman bagi ibu dan bayinya.

2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah diberikan penyuluhan tentang tanda-tanda persalinan, diharapkan
kader ibu hamil dan ibu nifas dapat memahami tanda-tanda persalinan

3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penyuluhan masyarakat dapat :
a. Menjelaskan pengertian persalinan
b. Menjelaskan macam-macam persalinan
c. Menjelaskan tanda-tanda persalinan

4. Sasaran
Kader ibu hamil RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
159

5. Materi
a. Pengertian persalinan
b. Macam-macam persalinan
c. Tanda-tanda persalinan

6. Metode
Metode yang digunakan dalam pemberian penyuluhan ini adalah ceramah dan
tanya jawab.

7. Media
Leaflet dan modul

8. Kriteria Hasil
a. Kriteria Struktur :
 Peserta hadir minimal 3 orang
 Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum dan saat
penyuluhan.
b. Kriteria Proses:
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
 Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan
 Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar.
c. Kriteria Hasil :
 Menyebutkan pengertian persalinan
 Menyebutkan macam-macam persalinan

9. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Peserta
160

1. 5 menit Pembukaan
1. Penyuluh memulai penyuluhan 1. Menjawab salam.
dengan mengucapakan salam
2. Memperkenalkan diri. 2. Memperhatikan dan
mendengarkan.
3. Menjelaskan tujuan materi. 3. Memperhatikan dan
mendengarkan
4. Menyebutkan materi yang akan 4. Memperhatikan dan
diberikan. mendengarkan
2. 10 menit Pelaksanaan
1. Menjelaskan pengertian gempa 1. Memperhatiakan
bumi dan tsunami dan mendengarkan
2. Menjelaskan proses terjadinya 2. Memperhatiakan
gempa bumi dan tsunami dan mendengarkan
3. Memperhatiakan
3. Menjelaskan ciri-ciri gempa
dan mendengarkan
berpotensi Tsunami

4. Menjelaskan 3 langkah tanggap


4. Memperhatiakan
gempa bumi dan tsunami :
dan mendengarkan
- Persiapan menghadapi gempa
bumi dan tsunami
- Cara penanggulangan gempa
bumi dan tsunami
- Upaya penyelamatan diri saat
terjadi gempa bumi dan
tsunami
5. Memperhatiakan
5. Menjelaskan hal yang harus
dan mendengarkan
dihindari saat berpotensi
terjadinya
gempa bumi dan tsunami
161

3. 10 menit Evaluasi :
1. Memberikan kesempatan kepada 1. Merespon dan
peserta untuk bertanya. bertanya
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Merespon dan
peserta untuk menjawab bertanya
pertanyaan yang diberikan
4. 5 menit Terminasi
1. Menyimpulkan materi yang telah 1. Memperhatian dan
disampaikan mendengarkan
2. Mengucapkan terima kasih atas 2. Memperhatiakan
perhatian yang diberikan dan mendengarkan
3. Mengucapkan salam penutup 3. Mendengarkan dan
membalas salam

10. Setting Tempat


162

Keterangan :

Moderator
Presentator

Fasilitator

Observer

Operator

Dokumentasi

Peserta

11. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramayudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Ulfa Tri Amelda
 Presentator : Sonya Odisa Amri
 Fasilitator : Rita Sri Hartati, Azlina Fitrha Sari
 Observer : Miftahul Jannah MN, Annisa Farhanah
 Dokumentasi : Mimi Agusti Sastika, Rahayu Maya Sari
 Konsumsi : Reflina Sari, Efa Sulastri
 Perlengkapan : Yolanda Sukarma, Rita Sri Hartati, Azli
 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno

12. Rincian Tugas


a. Leader
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaskan aturan kegiatan pada peserta
163

 Mengefaluasi perasaan setelah pelaksanaan


b. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara MMK 1
c. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan
d. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam kegiatan yang akan diberikan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam
e. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal
jalannya kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
f. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi

13. Evaluasi Proses


a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Almuqoribbin
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Penggorganisasian penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat Komunitas 1
164

dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan perwakilan dari setiap RT
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
1. Diharapkan Ibu hamil mampu menjelaskan pengertian persalinan
2. Diharapkan Ibu hamil mampu menyebutkan macam-macam persalinan
3. Diharapkan Ibu hamil mampu menyebutkan tanda-tanda persalinan
165

Lampiran Materi Tanda-Tanda Persalinan

1. Pengertian
Dalam pengertian sehari-hari persalinan sering diartikan serangkaian
kejadian pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, berlangsung dengan bantuan atau tanpa bantuan
(kekuatan ibu sendiri)

2. Macam-Macam Persalinan
a. Persalinan Spontan
Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui
jalan lahir ibu tersebut.
b. Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi
forceps, atau dilakukan operasi Sectio Caesaria.
c. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung
setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.

3. Tanda- tanda Persalinan


Yang merupakan tanda pasti dari persalinan adalah :
a. Timbulnya kontraksi uterus
Biasa juga disebut dengan his persalinan yaitu his pembukaan yang
mempunyai sifat sebagai berikut :
 Nyeri melingkar dari punggung memancar ke perut bagian depan.
 Pinggang terasa sakit dan menjalar kedepan
 Sifatnya teratur, inerval makin lama makin pendek dan kekuatannya
makin besar
 Mempunyai pengaruh pada pendataran dan atau pembukaan cervix.
 Makin beraktifitas ibu akan menambah kekuatan kontraksi.
166

Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servix


(frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit). Kontraksi yang terjadi
dapat menyebabkan pendataran, penipisan dan pembukaan serviks.
b. Penipisan dan pembukaan servix
Penipisan dan pembukaan servix ditandai dengan adanya
pengeluaran lendir dan darah sebagai tanda pemula.

c. Bloody Show (lendir disertai darah dari jalan lahir)


Dengan pendataran dan pembukaan, lendir dari canalis cervicalis
keluar disertai dengan sedikit darah. Perdarahan yang sedikit ini
disebabkan karena lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen
bawah rahim hingga beberapa capillair darah terputus.
d. Premature Rupture of Membrane
Adalah keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari
jalan lahir. Hal ini terjadi akibat ketuban pecah atau selaput janin robek.
Ketuban biasanya pecah kalau pembukaan lengkap atau hampir lengkap
dan dalam hal ini keluarnya cairan merupakan tanda yang lambat sekali.
Tetapi kadang-kadang ketuban pecah pada pembukaan kecil, malahan
kadang-kadang selaput janin robek sebelum persalinan. Walaupun
demikian persalinan diharapkan akan mulai dalam 24 jam setelah air
ketuban keluar.
167

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) ASI


Sasaran : Ibu Hamil dan Kader Ibu Hamil RW 09 Kelurahan Pasie Nan
Tigo Kecamatan Koto Tangah

Metode : Ceramah dan tanya jawab

Media : Leaflet dan Modul

Waktu : 60 menit

Tempat : Musholla Almuqorobbin

Hari/Tanggal : Minggu/ 19 Desember 2021

Pukul : 14.00-15.00 WIB

1. PENDAHULUAN
Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang berlebihan yang
mengancam dan menggangu aktifitas normal kehidupan masyarakat yang
terjadi akibat prilaku perbuatan manusia maupun akibat anomali peristiwa
alam (Sigit, 2018). Secara geografis Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu
Lempeng Benua Asia, Benua Australia, Lempeng Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB],
2017). Serta Indonesia secara geologis terletak pada rangkaian cincin api
yang membentang sepanjang lempeng pasifik yang merupakan lempeng
tektonik paling aktif didunia.
Kejadian bencana mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun
2016 terdapat 1.986 kejadian bencana dan pada tahun 2020 terdapat 2.925
kejadian bencana (Badan Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB],
2020). Sedangkan menurut DIBI (Data
Informasi Bencana Indonesia) dalam kurun waktu Januari sampai
168

Desember 2018, melaporkan kejadian bencana di Indonesia telah


mengakibatkan korban meninggal dan hilang sebanyak 2.412 orang,
korban luka-luka 2.104 orang dan korban yang terpaksa harus mengungsi
lebih dari 11.015.859 orang (BNPB, 2019).
Sumatera Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang
menjadi 5 provinsi tertinggi kejadian bencana Kondisi ini disebabkan
karena geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan sehingga
beresiko terhadap bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama
daerah yang paling beresiko tinggi (BNPB, 2014). Sumatera Barat pernah
mengalami gempa bumi yang cukup kuat dan banyak menimbulkan
korban pada tahun 2009, gempa bumi terjadi dengan kekuatan 7,6 SR di
lepas pantai Sumatera Barat pada tanggal 30 September 2009. Pada tahun
2019 di Sumatera Barat telah terjadi 2 kali gempa bumi yang
mengakibatkan korban luka-luka sebanyak 8 orang. Untuk bangunan
terjadi kerusakan bangunan rusak berat 25 rumah, sedang 5 rumah dan
ringan 82 rumah (BNPB, 2019).
Menurut penelitian ahli kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman
tahun 2011, gempa berkekuatan 8.9 SR diprediksi akan memicu tsunami
dengan ketinggian sampai 10 m dari permukaan laut. Dari hal tersebut jika
tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat Kota Padang maka akan
berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari
materil maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. (UU Nomor 24 Tahun 2007).
Kesiapsiagaan bencana juga merupakan tindakan-tindakan yang
memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat, komunitas dan
individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan
tepat guna, termasuk menyusun rencana penanggulangan bencana,
pemeliharaan dan pelatihan personil (Mohd Robi Amri et al., 2016).
Pelaksanaan praktek profesi dilaksanakan melalui tahapan antara
169

lain : observasi fisik lingkungan, penyebaran kuesioner untuk


memperolaeh data kejadian bencana pada msyarakat, musyawarah
masyarakat pertama untuk menindak lanjuti hasil survei dan kuesioner
(hasil angket), implementasi kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
disepakati oleh masyarakat dan musyawarah masyarakat kedua untuk
menyampaikan hasil evaluasi kegiatan yang telah direcanakan.
Berdasarkan data dari kementrian dalam negeri RI Direktorat
Jendral Bina Pemerintah Desa, Pada Kelurahan Pasie Nan Tigo ditemukan
2.000 Ha desa/keluarahan dengan rawan banjir, dan 2.512.000 Ha
desa/keluarahan dengan rawan Tsunami, dan 2.512.000 Ha
desa/keluarahan dengan rawan jalur gempa. Pada saat survey yang
dilakukan pada tanggal 1 Desember 2021 di RW 9 kelurahan Pasie Nan
Tigo ditemukan, dan berdasarkan hasil wawancara ke beberapa warga,
warga mengatakan sering terjadi bencana seperti gempa, ombak besar dan
tsunami. Partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana
dapat diwujudkan dengan Pendidikan Kebencanaan. Melalui pendidikan
kebencanaan, mayarakat yang tinggal di daerah rawan ancaman bencana
mempunyai pengetahuan, sikap, dan ketrampilan tentang kesiapsiagaan
bencana dan tanggap darurat bencana (Sunartoet.al., 2010).
Pada saat terjadi bencana alam gempa bumi dan tsunami, ibu hamil
dan ibu nifas merupakan salah satu kelompok rentan yang ada
dimasyarakat. Oleh karena itu, ibu hamil dan ibu nifas perlu dibekali
dengan pengetahuan terkait dengan ASI, sehingga saat terjadi bencana
dapat mengurangi resiko pada ibu hamil dan ibu nifas.

2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah diberikan penyuluhan tentang pemberian ASI eksklusif,
diharapkan kader ibu hamil dan ibu nifas dapat memahami mengenai
pemberian ASI eksklusif saat bencana.
170

3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penyuluhan masyarakat dapat :
 Menjelaskan pengertian ASI eksklusif
 Menjelaskan kandungan ASI
 Menjelaskan keuntungan ASI untuk ibu
 Menjelaskan keuntungan ASI untuk bayi
 Menjelaskan teknik menyusui yang benar
 Menjelaskan cara pemberian dan penyimapanan ASI untuk ibu yang
bekerja
 Menjelaskan masalah dalam menyusui dan penanganannya

4. Sasaran
Kader ibu hamil RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo

5. Materi
a. Pengertian ASI eksklusif
b. Kandungan ASI
c. Keuntungan ASI untuk ibu
d. Keuntungan ASI untuk bayi
e. Teknik menyusui yang benar
f. Cara pemberian dan penyimapanan ASI untuk ibu yang bekerja
g. Masalah dalam menyusui dan penanganannya

6. Metode
Metode yang digunakan dalam pemberian penyuluhan ini adalah
ceramah dan tanya jawab.

7. Media
Leaflet dan modul
171

8. Kriteria Hasil
a. Kriteria Struktur :
 Peserta hadir maksimal 3 orang
 Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Mushalla Almuqorribin
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
dan saat penyuluhan.

b. Kriteria Proses:
 Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
 Peserta konsentrasi mendengarkan penyuluhan
 Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan
benar.
c. Kriteria Hasil :
 Menyebutkan pengertian ASI eksklusif
 Menyebutkan kandungan ASI
 Menyebutkan keuntungan ASI untuk ibu
 Menyebutkan keuntungan ASI untuk bayi
 Menyebutkan teknik menyusui yang benar
 Menyebutkan cara pemberian dan penyimapanan ASI untuk ibu
yang bekerja
 Menyebutkan masalah dalam menyusui dan penanganannya

9. Kegiatan Penyuluhan
No Waktu Kegiatan penyuluhan Peserta
172

1. 5 menit Pembukaan
1. Penyuluh memulai penyuluhan 1. Menjawab salam.
dengan mengucapakan salam
2. Memperkenalkan diri. 2. Memperhatikan.
3. Menjelaskan tujuan materi. 3. Memperhatikan.
4. Menyebutkan materi yang akan 4. memperhatikan
diberikan.
2. 10 menit Pelaksanaan
1. Menjelaskan pengertian ASI 1. Memperhatiakan
eksklusif
2. Menjelaskan kandungan ASI 2. Memperhatiakan
3. Menjelaskan keuntungan ASI untuk 3. Memperhatiakan
ibu
4. Menjelaskan keuntungan ASI untuk 4. Memperhatiakan
bayi
5. Menjelaskan teknik menyusui yang 5. Memperhatiakan
benar
6. Menjelaskan cara pemberian dan 6. Memperhatiakan
penyimapanan ASI untuk ibu yang
bekerja
7. Menjelaskan masalah dalam 7. Memperhatiakan
menyusui dan penanganannya
3. 10 menit Evaluasi :
1. Memberikan kesempatan kepada 1. Merespon dan
peserta untuk bertanya. bertanya
2. Memberikan kesempatan kepada 2. Merespon dan
peserta untuk menjawab pertanyaan bertanya
yang diberikan
4. 5 menit Terminasi
1. Menyimpulkan materi yang telah 1. Mendengarkan
disampaikan
173

2. Mengucapkan terima kasih atas


perhatian yang diberikan 2. Mendengarkan
3. Mengucapkan salam penutup dan membalas
salam

10. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator
Presentator

Fasilitator

Observer

Operator

Dokumentasi

Peserta

11. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramayudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Ulfa Tri Amelda
174

 Presentator : Sonya Odisa Amri


 Fasilitator : Rita Sri Hartati, Azlina Fitrha Sari
 Observer : Miftahul Jannah MN, Annisa Farhanah
 Dokumentasi : Mimi Agusti Sastika, Rahayu Maya Sari
 Konsumsi : Reflina Sari, Efa Sulastri
 Perlengkapan : Yolanda Sukarma, Rita Sri Hartati, Azli
 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno

12. Rincian Tugas


a. Leader
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaskan aturan kegiatan pada peserta
 Mengefaluasi perasaan setelah pelaksanaan
b. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam acara MMK 1
c. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan
d. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam kegiatan yang akan diberikan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
175

 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun


dalam
e. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non
verbal jalannya kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
f. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
g. Konsumsi
Mempersiapkan konsumsi untuk peserta kegiatan

h. Perlengkapan
Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
i. Operator
Mengoperasikan media diskusi

13. Evaluasi Proses


a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Penggorganisasian penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat
Komunitas 1 dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan perwakilan dari setiap RT
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang
akan dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
176

 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung


c. Evaluasi hasil
 Sebanyak 90% ibu hamil menjelaskan pengertian asi ekslusif
 Sebanyak 90% ibu hamil mampu menyebutkan kandungan ASI
d. Sebanyak 80% ibu hamil mampu menyebutkan keuntungan ASI untuk
ibu
e. Sebanyak 90% ibu hamil mampu menyebutkan keuntungan ASI untuk
bayi
f. Sebanyak 80% ibu hamil mampu menyebutkan teknik menyusui yang
benar
g. Sebanyak 90% ibu hamil mampu menyebutkan cara pemberian dan
penyimapanan ASI untuk ibu yang bekerja
h. Sebanyak 90% ibu hamil mampu menyebutkan masalah dalam
menyusui dan penanganannya
177

LAMPIRAN MATERI ASI EKSLUSIF

 Pengertian ASI Eksklusif


ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman
tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan (Depkes RI,
2004).
ASI Eksklusif dikatakan sebagai pemberian ASI secara eksklusif
saja, tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air
putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur
susu, biscuit, bubur dan nasi tim (Utami,2005)

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6
bulan tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan pada bukti ilmiah
tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun Negara
(WHO,2001)

Jadi dapat disimpulkan bahwa ASI Eksklusif adalah pemberian


ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi serta dapat
diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.

1. Kandungan Asi
ASI mengadung:

1. Laktosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan susu buatan. Didalam


usus laktosa akan dipermentasi menjadi asam laktat. yang bermanfaat
untuk:
 Menghambat pertumbuhan bakteri yang bersifat patogen.
 Merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang dapat
menghasilkan asam organik dan mensintesa beberapa jenis vitamin.
 Memudahkan terjadinya pengendapan calsium-cassienat.
178

 Memudahkan penyerapan berbagai jenis mineral, seperti calsium,


magnesium.
2. ASI mengandung zat pelindung (antibodi) yang dapat melindungi bayi
selama 5-6 bulan pertama, seperti: Immunoglobin, Lysozyme, Complemen
C3 dan C4, Antistapiloccocus, lactobacillus, Bifidus, Lactoferrin.

3. ASI tidak mengandung beta-lactoglobulin yang dapat menyebabkan


alergi pada bayi.

Komposisi ASI tiap 100 ml dan perbandingannya dengan susu sapi.

Kadar Zat Gizi Asi Susu Sapi

Protein 12 Gr 3,3 Gr
Lemak 3,8 Gr 3,8 Gr
Laktosa 7,0 Gr 4,8 Gr
Kalori 75,0 Kal 66,0 Kal
Vitamin A 53,0 Ki 34,0 Ki
Vitamin B1 0,11 Mgr 0,42 Mgr
Vitamin C 43,0 Mgr 1,8 Mgr
Kalsium 30,0 Mgr 125,0 Mgr
Besi 0,15 Mgr 0,1 Mgr

Perbedaan antara ASI dengan susu formula

Perbedaan ASI Susu Formula

Komposisi ASI mengandung zat-zat gizi, antara Tidak seluruh zat gizi yang
lain:faktor pembentuk sel-sel otak, terkandung di dalamnya
179

terutama DHA, dalam kadar tinggi. dapat diserap oleh tubuh


ASI juga mengandung whey (protein bayi. Misalnya, protein
utama dari susu yang berbentuk cair) susu sapi tidak mudah
lebih banyak daripada kasein (protein diserap karena
utama dari susu yang berbentuk mengandung lebih banyak
gumpalan) dengan perbandingan 65:35. casein. Perbandingan
whey: casein susu sapi
adalah 20:80.

Nutrisi Mengandung imunoglobulin dan kaya Protein yang dikandung


akan DHA (asam lemak tidak polar oleh susu formula berguna
yang berikat banyak) yang dapat bagi bayi lembu tapi
membantu bayi menahan infeksi serta kegunaan bagi manusia
membantu perkembangan otak dan sangat terbatas lagipula
selaput mata. immunoglobulin dan gizi
yang ditambah di susu
formula yang telah
disterilkan bisa berkurang
ataupun hilang.

Pencernaan Protein ASI adalah sejenis protein yang Tidak mudah dicerna:
lebih mudah dicerna selain itu ada serangkaian proses
sejenis unsur lemak ASI yang mudah produksi di pabrik
diserap dan digunakan oleh bayi. Unsur mengakibatkan enzim-
elektronik dan zat besi yang dikandung enzim pencernaan tidak
ASI lebih rendah dari susu formula berfungsi. Akibatnya lebih
tetapi daya serap dan guna lebih tinggi banyak sisa pencernaan
yang dapat memperkecil beban ginjal yang dihasilkan dari proses
bayi. Selain itu ASI mudah dicerna metabolisme yang
bayi karena mengandung enzim-enzim membuat ginjal bayi harus
yang dapat membantu proses bekerja keras. Susu
180

pencernaan antara lain lipase (untuk formula tidak mengandung


menguraikan lemak), amilase (untuk posporlipid ditambah
menguraikan karbohidrat) dan protease mengandung protein yang
(untuk menguraikan protein). tidak mudah dicerna yang
bisa membentuk sepotong
susu yang membeku
sehingga berhenti di perut
lebih lama oleh karena itu
taji bayi lebih kental dan
keras yang dapat
menyebabkan susah BAB
dan membuat bayi tidak
nyaman.

Kebutuhan Dapat memajukan pendirian hubungan Kekurangan menghisap


ibu dan anak. ASI adalah makanan payudara: mudah menolak
bayi, dapat memenuhi kebutuhan bayi, ASI yang menyebabkan
memberikan rasa aman kepada bayi kesusahan bayi
yang dapat mendorong kemampuan menyesuaikan diri atau
adaptasi bayi. makan terlalu banyak,
tidak sesuai dengan prinsip
kebutuhan.

Ekonomi Lebih murah: menghemat biaya alat- Biaya lebih mahal: karena
alat, makanan, dll yang berhubungan menggunakan
dengan pemeliharaan, mengurangi alat,makanan, pelayanan
beban perekonomian keluarga. kesehatan, dll. Untuk
memelihara sapi. Biaya ini
sangat subjektif yang
menjadi beban keluarga.

Kebersihan ASI boleh langsung diminum jadi bias Polusi dan infeksi:
181

menghindari penyucian botol susu yang pertumbuhan bakteri di


tidak benar ataupun hal kebersihan lain dalam makanan buatan
yang disebabkan oleh penyucian tangan sangat cepat apalagi di
yang tidak bersih oleh ibu. Dapat dalam botol susu yang
menghindari bahaya karena pembuatan hangat biarpun makanan
dan penyimpanan susu yang tidak yang dimakan bayi adalah
benar. makanan bersih akan tetapi
karena tidak mengandung
anti infeksi, bayi akan
mudah mencret atau kena
penularan lainnya.

Ekonomis Tidak perlu disterilkan atau lebih Penyusuan susu formula


mudah dibawa keluar, lebih mudah dan alat yang cukup untuk
diminum, minuman yang paling segar menyeduh susu.
dan suhu minuman yang paling tepat
untuk bayi.

Penampilan Bayi mesti menggerakkan mulut untuk Penyusuan susu formula


menghisap ASI, hal ini dapat membuat dengan botol susu akan
gigi bayi menjadi kuat dan wajah mengakibatkan penyedotan
menjadi cantik. yang tidak puas lalu
menyedot terus yang dapat
menambah beban ginjal
dan kemungkinan menjadi
gemuk.

Pencegaha Bagi bayi yang beralergi, ASI dapat Bagi bayi yang
n menghindari alergi karena susu formula alergiterhadap susu
seperti mencret, muntah, infeksi formula tidak dapat
saluran pernapasan, asma, bintik-bintik, menghindari mencret,
pertumbuhan terganggu dan gejala muntah,infeksi saluran
182

lainnya. napas, asma, kemerahan,


pertumbuhan terganggu
dan gejala lainnya yang
disebabkan oleh susu
formula.

Kebaikan Dapat membantu kontraksi rahim ibu, Tidak dapat membantu


bagi ibu lebih lambat datang bulan sehabis kontraksi rahim yang dapat
melahirkan sehingga dapat ber-KB membantu pengembalian
alami. Selain itu dapat menghabiskan tubuh ibu jadi rahim perlu
kalori yang berguna untuk dielus sendiri oleh ibu.
pengembalian postur tubuh ibu. Tidak dapat memperlambat
Berdasarkan biodata statistik, ibu yang waktu datang bulan yang
menyusui ASI lebih rendah dapat menghasilkan cara
kemungkinan menderita kanker KB alami. Berdasarkan
payudara, kanker rahim dan keropos biodata statistik, ibu yang
tulang. menyusui susu formula
lebih tinggi kemungkinan
menderita kanker
payudara.

(dr. Suririnah,2009)

3. Keuntungan ASI untuk Ibu


1. Mengurangi insiden kanker payudara
Hal ini terjadi karena pada saat menyusui hormon esterogen
mengalami penurunan, sementara itu tanpa aktivitas menyusui, kadar
hormon esterogen tetap tinggi dan inilah yang diduga menjadi salah satu
183

pemicu kanker payudara karena tidak adanya keseimbangan hormon


esterogen dan progesterone.
2. Mencegah perdarahan pasca persalinan
Perangsangan pada payudara ibu oleh isapan bayi akan diteruskan ke
otak dan ke kelenjar hipofisis yang akan merangsang terbentuknya
hormone oksitosin. Oksitosin membantu mengkontraksikan kandungan
dan mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan.
3. Mengurangi anemia
Menyusui eklusif akan menunda masa subur yang artinya menunda
haid. Penundaan haid dan berkurangnya perdarahan pasca persalinan akan
mengurangi angka kejadian anemia
4. Dapat digunakan sebagai metode KB sementara
Menyusui secara eklusif dapat menjarangkan kehamilan. Rata-rata
jarak kelahiran ibu yang menyusui adalah 24 bulan sedangkan yang tidak
menyui adalah 11 bulan.Hormon yang mempertahankan laktasi bekerja
menekan hormon untuk ovulasi, sehingga dapat menunda kembalinya
kesuburan. ASI yang dapat digunakan sebagai metode KB sementara
dengan syarat: bayi berusia belum berusia 6 bulan, ibu belum haid kembali
dan ASI diberikan secara eklusif.

5. Mempercepat kembali ke berat semula


Selama hamil, ibu menimbun lemak dibawah kulit. Lemak ini akan
terpakai untuk membentuk ASI, sehingga apabila ibu tidak menyusui,
lemak tersebut akan tetap tertimbun dalam tubuh.

6. Steril, aman dari pencemaran kuman


7. Selalu tersedia dengan suhu yang sesuai dengan bayi
8. Mengandung antibodi yang dapat menghambat pertumbuhan virus
9. Tidak ada bahaya alergi
4. Keuntungan ASI untuk bayi
 ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi
184

ASI adalah cairan hidup yang mengandung zat kekebalan yang akan
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, parasit, dan
jamur.

 ASI sebagai nutrisi


ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan bayi.

 ASI meningkatkan jalinan kasih sayang


Kontak kulit dini akan berpengaruh terhadap perkembangan bayi.
Walaupun seorang ibu dapat memberikan kasih saying dengan
memberikan susu formula, tetapi menyusui sendiri akan memberikan efek
psikologis yang besar. Interaksi yang timbul waktu menyusi antara ibu dan
bayi akan menimbulkan rasa aman bagi bayi. Perasaan aman sangat
penting untuk membangun dasar kepercayaan bayi (basic sense of trust)
yaitu dengan mulai mempercayai oranglain (ibu), maka selanjutnya akan
timbul rasa percaya pada diri sendiri.

 Mengupayakan pertumbuhan yang baik


Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan yang
baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode perinatal yang baik, dan
mengurangi kemungkinan obesitas. Ibu-ibu yang diberikan penyuluhan
tentang ASI dan laktasi, turunya berat badan bayi (pada minggu pertama
kelahiran) tidak sebanyak ibu-ibu yang tidak diberi penyuluhan. Hal ini
karena kelompok ibu-ibu tersebut segera memberikan ASI setelah
melahirkan. Frekuensi menyusu yang sering (tidak dibatasi) juga
dibuktikan bermanfaat karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak
sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit.

5. Teknik menyusui yang benar


185

Teknik menyusui perlu diperhatikan, karena sangat menentukan


keberhasilan dalam mempertahahankan menyusui dan memperbanyak
produksi ASI.
a. Posisi ibu menyusui
 Duduk dengan posisi enak dan santai kalau perlu pakailah kursi yang
ada sandaran punggung dan lengan.
 Gunakan bantal untuk mengganjal bayi, agar jarak bayi tidak terlalu
jauh dari payudara
b. Memasukkan puting susu
 Bila menyusukan mulai dengan payudara kanan, letakkanlah kepala
bayi pada siku bagian dalam lengan kanan, badan bayi mengahadap ke
badan ibu.
 Lengan kiri bayi di letakkan di seputar pinggang ibu, tangan kanan ibu
memegang pantat / paha kanan bayi.
 Sanggahlah payudara kanan ibu dengan keempat jari tangan kiri
dibawahnya, dan ibu jari diatasnya, tetapi tidak diatas bagian yang
berwarna hitam ( aerola mamae)
 Sentuhlah mulut bayi dengan putting susu
 Tunggu sampai bayi membuka mulut lebar-lebar
 Puting susu secepatnya kedalam mulut sampai daerah berwarna hitam
c. Melepaskan hisapan bayi
Setelah selesai menyusukan bayi selama 10 menit, lepaskanlah isapan bayi
dengan cara:
 Masukkan jari kelingking ibu yang bersih ke sudut mulut bayi
 Dengan menekan dagu bayi kebawah
 Dengan menutup lubang hidung bayi
 Jangan menarik puting susu untuk melepaskannya
d. Menyendawakan bayi
Setelah hisapan bayi dilepaskan, sendawakan bayi sebelum menyusukan
dengan payudara yang lain, dengan cara
186

 Sandarkan bayi dipundak ibu tepuklah punggungnya dengan pelan


sampai keluar sendawa
 Bayi ditelungkupkan dipangkuan ibu, sambil digosok punggungnya
6. Cara pemberian dan penyimapanan ASI untuk ibu yang bekerja
Cara Pemberian :
Sebelum berangkat bekerja, ibu menyusu bayinya kemudian setelah
menyusui,ibu memeras ASI untuk disimpan,dengan aturan ASI dapat bertahan
selama 6 jam jika disimpan dalam suhu ruangan,ASI dapat bertahan selama 24
jam jika disimpan dalam lemari es (kulkas),dan ASI dapat bertahan selama 6
bulan jika disimpan dalam freezer kulkas. Untuk ASI yang disimpan dalam
freezer,beberapa jam sebelum disusukan harus dikeluarkan terlebih dahulu
untuk dihangatkan dengan cara direndam dengan air hangat,tanpa harus
dihangatkan secara langsung dengan api karena apabila dihangatkan dengan
api secara langsung maka akan merusak kandungan gizi dalam ASI.
Cara Penyimpanan :

 Masukan ASI dalam kantung plastik polietilen (misal plastik gula);


atau wadah plastik untuk makanan atau yang bisa dimasukkan dalam
microwave, wadah melamin, gelas, cangkir keramik.
 Jangan masukkan dalam gelas plastik minuman kemasan maupun
plastik styrofoam.
 Beri tanggal dan jam pada masing-masing wadah.
 Dinginkan dalam refrigerator (kulkas). Simpan sampai batas waktu
yang diijinkan ( + 2 minggu).
 Jika hendak dibekukan, masukkan dulu dalam refrigerator selama
semalam, baru masukkan ke freezer (bagian kulkas untuk
membekukan makanan).
 Gunakan sebelum batas maksimal yang diijinkan. (+ 3-6)

7. Masalah dalam Menyusui dan Penanganannya


187

a. ASI kurang
Seringkali ibu merasa produksi ASInya kurang padahal sebenarnya
tidak, apalagi bila bayinya sering menangis, ibu tergesa-gesa ingin
memberikan tambahan susu formula.
Penanganannya :
 Ibu harus mengkonsumsi makanan yang bergizi
 Menyusuilah dengan sabar
 Menyusui secara bergantian antara kedua payudara
 Minimalkan penggunaan alat (misal : dot) karena akan
membingungkan bayi dan akhirnya mengurangi rangsangan
untuk memproduksi ASI
b. Bayi Bingung Puting
Bayi yang mendapatkan susu formula bergantian dengan ASI akan
mengalami nipple confusion sehingga waktu menyusu ibunya sering
terputus-putus bahkan kadang-kadang menolak menyusu ibunya.
Penanganannya :

 Ibu harus mengusahakan pemberian ASI eksklusif


 Menyusui dengan cara yang benar
 Menyusui lebih lama dan sering
c. Payudara Bengkak
Pada hari-hari pertama, seringkali menyusui kurang efektif sehingga
ASI mengumpul di dalam payudara, menekan pembuluh darah dan
saluran limfe. Hal ini mengakibatkan payudara menjadi bengkak dan
nyeri.
Untuk menghindari hal tersebut lakukanlah :
 Susui bayi segera setelah bayi lahir
 Susui menurut kehendak bayi, jangan dijadwalkan
 Susui bayi dengan menggunakan tehnik menyususi yang benar
 Keluarkan sisa ASI dengan tangan atau pompa
Penanganannya:
188

 Bayi disusukan untuk menghindari pembengkakan


 Berikan kompres dingin untuk menguragi nyeri
 Lakukan pengurutan atau massage payudara
d. Puting payudara nyeri
Rasa sakit akan berkurang setelah ASI keluar. Bila posisi mulut bayi
dan putting susu ibu benar, perasaan nyeri akan segera hilang. Cara
menanganinya:
 Posisi menyusui sudah benar
 Mulai menyusui pada putting susu yang tidak sakit,
guna membantu mengurangi sakit pada putting susu yang sakit.
 Segera setelah minum, keluarkan sedikit ASI. Oleskan diputing
susu dan biarkan payudara terbuka untuk beberapa waktu sampai
puting susu kering.
e. Puting payudara lecet
Puting payudara yang lecet dapat dirawat dengan:
 Ibu dapat memberikan ASI pada keadaan luka yang tidak begitu
sakit.
 Mengoleskan kolostrum atau ASI disekitar puting susu dan sesudah
menyusui.
 Puting susu diistirahatkan selama kurang lebih 1 x 24 jam.
 Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan
dengan tangan dan tidak dianjurkan dengan alat pompa karena
nyeri
 Meminumkan ASI pada bayi dengan menggumakan sendok bersih
selama masa istirahat.
 Tidak diperbolehkan mencuci payudara dengan menggunakan
sabun.
f. Mastitis
189

Mastitis adalah peradangan payudara akibat infeksi. Biasanya terjadi


pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan yang tersumbat atau
luka pada putting yang terinfeksi.
Penanganannya:

 Kompres air hangat


 Ibu tetap menyusui bayinya pada payudara yang tidak terinfeksi
 Cukup istirahat
 Minum air putih minimal 2 liter/hari
 Minum anti biotic
 Lakukan perawatan payudara

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Mengenai Tas Siaga Bencana

Pokok Bahasan : Tas Siaga Bencana

Hari/Tanggal : Selasa, 21/12/21

Waktu : 60 Menit (14.00-15.00) WIB


190

Sasaran : Masyarakat dan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW


09 Kelurahan Pasie Nan Tigo

Tempat : Pos Pemuda

J. Latar Belakang
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017,
secara Geografis, Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu
Lempeng Pasifik, Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Eurasia (Pusat
Studi Gempa Nasional, 2017). Kondisi ini menyebabkan Indonesia rentan
terhadap bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan jenis
bencana geologi lainnya. Sedangkan bencana hidrometeorologi berupa
kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan,
kekeringan, dan cuaca esktrim.

Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana


Indonesi (DIBI)-BNPB, terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian
bencana pada periode tahun 2005 hingga 2015 lebih dari 78% (11.648)
kejadian bencana merupakan bencana hidrometeorologi dan sekitar 22%
(3.810) merupakan bencana geologi. Kejadian bencana kelompok
hidrometeorologi berupa kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim,
kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca esktrim. Sedangkan
untuk kelompok bencana geologi yang sering terjadi adalah gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Kecenderungan jumlah
kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang relatif
terus meningkat.

Jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor geologis tidak


terlalu signifikan dibandingkan jumlah kejadian bencana yang disebabkan
oleh faktor hidrometeorologis. Meskipun demikian, bencana geologis,
191

khususnya gempa bumi dan tsunami pada kenyataannya banyak


menimbulkan dampak yang cukup besar baik dari sisi korban dan
kerugian ekonomi. Pengaruh perubahan iklim juga ikut memberikan
kontribusi dalam peningkatan kejadian bencana hidrometeorologi. Dengan
frekuensi kejadian yang banyak, kelompok bencana ini juga memberikan
dampak yang sangat besar terutama pada sektor ekonomi dan lingkungan,
baik dampak langsung kejadian bencana maupun dampak tidak langsung.
Hal ini disebabkan karena bencana datang secara tiba-tiba sehingga
banyak masyarakat yang tidak sempat menyelamatkan harta benda bahkan
nyawanya sendiri.

Gambar 1.1 menunjukan bahwa tiap tahunnya jumlah kejadian


bencana terus meningkat.

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Kejadian Bencana 2005 – 2015 (BNPB, 2016)

Banyak kejadian bencana yang mengakibatkan masyarakat harus


melakukan evakuasi. Evakuasi merupakan tindakan pengungsian atau
pemindahan penduduk dari daerah yang berbahaya (BNPB, 2017).
Contohnya pada kasus bencana gempa dan tsunami, ketika peringatan
dini tsunami telah dikeluarkan oleh BMKG, masyarakat harus melakukan
192

evakuasi ke tempat yang lebih aman. Pada saat melakukan evakuasi,


seringkali masyarakat membawa sebagian barang yang dirasa akan
diperlukan di tempat evakuasi dengan menggunakan tas yang selanjutnya
disebut tas siaga bencana. Mempersiapkan tas siaga bencana adalah salah
satu bentuk kesiapsiagaan yang diperlukan ketika menghadapi bencana.
Tas siaga bencana dipersiapkan untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatu
bencana atau kondisi darurat lainnya. Dalam Buku Saku BNPB tahun
2017 terdapat daftar benda yang dibutuhkan pada saat bencana.

Tabel 1.1 Daftar Benda yang Dibutuhkan Saat Bencana

1 Air Minum untuk 3 – 10 hari

2 Makanan untuk 3 – 10

3 Obat P3K

4 Obat obatan pribadi

5 Lampu senter serta baterai cadangan

6 Radio

7 Sejumlah uang dan dokumen penting

8 Pakaian, jaket dan sepatu

9 Peralatan (peluit, sarung tangan, selotip, pisau serbaguna,


masker, pelindung kepala)

10 Pembersih higienis (tisu basah, hand sanitizer, perlengkapan


mandi ).

(Sumber : BNPB, 2017)

Pada kasus gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami terjadi


di kota Padang, waktu minimal masyarakat yang untuk melakukan
193

evakuasi yaitu selama 20 menit sebelum terjadinya tsunami (Yosrizal,


2018). Dalam waktu yang singkat tersebut, masyarakat tidak memiliki
waktu yang banyak untuk mengumpulkan semua barang-barang penting
serta keperluan lainnya. Tas siaga bencana ini seharusnya sudah
dipersiapkan jauh hari sebelum bencana terjadi, sehingga ketika bencana
datang dan harus melakukan evakuasi, masyarakat dapat langsung
membawanya. Tas siaga bencana berguna sebagai sumber logistik untuk
bertahan hidup saat proses evakuasi sebelum bantuan datang setelah
bencana terjadi (BNPB, 2017).

I. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit, masayarakat
mampu memahami tentang tas siaga bencana khususnya pada orang
dewasa.

2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan selama 20 menit diharapkan sasaran dapat:
d. Menyebutkan pengertian Tas Siaga Bencana
e. Menjelaskan tujuan dari Tas Siaga Bencana
f. Menjelaskan daftar benda yang harus ada dalam Tas Siaga
Bencana.
J. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
Tas Siaga Bencana
2. Sasaran/Target
Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
3. Metode
194

 Ceramah
 Diskusi
4. Media
 Modul
 Leaflet
5. Waktu dan Tempat
 Hari/Tanggal : Selasa, 21/12/21
 Waktu : 14.00-15.00 WIB
 Tempat : Pos Pemuda
K. Perencanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Peserta

1. 5 menit Pembukaan :
5. Membuka kegiatan 5. Menjawab salam
dengan mengucapkan
salam pada peserta
6. Memperkenalkan diri
7. Menjelaskan tujuan dari 6. Mendengarkan
penyuluhan 7. Memperhatikan
8. Kontrak waktu dengan
peserta

8. Menyetujui
2. 20 menit Pelaksanaan :
6. Menyebutkan pengertian 6. Memperhatikan
dari Tas Siaga Bencana
7. Menjelaskan tujuan dari
7. Memperhatikan
Tas Siaga Bencana
8. Menjelaskan daftar benda
yang harus ada dalam Tas 8. Memperhatikan
Siaga Bencana
195

9. Mempersilahkan peserta
untuk bertanya
10. Menjawab pertanyaan
9. Bertanya
peserta

10. Mendengarkan
3. 15 menit Terminasi
4. Memberikan motivasi 4. Memperhatikan
dan pujian kepada peserta
yang sudah berpartisipasi
dan memberikan saran
untuk rencana kegiatan
dalam pencegahan
bencana
5. Mengucapkan terima
kasih kepada peserta
6. Mengucapkan salam
5. Mendengarkan

6. Menjawab salam

L. Setting Tempat
196

Keterangan :

Moderator Observer

Presentator Dokumentasi

Operator Fasilitator

M. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Mimi Agusti Sastika
 Presentator : Reflina Sari
 Fasilitator : Rita Sri Hartati, Azlina Fitrha Sari
 Observer : Yolanda Sukarma, Rita Sri Hartati, Azli
 Dokumentasi : Tri Ulfa Amelda, Rahayu Maya Sari
 Konsumsi : Ernisah, Sonya Odisa Amri , Efa Sulastri
 Perlengkapan : Miftahul Jannah MN, Annisa Farhanah
 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno

N. Rincian Tugas
11. Leader
 Menjelaskan tujuan bermain
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan kegiatan pada dewasa
 Mengealuasi perasaan setelah pelaksanaan
12. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
197

13. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam penyuluhan
14. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan
15. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun
dalam
16. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non
verbal jalannya kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
17. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
18. Konsumsi
 Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
19. Perlengkapan
198

 Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan


diskusi
20. Operator
 Mengoperasikan media diskusi
O. Evaluasi Proses
d. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan bencana
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan Kader Siaga Bencana Devisi
Dewasa RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
e. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang
akan dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
f. Evaluasi hasil
 Diharapkan peserta mampu memahami materi terkait Tas Siaga
Bencana (pengertian, tujuan dan daftar benda yang harus ada dalam
Tas Siaga Bencana) yang telah disampaikan
 Diharapkan peserta berperan aktif dalam diskusi

LAMPIRAN MATERI

Tas Siaga Bencana


4. Pengertian Tas Siaga Bencana
199

Tas siaga bencana adalah tas yang dipersiapkan anggota keluarga


untuk berjaga-jaga apabila terjadi suatu bencna atau kondisi darurat
lainnya. Tas ini dipersiapkan untuk bertahan hidup saat bantuan belum
datang. Tas Siaga Bencana berisi barang-barang pokok dan penting yang
wajib ada ketika sebuah bencana atau kondisi darurat terjadi sesuai
kebutuhan.Tas siaga bencana dipersiapkan untuk berjaga-jaga apabila
terjadi suatu bencana atau kondisi darurat lainnya. Tas siaga bencana ini
seharusnya sudah dipersiapkan jauh hari sebelum bencana terjadi,
sehingga ketika bencana datang dan harus melakukan evakuasi,
masyarakat dapat langsung membawanya (BNPB, 2017).
Kesiapsiagaan Kota Padang mengenai kebutuhan yang harus
dipersiapkan oleh masyarakat pada tas siaga bencana. Beliau menyebutkan
bahwa kebutuhan yang harus dipersiapkan oleh masyarakat adalah untuk
masa evakuasi 1x24 jam, karena kemungkinan datangnya bantuan pasca
bencana dari pemerintah (BNPB) dan lembaga kebencanaan seperti PMI,
Basarnas, serta lembaga kebencaan lainnya yaitu selama 1x24 jam masa
evakuasi.

5. Tujuan Dari Tas Siaga Bencana


Tujuan dari tas siaga bencana adalah untuk memudahkan masyarakat
saat proses evakuasi dilakukan. Tas siaga bencana berguna sebagai sumber
logistik untuk bertahan hidup saat proses evakuasi sebelum bantuan datang
setelah bencana terjadi (BNPB, 2017). TSB disarankan sebagai cadangan
bertahan hidup apabila bantuan belum datang. Selain itu, tas tersebut dapat
memudahkan saat evakuasi dari lokasi bencana menuju tempat yang lebih
aman.
6. Daftar Benda yang Harus Ada Dalam Tas Siaga Bencana

No. Bahan dan Alat

1. Air Minum untuk 3 – 10 hari

2. Makanan untuk 3 – 10
200

3. Obat P3K

4. Obat obatan pribadi

5. Lampu senter serta baterai cadangan

6. Radio

7. Sejumlah uang dan dokumen penting

8. Pakaian, jaket dan sepatu

9. Peralatan (peluit, sarung tangan, selotip, pisau serbaguna,


masker, pelindung kepala)

10. Pembersih higienis (tisu basah, hand sanitizer, perlengkaan


mandi)

Gambar 1.1. Isi Tas siaga bencana


201

Satuan Acara Penyuluhan Triage

Pokok Bahasan : TRIAGE

Hari/Tanggal : Selasa, 21/12/21

Waktu : 60 Menit (14.00-15.00) WIB

Sasaran : Masyarakat dan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW


09 Kelurahan Pasie Nan Tigo

Tempat : Pos Pemuda

I. Latar Belakang
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017,
secara Geografis, Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu
Lempeng Pasifik, Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Eurasia (Pusat
Studi Gempa Nasional, 2017). Kondisi ini menyebabkan Indonesia rentan
terhadap bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan jenis
bencana geologi lainnya. Sedangkan bencana hidrometeorologi berupa
kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan,
kekeringan, dan cuaca esktrim.

Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana


202

Indonesi a (DIBI)-BNPB, terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian


bencana pada periode tahun 2005 hingga 2015 lebih dari 78% (11.648)
kejadian bencana merupakan bencana hidrometeorologi dan sekitar 22%
(3.810) merupakan bencana geologi. Kejadian bencana kelompok
hidrometeorologi berupa kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim,
kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca esktrim. Sedangkan
untuk kelompok bencana geologi yang sering terjadi adalah gempa bumi,
tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Kecenderungan jumlah
kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang relatif
terus meningkat. Jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor
geologis tidak terlalu signifikan dibandingkan jumlah kejadian bencana
yang disebabkan oleh faktor hidrometeorologis. Meskipun demikian,
bencana geologis, khususnya gempa bumi dan tsunami pada kenyataannya
banyak menimbulkan dampak yang cukup besar dari sisi korban.

Triage sebagai pintu gerbang perawatan korban


memegang peranan penting dalam pengaturan darurat melalui
pengelompokan dan memprioritaskan paien secara efisien sesuai
dengan tampilan medis pasien. Triage adalah perawatan terhadap
korban yang didasarkan pada prioritas korban selama bencana
bersumber pada penyakit/ tingkat cedera, tingkat keparahan,
prognosis dan ketersediaan sumber daya. Dengan triage dapat
ditentukan kebutuhan terbesar pasien/korban untuk segera
menerima perawatan secepat mungkin. Tujuan dari triage adalah
untuk mengidentifikasi pasien yang membutuhkan tindakan
resusitasi segera, menetapkan pasien ke area perawatan untuk
memprioritaskan dalam perawatan dan untuk memulai tindakan
diagnostik atau terapi.

II. Tujuan
203

1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit, masayarakat mampu
memahami dan mengerti tentang triage khususnya pada orang dewasa.

2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan selama 15 menit diharapkan sasaran dapat:
a. Menyebutkan pengertian Triage
b. Menjelaskan tujuan dari Triage
c. Menjelaskan prinsip dari Triage
d. Menjelaskan klasifikasi dari Triage
 Menjelaskan katagori sistem triage
 Menyebutkan kode warna International dalam triage
 Menjelaskan Metode Triage Pada Bencana
 Menjelaskan Pelaksanaan Triage Metode S.T.A.R.T

III.Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik
TRIAGE
2. Sasaran/Target
Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
3. Metode
Ceramah
4. Media
 Modul
 Leaflet
Waktu dan Tempat

 Hari/Tanggal : selasa, 21/12/21


 Waktu : 14.00-15.00 WIB
204

 Tempat : Pos Pemuda

I. Perencanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Peserta

1. 5 menit Pembukaan :
1. Membuka kegiatan 1. Menjawab salam
dengan mengucapkan
salam pada peserta
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari 2. Mendengarkan dan
penyuluhan mendengarkan
4. Kontrak waktu dengan 3. Memperhatikan
peserta dan mendengarkan

4. Menyetujui dan
memberi
tanggapan
2. 20 menit Pelaksanaan :
1. Menyebutkan pengertian 1. Memperhatikan
dari triage dan mendengarkan
2. Menjelaskan tujuan dari
triage
2. Memperhatikan
3. Menjelaskan prinsip dari
dan mendengarkan
Triage
4. Menjelaskan klasifikasi
dari Triage 3. Memperhatikan
5. Menjelaskan katagori dan mendengarkan
sistem triage
6. Menyebutkan kode warna 4. Memperhatikan
International dalam triage dan mendengarkan
205

7. Menjelaskan Metode
Triage Pada Bencana 5. Memperhatikan
8. Menjelaskan Pelaksanaan dan mendengarkan
Triage Metode S.T.A.R.
9. Melakukan sesi tanya 6. Memperhatikan
jawab terkait triage dan mendengarkan
10. Menjawab pertanyaan
dari peserta 7. Memperhatikan
dan mendengarkan

8. Memperhatikan
dan mendengarkan

9. Bertanya dan
memberi
tanggapan

10. Mendengarkan
dan
memperhatikan
3. 15 menit Terminasi
1. Memberikan motivasi 1. Memperhatikan
dan pujian kepada peserta dan memberi
yang sudah berpartisipasi tanggapan
dalam kegiatan
penyuluhan 2. Mendengarkan dan
2. Mengucapkan terima memperhatikan
kasih kepada peserta
3. Mengucapkan salam
3. Menjawab salam
206

II. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator Observer

Presentator Dokumentasi

Operator Fasilitator

III. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Mimi Agusti Sastika
 Presentator : Reflina Sari
 Fasilitator : Annisah Farhana, Sonya Odisa, Miftahul Jannah
 Observer : Yolanda Sukarma, Rahayu Maya Sari
 Dokumentasi : Tri Ulfa Amelda
 Konsumsi : Azlina Fitrha Sari, Eva Sulastri
 Perlengkapan : Dian Agusti Tanjung, Ernisah
 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno

IV. Rincian Tugas


1. Leader
207

 Menjelaskan tujuan kegiatan


 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan pada anggota
 Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
3. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam penyuluhan
4. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan
5. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun
dalam
6. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non
verbal jalannya kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
208

7. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
8. Konsumsi
Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
9. Perlengkapan
Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
10. Operator
Mengoperasikan media diskusi

V. Evaluasi Proses
a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan keperluan penyuluhan
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan
sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan Kader Siaga Bencana Devisi
Dewasa RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang
akan dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 Sebanyak 90% kader dewasa yang hadir saat penyuluhan
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan tujuan dari triase
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan jenis-jenis triase
 Sebanyak 30% kader dewasa dapat menentukan triase dengan
benar berdasarkan kasus yang diberikan oleh panitia
209
210

LAMPIRAN MATERI
TRIAGE
1. Pengertian Triage
Triage berasal dari kata Perancis yaitu “ Trier “ yang berarti
membagi dalam 3 group. Pertama kala dikenalkan pada awal 1800-an
yang ditujukan untukmemprioritaskan pasien dan memberikan perawatan
segera kepada korban yang terluka parah. Baron Dominique Jean Larrey,
seorang ahli bedah pada pasukan Napoleon, merancang suatu metode
evaluasi dan kategorisasi yang cepat pada pasukan yang terluka dimedan
pertempuran dan kemudian mengevakuasi mereka secepatnya. Pada tahun
1950-1960 triage digunakan diruang gawat darurat karena 2 alasan yaitu:
meningkatkan kunjungan, meningkatkan penggunaan untuk non urgen.
Triage merupakan suatu sistem yang digunakan dalam
mengidentifikasi korban dengan cedera yang mengancam jiwa untuk
kemudian di berikan prioritas untuk dirawat dan di evakuasi ke fasilitas
kesehatan.Triage adalah suatu sistem seleksi pasien yang menjamin supaya
tidak ada pasien yang tidak mendapatkan perawatan medis. Proses khusus
memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit : menentukan
jenis perawatan gawat darurat serta transportasi.
Triage adalah proses yang berkesinambungan sepanjang
pengelolaan. Triage inisial dilakukan petugas pertama yang tiba. Nilai
ulang terus menerus karena status dapat berubah. Triage adalah
pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya trauma atau
penyakit serta kecepatan penanganan atau pemindahan. Triage adalah
suatu proses yang mana pasien digolongkan menurut tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya. Triase (Triage) adalah Tindakan untuk
memilah/mengelompokkan korban berdasar beratnya cidera, kemungkinan
untuk hidup, dan keberhasilan tindakan berdasar sumber daya (SDM dan
sarana) yang tersedia.
2. Tujuan Triage
Tujuan triage adalah :
211

a. Bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan


korban sebanyak mungkin.
b. Untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan
c. Agar pasien mendapatkan prioritas pelayanan sesuai dengan tingkat
kegawatannya, dapat menangani korban/pasien dengan cepat, cermat
dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
a. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
b. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
c. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat
3. Prinsip Triage
“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sependek mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time serta melakukan yang terbaik
untuk jumlah terbanyak” dengan seleksi korban berdasarkan :
a. Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
b. Dapat mati dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal
4. Klasifikasi Triage
Klasifikasi berdasarkan pada :
a. Pengetahuan
b. data yang tersedia
c. situasi yang berlangsung
Sistem klasifikasi menggunakan nomor, huruf atau tanda. Adapun klasifikasinya
sebagai berikut :
1) Prioritas 1 atau Emergensi
212

a) Pasien dengan kondisi mengancam nyawa, memerlukan evaluasi


dan intervensi segera
b) Pasien dibawa ke ruang resusitasi
c) Waktu tunggu 0 (Nol)
2) Prioritas 2 atau Urgent
a) Pasien dengan penyakit yang akut
b) Mungkin membutuhkan trolley, kursi roda atau jalan kaki
c) Waktu tunggu 30 menit
d) Area Critical care
3) Prioritas 3 atau Non Urgent
a) pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis yang
minimal
b) luka lama
c) kondisi yang timbul sudah lama
d) area ambulatory / ruang P3
4) Prioritas 0 atau 4 Kasus kematian
a) tidak ada respon pada segala rangsangan
b) tidak ada respirasi spontan
c) tidak ada bukti aktivitas jantung
d) hilangnya respon pupil terhadap cahaya
5. 3 (tiga) Katagori Sistem Triage :
Format asli dari triage adalah :
a) Prioritas tertinggi\
b) Prioritas kedua
c) Prioritas terendah
6. 4 (empat) Kategori Sistem Triage :

 Prioritas tertinggi
a) Segera, klas 1, berat, emergency
 Prioritas tinggi
b) Sekunder, klas 2, sedang dan urgent
213

 Prioritas rendah
c) Dapat ditunda, klas 3, ringan, non urgent
 Meninggal
d) Mungkin meninggal, klas 4, klas 0
7. Kode Warna International Dalam Triage :
a) Warna HITAM : Priority 0 (DEAD)
b) Warna MERAH : Priority 1
c) Warna KUNING : Priority 2
d) Warna HIJAU : Priority 3
8. Metode Triage Pada Bencana
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang
dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase
Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation).
a) Mettag (Triage tagging system)
 Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase
untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap
korban.

 Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.


 Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas
dan tidak mungkin diresusitasi.
 Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang
memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport
segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-
abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).
 Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan,
namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak
akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien
mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas
214

(misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa


gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala
atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
 Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang
tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan
pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala
(cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat
darurat psikologis).
 Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan
cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti
tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas
Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label
yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.
 Triase Sistim METTAG.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas
korban. Resusitasi ditempat.

b) Start (Simple Triage And Rapid Transportation).


Salah satu metode yang paling sederhana dan umum digunakan
adalah metode S.T.A.R.T atau Simple Triage and Rapid Treatment. Metode
ini membagi penderita menjadi 4 kategori :
 Prioritas 1 – Merah
Merupakan prioritas utama, diberikan kepada para penderita yang
kritis keadaannya seperti gangguan jalan napas, gangguan pernapasan,
perdarahan berat atau perdarahan tidak terkontrol, penurunan status
mental
 Prioritas 2 – Kuning
Merupakan prioritas berikutnya diberikan kepada para penderita
yang mengalami keadaan seperti luka bakar tanpa gangguan saluran napas
215

atau kerusakan alat gerak, patah tulang tertutup yang tidak dapat berjalan,
cedera punggung.
 Prioritas 3 – Hijau
Merupakan kelompok yang paling akhir prioritasnya, dikenal juga
sebagai ‘Walking Wounded” atau orang cedera yang dapat berjalan
sendiri.
 Prioritas 0 – Hitam
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera
yang mematikan.
Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai
dengan warna prioritas. Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu
khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai
dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan.
Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label
lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.
9. Pelaksanaan Triage Metode S.T.A.R.T
Untuk memudahkan pelaksanaan triage maka dapat dilakukan suatu
pemeriksaan sebagai berikut :
a. Kumpulkan semua penderita yang dapat / mampu berjalan sendiri ke
areal yang telah ditentukan, dan beri mereka label HIJAU.
b. Setelah itu alihkan kepada penderita yang tersisa periksa :
c. Pernapasan :
 Bila pernapasan lebih dari 30 kali / menit beri label MERAH
 Bila penderita tidak bernapas maka upayakan membuka jalan napas
dan bersihkan jalan napas satu kali, bila pernapasan spontan mulai
maka beri label MERAH, bila tidak beri HITAM.
 Bila pernapasan kurang dari 30 kali /menit nilai waktu pengisian
kapiler.
d. Waktu pengisian kapiler :
 Lebih dari 2 detik berarti kurang baik, beri MERAH, hentikan
perdarahan besar bila ada.
216

 Bila kurang dari 2 detik maka nilai status mentalnya.


 Bila penerangan kurang maka periksa nadi radial penderita. Bila
tidak ada maka ini berarti bahwa tekanan darah penderita sudah
rendah dan perfusi jaringan sudah menurun
e. Pemeriksaan status mental :
 Pemeriksaan untuk mengikuti perintah-perintah sederhana
 Bila penderita tidak mampu mengikuti suatu perintah sederhana
maka beri MERAH.
 Bila mampu beri KUNING.
Setelah memberikan label kepada penderita maka tugas anda
berakhir segera lanjutkan ke penderita berikut.
217

f. Sistem DalamPenanganan Triage


 Non Disaster : Untuk menyediakan perawatan sebaik mungkin
bagi setiap individu pasien
 Disaster : Untuk menyediakan perawatan yang lebih efektif untuk
pasien dalam jumlah banyak
218

Satuan Acara Penyuluhan Perawatan Luka Dasar

Pokok Bahasan : Perawatan Luka Dasar

Hari/Tanggal : Selasa, 21/12/21

Waktu : 60 Menit (14.00-15.00) WIB

Sasaran : Masyarakat dan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09


Kelurahan Pasie Nan Tigo

Tempat : Pos Pemuda

I. Latar Belakang
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, secara Geografis,
Indonesia terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Hindia-
Australia dan Lempeng Eurasia (Pusat Studi Gempa Nasional, 2017). Kondisi ini
menyebabkan Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api
dan jenis bencana geologi lainnya. Sedangkan bencana hidrometeorologi berupa kejadian
bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca
esktrim.

Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana Indonesi a (DIBI)-
BNPB, terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian bencana pada periode tahun 2005 hingga
2015 lebih dari 78% (11.648) kejadian bencana merupakan bencana hidrometeorologi dan
sekitar 22% (3.810) merupakan bencana geologi. Kejadian bencana kelompok
hidrometeorologi berupa kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan
hutan, kekeringan, dan cuaca esktrim. Sedangkan untuk kelompok bencana geologi yang
sering terjadi adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor.
Kecenderungan jumlah kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang
relatif terus meningkat. Jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor geologis tidak
terlalu signifikan dibandingkan jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor
hidrometeorologis. Meskipun demikian, bencana geologis, khususnya gempa bumi dan
tsunami pada kenyataannya banyak menimbulkan dampak yang cukup besar dari sisi
korban.
219

Menurut penelitian ahli kegempaan Kerry Sieh dan Danny Hilman tahun 2011, gempa
berkekuatan 8.9 SR diprediksi akan memicu tsunami dengan ketinggian sampai 10 m dari
permukaan laut. Dari hal tersebut jika tidak diimbangi dengan kesiapsiagaan masyarakat
maka akan berdampak pada tingginya jumlah kerugian dari bencana ini baik dari materil
maupun jiwa sehingga perlunya kesiapsiagaan pada masyarakat. Salah satu kesiapsigaan
yang dibutuhkan yakni dengan mempelajari penanganan perawatan luka.

Berdasarkan Data Riskesdas (2013) Proporsi jenis luka atau macam luka akibat trauma di
Indonesia didominasi oleh luka lecet/memar sebesar 70,9%. Korban bencana yang
mengalami luka harus segera dilakukan tindakan perawatan yakni dengan melakukan
perawatan luka dengan tujuan mencegah infeksi atau kondisi luka memburuk sebab
terkontaminasi oleh lingkungan.

a. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 60 menit, masayarakat mampu memahami dan
mengerti tentang perawatan luka khususnya pada orang dewasa.

b. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan selama 60 menit diharapkan sasaran dapat:
 Menyebutkan pengertian Perawatan Luka
 Menjelaskan tujuan dari Perawatan Luka
 Menjelaskan langkah-langkah dari Perawatan Luka
b. Pelaksanaan Kegiatan
a. Topik
PERAWATAN LUKA
b. Sasaran/Target
Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
c. Metode
Ceramah
d. Media
 Modul
 Leaflet
220

e. Waktu dan Tempat


 Hari/Tanggal : selasa, 21/12/21
 Waktu : 14.00-15.00 WIB
 Tempat : Pos Pemuda

c. Perencanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Peserta

1. 3 menit Pembukaan :
1. Membuka kegiatan dengan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam pada dan
peserta memperhatikan
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan dan
3. Menjelaskan tujuan dari memperhatikan
penyuluhan 3. Memperhatikan
4. Kontrak waktu dengan peserta dan mendengarkan
4. Menyetujui dan
memberi
tanggapan
2. 10 menit Pelaksanaan :
1. Menyebutkan pengertian dari 1. Memperhatikan
Perawatan Luka dan mendengarkan
2. Menjelaskan tujuan dari 2. Memperhatikan
Perawatan Luka dan mendengarkan
3. Menjelaskan langkah- langkah 3. Memperhatikan
dari Perawatan Luka dan mendengarkan
4. Melakukan sesi tanya jawab 4. Bertanya dan
terkait Perawatan Luka memberi
5. Menjawab pertanyaan dari tanggapan
peserta

5. Mendengarkan
dan
memperhatikan
221

3. 2 menit Terminasi
1. Memberikan motivasi dan 1. Memperhatikan
pujian kepada peserta yang dan memberi
sudah berpartisipasi dalam tanggapan
kegiatan penyuluhan 2. Mendengarkan dan
2. Mengucapkan terima kasih memberi
kepada peserta tanggapan
3. Mengucapkan salam 3. Menjawab salam
dan bubar

d. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator Observer

/Presentator Dokumentasi

Operator Fasilitator

e. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Mimi Agusti Sastika
 Presentator : Reflina Sari
 Fasilitator : Ernisah, Sonya Odisa
 Observer : Yolanda Sukarma, Miftahul Jannah
 Dokumentasi : Annisa Farhanah, Rahayu Maya Sari
 Konsumsi : Eva Sulastri, Tri Ulfa Amelda, Rita Suhartati
222

 Perlengkapan : Dian Agusti Tanjung, Azlina Fitrha Sari


 Operator : Ananda Prastuti Sutrisno

f. Rincian Tugas
1. Leader
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan pada anggota
 Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
3. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam penyuluhan
4. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan
5. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam
6. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal jalannya
kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
223

 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan


7. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
8. Konsumsi
Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
9. Perlengkapan
Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
10. Operator
Mengoperasikan media diskusi

g. Evaluasi Proses
a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan keperluan penyuluhan
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 089
Kelurahan Pasie Nan Tigo
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 Sebanyak 80% kader dewasa yang hadir saat penyuluhan
 Sebanyak 75% kader dewasa dapat menyebutkan tujuan dari perawatan luka
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan alat dan bahan untuk
melakukan perawatan luka
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan langkah-langkah untuk
melakukan perawatan luka
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat mempraktikan cara melakukan perawatan
luka
224

LAMPIRAN MATERI

PERAWATAN LUKA

1. Pengertian Perawatan Luka


Perawatan luka merupakan tindakan yang dilakukan untuk merawat luka agar kondisi luka
tidak semakin memburuk.

2. Tujuan Perawatan Luka


Tujuan perawatan luka adalah :
 Meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka
 Menghindari terjadinya infeksi
 Membuang jaringan mati/ nekrosis

3. Langkah-langkah Perawatan Luka


a. Hentikan Pendarahan
Memberikan tekanan langsung kepada pada luka akan menghentikan sebagian besar proses
perdarahan pada luka. Tekan luka menggunakan kain bersih atau gulungan kasa. Biasanya
tidak dibutuhkan tekanan yang sangat kuat, cukup dengan mendorong pembuluh darah yang
robek dengan kasa atau kain bersih. Jika Anda tidak memiliki pakaian atau kain kasa, Anda
dapat memberikan tekanan langsung dengan tangan Anda (pastikan tangan Anda sebersih
mungkin; bila memungkinkan gunakan sarung tangan). Sebagian besar perdarahan akan
berhenti dengan metode tekanan ini selama limahingga 10 menit. Namun terkadang dapat
memakan waktu selama 30 menit. Tekanan langsung dapat menghentikan proses perdarahan
karena membuat darah tetap berada dalam luka dan memberikan bahan baku untuk proses
pembekuan darah secara alami untuk terjadi. Tekanan langsung juga memberikan
kesempatan bagi Anda untuk memikirkan langkah perawatan berikutnya.
b. Nilai Kerusakan Luka
 Luka yang Berpotensi Mengancam Jiwa
Saat Anda melakukan pertolongan pertama pada luka yang cukup serius, terkadang tidak
banyak yang dapat Anda lakukan di lapangan. Pilihan yang terbaik adalah untuk
mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan, bahkan jika Anda berada di lokasi terpencil
225

dan mungkin sangat sulit. Jika luka yang Anda tangani memiliki salah satu dari situasi
berikut maka Anda perlu mencari perawatan medis segera:
 Perdarahan tidak berhenti dengan tekanan langsung atau produk kontrol
perdarahan atau Anda memerlukan tindakan pembebatan (tourniquet).
 Bila jari tangan dan kaki menjadi dingin atau berubah warna (menjadi biru
hingga kehitaman) (tanda-tanda pembuluh darah tidak dapat menyuplai darah,
jaringan yang tidak disuplai darah akan mati dan menjadi busuk)
 Luka tusuk pada rongga dada atau rongga perut (luka ini berpotensi
menimbulkan luka dalam yang tidak terlihat dan sangat mungkin berkembang
menjadi kondisi infeksi
 Luka di leher yang melibatkan jalan napas
 Luka yang berpotensi menimbulkan kerusakan permanen
Jenis Luka ini mungkin tidak segera mengancam jiwa namun memiliki
komplikasi umum dan serius. Komplikasi ini dapat menyebabkan kerusakan
jangka panjang atau permanen tanpa perawatan yang tepat. Jenis luka berikut
membutuhkan perawatan di fasilitas medis:
 Fraktur terbuka (bagian tulang yang patah yang menembus dari dalam hingga
ke permukaan kulit). Jika patah tulang dikaitkan dengan luka, luka itu berisiko
sangat tinggi untuk mengalami infeksi serius. Luka harus dibersihkan secara
menyeluruh dan dilakukan tindakan pembedahan dalam kondisi steril
mungkin. Cobalah untuk mendapatkan bantuan pelayanan medis dalam waktu
18 jam. Risiko infeksi Anda meningkat semakin lama Anda menunggu.
 Luka dengan kemungkinan kerusakan saraf. Apakah area distal ke luka (sisi
jauh dari jantung) mati rasa? Jika jawabannya adalah “YA”, Luka tersebut\
 Mungkin telah memutuskan saraf. Pertolongan medis harus segera diberikan
kepada korban.

c. Bersihlan Luka
Terdapat 3 proses dalam tahapan pembersihan luka, yaitu:
 Bila terdapat benda asing pada luka cobalah untuk membuangnya. Gunakan
pinset bila tersedia. Bila benda asingnya besar maka sebaiknya jangan dicabut
dan segera cari bantuan medis.
226

 Gunakan sabun dan air untuk luka permukaan (superfisial) atau kapas untuk
area yang sulit dijangkau
 Lakukan irigasi

d. Tentukan Tindakan Pengobatan Luka


Anda memiliki sekitar 10-12 jam untuk memutuskan apakah akan menutup (menjahit) luka
atau tidak. Risiko infeksi serius seperti abses (bakteri yang terperangkap dan nanah) akan
meningkat secara dramatis jika Anda menutup luka setelah jangka waktu tersebut.

e. Tutup Luka
Jika Anda telah melalui langkah empat di atas dan memutuskan untuk menutup atau menjahit
luka tersebut, Anda memiliki beberapa opsi antara lain:
 Lakukan jahitan (hecting),
 Staples,
 Lem atau selotip, atau
 Rambut dan tali (untuk luka di kepala)
227

Satuan Acara Penyuluhan Pembidaian


Pokok Bahasan : PEMBIDAIAN

Hari/Tanggal : Selasa, 21/12/21

Waktu : 60 Menit (14.00-15.00) WIB

Sasaran : Masyarakat dan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09


Kelurahan Pasie Nan Tigo

Tempat : Pos Pemuda

a. Latar Belakang
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, secara Geografis, Indonesia
terletak di antara tiga lempeng tektonik, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Hindia-Australia
dan Lempeng Eurasia (Pusat Studi Gempa Nasional, 2017). Kondisi ini menyebabkan
Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan jenis
bencana geologi lainnya. Sedangkan bencana hidrometeorologi berupa kejadian bencana
banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan cuaca esktrim.

Menurut data yang dihimpun dalam Data Informasi Bencana Indonesi a (DIBI)-BNPB,
terlihat bahwa dari lebih dari 1.800 kejadian bencana pada periode tahun 2005 hingga 2015
lebih dari 78% (11.648) kejadian bencana merupakan bencana hidrometeorologi dan sekitar
22% (3.810) merupakan bencana geologi. Kejadian bencana kelompok hidrometeorologi
berupa kejadian bencana banjir, gelombang ekstrim, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan,
dan cuaca esktrim. Sedangkan untuk kelompok bencana geologi yang sering terjadi adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, dan tanah longsor. Kecenderungan jumlah
kejadian bencana secara total untuk kedua jenis kelompok yang relatif terus meningkat.
Jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor geologis tidak terlalu signifikan
dibandingkan jumlah kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor hidrometeorologis.
Meskipun demikian, bencana geologis, khususnya gempa bumi dan tsunami pada
228

kenyataannya banyak menimbulkan dampak yang cukup besar dari sisi korban.

Korban dapat mengalami trauma sebagai dampak dari bencana. Pembidaian merupakan
bentuk penanganan dari trauma yang disebabkan oleh kecelakaan. Menurut Gilbert (2011),
pembidaian / splinting merupakan salah satu cara untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian
tubuh kita yang cedera. Ada berbagai macam pembidaian yaitu soft splint (bidai lunak), hard
splint (bidai kaku), air or vacuum splint (bidai udara), traction splint (bidai dengan traksi) dan
anatomy splint (bidai dengan anggota tubuh). Tujuan pembidaian adalah untuk
mempertahankan fragmen tulang, mencegah kerusakan jaringan sekitar tulang yang patah dan
mengurangi nyeri.

b. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, masayarakat mampu memahami dan
mengerti tentang pembidaian khususnya pada orang dewasa.
b. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penjelasan selama 30 menit diharapkan sasaran dapat:
 Menyebutkan pengertian Pembidaian
 Menjelaskan tujuan dari Pembidaian
 Menjelaskan langkah-langkah Pembidaian

c. Pelaksanaan Kegiatan
a. Topik
PEMBIDAIAN
b. Sasaran/Target
Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09 Kelurahan Pasie Nan Tigo
c. Metode
Ceramah
d. Media
 Modul
 Leaflet
e. Waktu dan Tempat
229

 Hari/Tanggal : Selasa
 Waktu : 14:00
 Tempat : Mushalla
d. Perencanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Peserta

1. 5 menit Pembukaan :
1. Membuka kegiatan dengan 1. Menjawab salam
mengucapkan salam pada dan memperhatikan
peserta 2. Mendengarkan dan
2. Memperkenalkan diri memperhatikan
3. Menjelaskan tujuan dari 3. Memperhatikan dan
penyuluhan mendengarkan
4. Kontrak waktu dengan peserta 4. Menyetujui dan
memberi tanggapan
2. 20 menit Pelaksanaan :
1. Menyebutkan pengertian dari 1. Memperhatikan dan
Pembidaian mendengarkan
2. Menjelaskan tujuan dari 2. Memperhatikan dan
Pembidaian mendengarkan
3. Menjelaskan langkah- langkah 3. Memperhatikan dan
dari Pembidaian mendengarkan
4. Melakukan sesi tanya jawab
terkait Pembidaian
4. Bertanya dan
5. Menjawab pertanyaan dari
memberi tanggapan
peserta

5. Mendengarkan dan
memperhatikan
3. 5 menit Terminasi
1. Memberikan motivasi dan 1. Memperhatikan,
pujian kepada peserta yang memberi tanggapan
sudah berpartisipasi dalam
kegiatan penyuluhan 2. Mendengarkan dan
230

2. Mengucapkan terima kasih memperhatikan


kepada peserta
3. Mengucapkan salam
3. Menjawab salam
dan bubar

e. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator Observer

/Presentator Dokumentasi

Operator Fasilitator

f. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramudi
 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan
 Moderator : Mimi Gusti Sastika
 Presentator : Reflina Sari
 Fasilitator : Miftahul Jannah, Rahayu Maya sari
231

 Observer : Yolanda Sukarma, Sonya Odisa


 Dokumentasi : Tri Ulfa Amelda
 Konsumsi : Ernisah, Eva Sulastri, Azlina Fithra
 Perlengkapan : Dian Agusti, Rita Suhartati
 Operator : Ananda Prastuti

g. Rincian Tugas
1. Leader
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan pada anggota
 Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan
2. Co-leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota

3. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam penyuluhan
4. Presentator
Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan
5. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam
6. Observer
232

 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal jalannya
kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
7. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
8. Konsumsi
Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
9. Perlengkapan
Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
10. Operator
Mengoperasikan media diskusi

h. Evaluasi Proses
a. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan keperluan penyuluhan
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo
b. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
c. Evaluasi hasil
 Sebanyak 90% kader dewasa yang hadir saat penyuluhan
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan tujuan dari pembidaian
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan cara-cara pembidaian
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat mempraktikan cara pembidaian
233
234

LAMPIRAN MATERI

PEMBIDAIAN

1. Pengertian Pembidaian
Bidai (Splint atau spalk) adalah alat yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan untuk imobilisasi tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang
tersebut dan mencegah timbulnya rasa nyeri. Tanda tanda fraktur atau patah tulang :
 Bagian yang patah membengkak (oedema).
 Daerah yang patah terasa nyeri (dolor)
 Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.
 Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia)

2. Tujuan Pembidaian
Tujuan pembidaian adalah :
a. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
b. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian
distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
c. Mengurangi nyeri
d. Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
e. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.

3. Langkah-langkah Pembidaian
a. Pembidaian Patah Tulang Lengan Atas
 Letakkan lengan bawah di dada dengan telapak tangan menghadap
kedalam.
 Pasang bidai sampai siku.
 Ikat di daerah diatas dan diaerah yang patah.
 Lengan bawah digendong.
 Jika siku juga patah dan tangan tidak dapat dilipat, pasang bidai sampai ke
lengan bawah, dan biarkan tangan tergantung, tidak usah digendong
b. Pembidaian Patah Tulang Lengan Bawah
 Letakkan tangan di dada.
 Pasang bidai dari siku sampai tangan.
235

 Ikat pada daerah diatas dan dibawah tulang yang patah.


 Lengan digendong
/
c. Pembidaian Patah Tulang Paha
 Pasang dua bidai dari :

- Ketiak sampai sedikit melewati telapak kaki.

- Lipatan paha sampai sedikit melewati telapak kaki.

 Beri bantalan kapas atau kain antara bidai dengan tungkai yang patah.

 Bila perlu ikat kedua kaki diatas lutut dan pergelangan kaki – telapak kaki

dengan pembalut untuk mengurangi pergerakan.

d. Pembidaian Patah Tungkai Bawah


 Pasang 2 bidai disebelah luar dan dalam tungkai yang patah dari lipatan
paha sampai sedikit melewati telapak kaki.
 Beri bantalan kapas atau kain antara bidai atau kain.
236

Satuan Acara Penyuluhan Bantuan Hidup Dasar

Pokok Bahasan : Bantuan Hidup Dasar

Sasaran :Masyarakat dan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09


Kelurahan Pasie Nan Tigo

Tempat : Pos Pemuda

Hari, tanggal : Selasa, 21/12/21

Waktu : 60menit (14.00-15.00)

I. Latar Belakang
Pada tahun 2005 terdapat 57,03 juta orang meninggal di seluruh dunia. Sekitar 35.000-
50.000 diantaranya karena kecelakaan dan bencana alam yang diakibatkan oleh henti napas
dan henti jantung. Dalam jumlah korban, Indonesia menempati peringkat kedua dunia, yaitu
sebanyak lebih kurang 227.898 jiwa. Bencana alam di Indonesia mengakibatkan kerugian
yang sangat besar, baik dari segi materi maupun jumlah korban (meninggal, luka–luka,
maupun cacat). Korban yang meninggal dapat disebabkan oleh gagalnya oksigenasi adekuat
pada organ vital. ventilasi tidak yang tidak ade kuat dapat gangguan oksigenisasi dan
gangguan sirkulasi, cedera SSP masif dapat mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat atau
terjadinya rusaknya pusat regulasi batang otak (Agustini et al. 2017)

Pengetahuan dan keterampilan BHD menjadi penting karena didalamnya diajarkan


tentang bagaimana teknik dasar penyelamatan korban dari berbagai kecelakaan atau musibah
sehari-hari yang biasa dijumpai. Dengan kesiapsiagaan yang tepat berupa pelatihan kader
dalam pemberian bantuan hidup dasar diharapkan upaya penanggulangan dapat lebih cepat
dan tepat sehingga dapat meminimalisir jumlah korban dan kerusakan. Sebab, di tangan
mereka terletak keberhasilan pengembangan dan pembinaan peran serta masyarakat sangat
penting yang bertujuan agar terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Bantuan hidup dasar adalah tindakan darurat untuk membebaskan jalan napas, membantu
pernapasan dan mempertahankan sirkulasi darah tanpa menggunakan alat bantu (Alkatiri,
237

2007). Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ
vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan
jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).

II. Tujuan Penyuluhan


1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, keluarga dan klien mampu memahami
tentang bantuan hidup dasar khususnya pada orang dewasa.

2. Tujuan Intruksional Khusus


Setelah diberikan penjelasan selama 30 menit diharapkan sasaran dapat :

 Menyebutkan pengertian bantuan hidup dasar


 Menjelaskan tujuan dari BHD
 Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan
tindakan BHD
 Menjelaskan langkah-langkah untuk melakukan BHD pada orang dewasa.
III. Kegiatan Penyuluhan
1. Metode
a. Ceramah
b. Tanya Jawab
2. Materi
a. Pengertian BHD
b. Tujuan dari BHD
c. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan tindakan BHD
d. Langkah-langkah melakukan BHD
3. Media
a. Modul
b. Leaflet

IV. Langkah Kegiatan


No. Kegiatan Penyuluh Kegiatan Sasaran Waktu
238

1. a. Penyuluh a. Mendengarkan
mempersiapkan dan menjawab
rencana pembelajaran salam
b. Penyuluh
mempersiapkan media
pembelajaran sesuai
dengan tujuan
pembelajaran
5 Menit
c. Penyuluh
mempersiapkan dan
mencek lingkungan
yang akan
mempengaruhi proses
pembelajaran
a. Mengucapkan salam a. Mendengarkan
b. Memperkenalkan dan
diri Menjawab salam
c. Menjelaskan tujuan b. Menanggapi
pembelajaran dan dan
kontrak waktu memberi respo
d. Appersepsi n 5 menit

c. Menyimak
penjelasan
yang diberikan
d. Mengungkapka
n pengetahuan
yang dimiliki

a. Menjelaskan materi a. Mendengarka


pembelajaran n dan
menyimak
materi yang
diberikan
b. Memberikan b. Mengajukan
239

kesempatan kepada beberapa


sasaran untuk pertanyaan
15
bertanya dari materi
menit
yang
diberikan
c. Menjawab
c. Menyimak
pertanyaan yang
jawaban yan
Diberikan
g
Diberikan

a. Bertanya sebagai a. Menjawab


bahan evaluasi dengan
b. Menyimpulkan benar
materi yang telah b. Mendengarka 5 menit
disampaikan n
c. Mengucapkan salam dan menyima
k
c. Menjawab salam
V. Setting Tempat

Keterangan :

Moderator Observer

Presentator Dokumentasi

Operator Fasilitator

VI. Pengorganisasian
 Leader : Nanang Pramudi
240

 Co Leader : Dwi Damayanti Jonathan


 Moderator : Mimi Agusti Sastika
 Presentator : Reflina Sari
 Fasilitator : Miftahul Jannah, Rahayu Maya Sari
 Observer : Yolanda Sukarma
 Dokumentasi : Annisa Farhana, Tri Ulfa Amelda
 Konsumsi : Rita Suhartati
 Perlengkapan : Dian Agusti,
 Operator : Ananda Prastuti
VII. Rincian Tugas
11. Leader
 Menjelaskan tujuan kegiatan
 Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
 Menjelaksan aturan pada anggota
 Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan
12. Co-leader
 Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
13. Moderator
 Membuka dan menutup acara
 Memperkenalkan diri
 Menetapkan tata tertib acara penyuluhan
 Kontrak waktu yang akan digunakan selama penyuluhan
 Menjaga kelancaran acara
 Memimpin diskusi
 Bersama fasilitator menjalin kerja sama dalam penyuluhan
14. Presentator
 Menyampaikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang akan dilakukan
15. Fasilitator
 Bersama leader menjalin kerja sama dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan
 Memotivasi peserta kegiatan dalam penyuluhan
 Menjadi contoh dalam kegiatan
 Mempertahankan kehadiran peserta
241

 Mencegah gangguan/hambatan terhadap peserta baik luar maupun dalam


16. Observer
 Mencatat dan mengamati respon peserta secara verbal dan non verbal jalannya
kegiatan
 Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku
 Mencatat dan mengamati peserta aktif dari kegiatan diskusi
 Mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan
17. Dokumentasi
 Mendokumentasikan seluruh kegiatan diskusi
 Menjalankan absen diskusi
18. Konsumsi
 Mempersiapkan konsumsi untuk peserta diskusi
19. Perlengkapan
 Menyiapkan semua perlatan yang digunakan selama kegiatan diskusi
20. Operator
 Mengoperasikan media diskusi
VIII. Evaluasi Proses
d. Evaluasi struktur
 Penyelenggaraan dilakukan di Mushalla Darussalam
 Alat dan media sesuai dengan keperluan penyuluhan
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
 Peserta yang hadir merupakan Kader Siaga Bencana Devisi Dewasa RW 09
Kelurahan Pasie Nan Tigo
e. Evaluasi proses
 Peserta antusias dalam menyampaikan saran untuk kegiatan yang akan
dilakukan
 Peserta mengikuti acara dari awal sampai akhir
 Tidak ada peserta yang izin selama acara berlangsung
f. Evaluasi hasil
 Sebanyak 90 % kader dewasa yang hadir saat penyuluhan
 Sebanyak 90% kader dewasa dapat menyebutkan pengertian bantuan hidup
dasar
242

 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan tujuan bantuan hidup dasar
 Sebanyak 80% kader dewasa dapat menyebutkan langkah-langkah bantuan
hidup dasar
 Sebanyak 80% kader dewasa mau dan mampu mempraktekan ulang cara
bantuan hidup dasar

IX. Sumber Rujukan

a. Sartono, Masudik & Suhaeni. (2014). Basic Trauma Cardiac Life Support.
Bekasi:Gadar Medik Indonesia

b. Soemitro. M.P.,Andiani & Saputra. (2016). Penanganan Gawat Darurat


Basic I. Bandung:RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung
c. Lampiran
a. Uraian Materi
b. Pertanyaan dan Kunci Jawaban
243

LAMPIRAN MATERI

BANTUAN HIDUP DASAR

1. Pengertian Bantuan Hidup Dasar


Resusitasi merupakan usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernapasan, peredaran
darah dan saraf yang terganggu ke fungsi yang optimal sehingga muncul istilah resusitasi
jantung paru (RJP). Resusitasi jantung paru dibagi dalam 3 tahap, yaitu (1) bantuan hidup
dasar (BHD); (2) bantuan hidup lanjut; (3) bantuan hidup jangka panjang. Bantuan hidup
dasar adalah usaha untuk memperbaiki dan / atau memelihara jalan napas, pernapasan dan
sirkulasi serta kondisi darurat yang terkait. Bantuan hidup dasar terdiri dari penilaian awal,
penguasaan jalan napas, ventilasi pernapasan dan kompresi dada.
2. Langkah Bantuan Hidup Dasar

Langkah Bantuan Hidup Dasar untuk Masyarakat Awam Menurut American


Heart Association (AHA) 2015:

b. Pastikan korban, orang disekitar, dan Anda aman.

 Cek respon korban:

 Jika tidak ada respon

 Tidak bernapas

c. Napas tidak normal (megap-megap)

Penolong juga perlu memeriksa pernafasaan korban, jika korban tidak sadarkan
diri dan bernafas secara abnormal (terengah-engah) penolong harus mngasumsikan
korban mengalami henti jantung. Penolong harus memastikan korban tidak merespon
dengan cara memanggil korban dengan jelas, lalu menepuk-nepuk korban atau
menggoyang-goyangkan bahu korban.

d. Korban tidak merespon maka minta seseorang untuk memanggil ambulan (misal:
118).

Jika Anda sendirian, gunakantelepongenggam anda untuk memanggil


ambulan.Penolong harus segera mengaktifkan SPGDT (Sistem Penanggulangan
244

Gawat Darurat Terpadu) dengan menelpon Ambulans Gawat Darurat rumah sakit
terdekat. Penolong harus siap dengan jawaban mengenai lokasi kejadian, kejadian
yang sedang terjadi, jumlah korban dan bantuan yang dibutuhkan. Rangkaian tindakan
tersebut dapat dilakukan secara bersamaan apabila pada lokasi kejadian terdapat lebih
dari satu penolong, misalnya penolong pertama memeriksa respon korban kemudian
melanjutkan tindakan BLS sedangkan penolong kedua mengaktifkan SPGDT dengan
menelpon ambulans terdekat dan mengambil alat kejut jantung otomatis
(AED).Pemeriksaan CAB (Look, Listen and Feel) dan nadi karotis. Penolong
mendekat ke salah satu sisi wajah klien sambil mengobservasi atau melihat
pergerakan dinding dada lalu mendengarkan suara nafas dari hidung klien dan
merasakan hembusan nafas yang keluar dari mulut klien.

e. Jika Anda belum terlatih atau tidak mampu memberikanbantuan ventilasi, hanya
berikan kompresi dada minimal 100kali per menit (30 kali kompresi).

Penolong tidak terlatih harus memberikan CPR hanya kompresi (Hand-Only)


dengan atau tanpa panduan operator untuk korban serangan jantung dewasa.
Penolong harus melanjutkan CPR hanya kompresi hingga AED atau penolong
dengan pelatihan tambahan tiba. Semua penolong tidak terlatih, pada tingkat
minimum, harus memberikan kopresi dada untuk korban serangan jantung. Selain
itu, jika penolong terlatih mampu melakukan nafas buatan, ia harus menambahkan
nafas butan dalam rasio 30 kompresi dibanding 2 nafas buatan. Pada orang dewasa
yang menjadi korban serangan jantung, penolong perlu melakukan kompresi dada
pada kecepatan minimum 100 hingga 120/min. Sewaktu melakukan CPR secara
manual, penolong harus melakukan kompresi dada hingga kedalaman minimum 2
inci (5cm) untuk dewasa rata-rata, dengan tetap menghindari kedalaman kompresi
dada yang berlebihan (lebih dari ,4 inci (6 cm). Penolong harus melanjutkan CPR
hingga AED tiba dan siap digunakan, penyedia EMS mengambil alih perawatan
korban, atau korban mulai bergerak.

e. Lanjutkan pemberian RJP sampai:

1. Penolong terlatih tiba dan mengambil alih.

2. Korban mulai menunjukkan kesadaran kembali, misalnyabatuk, membuka


mata, berbicara, atau bergerak dan mulaibernapas normal, atau
245

3. Anda sudah lelah.

4. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

Menurut NHS (2014) ada beberapa variasi dalam posisi pemulihan, masing-masing
memiliki tujuan. Tidak ada satu posisi tunggal yang sempurna untuk semua korban. Posisi
harus stabil, setengah lateral dengan kepala dependen dan tidak ada tekanan yang
menghalangi pada dada. Untuk menempatkan seseorang dalam posisi pemulihan:

 Berlutut di lantai di salah satu sisi korban

 Tempatkan lengan terdekat dari Anda ke kanan tubuh korbandiluruskan ke


arah kepala

 Selipkan tangan korban yang lain di bawah sisi kepala mereka,sehingga


punggung tangan mereka menyentuh pipi mereka

 Menekuk lutut terjauh dari Anda ke sudut kanan

 Memiringkan korban ke arah penolong dengan hati-hatidengan menarik lutut


yang ditekuk

 Lengan atas harus mendukung kepala dan lengan bawah akanmenahan agar
korban tidak bergulir terlalu jauh

 Membuka jalan napas korban dengan memiringkan kepala danmembuka dagu


dengan perlahan

 Periksa bahwa tidak ada yang menghalangi jalan napas korban

 Tetap bersama korban sembari memonitor pernapasan dandenyut nadi terus


menerus sampai bantuan tiba

 Jika memungkinkan ubah ke posisi miring yang lain setelah 30 menit


246

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KESIAPSIAGAAN BENCANA PADA LANSIA

Pokok Bahasan : Mitigasi Bencana

Sub Pokok Bahasan : Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi Pada Lansia

Sasaran : Lansia (Usia >60 tahun) RW.07 ,09 dan 10

Hari/Tanggal : Kamis/16 Desember 2021

Tempat : Mushola Al-Muqarrabin, Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan


Koto Tangah

Waktu : 60 Menit

A. Latar Belakang

Lanjut usia menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas .Kemenkes mengklasifikasikan lansia kedalam
dua kategori, penduduk usia lanjut berumur ≥ 60 tahun dan penduduk usia lanjut dengan
risiko tinggi ≥ 70 tahun (Kemenkes, 2017). Sebagian besar dari kelompok lanjut usia tidak
dapat hidup secara mandiri karena keterbatasan mobilitas, lemah atau masalah kesehatan fisik
dan mental sehingga membutuhkan pelayanan dan perlindungan khusus (Wibowo, 2018).

Lansia mengalami penurunan sistem tubuh yang meliputi perubahan fisik, mental dan
psikososial (Nugroho dalam Wibowo,2014). Perubahan fisik mencakup perubahan sel, sistem
persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan
suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal, sistem genitourinaria, sistem endokrin,
sistem integumen, dan sistem muskulosketal. Perubahan mental dipengaruh oleh perubahan
fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan, tingkat kecerdasan dan
kenangan. Perubahan psikososial umumnya timbul karena lansia dianggap sudah tidak
produktif lagi sehingga sebagian besar pensiun dari pekerjaannya (Wibowo,2014).

Lansia seringkali tinggal sendiri sehingga semakin memperbesar risiko lansia


terdampak bencana, karena keterbatasan fisiknya dan tidak adanya bantuan dari anggota
keluarga. Pada saat terjadi bencana yang mengharuskan lansia mengungsi akan menimbulkan
247

perasaan tidak nyaman pada lansia karena merasa kehilangan tempat tinggalnya dan
komunitasnya sama saja seperti kehilangan dirinya (Yotsui et al, 2015).

Kelompok rentan pada saat terjadi bencana menjadi prioritas karena dianggap sebagai
korban yang sangat lemah dan tidak berdaya, dan perlu dilindungi. Undang-undang No.24
Tahun 2007 menekankan perlindungan kelompok rentan hanya pada saat terjadibencana.
Mengingat fokus dari penanggulangan bencana secara global berdasarkan kerangka kerja
Sendai adalah pengurangan risiko bencana, sudah seharusnya risiko yang tinggi pada
kelompok rentan dikelola sehingga dapat mengurangi risiko dan melindungi kelompok
rentan. Salah satu prinsip dari kerangka kerja Sendai menyatakan bahwa pengurangan risiko
bencana membutuhkan keterlibatan dan kemitraan semua lapisan masyarakat, juga
membutuhkan pemberdayaan dan partisipasi inklusif, mudah diakses dan non diskriminatif,
memberikan perhatian khusus pada orang-orang yang secara tidak proporsional terkena
dampak bencana, terutama dari lapisan masyarakat yang paling miskin. Perspektif gender,
usia, orang-orang yang berkebutuhan khusus dan budaya harus diintegrasikan dalam semua
kebijakan dan praktik, serta kepemimpinan oleh perempuan dan pemuda harus dipromosikan
(SFDR, 2015).

Mengacu pada prinsip tersebut, sudut pandang terhadap kelompok rentan yang selama
ini lebih sering dipandang sebagai objek harus diubah menjadi subjek yang perlu dilibatkan
dalam setiap aktivitas bencana, baik pada saat prabencana, tanggap darurat, maupun
pascabencana. Kelompok rentan lansia dapat diberdayakan dan berpartisipasi dalam
pengurangan risiko bencana. pemberian pendidikan kesehatan tentang mitigasi bencana pada
lansia dapat mengurangi risiko bencana pada kelompok rentan lansia serta memperkuat
ketahanan. Berdasarkan fenomena diatas kelompok akan melakukan penyuluhan mengenai
Mitigasi Bencana Pada kelompok Lansia di RW 07, 09, dan 10 Kelurahan Pasie Nan Tigo.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan Lansia RW 07, 09, dan 10 Kelurahan


Pasie Nan Tigo memahami kesiapsiagaan bencana

2. Tujuan Khusus

a. Warga lansia RW 07, 09, dan 10 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui

pengertian bencana Gempa Bumi


248

b. Warga lansia RW 07, 09, dan 10 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui dampak

bencana

c. Warga lansia RW 07, 09, dan 10 Kelurahan Pasie Nan Tigo mengetahui apa

yang harus dilakukan pada saat bencana

C. Materi (terlampir)

D. Media

Laptop, Infocus, PPT dan Leaflet

E. Setting Tempat

Keterangan :

: Layar Infocus

: Operator

: Pemateri

: Warga lansia RW 06 Kelurahan Pasie Nan Tigo

: Observer
249

: Fasilitator

F. Pengorganisasian

Nama Pengisi Acara Tugas

Operator : Mengoperasikan alat dan menampilkan


Powerpoint kegiatan
Ananda Prastuti Sutrisno

Mc/Moderator : Membuka dan menutup acara, serta memandu


jalannya acara
Nanang

Pemateri : Memberikan materi mengenai Vaksinasi Pada


Lansia
Masyithah Amaturrahimi

Observer Mengamati, mencatat dan melaporkan hasil


kegiatan
Kismawati

Fasilitator : Mendorong audience untuk bertanya,


Mendampingi audience selama kegiatan
Ari Deswari, Deswati, Siska berlangsung
Prima Olimviani, Iska Ayu Putri,
Rita, Dian dll

Time Keeper Memastikan waktu berjalannya kegiatan sesuai


dengan durasi yang telah ditetapkan
Febriyatul Husna

Dokumentasi : Mendokumentasikan seluruh kegiatan

Fadiah Rilwahyuni, Rahayu


Maya Sari

G. Metode Penyuluhan

1. Ceramah

2. Diskusi

H. Kegiatan Penyuluhan

No Tahap Kegiatan penyuluh Kegiatan Audien Waktu


250

1. Orientasi 1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam 5 menit

2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan dan

3. Menjelaskan tujuan mendengarkan

penyuluhan

2. Kerja 1. Menjelaskan pengertian 1. Memperhatikan dan 50 menit

bencana gempa bumi dan mendengarkan

tsunami 2. Bertanya

2. Menjelaskan dampak bencana 3. Melakukan roleplay

3. Menjelaskan apa yang harus mini simulasi

dilakukan sebelum, saat, dan

sesudah bencana

4. Melakukan roleplay mini

simulasi

5. Mempersilahkan warga untuk

bertanya

6. Memberikan kesimpulan

4. Terminasi 1. Evaluasi dan validasi 1. Menyebutkan 5 menit

2. Salam penutup kembali materi

diskusi

2. Menjawab salam

I. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur

a. Menyiapkan satuan acara penyuluhan tentang Kesiapsiagaan Bencana Pada

Lansia
251

b. Melakukan kontrak waktu kepada audien untuk dilakukan satuan acara

penyuluhan

c. Menyiapkan tempat dan peralatan

d. Setting tempat

2. Evaluasi Proses

a. Penyaji datang tepat waktu sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati.

b. Audien memperhatikan materi yang disampaikan oleh penyaji

c. Audien mengikuti penyuluhan dari awal sampai selesai

3. Evaluasi Hasil

a. Sebanyak 75% lansia yang hadir saat penyuluhan

b. Sebanyak 80% lansia dapat menjelaskan kembali apa itu gempa bumi dan

tsunami

c. Sebanyak 55% lansia dapat menjelaskan kembali apa yang harus dilakukan

sebelum, saat, dan sesudah bencana

d. Sebanyak 75% lansia dapat melakukan roleplay mini simulasi gempa bumi

dengan baik
252

Lampiran Materi

KESIAPSIAGAAN BENCANA PADA LANSIA

A. Lansia

Lanjut usia atau Lansia menurut UU No.13 Tahun 1998 adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun keatas. Kemenkes mengklasifikasikan lansia kedalam dua

kategori, penduduk usia lanjut berumur ≥ 60 tahun dan penduduk usia lanjut dengan

risiko tinggi ≥ 70 tahun (Kemenkes, 2017)

B. Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan

sebelum terjadinya bahaya-bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang

akan kemungkinan adanya kejadian bahaya (Paramesti, 2011).

C. Bencana

Bencana adalah peristiwa atau kejadian yang berlebihan yang mengancam dan

mengganggu aktifitas normal kehidupan masyarakat. Bencana terbagi menjadi tiga

yaitu bencana alam contohnya seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dll,

bencana non-alam contohnya seperti Wabah Covid-19, kebakaran hutan, kecelakaan

transportasi, dll, dan bencana sosial contohnya seperti konflik sosial, aksi teror.

1. Apa Saja Dampak Bencana Pada Lansia ?

a. Fisik Lansia

Pertambahan usia adalah normal, dan fungsi fisiologis menurun secara

perlahan-lahan. Namun demikian, derajat tersebut tidak sama dan terdapat

perbedaan pada setiap individu tergantung pada rentang usianya. Oleh karena

itu, pengaruh dari bencana terhadap lansia pun beranekaragam sesuai dengan

fungsi fisiologis yang dimiliki oleh setiap individu.

b. Mental Lansia
253

Lansia telah memiliki beberapa pengalaman kehilangan. Bencana pun akan

menjadi pengalaman kehilangan. Proses menua terdapat dua tahap yaitu proses

memungkinkan beradaptasi diri pada kehilangan dan proses yang membuat

lansia tersebut sulit mengadaptasikan diri pada kehilangan.

c. Sosial Lansia

Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah dirumah lansia adalah lansia itu

sendiri. Pada saat bencana, banyak orang termasuk lansia yang kehilangan

rumah dan harta. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan harapan untuk

membangkitkan kehidupan dan harapan untuk masa depan.

2. Bagaimana Perawatan Lansia Sebelum Bencana ?

a. Memfasilitasi Rekonstruksi Komunitas

Sejak sebelum bencana dilaksanakan kegiatan penyelamatan antara penduduk

dengancepat dan akurat serta distibusi barang bantuan juga berjalan secara

sistematis. Sebagai hasilnya, dilaporkan bahwa orang lansia dan penyandang

cacat yang disebut dalam kelompok rentan pada bencana tidak pernah

diabaikan, sehingga mereka bias hidup di pengungsian dengan tenang.

b. Menyiapkan pemanfaatan tempat pengungsian

Diperlukan upaya untuk menyusun perencanaan pelaksanaan pelatihan praktek

dan pelatihan keperawatan supaya pemanfataan yang realistis dan bermanfaat

akan tercapai.

3. Bagaimana Perawatan Lansia Saat Bencana ?

a. Tempat aman

Hal yang menjadi prioritas pertama pada saat terjadi bencana adalah

memindahkan para lansia ketempat yang aman. Lansia termasuk pada


254

kelompok rentan. Lansia sulit memperoleh informasi karena penurunan daya

pendengaran dan penurunan komunikasi dengan orang luar.

b. Rasa setia

Biasanya para lansia memiliki rasa setia terhadap kepemilikan tanah dan

rumah sendiri, maka Tindakan untuk mengungsi pun berkecendrungan

terlambat dibandingkan dengan kelompok usia yang lain.

c. Penyelamatan darurat

Penyelamatan darurat yang dimaksud yaitu triase, treatment, dan

transportation dengan cepat. Fungsi indra pada lansia mengalami perubahan

fisik berdasarkan proses menua, maka skala sanagan luar untuk memunculkan

respon pun mengalami peningkatan sensitivitas sehingga lansia tersebut

gampang tersinggung.

4. Bagaimana Perawatan Lansia Setelah Bencana ?

a. Lingkungan dan adaptasi

Dalam kehidupan di tempat pengungsian , terjadi berbagai ketidakcocokan

dalam kehidupan sehari-hari yang disebabkan oleh fungsi fisik yang dibawa

oleh setiap individu sebelum bencana dan perubahan lingkungan hidup di

tempat pengungsian. Kedua hal ini saling mempengaruhi, sehingga

mengakibatkan penurunan fungsi fisik orang lansia yang lebih parah lagi.

b. Manajeman Penyakit dan Pencegahan

Penyakit Sekunder Lingkungan di tempat pengungsian mengundang tidak

hanya ketidakcocokan dalam kehidupan sehari-hari bagi orang lansia, tetapi

juga keadaan yang serius pada tubuh. Seperti penumpukan kelelahan karena

kurang tidur dan kegelisahan.

c. Orang lanjut usia dan perawatan pada kehidupan di rumah sendiri


255

Lansia yang sudah kembali kerumahnya, pertama membereskan perabotan di

luar dan dalam rumah . Dibandingkan dengan generasi mudah, sering kali

lansia tidak bisa memperoleh informasi mengenai relawan , sehingga tidak bisa

memanfaatkan tenaga tersebut dengan optimal.

d. Lanjut usia dan perawatan di permukiman sementara

Lansia yang masuk ke permukiman sementara terpaksa mengadaptasi

/menyelesaikan diri lagi terhadap lingkungan baru (lingkungan hubungan

manusia dna lingkungan fisik) dalam waktu singkat.

e. Mental care

Orang lansia mengalami penurunan daya kesiapan maupun daya adaptasi,

sehingga mudah terkena dampak secara fisik oleh stressor. Namun demikian,

orang lansia itu berkecenderungan sabar dengan diam walaupun sudah terkena

dampak dan tidak mengekspresikan perasaan dan keluhan.

D. Kesiapsiagaan Bencana Gempa Bumi

1. Pengertian Gempa Bumi

2. Apa yang harus disiapkan dirumah untuk menghadapi gempa bumi :

a. Perhatikan kondisi rumah

Perabot (seperti lemari , dan lain-lain) diatur menempel pada dinding

(dipaku/diikat) untuk menghindari jatuh, roboh, dan bergeser saat terjadi

gempa.

b. Atur benda yang berat sedapat mungkin berada pada bagian bawah

c. Cek kestabilan benda yang tergantung dan dapat jatuh pada saat gempa bumi

terjadi (misalnya: lampu, dan lain-lain)

d. Matikan aliran air,gas,dan listrik apabila sedang tidak digunakan


256

e. Menyediakan tempat gantungan kunci-kunci (kuncikamar, kunci pintu utama)

berada dalam jangkauan yang mudah diambil pada saat terjadi bencana, bisa

dengan membuatkan gantungan kunci di depan pintu

f. Penempatan kamar tidur untuk lansia memposisikan kamar tidur berada dekat

dengan pintu keluar/jalur evakuasi.

g. Persiapkan tas siaga bencana

 Persiapkan makanan praktis untuk bertahan hidup sampai bantuan datang

 Persiapkan senter, baterai, lilin dan korek api jika listrik padam

 Persiapkan obat-obatan seperlunya

 Persiapkan pakaian bersih serta handuk atau sejenisnya yang dibutuhkan

 Persiapkan daftar kontak yang dibutuhkan, misalnya nomor telepon rumah

sakit, polisi atau nomor darurat lainnya serta keluarga yang tidak serumah

 Yang tidak kalah penting adalah amankan surat-surat atau barang-barang

berharga dan persiapkan uang tunai yang cukup

h. Mengidentifikasi tempat yang aman didalam rumah jika terjadi gempa bumi

 Dibawah meja atau perabot lainnya yang cukup kuat

 Menambah pengetahuan tentang bagaimana harus bersikap jika terjadi

gempa bumi. Jika perlu, lakukan simulasi sederhana bersama seluruh

anggota keluarga

 Mengikuti pertemuan atau pelatihan evakuasi dan pertolongan pertama

jika ada (Gunawan, 2014).

3. Apa yang Harus Lansia Lakukan Saat Terjadi Gempa Bumi

a. Jika sedang berada di rumah


257

1) Merunduk hingga menyentuh lantai, cari perlindungan di bawah meja atau

perabotan lain yang kuat dan hingga guncangan berhenti. Jika tidak ada

meja gunakan bantal

2) Jauhi kaca, cermin, barang-barang yang tergantung atau barang lain yang

mudah jatuh

3) Jangan menyentuh saklar atau sumber listrik lainnya karena kemungkinan

adanya korslet

4) Segera berlari keluar rumah saat guncangan berhenti dan keadaan sudah

aman

b. Jika sedang berada di area terbuka

1) Menghindar dari bangunan yang ada disekitar seperti pohon besar

2) Perhatikan tempat berpijak, perhatikan jika ada rekahan tanah

c. Jika sedang berkendara

Pinggirkan mobil di kiri jalan dan berhentilah. Hentikan mobil ditempat

terbuka. Ikuti instruksi. Segera keluarlah dari mobil.

d. Jika tinggal atau berada di dekat pantai

Jika melihat tanda-tanda tsunami, jauhi pantai dan menuju ke tempat yang

lebih tinggi.

e. Jika tinggal atau berada di daerah pegunungan

Hindari daerah yang mungkin terjadi tanah longsor.

4. Apa Saja yang Dilakukan Lansia Setelah Terjadi Gempa Bumi

a. Periksa lingkungan sekitar. Periksa apabila ada kebocoran gas, jika tercium

bau gas segera keluar dari rumah / bangunan

b. Tetap berjaga-jaga jika terjadi gempa susulan

c. Jangan masuk ke dalam rumah sampai kondisi yang memungkinkan


258

d. Jauhi area yang hancur atau retak

e. Dengarkan berita dari televisi atau radio yang bisa diakses, dengarkan

informasi terkini dan bantuan darurat jika ada

f. Jangan memindahkan korban yang terluka serius untuk menghindari luka yang

lebih parah, cari bantuan medis sesegera mungkin

E. Kesiapsiagaan Bencana Tsunami

1. Pengertian Tsunami Tsunami beraasal dari bahasa jepang Tsu = Pelabuhan Nami

= Gelombang Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh

perubahan dasar laut secara tiba- tiba. Tsunami adalah gelombang air besar yang

diakibatkan oleh gangguan di dasar laut, seperti gempa bumi. Gangguan ini

membentuk gelombang yang menyebar ke segala arah dengan kecepatan

gelombang mencapai 600-900 km per jam. Awalnya gelombang tersebut memiliki

amplitudo kecil (umumnya 30- 60 cm) sehingga tidak terasa di laut lepas, tetapi

amplitudonya membesar saat mendekati pantai. Kenaikan permukaan air dapat

mencapai 15-30 meter, menyebabkan banjir dengan kecepatan arus hingga 90 km

per jam, menjangkau bebrapa kilometer dari pantai dan menyebabkan kerusakan

dan korban jiwa yang besar.

2. Penyebab Tsunami

a. Gempa Tektonik Bawah Laut

Tsunami bisa terjadi ketika dasar lautan bergerak secara tiba-tiba akibat gempa

tektonik. Gempa tektonik adalah jenis gempa yang berhubungan dengan

pergeseran kulit bumi. Ketika gempa-gempa tersebut terjadi di bawah laut, air

yang berada di atas daerah yang bergerak berpindah dari posisi

keseimbangannya. Gelombang akan terbentuk dan akibat gaya gravitasi, massa


259

air akan berupaya mencapai keseimbangannya lagi. Jika 31 sekiranya kejadian

tersebut terjadi di dasar laut yang tiba-tiba naik atau turun, tsunami bisa terjadi

dan berdampak pada daratan sekitar.

b. Letusan Gunung Berapi

Letusan gunung berapi yang sangat besar dapat mengakibatkan gempa bumi di

wilayah sekitar, dan letusan gunung berapi juga membawa material tersebut

dapat terlempar ke laut dan merubah volume air laut serta menimbulkan

gelombang besar (Tsunami) pada daratan atau pulau sekitar gunung berapi

tersebut.

c. Longsor Bawah Laut

Longsor bawah laut ini biasanya disebabkan oleh gempa bumi tektonik atau

letusan gunung bawah laut. Getaran kuat yang ditimbulkan oleh longsor

kemudian bisa menyebabkan terjadinya tsunami. Selain itu, tabrakan lempeng

di bawah laut ini juga bisa menyebabkan terjadinya longsor.

3. Tanda-tanda terjadi tsunami

a. Didahului dengan gempa bumi besar

b. Air laut surut secara tiba-tiba

c. Terdapat selang waktu antara terjadinya gempa bumi sebagai sumber tsunami

dengan tiba waktunya tsunami di pantai

d. Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan energi yang

sangat kuat

e. Di Indonesia, tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah gempa

bumi besar di bawah laut

4. 3 Tanggap Tsunami

a. Tanggap Gempa
260

1) Waspadalah, gempa bumi yang kuat atau yang berlangsung lama dapat

memicu tsunami dalam waktu singkat

2) Jauhi pantai dan tepi sungai, serta cari informasi apa yang terjadi

b. Tanggap Peringatan

1) Dapatkan informasi peringatan dari BMKG melaui TV Nasional, Radio

daerah atau pengumaman di sekitar.

2) Jika terdengar bunyi sirine, kentongan, atau peralatan lain yang sudah

disepakati, segera evakuasi

c. Tanggap Evakuasi

1) Setelah gempa bumi atau menerima peringatkan tsunami, segera evakuasi

ke lokasi yang aman

2) Ikuti jalur dan rambu evakuasi, jika ada

3) Jika lokasi aman tidak diketahui, larilah sejauh mungkin dari pantai,

naiklah ke tempat yang lebih tinggi.


261

SATUAN ACARA PENYULUHAN

VAKSINASI COVID-19 PADA LANSIA

Pokok Bahasan : Vaksinasi Covid-19

Sub Pokok Bahasan : Vaksinasi Covid-19 Pada Lansia

Sasaran : Lansia (Usia >60 tahun) RW 07, 09, dan 10

Hari/Tanggal : Kamis, 16 Desember 2021

Tempat : Mushola Al-Muqarrabin, Kelurahan Pasie Nan Tigo, Kecamatan


Koto Tangah

Waktu : 30 Menit

A. LATAR BELAKANG

Pemerintah telah menetapkan pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)

sebagai bencana non-alam. Pemerintah telah mengumumkan kasus konfirmasi

pertama COVID-19 di Indonesia pada awal Maret 2020. Penambahan dan penyebaran

kasus COVID-19 secara global berlangsung cukup cepat, tidak hanya terjadi di

Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan kota padat penduduk lainnya, namun telah

menyebar hingga ke pedesaan di daerah terpencil. Pandemi COVID-19 memberikan

tantangan besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia,

yang juga berdampak terhadap sistem kesehatan Indonesia yang terlihat dari adanya

penurunan kinerja pada beberapa program kesehatan.

Pandemi COVID-19 juga memberi dampak besar bagi perekonomian yaitu: (1)

Membuat daya beli masyarakat, yang merupakan penopang perekonomian sebesar 60

persen, jatuh cukup dalam. Hal ini dibuktikan dengan data dari BPS yang

mencatatkan bahwa konsumsi rumah tangga turun dari 5,02 persen pada kuartal I

2019 menjadi 2,84 persen pada kuartal 1 tahun 2020 ini; (2) Menimbulkan adanya
262

ketidakpastian yang berkepanjangan pada dunia usaha sehingga investasi ikut

melemah dan berimplikasi pada terhentinya usaha; dan (3) Seluruh dunia mengalami

pelemahan ekonomi sehingga menyebabkan harga komoditas turun dan ekspor

Indonesia ke beberapa negara juga terhenti.

Pemerintah telah melakukan secara gencar langkah-langkah pemutusan rantai

penularan COVID-19 secara cepat, tepat, fokus, terpadu, dan sinergis antar

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Upaya sosialisasi terkait pencegahan,

promotif dan penatalaksanaan COVID melalui penerapan Protokol Kesehatan

Penanganan COVID-19 yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak

minimal 1 — 2 meter telah dilakukan secara massif. Sementara itu, tingkat kerentanan

masyarakat semakin meningkat disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap

penerapan protokol Kesehatan sehingga tanpa intervensi kesehatan masyarakat yang

cepat dan tepat, diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus COVID-19 akan memerlukan

perawatan di rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian yang diperkirakan

mencapai 10% kematian. Pada situasi ini, jutaan masyarakat sangat rentan tertular

COVID-19.

Vaksinasi COVID-19 sangat penting infeksi virus Corona. Adanya penyakit

penyerta dan kondisi fisik yang mulai melemah membuat lansia lebih sulit untuk

melawan infeksi, termasuk Covid-19. Itulah sebabnya, lansia menjadi prioritas untuk

menerima vaksin ini. Vaksin Covid-19 diharapkan isa menjadi solusi untuk

menghentikan rantai penyebaran virus Corona di Indonesia terutama paa orang-orang

yang beresiko tinggi mengalami penyakit berat atau kematian akibat virus ini, seperti

lansia.

Hasil survei juga menunjukkan bahwa mereka yang memiliki informasi tentang

vaksinasi COVID-19 cenderung lebih menerima vaksinasi COVID-19. Hal ini


263

menunjukkan pentingnya untuk memastikan seluruh masyarakat mendapatkan akses

terhadap informasi yang akurat tentang penanganan COVID-19, termasuk tentang

vaksinasi COVID-19.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti penyuluhan, lansia yang mengikuti acara penyuluhan

mengerti tentang vaksin dan mau melakukan vaksin bagi yang belum

vaksin.

2. Tujuan khusus

Setelah mengikuti penyuluhan selama 30 menit, lansia mampu:

a. Mengetahui tentang tujuan vaksin

b. Mengetahui manfaat vaksin.

c. Mengetahui dampak jika tidak vaksin.

C. Materi (Terlampir)

D. Media

PPT dan Leaflet

E. Peralatan

1. Infocus

2. Sound system
264

F. Setting Tempat

Keterangan :

: Layar Infocus

: Operator

: Pemateri

: Warga lansia RW 07 Kelurahan Pasie Nan Tigo

: Observer

: Fasilitator

G. Pengorganisasian

Nama Pengisi Acara Tugas


265

Operator : Mengoperasikan alat dan menampilkan Powerpoint


kegiatan
Ananda Prastuti Sutrisno

Mc/Moderator : Membuka dan menutup acara, serta memandu


jalannya acara
Nanang

Pemateri : Memberikan materi mengenai Vaksinasi Pada Lansia

Masyithah Amaturrahimi

Observer Mengamati, mencatat dan melaporkan hasil kegiatan

Kismawati

Fasilitator : Mendorong audience untuk bertanya, Mendampingi


audience selama kegiatan berlangsung
Ari Deswari, Deswati,
Siska Prima Olimviani,
Iska Ayu Putri, Rita, Dian
dll

Time Keeper Memastikan waktu berjalannya kegiatan sesuai


dengan durasi yang telah ditetapkan
Febriyatul Husna

Dokumentasi : Mendokumentasikan seluruh kegiatan

Fadiah Rilwahyuni, Rahayu


Maya Sari

H. Rencana Kegiatan

1. Topik : Vaksin COVID lansia

2. Sasaran : Lansia RW 07, 09, dan 10

3. Tempat : -

4. Materi

a. Tujuan vaksin

b. Manfaat vaksin
266

c. Dampak jika tidak vaksin

I. Metode Penyuluhan

a. Ceramah

b. Diskusi

J. Kegiatan Penyuluhan

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta

1. 3 menit Pembukaan (moderator)  Peserta: menjawab

a. Pembukaan salam

b. Mengucapkan salam dan berterimakasih  Memperhatikan dan

atas kedatangan para peserta mendengarkan

c. Memperkenalkan diri

d. Menjelaskan tujuan

e. Menjelaskan Apersepsi

2. 15 menit Ceramah atau menyampaikan materi  Peserta memperhatikan


(peserta):
dan mendengarkan
a. Tujuan vaksin

b. Manfaat vaksin

c. Dampak jika tidak vaksin

3. 7 menit Evaluasi  Peserta mengajukan

a. Memberikan kesempatan kepada peserta pertanyaan

untuk bertanya.  Peserta memperhatikan


267

b. Menjawab pertanyaan yang diajukan dan mendengarkan

peserta  Peserta menjawab

pertanyaan

4. 5 menit Penutup  Membalas terimakasih

a. Mengucapkan terimakasih dan meminta  Menjawab salam


maaf apabila ada kesalahan

b. Mengucapkan salam

K. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur.

a) Tempat dan alat tersedia sesuai perencanaan

b) Pre planning sudah di setujui

c) E-Leaflet

2. Evaluasi Proses

a) Pelaksannaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah di rencanakan.

b) Masyarakat dapat mengikuti acara atau kegiatan penyuluhan sampai selesai

c) Masyarakat berperan aktif selama kegiatan.

3. Evaluasi Hasil.

a) Sebanyak 75% lansia mengikuti penyuluhan dari awal sampai akhir

b) Sebanyak 55% lansia mengikuti penyuluhan dapat memahami materi yang

dijelaskan yaitu:

1) Lansia mengetahui tujuan vaksin

2) Lansia mengetahui manfaat vaksin

3) Lansia dapat menyebutkan dampak jika tidak melakukan vaksin


268
269

Lampiran Materi

A. Pengertian Vaksinasi

Menurut kemenkes RI imunisasi adalah suatu upaya pembentukan kekebalan

tubuh seseorang terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terkena penyakit

yang sama tidak akan sakit hanya mengalami sakit ringan. Salah satu bentuk

imunisasi adalah pemberian vaksin.

Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen yang bila diberikan kepada

seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktiv terhadap penyakit

tertentu.

Menurut Kemenkes RI tentang vaksin Covid 19, vaksin bukanlah obat tetapi

vaksin mendorong pembentukan kekebalan spesifik pada penyakit covid 9 agar

terhindar dari tertularnya ataupun kemungkinan sakit berat. Selama vaksin yang aman

dan efektif belum ditemukan, upaya perlindungan yang bisa kita lakukan adalah

disiplin 4 M :memakai masker dengan benar,menjaga jarak, mencuci tangan dengan

air mengalir dan sabun, serta mendapatkan vaksin.

B. Tujuan vaksin COVID 19

1. Vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mengurangi transmisi / penularan COVID

19

2. Menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat COVID 19

3. Mencapai kekebalan kelompok dimasyarakat (herd immunity) dan melindungi

masyarakat dari COVID 19

4. Menjaga agar tetap produktif secara sosialdan ekonomi


270

5. Kekebalan tubuh hanya dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan

merata diseluruh wilayah. Upaya pencegahan vaksinasi jika dinilai dari segi

ekonomi akan lebih hemat biaya apabila dibandingan dengan upaya pengobatan.

C. Manfaat Vaksin Covid-19

1. Mencegah terkena atau mengalami gejala Covid-19 berat

2. Melindungi orang lain

3. Menghentikan penyebaran Covid-19

4. Membantu melindungi generasi selanjutnya

5. Memberikan perlindungan terhadap serangan penyakit menahun

D. Dampak Jika Tidak Vaksin

Usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi virus Corona. Adanya penyakit penyerta

dan kondisi fisik yang mulai melemah membuat lansia lebih sulit untuk melawan

infeksi, termasuk COVID-19. Itulah sebabnya, lansia menjadi prioritas untuk

menerima vaksin ini.Vaksin COVID-19 diharapkan bisa menjadi solusi untuk

menghentikan rantai penyebaran virus Corona di Indonesia, terutama pada orang-

orang yang berisiko tinggi mengalami penyakit berat atau kematian akibat virus ini,

seperti lansia.

E. Cara Vaksin bekerja dalam tubuh

1. Vaksin adalah produk biologi yang diberikan kepada seseorang untuk

melindunginya dari penyakit yang melemahkan, bahkan mengancam jiwa.

2. Vaksin akan merangsang pembentukan kekebalan terhadap penyakit tertentu pada

tubuh seseorang.
271

3. Tubuh akan mengingat virus atau bakteri pembawa penyakit, mengenali dan tahu

cara melawannya

F. Waktu pelaksanaan Vaksinasi Covid-19

1. Tahap I, dilaksanakan mulai bulan Januari 2021 dengan sasaran kelompok

prioritas tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, dan tenaga penunjang serta

mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja

pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan,yang berusia 18 tahun ke atas.

2. Tahap II dilaksanakan mulai minggu ketiga februari 2021 dengan sasaran

kelompok prioritas:

a. Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun).

b. Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian

Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik

lainnya terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan

daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara langsung

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

c. Tahap 3 dengan sasaran kelompok prioritas masyarakat rentan dari aspek

geospasial, sosial, dan ekonomi, yang berusia 18 tahun ke atas dan

masyarakat lainnya selain kelompok prioritas yang dilakukan vaksinasi

pada tahap I dan tahap II, dilaksanakan mulai bulan Juli 2021.

G. Tempat Pelayanan Vaksinasi Covid 19

Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

atau milik masyarakat/ swasta yang memenuhi persyaratan, meliputi:


272

1. Puskesmas, Puskesmas Pembantu

2. Klinik

3. Rumah Sakit dan/ atau

4. Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas juga dapat membuat pos pelayanan

vaksinasi COVID-19.

H. Yang boleh dan tidak diperbolehkan untuk vaksin Covid 19

Vaksin diberikan hanya untuk mereka yang sehat. Ada berapa kriteria individu atau

kelompok yang tidak boleh di vaksinasi COVID-19 :

1. Orang yang sedang demam dengan suhu > 37,5 °C

2. Orang yang hipertensi tidak terkontrol, yaitu tekanandarah > 180/110 mmHg

(Jika tekanan darah >180/110 mmHg pengukuran tekanan darah diulang 5 (lima)

sampai vaksinasi ditunda sampai terkontrol)

3. Orang yang mengalami alergi berat setelah divaksinasi mendapatkan vaksinasi

COVID-19 dosis kedua.

4. Orang yang sedang hamil, ditunda sampai melahirkan.

5. Orang dengan penyakit lupus. Vaksinasi ditunda jika sedang dalam kondisi akut

atau belum terkendali.

6. Orang yang sedang mendapat pengobatan untuk gangguan pembekuan darah

penerima produk darah/transfusi. Vaksinasi ditunda dan dirujuk.

7. Orang yang sedang mendapat pengobatan immunosu dan kemoterapi ditunda dan

dirujuk.

8. Orang yang memiliki penyakit jantung berat dalam keadaan sesak. Vaksinasi

ditunda dan dirujuk.


273

9. Lansia yang dalam pemeriksaannya (sesuai format skrining) menjawab lebih dari

3 pertanyaan dengan jawabanya.

10. Orang yang memiliki riwayat alergi berat sete Penyintas COVID-19 dapat

divaksinasi 3 bulan setelah sembuh. Apabila setelah dosis pertama sasaran

terinfeksi tetap diberikan dosis kedua dengan interval yang sama yaitu 3 bulan

sejak dinyatakan sembuh. lah divaksin

11. Penyintas COVID-19 dapat divaksinasi 3 bulan setelah sembuh. Apabila setelah

dosis pertama sasaran terinfeksi tetap diberikan dosis kedua dengan interval yang

sama yaitu 3 bulan sejak dinyatakan sembuh. Apabila mengalami

reaksi/gejala/keluhan setelah vaksinasi dimohon untuk tetap tenang. Segera lapor

kepada petugas kesehatan yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan yang

memberikan layanan vaksinasi atau ke puskesmas terdekat.

I. Jenis vaksin COVID-19 yang dapat digunakan di Indonesia adalah:

• Sinovac

• AstraZeneca

• Sinopharm

• Novavax

• Moderna

• Cansino

• Sputnik V

Penggunaan vaksin tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin edar atau

Izin Penggunaan Pada Masa Darurat ( /EUA) dari BPOM.


274

WINDSHILD SURVEY
275
276

MMK 1
277
278

PELATIHAN KADER
279
280
281

MITIGASI ANAK DAN REMAJA


282

MITIGASI IBU HAMIL


283

MITIGASI DEWASA
284
285
286

MITIGASI LANSIA
287
288

PENYULUHAN BANJIR
289
290

SIMULASI
291
292
293
294

MMK 2
295
296

Anda mungkin juga menyukai