Anda di halaman 1dari 43

MANAJEMEN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

DALAM UPAYA MITIGASI BENCANA DI LERENG


GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh:

Nurul Qoidah
NIM 6411416085

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga proposal skripsi yang berjudul “Manajemen Bencana


Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Mitigasi Bencana di Lereng Gunung Merapi

Yogyakarta” dapat terselesaikan. Proposal skripsi ini disusun untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Jurusan Ilmu

Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri

Semarang.

Sehubungan dengan penyelesaian Proposal Skripsi, dengan rendah hati

disampaikan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr.

Tandiyo Rahayu M.Pd., atas Surat Keputusan penetapan Dosen

Pembimbing Proposal Skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM. M.Kes., atas

persetujuan penelitian ini.

3. Pembimbing, Ibu Evi Widowati, S.KM., M.Kes.,atas bimbingan, arahan dan

motivasinya dalam penyusunan proposal skripsi ini.

Disadari bahwa Proposal Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna

penyempurnaan Proposal Skripsi ini.

Semarang, 22 Mei 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................4
1.4 Keaslian Penelitian.............................................................................................5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian..................................................................................6
1.5.1 Ruang Lingkup Tempat.....................................................................................6
1.5.2 Ruang Lingkup Waktu......................................................................................6
1.5.3 Ruang Lingkup Keilmuan..........................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7
2.1 Bencana..............................................................................................................7
2.1.1 Pengertian Bencana....................................................................................7
2.2 Manajemen Bencana........................................................................................10
2.2.1 Tahap Pra Bencana...................................................................................12
2.3 Gunung Api......................................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN................................................................................25
3.1 Alur Pikir...............................................................................................................25
3.2 Fokus Penelitian.....................................................................................................26
3.3 Jenis Dan Rancangan Penelitian.............................................................................26
3.4 Sumber Informasi...................................................................................................27
3.4.1 Sumber Data Primer........................................................................................27
3.4.2 Sumber Data Sekunder....................................................................................29
3.5 Instrumen Penelitian Dan Teknik Pengambilan Data.............................................29
3.5.1 Instrumen Penelitian........................................................................................29
3.5.2 Teknik Pengambilan Data...............................................................................31
3.6 Prosedur Penelitian.................................................................................................32
3.6.1 Tahap Pra Penelitian........................................................................................32

ii
3.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian.........................................................................32
3.6.3 Tahap Analisis Data atau Pasca Penelitian......................................................33
3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data.................................................................................33
3.8 Teknik Analisis Data..............................................................................................34
3.8.1 Data Reduction (Reduksi Data).......................................................................35
3.8.2 Data Display (Penyajian Data)........................................................................35
3.8.3 Conclusion Drawing atau Verification............................................................36
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................37

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ........................................................................... 5

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Manajemen Bencana......................................................................12

Gambar 3.1 Alur Pikir ...................................................................................... 25

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana alam adalah serangkaian peristiwa alam yang menyebabkan

jatuhnya korban, kerusakan, kerugian dan dampak psikologis. Salah satunya

adalah bencana gunung berapi. Menurut data National Geophysical Data Center

of The NOAA, tercatat 536 orang meninggal akibat erupsi gunung berapi di dunia

dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dan 435 orang diantaranya atau 81,2 % dari

jumah tersebut merupakan korban erupsi gunung berapi di Indonesia. (www.

ourworldindata.org)

Indonesia merupakan salah satu negara yang wilayahnya dilalui jalur ring

of fire (cincin api) dunia. Akibatnya Indonesia menjadi negara yang rawan

terhadap bencana gempa bumi dan erupsi gunung api. Menurut BNPB (Badan

Penanggulangan Bencana Nasional), erupsi gunung api merupakan bencana yang

memakan korban terbanyak ke – 2 di Indonesia setelah bencana tsunami. Di

Indonesia setidaknya terdapat 129 gunung yang 83 diantaranya merupakan

gunung aktif atau sekitar 13% dari gunung api dunia. Salah satu erupsi gunung api

terbesar melanda Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu bencana

erupsi gunung Merapi pada tahun 2010 yang lalu. Menurut UN-ISDRR (United

Nation – International Strategy for Disaster Risk Reduction) Gunung Merapi

merupakan gunung api tipe strato yang paling giat di Indonesia. Hampir setiap

periode gunung Merapi mengalami erupsi. Periode ulang aktivitas erupsi berkisar

antara 2–7 tahun (Nugroho, 2014).

1
2

Kejadian erupsi pada tahun 2010 menjadi salah satu ledakan paling besar

jika dibandingkan dengan erupsi-erupsi Gunung Merapi dalam jangka waktu 100

tahun. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas Gunung Merapi dan dampak setelah

terjadi erupsi yang lebih besar dibandingkan dengan erupsi sebelumnya. Beberapa

daerah yang terkena dampak dari letusan Gunung Merapi ini adalah Desa

Srumbung, Ngablak, dan Mranggen di Kecamatan Srumbung Kabupaten

Magelang. Desa-desa tersebut adalah desa yang berada pada radius 7-13 kmdari

puncak Gunung Merapi dan termasuk desa Kawasan Rawan Bencana. Peristiwa

Erupsi Gunung Merapi 2010 mengakibatkan banyak kerusakan dan kerugian serta

korban jiwa. Dalam peristiwa itu, banyak masyarakat Kabupaten Sleman menjadi

korban. Terdapat korban meninggal 123 jiwa, rawat inap 147 jiwa, dan sebanyak

56.414 jiwa mengungsi (Sumber: BPBD DIY, 7 Nopember 2010). Selain itu,

erupsi Merapi 2010 hampir membuat perekonomian Kabupaten Sleman lumpuh di

lima kecamatan sehingga hampir tidak ada aktivitas ekonomi. Lima kecamatan

tersebut yaitu Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Pakem, Kecamatan Turi,

Kecamatan Tempel, dan Kecamatan Ngemplak (www.republika.co.id)

Korban bencana akibat letusan Gunung Merapi meliputi korban

meninggal, korban luka, dan pengungsi. Jumlah korban akibat bencana Merapi

berdasarkan laporan tanggap darurat erupsi Merapi 2010 adalah 346 korban

meninggal, 5 korban hilang, 121 korban luka berat. Korban meninggal

berdasarkan fase erupsi pertama yaitu 26 oktober – 4 november 2010 adalah 40

orang dan pada fase erupsi kedua yaitu 5 november – 23 mei 2011 berjumlah 306

orang. Penyebab korban jiwa tersebut 186 diantaranya karena luka bakar dan 160
3

lainnya non luka bakar (Sumber: Laporan Tanggap Darurat Erupsi Tahun 2010

Kabupaten Sleman).

Erupsi Gunung Merapi tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan luka-

luka, erupsi tersebut juga menimbulkan kerugian material yang tidak sedikit.

Kerusakan dan kerugian akibat erupsi Merapi dibagi dalam lima sektor yaitu:

pemukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi dan lintas sektor. Berdasarkan data

yang terkumpul setelah melalui verifikasi, maka perhitungan total perkiraan

kerusakan dan kerugian akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman

adalah sebesar Rp. 5,405 trilyun yang terdiri dari : nilai kerusakan sebesar

894,357 milyar rupiah serta nilai kerugian sebesar, 4,511 trilyun (Sumber:

Laporan Tanggap Darurat Erupsi Tahun 2010 Kabupaten Sleman).

Berbagai ancaman bencana alam yang tidak dapat direncanakan tersebut

maka masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah rawan bencana seharusnya

mempersiapkan diri menghadapi musibah dan bencana alam sebagai upaya

meminimalisasi jumlah korban. Di Indonesia paradigma penanggulangan bencana

telah bergesar dari paradigma penanggulangan bencana yang bersifat responsif

(terpusat pada tanggap darurat dan pemulihan) ke preventif (pengurangan risiko

dan kesiapsiagaan), sehingga penyelenggaraan penanggulangan bencana pada

masa sekarang lebih ditekankan pada tahapan pra bencana. Salah satu kegiatan

dalam tahap pra bencana adalah mitigasi.

Berdasarkan peristiwa erupsi Gunung Merapi tersebut dan paradigma

penanggulangan bencana saat ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


4

terkait manajemen bencana berbasis masyarakat dalam upaya mitigasi bencana

gunung berapi di Lereng Gunung Merapi Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat

diidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana zonasi bahaya erupsi Gunung Merapi di Lereng Gunung Merapi

Yogyakarta?

2. Bagaimana upaya mitigasi bencana gunung berapi berbasis masyarakat di

Lereng Gunung Merapi Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat diketahui bahwatujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Megetahui zonasi bahaya erupsi Gunung Merapi di Lereng Gunung Merapi

Yogyakarta

2. Mengetahui upaya mitigasi bencana gunung berapi berbasis masyarakat di

Lereng Gunung Merapi Yogyakarta

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Instansi

Untuk instansi terkait seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi (PVMBG) penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan

pertimbangan untuk mengambil suatu kebijakan, terutama yang terkait dengan

manajemen bencana berbasis masyarakat dalam upaya mitigasi bencana di Lereng

Gunung Merapi Yogyakarta.


5

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai sarana dalam mengembangkan keilmuan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3), khususnya mengenai manajemen bencana gunung berapi.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

1. Untuk meningkatkan kompetensi peneliti dalam bidang K3, khususnya

mengenai manajemen bencana.

2. Dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap perusahaan, khususnya

mengenai manajemen bencana.

1.4 Keaslian Penelitian

Tahun Desain
Judul Nama Variabel Hasil
Penelitia Penelitia
No Penelitian Peneliti Penelitian Penelitian
n n

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)


1. Studi Pinkan 205 Deskripti Kearifan Terdapat
Kebijakan Bening f lingkungan 8kearifan
Mitigasi Ajuba kualitatif dan kebijakan lingkunga
Bencana mitigasi n dan 3
Gunung Api bencana kebijakan
Berbasis gunung mitigasi
Kearifan merapi bencana
Lingkungan yang
Di Sdn berbasis
Ngablak kearifan
Srumbung lingkunga
Magelang n di SDN
Ngablak

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

2 Manajemen Tiyas 2015 Deskripti Mitigasi BPBD


bencana Triraha f Bencana Kabupaten
erupsi yu Kualitati Gunung Sleman
6

gunung f Merapi. telah


merapi oleh melaksana
Badan kan
penanggula seluruh
ngan tahapan
bencana dalam
daerah manajeme
Kabupaten n bencana
sleman yaitu tahap
Mitigation

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.5.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini akan dilakukan di Pemukiman Lereng Gunung Merapi

khususnya di Kabupaten Sleman.

1.5.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November tahun 2019.

1.5.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan

fokus kajian Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan judul “Manajemen

Bencana Berbasis Masyarakat Dalam Upaya Mitigasi Bencana Di Lereng Gunung

Merapi Yogyakarta”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bencana

2.1.1 Pengertian Bencana

Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara normatif

maupun pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007,

bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan

dampak psikologis.

Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/kep/Menko/Kesra/x/95

adalah sebagai berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban

dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan

sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata

kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah

peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,

kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan

kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak

luar. Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap

kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya

7
8

nyawamanusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan

pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah

yang terkena.

Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003) yang dikutip Wijayanto

(2012), Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang

menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat,

berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan

melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada.

Lebih lanjut, menurut Parker (1992) dalam dikutip Wijayanto (2012), bencana

adalah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun

ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari kesalahan

teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun

lingkungan untuk memberikan antusiasme yang bersifat luas.

Menurut Coburn, A. W. dkk. 1994., di dalam UNDP mengemukakan bahwa

Bencana adalah satu kejadian atau serangkaian kejadian yang member

meningkatkan jumlah korban dan atau kerusakan, kerugian harta benda,

infrastruktur, pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan pada satu skala

yang berada di luar kapasitas norma. Sedangkan Heru Sri Haryanto (2001 : 35)

Mengemukakan bahwa: Bencana adalah Terjadinya kerusakan pada pola pola

kehidupan normal, bersipat merugikan kehidupan manusia, struktur sosial serta

munculnya kebutuhan masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan dari beberapa pengertian bencana di atas,

bahwa pada dasarnya pengertian bencana secara umum yaitu suatu kejadian atau
9

peristiwa yang menyebabkan kerusakan berupa sarana prasana maupun struktur

sosial yang sifatnya mengganggu kelangsungan hidup masyarakat.

2.1.1.1 Jenis-Jenis dan Faktor Penyebab Bencana

Menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2.1.1.2 Jenis-jenis Bencana

Jenis-jenis bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007

tentang penanggulangan bencana, yaitu:

a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

longsor,

b) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal

modernisasi. dan wabah penyakit,

c) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik

sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.

d) Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh

kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam


10

penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran,

kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

2.1.2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Bencana

Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :

1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada

campur tangan manusia.

2) Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam

dan juga bukan akibat perbuatan manusia, dan

3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan

manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena adanya

interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan (vulnerability). Ancaman

bencana menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 adalah “Suatu kejadian

atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak

atau risiko bencana adalah “Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial,

ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk

jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan masyarakat untuk mencegah,

meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI,

2004:5).

2.2 Manajemen Bencana

Manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu

untuk meningkatkan kualitas langkah-langkah yang berhubungan dengan

observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,


11

peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. (UU

24/2007).

Manajemen bencana menurut Nurjanah (2012:42) sebagai Proses dinamis

tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen bencana seperti planning,

organizing actuating, dan controling. Cara kerjanya meliputi pencegahan,

mitigasi, dan kesiapsiagaan tanggap darurat dan pemulihan. Manajemen bencana

menurut (University British Columbia) ialah proses pembentukan atau penetapan

tujuan bersama dan nilai bersama (common value) untuk mendorong pihak-pihak

yang terlibat (partisipan) untuk menyusun rencana dan menghadapi baik bencana

potensial maupun akual.

Adapun tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut:

(1) Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta

benda dan lingkungan hidup;

(2) Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan

penghidupan korban;

(3) Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke

daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak

huni dan aman;

(4) Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/

transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan

kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana;

(5) Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut;


12

(6) Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan

rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3

tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra bencana,

pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.

Gambar 2.1 Manajemen Bencana


Sumber :UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

2.2.1 Tahap Pra Bencana

2.2.1.1 Pencegahan (prevention)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin

dengan meniadakan bahaya). Misalnya : Melarang pembakaran hutan dalam

perladangan, Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang

membuang sampah sembarangan.

2.2.1.2 Mitigasi Bencana (Mitigation)


13

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik

melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui :

a) pelaksanaan penataan ruang,

b) pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan

c) penyelenggaraan pendidikan,penyuluhan, dan pelatihan baik secara

konvensional maupun modern (UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 47

ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana).

2.2.1.3 Kesiapsiagaan (Preparedness)

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana

melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya

guna. Beberapa bentuk aktivitas kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain:

a) penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan

bencana,

b) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini,

c) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan

dasar,

d) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang

mekanisme tanggap darurat,

e) penyiapan lokasi evakuasi,

f) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur

tentang tanggap darurat bencana,


14

g) penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk

pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

2.2.1.4 Peringatan Dini (Early Warning)

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada

masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh

lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda

peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Pemberian

peringatan dini harus menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate),

tegas tidak membingungkan (coherent), bersifat resmi (official).

2.2.1.5 Tahap saat terjadi bencana

2.2.1.5.1 Tanggap Darurat (response)

Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan

segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang

ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta

benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,

penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa aktivitas yang

dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain:

a) pengkajianyang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya

b) penentuan status keadaan darurat bencana

c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana

d) pemenuhan kebutuhan dasar

e) perlindungan terhadap kelompok rentan dan


15

f) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU Nomor 24

Tahun 2007 Pasal 48 tentang Penaanggulangan Bencana).

2.2.1.5.2 Bantuan Darurat (relief)

Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan

pemenuhan kebutuhan dasar berupa : Pangan, Sandang, Tempat tinggal

sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih

2.2.1.6 Tahap pasca bencana

2.2.1.6.1 Pemulihan (recovery)

Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi

masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan

kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya

rehabilitasi. Beberapa kegiatan yang terkait dengan pemulihan adalah :

a) perbaikan lingkungan daerah bencana

b) perbaikan prasarana dan sarana umum

c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat

d) pemulihan sosial psikologis

e) pelayanan kesehatan

f) rekonsiliasi dan resolusi konflik

g) pemulihan sosial ekonomi budaya, dan

h) pemulihan fungsi pelayanan publik.

2.2.1.6.2 Rehabilitasi (rehabilitation)

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan

publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
16

dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua

aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah bencana,

perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah

masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan

resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi budaya, pemulihan keamanan dan

ketertiban, pemulihan fungsi pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan

publik.

2.2.1.6.3 Rekonstruksi (reconstruction)

Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah-

langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk

membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem

kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran

utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,

tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat

sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana.

Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan

program rekonstruksi non fisik.

Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan

masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta benda.

Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah

konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan
17

dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk pemulihan pasca

bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.

Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis masyarakat

dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses perbaikan total

atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang

bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan

daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen

bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah rawan

bencana.

2.3 Gunung Api

Gunung api terbentuk dari adanya magma atau sering disebut sebagailelehan

batu berpijar yang didorong oleh tekanan gas ke atas permukaan tanah. Suhu

panas yang mencapai 6.000oC dan dihasilkan oleh magma tersebut kemudian

mencari jalan untuk keluar sehingga terbentuk lubang.

Lelehan batu berpijar yang keluar melalui lubang tersebut disebut lahar.

Wiwik Sulistiyorini (2001: 1) menyatakan lahar dan debu yang keluar dari perut

bumi ini kemudian mendingin, membeku, mengeras, dan menumpuk sehingga

semakin tinggi. Proses inilah yang membentuk gunung api. Secara umum

Sumarti, 2009 (dalam Setiawan dkk., Berdampingan Dengan Gunungapi, 2010:

43) menyimpulkan bahwa gunung api dapat diartikan sebagai kepundan atau

rekahan dalam kerak bumi tempat keluarnya magma atau gas maupun cairan

lainnya. Berikut ini adalah sajian bagan mengenai struktur bumi dan bagian-

bagiannya sehingga memperjelas proses terbentuknya gunung api.


18

Struktur bumi terdiri dari beberapa lapisan yaitu :

1) Inti Bumi (Core)

Merupakan lapisan paling dalam dari struktur bumi, lapisan inti

bumidapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu inti luar (outer core)

yangdiyakini berwujud cair dan inti dalam (inner core) yang

diyakiniberwujud padat.

2) Selimut (Mantle)

Lapisan selimut (mantel) menempati bagian di bawah kerak

bumi.Selimut ini di bagi menjadi 3 bagian, yaitu Litosfer yang berwujud

padat, Astenosfer berwujud agak kental dan Mesosfer dengan wujud padat.

Lapisan mantel bersifat melindungi bagian yang lebih dalam dari struktur

bumi (inti bumi).

3) Kerak bumi (Crust)

Lapisan ini berada paling atas dalam struktur bumi dengan tebal rata-

rataantara 10-50 km. Wujud lapisan ini pada umumnya berupa materi-materi

padat. Kerak bumi terdiri dari dua sub lapisan yakni lapisan granitis yang

didominasi oleh batuan granit dan lapisan basaltik yang kebanyakan tersusun

dari materi basalt yang bersifat basa. (Heru Setiawan, 2010: 42)

Moch. Munir dalam Heru Setiawan (2010: 43-45) membedakan macam-

macam gunung api berdasarkan bentuknya.

1) Gunung Api Perisai

Gunung api perisai terbentuk oleh aliran magma cair yang encer

sehingga pada waktu keluar dari lubang kepundan, magma meleleh ke semua
19

arahdalam jumlah yang besar dan menutup daerah yang luas. Erupsi

darigunung api perisai ini adalah dengan meleleh/ effusive. Contoh:

Gunungapi Mauna Loa, Kilauea di Hawaii.

2) Gunung Api Kerucut (Strato)

Gunung api kerucut di susun oleh materi erupsi yang kebanyakan

berupairoklastis. Magma yang bersifat asam, kental, dan banyak mengandung

gas sehingga erupsinya meledak (explosive). Materi-materi piroklastik

tersebut diendakan sedikit demi sedikit sampai terbentuk kerucut vulkan.

Kadang bahan erupsinya berganti-ganti antara piroklastis dan lava sehingga

kelihatan berlapis-lapis. Gunung api seperti ini disebutComposite Cone

(kerucut campuran) atau ada juga yang menyebut Stratovolcanoes.

Kebanyakan gunung api di Indonesia termasuk dalam gunung api kerucut.

3) Gunung Api Maar

Gunung api maar terbentuk karena letusan eksplosif sebuah dapur

magmayang relatif kecil dan dangkal sehingga dengan sekali erupsi. Setelah itu

tidak ada lagi aktivitas yang terjadi dari gunung tersebut. Bentuk gunung maar

biasanya melingkar, di samping itu erupsinya berupa gas sehingga di sekitar

kepundan habis terkiki gas dan meninggalkan lubang besar seperti kubangan.

Meskipun tergolong eksplosif/ meledak, erupsi gunung api maar bersifat lemah.

Namun demikian sangat berbahaya, karena gasgas beracun yang dikeluarkan.

Biasanya pada pertama kali terjadi ledakandahsyat yang menghempaskan

sebagaian besar tubuh gunung, selanjutnya aktivitas gas yang dominan. Contoh:

Gunung Lamongan.
20

Erupsi gunung api terjadi karena adanya pergerakan magma dari inti

bumi yang menekan keluar menuju permukaan bumi. Magma yang keluar melalui

lubang bumi tersebutlah yang dimaksud dengan gunung. Adanya pergerakan

tersebut bertujuan agar struktur bumi tetap terjaga kestabilannya. Maka dari itu,

tidak heran jika erupsi gunung api disertai dengan kejadian gempa tektonik.

Priambudi (2009: 66) mengatakan ada beberapa gejala umum yang terjadi

sebelum terjadi erupsi gunung api. Gejala-gejala yang sering terjadi sebelum

terjadi letusan gunung antara lain seperti munculnya awan panas, terjadinya

gempa vulkanik lingkungan, adanya suara gemuruh dari perut gunung, dan

hewan-hewan yang turun dari pegunungan.Sebutan Ring of Fire bagi Indonesia

dikarenakan Indonesia berada di dalam lingkaran gunung berapi. Artinya ada

banyak sekali gunung api di Indonesia. Tercatat sekitar 127 gunung api dan

sebanyak 76 gunung api yang masih aktif. Salah satu diantaranya adalah Gunung

api Merapi yang merupakan gunung api teraktif di Indonesia bahkan di dunia.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Magelang

mengakumulasikan interval erupsi gunung terkaktif ini sekitar 2 hingga 7 tahun.

Sulistiyorini (2001: 6-7) membedakan bahaya Gunung Merapi menjadi dua yaitu

bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya yang

ditimbulkan secara langsung oleh letusan Gunung Merapi, yaitu akibatdari lava,

batu, pasir, dan awan panas yang mengalir, meluncur, atau menyebar dengan

kecepatan tinggi disertai suhu yang amat panas. Dampak dari bahaya ini adalah

merusak atau mematikan segala macam kehidupan yang dilanda.


21

Sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya yang ditimbulkan oleh

banjir lahar dan hujan, yang sifatnya sangat deras. Sehingga apabila terjadi

pembelokan atau peluapan aliran lahar akan menimbulkan bencana di daerah yang

dilewati. Terjadinya banjir lahar dingin ini karena adanya hujan deras di lereng

bagian atas. Selain beberapa kerugian dan ancaman bahaya yang ditimbulkan,

erupsi Merapi juga mendatangkan manfaat yang dapat digunakan oleh

masyarakat.

Manfaat-manfaat tersebut oleh Achmad A. M. (2009: 59) dikemukakan

sebagai berikut.

1) Penyubur Lahan Pertanian, karena semburan benda padat, cair, dan gashasil

erupsi mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah.

2) Sumberdaya Energi, dihasilkan dari energi panas bumi yang keluar

darigunungapi yang dapat digunakan sebagai sumber pembangkit

tenagalistrik.

3) Sumberdaya Bahan Galian Industri, material yang dikeluarkan darigunung api

dapat dijadikan bahan galian industri seperti yarosit, belerang,tawas, dan

bongkahan batu serta kerikil.

4) Sumberdaya Lingkungan, proses erupsi akan diikuti dengan hujan lebatyang

menjadikan daerah lereng gunung sebagai tempat konservasi air.

5) Daerah Tujuan Wisata.

2.2 Dampak Negatif Erupsi Gunung Merapi

Erupsi Gunung Merapi 2010, merupakan erupsi besar pertama setelah 80

tahun sejak erupsi besar tahun 1930 atau 1931 (VEI 3). Secara kronologis, erupsi
22

diawali oleh letusan vulkanian dan menghasil semburan awan panas pada 26

Oktober 2010, pukul 17.02 WIB yang mengarah ke sektor selatan antara Kali

Kuning dan Kali Gendol sejauh 8 km. Awan panas pertama ini menyapu Dusun

Kinahrejo dan sekitarnya yang menyebabkan korban tewas sebanyak 26 jiwa,

termasuk Juru Kunci Merapi, Mbah Marijan. Setelah ituaktivitas erupsi sedikit

mereda, tetapi suara gemuruh masih terus berlangsung.

Aktivitas erupsi meningkat kembali pada tanggal 29 Oktober 2010. Erupsi

tersebut menghasilkan awan panas yang makin membesar hingga mencapai

puncaknya pada 5 November 2010. Erupsi Merapi 2010 bersifat eksplosif

membentuk kolom letusan setinggi 10 km dari puncak serta awan panas (aliran

piroklastik) yang mengarah ke Kali Gendol (tenggara) sejauh 15 km dari puncak.

Letusan ini juga membentuk kawah dengan diameter 480-600 m.

Menurut PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), ada

beberapa faktor yang mempengaruhi karakteristik atau perilaku erupsi diantaranya

: (1) sifat magma termasuk komposisi kimia, kekentalan,kandungan gas dan air;

(2) struktur dan dimensi pipa saluran magma; dan (3) posisi serta volume kantong

magma yang menentukan besarnya pasokan.

Besarnya suplai magma dari zona yang lebih dalam adalah motor utama

dari aktivitas vulkanis dan yang membuat sistim vulkanis berjalan. Suplai magma

Merapi dari kedalaman terkait dengan sistim tektonik yaitu subduksi oleh

tumbukan antara lempeng samudera Indo-Australia dan lempeng benua Asia.

Dalam zona subduksi, pada kedalaman antara 60-150 km, terjadi pelelehan karena

tekanan dan suhu tinggi. Pelelehan tersebut memproduksi magma asal, disebut
23

juga magma primitif. Kedalaman zona pelelehan, tingginya tekanan dan suhu

mempengaruhi jenis atau komposisi kimia magma primitif. Tiga parameter ini

menyebabkan gunung api di Indonesia mempunyai magma yang komposisinya

berbeda satu sama lain. Magma primitif akan bermigrasi menuju permukaan yang

digerakan oleh energi permukaan dari cairan hasil lelehan, faktor gravitasi dan

efek tektonik. Dalam proses migrasi magma, sistim tektonik termasuk evolusinya

merupakan faktor penting. Aktivitas tektonik menghasilkan zona lemah yang

memberi kemudahan bagi magma untuk menerobos mencapai permukaan

menjamin kontinuitas suplai magma. Konstelasi tektonik ini juga yang

memungkinkan, dua gunung yang berdekatan bisa berbeda keadaannya, misalnya

yang satu "mati", yang lain sangat aktif (PVMBG, 2012).

Terjadinya erupsi Merapi sering disebabkan oleh faktor geometri internal

sistem vulkanis. Dari data kegempaan Merapi, tahun 1991 yang memiliki gempa

vulkanik dari berbagai jenis terlihat bahwa distribusi gempaMerapi lateral tidak

jauh dari garis vertikal puncak Merapi ke bawah dan tidak tersebar luas. Pada

kedalaman 1.5-2 km di bawah puncak tidak dijumpai adanya hiposenter gempa,

demikian pula pada kedalaman >5 km. Gempa volkano-tektonik (VT)

memerlukan medium yang solid dan bisa patah (brittle) sehingga zona yang tidak

terdapat hiposenter dianggap zona yang lembek (duktil) karena pengaruh suhu

tinggi magma (PVMBG, 2012).

Magma yang berjalan menuju ke permukaan akan melewati zona tampungan

magma, dapat disebut sebagai kantong magma atau dapur magma bila ukurannya

lebih besar. Di Merapi terdapat dua zona tampungan magma yang menentukan
24

sifat khas Merapi. Karena letaknya relatif tidak jauh maka kenaikan tekanan di

dapur magma akan menyebabkan aliran magma yang menuju kantong magma di

atasnya memiliki kenaikan tekanan. Dalam hal ini kantong magma berfungsi

sebagai katup bagi magma yang naik ke permukaan. Waktu tenang antar erupsi di

Merapi merupakan fase dimana terjadi proses peningkatan tekanan magma di

dalam kantong magma. Apabila tekanan melebihi batas ambang tertentu magma

akan keluar dalam bentuk erupsi explosive atau efusif berupa pembentukan kubah

lava (PVMBG, 2012).

Volume produk yang dikeluarkan kira-kira sebesar 0.1% dari volume

kantong/dapur magma. Produk erupsi Merapi rata-rata 10 juta m3 dalam suatu

erupsi, bahkan sering di bawah 4 juta m3 yang artinya volume kantong magma

relative kecil (PVMBG, 2012). Kantong magma dangkal di Merapimenyebabkan

aliran magma cukup lancar sampai permukaan tanpa perlu waktu panjang hanya

dengan peningkatan tekanan yang tidak terlalu besar.

Berdasarkan hasil perhitungan BNPB (2010), dampak bencana erupsi

Gunung Merapi tersebut telah menimbulkan kerusakan dan kerugian sebesar Rp.

3,557 triliun. Kerusakan dan kerugian terbesar terjadi pada sektor ekonomi

produktif dengan perkiraan kerusakan dan kerugianmencapai Rp. 1,692 triliun

(46,64% dari total nilai kerusakan dan kerugian), kemudian diikutisektor

infrastruktur sebesar Rp. 707,427 miliar (19,50%), sektor perumahan Rp.

626,651miliar (17,27%), lintassektor Rp. 408,758 miliar (13.22%), dan sektor

sosial Rp. 122,472miliar (3,38%).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alur Pikir

Gambar 3.1 Alur Pikir

25
26

3.2 Fokus Penelitian

Pembatasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut fokus penelitian

(Andi Prastowo, 2014: 134). Fokus dalam penelitian ini adalah manajemen

bencana berbasis masyarakat dalam upaya mitigasi bencana gunung berapi di

lereng Gunung Merapi Yogyakarta, yang dikendalikan dengan melakukan

identifikasi lapangan, observasi dan pengambilan data menggunakan metode

purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan),

sehingga dapat menghasilkan langkah-langkah manajemen bencana Gunung

Merapi yang tepat berbasis masyarakat.

3.3 Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis dan rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif, karena mengambarkan manajemen bencana berbasis

masyarakat dalam upaya mitigasi bencana gunung berapi di lereng Gunung

Merapi Yogyakarta. Menurut Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Lexy J.

Moleong (2010: 4). Metodologi penelitian kualitatif adalah suatu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat di amati. Penelitian kualitatif merupakan

penelitian yang memanfaatkan wawancara secara terbuka untuk menelaah dan

memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku individu atau sekelompok

orang (Lexy J. Moleong, 2010: 5).


27

3.4 Sumber Informasi

Sumber informasi dalam penelitian ini adalah dari data primer

yangmeliputi pengamatan atau observasi dan wawancara, serta data sekunder

yang berupa dokumen-dokumen yang ada di perusahaan.

3.4.1 Sumber Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

3.4.1.1 Pengamatan (Observasi)

Menurut M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur (2014: 165)

Pengamatan adalah sebuah teknik dalam pengumpulan data yang mengharuskan

peneliti turun ke lapangan, untuk mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,

tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan

perasaan.Sedangkan menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010: 131) pengamatan

merupakan suatu prosedur yang terencana, yang meliputi melihat, mendengar,

serta mencatat sejumlah dan taraf aktivitas atau situasi tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Teknik pengamatan atau observasi yang dilakukan pada penelitian ini

adalah pengamatan secara terbuka, yaitu suatu pengamatan dimana subjek

yangditeliti mengetahui keberadaan dari pengamat dan memberikan kesempatan

kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan apa yang subjek

kerjakan. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi terus

terang atau tersamar, karena dalam melakukan pengumpulan data peneliti

menyatakan terus terang kepada sumber data untuk melakukan penelitian,

sehingga informan mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti
28

(Sugiyono, 2009: 228). Pengamatan atau observasi lapangan ini dilakukan untuk

mengidentifikasi potensi bahaya erupsiGunungMerapi.

3.4.1.2 Wawancara

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2010: 139) wawancara adalah

suatumetode yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana keterangan atau

informasi didapatkan secara lisan dari seorang sasaran penelitian (responden)

ataubercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to

face).Sedangkan menurut Lexy J. Moleong (2010: 186) wawancara adalah

percakapandengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yangmemberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pihak

pewawancara.

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawacarasemiterstruktur (semistructure interview), yaitu wawancara yang dalam

pelaksanaanya lebih bebas dan bertujuan untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-

idenya (Sugiyono, 2009: 233).

Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu:

1) Informan Utama
Informan utama adalah informan yang berpengalaman atau merasakan

langsung dampak dari erupsi Gunung Merapi. Informan utama dalam penelitian

ini adalah BPBD Kabupaten Sleman.

2) Informan Pendukung
29

Informan pendukung dalam penelitian ini adalah masyarakatataulembaga

di mayarakat yang mengatasi masalah erupsi Gunung Merapi. Berdasarkan

jawaban dan saran dari informan awal (key informant) kemudian dilakukan

pengambilan informasi menggunakan teknik snow ball, yaitu dengan

menyesuaikan dengan kebutuhan dan memilih sampai jawaban dari informan

yang didapat jenuh.

3.4.2 Sumber Data Sekunder

Dalam penelitian kualitatif, data sekunder yang dikumpulkan berupa

datadeskriptif, seperti dokumen pribadi, catatan lapangan, tindakan responden,

dokumen dan lain-lain (Andi Prastowo, 2014: 43). Dokumen digunakan sebagai

sumber data yang dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan dan untuk

meramalkan. Dokumen merupakan setiap bahn tertulis ataupun film yang sudah

ada, tanpa harus dipersiapkan terlebih dahulu karena adanya permintaan dari

seorang penyidik atau peniliti (Lexy J. Moleong, 2010: 216). Data sekunder pada

penelitian ini adalah laporan kegiatan dan arsip yang dimiliki oleh BPBD

Kabupaten Sleman dan Pemerintah Desa setempat.

3.5 Instrumen Penelitian Dan Teknik Pengambilan Data

3.5.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat-alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data, yang dapat berupa: kuesioner (daftar pertanyaan), formulir

observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan lain

sebagainya (Soekidjo Notoatmodjo, 2010: 87). Instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini, antara lain:


30

1) Human Instrument

Instrumen penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri,

karena peneliti menjadi segalanya dalam proses penelitian. Dalam penelitian

kualitatif, peneliti merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis,

penafsir data dan menjadi pelapor hasil dari penelitiannya (Lexy J. Moleong,

2010: 168). Menurut Nasution (1992: 9) dalam Andi Prastowo (2014: 43) peneliti

adalah key instrument atau alat penelitian utama, karena peneliti yang

mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara tidak terstruktur yang sering

hanya menggunakan buku catatan. Peneliti memegang peranan utama sebagai alat

penelitian karena dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca

gerak muka, serta menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan

atau perbuatan responden.

2) Lembar Pengamatan (Observasi Lapangan)


Lembar pengamatan merupakan instrumen yang digunakan pada saat

melakukan pengamatan atau observasi di lapangan. Lembar pengamatan ini

digunakan untuk mencatat hasil observasi di lapangan, yaitu untuk

mengidentifikasi potensi bahaya erupsi Gunung Merapi dan sikap masyarakat

setempat.

3) Pedoman Wawancara

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara

semiterstruktur, yaitu wawancara yang menggunakan pedoman wawancara yang

telah dibuat sebelumnya, kemudian memperdalam setiap pertanyaan untuk

memperoleh keterangan yang lebih banyak. Wawancara ini digunakan untuk


31

memperoleh data dalam proses penilaian risiko. Dalam pelaksanaan wawancara,

digunakan bantuan alat-alat agar hasil wawancara dapat terekam dengan baik dan

sebagai bukti telah melakukan proses wawancara. Alat-alat bantu tersebut sebagai

berikut:

3) Alat Perekam
Alat perekam berfungsi untuk merekam semua percakapan yang

dilakukanselama proses wawancara antara peneliti dan informan. Alat perekam

yang digunakan dalam penelitian ini adalah handphone.

4) Lembar Catatan
Lembar catatan berfungsi sebagai media untuk mencatat hasil wawancara

dengan sumber data (Sugiyono, 2009: 239). Setelah atau selama

wawancaradilakukan, pewawancara mencatat frasa-frasa pokok, yang kemudian

akan menjadi sebuah daftar butir pokok yang berupa kata-kata kunci yang

dikemukakan oleh informan (Lexy J. Moleong, 2010: 206).

5) Kamera

Kamera berfungsi untuk mengambil gambar atau mendokumentasikan

proses wawancara yang dilakukan antara peneliti dengan informan. Dengan

adanya foto atau dokumentasi ini, maka keabsahan penelitian akan lebih terjamin,

karena peneliti betul-betul melakukan pengumpulan data (Sugiyono, 2009: 239).

Kamera yang digunakan dalam penelitian ini adalah camera digital.

3.5.2 Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan melalui

beberapatahap, yaitu: teknik pengambilan data primer dilakukan dengan cara


32

melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara dengan informan utama dan

informan pendukung, sedangkan teknik pengambilan data sekunder dilakukan

dengan cara melakukan analisis terhadap dokumen-dokumen yang terdapat di

BPBD Kabupaten Sleman dan Pemerintah Desa terdampak.

3.6 Prosedur Penelitian

Pada penelitian kualitatif terdapat 3 tahapan dalam melakukan

penelitian,yaitu:

3.6.1 Tahap Pra Penelitian

Tahapan kegiatan yang dilakukan pada tahap pra penelitian, antara lain:

1. Menetapkan lokasi atau tempat penelitian, yaitu di Lereng Gunung Merapi,

Yogyakarta

2. Mengurus perizinan untuk penelitian

3. Melakukan survei pendahuluan yang dengan melakukan observasi awal dan

melalui data sekunder yang ada di lapangan

4. Melakukan diskusi dan konsultasi dengan pihak lembagasetempat berkaitan

dengan usulan judul penelitian yang akan dilakukan

5. Menyusun proposal penelitian

6. Membuat instrumen penelitian

7. Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk penelitian.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahapan kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan penelitian,antara

lain:
33

1. Melakukan pengecekan perlengkapan untuk penelitian, lokasi penelitian dan

mempersiapkan diri

2. Melaksanakan penelitian

3. Melakukan pengamatan atau observasi lapangan

4. Mengumpulkan data sekunder yang dibutuhkan.

5. Melakukan wawancara dengan informan yang sudah dipilih.

3.6.3 Tahap Analisis Data atau Pasca Penelitian

Tahapan kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data atau pasca

penelitian, antara lain:

1. Melakukan pengolahan dan analisis data dari hasil pelaksanaan penelitian

2. Menyusun laporan penelitian

3. Membuat kesimpulan dan rekomendasi di laporan penelitian.

3.7 Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

triangulasi. Menurut Lexy J. Moleong (2010: 330) triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Teknik

triangulasi yang digunakan dalam pemeriksaan data, yaitu triangulasi dengan

sumber, triangulasi dengan metode dan triangulasi dengan teori (M. Djunaidi

Ghony dan Fauzan Almanshur, 2014: 322). Teknik triangulasi yang sering

digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya, yaitu dengan

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian. Teknik dapat

dilakukan dengan cara:


34

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

2. Membandingkan apa yang dikatakan informan satu dengan informan yang

lainnya.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

berkaitan(Patton, 1987: 331 dalam Lexy J, 2010: 331).

Menurut Andi Prastowo (2010) dalam Mellysa P. Neldi (2011: 58) teknik

triangulasi dalam pengumpulan data dibedakan menjadi 2, yaitu triangulasi teknik

dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik merupakan teknik pengumpulan data

dengan menggunakan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari

sumber yang sama, sedangkan triangulasi sumber merupakan teknik pengumpulan

data dimana peneliti menggunakan teknik yang sama untuk mendapatkan data dari

sumber yang berbeda (Sugiyono, 2009: 241). Dalam penelitian ini untuk

mendapatkan keabsahan data mengenai identifikasi mitigasi bencana Gunung

Merapi, peneliti menggunakan triangulasi teknik yang berupa wawancara,

pengamatan lapangan (observasi) dan analisis dokumen, serta triangulasi sumber

yang diperoleh dari informan utama dan informan pendukung.

3.8 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J.

Moleong, 2010: 280). Menurut Sugiyono (2009: 246) analisis data dalam

penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan

setelah pengumpulan data dalam periode waktu tertentu. Pada saat wawancara,
35

analisis data sudah dilakukan terhadap jawaban yang diberikan oleh informan.

Apabila jawaban dari informan setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka

peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, sehingga

diperoleh data yang dianggap kredibel. Langkah-langkah dalam melakukan

analisis data dengan model Miles dan Huberman adalah:

3.8.1 Data Reduction (Reduksi Data)

Mereduksi data dilakukan dengan merangkum, memilih hal-hal

yangpokok, memfokuskan dengan hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya,

sehingga data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas

dan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya atau

mencarinya bila diperlukan. Catatan lapangan berupa huruf besar, huruf kecil,

angka dan simbol-simbol yang masih berantakan dan tidak dapat

dipahami,kemudian direduksi, dengan merangkum, mengambil data yang pokok

dan penting serta membuat kategorisasi berdasarkan huruf besar, huruf kecil dan

angka (Sugiyono, 2009: 247).

3.8.2 Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, langkah analisis data berikutnya

adalahmendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart

dan sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah dalam

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa

yang telah dipahami (Sugiyono, 2009: 249). Dalam penelitian ini penyajian data

yang digunakan adalah berupa teks yang bersifat naratif.


36

3.8.3 Conclusion Drawing atau Verification

Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam analisis data adalah

penarikankesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara yang akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya, namun apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang

valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2009: 252).

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan yang

bersifatbaru, yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa

deskripsi ataugambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas,

sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori (Sugiyono, 2009: 253). Data yang dikumpulkan

dengan wawancara dan observasi, dianalisa secara deskriptif kualitatif dengan

metode content analysis(deskriptif isi) karena untuk menggambarkan

manajemenbencanaberbasismasyarakatdalamupayamitigasibencanagunungberapi

di lerengGunungMerapi Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA

Cipta, Hendra. (2012). Siklus Manajemen Bencana (Respons, Recovery, Mitigasi


dan Kesiapsiagaan). Bandung: Blogspot guree kebencanaan.com.

Damayanti, Doty. (2011). Manajemen Bencana Mendorong Mtigasi Berbasis


Risiko dalam Bencana Mengancam Indonesia. Ed. Irwan Suhanda.
Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Khairuddin, dkk. 2011. Dampak Pelatihan Pengurangan Risiko Bencana


terhadap Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah. Universitas Syiah Kuala.
Banda Aceh.Ghony MD dan Almanshur F, 2014, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Ar-RuzzMedia, Jogjakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,


Jakarta.
Prastowo, Andi, 2014, Metode Penelitian Kualitatif dalam Prespektif Rancangan
Penelitian, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta.
Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif
K3. Dian Rakyat : Jakarta

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta,


Bandung.

Tarwaka, 2014, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi


K3 di Tempat Kerja, Harapan Press, Surakarta

37

Anda mungkin juga menyukai