Anda di halaman 1dari 113

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT An.I DENGAN

DIAGNOSA MEDIS OPEN FRAKTUR FEMUR DI

RUMAH SAKIT IBNU SINA

MAKASSAR

Disusun Oleh:

INDAYANI SENEN,S.kep

20.04.022

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR

PROFESI NERS
2022
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT An.I DENGAN


DIAGNOSA MEDIS OPEN FRAKTUR FEMUR DI
RUMAH SAKIT IBNU SINA
MAKASSAR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan ners


pada STIKes Panakukang Makassar Program studi Ners

Disusun Oleh:

INDAYANI SENEN,S.kep

20.04.022

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKUKANG MAKASSAR

PROFESI NERS
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT

atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul ” Asuhan

Keperawatan Pada An.I Dengan Diagnosa Medis Open Fraktur

Femur Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar”.

Penyusunan Karya Tulis ilmiah akhir merupakan syarat yang

harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi perofesi ners di kampus

stikes panakukang makassar.

Penulis menyadari bahwa penulisan KIA ini masi jauh dari

sempurna oleh karena keterbatasan kemapuan dan pengetahuan

penulis dapatkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis

mohon maaf atas segala kekurangan.

Sebuah karya sebenarnya sangat sulit dikatakan sebagai

usaha satu orang tanpa bantuan orang lain, begitu pula dengan

karya ilmiah akhir ini tidak dapat terselesaikan tanpa dorongan dan

sumbangsih pemikiran dari berbagai pihak. Terkhusus untuk kedua

orang tua peneliti tercinta Senen dg Pagala dan Sarni Sabela yang

selalu memberikan perhatian dan kasih sayang, bantuan baik materi

maupun moril sehingga penulis dapat berdiri dan hidup di dunia ini.

iv
Dengan segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Dr. Ns. Makkasau Plasay, M.Kes., M.EDM selaku Ketua STIKES

Panakkukang Makassar sekaligus pembimbing pertama yang

telah banyak memberikan kritikan, saran, waktu dan motivasi

kepada penulis dalam penyusunan KIA.

2. Ns. Suriyani, M.Kep selaku Ketua Prodi Profesi Ners.

3. Seluruh dosen dan staf Program Studi Profesi Ners yang telah

memberikan motivasi.

4. Keluarga tercinta yakni Ayahanda senen Daeng Pagala, Ibunda

Sarni Sabela segenap keluarga yang selalu medukung dan

mendoa´kan disetiap langkah saya.

5. Dan Kepada Sahabat. Fatika Sari Hafid,S.Kep. Rahmawati


Syam,S.Kep. Faradilla Saifuddin,S.Kep. Dan Nurlia, S.Kep yang
telah menemani selama berhari-hari begadang demi mengejar
jadwal ujian.
6. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang telah membantu penyusunan karya ilmiah akhir ini.

Makassar,
Penulis

Indayani Senen, S.Kep.

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 10

A. Latar Belakang .................................................................. 10

B. Tujuan Umum ..................................................................... 11

C. Tujuan Khusus .................................................................. 11

D. Manfaat Penulis ................................................................. 12

E. Sistemika Penulis ............................................................... 13

BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN ............................................ 16

A. Tinjauan Teori .................................................................... 16

1. Konsep Dasar Medis .................................................... 16

1.1 Pengertian ............................................................ 16

1.2 Anatomi Fisiologi .................................................. 23

1.3 Etiologi ................................................................ 23

1.4 Patofisiologi ........................................................... 26

1.5 Manifestasi Klinis .................................................. 28

1.6 Penatalaksanaan medik ........................................ 28

2. Konsep Asuhan Keperawatan ....................................... 30

2.1 Pengkajian ............................................................. 30

2.2 Diagnosa Keperawatan ......................................... 36

vi
2.3 Intervensi ............................................................... 43

2.4 Implementasi ......................................................... 49

2.5 Evaluasi ................................................................. 50

B. Tinjauan Kasus .................................................................. 51

3.1 Pengkajian ............................................................ 51

3.2 Klasifikasi Data ...................................................... 61

3.3 Diagnosa Keperawatan ......................................... 63

3.4 Perencanaan Keperawatan ................................... 64

3.5 Implementasi Keperawatan ................................... 64

3.6 Evaluasi ................................................................. 68

BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN .................................... 76

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 94

4.1 KESIMPULAN ....................................................... 94

4.2 SARAN .................................................................. 95

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 96

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1.1 perencanaan keperawatan dalam konsep asuhan

keperawatan .......................................................................................43-49

Tabel 1.2 Analisa Data ........................................................................62

Tabel 1.3 Diagnosa Keperawatan .......................................................63

Tabel 1.4 Perencanaan keperawatan .................................................64-68

Tabel 1.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan .........................69-75

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tulang Femur...................................................................23

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 2 : Kartu Kontrol

Lampiran 4 : Riwayat Hidup Penulis

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini angka kecelakaan lalu lintas meningkat

yang dapat terjadi akibat dari faktor manusia. Salah satu penyebab

yang paling sering terjadinya kecelakaan adalah kelalaian dari

manusia itu sendiri, seperti pengemudi kehilangan kosentrasi, lelah

dan mengantuk, pengaruh alcohol dan obat, kecepatan melebihi

batas atau ugal-ugalan, kondisi kendaraan bermotor yang kurang

baik serta kurang pahamnya pengemudi tentang aturan lalu lintas

(Sugiyono, 2018) Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah yang

hampir terjadi di seluruh negara di dunia ini, yang memerlukan

penanganan serius. Apalagi masalah tertinggi terjadi pada

kalangan anak sekolah terutama pada usia remaja (Sugiyono,

2018)

World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa

kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian nomor 8 dan

merupakan penyebab kematian teratas pada penduduk usia 15 –

29 tahun di dunia dan jika tidak ditangani dengan serius pada tahun

2030 kecelakaan lalu lintas akan meningkat menjadi penyebab

kematian kelima di dunia. Pada tahun 2011- 2012 terdapat 5,6 juta9

11
12

orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur

akibat kecelakaan lalu lintas (Desiartama & aryana, 2017).

Kasus patah tulang juga termasuk salah satu cedera yang

sangat rentan terhadap anak-anak, Sebuah sensus pemerintah

menyatakan bahwa kontribusi tertinggi kasus patah tulang di

Indonesia adalah anak yang berumur 17 tahun kebawah (Sya’ban

et al., 2017).

Distribusi fraktur femur pada anak adalah bimodal, dengan

insidens tinggi pada awal usia 2-3 tahun dikarenakan, femur pada

anak masih terdiri dari tulang yang komposisinya tersusun

bergelombang dan belum kuat. Setelah 5 tahun dengan

meningkatnya peningkatan tulang lamellar dan penebalan kortikal

membuat insiden menurun. Namun puncak kedua terjadi pada

remaja yang mana kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama

fraktur.Terapi fraktur batang femur pada anak telah dalam transisi

sejak dua dekade belakangan untuk meningkatkan kualitas.(Diah

paramita.,2017)

Menurut Ana Anggraini (2018), Kecelakaan atau bencana

bisa terjadi kapan dan di mana saja, tanpa bisa diprediksi. Hal

tersebut bisa menyebabkan munculnya luka, baik ringan hingga

berat. Pertolongan pertama pada kecelakaan atau bencana

diperlukan untuk membantu korban bertahan, hingga petugas

medis datang untuk memberi pertolongan lebih lanjut.


13

Keterlambatan dalam penanganan dapat mengakibatkan kecacatan

fisik atau bahkan kematian. Terlebih pada kasus kecelakaan parah,

yang menyebabkan korban mengalami perdarahan atau luka berat.

Banyak hal yang dapat menyebabkan kejadian gawat darurat,

antara lain kecelakaan, penyakit, kebakaran, tindakan anarkis yang

membahayakan orang lain dan bencana alam. Kondisi ini

membutuhkan penanganan yang cepat, tepat dan hati-hati,

sehingga dapat membantu mencegah risiko kondisi yang lebih

parah, ketika menunggu bantuan tenaga medis. Jika tidak

dilakukan, nyawa korban kecelakaan bisa saja tidak tertolong lagi.

Fraktur adalah terputusnya konstinuitas tulang dan

ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Anita, 2015). Fraktur dibagi

atas fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur terbuka merupakan

suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar

melalui kulit. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak

tertembus oleh frakmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak

tercemar oleh lingkungan diluar kulit (Permana, 2015).

Fraktur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang

lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan

yang baik (Padila, 2012). Komplikasi yang timbul akibat fraktur

antara lain perdarahan, cedera organ dalam, infeksi luka, emboli

lemak dan sindroma pernafasan. Banyaknya komplikasi yang

ditimbulkan contohnya diakibatkan oleh tulang femur adalah tulang


14

terpanjang, terkuat, dan tulang paling berat pada tubuh manusia

dimana berfungsi sebagai penopang tubuh manusia. Selain itu

pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar sehingga

apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat fatal (Desiartama

& Aryana, 2017).

Menurut (Wulandini et al., 2018) dalam jurnalnya, Fraktur

femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi

akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh

dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki laki

dewasa. Apabila seseorang mengalami fraktur pada bagian ini,

pasien akan mengalami perdarahan yang banyak dan dapat

mengakibatkan penderita mengalami syok. Fraktur femur dapat

menyebabkan komplikasi, morbiditas yang lama dan juga

kecacatan apabila tidak mendapatkan penanganan yang baik

Fraktur dapat menyebabkan kecacatan dan komplikasi.

Terdapat hubungan antara jenis kecelakaan dan tipe fraktur karena

dipengaruhi mekanisme cedera, tipe benda, kekuatan energi serta

kronologis kecelakaan (Ramadhani et al., 2019). Fraktur dapat

menyebabkan kerusakan fragmen tulang, dan mempengaruhi

fungsi sistem muskuloskeletal yang berpengaruh pada toleransi

aktivitas sehingga dapat memengaruhi kualitas hidup penderita.

Fraktur ekstremitas bawah sering terjadi terkait dengan

morbiditas yang cukup besar dan perawatan panjang di rumah


15

sakit. Orang dengan cedera ekstremitas bawah dapat mengalami

kesulitan, jika berdiri lama atau berjalan, berjongkok, mengangkat

benda berat atau bekerja yang melibatkan menahan beban. Pasien

dengan kondisi gangguan ortopedi sering membutuhkan perawatan

yang lebih lama daripada pasien lain. Fraktur ekstremitas bawah

diantaranya fraktur femur, tibia, dan fibula sehingga pasien tidak

dapat beraktivitas seperti biasanya karena immobilisasi (Thomas &

D’silva, 2015).

Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan

dengan menggunakan teknik invasif dimana dilakukan sayatan

pada bagian tubuh yang akan ditangani dan diakhiri dengan

penutupan dengan jahitan luka. Tindakan pembedahan bertujuan

untuk menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi

(Safitri, 2015).

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk

membuat Karya Ilmiah Akhir yang berjudul “Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan Pada An.I Dengan Diagnosa Medis Open

Fraktur Femur Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar”.


11

B. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah

untuk Mendapatkan pengalaman langsung dalam mengaplikasikan

teori asuhan keperawatan kegawat daruratan pada An.”I” dengan

Trauma Fraktur Femur di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Bedah

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

C. Tujuan Khusus

Tujuan umum dari penulisan karya ilmiah akhir ini adalah

untuk Mendapatkan pengalaman langsung dalam mengaplikasikan

teori asuhan keperawatan kegawat daruratan pada An.”I” dengan

Trauma Fraktur Femur di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Bedah

Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.

1. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan perumusan diagnosa keperawatan

kegawatdaruratan pada An. I dengan Trauma Fraktur Femue

di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Bedah Rumah Sakit

Ibnu Sina Makassar.

2. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan penyusunan intervensi keperawatan kegawat

daruratan pada An. I dengan Trauma Fraktur Femur di

Ruangan Instalasi Gawat Darurat Bedah Rumah Sakit Ibnu

Sina Makassar.
12

3. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan implementasi keperawatan kegawat daruratan

pada An. I dengan Trauma Fraktur Femur di Ruangan

Instalasi Gawat Darurat Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina

Makassar.

4. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam

melakukan evaluasi keperawatan kegawatdaruratan pada

An. I dengan Trauma Fraktur Femur di Ruangan Instalasi

Gawat Darurat Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya

pengembangan pengetahuan khususnys tentang pemberian

asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan kasus

Trauma Fraktur Femur di Ruangan Instalasi Gawat Darurat

Bedah.

2. Bagi tenaga kesehatan

Memberikan informasi mengenai konsep medis dan

pemberian asuhan keperawatan pada kasus Truma Fraktur

Femur.

3. Bagi pasien/keluarga pasien

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah

penetahuan tentang kasus Trauma Fraktur Femur dan


13

menambah pengalaman dalam menangani Trauma Fraktur

Femur

4. Bagi penulis

Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan

kepada pasien-pasien dengan khususnya pasien dengan

kasus Trauma Fraktur Femur

5. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran secara singkat dan menyeluruh

mengenai isi laporan, maka penulis memberikan sistematika

uraian sebagai berikut :

1. Tempat,waktu pelaksanaan pengambilan kasus

Tempat pengambilan kasus di ruang instalasi gawat darurat

(IGD) Bedah dengan Trauma Fraktur Femur ruangan IGD

Bedah Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Selatan.

2. Waktu

Waktu pelaksanaan pengambilan kasus dimulai dari tanggal

19 Desember 2021

3. Tehnik pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data untuk manajemen asuhan

keperawatan di ruang gawat darurat dilakukan dengan

melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada

pasien maupun keluarga pasien secara langsung. Pengkajian


14

primer dengan menggunakan pengkajian (Airway),

(Breathing), (Circulation),(Disability), dan (exposure). Dan

pengkajian sekunder menggunakan metode head to toe, dan

untuk data penunjang pengumpulan data dilihat dari hasil

pemeriksaan X-ray.
BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjauan Teori

1). Konsep Dasar Medis

1.1 Pengertian

Fraktur femur adalah terputus atau hilangnya

kontinuitas tulang femur, kondisi fraktur femur ini secara

klinis dapat berupa fraktur femur terbuka yang disertai

dengan kerusakan jaringan lainnya (otot, saraf, kulit,

pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat

disebabkan oleh trauma pada paha secara langsung

(Helmi, 2019).

Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang

paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung,

kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi

tulang/osteoporosis. Hilangnya kontinuitas tulang paha

tanpa atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak seperti

otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah . Fraktur

femur dapat menyebabkan komplikasi, morbiditas yang

lama dan juga kecacatan apabila tidak mendapatkan

penanganan yang baik. Komplikasi yang timbul akibat

fraktur femur antara lain perdarahan, cedera organ dalam,

infeksi luka, emboli lemak, sindroma pernafasan, selain itu

16
17

pada daerah tersebut terdapat pembuluh darah besar

sehingga apabila terjadi cedera pada femur akan berakibat

fatal, oleh karena itu diperlukan tindakan segera (Suriya &

Zurianti, 2019) Fraktur femur adalah suatu patahan

kontinuitas struktur tulang pada paha yang ditandai adanya

deformitas yang jelas yaitu pemendekan tulang mengalami

masalah fraktur dan hambatan mobilitas yang nyata

(Muttaqin, 2017).

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi

fraktur komplit atau inkomplit (termasuk fisura atau

greenstick fracture), transvena, oblik, spiral, kompresi,

simple, kominutif, segmental, kupu-kupu, dan impaksi

(termasuk impresi dan inklavasi) (Ezra dkk, 2016). Terdapat

beberapa jenis fraktur femur berdasarkan lokasi anatomis

yaitu fraktur leher femur, fraktur trokanter femur, fraktur

subtronkanter femur, fraktur diafisis femur, fraktur

suprakondilus femur dan fraktur kondilus femur (Ezra dkk,

2017).

Klasifikasi radiologis fraktur femur (Muttaqin, 2015

dalam (Agus) 2019) terbagi menjadi:

1.1.1 Fraktur leher femur

Fraktur leher femur merupakan jenis fraktur

yang sering ditemukan pada orang tua atau wanita


18

usia 60 tahun keatas disertai tulang yang

osteoporosis. Fraktur leher femur pada anak-anak

jarang ditemukan fraktur ini lebih sering ditemukan

pada anak laki-laki dari pada anak perempuan

dengan perbandingan 3:2 insiden terpenting pada

anak usia 11-12 tahun.

1.1.2 Fraktur subtrokanter

Fraktur subtrokanter dapat terjadi pada semua

usia, biasanya disebabkan trauma yang hebat.

Pemeriksaan dapat menujukkan fraktur yang terjadi

dibawah trokanter minor.

1.1.3 Fraktur intertrokanter femur

Pada beberapa keadaan, trauma yang

mengenai daerah tulang femur. Fraktur daerah trokler

adalah semua fraktur yang terjadi antara trokanter

mayor dan minor. Fraktur ini bersifat ekstraartikuler

dan sering terjadi pada klien yang jatuh dan

mengalami trauma. Keretakan tulang terjadi antara

trokanter mayor dan minor tempat fragmen proksimal

cenderung bergeser serta varus. Fraktur dapat

bersifat kominutif terutama pada bagian korteks

bagian posteomedial.
19

1.1.4 Fraktur diafisis femur

Fraktur diafisis femur dapat terjadi pada

daerah femur pada setiap usia biasanya karena

trauma hebat, ,misalnya kecelakaan lalu lintas atau

jatur dari ketinggian.

1.1.5 Fraktur suprokondilar femur

Daerah suprokondilar adalah daerah antar

batas proksimal kondilus femur dan bats metafisis dan

batas diafisis femur. Trauma yang mengenai femur

terjadi karena ada tekanan vasrus dan vagus yang

disertai kekuatan aksial dan putaran sehingga dapat

mengakibatkan fraktur pada daerah ini. Pergeseran

terjadi karena tarikan otot.

Klasifikasi fraktur berdasarkan aspek klinik yang

terjadi (Noor Z, 2017), yaitu :

1.1.5.1 Fraktur tertutup

Fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh

fragmen tulang sehingga lokasi tidak tercemar

oleh lingkungannya atau tidak mempunyai

hubungan dengan dunia luar. Atau

sederhananya tidak memiliki kerusakan

jaringan luar hingga tulang tidak menonjol

keluar. Patah tulang tertutup umumnya terjadi


20

karena adanya trauma baik itu langsung

maupun tidak langsung. Fraktur tertutup sendiri

memiliki tingkat untuk mengetahui seberapa

parah fraktur tertutup itu.

a) Tingkat 0

Fraktur tertutup dengan sedikit atau tanpa

cedera jaringan lunak sekitar terjadinya

fraktur.

b) Tingkat I

Fraktur tertutup dengan adanya abrasi

dangkal serta memar pada kulit dan

jaringan sub kutan.

c) Tingkat II

Fraktur tertutup yang lebih berat dengan

kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan.

d) Tingkat III

Fraktur tertutup berat dengan kerusakan

jaringan lunak dan ancaman terjadinya

sindroma compartment.

1.1.5.2 Fraktur terbuka

Fraktur yang mempunyai hubungan

dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan


21

jaringan lunak, dapat dibentuk dari dalam atau

dari luar, sebab tulang menembus kulit

sehingga tulang yang patah dapat dilihat

dengan mata sendiri. Menurut Gustillo-

Anderson, Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga

kelompok :

a. Grade 1

Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang

dari 1 cm dan bersih, kerusakan jaringan

minimal, biasanya dikarenakan tulang

menembus kulit dari dalam. Biasanya

fraktur simple, transversal atau simple oblik.

14

b. Grade 2

Fraktur terbuka dengan luka robek lebih

dari 1 cm, tanpa ada kerusakan jaringan

lunak, kominusi yang sedang ataupun

avulsi yang luas. konfigurasi fraktur berupa

kominutif sedang dengan kontaminasi

sedang.

c. Grade 3

Fraktur terbuka segmental atau kerusakan

jaringan lunak yang luas, derajat


22

kontaminasi yang berat dan trauma dengan

kecepatan tinggi. Hal ini disebabkan oleh

trauma kecepatan tinggi sehingga patah

tulang yang tidak stabil dan banyaknya

komunisi. Fraktur grade 3 dibagi menjadi

tiga yaitu :

 Grade 3a : Fraktur segmental atau sangat

kominutif penutupan tulang dengan jaringan

lunak cukup adekuat.

 Grade 3b : Trauma sangat berat atau

kehilangan jaringan lunak yang cukup luas,

terkelupasnya daerah periosteum dan

tulang tampak terbuka, serta adanya

kontaminasi yang cukup berat

 Grade 3c : Fraktur dengan kerusakan

pembuluh darah.

1.1.5.3 Fraktur dengan komplikasi :

Fraktur yang disertai dengan komplikasi

misalnya malunion, delayed union, non-union,

serta infeksi tulang.( Noor Z, 2016)


23

1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Tulang Femur

Sumber: Paulsen F. & J. Waschke, 2019


24

Menurut (Wahid A, 2019), Tulang terdiri dari sel-sel

yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari

embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses

“Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh

sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya

tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang

dalam tubuh manusia,tulang dapat diklasifikasika dalam

lima kelompok berdasarkan bentuknya :

1) Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang

tebal panjang yang disebut diafisis dan dua

ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal

dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis

dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang

tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng

pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena

akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang

rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang

dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang.

Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.

Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau

trabecular) .
25

2) Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan

inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan

luar dari tulang yang padat.

3) Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua

lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah

tulang concellous.

4) Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama

seperti dengan tulang pendek.Tulang sesamoid

merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar

tulang yang berdekatan dengan persediaan dan

didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya

patella (kap lutut).

5) Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit

mineral. Sel- selnya terdiri atas tiga jenis dasar-

osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas

berfungsi dalam pembentukan tulang dengan

mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas

98% kolagen dan 2% subtansi dasar

(glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan

proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana

garam-garam mineral anorganik ditimbun Osteosit

adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan

fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks


26

tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear (berinti

banyak) yang berperan dalam penghancuran,

resorpsi dan remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional

mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon

terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut

merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella.

Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh

nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam

kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan

dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang

dari 0,1 mm).

Tulang diselimuti dibagian oleh membran

fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum

memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya

tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon

dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,

pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling

dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang

merupakan sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis

yang menutupi rongga sumsum tulang panjang

dan rongga-rongga dalam tulang kanselus.


27

Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk

memelihara rongga sumsum, terletak dekat

endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan

pada permukaan tulang) (Wahid A, 2019).

Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

1) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk

tubuh Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,

otak, dan paru paru) dan jaringan lunak.

2) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan

paru paru) dan jaringan lunak.

3) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan

dengan kontraksi dan pergerakan).

4) Membentuk sel-sel darah merah di dalam sum-sum

tulang belakang (hema topoiesis)

5) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

Menurut (Helmi,2019), tulang bukan saja merupakan

kerangka penguat tubuh, tetapi juga merupakan bagian

untuk susunan sendi dan di samping itu pada tulang

melekat origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan

kerangka tubuh. Tulang juga mempunyai fungsi sebagai

tempat mengatur dan menyimpan kalsium, fosfat,

magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-


28

tulang tertentu memiliki jaringan hemopoietik yang

berfungsi untuk memproduksi sel darah merah, sel darah

putih, trombosit.

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang

(sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh

yang kokoh. Walaupun rangka utama tersusun dari tulang,

rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago

(Helmi, 2019)

Tungkai Bawah secara anatomis, bagian proksimal

dari tungkai bawahantara girdel pelvis dan lutut adalah

paha, bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah

tungkai (Helmi, 2019)

a. Femur

Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang

terpanjang, terkuat dan terberat dari semua tulang

pada rangka tubuh. Ujung proksimal femur memiliki

kepala yang membulat untuk beartikulasi dengan

asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala

mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat

perlekatan ligamen yang menyanggah kepala tulang

agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh

darah ke kepala tersebut. Femur tidak berada pada

garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk dengan pas


29

ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚

dari bagian leher femur. Dengan demikian, batang

tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang

pelvis saat paha bergerak. Sudut femoral pada wanita

biasanya lebih miring (kurang dari 125˚) karena pelvis

lebih lebar dan femur lebih pendek

Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian

leher yang tebal, yang terus memanjang sebagai

batang. Garis intertrokanter pada permukaan anterior

dan krista intertrokanter di permukaan posterior tulang

membatasi bagian leher dan bagian batang (Helmi,

2019).

b. Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang

menonjol. Trokanter besar dan trokanter kecil, sebagai

tempat perlekatan otot untuk menggerakan persendian

panggul.

c. Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu

tanda saja. Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk

perlekatan beberapa otot.

d. Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial

dan kondilus lateral. Pada permukaan posterior, dua

kondilus tersebut membesar dengan fosa interkondiler

yang terletak di antara keduanya. Area triangular di


30

atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal.

Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan

lateral berada di atas dua kondilus besar. Permukaan

artikular halus yang terdapat di antara kedua kondilus

adalah permukaan patellar.yang terbentuk konkaf

untuk menerima patella (tempurung lutut).

6) Komponen jaringan tulang

a. Komponen-komponen utama dari jaringan tulang

adalah mineral-mineral dan jaringan organik

(kolagendan proteoglikan).

b. Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam

(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen

dan proteoglikan.

c. Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu

osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I

yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada

tulang.

d. Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa

proteoglikan.

1.3 Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya adalah cidera, stress, dan melemahnya tulang akibat


31

abnormalitas seperti fraktur patologis (Apleys & Solomon, 2018).

Penyebab terjadinya fraktur adalah :

1) Trauma langsung adalah Terjadi benturan pada tulang yang

menyebabkan fraktur

2) Trauma tidak langsung adalah Tidak terjadi pada tempat

benturan tetapi ditempat lain, oleh karena itu kekuatan trauma

diteruskan oleh sumbu tulang ke tempat lain.

3) Kondisi patologis adalah Terjadi karena penyakit pada tulang

(degeneratif dan kanker tulang).

Menurut Helmi (2019), etiologi fraktur femur antara lain:

1) Fraktur trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan kekuatan yang

tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan,

pemukulan, penghancuran, penekukan atau terjatuh

dengan posisi miring, pemontiran atau penarikan. Bila

terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada

tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti

rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya

menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada

kulit diatasnya penghancuran kemungkinan akan

menyebabkan fraktur kominutif yang disertai

kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila terkena

kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada


32

tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan

tersebut, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur

mungkin tidak ada.

Kekuatan dapat berupa :

a. Fraktur avusi, fraktur yang diakibatkan karena

trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya

pada tulang Pemontiran (rotasi), yang dapat

menyebabkan fraktur spiral.

b. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang

menyeabbkan fraktur melintang.

c. Penekukan dan penekanan yang mengakibatkan

fraktur sebagian melintang tetapi disertai fragmen

kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah.

d. Kombinasi dari pemontiran dan penekukan yang

menyebabkan fraktur obliq pendek.

e. Penarikan dimana tendon atau ligament benar-

benar menarik tulang sampai terpisah.

Menurut( Lukman & Nurna 2018), etiologi fraktur

femur, yaitu : Fraktur disebabkan oleh pukulan

langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak

dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Umumnya fraktur

disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada


33

laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur 45 tahun

kebawah dan sering berhubungan dengan olahraga,

pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan

kendaraan bermotor. Sedangka pada orang tua,

perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada

laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya

insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan

hormone pada menopause.

1.4 Patofisiologi

Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar

untuk mematahkan batang femur individu dewasa.

Kebanyakan fraktur ini terjadi pada priaa muda yang

mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian,

biasanya klien mengalami trauma multiple yang

menyertainya. Kondisi degenerasi tulang (osteoporosis) atau

keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis

tanpa riwayat trauma, memadai untuk mematahkan tulang

femur.

Kerusakan neurovascular menimbulkan manifestasi

peningkatan risiko syok, baik syok hipovolemik karena

kehilangan darah banyak ke dalam jaringan maupun syok

neurogenik karena nyeri yang sangat hebat yang dialami

klien (Muttaqin A, 2018).


34

Kerusakan fragmen tulang femur diikuti dengan

spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada

paha, yaitu pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini

berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, akan

menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang femur

(Rosyidi, 2017)

Intervensi medis dengan penatalaksanaan

pemasanangan fiksasi interna dan fiksasi eksterna

memberikan implikasi pada masalah risiko tinggi infeksi

pasca-bedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak, risiko tinggi

trauma sekunder akibat pemasangan fiksasi eksterna,

dampak psikologis absietas sekunder akibat rencana bedah

dan prognosis penyakit dan pemenuhan informasi (Helmi,

2019).

Dapat disimpulkan bahwa pada kondisi trauma

kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang

mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh dari

ketinggian. Kondisi ini bisa ditandai dengan kehilangan

banyak darah kedalam jaringan yang bisa mengakibatkan

kerusakan neurovaskular, degenerasi tulang (osteoporosis)

dan kerusakan fragmen tulang femur. Apabila terjadi

masalah tersebut maka dapat dilakukan intervensi yaitu


35

pemasangan fiksasi interna, fiksasi eksterna danpemenuhan

informasi tentang prognosis penyakit.

1.5 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut (Asikin M, 2018), yaitu :

1) Deformitas

2) Bengkak/edema

3) Ekimosis (memar)

4) Spasme otot

5) Nyeri

6) Kurang/hilang sensasi

7) Krepitasin

8) Pergerakan abnormal

1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gawat darurat ( Brunner & Suddarth 2018)

yaitu :

1) Segera setelah cedera, imobilisasi bagian tubuh sebelum

pasien dipindahkan.

2) Bebat fraktur, termasuk sendi yang berada di dekat

fraktur, untuk mencegah pergerakan fragemen fraktur.

3) Imobilisasi tulang panjang ekstrimitas bawah dapat

dilakukan dengan mengikat kedua tungkai bersama-sama.


36

4) Pada cedera ekstrimitas atas, lengan dapat dibebat

kedada atau lengan bawah yang cedera dapat digendong

dengan mitela.

5) Kaji status neurovascular disisi distal area cedera sebelum

dan setelah pembebatan untuk menentukan keadekuatan

perfusi jaringan perifer dan fungsi saraf.

6) Tutupi luka fraktur terbuka dengan balutan steril untuk

mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.

Penatalaksanaan fraktur menurut (Muttaqin A, 2017)

Fraktur trokanter dan sub-trokanter femur, meliputi :

1) Pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang

dilanjutkan dengan gips pinggul selama 7 minggu

merupakan alternative pelaksanaan pada klien dengan

usia muda.

2) Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan

pengobatan

Penatalaksanaan Fraktur diafisis femur, meliputi :

1) Terapi konservatif.

a) Traksi kulit merupakan pengoatan sementara sebelum

dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme

otot.

b) Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada

sendi tulang lutut. Menggunakan cast bracing yang


37

dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana

kegiatan yang dilakukan yaitu:

Mengumpulkan data, mengolompokan data, dan

menganalisa data. Adapun proses pengkajian gawat

darurat yaitu pengkajian primary dan pengkajian sekunder

(Silvia, 2018)

1. Primary Survey

Menurut (Krisanty P, 2018) Setelah pasien sampai di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang pertama kali harus

dilakukan adalah mengamankan dan mengaplikasikan

prinsipAirway, Breathing, Circulation, Disabilit,,

Exposure (ABCDE).

a. Airway

Pada pengkajian Airway, Penilaian kelancaran

airway pada klien yang mengalami fraktur meliputi,

pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas atau

fraktur di bagian wajah.Usaha untuk membebaskan

jalan nafas harus memproteksi tulang servikal karena

itu tehnik Jaw Thurst dapat digunakan pasien

dengan gangguan kesadaran atau GCS kurang dari


38

8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif.

( Krisanty p, 2018)

b. Breating

Menurut (Rani, 2018) Pengkajian pada pernapasan

dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas dan

keadekuatan pernapasan pada pasien

1) Look

a) Lihat pengembangan dada

b) Retraksi intercostal

c) Penggunaan otot aksesoris pernapasan

2) Listen

a) Apakah terdengar suara napas

b) Bunyi napas (Ngorek, bersiul, megak dan lain-

lain)

c) Suara napas tambahan (ronchi, wheezing,

rales, dll)

3) Feel

a) Apakah ada hembusan darah dari hidung

b) Frekuensi napas

c. Circulation

Pada pengkajian kegawatdaruratan pada

pasien fraktur femur, dilakukan penilaian terhadap

fraktur ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus


39

diperhatikan di sini adalah volume darah, pendarahan,

dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi

permasalahan utama pada kasus patah tulang,

terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur

dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3

– 4 unit darah dan membuat syok kelas III.

Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah

menggunakan penekanan langsung dan meninggikan

lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan

di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik

dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan

mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh

tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang

terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya

dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan

yang agresif merupakan hal penting disamping usaha

menghentikan pendarahan. (Kristanty P, 2018)

d. Disability

Pada Pengkajian DIssability dilakukan

pengkajian neurologi, untuk mengetahui kondisi

umum pasien dengan cepat mengecek tingkat

kesadaran pasien dan reaksi pupil pasien (Tutu,

2017).
40

Menjelang akhir survey primer maka dilakukan

evaluasi singkat terhadap keadaan neurologis. yang

dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan

reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat

cedera spinal.

e. Exposure

Pada pengkajian exposure, Pasien harus

dibuka keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara

menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.

setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien

diselimuti agar pasien tidak hipotermia. pemeriksaan

tambahan pada pasien dengan trauma

muskuloskeletal seperti fraktur adalah imobilisasi

patah tulang dan pemeriksaan radiologi (Paul, 2018)

2.1.2 Survey Sekunder

Bagian dari survey sekunder pada pasien cedera

muskuloskeletal adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik.

tujuan dari survey sekunder adalah mencari cedera cedera

lain yang mungkin terjadi pada pasien sehingga tidak

satupun terlewatkan dan tidak terobati.

Apabila pasien sadar dan dapat berbicara maka kita

harus mengambil riwayat AMPLE dari pasien, yaitu

Allergies, Medication, Past Medical History, Last Ate dan


41

Event (kejadian atau mekanisme kecelakaan). Mekanisme

kecelakaan penting untuk ditanyakan untuk mengetahui

dan memperkirakan cedera apa yang dimiliki oleh pasien,

terutama jika kita masih curiga ada cedera yang belum

diketahui saat primary survey, Selain riwayat AMPLE,

penting juga untuk mencari informasi mengenai

penanganan sebelum pasien sampai di rumah sakit.

Pada pemeriksaan fisik pasien, beberapa hal yang

penting untuk dievaluasi adalah (1) kulit yang melindungi

pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi

neuromuskular (3) status sirkulasi, (4) integritas ligamentum

dan tulang. Cara pemeriksaannya dapat dilakukan dengan

Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna dan

perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar.

Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu dilakukan untuk

menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan

bagian punggung. Bagian distal tubuh yang pucat dan

tanpa pulsasi menandakan adanya gangguan vaskularisasi.

Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot

menunjukkan adanya crush injury dengan ancaman

sindroma kompartemen. Pada pemeriksaan Feel, kita

menggunakan palpasi untuk memeriksa daerah nyeri tekan,

fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksaan Move kita


42

memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal.

Pemeriksaan sirkulasi dilakukan dengan cara

meraba pulsasi bagian distal dari fraktur dan juga

memeriksa capillary refill pada ujung jari kemudian

membandingkan sisi yang sakit dengan sisi yang sehat.

Jika hipotensi mempersulit pemeriksaan pulsasi, dapat

digunakan alat Doppler yang dapat mendeteksi aliran darah

di ekstremitas.

Pada pasien dengan hemodinamik yang normal,

perbedaan besarnya denyut nadi, dingin, pucat, parestesi

dan adanya gangguan motorik menunjukkan trauma arteri.

Selain itu hematoma yang membesar atau pendarahan

yang memancar dari luka terbuka menunjukkan adanya

trauma arterial.

Pemeriksaan neurologi juga penting untuk dilakukan

mengingat cedera muskuloskeletal juga dapat

menyebabkan cedera serabut syaraf dan iskemia sel syaraf.

Pemeriksaan fungsi syaraf memerlukan kerja sama pasien.

Setiap syaraf perifer yang besar fungsi motoris dan

sensorisnya perlu diperiksa secara sistematik.


43

2.1 Diagnosa Keperawatan (PPNI,2017)

Diagnosa 1: Nyeri Akut.

a. Penyebab

1. Agen pecederah fisiologis (MIS.Inflamasi, Iskemia,

neoplasma)

2. Agen pecederah kimiawi (MIS.Terbakar, bahan kimia

iritan)

3. Agen opecederah fisik (MIS. Abses,amputasi, terbakar,

terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,

latihan fisik berlebihan)

b. Gejala Dan Tanda Miyor

Objektif

1) Tampak meringis

2) Bersikap protektif (MIS. waspada. posisi menghindari

nyeri)

3) Gelisah

4) Frekuensi nadi meningkat

5) Sulit tidur

c. Gejala dan Tanda Minor

Objektif

1) Tekanan darah meningkat

2) Pola napas berubah

3) Nafsu makan berubah


44

4) Proses berpikir terganggu

5) Menarik diri

6) Berfokus pada diri sendiri

7) Diafroses

d. Kondisi Klinis terkait

1) Kondisi pembedahan

2) Cederah trauma

3) Infeksi

4) Sindrom coroner akut

5) Glaukoma

Diagnosa II: Gangguan Mobilitas Fisik

a. Penyebab

1) Kerusakan integritas struktur tulang

2) Perubahan metabolism

3) Ketidak bugaran fisik

4) Penurunan kendali otot

5) sPenurunan massa otot

6) Penurunan kekuatan otot

7) Keterlambatan perkembangan

b. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1) Mengeluh sulit pergerakan ekstremitas


45

Objektif

1) Kekuatan otor menurun

2) Rentang gerak (ROM) menurun

c. Gejala Dan Tanda Minor

Subjektif

1) Nyeri saat bergerak

2) Enggan melakukan pergerakan

3) Merasa cemas saat bergerak

Objektif

1) Sendi kaku

2) Gerakan tidak terkoordinasi

3) Gerakan terbatas

4) Fisik lemah

2) Kondisi Klinis terkait

1) Stroke

2) Cedrah medulla spinalis

3) Trauma

4) Fraktur

5) Osteoarthinitis

6) Ostemalasia

7) Keganasan
46

Diagnosa III: Risiko Infeksi

a. Faktor Resiko

1) Penyakit kronis (MIS.diabetes miletus)

2) Evek prosedur invasive

3) Malnutrisi

4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan

5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

6) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder

b. Kondisi Klinis terkait

1) AIDS

2) Luka bakar

3) Penyakit paru obstruktif kronis

4) Diabetes miletus

5) Tindakan infasif

6) kondisi gamngguanj terapi steroid

7) kanker

8) gagal ginjal

9) imonosupresi

10) Gangguan fungsi hati

11) Penyalahgunaan obat


47

Diagnosa IV: Gangguan Integritas Kulit/jaringan

a. Penyebab

1) Perubahan sirkulasi

2) perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

3) kekuranga atau kelebihan volume cairan

4) Penurunan mobilitas

5) Bahan kimia iritatif

6) faktor mekanis (MIS. Penekanan pada tonjolan

tulang,gesekan) atau faktr elektris (elektrodiatermi, energi

listrik bertegangan tinggi)

b. Gejala Dan Tanda Mayor

Objektif

1) Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

c. Gejala dan Tanda Minor

Objektif

1) Nyeri

2) Perdarahan

3) Kemerahan

4) Hematoma

d. Kondisi Klinis terkait

1) Imobilisasi

2) Gagal Jantung kognesif

3) Gagal ginjal
48

4) Diabetes miletus

5) Imunodefusuensi (Mis. AIDS)

Diagnosa V: Ansietas

a. Definisi

Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap

objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya

yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman.

b. Penyebab

1) Krisis emosional

2) Kebutuhan tidak terpenuhi

3) Krisi maturasional

4) Ancaman terhadap konsep diri

5) Ancaman terhadap kematian

6) Disfungsi system keluarga

7) kekhwatiran mengalami kegagan

8) hubungan orang tua -anak tidak memuaskan

9) faktor keturunan

c. Gejala Dan Tanda Mayor

Subjektif

1) Merasa bingung

2) Merasa kwatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi

3) Sulit berkosentrasi
49

Objektif

1) Tampak gelisah

2) Tampak tegang

3) Sulit tidur

d. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1) Mengeluh pusing

2) Anoreksia

3) Palpitasi

4) Merasa tidak berdaya

Objektif

1) Frekuensi napas meningkat

2) Frekuensi nadi meningkat

3) Tekanan darah meningkat

4) Diaforesia

5) Tremor

6) Muka pucat

7) Suara bergetar

8) Sering berkemih

9) Beriorintasi pada masa lalu

e. Kondisi Klinis terkait

1) penyakit kronis progresif (Mis. Kanker, penyakit, autoimun)

2) Penyakit akut
50

3) Hospitalisasi

4) Rencana operasi

5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas

6) Penyakit neurologis

2.2 Intervensi

N Diagnosa Tujuan intervensi Rasional

o keperawatan

1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Untuk

berhubungan tindakan 1x8 jam karakteristik, mengetahui

dengan Agen diharapkan tingkat durasi, frekuensi, lokasi, frekuensi

pencedera nyeri menurun intensitas nyeri dan intensitas

Fisik dengan Kriteria nyeri yang pada

Hasil: pasien

1) Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala 2. Untuk

menurun nyeri mengetahui skala

2) Meringis nyeri yang

menurun dialami pasien

3) Gelisah 3. Identifikasi faktor 3. Untuk

menurun yang mengetahui

4) Kesulitan tidur memperberat dan faktor yang

menurun memperingan memperberat dan

nyeri memperingan

nyeri
51

4. Berikan tehnik 4. Memberikan

nonfarmakologis tehnik

misalnya nonfarmakologis

relaksasi napas misalnya

dalam, kompres relaksasi napas

hangat dalam, kompres

hangat untuk

memperingan

nyeri
5. Ajarkan tehnik
5. Mengajarkankan
nonfarmakologis
tehnik
untuk
nonfarmakologis
mengurangi nyeri
untuk

mengurangi nyeri

6. Pasien diberikan
6. Kolaborasi
analgesik
pemberian
sebagai pereda
analgetik
nyeri untuk

mengurangi skala

nyerinya

2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk Mengetahui

Mobilitas tindakan 1x8 jam adanya nyeri adanya nyeri atau

Fisik diharapkan atau keluhan fisik keluhan fisik lain nya


52

berhubungan mobilitas fisik lain nya

dengan meningkat 2. Identiifikasi 2. Untuk toleransi fisik

kerusakan dengan Kriteria toleransi fisik melakukan

struktur Hasil: melakukan pergerakan

1) Pergerakan pergerakan

ektremitas 3. Monitor keadaan 3. Untuk Memonitor

meningkat umum selama keadaan umum

2) Kekuatan otot melakukan selama melakukan

meningkat mobilisasi mobilisasi pada

3) Rentang gerak pasien

(ROM) 4. Fasilitasi 4. Untuk menganjurkan

meningkat melakukan pasien melakukan

pergerakan, jika pergerakan, jika

perlu perlu

5. Libatkan keluarg 5. keluarga pasien di

untuk membantu libatkan untuk


pasien dalam membantu pasien
meningkatkan
dalam meningkatkan
pergerakan
pergerakan

3 Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor tanda 1. Untuk mengtahui

Infeksi tindakan 1x8 jam dan gejala tanda dan gejala

diharapkan infeksi local dan infeksi


53

Tingkat Infeksi sistemik.

Menurun dengan 2. Berikan 2. Untuk Memberikan

Kriteria Hasil: perawatan kulit perawatan kulit pada

1) Kemerahan pada area area edema agar

berkurang edema. mecegah resiko

2) Nyeri infeksi

bekurang 3. Pertahankan 3. Untuk

3) Bengkak Teknik aseptic mempertahankan

berkurang pada pasien Teknik aseptic pada

berisiko tinggi. pasien berisiko tinggi

agar mengurangi

resiko infeksi
4. Ajarkan cara
4. Untuk
memeriksa luka
mengidukasikan
dan luka operasi.
kepada keluarga

cara merawat luka

yang benar

1. 4 Ansietas Setelah dilakukan 1. monitor tanda 1. Untuk mengetahui

berhubungan tindakan 1x8 jam tanda ansitetas tanda tanda ansietas

dengan diharapkan tingkat berubah yang ada pada

Kebutuhan Ansietas Menurun pasien .

tidak dengan Kriteria 2.Ciptakan 2. Agar pasien merasa

terpenuhi Hasil: suasana terapeutik lebih tenang.


54

1) Verbalisasi Temani pasien

kebingungan untuk mengurangi

menurun kecemasan 3. Untuk meyakinkan

2) Verbalisasi 3. gunakan pasien tentang

khawatir akibat pendekatan yang pengobatan.

kondisi yang tenang dan

dihadapi meyakinkan 4. Untuk mengurangi

menurun 4. Jelaskan tingkat kecemasan

3) Perilaku gelisah prosdur, termasuk

menurun sensasi yang

4) Perilaku tegang mungkin dialami

menurun

5) Konsentrasi

membaik

5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Identifikasi 1. Untuk Mengetahui

Integritas tindakan 1x8 jam riwayat alergi riwayat alergi

Kulit/jaringan diharapkan terhadap terhadap anastesi

berhubungan Integritas Kulit anastesi

dengan Dan Jaringan 2. Identifikasi jenis 2. untuk mengetahui

faktor Meningkat benang jahit jenis benang jahit

mekanis dengan Kriteria yang sesuai yang sesuai


55

Hasil: 3. Bersihkan 3. agar bersihkan

1) Kerusakan daerah luka daerah luka dengan

jaringan dengan larutan larutan antiseptic

menurun antiseptik

2) Kerusakan 4. Jahit luka 4. Untuk menjahit luka

lapisan kulit dengan dengan

menurun memasukkan memasukkan jarum

3) Nyeri menurun jarum tegak tegak lurus terhadap

4) Penyatuan kulit lurus terhadap permukaan kulit, tarik

meningkat permukaan jahitan cukup

5) Penyatuan tepi kulit, tarik kencang sampai kulit

luka menigkat jahitan cukup tidak tertekut

6) Peradangan kencang

luka menurun sampai kulit

tidak tertekut
5. Untuk Kunci jahitann
5. Kunci jahitann
dengan simpul
dengan simpul
6. Untuk Informasikan
6. Informasikan
kepada keluarga
tentang waktu
pasien tentang waktu
pelepasan
pelepasan jahitan
jahitan
7.Unruk memberikan
7. Ajarkan cara
edukasi kepada
merawat luka
56

jahitan keluarga pasien duntuk

cara merawat luka yang

benar

8. Kolaborasi 8. untuk memberikan

pemberian penangana anti biotik

antibiotik pada pasien

Tabel 1.1 Perencanaan keperawatan dalam konsep asuhan

keperawatan

2.4 Implementasi

Tindakan keperawatan (implementasi) adalah diskripsi untuk

perilaku yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus

dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan

(Merilynn E. Doenges, 2019). Implementasi pada klien Cedera

Kepala sedang meliputi pencapaian perfusi jaringan serebral

adekuat, status nutrisi adekuat, pencegahan cedera, penigkatan

fungsi kognitif, koping keluarga efektif, peningkatan pengetahuan

tentang proses rehabilitasi dan pencegahan komplikasi (Merilynn

E. Doenges, 2019).

2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan

item-item atau perilaku yang diamati dan dipantau, untuk


57

menentukan pencapaian hasil dalam jangka waktu yang telah

ditentukan (Merilynn E. doenges, 2019). Evaluasi bertujuan untuk

menilai hasil akhir dari seluruh intervensi keperawatan yang telah

dilakukan, dengan cara yang berkesinambungan dengan

melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya, dituliskan dalam

catatan perkembangan.
58

B. Tinjauan Kasus

1) Pengkajian Primary dan sekundary

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANAKKUKANG

Jl. Adyaksa No. 5 Telp. (0411) 444133-449574-5058660 Fax. (0411) 4662561-430614

Makassar 90231

e-mail: stikes pnk@yahoo.com. Website:http:/stikespanakkukang.ac.id.

FORMAT IGD

Ruangan : IGD Bedah Tgl: 19/12/2021 Jam :

No. Rekam Medik :

Nama Lengkap : An. I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir/Umur : 6/07/2005 ( 16 Tahun)

Alamat :

Rujukan :  Ya dari,  RS ……………  Puskesmas Minasaupa  Dr. …………… 

Lainnya ……………

Diagnosa : Trauma wajah

 Tidak Datang sendiri  Diantar :oleh teman

Nama keluarga yang bisa dihubungi : TN. B No. HP/Tlp :

Alamat :

Transportasi waktu datang :  Ambulans RSWS  Ambulans lain……..  Kendaraan


59

lainnya: kendaraan pribadi (motor)

Alasan masuk: Pasien masuk IGD dengan riwayat kecelakaan bermotor dengan keluhan nyeri di

bagian paha sebelah kiri dan pipi sebelah kanan dengan skala nyeri 8 GCS 15 nampak luka robek

dibagian paha sebelah kiri, perdarahan aktif 250 CC.

PRIMARY SURVEY TRAUMA SCORE

A. Airway A. Frekuensi Pernafasan

1. Pengkajian jalan napas  10 – 25 4

Bebas  Tersumbat  25 – 35 3

Trachea di tengah :  Ya  Tidak  > 35 2

 Resusitasi: Pemberian bronkodilator  < 10 1

 Re-evaluasi:tidak ada tindakan yang dilakukan 0 0

2. Masalah Keperawatan: B. Usaha bernafas

3. Evaluasi:-  Normal 1

B. Breathing  Dangkal 0

1. Fungsi pernapasan C. Tekanan darah

 Dada simetris :  Ya  Tidak  > 89 mmHg 4


 Sesak nafas :  Ya  Tidak
70 – 89 mmHg 3
 Respirasi : 26 x / mnt
 50 – 69 mmHg 2
 Krepitasi :  Ya Tidak
 1 – 49 mmHg 1
 Suara nafas :
0 0
- Kanan :  Ada  Jelas  Menurun
60

 Ronchi D. Pengisian kapiler

 Wheezing  < 2 dtk 2

 Tidak Ada  > 2 dtk 1


- Kiri :  Ada  Jelas  Menurun  Tidak ada 0
 Ronchi

 Wheezing
E. Glasgow Coma Score (GCS)
Tidak Ada
 14 – 15 5

 11 – 13 4
 Saturasi O2 : 98 %
 8 – 10 3
Pada : Suhu ruangan Nasal canule ; -
5–7 2
NRB Lainnya …………….
3–4 1
 Assesment : pasien mengatakan nyeri

 Resusitasi :-
TOTAL TRAUMA SCORE ( 4 + 1 + 4 + 2
 Re-evaluasi :-
+ 5) = 16
2. Masalah Keperawatan: -

3. Intervensi/implementasi: -

C. Circulation

1.Keadaan sirkulasi
REAKSI PUPIL
 Tensi : 120/80 mmHg
Kanan Ukuran (mm)
 Nadi :94 x / mnt
Kiri Ukuran (mm)
Kuat Lemah Regular  Irregular
 Cepat 2,5
 Suhu Axilla : 36.5 C o
Suhu Rectal : - Co
2,5
 Temperatur Kulit :  Hangat  Panas
61

Dingin  Konstriksi 4.0

 Jumlah perdarahan: ±250 cc 4.0

 Gambaran Kulit :  Normal  Kering  Lambat ……….

 Lembah/basah ……….

 Assesment :-  Dilatasi ……….

 Resusitasi :- ……….

 Re-evaluasi :-  Tak bereaksi ……….

2.Masalah Keperawatan : - ……….

3.Intervensi/implementasi :

4.tanda-tanda vital

5.Evaluasi : -

D. Disability

1. Penilaian fungsi neurologis

Alert :

Verbal response : pasien masih berespon ketika

ditanya

Pain response : pasien masih berespon terhadap

nyeri

Unresponsive :-

2.Masalah Keperawatan:-

3.Intervensi Keperawatan:-

4.Evaluasi:-
62

E. Exposure

1. Penilaian Hipothermia/hiperthermia

Hipothermia : -

Hiperthermia :-

2. Masalah Keperawatan: Nyeri akut berhubungan

dengan agen pecederah fisik

3. Intervensi / Implementasi: -

4. Evaluasi:-

PENILAIAN NYERI :

Nyeri :  Tidak  Ya, lokasi: paha sebelah kiri, tangan dan wajah sebelah kanan (0-10): 8

Jenis :  Akut  Kronis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

          

PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER

1. RIWAYAT KESEHATAN

a. S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)

Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri pada bagian

paha dan pipi sebelah kanan dan terdapat luka lecet di tangan

b. A : Allergies (alergi)

Pasien tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, minuman,

maupun obat-obatan
63

c. M : Medications (pengobatan)

Tidak ada obat-obatan yang digunakan sebelumnya

d. P : Past medical history (riwayat penyakit)

Pasien tidak ada riwayat penyakit apapun

e. L : Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir,

sebelum sakit)

Nasi, lauk dan sayur.

f. E : Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum

injuri/sakit)

Kecelakaan bermotor

RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA (Dikembangkan menurut

OPQRST)

O : Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi) :

5 menit

P : Provokatif (penyebab)

Fraktur femur sinistra karena kecelakaan

Q : Quality (kualitas)

Nyeri seperti teriris-iris

R : Radiation (paparan)

Kaki dan pipi sebelah kanan

S : Severity ( tingkat keparahan)

Nyeri berat skala 8


64

T : Timing (waktu): 1 menit

Pada saat bergerak

2. TANDA-TANDA VITAL

Frekunsi Nadi : 92 kali/menit

Frekuensi Napas :24 kali/menit

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Suhu tubuh : 36,5ºC

3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)

a. Kepala

Kulit kepala : Tidak ada nyeri pada kepala, bentuk kepala

mesopal Tampak bersih

b. Mata :

Konjungtiva : berwarna merah muda, tidak terdapat

edema pupil, tidak ada kelainan pada mata misalnya

strabismus, tidak ada penggunaa lensa kontak dan

kacamata

c. Telinga : Tampak simetris, tidak ada serumen,

tidak ada nyeri

d. Hidung : Tampak simetris, tampak bersih, tidak

ada lesi,

e. Mulut dan gigi : Mulut tampak bersih dan , mukosa

lembab, tidak ada bau mulut, tidak ada lesi, dan tidak ada

penggunaan gigi palsu


65

f. Wajah: Tampak simetris dan ada nyeri tekan pada wajah

sebelah kanan, tidak ada edema.

g. Leher : Bentuk/Kesimetrisan : Simetris Kiri dan Kanan,

Mobilisasi leher baik, tidak terdapat kelenjar tiroid, tidak ada

distensi vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar getah

benih.

h. Dada/ thoraks : Simetris kiri dan kanan

i. Jantung : Simetris kiri dan kanan, Batas paru dan jantung

ICS 2-3

j. Abdomen: tidak ada nyeri tekan pada abdomen ada, tidak

ada bekas operasi, tidak ada distensi pada abdomen, tidak

ada pembesaran pada hepar dan lien

k. Genitalia : tidak di kaji

l. Ekstremitas : terdapat luka robek di kaki sebelah kiri

m. Neurologis :

Fungsi sensorik : pasien masih bisa membedakan bau

Fungsi motorik : pasien tidak bisa mengerakkan tangan

kanan karena nyeri akibat kecelakaan.


66

4. HASIL LABORATORIUM: -

5. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK :

Pemeriksaan : Foto Femur S

- Fraktur transversal 1/3 proximal os femur kiri

dengan fragmen fraktur ke posteromedial,

shortening 5,5 cm

- Tampak serpihan tulang di soft tissue aspek

lateral 1/3 proximal

- Tidak ada tanda osteomyelitis

- Mineralisasi tulang baik

- Hip joint kiri tampak baik

- Soft tissue sekitarnya swelling

Hasil:

- Fraktur transversal 1/3 proximal os femur sinistra

6. PENGOBATAN :

- Infus RL 2p0 tpm

- Ranitidin

- Ketorolac

- Lidocaine
67

ANALISA DATA :

MASALAH
NO DATA
KEPERAWATAN

1. DS :

1. Pasien mengeluh nyeri

2. Pasien mengatakan nyeri pada paha

bagian kiri dan pipi sebelah kanan.

3. Pasien mengatakan pada daerah luka


Nyeri Akut
DO :

1. Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan,

2. Tampak gelisah

3. Nampak menghindari area yang nyeri

4. Hasil pengkajian nyeri di rasakan skala 8

Provokatif : Fraktur femur

Qualitas : Nyeri Seperti teriris-iris

Region : paha kiri , dan pipi bagian kanan

Severity : Skala 8 (berat)

Time : terus menerus


68

2. DS :

1. Pasien mengatakan nyeri pada daerah

bekas jahitan

DO :

1. Tampak terdapat luka sobek pada bagian

paha sebelah kiri

2. Pasien dihecting 26 jahitan terdapat


Gangguan Integritas
jahitan dalam 13 jahitan dan jahitan luar
Kulit
13 jahitan.

3. TTV:

TD : 120/80 mmHg,

N: 94x/menit,

S: 36,5 ºC,

P: 26x/menit

3. Resiko Infeksi

1. Tampak ada jahitan di paha sebelah kiri

(26 jahitan)
Resiko Infeksi
2. Tampak kemerahan pada luka

Tabel 1.2 Analisa Data


69

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera Fisik

2 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan

factor mekanis (fraktur femur)

3 Resiko infeksi

Tabeln1.3 Diagnosa keperawatan


70

PERENCANAAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan Manajemen Nyeri:

agen cedera fisik tindakan 1. Identifikasi 1. Untuk

keperawatan lokasi, mengetahui

selama 1x8 jam karakteristik, lokasi,

diharapkan: durasi, karakteristik,dura

1. keluhan nyeri frekuensi, si, dan intensitas

berkurang intensitas nyeri. yang

2. ekspresi nyeri. dialami pasien

wajah 2. Identifikasi 2. untuk mengetahui

meringis skala nyeri. skala nyeri yang

berkurang rasakan pasien

3. Identifikasi 3. Untuk

faktor yang mengetahui faktor

memperberat yang

dan memperberat dan

memperingan memperingan

nyeri. nyeri pasien

4. Berikan tehnik 4. Untuk

nonfarmakologi memberikan
71

s misalnya tehnik

relaksasi nonfarmakologis

napas dalam, yaitu tehnik

kompres relaksasi napas

hangat) dalam agar

mengurangi nyeri

5. Ajarkan tehnik 5. Pasien diajarkan

nonfarmakologi tehnik

s untuk nonfarmakologis

mengurangi yaitu Teknik

nyeri relaksasi napas

dalam untuk

mengurangi

nyerinya

6. Kolaborasi 6. Pasien diberikan

pemberian analgesik sebagai

analgesik. pereda nyeri

untuk mengurangi

skala nyerinya.
72

2. Gangguan Setelah dilakukan Penjahitan Luka

integritas kulit tindakan 1. Identifikasi 1. Mendeteksi

keperawatan riwayat alergi adanya riwayat

selama 1x8 jam, terhadap alergi sebelum

diharapkan anastesi pemberian

 Integritas kulit tindakan anastesi

dan jaringan 2. Identifikasi 2. Mencegah

meningkat. jenis benang tekanan pada

 Penyembuhan jahit yang kulit

luka meningkat sesuai

Dengan kriteria 3. Bersihkan 3. Untuk

hasil : daerah luka mempertahankan

1) Kerusakan dengan larutan teknik sterilisasi

jaringan antiseptik sebelum luka

menurun pasien dijahit

2) Kerusakan 4. Jahit luka 4. Untuk

lapisan kulit dengan menghentikan

menurun memasukkan perdarahan

3) Nyeri jarum tegak

menurun lurus terhadap

4) Penyatuan permukaan

kulit kulit, tarik

meningkat jahitan cukup


73

5) Penyatuan kencang

tepi luka sampai kulit

menigkat tidak tertekut

6) Peradangan 5. Kunci jahitan 5. Mencegah

luka menurun dengan simpul terjadinya

perdarahan

berkelanjutan

6. Jelaskan tanda 6. Untuk

dan gejala mengInformasika

infeksi n kepada

keluarga pasien

tentang waktu

pelepasan jahitan

7. Ajarkan cara 7. Untuk

merawat luka mengedukasikan

jahitan pada keluarga

cara merawat

luka jahitan agar

tidak terjadi risiko

infeksi.

8. Informasikan 8. Untuk

tentang waktu mengingatkan

pelepasan keluarga pasien


74

jahitan tentang waktu

pelepasan jahitan

agar mencegah

risiko infeksi.

9. Kolaborasi 9. Untuk

pemberian mengurangi nyeri

antibiotik pasca tindakan

fraktur femur

10. Kolaborasi 10. Untuk

pemberian obat mengurangi risiko

perdarahan dan

risiko infeksi

2. Resiko infeksi tindakan Pencegahan

keperawatan Infeksi

selama 1x8 jam 1. Monitor tanda 1. Untuk Monitor

diharapkan: dan gejala tanda dan gejala

- keluhan nyeri infeksi local infeksi pada

berkurang dan sistemik. pasien.

2. Kemerahan 2. Berikan 2. Untuk

berkurang perawatan kulit memberikan

pada area perawatan kulit

edema. pada area edema

agar tidak terjadi


75

infeksi. Untuk

mempertahankan

Teknik aseptic

pada pasien

berisiko tinggi

Infeksi

3. Pertahankan 3. Untuk

teknik aseptic mengurangi risiko

pada pasien infeksi pada

berisiko tinggi. pasien

4. Ajarkan cara 4. Sebagai tindakan

memeriksa luka edukasi pada

dan luka pasien dan

operasi. keluarga cara

memeriksa luka

secara hati-hati

agar mencegah

terjadinya

perdarahan dan

risiko infeksi.

Tabel 1.4 Perencanaan keperawatan


76

EVALUASI

Tanggal Diagnosis Jam Implementasi Evaluasi

19/12/21 Nyeri 02.00 1. Mengidentifikasi lokasi, Pukul 07.00 Wita

Akut karakteristik, durasi,


S:
frekuensi, intensitas
1. Pasien mengatakan
nyeri.
nyeri pada kaki
Hasil: nyeri pada daerah
sebelah kiri dan
tangan dan kaki.
luka sobek.
02.05 2. Medentifikasi skala nyeri.
P : Nyeri di bagian
Hasil: skala nyeri 8
paha sebelah kiri
3. Mengidentifikasi factor
dan terdapat luka
02.10 yang memperberat dan
lecet di daerah
memperingan nyeri.
wajah sebelah
Hasil: pada saat
kanan
bergerak
Q : Nyeri terasa
02.15 4. Memberikan tehnik
seperti tertusuk-
nonfarmakologis
tusuk
misalnya relaksasi napas
R : Nyeri dirasakan
dalam.
Pada paha kiri dan
Hasil: pasien masih
pipi sebelah kanan.
merasakan nyeri
S : 7 (skala nyeri
02.20 5. Mengajarkan tehnik
berat)
77

nonfarmakologis untuk T : Nyeri di rasakan

mengurangi nyeri 30 mnt dan nyeri

Hasil: pasien diberikan bertambah jika

tehnik nonfarmakologis bergerak

berupa kompres dingin


O:
02.25 6. Kolaborasi pemberian
1. Pasien tampak
analgesik.
meringis
Hasil ; pemberian injeksi
2. Tampat luka pada
ketorolac 40 mg/hari
bagian kaki sebelah

kiri dan lecet bagian

pipi sebelah kanan,

bibir atas, kaki dan

tangan.

3. Perdarahan aktif

250 cc

4. TTV TD : 120/80

mmHg

N : 94x/mnt

RR : 22 x/mnt

A : Masalah nyeri belum

teratasi

P : Lanjutkan intervensi
78

1. Identifikasi skala

nyeri.

2. Identifikasi faktor

yang

memperberat

dan

memperingan

nyeri

3. berikan tehnik

nonfarmakologis

misalnya

relaksasi napas

dalam.

4. Kolaborasi

pemberian

analgesik.

19/12/21 Gangguan 02.30 1. Mengidentifikasi riwayat Pukul 07.00

integritas alergi terhadap anastesi S :

kulit Hasil : Pasien 1. Pasien

mengatakan tidak ada mengatakan nyeri

riwayat alergi obat pada luka jahitan

2. Mengidentifikasi jenis O :
79

02.35 benang jahit yang 1. Tampak pada luka

sesuai 26 jahitan

Hasil : perawat 2. Skala nyeri 8

memakai jenis benang (Skala berat)

T-nylon cutting 2-0 N90 3. Perdarahan sedikit

black monofilament 4. Luka tampak

synthetic Non- kemerahan

absorbable 5. TTV :

3. Membersihkan daerah TD : 120/80

02.30 luka dengan larutan mmHg

antiseptik N : 94x/mnt

Hasil : pasien dioleskan S : 36,5oC

larutan betanin diarea R : 22x/mnt

luka. tdk ada tanda-tnda A : Masalah Gangguan

infeksi integritas kulit/jaringan

4. Menjahit luka dengan belum teratasi

02.35 memasukkan jarum P : lanjutkan intervensi

tegak lurus terhadap 1. ajarkan cara

permukaan kulit, tarik merawat luka

jahitan cukup kencang jahitan

sampai kulit tidak 2. informasikan

tertekut tentang waktu

Hasil : jahitan rapi. pelepasan jahitan


80

Tampak 26 jahitan 3. Berkolaborasi

5. Mengunci jahitan pemberian Obat

03.00 dengan simpul

Hasil : luka tampak 26

jahitan

6. Menjelaskan tanda dan

03.05 gejala infeksi

Hasil : pasien

mengatakan mengerti

tanda dan gejala infeksi

7. Mengajarkan cara

03.10 merawat luka jahitan

Hasil : kelurga pasien

mengatakakan mengikuti

instruksi dokter

8. Menginformasikan

tentang waktu pelepasan

03.15 jahitan

Hasil: memberitahu

pasien pelepasan jahitan

1 minggu setelah di jahit.

9. Berkolaborasi pemberian

Obat
81

Hasil:pasien di berikan

obat Cefotaxime 2x1/oral,

Asam mefenamat

3x1/oral, Vit.b comp.

19/12/21 Resiko 03.30 1. Monitor tanda dan gejala Pukul 07.00

infeksi infeksi local dan


S:-
sistemik.
O:
Hasil: ada gejala infeksi

pada luka lecet. 6. TTV

03.40 2. Memberikan perawatan


TD : 120/80
kulit pada area edema.
mmHg,
Hasil: dibersihkan
N: 94x/menit,
dengan betadine.
S: 36,5 ºC,
03.50 3. Mempertahankan Teknik
P: 26x/menit
aseptic pada pasien
7. Tampak
berisiko tinggi
kemerahan pada
Hasil: luka telah
luka lecet
dibersihkan dengan A : Masalah resiko
larutan betadine.
infeksi belum teratasi
4. Ajarkan cara memeriksa
P : Lanjutkan intervensi
04.00
luka.
1. Monitor tanda dan
Hasil: sudah diajarkan
gejala infeksi local dan
82

cara memeriksa luka. sistemik.

2. berikan perawatan kulit

pada area edema.

3.pertahankan Teknik

aseptik pada pasien

berisiko tinggi

4. Ajarkan cara

memeriksa luka.

Tabel 1.5 Implementasi dan Evaluasi


BAB III

PEMBAHASAN

Dalam pelaksanaan praktek keperawatan kegawat daruratan pada

An. I dengan diagnosa medis open fraktur femur telah dilakukan upaya

semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah keperawatan yang dialami

pasien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang

meliputi: pengkajian, diagnosa, keperawatan, intervensi, implementasi dan

evaluasi dengan tidak mengabaikan pendekatan medis.

Beberapa kesenjangan antara teori dan praktik di temukan dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan pada An.I. berikut ini akan dibahas

beberapa kesenjangan yang terjadi. untuk memudahkan dalam

pembahasan selanjutnya penulis menggunakan proses asuhan

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi

dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian pasien kegawat daruratan meliputi :

Menurut (Krisanty P, 2018) Setelah pasien sampai di Instalasi

Gawat Darurat (IGD) yang pertama kali harus dilakukan adalah

mengamankan dan mengaplikasikan prinsipAirway, Breathing,

Circulation, Disabilit,, Exposure (ABCDE)

76
77

a. Penilaian Jalan Napas (Airway)

Teori: Pada pengkajian Airway, Penilaian kelancaran

airway pada klien yang mengalami fraktur meliputi,

pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas atau fraktur di

bagian wajah.Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus

memproteksi tulang servikal karena itu tehnik Jaw Thurst

dapat digunakan pasien dengan gangguan kesadaran atau

GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan

airway definitif. (Krisanty P, 2018)

Kasus:

Tidak ada sumbatan jalan napas dengan frekuensi napas 26

x / menit.

Analisis: Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus

karena pada An.I pasien mengalami fraktur pada daerah

femur dan tidak mengalami sumbatan jalan napas

b. Penilaian Pernapasan (Breating)

Teori: Menurut (Rani, 2018) Pengkajian pada pernapasan

dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas dan

keadekuatan pernapasan pada pasien

1) Look: Look

a. Lihat pengembangan dada

b. Retraksi intercostal

c. Penggunaan otot aksesoris pernapasan


78

Listen

a. Apakah terdengar suara napas

b. Bunyi napas (Ngorek, bersiul, megak dan lain-lain)

c. Suara napas tambahan (ronchi, wheezing, rales,

dll)

Feel

a. Apakah ada hembusan darah dari hidung

b. Frekuensi napas

Kasus:

Look:

a. Jenis pernapasan: pernapasan di hidung

b. Frekuensi pernapasan 26x/menit

c. Tampak rekresi otot bantu pernapasan

Listen : Tidak terdengar bunyi napas tambahan

Feel:-

Analisa: tidak ada kesenjangan antara teori dan fakta. Pada

kasus An.I tidak terdapat suara napas tambahan namun

pola napas takipnea artinya pada kasus tersebut

menunjukan bahwa tidak terjadi kesenjangan antara teori

dan kasus walupun tidak ada suara napas tambahan. Pada

kasus An.I ditemukan dari hasil pemeriksaan tanda-tanda

vital terkait pernapasan yaitu 26x/menit, mengalami

gangguan pernapasan akibat Open fraktu Femur dimana


79

pasien mengalami nyeri hebat sehingga menyebabkan

gangguan pernapasan. Untuk mengatasi masalah pada

An.I suda diberikan tehnik relaksasi napas dalam.

C. Sirkulasi (Circulation )

Teori: Pada pengkajian kegawatdaruratan pada pasien

fraktur femur, dilakukan penilaian terhadap fraktur ketika

mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di

sini adalah volume darah, pendarahan, dan cardiac output.

Pendarahan sering menjadi permasalahan utama pada

kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah

tulang femur dapat menyebabkan kehilangan darah dalam

paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas III.

Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah

menggunakan penekanan langsung dan meninggikan

lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di

atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat

menurunkan pendarahan secara nyata dengan

mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh

tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang

terbuka, penggunaan balut tekan steril umumnya dapat

menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang

agresif merupakan hal penting disamping usaha

menghentikan pendarahan. (Kristanty P, 2018)


80

Look: Tanda-Tanda gangguan kardiovaskuler akral perifer

yaitu dingin dan pucat. Mengukur waktu pengisian kapiler

(Capillari Refill Time, CRT). CRT yang memanjang

(<2detik) dapat menunjukan perfusi perifer yang buruk

Feel: Suhu yang dingin menunjukan perfusi perifer yang

buruk sedangkan nadi yang berdenyut keras (Bounding)

mengindikasikan sepsis

Kasus:

Look: CRT (<2detik), nadi (94x/menit)

Feel: akral perifer teraba hangat suhu (36.5ºC)

Analisis: pada kasus An.I ditemukan tekanan darah normal

yaitu 120/80 mmhg dan CRT <2detik, ada perdarahan

pada daerah femur temperatur kulit hangat. Hal ini

menunjukan bahwa ada kesenjangan antara teori dan

kasus pada gejala penurunan Capillery refill Thasil analisis

penulis pada kasus tidak ditemukan gejala Capillery Refill

menurun karna pasien sebelum nya telah diberikan terapi

melalui IV dan dilakukan hecting pada daerah luka yang

mengalami perdarahan. Sehingga pasien tidak kehilangan

banyak darah

D. Disabilitas (Disability)

Teori: Pada Pengkajian DIssability dilakukan pengkajian


81

neurologi, untuk mengetahui kondisi umum pasien dengan

cepat mengecek tingkat kesadaran pasien dan reaksi pupil

pasien (Tutu, 2017)

Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi

singkat terhadap keadaan neurologis. yang dinilai disini

adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-

tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.

Kasus: pada An.I ditemukan penilaian tingkat kesadaran

composmentis dengan hasil GCS 15.

Analisis: Hal ini menunjukan bahwa tidak ada kesenjangan

antara teori dengan kasus. Pasien yang mengalami

kesadaran adalah pasien dengan cedera kepala

sedangkan pada kasus pasien hanya mengalami trauma /

cedera pada bagian paha sebelah kiri

E : Exposure

Teori: Pada pengkajian exposure, Pasien harus dibuka

keseluruhan pakaiannya, seiring dengan cara

menggunting, guna memeriksa dan evaluasi pasien.

setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien diselimuti

agar pasien tidak hipotermia. pemeriksaan tambahan pada

pasien dengan trauma muskuloskeletal seperti fraktur

adalah imobilisasi patah tulang dan pemeriksaan radiologi


82

(Paul, 2018)

Kasus: pada kasus An.I ditemukan suhu 36.5ºC

Analisa: Hal ini menunjukan terjadi kesenjangan antara

teori dengan kasus. Didukung oleh Hasil pemeriksaan

Tanda-Tanda Vital di dapatkan Hasil Suhu pasien

terpantau 36.5ºC

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Teori Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

(PPNI,2017)

Diagnosa Pada Diagnisa Pada Analisis Antara Teori

Teori SDKI Kasus Yang dan Kasus

(PPNI,2017) Menyatu

Nyeri akut Nyeri akut Tidak terdapat

berhubungan berhubungan kesenjangan antara

dengan Agen dengan Agen teori dan kasus karna

pencedera Fisik pencedera Fisik penulis mengangkat

diagnose yang

didukung oleh data

yang terdapat di kasus

An.I. Analisis penulis

untuk mengangkat

diagnose Nyeri akut

berhubungan dengan
83

Agen pencedera Fisik

ditandai dengan

Batasan karakteristik

seperti adanya keluhan

nyeri, ekspresi

meringis, sikap

protektif, gelisah, dan

kesulitan tidur.

Gangguan Terdapat Ananya

Mobilitas Fisik kesenjangan antara

berhubungan teori dan kasus karena


_
dengan penulis tidak

kerusakan mengangkat diagnosa

struktur tulang. ini karena tidak ada

yang mendukung yang

terdapat di kasus pada

An.I Untuk mengangkat

diagnose tersebut.

Analisis penulis untuk

mengangkat diagnose

Gangguan Mobilitas

Fisik berhubungan

dengan kerusakan
84

struktur tulang. Harus

ditandai dengan

pembatasan

karakteristik seperti

adanya keluhan

pergerakan ekstremitas

menurun, kekuatan otot

menurun dan rentang

gerkak (ROM)

Resiko infeksi Resiko infeksi Tidak terdapat

kesenjangan antara

teori dan kasus karena

penulis mengangkat

diagnose yang

didukung oleh data

yang terdapat di kasus

pada An.I. Analisis

penulis untuk

mengangkat Resiko

Infeksi ditandai dengan

Batasan karakteristik

seperti adanya keluhan


85

nyeri yang meningkat,

adanya keluhan

bengkak, kultur darah

yang menurun.

Ansietas Terdapat adanya

berhubungan kesenjangan antara

dengan - teori dan kasus karena

Kebutuhan tidak penulis tidak

terpenuhi mengangkat diagnose

ini karena tidak ada data

yang mendukung yang

terdapat dikasus pada

An.I untuk mengangkat

diagnose tersebut.

Analisis penulis untuk

mengangkat diagnosa

Ansietas berhubungan

dengan Kebutuhan tidak

terpenuhi. harus

ditandai dengan

Batasan karakteristik

seperti adanya

verbalisasi kebingungan
86

yang meningkat,

perilaku gelisah yang

meningkat, perilaku

tegang yang meningkat,

kosentrasi yang

memburuk, serta pola

tidur yang terganggu.

Gangguan Gangguan Tidak terdapat

Integritas Integritas kesenjangan antara

Kulit/jaringan Kulit/jaringan teori dan kasus karena

berhubungan berhubungan penulis mengangkat

dengan faktor dengan faktor diagnosa yang didukung

mekanis mekanis oleh data yang terdapat

dikasus pada An.I.

Analisis penulis untuk

mengangkat diagnosa

Gangguan Integritas

Kulit/jaringan

berhubungan dengan

faktor mekanis. Ditandai

dengan adanya Batasan


87

karateristik. seperti

adanya kerusakan

jaringan yang

meningkat, kerusakan

lapisan kulit yang

meningkat, adanya

keluhan nyeri, dan

tampak adanya

perdarahan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera Fisik

Tindakan keperawatan secara teori yaitu identifikasi,

lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyerii, identifikasi

skala nyeri, identifikasi factor yang memperberat dan

memperingan nyeri, berikan tehnik non farmakologis

(misalnya relaksasi napas dalam, kompres hangat), ajarkan

tehmik non farmakologis untuk mengurangi nyeri, kolaborasi

pemberian analgetik.

Dalam tinjauan kasus tidakan keperawatan adalah

identifikasi, lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyerii,

identifikasi skala nyeri, identifikasi factor yang memperberat


88

dan memperingan nyeri, berikan tehnik non farmakologis,

ajarkan tehnik non farmakologis.

b. Gangguan integritas kulit

Tindakan keperawatan secara teori yaitu identifikasi

riwayat alergi terhadap anastesi, identifikasi jenis benang

jahit yang sesuai, berikan daerah luka dengan larutan anti

septik, jahit luka dengan memasukan jarum tegak lurus

terhadap permukaan kulit, Tarik jahitan cukup kencang

sampai kulit tidak tertekuk, kunci jahitan dengan simpul,

informasikan tentang waktu pelepasan jahitan, ajarkan

cara merawat luka jahitan, dan kolaborasi pemberian

antibiotic.

Dalam tinjuan kasus keperawatan secara teori yaitu

identifikasi riwayat alergi terhadap anastesi, identifikasi

jenis benang jahit yang sesuai, berikan daerah luka

dengan larutan anti septic, jahit luka dengan memasukan

jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit, Tarik jahitan

cukup kencang sampai kulit tidak tertekuk, kunci jahitan

dengan simpul, informasikan tentang waktu pelepasan

jahitan, ajarkan cara merawat luka jahitan, dan kolaborasi

pemberian antibiotik.
89

c. Resiko Infeksi

Tidakan keperawatan secara teori yaitu Monitor

tanda dan gejala infeksi local dan sistemik, Berikan

perawatan kulit pada area edema, Pertahankan Teknik

aseptic pada pasien berisiko tinggi, Ajarkan cara

memeriksa luka dan luka operasi.

Dalam tinjauan kasus keperawatan adalah

Tidakankeperawatan secara teori yaitu Monitor tanda dan

gejala infeksi local dan sistemik, Berikan perawatan kulit

pada area edema, Pertahankan Teknik aseptic pada

pasien berisiko tinggi, Ajarkan cara memeriksa luka dan

luka operasi.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi atau penanganan utama atau

keperawatan kegawat daruratan pada diagnose nyeri Akut

Pada teori yaitu 1. identifikasi, lokasi, karakteristik, durasi,

dan intensitas nyerii, 2. identifikasi skala nyeri, identifikasi

factor yang memperberat dan memperingan nyeri 3. berikan

tehnik non farmakologis (misalnya relaksasi napas

dalamkompres hangat) 4. ajarkan tehnik non farmakologis

untuk mengurangi nyeri 5. kolaborasi pemberian analgetik.

Pada kasus An.I dengan skala nyeri 8 (NRS) implementasi


90

yang dilakukan yaitu 1.identifikasi Lokasi karakteristik, durasi,

dan intensitas nyerii 2. identifikasi skala nyeri 3.identifikasi

factor yang memperberat dan memperingan nyeri 4.berikan

tehnik non farmakologis 5. ajarkan tehnik non farmakologis.

Berdasarkan tidak terdapat kesenjangan

Implementasi atau penanganan Utama keperawatan

kegawat daruratan 1.identifikasi riwayat alergi terhadap

anastesi 2.identifikasi jenis benang jahit yang sesuai

3.berikan daerah luka dengan larutan anti septic 4.jahit luka

dengan memasukan jarum tegak lurus terhadap permukaan

kulit 4.Tarik jahitan cukup kencang sampai kulit tidak

tertekuk, 5.kunci jahitan dengan simpul 6. informasikan

tentang waktu pelepasan jahitan 7.ajarkan cara merawat luka

jahitan 8.kolaborasi pemberian antibiotic. Pada kasus An.I

dengan kondisi open fraktur femur implemetasi yang

dilakukan yaitu.1. identifikasi riwayat alergi terhadap anastesi

2. identifikasi jenis benang jahit yang sesuai 3. berikan

daerah luka dengan larutan anti septic 4.jahit luka dengan

memasukan jarum tegak lurus terhadap permukaan kulit

5.Tarik jahitan cukup kencang sampai kulit tidak tertekuk,

kunci jahitan dengan simpul 6.informasikan tentang waktu

pelepasan jahitan 7.ajarkan cara merawat luka jahitan dan

kolaborasi pemberian antibiotic.berdasarkan pernyataan


91

tersebut tidak terdapat adanya kesenjangan antara teori dan

kasus.

Implementasi atau penanganan Utama keperawatan

kegawat daruratan pada diagnosa Resiko Infeksi yaitu

1.Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik 2.

Berikan perawatan kulit pada area edema 3. Pertahankan

Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi 3. Ajarkan cara

memeriksa luka dan luka operasi.berdasarkan pernyataan

tinjauan tersebut tidak terdapat kesenjangan antara teori dan

kasus yaitu 1.Monitor tanda dan gejala infeksi local dan

sistemik, 2.Berikan perawatan kulit pada area edema,

3.Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi,

4.Ajarkan cara memeriksa luka dan luka operasi.

5. EVALUASI

Evaluasi keperawatan antara teori dan kasus mengacu

pada tujuan diagnose keperawatan yang diangkat sesuai

dengan kritria hasil yang diharapkan. evaluasi keperawatan

dilakukan dengan evaluasi SOAP selama 1x8 jam sesuai

dengan waktu rawat pasien diruangan. Hal tersebut

menunjukan tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus

karewna evaluasi yang dilakukan pada kasus mengacuh pada

evaluasi yang ada pada teoritis menurut SIKI(PPNI 2018)

Pada kasus An.I klien mengalami kecelakaan bermotor


92

yang mengakibatkan terjadinya open fraktur femur yang

ditandai dengan adanya gejala klinis seperti Deformitas

(pembengkakan dari perdarahan lokal), adanya memar yang

terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi femur,

adanya spasme otot, nyeri, kehilangan fungsi, gerakan

abnormal dan krepitasi, dan syok. Sehingga penulis dapat

mengangkat masalah keperawatan yang meliputi Nyeri Akut

berhubungan dengan agen pecederah Fisiologis di tandai

dengan gejala klinis klien mengeluh nyeri dengan skala nyeri

8 (NRS). Selain itu klien juga mengalami masalah

keperawatan Gangguan Integritas Kulit Berhubungan Dengan

Faktor Mekanis ditandai dengan adanya gejala klinis seperti

terdapat open fraktur pada bagian femur. Selain itu klien juga

mengalami masalah keperawatan Resiko Infeksi yang

ditandai dengan gejala klinis seperti adanya bekas jahitan.

Yang terdapat pada daerah femur. Dalam hal ini telah

dilakukan proses pendekatan keperawatan meliputi

Pengkajia, Diagnosa, Intervensi, dan Implementasi sehingga

di Follow-up kembali semua tindakan dalam bentuk evaluasi

SOAP yang menunjukan bahwa keadaan klien mulai

membaik dengan skala nyeri 8 menurun menjadi skala 7

karena telah dilakukan tindakan keperawatan pemberian

analgetik ketorolac I amp/8jam, ranitidine Iamp/8 jam, dan


93

dilakukan tehnik relaksasi napas dalam dengan hasil keluhan

meringis berkurang,tampak open fraktur telah di jahit dengan

jumlah jahitan 26 jahitan, jahitan dalam 13 dan jahitan luar

13,dan telah diberikan tindakan sterilisasi untuk mencegah

resiko infeksi seperti tindakan antiseptik, pemberian anastesi

lidocaine 2 amp untuk mengurangi nyeri yang berlebihan, dan

diberikan perawatan pada luka jahitan dengan mempertahan

kan tindakan sterilisasi pada klien.


BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan yang dilakukan penulis

pada Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada An.I Dengan

Diagnosa Medis OpenFraktur Femur Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar,

maka penulis memberikan kesimpulan serta saran untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan.

A. KESIMPULAN

Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan pada Asuhan

Keperawatan Kegawatdaruratan Pada An.I Dengan Diagnosa

Medis Open Fraktur Femur Di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan pengkajian, Fraktur femur adalah fraktur tulang

paha yang disebabkan akibat benturan atau trauma langsung

maupun tidak langsung (Helmi, 2019). Didapatkan pada kasus

An. I terdapat kesenjangan antara teori dan kasus pada gejala

penurunan CRT dengan hasil analisis penulis tidak ditemukan

penurunan CRT karena pasien sudah diberikan terapi melalui IV

dan dilakukan hecting pada daerah luka sehingga tidak

mengalami kehilangan banyak darah yang akan menimbulkan

risiko perdarahan.

2. Masalah yang ditemukan pada kasus An.I adalah adalah nyeri

akut, gangguan integritas kulit dan resiko infeksi

94
95

3. Dalam evaluasi keperawatan.masalah pada An.I dengan

diagnose medis fraktur femur telah diberikan intervensi selama

1x8 jam dan dalam hasil evaluasi SOAP, masalah nyeri akut

gangguan, integritas kulit dan resiko infeksi.

B. SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat penulis

berikan sebagai berikut:

1. Untuk rumah sakit

Diharapkan pada pihak rumah sakit agar dapat mempertahan

kan hasil waktu tanggap yang cepat dan tepat

2. Untuk profesi

Diharapkan kepada perawat agar lebih meningkatkan ilmu

pengetahuan dan peningkatan mutu pelayanan dalam

memberikan asuhan keperawatan kegawat daruratan

khususnya dengan kasus open fraktur femur dan menjadikan

KIA ini sebagai bahan evaluasi untuk lebih meningkatkan

potensi diri sehingga tercapai pelayanan optimal kepada

pasien.

3. Untuk Institusi Pendidikan

Diharapkan kepada institusi Pendidikan agar lebih

meningkatkan ilmu pengetahuan yang bersumber pada

penelitian terbaru (Jurnal) mengenai asuhan keperawatan

dengan open fraktur femur dengan harapan dapat memberikan

95
96

asuha keperawatan kegawat daruratan secara tepat yang

sesuai kebutuhan karakteristik pasien agar lebih mudah

menganalisa kasus.

96
DAFTAR PUSTAKA

Andreza. (2020). Pola Distribusi Pasien Fraktur pada

Ekstremitas Inferior di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin

Sudirohusodo, Makassar : EGC

Abdul Wahid. (2019). Fisiologi Tulang Femur. Jakarta : in

medika

Lestari. (2019). Konsep Dasar Fraktur Femur. Jakarta : EGC

Mue DD. (2018) Konsep dasar Fraktur Femur, Jakarta : EGC

Paulsen F. & J. Waschke. (2019). Anatomi Fisiologi Tulang

Femur.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defenisi

dan Tindkaan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi

dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Rendy & Margareth. (2019) Konsep Asuhan Keperawatan

Fraktur Femur, Jakarta : EGC

Riskesdas. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta:

Riskesdas. (2018)

97
98

Suriya & Zurianti, (2019). Komplikasi Fraktur Femur, Jakarta :

Salemba medika

Siti Rahayuningsih. (2021). Asuhan Keperawatan

pada pasienpost Operasi Fraktur femur dalam

pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

: Nyeri di RSUD Surakarta tahun 2021, Jurnal

Ilmiah Cerebral medika. Vol. 1 no. 2.

World Health Organization (WHO). 2018. Incident

rate kecelakaan lalu lintas, Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama lengkap : Indayani Senen

Nim : 20.04.022

Tempat Tanggal Lahir : Kou Bala-Bala 19 Desember 1996

Agama : Islam

Alamat : Kou Bala-Bala, kecamatan Kasiruta Timur,

Kabupaten Halmahera Selatan,provinsi

Maluku Utara

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Email : indayanisdp96@gmail.com

Riwayat Hidup : 1. SD Negeri Bala-Bala

2. SMP Negeri 4 Bacan

3. SMA Negeri 3 Bacan

4. STIKes Baramuli Pinrang

Anda mungkin juga menyukai