Anda di halaman 1dari 110

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BRONKOPNEUMONIA DENGAN


FOKUS STUDI PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAPAS PADA AN. A DAN AN. F DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh :

Riawan Satriantoro

NIM. P1337420516067

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
APRIL 2019

i
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BRONKOPNEUMONIA DENGAN


FOKUS STUDI PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAPAS PADA AN. A DAN AN. F DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH KABUPATEN MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh:

Riawan Satriantoro

NIM. P1337420516067

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MAGELANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
APRIL 2019

ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Asuhan

Keperawatan klien Bronkopneumonia Dengan Fokus Studi Pengelolaan

Ketidakefektifan Bersihan Nafas Pada An. A dan An. F di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Magelang”.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dan pengarahan dari

berbagai pihak khususnya pembimbing, dosen, karyawan, orang tua, dan teman-

teman sekalian, laporan kasus ini tidak dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini terutama kepada:

1. Marsum, BE, S.Pd, MHP. Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian

Kesehatan Semarang yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk

melaksanakan studi khusus dalam pembuatan laporan kasus.

2. Suharto, MN. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes

Semarang.

3. Hermani Triredjeki, S.Kep, Ns, M.Kes, Ketua Program Studi DIII

Keperawatan Magelang yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk

melaksanakan studi khususnya dalam pembuatan laporan kasus.

4. Hermani Triredjeki, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku pembimbing 1 penyusunan

laporan kasus.

5. Tulus Puji Hastuti, S.Kep, Ns, M.Kes, selaku pembimbing 2 penyusunan

laporan kasus.

vi
6. Susi T.R Talib, S.Kep, Ns, M.Kes dan Tulus Puji Hastuti, S.Kep, Ns, M.Kes

selaku tim penguji laporan kasus.

7. Bapak dan Ibu dosen beserta para staf Program Studi Keperawatan Magelang.

8. Staf perpustakan Program Studi Keperawatan Magelang atas bantuan

bantuannya dalam peminjaman buku-buku referensi.

9. Bapak Achmad, Ibu Ismaiyah, Niken Dewi K, Dwi cahyo, Adik Amel, Adik

Aska, dan Restika yang memberikan doa, motivasi, dukungan moril, dan

material untuk segera menyelesaikan laporan kasus.

10. Agam, Ajeng, Bangun,Muslimah yang bersama – sama saling memotivasi

untuk segera menyelesaikan laporan kasus.

11. Teman-teman seperjuangkanku di kelas Gatotkaca yang memberikan

motivasi, semangat, dan doa.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat

membangun sebagai masukan untuk melengkapi dan memperbaiki laporan kasus

ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan

konstribusi bagi kemajuan profesi keperawatan.

Magelang, April 2019

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ............................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...............................................iv

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................vi

DAFTAR ISI ............................................................................................. viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5

A. Konsep Dasar Bronkopneumonia ..................................................... 5

viii
B. Konsep Tumbuh Kembang Anak ..................................................... 19

C. Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada Bronkopneumonia

............................................................................................... .......27

D. Asuhan Keperaatan Bronkopneumonia dengan Penegelolaan

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas ............................................ 32

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 44

A. Rancangan Penelitian ...................................................................... 44

B. Subjek Penelitian ............................................................................. 44

C. Fokus Studi ..................................................................................... 45

D. Definisi Operasional ........................................................................ 45

E. Instrumen Penelitian ........................................................................ 45

F. Tempat dan Waktu .......................................................................... 46

G. Pengumpulan Data .......................................................................... 46

H. Analisis dan Penyajian Data ............................................................ 47

I. Etika Penelitian ............................................................................... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan..................................................... 49

B. Pembahasan .................................................................................... 74

C. Keterbatasan.................................................................................... 83

ix
BAB V SIMPULAN

A. Simpulan ......................................................................................... 84

B. Saran ............................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

LAMPIRAN .................................................................................................

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Tumbuh Kembang Infant / Bayi, Umur 0-12 Bulan ...................................... 22

2.2 Tumbuh Kembang Toddler (BATITA), Umur 1-3 Tahun .............................. 25

2.3 Tumbuh Kembang Pra Sekolah ............................................................. 25

2.4 Tumbuh Kembang Usia Sekolah ........................................................... 26

2.5 Tumbuh Kembang remaja (Adolescent) ................................................. 27

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Anatomi Pernapasan ................................................................................ 13

2.2 Pathway Bronkopneumonia ...................................................................... 17

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Surat Izin Pengambilan Kasus

2. Inform consent

3. Lembar Bimbingan

4. Daftar Riwayat Hidup

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugerah terindah sekaligus aset berharga bagi masa

depan bangsa. Anak termasuk individu yang sangat rentan terkena penyakit

akut yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun jamur. Infeksi pernapasan

merupakan salah satu penyakit akut yang paling banyak menjangkit anak-anak.

Salah satu infeksi tersebut yaitu bronchopneumonia.

Menurut Wulandari & Erawati (2016), pneumonia diklasifikasikan

menjadi tiga yaitu berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, berdasarkan

kuman penyebab serta berdasarkan prediksi infeksi. Klasifikasi pneumonia

berdasar prediksi infeksi dibagi menjadi dua yaitu pneumonia lobaris dan

bronchopneumonia. Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis

pneumonia yang terjadi pada area bronkus.

Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, pneumonia merupakan salah satu bentuk infeksi saluran pernapasan

akut (ISPA) yang menyebabkan banyak kematian anak diseluruh dunia dan

juga Indonesia. WHO (2016), menyebutkan pneumonia menyumbang 16 %

dari semua kematian anak-anak dibawah 5 tahun, menewaskan 920.136 anak

pada tahun 2015. Kemenkes RI (2018) menyebutkah bahwa Cakupan

penemuan pneumonia pada balita di Indonesia tahun 2016 sebanyak 568.146

kasus, dengan jumlah kematian sebesar 0,22% (1220). Tahun 2017 cakupan

1
2

penemuan pneumonia pada balita sebanyak 511.434 dengan jumlah kematian 0,34

% ( 1.739). Angka kematian akibat pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi

yaitu sebesar 0,56 % dibandingkan dengan kelompok anak umur 1 sampai 4 tahun

sebesar 0.23 %.

Penemuan dan penanganan penderita bronchopneumonia pada balita di

Jawa Tengah tahun 2017 sebesar 50,50 % (24.687) dari 48.885 kasus, menurun

dibandingkan capaian tahun 2016 yaitu 54,3 % (28.856) dari 53.142 kasus. (Profil

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017).

Jumlah balita di Kabupaten magelang sebanyak 92.248 dengan prosentase

balita dengan bronchopneumonia ditangani tahun 2016 sebanyak 7.070 atau

76,64% dari perkiraan jumlah kasus sebanyak 9.225 kasus. (Profil Kesehatan

Kabupaten Magelang, 2016).

Angka penderita bronkopneumonia di RSUD Kabupaten Magelang pada

tahun 2016 sebanyak 56 kasus dan pada tahun 2017 meningkat menjadi 93 kasus.

( Rekam Medik RSUD Kabupaten Magelang, 2017 )

Terjadinya bronkopneumoni diawali dangan adanya peradangan paru yang

terjadi pada bronchus dan sering kali didahului oleh infeksi pada saluran

pernapasan bagian atas selama beberapa hari oleh salah satu agen virus, bakteri,

protzoa, jamur dan bahan kimia. (Wulandari & Erawati, 2016).

Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang terjadi pada bronkopneumonia

diakibatkan karena adanya produksi mukus yang berlebih pada area bronkus.
3

Obstruksi yang ditimbulkan menyebabkan pasokan oksigen dari luar

tubuh ke paru berkurang sehingga klien mengeluh sesak. Penanganan

ketidakefektifan jalan napas jika tidak segera ditangani dapat mengakibatka

gagal napas bahkan kematian (Padila, 2013).

Padila (2013) dalam Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam

menyebutkan penanganan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada

bronkopneumonia dapat ditangani dengan pemberian terapi oksigen yang

adekuat, membersihkan jalan napas yang tersumbat, mempertahankan suhu

tubuh dalam batas normal, serta pemberian nutrisi yang adekuat.

Berhubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik membuat proposal

dengan judul Asuhan Keperawatan Klien Bronkopneumonia Dengan Fokus

Studi Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada An.X di

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Magelang.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah penatalaksanaan klien Bronkopneumonia dengan

ketidakefektifan bersihan jalan napas?

C. Tujuan Penelitian

Mendiskripsikan penatalaksanaan klien bronkopneumonia dengan

ketidakefektifan bersihan jalan napas.


4

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai

bronkopneumonia pada anak dengan pengelolaan ketidakefektifan bersihan

jalan napas.

2. Bagi pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

a. Sebagai penelitian pendahuluan untuk mengawali penelitian lebih

lanjut tentang pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada

bronchopneumonia.

b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pelaksanaan penelitian

bidang keperawatan mengenai pengelolaan ketidakefektifan bersihan

jalan napas pada bronchopneumonia.

3. Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan aplikasi riset

keperawatan ditatanan pelayanan keperawatan, khususnya penelitian

tentang pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada

bronchopneumonia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bronkopneumonia

1. Definisi

a. Bronkopneumonia merupakan suatu bentuk inflamasi yang terjadi

pada area bronkus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang

mengakibatkan sumbatan respiratorik sehingga terjadi konsolidasi

merata ke lobulus yang berdekatan. (Marcdante, Kliengman, Jenson,

& Behrman, 2016).

b. Bronkopneumonia adalah infiltrat yang tersebar pada kedua belahan

paru. Dimulai pada bronkiolus terminalis yang menjadi tersumbat

oleh eksudat mukopurulent atau disebut juga lobular pneumonia.

( Ridha, 2014)

c. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak

infiltrat yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing.

( Arfiana &Lusiana, 2016).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa bronkopneumina adalah suatu peradangan atau inflamasi paru

paru yang dimulai dalam bronkus dan meluas ke parenkim paru yang

berdekatan disekitarnya disebabkan oleh virus, bakteri, jamur

5
6

dan benda asing yang dapat menyebabkan pembentukan bercak pada lobus-

lobus di dekatnya.

2. Klasifikasi Pneumonia.

Wulandari & Erawati (2016) dalam Buku Ajar Keperawatan Anak

mengklasifikasikan pneumonia sebagai berikut :

a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

1) Pneumonia tipikal, mengambarkan pneumonia yang terlokalisir pada

satu atau lebih lobus paru dengan opasitas lobus atau lobularis.

2) Pneumonia atipikal, mendiskripsikan pola selain dari pneumonia

lobaris.

3) Pneumonia aspirasi, pneumonia yang disebabkan karena masuknya air

liur,makanan maupun benda asing lainnya ke paru yang menyebabkan

infeksi,biasanya sering terjadi pada anak dan balita.

b. Berdasarkan kuman penyebab, dibagi atas:

1) Pneumonia bakterialis / topikal, pneumonia yang bersifat ringan tapi

dalam beberapa kasus bersifat fatal yang disebabkan karena bakteri

yang masuk melalui saluran pernapasan, misalnya :

a) Klebsiela pada pecandu alkohol

b) Stapilokokus pada influensa

2) Pneumonia atipikal, pneumonia yang terjadi karena infeksi

mikroorganisme atipikal yang tidak teridentifikasi dengan pemeriksaan

diagnostik pneumonia pada umumnya. Sering disebabkan oleh

mycoplasma dan clamidia.


7

3) Pneumonia karena virus, pneumonia yang disebabkan karena infeksi

virus,seperti influenza virus, adenovirus, virus varicella, dll, sering

terjadi pada anak dan bayi.

4) Pneumonia karena jamur merupakan pneumonia yang disertai dengan

infeksi sekunder terutama pada orang dengan imune lemah sehingga

pengobatannya lebih sulit. (Riyadi, 2011)

c. Berdasarkan prediksi infeksi, dibagi atas :

1) Pneumonia lobaris, menggambarkan pneumonia yang terlokalisir pada

satu atau lebih bronkus dan disebabkan karena obstruksi bronkus,

misalnya proses aspirasidan keganasan

2) Bronkopneumonia, peradangan yang terpusat pada bronkiolus sehingga

memicu sekresi mukus yang berlebih yang menyebabkan obstruksi

saluran respiratorik.

3. Etiologi

Etiologi bronchopneumonia menurut Saferi Wijaya & Mariza Putri (2013)

a. Bakteri :

1) Mycobacterium tuberculosis

2) Streptococcus aureus

3) Hemofilus influenzae

4) Pneumococcus

5) Diprococcus Pneumonia
8

b. Virus :

1) Respiratory syticial virus

2) Virus sitomegali

3) Virus influensa

4) Adenovirus

c. Myoplasma pneumothorax

d. Jamur : aspergillus species dan candida albicans

e. Pneumonia hipostatik, Pneumonia yang terjadi pada daerah paru-paru dan

disebabkan oleh napas yang dangkal dan terus menerus pada posisi yang

sama , terjadi karena kongesti paru-paru yang lama.

f. Loffler syndrome, foto thorax menunjukan gambaran infiltrat besar dan

kecil yang tersebar dan menyerupai tuberkolosis miliaris.

4. Manifestasi Klinik Bronkopneumoni

Manifestasi klinik bronkopneumoni menurut Wulandari & Erawati (2016)

a. Kussmaul disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis disekitar hidung

dan mulut, dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik

b. Ditemukannya bunyi napas tambahan seperti ronchi dan wheezing

c. Gangguan saluran pencernaan ( Gastroenteritis) dan Vomitus

d. Cyanosis ditandai dengan dasar kuku bewarna ungu

e. Demam (39ºC-40º C) kadang disertai kejang.

f. Didahului infeksi traktus respiratorius atas.

g. Gelisah
9

h. Fatigue karena gangguan difusi gas dan hipoksia

i. Obstruksi bronkiolus oleh mukus yang berlebih sehingga terjadi

atelektasis absorbsi

j. Manifestasi klinis lain menurut Padila (2013) yaitu kesulitan dan sakit

pada saat pernafasan, bunyi nafas (krakles, ronkhi), gerakan dada tidak

simetris, menggigil dan demam, anoreksia, batuk kental dan produktif,

gelisah dan sianosis.

5. Anatomi Fisiologi

Anatomi fisiologi menurut Syaifuddin (2013).

a. Anatomi

1) Hidung

Hidung merupakan organ yang berfungsi sebagai alat

pernapasan dan indra penciuman.Vestibulum hidung berisi serabut

halus epitel yang berfungi utuk menyaring oksigen yang masuk dan

menghangatkan serta melembabkan udara.Mekanisme mencium

diawali dengan masuknya zat kimia dalam selaput lendir, sel pembau

meneruskan rangsang ke otak.

2) Faring

Pipa berotot yang terletak dari dasar tengkorak sampai dengan

esophagus. Faring terdiri dari tiga bagian yaitu

a) Nasofaring

Nasofaring terdapat di dorsal kavum nasi dan terhubung

dengan kavum nasi melalui konka dinding lateral yang ditentukan


10

oleh M.Tensor platini, M.levator villi platini (Membentuk platum mole),

serta M.konstruktor faringis superior.

b) Orofaring

Orofaring terletak dibelakang cavum oris dan terbentang dari

palatum molle sampai ke tepi atas epiglotis. Orofaring mempunayi atap,

dasar, dinding anterior, dinding posterior, dan dinding lateral. Mempunyai

dua cabang yakni ventral daengan cavum oris dan kaudal terhadap radiks

lingua.

c) Laringo faring

Terhubung dengan laring melalui mulut, yaitu melalui saluran

auditus laringeus, dinding depan laringo faring memiliki plikalaringisi

epiglotika. Area ini merupakan tempat pertemuan sistem pernapasan dan

pencernaan yang memiliki fungsi utama sebagai area yang mengatur

proses pernapasan dan pencernaan.

3) Laring

Laring merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan

otot,membran jaringan ikat, dan ligamentum. Laring terdiri dari beberapa

bagian yaitu kartilago tiroidea, cartilago krioidea, cartilago aritenoidea, dan

cartilago epiglotika.

4) Bronchus (Cabang tenggorok)

Tulang rawan kelanjutan dari trakea yang berstruktur serta

mempunyai sel pelapis sama dengan trakea. Bronkus terdiri dari dua bagian

yaitu :
11

a) Bronchus prinsipalis dextra

Bronkus ini pada saat masuk ke hilus bercabang menjadi tiga,

yaitu bronkus lobaris medius, bronkus lobaris inferior, dan bronkus

lobaris superior.

b) Bronchus principalis sinistra

Bronkus ini lebih kecil,lebih sempit, serta lebih panjang dari

bronchus principalis dextra.

5) Paru-paru.

Organ yang berada dalam rongga toraks yang mempunyai peran

sangat vital dalam sistem pernapasan, dimana dalam oragan ini terjadi

pertukaran karbondioksida dan oksigen. Paru-paru terdiri dari dua bagian yaitu

bagian kanan dan bagian kiri, dimana setiap bagian terdapat beberapa lobus,

bagian kanan terdapat tiga lobus, yaitu superior, medius dan inferior dan bagian

kiri terdapat dua lobus yaitu superior dan inferior.

Bagian-bagian paru-paru :

a) Apeks pulmo

Area paru yang bundar dan menonjol ke bagian dasar serta melebar

melewati aparturta toralis superior, letaknya 2,5 cm sampai 4 cm diatas

ujung iga kesatu.

b) Basis pulmo

Bagian paru yang lebih menonjol ke atas dari pada paru-paru kiri,

karena dipengaruhi oleh diafragma.


12

c) Insura atau fisura

Fisura atau tekik membagi paru-paru menjadi beberapa lobus. Insura

obligus membagi paru-paru kiri menjadi dua lobus yaitu superior dan inferior.

Paru-paru kanan memiliki dua insura yaitu insura obligue dan insura

interlobularis sekunder.

d) Pleura

Suatu kantong halus yang berfungsi membungkus kedua paru, kanan

dan kiri yang terbentuk dari jaringan selom intraembrionik untuk membatasi

daerah paru dengan organ lainnya. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu

parietalis dan viseralis. Pleura viseral dan parietal merupakan jaringan berbeda

yang memiliki intervasi dan vaskularisasi yang berbeda pula. Sesuai letaknya

pleura perietalis memiliki empat bagian, yaitu :

(1) Pleura Kostalis

Bagian pleura yang menghadap ke permukaan lengkung kosta dan

otot-otot yang terdapat diantaranya.

(2) Pleura Servikalis

Bagian pleura yang diperkuat oleh suprapleura dan berdasar lebar.

Bagian ini melewati apartura torasis superior.

(3) Pleura Diafragmatika

Bagian pleura yang berada diatas diaghfragma.

e) Diafragma Mediastinalis

Bagian pleura yang meliputi permukaan lateral mediastinum serta

susunan yang terletak didalamnya.


13

f) Sinus pleura

Sinus pleura terdiri dari dua bagian, yaitu :

(1) Sinus Costamediastinal

Bagian sinus pleura yang terisi secara penuh oleh paru-paru pada

saat inspirasi. Bagian ini terbentuk oleh pertemuan sinus mediastinalis

dengan pleura kostalis.

(2) Sinus Frenikokostalis

Bagian sinus pleura yang belum dapat diisi oleh paru paru pada saat

inspirasi akibat pengembangan paru.

g) Pembuluh Limfe.

Pembuluh yang berfungsi melawan mikroorganisme penganggu dan

transportasi sisa metabolisme.

Gambar 2.1 Anatomi Pernapasan dikembangkan dari Mega Putriyana (2015)


14

b. Fisiologi

Respirasi mencangkup proses-proses sebagai berikut :

1) Ventilasi Paru

Merupakan proses menghirup okisigen dari atmosfer ke dalam

tubuh untuk proses metabolisme sel dan menghembuskan karbondioksida

ke luar tubuh. (Anggraeni & Wardini, 2017)

2) Difusi

Merupakan proses perpindahan molekul gas secara pasif dari area

dengan tekanan parsial tinggi ke area dengan tekanan parsial rendah sampai

kedua area memiliki tekanan parsial yang sama atau pertukaran antara

oksigen alveoli dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Proses

difusi terjadi di zona respirasi yang terdiri dari bronkiolus respiratori, duktus

alveolar, sakus alveolar, dan alveolus. ( Aphridasari dan Pitriani ).

3) Transportasi Gas.

Transportasi gas dilakukan oleh sistem kardiovaskular. Oksigen

diedarkan oleh darah dari kapiler keseluruh tubuh untuk memenuhi

kebutuhan sel, kemudian darah yang kaya karbondioksida dari seluruh

tubuh dikembalikan lagi ke paru-paru oleh arteri pulmonalis. Dalam tubuh

oksigen akan berikatan dengan hemoglobin kemudian membentuk

oksihemoglobin sebanyak 97 % dan yang larut dalam plasma sebanyak 3%.

Karbondioksida yang beredar akan berikatan dengan hemoglobin dan

membentuk karbominohemoglobin sebanyak 30 %, dan sebanyak 5 % akan

larut dalam plasma


15

sebagian menjadi HCO3 sebanyak 65 % dalam darah. (Anggraeni & Wardini,

2017)

6. Patofisiologi

Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia adalah

mikroorganisme ( jamur, bakteri, virus). Mikroorganisme masuk kedalam

paru-paru melalui saluran pernapasan atas untuk mencapai bronchus. Dengan

berkembangnya mikroorganisme maka saluran pernapasan bagian atas

terinfeksi dan dinding bronchus meradang sehingga produksi mukus/eksudat

mukopurulen meningkat. Mukus yang meningkat terakumulasi di bronchus

menyebabkan obstruksi sehingga kemampuan mengambil oksigen dari luar

berkurang, hal ini yang menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

Dengan peningkatan produksi mukus di bronkus menyebabkan

kebersihan mulut menurun karena adanya peningkatan akumulasi secret yang

mengakibatkan klien kehilangan nafsu makan atau anoreksia. Anoreksia

menyebabkan asupan nutrisi yang tidak adekuat sehingga mengakibatkan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Mikroorganisme baik virus bakteri maupun jamur yang terbawa ke

saluran pencernaan akan menempel dan menginfeksi saluran cerna, dengan

masuknya mikroorganisme tersebut menyebabkan flora normal diusus

meningkat, yang memicu peningkatan peristaltik usus sehingga menyebabkan

proses penyerapan nutrisi dan air terganggu, pada kondisi yang lebih lanjut

dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan tubuh.


16

Mikroorganisme yang terbawa sampai ke saluran pernapasan bagian

bawah akan menginfeksi bronchus mengakibatkan dilatasi dinding pembuluh darah

yang menyebabkan eksudat plasma masuk ke dalam alveolus mengakibatkan

gangguan difusi gas sehingga analisa gas darah menunjukan hasil yang tidak normal

hal ini menandakan adanya gangguan pertukaran gas.

Dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan bagian atas maupun

bawah menyebabkan peradangan sehingga terjadi peningkatan suhu. Gangguan

proses difusi berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah

Hal ini menyebabkan jumlah oksigen dalam jaringan berkurang atau hipoksia, hal

ini mengakibatkan sel-sel kurang mendapatkan pasokan oksigen yang cukup untuk

melakukan metabolisme sel, kedaan tersebut menyebabkan penderita merasa

kelelahan dalam beraktivitas. (Riyadi & Sukarmin, 2009).


17

7. Pathway

Virus, bakteri, jamur

Infeksi saluran pernan atas

Kuman terbawa ke seluran Infeksi saluran pernapasan


Kuman berlebih di bronkus cerna bawah

Proses peradangan Peningkatan flora normal di


usus
Dilatasi pembuluh Peradangan
Produksi mukus meningkat darah
Peristaltik usus meningkat

Eksudat masuk alveoli Peningkatan suhu


tubuh
Malabsorbsi
Akumulasi secret di Mucus di bronkus
bronkus meningkat Gangguan difusi gas Hipertermia
Diare Nanda (00007)

Ketidakefektifan Bau mulut tidak


Analisa gas darah tidak
bersihan jalan sedap
Devisiensi volume cairan normal Hipoksia
napas

(NANDA 00031) (NANDA 00027)


Anoreksia
Hambatan pertukaran
gas fatigue

NANDA (00030)
Intake menurun

Intoleran aktifitas

( NANDA 00092)
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh.

(NANDA 00002)

Gambar 2.1 : pathway bronchopneumonia, dikembangkan dari NANDA


(2018), Sumber : Ngemba, Hajra Rasmita, Nursalim & Rahmawati,
2015.
Sumber : Ngemba, Hajra Rasmita, Nursalim & Rahmawati, 2015.
18

8. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan penunjang menurut Wulandari & Erawati (2016).

a. Foto thoraks, terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa

lobus.

b. Gas Darah Arteri (GDA) bisa menunjukan asidosis metabolik dengan atau

tanpa retensi CO2

c. Laboratorium, Leukositisis (15.000-40.000 𝑚𝑚3)

d. Laju Endap Darah (LED) meningkat.

e. Elektrolit: natrium & klorida mungkin rendah.

f. Bilirubin mungkin meningkat.

g. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.

9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis menurut Ridha (2014).

a. Oksigen 2 liter /menit

b. IVFD ( intra vein fluid drip).

1) Jenis cairan adalah 2A-KCL ( 1-2 mek/kg BB/24 jam atau KCL 6 mek
/ 500 ml)
2) Kebutuhan cairannya adalah sebagai berikut

Kg BB Kebutuhan (ml/Kg BB/ hari)


3-10 105

10-11 85

>15 65
19

Apabila ada kenaikan suhu tubuh, maka setiap kenaikan suhu 1ºC kebutuhan

cairan ditambah 12 %.

3) Pengobatan

a) Antibiotika prokain 50.000 U/Kg BB/hari IM, dan kloramfhenikol 75

mg/kg BB/hari dalam 4 dosis,i.m/i.v,atau Amphicilin 100 mg/Kg

BB/hari, dibagi dalam 4 dosis i.v dan Gentamicin 5 mg/Kg BB/hari,i.m

dalam 2 dosis perhari.

b) Kortikosteroid

Pemberian kortison asetat 15 mg/kg BB/hari secara i.m, diberikan bila

ekspirasi memanjang atau lendir banyak sekali. Berikan dalam 3 kali

pemberian.

B. Konsep Tumbuh Kembang Anak.

1. Definisi

Ridha (2014) dalam Buku Ajar Keperawatan Anak menyatakan,

istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbang) pada dasarnya

merupakan dua peristiwa yang berlainan, akan tetapi keduanya saling

keterkaitan.

Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam

ukuran besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun

individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran

panjang (cm, meter).


20

Perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan

(skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi yang kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Tahap Pertumbuhan dan Perkembanan Anak.

Menurut Ridha (2014) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan pada anak, yaitu :

a. Faktor Herediter

Herediter/keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk

dirubah ataupun dimodifikasi, ini merupakan modal dasar untuk

mendapatkan hasil akhir dari proses tumbang anak.

b. Faktor lingkungan

1) Lingkungan internal

Hal yang sangat berpengaruh yaitu hormon dan emosi. Ada

tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon

somatotropin merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel

tulang, merangsang sel otak pada masa pertumbuhan,berkurangnya

hormon ini menyebabkan gigantisme. Hormon tiroid akan mepengaruhi

pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini akan menyebabkan

cretinisme. Hormon gonadotropin yang berfungsi merangsang

perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa,

sedangkan estrogen meranngsang perkembangan seks sekunder wanita,

jika kekurangan hormon gonadotropin akan menyebabkan

terhambatnya perkembangan seks.


21

2) Lingkungan eksternal

Dalam lingkungan eksternal banyak sekali yang

mempengaruhinya, diantaranya kebudayaan, adat istiadat, tingkah laku,

status sosial ekonomi keluarga, status nutrisi, aktifitas fisik / olah raga

dan posisi anak dalam keluarga.

c. Faktor pelayanan kesehatan

Adanya pelayanan kesehatan yang memadai di sekitar lingkungan

dimana anak tumbuh dan berkembang, diharapkan tumbang anak dapat

terpantau. Sehingga bila terdapat sesuatu hal yang menghambat dalam

perkembangan anak, dapat segera mendapatkan penanganan dan diberikan

solusi pencegahannya.
22

3. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik Anak

a. Tumbuh kembang infant/bayi 0-12 bulan

Tabel 2.1 Tumbuh kembang infant/bayi, umur 0-12 bulan.

Umur Fisik Motorik Sensoris Sosialisasi

1 Berat badan akan Bayi akan mulai Mata mengikuti Bayi sudah mulai
bulan meningkat 150- berusaha untuk sinar ke tengah tersenyum pada
200 gr/mg, tinggi mengangkat kepala orang yang ada
badan meningkat dengan dibantu disekitarnya
2,5 cm/bulan, oleh orang tua,
lingkar kepala tubuh
meningkat 1,5 ditengkurapkan,
cm/bulan. kepala menoleh ke
Besarnya kiri ataupun ke
kenaikan seperti kanan, reflek
ini akan menghisap,
berlangsung menelan,
sampai bayi umur menggenggam
6 bulan sudah mulai positif
2-3 Fontanel Mengangkat Sudah bisa Mulai tertawa pada
bulan posterior sudah kepala,dada dan mengikuti arah seseorang, senang
menutup berusaha untuk sinar ke tepi, jika tertawa keras,
menahannya koordinasi ke menangis sudah
sendiri dengan atas dan ke mulai berkurang
tangan, bawah, mulai
memasukkan mendengarkan
tangan ke mulut, suara yang
mulai berusaha didengarnya
untuk meraih
benda-benda yang
menarik yang ada
disekitarnya, bisa
di dudukkan
dengan posisi
punggung
disokong, mulai
asik bermain-main
sendiri dengan
tangan dan jarinya
23

Tabel 2.1 ( Lanjutan )

Umur Fisik Motorik Sensoris Sosialisasi

4-5 Berat badan Jika didudukkan Sudah bisa Senang jika


bulan menjadi dua kali kepala sudah bisa mengenal berinteraksi dengan
dari berat badan seimbang dan orang-orang orang lain walaupun
lahir, ngeces punggung sudah yang sering belum pernah
karena tidak mulai kuat, bila berada dilihatnya/dikenalny
adanya ditengkurapkan didekatnya,ako a, sudah bisa
koordinasi sudah bisa mulai modasi mata mengeluarkan suara
menelan saliva miring dan kepala positif. pertanda tidak
sudah bisa tegak senang bila
lurus,reflek primitif mainan/benda
sudah mulai hilang, miliknya diambil
berusaha meraih orang lain
benda sekitar
dengan tangannya
6-7 Berat badan Bayi sudah bisa - Sudah dapat
bulan meningkat 90- membalikkan membedakan orang
150 badan sendiri, yang dikenalnya
gram/minggu, memindahkan dengan yang tidak
tinggi badan anggota badan dari dikenalnya, jika
meningkat 1,25 tangan yang satu ke bersama dengan
cm/bulan, lingkar tangan yang orang yang belum
kepala. lainnya, dikenalnya bayi akan
mengambil mainan merasa cemas, sudah
dengan tangannya, dapat menyebut atau
senang mengeluarkan suara
memasukkan kaki em...em...em bayi
ke mulut, sudah biasanya cepat
mulai bisa menangis jika
memasukkan terdapat hal-hal yang
makanan ke mulut tidak disenanginya
sendiri. akan tetapi akan
cepat tertawa lagi.
24

Tabel 2.1 ( Lanjutan )

Umur Fisik Motorik Sensoris Sosialisasi

8-9 Sudah bisa duduk - Bayi tertarik Bayi mengalami


bulan dengan dengan benda- stranger
sendirinya, benda kecil anxiety/merasa
koordinasi tangan yang ada cemas terhadap hal-
ke mulut sangat disekitarnya hal yang belum
sering, bayi mulai dikenalnya (orang
tengkurap sendiri asing) sehingga dia
dan mulai belajar akan menangis dan
untuk mendorong serta
merangkak, meronta-ronta,
sudah bisa merangkul/memeluk
mengambil benda orang yang
dengan dicintainya, jika
menggunakan dimarahi dia sudah
jari-jarinya. bisa memberikan
reaksi menangis dan
tidak senang, mulai
mengulang kata-
kata”dada..dada”
tetapi belum punya
arti.

10-12 Berat badan 3 Sudah mulai Visual acuty Emosi positif,


bulan kali berat badan belajar berdiri 20-50 positif, cemburu, marah,
waktu lahir , gigi tetapi tidak sudah dapat lebih senang pada
bagian atas dan bertahan lama, membedakan lingkungan yang
bawah sudah belajar berjalan bentuk. sudah diketahuinya,
tumbuh dengan bantuan, merasa takut pada
sudah bisa berdiri situasi yang asing,
dan duduk sendiri, mulai mengerti akan
mulai belajar akan perintah sederhana,
dengan sudah mengerti
menggunakan namanya sendiri,
tangan, sudah bisa sudah bisa menyebut
bermain ubi, ummi.
ci..luk...ba.., mulai
senang mencoret-
coret kertas.

(Ridha, 2014)
25

b. Tumbuh kembang Toddler, umur 1-3 tahun

Tabel 2.2 Tumbuh kembang Toddler, umur 1-3 tahun

Umur Motorik Kasar Motorik Halus

Umur 15 Sudah bisa berjalan sendiri tanpa Sudah bisa memegangi cangkir,
bulan bantuan orang lain memasukkan jari ke lubang,
membuka kotak, melempar benda
Umur 18 Mulai berlari tetapi masih sering Sudah bisa makan dengan
bulan jatuh, menarik-narik mainan, menggunakan sendok, bisa membuka
mulai senang naik tangga tetapi halaman buku, belajar menyusun
masih dengan bantuan balok-balok.
Umur 24 Berlari sudah baik, dapat naik Sudah bisa membuka pintu,
bulan tangga sendiri dengan kedua kaki membuka kunci, menggunting
tiap tahap sederhana, minum dengan
menggunakan gelas atau cangkir,
sudah dapat menggunakan sendok
dengan baik
Umur 36 Sudah bisa naik turun tangga Bisa cuci tangan sendiri
bulan

c. Tumbuh Kembang Prasekolah

Tabel 2.3 Tumbuh kembang pra sekolah

Umur Motorik Kasar Motorik Halus Sosial Pertumbuhan


Emosional Fisik
Usia 4 Berjalan berjinjit, Sudah bisa - -
tahun melompat, menggunakan
melompat dengan gunting dengan
satu kaki, lancar, sudah bisa
menangkap bola menggambar
dan kotak,
melemparkannya menggambar
dari atas kepala. garis vertical
maupun
horizontal, belajar
membuka
26

Tabel 2.3 ( Lanjutan )

Umur Motorik Kasar Motorik Halus Sosial Pertumbuhan


Emosional Fisik
Usia 5 Berjalan mundur Menulis dengan sendiri mulai Berat badan
tahun sambil berjinjit, angka-angka, berkurang, meningkat
sudah dapat menulis dengan sering 2,5 kg/tahun,
menangkap dan huruf, menulis berkumpul tinggi badan
melempar bola dengan kata-kata, denga teman meningkat
dengan baik, sudah belajar menulis sebaya, 6,75-7,5
dapat melompat nama, belajar interaksi sosial cm/tahun
dengan kaki secara mengikat tali selama
bergantian sepatu. bermain
meningkat,
sudah siap
untuk
menggunakan
alat-alat
bermain

(Ridha, 2014)

d. Tumbuh Kembang Usia Sekolah

Tabel 2.4 Tumbuh kembang usia sekolah

Motorik Sosial Emosional Pertumbuhan Fisik

Lebih mampu menggunakan Mencari lingkungan yang Berat badan meningkat


otot-otot kasar daripada otot- lebih luas sehingga 2-3 kg/tahun, tinggi
otot halus. Misalnya loncat cenderung sering pergi badan meningkat 6-7
tali, badminton, bola volley, dari rumah hanya untuk cm/tahun.
pada akhir masa sekolah bermain dengan teman,
motorik halus lebih saat ini sekolah sangat
berkurang, anak laki-laki lebih berperan untuk
aktif daripada anak membentuk pribadi anak,
perempuan. disekolah anak harus
berinteraksi dengan orang
lain selain keluarganya,
(Ridha, 2014)
27

e. Tumbuh Kembang Remaja (Adolescent)

Tabel 2.5 Tumbuh kembang remaja (Adolescent)

Pertumbuhan Fisik Sosial Emosional

Merupakan tahap pertumbuhan yang Kemampuan akan sosialisasi


sangat pesat, tinggi badan 25%, berat meningkat, relasi dengan teman
badan 50%, semua system tubuh wanita/pria akan tetapi lebih penting
berubah dan yang paling banyak dengan teman yang sejenis,
adalah sistem endokrin, bagian- penampilan fisik remaja sangat
bagian tubuh tertentu memanjang, penting karena mereka supaya
misalnya tangan,kaki, proporsi tubuh diterima oleh kawan dan disamping
memanjang. itu pula persepsi terhadap badannya
akan mempengaruhi konsep dirinya,
peranan orang tua/keluarga sudah
tidak begitu penting tetapi sudah
mulai beralih pada teman sebaya.
(Ridha,2014)

C. Konsep Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada Bronkopneumonia.

a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

Oksigenasi merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagimanusia

yang diperuntukan untuk kelansungan hidup dan aktivitas organ.

(Andarmoyo, 2012).

Oksigenasi merupakan kebutuhan fisiologis yang ditujukan untuk

melangsungkan metabolisme dan mempertahankan hidup sel sehingga

aktivitas organ tidak terganggu. (Anggreni &Wardini, 2017).

Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah suatu kondisi yang

mengancam individu sehubungan dengan status pernapasannya yang

diakibatkan karena ketidakmampuan batuk secara efektif. (Carpenito &

Moyet, 2014)
28

b. Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi.

Menurut Anggreni & Wardini ( 2017) dalam buku Kebutuhan dasar

manusia menyebutkan faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, yaitu:

1) Faktor fisiologis

Kondisi fisiologis yang terganggu dapat mempengaruhi kebutuhan

oksigenasi seseorang. Hal tersebut jika dibiarkan, lambat laun akan

mempengaruhi fungsi pernapasan. Faktor fisiologis yang berpengaruh

terhadap kebutuhan oksigenasi, yaitu:

a) Penurunan kapasitas angkut O2, dengan adanya gangguan pada sistem

tubuh khususnya pada sistem vaskuler menyebabkan daya angkut

hemoglobin terhadap oksigen yang tadinya 97 % sewaktu-waktu

dapat berubah.

b) Penurunan konsentrasi O2 inspirasi, gangguan fisiologis yang

diakibatkan karena pemakaian alat terapi pernapasan dan kadar O2

lingkungan yang menurun.

c) Hipovolemia, suatu kondisi yang mengancam, dimana terjadi

penurunan dalam sirkulasi darah akibat hilang atau keluarnya cairan

ekstraseluler secara berlebihan karena trauma.


29

2) Status kesehatan

Kondisi kesehatan terutama masalah pada sistem pernapasan dapat

menganggu proses oksigenasi sehingga mempengaruhi pemenuhan oksigen

tubuh.

3) Faktor perkembangan

Bertambahnya jumlah sel dan ukuran tubuh anak maka jumlah oksigen

untuk metabolisme sel juga bertambah, hal ini mempengaruhi jumlah

kebutuhan oksigenasi pada anak .

4) Faktor perilaku

Perilaku keseharian individu yang berpengaruh terhadap fungsi

pernapasannya :

a) Nutrisi

Status gizi anak berpengaruh terhadap fungsi pernapasan, seperti obesitas

dan malnutrisi berat .

b) Olahraga

Latihan fisik akan meningkatkan metabolik, denyut jantung, dan

kedalaman serta peningkatan frekuensi pernapasan.

c) Ketergantungan zat adiktif

Pemakaian zat-zat adiktif dan juga merokok dapat mempengaruhi

kebutuhan oksigenasi tubuh.


30

d) Emosi

Kondisi emosi yang fluktuatif dapat meningkatkan aktifitas saraf

simpatis dan frekuensi pernapasan sehingga kebutuhan oksigenasi juga

ikut meningkat.

e) Gaya hidup

Kebiasaan merokok dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan

oksigen seseorang.

5) Lingkungan

a) Suhu

Suhu dapat mempengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

b) Ketinggian

Semakin tinggi suatu tempat maka tekanan oksigennya semkin

turun, hal ini menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat. Hal ini

mempengaruhi proses oksigenasi.

c) Polusi

Polusi udara seperti debu, asap dan bau kimia dapat menyebabkan

gangguan pada sistem pernapasan, sehingga mempengaruhi gangguan

oksigenasi.

b. Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas pada Bronkopneumonia

1) Teknik latihan napas dalam

Tekik relaksasi napas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan dimana perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara


31

melakukan napas dalam, napas lambat, dan bagaimana menghembuskan napas

secara perlahan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,

memelihara pertukaran gas, mencegah atelectasis paru, meningkatkan efisiensi

batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional.

2) Teknik latihan batuk efektif

Tindakan keperawatan yang ditujukan pada pasien yang memiliki

ketidakmampuan batuk secara efektif karena adanya mukus yang berlebih

dalam saluran pernapasan, tujuannya yaitu untuk membersihkan mukus atau

benda asing yang menyumbat pada laring, trakhea, dan bronkeolus dari sekres

atau benda asing.

3) Fisioterapi dada

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang mengalami

gangguan sistem pernapasan yang bertujuan untuk memaksimalkan pola

pernapasan dan membersihkan jalan napas dari mukus dengan cara postural

drainage, clapping/perkusi, dan vibrating. Tindakan ini paling tepat dilakukan

sebelum makan dan menjelang tidur .

4) Pemberian oksigen

Tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara memberikan

oksigen dengan tekanan tertentu pada saluran pernapasan menuju paru-paru

menggunakan alat bantu oksigen yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan

oksigen dalam tubuh.


32

5) Teknik pengambilan sputum

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang

mengalami infeksi maupun peradangan pada saluran pennapasan yang

bertujuan untuk mengetahui mikroorganisme yang ada dalam tubuh klien

sehingga diagnosa pasti dapat ditegakan.

6) Tindakan Nebulizer

Tindakan keperawatan yang dilakukan dengan mencampurkan

obat inhalasi kedalam masker oksigen, natinya uap yang dihasilkan akan

dihirup tujuannya yaitu untuk melongarkan saluran pernapasan dan

mengencerkan dahak supaya mudah dikeluarkan.

7) Teknik penghisapan lendir

Tindakan keperawtan yang bertujuan untuk menghisap lendir pada

saluran pernapasan untuk mengatasi bersihan jalan napas serta untuk

memenuhi kebutuhan oksigen.

D. Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia dengan Pengelolaan Ketidakefektifan

Bersihan Jalan Napas.

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien. (Budiono dan Pertami, 2016).

Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan dasar data tentang kebutuhan,


33

masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai

dan gaya hidup yang dilakukan klien (Potter dan Perry, 2010).

a. Identitas Klien dan Penanggumg Jawab.

Nama klien dan penanggung jawab, usia klien bisa menunjukkan

tahap perkembangan pasien baik secara fisik maupun psikologis dan usia

penanggung jawab, pendidikan, agama, alamat dan pekerjaan penanggung

jawab. (Andarmoyo, 2012).

b. Keluhan Utama

Keluahan utama menurut Andarmoyo (2012) :

Keluhan yang paling dirasakan mengganggu klien.. Keluhan utama

klien bronkopneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah

sesak napas disertai batuk dengan sekret susah keluar. ( Ambarwati & Nita

Nasution, 2015)

c. Riwayat kesehatan saat ini.

1) Pneumonia Virus

Diawali oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk rinitis dan

batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.

Pneumonia virus tidak dapat dibedakan dengan pneumonia bakteri dan

muktiplasma.

2) Pneumonia statilochocus ( Bakteri)

Didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas atau bawah

dalam beberapa hari atau satu minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan

mengalamikesulitan pernapasan. ( Ambarwati & Nita Nasution, 2015).


34

d. Riwayat penyakit dahulu.

Menurut Ambarwati & Nita Nasution (2015) dalam Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Bayi dan Balita menyebutkan riwayat penyakit dahulu meliputi :

1) Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan baggian atas.

2) Riwayat penyakit campak / lertusis ( pada bronkopneumonia).

e. Pengkajian pola kesehatan fungsional Gordon menurut Riyadi (2009).

1) Pola persepsi-Manajemen kesehatan.

Data yang muncul sering orang tua berpersepsi meskipun anaknya

batuk masih menganggap belum terjadi gangguan serius, biasanya orangtua

menganggap anaknya benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami

sesak nafas.

2) Pola nutrisi metabolik.

Anak dengan bronkopneumonia sering muncul anoreksia (akibat

respon sistemik melalui kontrol saraf pusat), mual dan muntah (karena

peningkatan rangsangan gaster sebagai dampak peningkatan toksik

mikroorganisme).

3) Pola eliminasi

Penderita sering mengalami penurunan produksi urin akibat

perpindahan cairan melalui proses evaporasi karena demam.


35

4) Pola istirahat-tidur

Data sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak

nafas. Penampilan anak terlihat lemah, sering menguap, mata merah anak juga

sering menangis pada malam hari karena ketidaknyamanan tersebut.

5) Pola aktivitas-latihan

Anak tampak menurun aktifitas dan latihannya sebagai dampak

kelemahan fisik akibat tidak terpasokinya oksigen untuk metabolisme sel

sehingga anak tampak lemah dan letih. Anak lebih banyak minta digendong

orang tuanya atau bedrest.

6) Pola kognitif-persepsi.

Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang disampaikan biasanya

sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat di

rawat anak tampak bingung saat ditanya tentang hal-hal baru disampaikan.

7) Pola persepsi diri-konsep diri.

Tampak gambaran orangtua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak

suka bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.

8) Pola peran-hubungan.

Anak tampak malas saat diajak bicara baik dengan teman sebaya maupun

yang lebih besar, anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan orang

terdekat.

9) Pola seksualitas-reproduksi

Kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji. Anak yang sudah mengalami

pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita, biasanya tertunda.


36

10) Pola toleransi stress-koping

Aktifitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak

sering menangis, pada remaja akan mudah tersinggung dan suka marah.

11) Pola nilai-keyakinan.

Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk

mendapatkan sumber kesembuhan dari Allah SWT.

f. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan kesadaran

Anak dengan bronkopneumonia pada gejala awal dengan tingkat

kesadaran composmentis, dapat mengalami tingkat kesadaran koma

ketika terjadi komplikasi yaitu apnea, gangguan asidosis metabolik,

atelektaksis dan penyakit paru kronik jika tidak segera ditangani.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital

Tekanan darah dan nadi abnormal, pola pernapasan dijumpai

takipnea, pemeriksaan suhu tubuh terkadang dijumpai demam, dan tidak.

3) Kepala

pemeriksaan ubun – ubun apabila cekung kemungkinan terjadi

dehidrasi dan malnutrisi. Rambut yang rontok dan kemerahan

memungkinkan adanya malnutrisi.

4) Leher.

Inspeksi ukuran, palpasi apakah ada deviasi, teraba penggunaan

otot sekitar leher ketika bernapas.


37

5) Mata.

Palpebra, konjungtiva, bagaimana dengan warnanya. Anak dengan

bronkopneumonia dijumpai konjungtiva anemis karena asupan O 2 ke seluruh

tubuh kurang dari kebutuhan.

6) Telinga.

Inspeksi hygiene, apakah ada pembengkakan, apakah ada infeksi,

adakah penurunan pendengaran.

7) Hidung

Pernapasan cuping hidung (megap-megap, dyspnea), terdapat sekret,

kotor akibat akumulasi sekret.

8) Mulut dan tenggorokan

Membran mukosa sianosis, bernapas dengan mengerutkan mulut

(kronik), mulut tampak kotor karena akumulasi sekret.

9) Dada

Perhatikan deviasi, dada berbentuk silinder, asimetri, sudut kostal lebar

atau sempit, penonjolan tulang, retraksi dinding dada.

a) Paru-paru.

Kaji bentuk dada pada bayi dan anak-anak (normal : bentuk dada

bayi melingkar dengan diameter dari depan ke belakang (antero-posterior)

sama dengan diameter tranversal). Kaji gerakan pernapasan: kedalaman,

frekuensi, kualitas dan irama. Dikatakan normal jika irama: reguler,

frekuensi normal sesuai usia, tanpa upaya, tenang. Perlu diperhatikan pada

bronkopneumonia adanya frekuensi abnormal (frekuensi pernapasan normal

pada bayi baru lahir 35-40 kali/menit, bayi 1 minggu -11 bulan yaitu 30-50
38

kali/menit, toddler dengan usia 2-4 tahun yaitu 25-32 kali/menit), irama

tidak teratur, napas dangkal, sulit bernapas, atau pernapasan

bising/mendengkur.

(1) Inspeksi

Tampak adanya retraksi dinding dada, frekuensi irama, kedalaman dan

upaya bernapas antara lain : dispnea progresif, pernapasan dangkal, pektus

ekskavatum ( dada corong), pektus karinatum ( dada burung), berrel chest.

(2) Palpasi.

Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar fremitus raba

mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami

peningkatan.

(3) Perkusi

Pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani ( terisi

udara) resonansi.

(4) Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga

ke hidung / mulut bayi. Bunyi napas anak dengan bronkopneumonia akan

terdengar ronchi, sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara napas

berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa

resolusi. Pernapasan bronkial, egolomi, bronkofoni, kadang-kadang

terdengar bising gesek pleura.


39

b) Jantung

Lakukan pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi.

Inspeksi ukuran dengan anak berada pada posisi semifowler, observasi

dinding dada dari sebuah sudut. Tujuan palpasi untuk menentukan

lokasi impuls apikal (apeks). Palpasi kulit untuk mengetahui waktu

pengisian kapiler, dengan cara tekan kulit sedikit pada sisi tengah, kaji

waktu yang diperlukan untuk kembali ke warna aslinya. Auskultasi

bunyi, evaluasi kualitas, intensitas, frekuensi, dan irama jantung.

c) Abdomen.

Inspeksi diikuti auskultasi, perkusi, palpasi. Pada saat

pemeriksaan abdomen, posisi anak dengan terlentang dengan kaki fleksi

dengan punggung dan lutut. Alihkan perhatian anak dengan pernyataan

“saya akan menebak apa yang kamu makan dengan memegang

perutmu”. Inspeksi ukuran, kontur dan tonus.

10) Punggung dan ekstremitas

Inspeksi kurvatura dan simetrisitas tulang belakang, inspeksi sendi

(kesimetrisan, ukuran, suhu, warna, mobilitas, dan nyeri tekan). Kaji

bentuk tulang. Uji kekuatan tangan dan kaki dan lihat kondisinya.

11) Kulit

Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer),

sianosis secara umum (hipoksemia), penurunan turgor (dehidrasi).

(dikembangkan dari Andarmoyo, 2012 dan Marni, 2014).


40

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas (00081).

1) Definisi :

Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.

2) Batasan karakteristik

a) Tidak ada batuk

b) Suara napas tambahan

c) Perubahan pola napas

d) Sianois

e) Kesulitan verbalisasi

f) Penurunan bunyi napas

g) Dispnea

h) Sputum dalam jumlah yang berlebihan

i) Batuk yang tidak efektif

j) Ortopnea

k) Gelisah

l) Mata terbuka lebar

3) Faktor Yang Berhubungan.

a) Mukus berlebih

b) Terpajan asap

c) Benda asing dalam jalan napas

d) Sekresi yang tertahan


41

e) Perokok pasif

f) Perokok

4) Kondisi Terkait

a) Spasme jalan napas

b) Jalan napas alergik

c) Asma

d) Penyakit paru obstruksi kronis

e) Eksudat dalam alveoli

f) Hiperplasia pada dinding bronkus

g) Infeki

h) Disfungsi neuro muscular

i) Adanya jalan napas buatan.

Kesimpulan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

mukus berlebih ditandai dengan sputum dalam jumlah yang berlebihan, suara

napas tambahan dan batuk yang tidak efektif. ( NANDA, 2018).

5) Rencana keperawatan

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00081).

Nursing Outcome Classification (NOC)

1) Status pernapasan : kepatenan jalan napas (0410)

a) Frekuensi pernafasan normal.

b) Irama pernafasan normal.

c) Kedalaman inspirasi normal.

d) Kemampuan untuk mengeluarkan secret normal.


42

e) Tidak ada ansietas.

f) Tidak ada suara napas tambahan.

g) Tidak ada pernapasan cuping hidung .

h) Tidak ada dispnea saat istirahat.

i) Tidak ada dispnea dengan aktivitas ringan.

j) Tidak ada penggunaan otot bantu napas.

k) Tidak ada akumulasi sputum.

Nursing Intervetion Classification (NIC)

1) Manajemen jalan nafas (3140)

a) Monitor status pernapasan dan oksigenasi.

b) Auskultasi suara napas.

c) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

d) Posisikan pasien untuk meringankan sesak napas.

e) Lakukan fisioterapi dada.

f) Motivasi pasien untuk napas dalam.

g) Kelola pemberian nebulizer

2) Monitor pernapasan (3350)

a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas.

b) Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu

napas.

c) Monitor suara napas tambahan.

d) Monitor pola napas abnormal.

e) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru.


43

f) Auskultasi suara napas.

g) Berikan bantuan terapi napas jika diperlukan seperti nebulizer.

3) Terapi Oksigen

a) Monitor aliran oksigen.

b) Monitor efektivitas terapi oksigen ( misalnya, tekanan oksimetri, ABGs)

dengan cepat.

c) Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan cepat.

d) Pertahankan kepatenan jalan napas.

e) Berikan oksigen seperti yang disrankan.

f) Anjurkan pasien mengenai pentingnya meninggalkan perangkat

pengiriman oksigen dalam keadaan siap pakai.

g) Konsultasikan dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan

oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidak.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian

Metode yang digunakan dalam studi kasus ini adalah metode deskriptif.

Metode deskriptif adalah metode yang memusatkan perhatian kepada

pemecahan masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian

dilaksanakan (Linarwati, Fathoni, & Minarsih, 2016). Metode deskriptif

bertujuan untuk memaparkan peristiwa yang sering terjadi secara sistematis,

aktual dan akurat. Metode deskriptif dilakukan secara sistematik dan lebih

menekankan pada data faktual daripada penyimpulan masalah yang dipilih

yaitu Asuhan Keperawatan Klien Bronkopneumonia Dengan Fokus Studi

Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Pada An. X di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Magelang

B. Subjek penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan dua responden (klien), dimana

memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah klien rawat inap berumur 0-12

bulan ( infant), dengan diagnosa medis bronkopneumonia yang mengalami

gangguan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

2. Kiteria eksklusi yaitu klien bronkopneumonia dengan diagnosa medis

tambahan, klien yang tidak bersedia menjadi responden / pulang paksa.

44
45

C. Fokus Studi

Asuhan keperawatan anak dengan bronkopneumonia fokus studi

ketidakefektifan bersihan jalan napas.

D. Definisi operasional

Asuhan keperawatan pada bronkopneumonia dengan fokus studi

pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah serangkaian tindakan

atau proses keperawatan yang diberikan kepada klien dengan

bronkopneumonia yang dilakukan secara berkesinambungan untuk pemecahan

masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas yang meliputi pengkajian secara

langsung kepada klien dan keluarga sesuai dengan evidance base, diagnosa

keperawatan NANDA internasional, rencana keperawatan berdasar Nurshing

Intervention Classification (NIC), tindakan keperawatan dan penentuan tujuan

dengan Nurshing Outcome Classification (NOC) kemudian penilaian atau

evaluasi terhadap tindakan keperawatan dan yang terakhir pendokumentasian

hasil tindakan keperawatan

E. Instrumen Penelitian

Alat atau instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah lembar

atau format asuhan keperawatan anak untuk melakukan pengkajian kepada

klien dan keluarga dibantu dengan melihat beberapa data dari rekam medis

klien, SOP pemberian oksigen dengan nasal cannula, pemberian oksigen

dengan face mask, nebulizer, postural drainage, nafas dalam dan batuk efektif.

Kemudian alat tulis, dan alat kesehatan (tensimeter, thermometer, x-ray).


46

F. Tempat dan Waktu

1. Tempat penelitian

Pelaksanaan asuhan keperawtan klien bronkopneumonia dengan

fokus studi ketidakefektifan bersihan jalan napas di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Magelang.

2. Waktu Peneitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan

Maret 2019.

G. Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan penulis dalam pengumpulan data yaitu dengan

cara yang meliputi :

1. Wawancara

Penulis melakukan wawancara secara langsung kepada klien dan

keluarga sehubungan dengan data yang valid dan detail (Surjaweni, 2014).

Penulis menanyakan riwayat kesehatan sekarang yang meliputi kapan

keluhan yang dialami klien muncul, tindakan apa yang sudah diberikan

untuk mengurangi keluhan yang dialami klien. Respon klien setelah

dilakukan tindakan, alasan dan kapan klien dibawa ke rumah sakit serta

menanyakan riwayat penyakit dahulu.

2. Obervasi

Obserasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan observasi

langsung dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak

pada klien ( Sujarweni, 2014).


47

3. Pemeriksaan fisik.

Penulis mengumpulkan data dengan cara melakukan pemeriksaan

fisik secara head to toe. Menfokuskan pada pemeriksaan thorak dengan

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, selain itu juga dilakukan

pemeriksaan fisik lainnya yang mendukung masalah oksigenasi seperti

pemeriksaan analisa gas darah, saturasi oksigen.

4. Studi dokumentasi keperawatan.

Penulis menggunakan berbagai sumber catatan medis serta hasil

pemeriksaan penunjang untuk membahas tentang bronkopneumonia dengan

pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

H. Analisa dan Penyajian Data

Analisa data yang dilakukan adalah menilai kesenjangan antara teori

yang ada dalam tinjauan pustaka dengan respon klien bronkopneumoni dengan

ketidakefektifan bersihan jalan napas. Analisa data dimulai dengan

mengumpulkan data melalui wawancara dan observasi serta melakukan

pemeriksaan fisik dan diagnostik, setelah pengumpulan data dilanjutkan

dengan menentukan prioritas masalah dan menentukan diagnosa, kemudian

menyusun rencana tindakan serta melakukan tindakan keperawatan, terakhir

mengevaluasi keadaan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai

tujuan yang telah direncanakan. Data disajikan secara tekstural/ narasi sesuai

dengan desain penelitian studi kasus dan juga dapat disertai dengan cuplikan

ungkapan verbal dari subjek penelitian yang merupakan data pendukungnya.


48

I. Etika Penelitian

Etika penelitan digunakan untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan

responden. Untuk mendapatkan persetujuan dengan menekankan masalah

penelitian:

1. Anonimity (Tanpa nama)

Kerahasiaan identitas responden dijaga dan digunakan hanya untuk

kepentingan penelitian. Dalam penelitian ini nama menggunakan inisial.

2. Informed Consent (Persetujuan menjadi klien).

Bentuk persetujuan untuk menjadi responden dilakukan secara tertulis

sehingga tidak ada unsur paksaan dari orang lain.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Data yang digunakan hanya sebagai studi kasus. Kerahasiaan data

klien dijamin peneliti dan hanya sebagian yang akan dilaporkan sebagai

penelitian.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang Seruni RSUD Kabupaten Magelang pada

tanggal 7-13 Februari 2019. Studi ini melibatkan dua klien sebagai subjek

penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu klien I (An.

A) dan klien II (An. F). Pengelolaan pada klien I, An. A dilakukan pada tanggal

7-9 Februari 2019, kemudian pengelolaan pada klien II, An. F Dilakukan pada

tanggal 11-13 Februari 2019. Pengelolaan ini mencakup lima tahap proses

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi

keperawatan, dan implementasi keperawatan serta evaluasi keperawatan.

1. Kasus pertama

a. Pengkajian

1) Biodata klien

Pengkajian dilakukan pada hari Kamis, 7 Februari 2019

pukul 08.00 WIB yaitu sehari setelah klien dirawat di ruang Seruni

RSUD Kabupaten Magelang. Nama Klien An.A. Nomor rekam

medis 314xxx, usia 9 bulan 12 hari, jenis kelamin laki-laki dan

beralamat di dusun Ngargontro Dukun Magelang. Penanggung

jawab adalah ayah klien Tn. D usia 36 tahun, pendidikan terakhir

SMA. Pekerjaan adalah penambang pasir, agama islam.

49
50

2) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian didapatkan keluhan utama klien adalah sesak napas. Ibu

klien mengatakan An. A juga batuk disertai dahak namun sulit dikeluarkan.

Lima hari sebelum masuk rumah sakit An. A demam dan batuk. Keluarga

kemudian membawa An. A ke puskesmas Dukun dan diberikan paracetamol

dan puyer ( tidak tahu jenisnya). Dua hari sebelum masuk rumah sakit An. A

mulai pilek dan karena kondisinya tidak kunjung membaik maka keluarga

membawa An. A ke IGD RSUD Kabupaten Magelang pada tanggal 6 Februari

2019 pukul 00.15 WIB, di IGD klien dilakukan pengkajian tetntang keluhan

yang dialami. Hasil pengkajian diperoleh An. A mengalami sesak napas, batuk,

demam dan pilek. Dokter memberikan terapi infus D5 ½ NS 20 tpm dan

ventolin 2 ml + NACL 0,9% 2cc. Setelah mendapatkan terapi, An. A

dipindahkan ke ruang Seruni pukul 01.30 WIB.

3) Riwayat Kesehatan

Pengkajian riwayat kesehatan dahulu didapatkan data bahwa An. A

belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya dan ini merupakan pertama

kali An. A dirawat dirumah sakit.

Riwayat kesehatan keluarga didapatkan bahwa anggota keluarga An. A

tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun, Ayah An. A adalah

perokok aktif.

Pengkajian riwayat alergi didapatkan data bahwa An. A tidak

mempunyai alergi, baik pada makanan, obat, maupun benda lain. An.A

merupakan anak kedua dari dua bersaudara dimana saudaranya berjenis


51

kelamin perempuan. An. A tinggal serumah dengan bapak, ibu, dan saudaranya.

Riwayat kehamilan dan persalinan, selama kehamilan An. A, ibu klien rutin

memeriksakan kehamilannya ke bidan desa kurang lebih sebanyak lima kali dan

tidak ada masalah dalam kehamilannya. An. A lahir pada usia kehamilan 9 bulan 2

hari dengan persalinan normal di bidan desa dengan berat badan 2.800 gram dan

panjang 48 cm. Diit yang diberikan dari usia 0 bulan sampai usia 6 bulan adalah air

susu ibu (ASI ) eksklusif dan diit dari usia 6 bulan sampai sekarang adalah ASI dan

makanan pendamping air susu ibu atau MPASI.

Riwayat pertumbuhan, An. A berat badan 7,1 kg, tinggi badan 68 cm,

lingkar kepala 44 cm, lingkar dada 47 cm dan lingar lengan atas 12,5 cm. Riwayat

perkembangan, An. A dalam masa perkembangan infant. Senang diajak

berinteraksi dengan orang lain walaupun belum pernah dilihat atau dikenalnya,

tertawa jika merasa senang. Selama 24 jam klien diasuh oleh ibunya.

Riwayat imunisasi didapatkan data bahwa An. A telah mendapatkan

imunisasi hepatitis B, 2 jam setelah klien lahir, imunisasi kedua dilakukan pada saat

An. A usia 2 bulan, imunisasi ketiga dilakukan pada saat An. A usia 3 bulan, dan

imunisasi keempat pada saat An. A usia 4 bulan. Imunisasi BCG diberikan pada

saan An. A usia satu bulan. Imunisasi polio sudah mendapat tiga kali, yaitu yang

pertama pada usia 0 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Imunisasi DPT sudah diberikan

pada An. A sebanyak tiga kali secara berturut-turut yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.

An. A belum mendapat imunisasi campak karena klien dirawat dirumah sakit.
52

4) Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien sedang dan kesadaran compos mentis. Tanda-

tanda vital diperoleh nadi 128 x/menit, suhu 38,3ºC, respirasi rate 48 x/menit,

SpO2 93%.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe, didapatkan data yaitu

bentuk kepala mesocephal, kulit kepala berisih, penyebaran rambut belum

merata. Pemeriksaan fisik mata didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak

ikterik dan pupil isokor, sedangkan pada hidung terdapat sekret, tidak terjadi

pembesaran polip, pernapasan cuping hidung dan terpasang nasal canul 2

liter/menit. Pemeriksaan leher yaitu tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Keadaan telinga tidak terdapat serumen, pendengaran baik, sedangkan pada

mulut terlihat mukosa bibir kering, sianosis pada bibir, lidah bersih, tidak

terdapat stomatitis, gigi sudah tumbuh 3.

Hasil pemeriksaan dada, jantung yaitu inspeksi ictus cordis tidak

tampak, ictus cordis teraba di intercosta 4 dan 5, perkusi redup, dan bunyi

jantung S1 dan S2 reguler ketika diauskultasi. Hasil pemeriksaan paru-paru

yaitu inspeksi terlihat pergerakan dada simetris, terdapat retraksi dada, palpasi

vocal fremitus teraba sama kanan dan kiri, terdengar bunyi sonor saat perkusi,

saat auskultasi terdengar ronchi.

Pemeriksaan abdomen, perut tampak datar, tidak ada lesi, bising usus

15 x/menit, tidak ada nyeri tekan, dan terdengar suara tympani. Genitalia klien

bersih, tidak terpasang kateter, tidak ada ruam.


53

Pemeriksaan turgor kulit baik, akral panas, capilary refill time (CRT)

kurang dari dua detik. Ekstremitas atas terpasang infus D5 ½ NS 20 tetes per

menit (tpm) mikro pada tangan kiri dan pada ekstremitas bawah tidak terdapat

oedema dan tidak ada lesi.

5) Pola Fungsional Gordon

Pengkajian kebutuhan dasar manusia menggunakan model pola

fungsional Gordon dimana pada majemen-persepsi kesehatan, ibu klien

menggangap kesehatan sangat penting jika ada anggota keluarga yang sakit

dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Ibu klien mengatakan

mengatakan belum mengetahui penyakit apa yang dialami anaknya.

Pengkajian pola eliminasi didapatkan data bahwa ibu klien mengatakan

sebelum sakit, An. A buang air besar teratur satu kali sehari, konsistensi lembek

bewarna kuning, buang air kecil 6-8 kali sehari, warna kuning jernih. Selama

sakit klien buang air besar masih teratur yaitu sebanyak satu kali per hari

dengan konsistensi lembek bewarna kuning, buang air kecil juga masih normal

yaitu sebanyak 5-6 kali per hari.

Pengkajian pola metabolik nutrisi didapatkan hasil yaitu hasil

pemeriksaan antropometri berat badan sebelum sakit 7500 gram dan selama

sakit sakit 7100 gam. Tinggi badan 68 cm, lingkar kepala 44 cm, lingkar dada

47 cm dan lingkar lengan atas 12,5 cm. Hemoglobin 10,3 g/dL, hematokrit 32,5

%, leukosit 9,36 103 /uL, indeks eritrosit 4,61 106 /𝑢𝐿, trombosit 225 103 /uL.

Mukosa bibir kering, turgor kulit baik, CRT < 2 detik, keadaan umum sedang.

An. A karena usianya sudah lebih enam bulan, selama sakit diit ASI ditambah
54

MPASI. Pola nilai-keyakinan yaitu klien beragama islam dan keluarga selalu

berdoa untuk kesembuhan klien.

Pengkajian pola istirahat dan tidur didapatkan data bahwa ibu klien

mengatakan sebelum sakit An. A tidur selama 4 jam pada siang hari dan 11

jam pada malam hari itu pun masih sering terbangun saat ngompol dan haus.

Selama sakit ibu klien mengatakan An. A sering rewel, tidur siang satu sampai

dua jam dan tidur malam sering terbangun karena batuk dan sesak.

Pengkajian pola aktivitas didapatkan data bahwa ibu klien mengatakan

sebelum sakit klien aktif dalam melakukan aktifitasnya, selama sakit klien tetap

beraktifitas dan bermain ditemani ibu dan kakak perempuannya.

Pengkajian pola kognitif dan sensori tidak ada gangguan pada panca

indra, An. A dapat mengikuti arahan cahaya dan suara, tertawa saat diajak

berinteraksi.

Pola mekanisme koping didapatkan data bahwa klien rewel saat tidak

merasa nyaman. Pola seksualitas yaitu klien berjenis kelamin laki-laki dan

keluarga mendidik An. A layaknya seorang laki-laki.

Pengkajian pola persepsi diri-konsep diri didapatkan data bahwa

Keluarga klien menginginkan An. A lekas sembuh karena tidak tega melihat di

rumah sakit terlalu lama.

Pola hubungan dan peran yaitu An. A merupakan anak kedua dari dua

bersaudara, support sistem keluarga baik. Ibu klien 24 jam menjaga dan terlihat

banyak saudara dan ayahnya yang sering menjenguk.


55

6) Data Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 6 Februari

2019 dengan nomor lab 1902060001 adalah sebagai berikut Lekosit 9,36

103 /Ul (6-17,5), Eritrosit 4,61 106 /Ul ( 4,1-5,3), Hemoglobin 10,8 gr/dL

(11,3-14,1), Hematokri 32,5 % ( 33-41), Trombosit 225 103 /Ul (150-450),

MPV 5,53 fL (7,2-11,1), RDW-CW 14,3 % (11,5-14,5), MCV 70,4 fL (80-

100), MCH 23,3 pg (26-34), MCHC 33,1 % (32-36), Neutrofil 25,4 % (50-

70), Limfosit 61,4 % (25-40), Monosit 11,3 % (2-8), Eosinofil 0,0 % (2-4),

Basofil 1,9 % (0-1).

Hasil pemeriksaan rontgen thorak pada tanggal 6 Februari 2019,

apex pulmo tenang, infiltrat dikedua perihiler dan paracardial, sinus

costophrenicus lancip, diaghfragma baik, COR konfigurasi normal. Kesan:

Bronkopneumonia, Besar COR normal.

Program terapi yang diberikan kepada An.A selama dirawat yaitu

infus D5 ½ NS 20 tpm, sanmol 70 mg kalau perlu, injeksi Gentamisin 1 x

60 mg, nebulizer ventolin 2 ml ditambah 2 cc NACL 0,9 %, injeksi

dexametason 1x4 mg, dan injeksi amphisilin 175 mg/6jam.

b. Analisa Data

Hasil pengkajian diperoleh data subjektif ibu klien mengatakan An. A

masih sesak napas dan batuk yang dahaknya susah untuk dikeluarkan. Data

objektif terdengar suara ronchi saat diauskultasi, respirasi rate (RR) 48

x/menit, nadi 128 x/menit, suhu 38,3º C, SpO2 93% keadaan umum sedang.

Terpasang nasal canul 2 liter/menit. Hasil rontgen thoraks menunjukan


56

bronkopneumonia. Berdasarkan data tersebut muncul diagnosa keperawatan

ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebih

ditandai dengan suara napas tambahan, sputum dalam jumlah yang berlebihan

dan batuk yang tidak efektif.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang penulis rumuskan pada tanggal 7 Februari

2019 adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus

berlebih ditandai dengan suara napas tambahan, sputum dalam jumlah yang

berlebihan dan batuk yang tidak efektif.

d. Intervensi Keperawatan

Tujuan yang ingin dicapai penulis setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3 x 8 jam diharapkan masalah An. A teratasi dengan

kriteria hasil frekuensi pernapasan normal (30-40 x/menit), mampu

mengeluarkan sekret, tidak ada suara tambahan ronchi dan tidak ada batuk,

saturasi oksigen diatas 95 %. Memenuhi tujuan dan kriteria hasil yang telah

disebutkan , intervensi yang dapat dilakukan yaitu manajemen jalan napas yang

terdiri dari monitor status pernapasan, auskultasi suara napas, posisikan klien

untuk meringankan sesak napas, lakukan fisioterapi dada, kelola pemberian

nebulizer, memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas,

serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian program terapi obat dan

pemberian O2.
57

e. Implementasi Keperawatan

1) Implementasi tanggal 7 Februari 2019

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

keperawatan pada tanggal 7 Februari 2019 antara lain, pada pukul 08.00

WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB yaitu memonitor tanda-tanda vital,

memonitor status pernapasan dan oksigenasi An. A, mengkaji status

pernapasan (irama, kecepatan, kedalaman, kesulitan bernapas),

memposisikan klien unuk meringankan sesak napas, melakukan

auskultasi suara napas klien. Respon subjektif yang didapatkan yaitu ibu

klien mengatakan An. A masih sesak napas, batuk, dan dahak sulit untuk

dikeluarkan. Data objektif yang didapatkan meliputi tanda-tanda vital,

nadi 128 x/menit, suhu 38,3 ºC, respirasi rate 48 x/menit, SpO2 93%

suara napas tambahan ronchi, terpasang nasal canul 2 liter/menit.

Pukul 08.33 WIB setelah dikaji lebih lanjut ibu klien tidak

mengetahui apa itu fisioterapi dada dan bagaimana cara melakukannya,

maka dari itu ibu klien diajarkan bagaimana cara melakukannya, setelah

diajarkan ibu klien mengatakan paham dan tahu bagaimana cara

melakukan fisioterapi dada.

Pukul 11.45 WIB memberikan tindakan kolaborasi pemberian

nebulizer dengan ventolin 1 respul dan ditambah 2 cc Nacl 0,9 %. Respon

An. A yaitu tidak batuk namun mengeluarkan sputum bersamaan saat

muntah,
58

Pukul 13.45 WIB berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dengan

memberikan injeksi amphicilin 1 x 175 mg, ibu klien mengizinkan An. A

diberikan obat dan obat masuk sesuai program.

2) Implementasi tanggal 8 Februari 2019

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 8 Februari 2019

masih melanjutkan intervensi pada hari sebelumnya, pada pukul 08.00 WIB

memonitor status pernapasan dan oksigenasi, respon yang didapatkan ibu klien

mengatakan batuk dan sesak napas An. A sudah berkurang namun dahak masih

sulit dikeluarkan. Keadaan umum klien sedang.

Memonitor tanda-tanda vital nadi 130 x/menit, suhu 37,7º C, respirasi

rate 40 x/menit, SPO2 96 %, suara paru masih terdengar ronchi, terpasang

nasal canul 2 liter/menit. Pukul 08.10 memberikan posisi yang nyaman untuk

klien, kepala dan punggung An. A diganjal bantal.

Pukul 08.25 WIB klien dilakukan tindakan fisioterapi dada, selama

dilakukan tindakan fisioterapi dada An. A menangis, klien batuk namun dahak

tidak keluar.

Pukul 11.45 WIB memberikan tindakan kolaborasi pemberian

nebulizer dengan ventolin 1 respul dan ditambah 2 cc Nacl 0,9 %, respon ibu

klien mengizinkan jika An. A diberikan tindakan nebul, setelah dilakukan

tindakan, dahak atau lendir keluar bersama dengan muntahan An. A.

Pukul 14.00 WIB diberikan tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan

lain yaitu injeksi amphicilin 1 x 175 mg, respon ibu klien mengizinkan jika An.

A diberikan obat, obat masuk sesuai program terapi.


59

3) Implementasi tanggal 9 Februari 2019

Tindakan keperawatan tanggal tanggal 9 Februari 2019 pukul 08.00

WIB memonitor tanda-tanda vital, diperoleh data nadi 120 x/menit, suhu

36,5ºC, respirasi rate 30x/menit, SPO2 97 %.

Pukul 08.10 WIB memonitor status, keadaan umum, dan suara

pernapasan. Respon subjektif ibu klien mengatakan sesak napas dan batuk

berkurang, namun dahak masih susah keluar, tidak rewel seperti kemarin,

keadaan umum baik, sudah tidak ditemukan suara ronchi pada saat

auskultasi.

Pukul 08.25 dilakukan fisioterapi dada, memotifasi dan

mengevaluasi keluarga untuk melakukan tindakan serupa jika An. A

kesulitan mengeluarkan dahak, ibu klien masih ingat cara melakukan

fisioterpi dada, ibu klien dibantu perawat melakukan fisioterapi dada pada

An. A, respon batuk namun dahak masih tetap tidak bisa keluar.

Pukul 11.30 WIB melakukan kolaborasi pemberian nebulizer

dengan ventolin 1 respul dan ditambah 2 cc Nacl 0,9 %, setelah dilakukan

tindakan, dahak atau lendir keluar bersama dengan muntahan.

Pukul 14.05 WIB berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dengan

memberikan injeksi amphicilin 1 x 175 mg, ibu klien mengizinkan An. A

diberikan obat dan obat masuk sesuai program.


60

f. Evaluasi keperawatan

1) Evaluasi tanggal 7 Februari 2019

Evaluasi yang didapatkan tanggal 7 Februari 2019 pada pukul 14.00

WIB, subjektive (S): didapatkan ibu klien mengatakan An. A masih batuk,

sesak napas dan dahak masih sulit untuk dikeluarkan, klien lebih nyaman

dengan posisi tidur dengan kepala beralaskan bantal, ibu klien mengizinkan

saat akan dilakukan tindakan keperawatan pada anaknya, ibu An. A juga

mengatakan sudah mengerti tentang penjelasan fisioterapi dada, bagaimana

cara melakukan dan fungsinya. Objektive (O): nadi 128 x/menit, suhu

38,3ºC, respirasi rate 48 x/menit, sering terbatuk, bunyi napas tambahan

ronchi saat diauskultasi, retraksi dinding dada sama. Respon An. A setelah

fisioterapi dada adalah batuk namun dahak tidak keluar. Terapi nebulizer

satu repsul ditambah NACL 0,9 % 2cc, setelah terapi nebul An. A tidak

batuk namun mengeluarkan sputum bersamaan saat muntah, pernapasan

cuping hidung, terpasang O2 via nasal canul 2 liter/menit. Assesment (A) :

masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas belum teratasi. Planning (P):

lanjutkan intervensi

2) Evaluasi tanggal 8 Februari 2019

Evaluasi tanggal 8 Februari 2019 pukul 14.00 WIB, subjective (S):

didapatkan ibu klien mengatakan batuk dan sesak napas An. A sudah

berkurang namun dahak masih sulit dikeluarkan, An. A lebih nyaman posisi

semi fowler dengan kepala dan punggung diganjal bantal, ibu klien
61

mengizinkan saat akan dilakukan keperawatan padaanaknya. Objective

(O): nadi 130 x/menit, suhu 37,7ºC, respirasi rate 40 x/menit, SpO2 96 %,

keadaan umum sedang, terpasang O2 via nasal canul 2 liter/menit, bunyi

napas tambahan ronchi saat diauskultasi, setelah diberikan fisioterapi dada

terbatukan namun dahak tidak keluar, terapi nebulizer satu repsul

ditambah NACL 0,9 % 2cc, setelah terapi nebul An. A tidak batuk namun

mengeluarkan sputum bersamaan saat muntah. Assesment (A) : masalah

ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian. Planning (P):

lanjutkan intervensi.

3) Evaluasi tanggal 9 Februari 2019

Evaluasi tanggal 9 Februari 2019 pukul 14.00 WIB didapatkan,

subjective (S): ibu klien mengatakan batuk dan sesak napas An. A

berkurang namun dahak masih sulit dikeluarkan. Objective (O): Nadi 120

x/menit, suhu 36,5ºC, respirasi rate 30 x/menit, SpO2 97 %, keadaan

umum baik, sudah tidak ditemukan bunyi napas tambahan ronchi,

terpasang nasal canul 2 liter/menit, respon setelah diberikan fisioterapi

dada dahak tidak keluar, setelah nebulizer dahak keluar bersama

muntahan. Assesment (A): masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

teratasi sebagian. Planning (P): lanjutkan intervensi

2. Kasus kedua

a. Pengkajian

1) Biodata klienKlien bernama An. F. Pengkajian dilakukan pada hari

Senin, 11 Februari 2019 pukul 08.00 WIB yaitu dua hari setelah di
62

ruang Seruni RSUD Kabupaten Magelang . Klien lahir pada tanggal 6

Oktober 2018 dan klien sekarang memasuki usia 3 bulan 28 hari. An. F berjenis

kelamin laki-laki, beragama Islam, tinggal bersama orang tua klien di Desa

Kerumpukan Kajoran Magelang. Penanggung jawab pada An. F di rumah sakit

yaitu Tn. F yang berusia 29 tahun, bekerja sebagai pegawai swasta dengan

pendidikan terakhir SMA (Sekolah Menengah Atas), beragama Islam,

bertempat tinggal di desa Kerumpukan Kajoran Magelang. Ibu An. A yaitu Ny.

S yang berusia 27 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan

terakhir yaitu SMA, beragama Islam, bertempat tinggal di desa Kerumpukan

Kajoran Magelang.

2) Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama An. F saat ini adalah sesak napas dan batuk berdahak

dengan dahak yang susah dikeluarkan, berdasarkan informasi, ibu klien

mengatakan bahwa An. F batuk dan sesak napas sejak tanggal 6 Februari 2019,

tanggal 7 Februari 2019 atau dua hari sebelum masuk rumah sakit An. F

demam dengan suhu yang belum diukur, demam naik pada waktu malam hari

dan turun pada pagi hari. Tanggal 9 Februari 2019 pukul 13.00 WIB An. F

dibawa ke IGD RSUD Kabupaten Magelang, klien dilakukan pengkajian

tentang keluhan yang dialami. Hasil pengkajian diperoleh An. F mengalami

sesak napas, batuk, demam dan pilek. Dokter memberikan terapi infus D5 ½

NS 15 tpm mikro, terapi O2 nasal canul 0,5 liter per menit (lpm) dan ventolin

2 ml + NACL 0,9% 2cc. Setelah mendapatkan terapi An. A dipindahkan ke

ruang Seruni pukul 16.00 WIB.


63

3) Riwayat Kesehatan

Pengkajian riwayat kesehatan dahulu diperoleh data bahwa ibu klien

mengatakan An. F belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya. An. F

belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya .

Riwayat kesehatan keluarga dapat diperoleh bahwa tidak ada anggota

keluarga yang memiliki riwayat penyakit kronis dan menurun. Ayah An. F

merupakan seorang perokok aktif. Pengkajian riwayat alergi didapatkan data

bahwa An. F tidak mempunyai alergi, baik pada makanan, maupun obat.

Klien merupakan anak pertama dari pasangan Tn. F dan Ny. S yang

dilahirkan dengan bantuan bidan dalam persalinan normal. Selama kehamilan

ibu klien rutin memeriksakan kandungannya ke bidan desa minimal dua bulan

sekali dan meminum vitamin yang diberikan oleh bidan. Klien lahir pada usia

kehamilan 9 bulan tepat pada tanggal 6 Oktober 2018, berat badan 3.000 gram,

panjang badan 48 cm. Diit yang diberikan dari usia 0 bulan sampai sekarang

adalah air susu ibu (ASI ) eksklusif.

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan klien saat ini berat badan

klien 5,7 kg, tinggi badan 60 cm, lingkar kepala 43 cm, lingkar dada 46 cm

lingkar lengan atas 13 cm. An. F dalam masa perkembangan infant. Senang

diajak berinteraksi dengan orang lain walaupun belum pernah dilihat atau

dikenalnya, tertawa jika merasa senang, reflek menghisap, menelan, dan

mengenggam sudah positif. Selama 24 jam klien diasuh oleh ibunya.

Klien sudah mendapatkan imunisasi hepatitis B 2 jam setelah lahir,

Imunisasi BCG satu kali yang didapatkan klien saat berusia satu bulan,
64

imunisasi polio satu kali yang didapatkan klien saat berusia 0 bulan atau baru

lahir, imunisasi DPT satu kali yang diberikan pada saat klien berusia dua bulan.

Klien belum mendapatkan imunisasi campak.

4) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Februari 2019 dengan

hasil keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital

diperoleh suhu 36,8ºC, nadi 124 x/menit, respirasi rate 43 x/menit, SpO2 90 %.

Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe didapatkan data yaitu

bentuk kepala yaitu mesochpal, rambut halus lurus persebaran belum merata,

kulit kepala bersih tidak ada lesi, pemerksaan mata diperoleh data bahwa

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, reflek terhadap

cahaya positif, mata terbuka lebar saat batuk dan sesak napas. Kondisi telinga

simetris, pendengaran baik, tidak ada serumen, pemeriksaan hidung terdapat

secret, terpasang nasal canul 0,5 liter per menit (lpm), tidak terdapat polip,

pemeriksaan mulut didapatkan data yaitu mukosa bibir lembab, belum tubuh

gigi, sianosis pada daerah bibir, pada bagian leher tidak terdapat pembesaran

kelenjar tiroid.

Pemeriksaan fisik bagian dada pada jantung didapatkan hasil yaitu

inspeksi jantung tidak tampak ictus cordis, ictus cordis teraba di intercosta 4

dan 5, perkusi redup, dan bunyi jantung S1 dan S2 reguler ketika diauskultasi.

Pemeriksaan paru-paru diperoleh data pada inspeksi terlihat pergerakan

dinding dada simetris kanan dan kiri, tampak retraksi dinding dada pada otot
65

interkosta dan subkostal, palpasi vocal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi

sonor dan auskultasi paru-paru terdengar ronchi saat ekspirasi.

Pemeriksaan abdomen diperoleh data ispeksi tidak ada lesi perut,

tampak datar, auskultasi abdomen terdengar bising usus 12 x/menit, palpasi

dengan hasil tidak terdapat nyeri tekan, perkusi didapatkan hasil tympani.

Pemeriksaan genitalia didapatkan hasil bahwa klien tidak terdapat

kelainan, berjenis kelamin laki-laki, tidak terpasang kateter, menggunakan

popok untuk kebutuhan eliminasi.

Pemeriksaan ekstremitas atas turgor kulit baik, akral hangat, terpasang

infus D5 ½ NS pada tangan kiri, pada pemeriksaan ekstremitas bawah

didapatkan hasil tidak tampak adanya lesi maupun edema.

5) Pola Fungsional Gordon

Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan, ibu klien dan

keluarga menganggap kesehatan itu sangat penting, sehingga ketika terdapat

salah satu anggota keluarga yang sakit, keluarga langsung membawa ke

puskesmas maupun rumah sakit. Ibu klien dan keluarga awalnya

hanyamenganggap penyakit klien sebagai batuk dan pilek biasa ketika klien

berada dirumah.

Pola eliminasi klien sebelum sakit, klien buang air besar sebanyak

1x/hari terkadang menggunakan popok dengan konsistensi fases berbentuk cair

dan memiliki bau fases yang ringan, serta buang air kecil sebanyak 6-8 x/hari.

Selama sakit klien buang air besar masih teratur yaitu sebanyak satu kali per

hari menggunakan popok dengan konsistensi lembek bewarna kuning, buang


66

air kecil juga masih normal yaitu sebanyak 5-7 menggunakan popok kali per hari

dengan warna urine putih kekuningan, dan sedikit bau menyengat.

Pola nutrisi metabolik pada antropoetri diperoleh data berat badan sebelum

klien sakit belum terkaji dan selama sakit yaitu 5,7 kg dengan tinggi badan 60 cm,

dengan ketentuan rumus berat badan ideal anak yaitu usia dalam bulan dibagi 2

kemudian ditambah 4 sehingga dapat diperoleh berat badan idea. An. F adalah 6

kg, lingkar kepala 43 cm, lingkar dada 46 cm, lingkar lengan atas 13 cm.

Hemoglobin 12,3 g/dL, hematokrit 36,4 %, leukosit 17,06 103 /uL, jumlah eritosi

4,83 106 /uL, trombosit 450 103 /uL. Mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, CRT

< 2 detik, konjungtiva tidak anemis, An. F karena usianya baru empat bulan, selama

sakit diit ASI eksklusif dengan kuantitas 10-15 x/hari.

Pola istirahat dan tidur didapatkan data bahwa ibu klien mengatakan

sebelum sakit An. F tidur ± 15 jam dengan frekuensi tidur sering namun dengan

periode tidur yang singkat, selama sakit ibu klien mengatakan An. F tidur ± 10 jam,

namun tidur klien akan terganggu akibat batuk dan sesak napas, sehingga klien

tidak nyenyak tidur, tampak tidak nyenyak dalam tidur.

Pola aktifitas dan latihan klien diperoleh data bahwa sebelum sakit, klien

mampu miring kanan dan kiri, menoleh kanan kiri, dan tangannya aktif bergerak .

selama sakit klien tampak dapat menoleh kanan dan kiri memperhatikan lingkungan

dan orang yang ada disekitarnya, klien tampak rewel tangannya bergerak menolak

ketika diberikan asuhan keperawatan, dengan keadaan umum klien sedang.


67

Pola reproduksi-seksual, diperoleh data bahwa klien berjenis kelamin

laki-laki. klien dibesarkan layaknya anak laki-laki, tidak ada kelainan pada

organ reproduksi.

Pola kognitif sensori, tidak ada gangguan panca indra, An. F dapat

mengikuti arahan cahaya dan suara, tertawa saat diajak berinteraksi. Pola

toleransi stress-koping didapatkan data bahwa klien tampak rewel, saat tidak

nyaman,apalagi ketika batuk dan sesak napas.

Pola konsep-persepsi diri didapatkan data bahwa ibu klien sangat

berharap kesembuhan klien, sehingga klien dapat pulang ke rumah, lekas

sembuh karena ibu klien sangat menyayangi klien, diperoleh data ibu klien

cemas mengenai kondisi klien saat ini.

Pola hubungan-peran, klien merupakan anak pertama dalam

keluarganya, memiliki seorang ayah dan ibu kandung. Keluarga sangat

menyayangi klien dengan bukti keberadaan keluarga disaat klien sakit. Ibu

klien 24 jam menjaga klien

Pola keyakinan dan nilai, didapatkan data bahwa keluarga klien

beragama Islam yang dibuktikan dengan keluarga selalu berdoa untuk

kesembuhan klien. Ibu, ayah dan keluarga klien menunaikan ibadah sholat lima

waktu.

6) Data Penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 9 Februari 2019

dengan nomor lab 1902010115 adalah sebagai berikut Lekosit 17,06 103 /Ul

(6-17,5), Eritrosit 4,83 106 /Ul ( 4,1-5,3), Hemoglobin 12,3 gr/dL (11,3-14,1),
68

Hematokri 36,4 % ( 33-41), Trombosit 450 103 /Ul (150-450), MPV 5,85 fL

(7,2-11,1), RDW-CV 13,5 % (11,5-14,5), MCV 75,4 fL (80-100), MCH 25,5

pg (26-34), MCHC 33,1 % (32-36), Neutrofil 34,1 % (50-70), Limfosit 54,3 %

(25-40), Monosit 8,7 % (2-8), Eosinofil 0,9 % (2-4), Basofil 1,9 % (0-1).

Natrium 135, 6 mmol/L ( 135-148), Kalium 5,00 mmol/L (3,5-5,3), klorida

103,2 mmol (98-106), gula sewaktu 97 mg/dl ( 120-140).

Hasil pemeriksaan rontgen thorak pada tanggal 9 Februari 2019 nomor

foto 1156, kesan gambaran bronkopneumonia, opasitas paratracheal dextra

suspect prominent, konfigurasi COR normal, sistem tulang tak tampak

kelainan.

Program terapi yang diberikan kepada An. F selama dirawat yaitu infus

D5 ½ NS 12 tpm mikro, O2 nasal canul 0,5 lpm, injeksi amphicilin 300 mg/6

jam IV, injeksi gentamisin 40 mg/ 24 jam IV, paracetamol sirup ½ sendok teh

4-6 jam, salbutamol 0,25 mg/ 8 jam, nebulizer ventolin 1 respul + NACL 0,9

% 2 cc/ 8 jam.

b. Analisa Data

Hasil pengkajian diperoleh data subjektif ibu klien mengatakan An. F

sesak dan batuk yang dahaknya susah untuk dikeluarkan. Data objektif

terdengar suara ronchi saat diauskultasi, respirasi rate (RR) 43x/menit,

keadaan umum sedang. Hidung terpasang nasal canul 0,5 liter/menit. Hasil

rontgen thoraks menunjukan bronkopneumonia. Berdasarkan data tersebut

muncul diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas


69

berhubungan dengan mukus berlebih ditandai dengan suara napas tambahan,

sputum dalam jumlah yang berlebihan dan batuk yang tidak efektif.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul berdasarkan data yang diperoleh dari

pengkajian tanggal 11 Februari 2019 yaitu ketidakefektifan bersihan jalan

napas berhubungan dengan mukus berlebih ditandai dengan suara napas

tambahan, sputum dalam jumlah yang berlebihan dan batuk yang tidak efektif.

d. Intervensi keperawatan

Tujuan yang ingin dicapai penulis setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x8 jam diharapkan masalah An. F teratasi dengan kriteria

hasil frekuensi pernapasan normal (30-40 x/menit), mampu mengeluarkan

sekret, tidak ada suara tambahan ronchi dan tidak ada batuk, saturasi oksigen

diatas 95 %. Memenuhi tujuan dan kriteria hasil yang telah disebutkan , intervensi

yang dapat dilakukan yaitu manajemen jalan napas yang terdiri dari monitor status

pernapasan, auskultasi suara napas, posisikan klien untuk meringankan sesak

napas, lakukan fisioterapi dada, kelola pemberian nebulizer, memonitor

kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas, serta kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian program terapi dan pemberian O 2.

e. Implementasi Keperawatan

1) Implementasi tanggal 11 Februari 2019

Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi

masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada tanggal


70

11 Februari 2019 antara lain : pada pukul 08.25 WIB mengkaji status pernapasan

dan oksigenasi didapatkan data subjektif ibu klien mengatakan bahwa An. F sesak

napas dan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan dengan data objektif klien

terpasang O2 nasal kanul 0,5 lpm dengan frekuensi pernapasan 43 x/menit dan

teraba nadi 124 x/menit, SpO2 90 %.

Pukul 08.35 mengauskultasi suara napas klien diperoleh data objektif

terdengar suara ronchi diparu kanan dan kiri saat ekspirasi. Pukul 08.40 WIB

memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi, diperoleh data objektif An. F

tampak nyaman dengan kepala beralaskan bantal.

pukul 08.50 WIB mengajakan keluarga dalam tindakan fisioterapi dada

diperoleh data subjektif ibu klien mengatakan belum tahu cara melakukan fisoterapi

dada dan bersedia diajarkan, data objektif setelah dijelaskan ibu klien tampak

mengulangi penjelasan yang sudah diajarkan.

Pukul 11.00 WIB memberikan program terapi nebulizer ventolin 1 respul

ditambah NACL 0,9 % 2cc diperoleh data subjektif ibu klien mengataka bersedia

An. F diberikan tindakan nebulizer, data objektif An. F gelisah saat akan dipasang

masker, dahak keluar namun An. F tersedak lalu dimiringkan.

Pukul 12.00 WIB An. F diberikan injeksi ampisilin 1 x 300 mg, diperoleh

data subjektif ibu klien mengizinkan anaknya diberikan obat, data objektif obat

masuk sesuai program terapi.


71

2) Implementasi tanggal 12 Februari 2019

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 12 Februari 2019

masih melanjutkan intervensi pada hari sebelumnya, pada pukul 08.00 WIB

memonitor status pernapasan dan oksigenasi, respon yang didapatkan ibu klien

mengatakan batuk dan sesak napas An. F sudah berkurang namun dahak masih

sulit dikeluarkan. Keadaan umum klien sedang. Memonitor tanda-tanda vital

nadi 130x/menit, suhu 37,7ºC, respirasi rate 40 x/menit, SPO2 92 %, suara

paru masih terdengar ronchi, terpasang nasal canul 0.5 liter/menit.

Pukul 08.10 memberikan posisi yang nyaman untuk klien, kepala dan

punggung An. F diganjal bantal. Pukul 08.25 WIB klien dilakukan tindakan

fisioterapi dada, selama dilakukan tindakan fisioterapi dada An. F menangis,

klien batuk dan dahak keluar sedikit namun tertelan.

Pukul 11.45 WIB memberikan tindakan kolaborasi pemberian

nebulizer dengan ventolin 1 respul dan ditambah 2 cc Nacl 0,9 %, respon ibu

klien mengizinkan jika An. F diberikan tindakan nebul, setelah dilakukan

tindakan, dahak atau lendir keluar bersama dengan muntahan An. F lalu

dimiringkan.

Pukul 12.00 WIB diberikan tindakan kolaborasi dengan tim kesehatan

lain yaitu injeksi ampisilin 1 x 300 mg, respon ibu klien mengizinkan jika An.

F diberikan obat, obat masuk sesuai program terapi.

3) Implementasi tanggal 13 Februari 2019

Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada tanggal 13 Februari


72

2019 pada pukul 08.00 WIB mengkaji status pernapasan dan oksigenasi

didapatkan data subjektif ibu klien mengatakan bahwa An. F batuk dan sesak

napasnya sudah berkurang namun dahaknya masih sukar keluar dengan data

objektif klien terpasang O2 nasal kanul 0,5 lpm dengan frekuensi pernapasan

37 x/menit.

Pukul 08.05 WIB memonitor tanda-tanda vital dengan data objektif

nadi teraba 128 x/menit, suhu 37,3º C, respirasi rate 37 x/menit, SpO2 97 %.

Pukul 08.15 memposisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi diperoleh

data objektif An. F tampak nyaman posisi tidur dengan kepala beralas bantal.

Pukul 08.25 WIB mengauskultasi suara napas klien diperoleh data

objektif terdengar suara ronchi diparu kanan dan kiri saat ekspirasi. Pukul

08.40 WIB melakukan fisioterapi dada didapatkan data subjektif yaitu ibu klien

mengatakan mengijinkn jika An. F dilakukan tindakan fisioterapi dada, data

objektif klien rewel dan dahak tidak keluar.

Pukul 11.00 WIB memberikan program terapi nebulizer ventolin 1

respul ditambah NACL 0,9 % 2cc diperoleh data subjektif ibu klien mengataka

bersedia An. F diberikan tindakan nebulizer, data objektif An. F gelisah saat

akan dipasang masker, dahak keluar bersama muntahan An. F lalu

dimiringkan.

Pukul 12.00 WIB An.F diberikan injeksi ampisilin 1 x 300 mg,

diperoleh data subjektif ibu klien mengizinkan anaknya diberikan obat, data

objektif obat masuk sesuai program terapi.


73

7) Evaluasi Keperawatan

1) Evaluasi tanggal 11 Februari 2019

Evaluasi yang didapatkan pada tanggal 11 Februari 2019 pukul

14.00 WIB, subjektive (S), yaitu ibu klien mengatakan bahwa An. F masih

mengalami batuk, sesak napas dan sulit mengeluarkan dahak, ibu An. F

mengatakan sudah mengerti tentang penjelasan fisioterapi dada,

bagaimana cara melakukan dan fungsinya. objective (O), An. F tampak

sesak napas, terpasang O2 nasal kanul 0,5 lpm, terdapat secret di hidung,

diperoleh tanda-tanda vital nadi teraba 124 x/menit, suhu 36,8º C, respirasi

rate 43 x/menit, SpO2 90 %, pada pemeriksaan auskultasi paru terdengar

ronchi saat ekspirasi pada dada kanan dan kiri, keadaan umum An. F

sedang, setelah diberikan nebul secret keluar namun An. F tersedak lalu

dimiringkan. Assesment (A) : masalah ketidakefektifan bersihan jalan

napas belum teratasi. Planning (P): lanjutkan intervensi

2) Evaluasi tanggal 12 Februari 2019

Evaluasi yang didapatkan pada tanggal 12 Februari 2019 pukul

14.00 WIB, subjektive ( S ), yaitu ibu klien mengatakan An. F batuk dan

sesak napasnya berkurang namun dahaknya masih sukar dikeluarkan.

Objective (O): nadi 130 x/menit, suhu 37,2 ºC, respirasi rate 40 x/menit,

SpO2 92 % keadaan umum sedang, terpasang O2 via nasal canul 0,5

liter/menit, bunyi napas tambahan ronchi saat diauskultasi, saat fibrasi

fisioterapi dada dahak sedikit keluar namun tertelan, terapi nebulizer satu

repsul ditambah NACL 0,9 % 2cc, setelah terapi nebul sekret keluar
74

namun An. F tersedak lalu dimiringkan. Assesment (A) : masalah

ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian. Planning (P):

lanjutkan intervensi

3) Evaluasi tanggal 13 Februari 2019

Evaluasi yang didapatkan pada tanggal 13 Februari 2019 pukul

14.00 WIB, subjektive ( S ), yaitu ibu klien mengatakan An. F batuk dan

sesak napasnya sudah berkurang namun dahaknya masih sukar dikeluarkan,

Objective (O): nadi 128 x/menit, suhu 37,3 ºC, respirasi rate 37 x/menit,

SpO2 97 % keadaan umum sedang, terpasang O2 via nasal canul 0,5

liter/menit, bunyi napas tambahan ronchi saat diauskultasi, respon setelah

diberikan fisioterapi dada dahak tidak keluar, terapi nebulizer satu repsul

ditambah NACL 0,9 % 2cc, setelah terapi nebul sekret keluar bersama

muntahan lalu An. F dimiringkan assesment (A) : masalah ketidakefektifan

bersihan jalan napas teratasi sebagian. Planning (P): lanjutkan intervensi

B. Pembahasan

Penulis dalam bab ini akan membahas tentang asuhan keperawatan

pada An. A dan An. F dengan fokus studi pengelolaan ketidakefektifan bersihan

jalan napas pada bronkopneumonia di ruang Seruni RSUD Kabupaten

Magelang. Pembahasan meliputi pengkajian, analisa data, intervensi,

implementasi dan evalasi dimulai pada tanggal 7 Februari 2019 sampai tanggal

13 Februari 2019. Penulis juga membahas kesenjangan antara kasus yang

diangkat dengan konsep teori. Penulis memperoleh data pengkajian dari


75

wawancara dengan keluarga klien, observasi, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang serta kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien I (An. A) dilakukan pada hari Kamis, 7 Februari

2018. Data yang diperoleh yaitu ibu klien mengatakan An. A sesak napas dan

batuk berdahak dengan dahak susah dikeluarkan. Auskultasi menunjukan

adanya suara napas tambahan ronchi, respiasi rate 48 x/menit, suhu 38,3º C dan

keadaan umum sedang, ditemukan cyanosis disekitar bibir dan kuku, dan

terpasang nasal canul 2 lpm, sedangkan pengkajian pada klien II (An. F)

dilakukan pada hari Senin, 11 Februari 2018 yaitu hari kedua klien masuk rumah

sakit diperoleh data yaitu ibu klien mengatakan An. F batuk tetapi dahak tidak

dapat dikeluarkan dan pilek, terdengar suara napas tambahan ronchi saat

diauskultasi, respirasi rate 43 x/menit, suhu 36,8º C, SpO2 90 %, keadaan umum

sedang, ditemukan sianosis disekitar bibir dan terpasang nasal canul 0,5 lpm.

Bronkopneumonia merupakan suatu bentuk inflamasi yang terjadi pada

area bronkus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang mengakibatkan

sumbatan respiratorik sehingga terjadi konsolidasi merata ke lobulus yang

berdekatan sehingga penderita mengalami sesak napas (Marcdante, Kliengman,

Jenson, & Behrman, 2016). Kasus yang ditemukan pada An. A dan An. F sesuai

dengan teori yang dikemukakan Riyadi & Sukarmin (2013) bahwa klien dengan

bronkopneumonia menunjukan gejala demam, sesak napas, napas cepat dan

dangkal, sianosis, demam, serta batuk kering dan produktif.


76

Hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh, keadaan umum kedua klien sedang

dengan kesadaran compos mentis. Pemeriksaan hidung terdapat sekret dan tidak ada

polip. Terpasang O2 via nasal kanul 2 liter/menit pada An. A dan O2 via nasal kanul

0,5 liter/menit pada An. F. Pemeriksaan fisik bagian paru-paru kedua klien yaitu

ekspansi dada tampak simetris, tampak penggunaan otot bantu pernapasan, palpasi

vokal fremitus kanan dan kiri sama, perkusi terdengar sonor, auskultasi pada An. A

dan An. F terdengar ronchi saat ekspirasi, hal tersebut sesuai dengan teori Padila

(2013) yang menyatakan bahwa tanda dan gejala bronkopneumonia yaitu adalah

suara napas di atas area yang terkonsolidasi yaitu adanya suara tambahan wheezing

atau ronchi pada paru-paru klien, turgor kulit baik, dan CRT kurang dari dua detik,

An. A dan An. F mengalami sianosis pada daerah kuku dan mulut, hal tersebut

terjadi karena penurunan saturasi oksigen pada darah yang mengalir pada pembuluh

arteri utama, akibat gangguan sistem pernapasan (wijaya & putri, 2013).

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada An. A saat pengkajian didapatkan

data RR 48 x/menit, suhu tubuh 38,3 oC, dan nadi 128 x/menit, SpO2 93%

kemudian tanda tanda vital pada An. F didapatkan data RR 43 x/menit, suhu tubuh

36,8o C, dan nadi 124 x/menit, SpO2 90 %.

Hasil foto rontgen thorax kedua klien menunjukan kesan gambaran

bronkopneumonia, konfigurasi cor normal, dan sistem tulang tak tampak kelainan,

terdapat bercak infiltrat dikedua perihiler dan paracardial (Wijaya & Putri, 2013).

Hasil pemeriksaan darah pada klien I menunjukan hemoglobin 10,8 gr/dl (11,3-

14,1), hematokrit 32,5 % (33-41), MPV 5,53 fl (7,2-11,1), neutrofil segmen rendah

yaitu 25,4 % (50-70), limfosit 61,4 % (25-40) dan monosit yang tinggi yaitu
77

11,3 % (2-8), eosinofil 0,0 % ( 2-4) dan basofil yang tinggi yaitu 1,9 % (0-1).

Pada klien II menunjukan trombosit 450 103 /ul ( 150-450), MPV 5,85 fl (7,1-

11,1) eosinofil 0,9 % ( 2-4), neutrofil segmen rendah yaitu 34,1 % ( 50-70),

limfosit 54,3 % ( 25-40) dan basofil 1,9 % ( 0-1) , serta monosit yang tinggi

yaitu 8,7 % (2-8). Hitung jenis leukosit pada bronkopneumonia seringkali

normal ataupun sedikit meningkat, dengan limfosit predominan. (Marcdante,

Kliengman, Jenson, & Behrman, 2016).

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada An. A pada tanggal 7 Februari 2019

dan An. F pada tanggal 11 Februari 2019 penulis menegakan diagnosa

keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

mukus berlebih ditandai dengan sputum dalam jumlah yang berlebihan, suara

napas tambahan (ronchi) dan batuk tidak efektif. ketidakefektifan bersihan

jalan napas merupakan ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi

dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Batasan

karakteristiknya yaitu sianosis, perubahan pola napas, kesulitan verbalisasi,

dispnea, mata terbuka lebar, ortopnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan.

Faktor yang berhubungan mukus berlebih, benda asing dalam jalan napas,

sekresi yang tertahan, perokok dan perokok pasif. (NANDA, 2018). Klien

dengan pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan napas antara lain batuk,

peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemomptisis, wheezing dan chest pain

(Andromoyo, 2012).
78

Alasan penulis mengangkat diagnosa tersebut yaitu karena inflamasi di

dinding bronkus menyebabkan mukus/eksudat mukupurulen meningkat.

Peningkatan produksi mukus tersebut menyebabkan akumulasi sekret sehingga

terjadi obstruksi di dinding bronkus, jika ketidakefektifan jalan napas tidak

segera ditangani dapat mengakibatkan gagal napas bahkan kematian (Padila,

2013).

3. Intervensi Keperawatan

Tujuan dilakukan asuhan keperawatan pada klien I dan II adalah

masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi setelah 3 x 8 jam dengan

kriteria hasil frekuensi pernapasan normal (30-40 x/menit), mampu

mengeluarkan sekret, tidak ada suara tambahan ronchi dan tidak ada batuk,

saturasi oksigen lebih dari 95 %. (NOC, 2016).

Memenuhi tujuan dan kriteria hasil yang telah disebutkan , intervensi yang

dapat dilakukan yaitu manajemen jalan napas yang terdiri dari monitor status

pernapasan dan tanda-tanda vitalnya, auskultasi suara napas, posisikan klien

untuk meringankan sesak napas, lakukan fisioterapi dada, kelola pemberian

nebulizer, memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas,

serta kolaborasi dengan dokter dalam pemberian program terapi dan pemberian

O2. (NIC, 2016)

4. Implementasi Keperawatan

Menyelesaikan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan

napas pada klien I dan II penulis telah melakukan implementasi sesuai dengan

intervensi keperawatan. Tindakan pertama kali yang dilakukan tanggal 7


79

Februari 2019 yaitu melakukan pengukuran tanda-tanda vital An. A dengan

hasil nadi 128 x/menit, suhu 38,3º C, respirasi rate 48 x/menit. Tindakan juga

dilakukan pada An. F tanggal 11 Februari 2019 dengan hasil nadi 124 x/menit,

suhu 36,8º C, respirasi rate 43 x/menit, SpO2 90 %. Rasional tindakan ini adalah

memonitor potensi terjadinya perkembangan penyakit sehingga bila terjadi

komplikasi yang lebih fatal dapat segera diketahui dan mendapat penanganan

segera (Ardiansyah, 2012).

Tindakan selanjutnya yaitu Memonitor status pernapasan dan

oksigenasi. Rasional tindakan ini adalah untuk mengetahui frekuensi

pernapasan, jenis pernapasan secara umum (Asmadi, 2008). Frekuensi

pernapasan pada An. A dan An. F meningkat sesuai dengan teori yang

dikemukan oleh Ardiansyah (2012) yang menyatakan frekuensi napas pada

klien bronkopneumonia meningkat dari frekuensi pernapasan normal yaitu

diatas 40 x/menit. Frekuensi pernapasan normal pada bayi yaitu berkisar antara

30-40 x/menit ( Rusli, 2017).

Implementasi ketiga yaitu dengan memposisikan klien dengan posisi

semi fowler. Rasional tindakan ini adalah posisi semi fowler membuat oksigen

dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran napas

(Supardi, 2008). Diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam

meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi, dan ekspektorasi

dari sekresi (Ardiansyah, 2012).

Implementasi yang keempat yaitu mengauskultasi suara napas klien.

Suara yang ditimbulkan saat auskultasi pada An. A dan An. F sesuai teori yang
80

dikemukakan Kliegmen, dkk (2016) yaitu suara abnormal dari paru-paru klien

bronkopneumonia pada umumnya yaitu wheezing atau ronchi yang merupakan

hasil dari inflamasi bronkus. Rasional dilakukannya tindakan ini yaitu

mengidentifikasi perubahan bunyi napas (ronchi, wheezing) untuk menentukan

kebutuhan penghisapan lendir (Wijaya & Putri, 2013) dan untuk membantu

membedakan adanya penurunan aliran udara pada area konsolidasi cairan.

Bunyi napas diatas area yang mengalami konsolidasi (Padila, 2013).

Tindakan kelima yang dilakukan yaitu fisioterapi dada, tindakan ini

bertujuan meningkatkan pengeluaran sekret, meningkatkan efisiensi pola

pernapasan, dan membersihkan jalan napas (Andarmoyo, 2012). Rasional

tindakan ini adalah memfasilitasi pencairan dan pengeluaran sekret. Sebelum

dan sesudah fisioterapi dada sebaiknya diberikan cairan (jika tidak terdapat

kontraindikasi), terutama air hangat, hal ini bertujuan untuk memobilisasi dan

mengeksplorasi lendir ( Ardiansyah, 2012).

Tindakan selanjutnya yaitu memberikan bantuan terapi nebulizer.

Nebulizer merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengubah obat yang

berbentuk larutan ke dalam bentuk aerosol yang secara terus menerus dengan

tenaga bantuan gelombang ultrasonik (Wahyuni, 2015). Rasional pemberian

ventolin dengan menggunakan nebulizer untuk menfasilitasi pencairan dan

pengeluaran sekret (Ardiansyah, 2012). Ventolin adalah obat yang digunakan

untuk mengurangi gejala bronkospasme dimana dalam ventolin terdapat

salbutamol sulfat (2,5 mg salbutamol) yang berfungsi mengurangi

bronkospasme. Indikasi asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi
81

saluran napas yaitu refersibel, efek sampingnya sakit kepala, agitasi,lemah,

bingung, pusing, mual, gangguan tidur, palpitasi, iritasi tenggorokan, batuk,

spasme bronkus. (IAI, 2012). Pemberian terapi nebulizer pada An. A dan An.F

dengan dosis ventolin 1 respule (2,5 mg salbutamol) ditambah NaCl 0,9% 2cc.

Tindakan selanjutnya yaitu kolaborasi pemberian terapi obat. Obat

yang diberikan pada An. A dan An. F yaitu amphicilin yang diberikan secara

injeksi intravena (IV). Ampicilin merupakan obat golongan antibiotik yang

termasuk dalam kelompok penisilin untuk mengobati berbagai macam infeksi

bakteri. Cara kerja obat Ampicilin adalah dengan menghambat sintesis dinding

sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih pada ikatan penisilin-protein

(PBPs-protein binding penisilin’s), sehingga menyebabkan penghambatan

pada tahapan akhir transpeptidase sintesis peptidoglikan dalam dinding sel

bakteri, akibatnya sintesis dinding sel terhambat dan sel bakteri menjadi

pecah/lisis (DEPKES, 2015). Rasional pemberian ampicilin adalah

memperbaiki fungsi paru akibat infeksi bakteri, hal tersebut dilakukan saat

klien menunjukan 2 dari 3 tanda, yaitu peningkatan jumlah sputum, dispnea,

dan peningkatan kekentalan sputum (Ikawati, 2011).

Pemberian dosis ampicilin pada An. A dan An. F berbeda. Pemberian

dosis injeksi pada An. A yaitu 175 mg/6jam atau diberikan empat kali dalam

sehari dalam rentang waktu enam jam dan pada An. F yaitu 300 mg/6jam.

pemberian tersebut disesuaikan dengan tingkat keparahan, umur,dan berat

badan klien (Marcdante, Kliengman, Jenson, & Behrman, 2016).


82

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang dilakukan pada hari ke tiga perawatan pada An. A

tanggal 9 Februari 2019 tercapai sebagian dengan hasil subjective (S): ibu klien

mengatakan batuk dan sesak napas An.A berkurang namun dahak masih sulit

dikeluarkan. Objective (O): Nadi 120 x/menit, suhu 36,5º C, respirasi rate 30

x/menit, SpO2 97 %, keadaan umum baik, sudah tidak ditemukan bunyi napas

tambahan ronchi, terpasang nasal canul 2 liter/menit, respon setelah diberikan

fisioterapi dada dahak tidak keluar, setelah nebulizer dahak keluar bersama

muntahan. Assesment (A): masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas

teratasi sebagian. Planning (P): lanjutkan intervensi

Evaluasi yang dilakukan pada hari ke tiga perawatan pada An. F tanggal

13 Februari 2019, tercapai sebagian dengan hasil subjektive ( S ), yaitu ibu klien

mengatakan An. F batuk dan sesak napasnya sudah berkurang namun dahaknya

masih sukar dikeluarkan, Objective (O): nadi 128 x/menit, suhu 37,3 ºC,

respirasi rate 37 x/menit, SpO2 97 % keadaan umum sedang, terpasang O2 via

nasal canul 0,5 liter/menit, bunyi napas tambahan ronchi saat diauskultasi,

respon setelah diberikan fisioterapi dada dahak tidak keluar , terapi nebulizer

satu repsul ditambah NACL 0,9 % 2cc, setelah terapi nebul sekret keluar

bersama muntahan lalu An. F dimiringkan, assesment (A) : masalah

ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian. Planning (P): lanjutkan

intervensi.

Evaluasi adalah tahap menentukan apakah tujuan tercapai atau tidak.

Setelah tindakan keperawatan selama 3 x 8 jam masalah ketidakefektifan


83

bersihan jalan napas teratasi sebagian dengan kriteria hasil yaitu frekuensi

pernapasan normal, frekuensi pernapasan An. A 30 x/menit dan frekuensi

pernapasan An. F 37 x/menit, dimana frekuensi pernapasan normal pada bayi

berkisar 30 x/menit sampai 40 x/menit ( Rusli, 2017).

Saturasi oksigen diatas 95 % ditandai dengan SpO2 97 % pada An. A

dan An. F. Tidak ada Batuk dan sesak napas ditandai dengan berkurangnya

batuk dan sesak napas pada An. A dan An. F. Tidak ada suara napas tambahan

(ronchi), ditandai dengan sudah tidak ditemukannya suara ronchi pada An. A

dan masih ditemukannya ronchi pada An. F. Suara napas normal dihasilkan

dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari laring ke alveoli dengan sifat

bersih, suara napas normal bronkial, bronkovesikuler, vesikuler (Rusli, 2017).

Mampu mengeluarkan sekret, pada kriteria hasil ini kedua klien belum bisa

mengeluarkan sekret.

C. Keterbatasan

Penulisan asuhan keperawatan pada An. A dan An. F dengan

bronkopneumonia di Ruang Seruni RSUD Kabupaten Magelang ini telah

diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan teori namun demikian masih

memiliki keterbatasan antara lain keterbatasan referensi yang membahas

tentang bronkopneumonia, tidak dapat mengelola kasus dalam jangka waktu

yang bersamaan terhadap kedua klien serta tidak dapat memantau klien dalam

waktu 24 jam.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Sesuai dengan asuhan keperawatan pada bronkopneumonia yang telah

dilakukan penulis pada An. A dan An. F di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Magelang tanggal 7-13 Februari 2019 dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian yang didapat pada kedua klien adalah klien terdiagnosa

bronkopneumonia dengan fokus studi ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan mukus berlebih ditandai dengan suara napas

tambahan, sputum dalam jumlah yang berlebihan dan batuk yang tidak

efektif. Hasil pengkajian yang dilakukan pada kedua klien adalah keluhan

utama sesak nafas dan batuk berdahak dengan dahak yang sulit dikeluarkan,

terdengar suara ronchi saat diauskultasi, peningkatan frekuensi pernafasan,

tidak mampu mengeluarkan dahak. Kedua klien belum pernah masuk rumah

sakit sebelumnya dan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat

penyakit seperti klien.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul pada kedua klien yaitu ketidakefektifan

bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus berlebih ditandai dengan

84
85

suara napas tambahan, sputum dalam jumlah yang berlebihan dan batuk yang

tidak efektif.

3. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan untuk ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan mukus berlebih ditandai dengan suara napas tambahan,

sputum dalam jumlah yang berlebihan dan batuk yang tidak efektif yaitu

manajemen jalan napas yang terdiri dari monitor status pernapasan, auskultasi

suara napas, posisikan klien untuk meringankan sesak napas, lakukan

fisioterapi dada, kelola pemberian nebulizer, memonitor kecepatan, irama,

kedalaman dan kesulitan bernapas, serta kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian program terapi dan pemberian O2.

4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan selama 3 x 8 jam sudah sesuai

dengan rencana yang penulis tetapkan. Terdapat perbedaan pemberian dosis

pada kedua klien. Klien I mendapatkan terapi injeksi amphicilin dengan dosis

175 mg/6jam sedangkan klien II mendapatkan terapi injeksi amphicilin dengan

dosis 300 mg/6jam

5. Evaluasi Keperawatan

Hasil evaluasi yang didapatkan selama dilakukan tindakan 3 x 8 jam

asuhan keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas

berhubungan dengan mukus berlebih ditandai dengan suara napas tambahan,

sputum dalam jumlah yang berlebihan dan batuk yang tidak efektif pada kedua
86

klien masalah teratasi sebagian ditandai dengan dahak masih susah keluar pada

klien I dan II serta masih terdengar suara ronchi.

B. Saran

1. Bagi Perawat

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang langsung menangani pasien,

seharusnya lebih jeli dalam mengelola pasien dan memberikan asuhan

keperawatan pada pasien dengan bronkopneumonia sehingga mampu

memenuhi kebutuhan dasar selama perawatan di rumah sakit.

2. Bagi Keluarga

Diharapkan orang tua dapat menerapkan pendidikan kesehatan yang

diberikan perawat khususnya mengenai perawatan terhadap

bronkopneumonia.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil karya tulis ilmiah ini sebagai acuan referensi lain

serta acuan untuk dapat dikembangkan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien bronkopneumonia dengan fokus studi

ketidakefektifan bersihan jalan napas.

4. Bagi Institusi Rumah Sakit

Pihak Rumah Sakit diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

asuhan keperawatan pada klien dengan bronkopneumonia.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Fitri Respati & Nita Nasution. (2015). Buku pintar asuhan

keperawatan bayi dan balita.Yogyakarta : Cakrawala Ilmu.

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi).

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anggreni, Dhonna & Sri Wardhini. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia. Surakarta:

CV kekata Group

Ardiansyah, Muhamad. (2012). Medikal bedah untuk mahasiswa. Jogjakarta:

DIVA press

Arfiana & Lusiana, A. (2016). Asuhan Neonatus Bayi Balita dan Anak Pra Sekolah.

Yogyakarta : Trans Medika

Budiono & Pertami, Sumirah Budi. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:

Bumi Medika.

Bulecheck, dkk. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC) 6th Indonesian

Edition. Indonesia : ELSEVIER

Carpenito, Lynda Juall & Moyet. (2014). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. ( Alih

Bahasa : Fruriolina Ariani & Estu Tiar ). Jakarta : EGC.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah (Dinkes Jateng). (2017). Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah (online). (Http://www.dinkesjatengprov.html) diakses tanggal

17 Desember 2018

Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten

Magelang Tahun 2016, 1–147.

(http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KAB_KOTA_
2016/3371_Jateng_Kota_Magelang_2016.pdf) diakses tanggal 17 Desember

2018

Kemenkes RI. (2018). Data dan Informasi - Profil Kesehatan Indonesia (Data and

Information - Indonesia Health Profil), 1–184. https://doi.org/10.1037/0022-

3514.51.6.1173 diakses tanggal 16 Desember 2018.

Kliegmen, R.M., Stanton, B. F., Schor, N. F., St Geme, J. W. (2016). Nelson

Textbook of Pediatrics Twentieth Edition. Canada : Elsevier

Linarwati, M., Fathoni, A., & Minarsih, M. M. (2016). Studi Deskriptif Pelatihan

dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Serta Penggunaan Metode

Behavioral Event Interview dalam Merekrut Karyawan Baru di Bank Mega

Cabang Kudus. Journal of Management, 2(2), 1–19.

https://doi.org/10.1016/j.bpc.2013.02.004. Diakses tanggal 28 Desember 2018

pukul 17.56 WIB

Marcdante ,dkk. (2018). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi Update

Keenam. Singapore: ELSEVIER.

Marni, (2014). Asuhan Keperawatan Anak Sakit dengan Gangguan Pernapasan.

Yogyakarta: Gosyen Publishing

Moorhead, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesian

Edition. Indonesia : ELSEVIER

Nanda Internasional. (2018). Nanda International Inc. Diagnosa Keperawatan

Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi – 11. Jakarta : EGC


Ngemba, H. R., & Habibu, R. (2015). Model Inferensi Sistem Pendukung

Keputusan Pathway Klinik Asuhan Keperawatan Bronchopneumonia, (3),

1–10. Diakses tanggal 30 Desember 2018.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Potter  Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental of Nursing Fundamental

Keperawatan Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika

Putriyana, Mega. (2015). Sistem Respiratori. (Online),

https://megaputriyana0912.wordpress.com/author/megaputriyana/ diakses

tanggal 17 Januari 2019

Rekam Medis RSUD Kabupaten Magelang. (2018). Rekapitulasi Pasien dengan

bronchonpneumonia tahun 2016 dan 2017. Magelang : RSUD Kabupaten

Magelang

Ridha, Nabiel. (2017). Buku Ajar Keperawatan Anak . Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Riyadi, Sujono. (2009). Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu

Syaifuddin, H. (2013). Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk

Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC

Sujarweni,V. Wiratna. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan.Yogyakarta :

Gava Media.

WHO. (2016). Pneumonia (online) (https://www.who.int/news-room/fact-

sheets/detail/pneumonia diakses tanggal 16 Desember 2018 jam 19.10 WIB


INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

Hubungan dengan klien :

Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU untuk menjadikan

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Sebagai responden dalam studi kasus Asuhan Keperawatan Klien Bronkiolitis

dengan Fokus Studi Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung.

Temanggung, 7 Februari 2019

Yang membuat pernyataan,

(........................................ .)
INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Jenis kelamin :

Umur :

Alamat :

Hubungan dengan klien :

Menyatakan SETUJU/TIDAK SETUJU untuk menjadikan

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Alamat :

Sebagai responden dalam studi kasus Asuhan Keperawatan Klien Bronkiolitis

dengan Fokus Studi Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung.

Temanggung,11 Februari 2019

Yang membuat pernyataan,

(........................................ .)

Anda mungkin juga menyukai