Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BRONKOPNEUMONIA DENGAN FOKUS

STUDI PENGELOLAAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS PADA


AN. A DAN AN. F DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN MAGELANG

NURSING CARE OF BRONCOPNEUMONIA CLIENTS WITH STUDY


FOCUS OF INFECTIVE AIRWAY CLEARANCE MANAGEMENT IN AN. A
AND AN. F IN THE REGIONAL GENERAL HOSPITAL
MAGELANG DISTRICT

1) Riawan Satriantoro 2) Hermani Triredjeki,S.kep,Ns,M.Kes 3) Tulus Puji H,


S.Kep, Ns, M.Kes
1) Mahasiswa program studi D III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
2) Dosen jurusan keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

Email : tianiskandar48@gmail.com

Jurusan Keperawatan : Poltekkes Kemenkes Semarang

Jl. Tirto Agung, Pedalangan, Banyumanik, Semarang

ABSTRAK

Bronkopneumina adalah suatu peradangan atau inflamasi paru-paru yang dimulai dari
bronkus dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan disekitarnya disebabkan oleh virus,
bakteri, jamur dan benda asing yang dapat menyebabkan pembentukan bercak pada lobus
sehingga produksi mukus berlebih dan menjadikan bersihan jalan napas menjadi tidak efektif.
Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan penatalaksanaan klien bronkopneumonia dengan
ketidakefektifan bersihan jalan napas. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu
mengambarkan kasus kelolaan secara sistematis dengan dua responden. Hasil evaluasi yang
didapatkan selama dilakukan tindakan 3 x 8 jam pada kedua klien masalah teratasi sebagian
ditandai dengan masih terdengar suara ronchi.
Kata kunci : bronkopneumonia, jalan napas tidak efektif.

ABSTRACT

Bronchopneumina is an inflammation of the lungs that starts from the bronchi and
extends to the lung parenchyma adjacent to it caused by viruses, bacteria, fungi and foreign
matter which can cause the formation of patches in the lobe resulting in excessive mucus
production and making the airway clean ineffective. The purpose of this study is to describe
the management of bronchopneumonia clients with the ineffectiveness of airway clearance.
The method used is descriptive method is describing the case of managed in a systematic
manner with two respondents. The evaluation results obtained during the 3 x 8- hour action on
the two clients the problem was resolved partly marked by the still sounding ronchi
Keywords: bronchopneumonia, ineffective airway.

Anak merupakan anugerah terindah sekaligus aset berharga bagi masa depan bangsa.
Anak termasuk individu yang sangat rentan terkena penyakit akut yang disebabkan oleh virus,
bakteri maupun jamur. Infeksi pernapasan merupakan salah satu penyakit akut yang paling
banyak menjangkit anak-anak. Salah satu infeksi tersebut yaitu bronchopneumonia.
Menurut Wulandari & Erawati (2016), pneumonia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, berdasarkan kuman penyebab serta berdasarkan
prediksi infeksi. Klasifikasi pneumonia berdasar prediksi infeksi dibagi menjadi dua yaitu
pneumonia lobaris dan bronchopneumonia. Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis
pneumonia yang terjadi pada area bronkus.
Berdasarkan data WHO dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, pneumonia
merupakan salah satu bentuk infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang menyebabkan
banyak kematian anak diseluruh dunia dan juga Indonesia. WHO (2016), menyebutkan
pneumonia menyumbang 16 % dari semua kematian anak-anak dibawah 5 tahun, menewaskan
920.136 anak pada tahun 2015. Kemenkes RI (2018) menyebutkah bahwa Cakupan penemuan
pneumonia pada balita di Indonesia tahun 2016 sebanyak 568.146 kasus, dengan jumlah
kematian sebesar 0,22% (1220). Tahun 2017 cakupan penemuan pneumonia pada balita
sebanyak 511.434 dengan jumlah kematian 0,34 % ( 1.739). Angka kematian akibat pneumonia
pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,56 % dibandingkan dengan kelompok anak
umur 1 sampai 4 tahun sebesar 0.23 %.

Penemuan dan penanganan penderita bronchopneumonia pada balita di Jawa Tengah


tahun 2017 sebesar 50,50 % (24.687) dari 48.885 kasus, menurun dibandingkan capaian tahun
2016 yaitu 54,3 % (28.856) dari 53.142 kasus. (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2017).
Jumlah balita di Kabupaten magelang sebanyak 92.248 dengan prosentase balita dengan
bronchopneumonia ditangani tahun 2016 sebanyak 7.070 atau 76,64% dari perkiraan jumlah
kasus sebanyak 9.225 kasus. (Profil Kesehatan Kabupaten Magelang, 2016). Angka penderita
bronkopneumonia di RSUD Kabupaten Magelang pada tahun 2016 sebanyak 56 kasus dan
pada tahun 2017 meningkat menjadi 93 kasus. ( Rekam Medik RSUD Kabupaten Magelang,
2017 ). Terjadinya bronkopneumoni diawali dangan adanya peradangan paru yang terjadi pada
bronchus dan sering kali didahului oleh infeksi pada saluran pernapasan bagian atas selama
beberapa hari oleh salah satu agen virus, bakteri, protzoa, jamur dan bahan kimia. (Wulandari
& Erawati, 2016).

Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang terjadi pada bronkopneumonia diakibatkan


karena adanya produksi mukus yang berlebih pada area bronkus. Obstruksi yang ditimbulkan
menyebabkan pasokan oksigen dari luar tubuh ke paru berkurang sehingga klien mengeluh
sesak. Penanganan ketidakefektifan jalan napas jika tidak segera ditangani dapat mengakibatka
gagal napas bahkan kematian (Padila, 2013). Padila (2013) dalam Asuhan Keperawatan
Penyakit Dalam menyebutkan penanganan ketidakefektifan bersihan jalan napas pada
bronkopneumonia dapat ditangani dengan pemberian terapi oksigen yang adekuat,
membersihkan jalan napas yang tersumbat, mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal,
serta pemberian nutrisi yang adekuat

TUJUAN pengelolaan ketidakefektifan bersihan jalan


napas pada bronchopneumonia.
mendiskripsikan penatalaksanaan klien
bronkopneumonia dengan ketidakefektifan METODE
bersihan jalan napas secara komprehensif
Metode yang digunakan dalam studi kasus
MANFAAT
ini adalah metode deskriptif. Metode
Mendiskripsikan penatalaksanaan klien deskriptif adalah metode yang memusatkan
bronkopneumonia dengan ketidakefektifan perhatian kepada pemecahan masalah-
bersihan jalan napas. Meningkatkan masalah aktual sebagaimana adanya pada
pengetahuan dan pemahaman masyarakat saat penelitian dilaksanakan (Linarwati,
mengenai bronkopneumonia pada anak Fathoni, & Minarsih, 2016). Metode
dengan pengelolaan ketidakefektifan deskriptif bertujuan untuk memaparkan
bersihan jalan napas. Sebagai penelitian peristiwa yang sering terjadi secara
pendahuluan untuk mengawali penelitian sistematis, aktual dan akurat. Metode
lebih lanjut tentang pengelolaan deskriptif dilakukan secara sistematik dan
ketidakefektifan bersihan jalan napas pada lebih menekankan pada data faktual
bronchopneumonia. Memperoleh daripada penyimpulan masalah yang
pengalaman dalam melaksanakan aplikasi dipilih yaitu Asuhan Keperawatan Klien
riset keperawatan ditatanan pelayanan Bronkopneumonia Dengan Fokus Studi
keperawatan, khususnya penelitian tentang Pengelolaan Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas. Penelitian ini menggunakan 43 x/menit, suhu 36,8º C, SpO2 90 %,
dua responden (klien), dimana memiliki keadaan umum sedang, ditemukan
kriteria klien bersedia menjadi responden, sianosis disekitar bibir dan terpasang
terdiagnosa bronkopneumonia berumur 0- nasal canul 0,5 lpm. Bronkopneumonia
12 bulan rawat inap di RSUD Kabupaten merupakan suatu bentuk inflamasi
Magelang. yang terjadi pada area bronkus dan
memicu produksi eksudat
Pelaksanaan studi kasus di RSUD
mukopurulen yang mengakibatkan
Kabupaten Magelang dilaksanakan tanggal
sumbatan respiratorik sehingga terjadi
7 Februari 2019 sampai dengan 13 Februari
konsolidasi merata ke lobulus yang
2019.
berdekatan sehingga penderita
HASIL DAN PEMBAHASAN mengalami sesak napas (Marcdante,
Kliengman, Jenson, & Behrman,
1. Pengkajian
2016). Kasus yang ditemukan pada An.
Pengkajian pada klien I (An. A) A dan An. F sesuai dengan teori yang
dilakukan pada hari Kamis, 7 Februari dikemukakan Riyadi & Sukarmin
2018. Data yang diperoleh yaitu ibu (2013) bahwa klien dengan
klien mengatakan An. A sesak napas bronkopneumonia menunjukan gejala
dan batuk berdahak dengan dahak demam, sesak napas, napas cepat dan
susah dikeluarkan. Auskultasi dangkal, sianosis, demam, serta batuk
menunjukan adanya suara napas kering dan produktif. Hasil
tambahan ronchi, respiasi rate 48 pemeriksaan fisik yang diperoleh,
x/menit, suhu 38,3º C dan keadaan keadaan umum kedua klien sedang
umum sedang, ditemukan cyanosis dengan kesadaran compos mentis.
disekitar bibir dan kuku, dan terpasang Pemeriksaan hidung terdapat sekret
nasal canul 2 lpm, sedangkan dan tidak ada polip. Terpasang O2 via
pengkajian pada klien II (An. F) nasal kanul 2 liter/menit pada An. A
dilakukan pada hari Senin, 11 Februari dan O2 via nasal kanul 0,5 liter/menit
2018 yaitu hari kedua klien masuk pada An. F. Pemeriksaan fisik bagian
rumah sakit diperoleh data yaitu ibu paru-paru kedua klien yaitu ekspansi
klien mengatakan An. F batuk tetapi dada tampak simetris, tampak
dahak tidak dapat dikeluarkan dan penggunaan otot bantu pernapasan,
pilek, terdengar suara napas tambahan palpasi vokal fremitus kanan dan kiri
ronchi saat diauskultasi, respirasi rate sama, perkusi terdengar sonor,
auskultasi pada An. A dan An. F pemeriksaan darah pada klien I
terdengar ronchi saat ekspirasi, hal menunjukan hemoglobin 10,8 gr/dl
tersebut sesuai dengan teori Padila (11,3-14,1), hematokrit 32,5 % (33-
(2013) yang menyatakan bahwa tanda 41), MPV 5,53 fl (7,2-11,1), neutrofil
dan gejala bronkopneumonia yaitu segmen rendah yaitu 25,4 % (50-70),
adalah suara napas di atas limfosit 61,4 % (25-40) dan monosit
yang tinggi yaitu
area yang terkonsolidasi yaitu adanya
suara tambahan wheezing atau ronchi 11,3 % (2-8), eosinofil 0,0 % ( 2-4) dan
pada paru-paru klien, turgor kulit baik, basofil yang tinggi yaitu 1,9 % (0-1).
dan CRT kurang dari dua detik, An. A Pada klien II menunjukan trombosit
dan An. F mengalami sianosis pada 450 103 /ul ( 150-450), MPV 5,85 fl
daerah kuku dan mulut, hal tersebut (7,1-11,1) eosinofil 0,9 % ( 2-4),
terjadi karena penurunan saturasi neutrofil segmen rendah yaitu 34,1 % (
oksigen pada darah yang mengalir pada 50-70), limfosit 54,3 % ( 25-40) dan
pembuluh arteri utama, akibat basofil 1,9 % ( 0-1) , serta monosit
gangguan sistem pernapasan (wijaya & yang tinggi yaitu 8,7 % (2-8). Hitung
putri, 2013). jenis leukosit pada bronkopneumonia
seringkali normal ataupun sedikit
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
meningkat, dengan limfosit
pada An. A saat pengkajian didapatkan
predominan. (Marcdante, Kliengman,
data RR 48 x/menit, suhu tubuh 38,3
o
Jenson, & Behrman, 2016).
C, dan nadi 128 x/menit, SpO2 93%
kemudian tanda tanda vital pada An. F 2. Diagnosa
didapatkan data RR 43 x/menit, suhu Berdasarkan hasil pengkajian
tubuh 36,8o C, dan nadi 124 x/menit, pada An. A pada tanggal 7 Februari
SpO2 90 %. 2019 dan An. F pada tanggal 11
Februari 2019 penulis menegakan
Hasil foto rontgen thorax kedua klien
diagnosa keperawatan yaitu
menunjukan kesan gambaran
ketidakefektifan bersihan jalan napas
bronkopneumonia, konfigurasi cor
berhubungan dengan mukus berlebih
normal, dan sistem tulang tak tampak
ditandai dengan sputum dalam jumlah
kelainan, terdapat bercak infiltrat
yang berlebihan, suara napas tambahan
dikedua perihiler dan paracardial
(ronchi) dan batuk tidak efektif.
(Wijaya & Putri, 2013). Hasil
ketidakefektifan bersihan jalan napas
merupakan ketidakmampuan 3. Intervensi Keperawatan
membersihkan sekresi atau Tujuan dilakukan asuhan
obstruksi dari saluran napas untuk keperawatan pada klien I dan II
mempertahankan bersihan jalan adalah masalah ketidakefektifan
napas. Batasan karakteristiknya bersihan jalan napas teratasi setelah
yaitu sianosis, perubahan pola 3 x 8 jam dengan kriteria hasil
napas, kesulitan verbalisasi, frekuensi pernapasan normal (30-40
dispnea, mata terbuka lebar, x/menit), mampu mengeluarkan
ortopnea, sputum dalam jumlah sekret, tidak ada suara tambahan
yang berlebihan. Faktor yang ronchi dan tidak ada batuk, saturasi
berhubungan mukus berlebih, benda oksigen lebih dari 95 %. (NOC,
asing dalam jalan napas, sekresi 2016). Memenuhi tujuan dan
yang tertahan, perokok dan perokok kriteria hasil yang telah disebutkan ,
pasif. (NANDA, 2018). Klien intervensi yang dapat dilakukan
dengan pengelolaan yaitu manajemen jalan napas yang
ketidakefektifan bersihan jalan terdiri dari monitor status
napas antara lain batuk, peningkatan pernapasan dan tanda-tanda
produksi sputum, dyspnea, vitalnya, auskultasi suara napas,
hemomptisis, wheezing dan chest posisikan klien untuk meringankan
pain (Andromoyo, 2012). Alasan sesak napas, lakukan fisioterapi
penulis mengangkat diagnosa dada, kelola pemberian nebulizer,
tersebut yaitu karena inflamasi di memonitor kecepatan, irama,
dinding bronkus menyebabkan kedalaman dan kesulitan bernapas,
mukus/eksudat mukupurulen serta kolaborasi dengan dokter
meningkat. Peningkatan produksi dalam pemberian program terapi
mukus tersebut menyebabkan dan pemberian O2. (NIC, 2016).
akumulasi sekret sehingga terjadi 4. Implementasi Keperawatan
obstruksi di dinding bronkus, jika Menyelesaikan masalah
ketidakefektifan jalan napas tidak keperawatan ketidakefektifan
segera ditangani dapat bersihan jalan napas pada klien I
mengakibatkan gagal napas bahkan dan II penulis telah melakukan
kematian (Padila, 2013). implementasi sesuai dengan
intervensi keperawatan. Tindakan
pertama kali yang dilakukan tanggal
7 Februari 2019 yaitu melakukan adalah posisi semi fowler membuat
pengukuran tanda-tanda vital An. A oksigen dalam paru-paru semakin
dengan hasil nadi 128 x/menit, suhu meningkat sehingga memperingan
38,3º C, respirasi rate 48 x/menit. kesukaran napas (Supardi, 2008).
Tindakan juga dilakukan pada An. F Diafragma yang lebih rendah akan
tanggal 11 Februari 2019 dengan membantu dalam meningkatkan
hasil nadi 124 x/menit, suhu 36,8º ekspansi dada, pengisian udara,
C, respirasi rate 43 x/menit, SpO2 90 mobilisasi, dan ekspektorasi dari
%. Rasional tindakan ini adalah sekresi (Ardiansyah, 2012).
memonitor potensi terjadinya Implementasi yang keempat yaitu
perkembangan penyakit sehingga mengauskultasi suara napas klien.
bila terjadi komplikasi yang lebih Suara yang ditimbulkan saat
fatal dapat segera diketahui dan auskultasi pada An. A dan An. F
mendapat penanganan segera sesuai teori yang dikemukakan
(Ardiansyah, 2012). Kliegmen, dkk (2016) yaitu suara
Tindakan selanjutnya yaitu abnormal dari paru-paru klien
Memonitor status pernapasan dan bronkopneumonia pada umumnya
oksigenasi. Rasional tindakan ini yaitu wheezing atau ronchi yang
adalah untuk mengetahui frekuensi merupakan hasil dari inflamasi
pernapasan, jenis pernapasan secara bronkus. Rasional dilakukannya
umum (Asmadi, 2008). Frekuensi tindakan ini yaitu mengidentifikasi
pernapasan pada An. A dan An. F perubahan bunyi napas (ronchi,
meningkat sesuai dengan teori yang wheezing) untuk menentukan
dikemukan oleh Ardiansyah (2012) kebutuhan penghisapan lendir
yang menyatakan frekuensi napas (Wijaya & Putri, 2013) dan untuk
pada klien bronkopneumonia membantu membedakan adanya
meningkat dari frekuensi penurunan aliran udara pada area
pernapasan normal yaitu diatas 40 konsolidasi cairan. Bunyi napas
x/menit. Frekuensi pernapasan diatas area yang mengalami
normal pada bayi yaitu berkisar konsolidasi (Padila, 2013).
antara 30-40 x/menit ( Rusli, 2017). Tindakan kelima yang dilakukan
Implementasi ketiga yaitu dengan yaitu fisioterapi dada, tindakan ini
memposisikan klien dengan posisi bertujuan meningkatkan
semi fowler. Rasional tindakan ini pengeluaran sekret, meningkatkan
efisiensi pola pernapasan, dan sampingnya sakit kepala,
membersihkan jalan napas agitasi,lemah, bingung, pusing,
(Andarmoyo, 2012). Rasional mual, gangguan tidur, palpitasi,
tindakan ini adalah memfasilitasi iritasi tenggorokan, batuk, spasme
pencairan dan pengeluaran sekret. bronkus. (IAI, 2012). Pemberian
Sebelum dan sesudah fisioterapi terapi nebulizer pada An. A dan
dada sebaiknya diberikan cairan An.F dengan dosis ventolin 1
(jika tidak terdapat kontraindikasi), respule (2,5 mg salbutamol)
terutama air hangat, hal ini ditambah NaCl 0,9% 2cc.
bertujuan untuk memobilisasi dan Tindakan selanjutnya yaitu
mengeksplorasi lendir ( kolaborasi pemberian terapi obat.
Ardiansyah, 2012). Obat yang diberikan pada An. A dan
Tindakan selanjutnya yaitu An. F yaitu amphicilin yang
memberikan bantuan terapi diberikan secara injeksi intravena
nebulizer. Nebulizer merupakan (IV). Ampicilin merupakan obat
suatu alat yang digunakan untuk golongan antibiotik yang termasuk
mengubah obat yang berbentuk dalam kelompok penisilin untuk
larutan ke dalam bentuk aerosol mengobati berbagai macam infeksi
yang secara terus menerus dengan bakteri. Cara kerja obat Ampicilin
tenaga bantuan gelombang adalah dengan menghambat sintesis
ultrasonik (Wahyuni, 2015). dinding sel bakteri dengan mengikat
Rasional pemberian ventolin satu atau lebih pada ikatan penisilin-
dengan menggunakan nebulizer protein (PBPs-protein binding
untuk menfasilitasi pencairan dan penisilin’s), sehingga menyebabkan
pengeluaran sekret (Ardiansyah, penghambatan pada tahapan akhir
2012). Ventolin adalah obat yang transpeptidase sintesis
digunakan untuk mengurangi gejala peptidoglikan dalam dinding sel
bronkospasme dimana dalam bakteri, akibatnya sintesis dinding
ventolin terdapat salbutamol sulfat sel terhambat dan sel bakteri
(2,5 mg salbutamol) yang berfungsi menjadi pecah/lisis (DEPKES,
mengurangi bronkospasme. 2015). Rasional pemberian
Indikasi asma dan kondisi lain yang ampicilin adalah memperbaiki
berkaitan dengan obstruksi saluran fungsi paru akibat infeksi bakteri,
napas yaitu refersibel, efek hal tersebut dilakukan saat klien
menunjukan 2 dari 3 tanda, yaitu napas teratasi sebagian. Planning
peningkatan jumlah sputum, (P): lanjutkan intervensi
dispnea, dan peningkatan Evaluasi yang dilakukan pada hari
kekentalan sputum (Ikawati, 2011). ke tiga perawatan pada An. F
Pemberian dosis ampicilin pada An. tanggal 13 Februari 2019, tercapai
A dan An. F berbeda. Pemberian sebagian dengan hasil subjektive ( S
dosis injeksi pada An. A yaitu 175 ), yaitu ibu klien mengatakan An. F
mg/6jam atau diberikan empat kali batuk dan sesak napasnya sudah
dalam sehari dalam rentang waktu berkurang namun dahaknya masih
enam jam dan pada An. F yaitu 300 sukar dikeluarkan, Objective (O):
mg/6jam. pemberian tersebut nadi 128 x/menit, suhu 37,3 ºC,
disesuaikan dengan tingkat respirasi rate 37 x/menit, SpO2 97
keparahan, umur,dan berat badan % keadaan umum sedang,
klien (Marcdante, Kliengman, terpasang O2 via nasal canul 0,5
Jenson, & Behrman, 2016). liter/menit, bunyi napas tambahan
5. Evaluasi ronchi saat diauskultasi, respon
Evaluasi yang dilakukan pada hari setelah diberikan fisioterapi dada
ke tiga perawatan pada An. A dahak tidak keluar , terapi nebulizer
tanggal 9 Februari 2019 tercapai satu repsul ditambah NACL 0,9 %
sebagian dengan hasil subjective 2cc, setelah terapi nebul sekret
(S): ibu klien mengatakan batuk dan keluar bersama muntahan lalu An. F
sesak napas An.A berkurang namun dimiringkan, assesment (A) :
dahak masih sulit dikeluarkan. masalah ketidakefektifan bersihan
Objective (O): Nadi 120 x/menit, jalan napas teratasi sebagian.
suhu 36,5º C, respirasi rate 30 Planning (P): lanjutkan intervensi.
x/menit, SpO2 97 %, keadaan umum Evaluasi adalah tahap menentukan
baik, sudah tidak ditemukan bunyi apakah tujuan tercapai atau tidak.
napas tambahan ronchi, terpasang Setelah tindakan keperawatan
nasal canul 2 liter/menit, respon selama 3 x 8 jam masalah
setelah diberikan fisioterapi dada ketidakefektifan bersihan jalan
dahak tidak keluar, setelah napas teratasi sebagian dengan
nebulizer dahak keluar bersama kriteria hasil yaitu frekuensi
muntahan. Assesment (A): masalah pernapasan normal, frekuensi
ketidakefektifan bersihan jalan pernapasan An. A 30 x/menit dan
frekuensi pernapasan An. F 37 Andarmoyo, Sulistyo. (2012).
x/menit, dimana frekuensi Kebutuhan Dasar Manusia
pernapasan normal pada bayi (Oksigenasi). Yogyakarta: Graha
berkisar 30 x/menit sampai 40 Ilmu.
x/menit ( Rusli, 2017). Anggreni, Dhonna & Sri Wardhini.
Saturasi oksigen diatas 95 % (2017). Kebutuhan Dasar Manusia.
ditandai dengan SpO2 97 % pada Surakarta: CV kekata Group
An. A dan An. F. Tidak ada Batuk Ardiansyah, Muhamad. (2012).
dan sesak napas ditandai dengan Medikal bedah untuk mahasiswa.
berkurangnya batuk dan sesak Jogjakarta: DIVA press
napas pada An. A dan An. F. Tidak Arfiana & Lusiana, A. (2016).
ada suara napas tambahan (ronchi), Asuhan Neonatus Bayi Balita dan
ditandai dengan sudah tidak Anak Pra Sekolah. Yogyakarta :
ditemukannya suara ronchi pada Trans Medika
An. A dan masih ditemukannya Budiono & Pertami, Sumirah Budi.
ronchi pada An. F. Suara napas (2016). Konsep Dasar
normal dihasilkan dari getaran Keperawatan. Jakarta: Bumi
udara ketika melalui jalan napas Medika.
dari laring ke alveoli dengan sifat Bulecheck, dkk. (2013). Nursing
bersih, suara napas normal bronkial, Intervention Classification (NIC) 6th
bronkovesikuler, vesikuler (Rusli, Indonesian Edition. Indonesia :
2017). Mampu mengeluarkan ELSEVIER
sekret, pada kriteria hasil ini kedua Carpenito, Lynda Juall & Moyet.
klien belum bisa mengeluarkan (2014). Buku Saku Diagnosa
sekret. Keperawatan. ( Alih Bahasa :
Fruriolina Ariani & Estu Tiar ).
DAFTAR PUSTAKA Jakarta : EGC.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah
Ambarwati, Fitri Respati & Nita
(Dinkes Jateng). (2017). Profil
Nasution. (2015). Buku pintar
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
asuhan keperawatan bayi dan
(online).
balita.Yogyakarta : Cakrawala
(Http://www.dinkesjatengprov.html
Ilmu.
) diakses tanggal 17 Desember 2018
Dinas Kesehatan Kabupaten Marcdante ,dkk. (2018). Nelson
Magelang. (2016). Profil Kesehatan Ilmu Kesehatan Anak Esensial edisi
Kabupaten Magelang Tahun 2016, Update Keenam. Singapore:
1–147. ELSEVIER.
(http://www.depkes.go.id/resources Marni, (2014). Asuhan
/download/profil/PROFIL_KAB_K Keperawatan Anak Sakit dengan
OTA_2016/3371_Jateng_Kota_Ma Gangguan Pernapasan.
gelang_2016.pdf) diakses tanggal
Yogyakarta: Gosyen Publishing
17 Desember 2018
Moorhead, dkk. (2013). Nursing
Kemenkes RI. (2018). Data dan
Outcomes Classification (NOC) 5th
Informasi - Profil Kesehatan
Indonesian Edition. Indonesia :
Indonesia (Data and Information -
ELSEVIER
Indonesia Health Profil), 1–184.
Nanda Internasional. (2018). Nanda
https://doi.org/10.1037/0022-
International Inc. Diagnosa
3514.51.6.1173 diakses tanggal 16
Keperawatan Definisi & Klasifikasi
Desember 2018.
2018-2020 Edisi – 11. Jakarta : EGC
Kliegmen, R.M., Stanton, B. F.,
Ngemba, H. R., & Habibu, R. (2015).
Schor, N. F., St Geme, J. W. (2016).
Model Inferensi Sistem Pendukung
Nelson Textbook of Pediatrics Keputusan Pathway Klinik Asuhan
Twentieth Edition. Canada : Keperawatan Bronchopneumonia, (3),
Elsevier 1–10. Diakses tanggal 30 Desember
Linarwati, M., Fathoni, A., & 2018.
Minarsih, M. M. (2016). Studi Padila. (2013). Asuhan
Deskriptif Pelatihan dan Keperawatan Penyakit Dalam.
Pengembangan Sumberdaya Yogyakarta : Nuha Medika
Manusia Serta Penggunaan Metode Potter  Perry. (2010). Buku Ajar
Behavioral Event Interview dalam Fundamental of Nursing
Merekrut Karyawan Baru di Bank Fundamental Keperawatan Edisi 7.
Mega Cabang Kudus. Journal of Jakarta : Salemba Medika
Management, 2(2), 1–19. Putriyana, Mega. (2015). Sistem
https://doi.org/10.1016/j.bpc.2013. Respiratori. (Online),
02.004. Diakses tanggal 28 https://megaputriyana0912.wordpre
Desember 2018 pukul 17.56 WIB ss.com/author/megaputriyana/
diakses tanggal 17 Januari 2019
Rekam Medis RSUD Kabupaten
Magelang. (2018). Rekapitulasi
Pasien dengan bronchonpneumonia
tahun 2016 dan 2017. Magelang :
RSUD Kabupaten Magelang
Ridha, Nabiel. (2017). Buku Ajar
Keperawatan Anak . Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Riyadi, Sujono. (2009). Asuhan
Keperawatan pada Anak.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Syaifuddin, H. (2013). Anatomi
Fisiologi : Kurikulum Berbasis
Kompetensi untuk Keperawatan dan
Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC
Sujarweni,V. Wiratna. (2014).
Metodologi Penelitian
Keperawatan.Yogyakarta : Gava
Media.
WHO. (2016). Pneumonia (online)
(https://www.who.int/news-
room/fact-
sheets/detail/pneumonia diakses
tanggal 16 Desember 2018 jam
19.10 WIB

Anda mungkin juga menyukai