Anda di halaman 1dari 62

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

R DENGAN MASALAH
BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA KASUS
BRONKOPNEUMONIA DIRUANG CEMPAKA
RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

LUTFI FATIKASARI, S.Kep


2011040103

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada

parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai

alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak – anak dan balita, yang disebabkan

oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah

penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering

merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan

tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak – anak

dan orang dewasa (Bradley et. al., 2011 dalam Hardiyanti & Solikhah, 2018).

Pneumonia merupakan penyakit utama kematian balita di dunia. Penyakit ini

menyumbang 15% dari seluruh kematian anak dibawah 5 tahun, yang menyebabkan

kematian pada 808.694 balita pada tahun 2017 (WHO, 2019). Di Indonesia penderita

pneumonia balita pada tahun 2016 mencapai 503.738 kasus (57,84%) dan menyebabkan

kematian sebanyak 10 balita karena pneumonia (Kemenkes RI, 2017). Penderita

pneumonia balita di Jawa Tengah tahun 2016 sebesar 20.662 kasus (17,49%)

(Kemenkes, 2017). Penderita pneumonia balita di Kabupaten Purbalingga pada tahun

2018 ditemukan 1.787 kasus atau 61,40% (Dinkes Purbalingga, 2018).

Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia mengakibatkan

produksi sekret meningkat sampai menimbulkan manifestasi klinis yang ada sehingga

muncul masalah dan salah satu masalah tersebut adalah bersihan jalan nafas tidak efektif.

bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan keadaan dimana individu tidak mampu

mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas.
Karakteristik dari bersihan jalan nafas tidak efektif adalah batuk dengan akumuasi

sputum, sesak, suara nafas abnormal atau ronchi. Apabila masalah bersihan jalan nafas

ini tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih berat seperti

pasien akan mengalami sesak nafas yang hebat bahkan bisa menimbulkan kematian

(Potter dan Perry, 2010).

Aromaterapi merupakan salah satu terapi non farmakologi atau komplementer

untuk mengatasi bersihan jalan nafas. Aromaterapi merupakan tindakan terapuetik

dengan menggunakan minyak esensial yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan

fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Aromaterapi peppermint adalah suatu

penyembuhan yang berasal dari alam dengan menggunakan peppermint sebagai bahan

baku. Peppermint mengandung menthol sehingga sering digunakan sebagai bahan baku

obat flu. Aroma terapi menthol yang terdapat pada peppermint memiliki inflamasi,

sehingga nantinya akan membuka saluran pernafasan. Selain itu, peppermint juga akan

mengobati infeksi akibat serangan bakteri karena peppermint memiliki sifat anti bakteri.

Peppermint akan melonggarkan bronkus sehingga akan melancarkan pernafasan. Untuk

melegakan pernafasan bisa menghirup peppermint secara langsung (Siswantoro, 2015).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Paraira et al (2013), dengan

judul The Effect of inhaled menthol on upper airway resistance in humans: A

randomized controlled crossover study, didapatkan hasil bahwa menthol atau mint dapat

menurunkan dyspnea atau sesak napas yang dilakukan pada 10 responden dengan

gangguan saluran pernapasan atas. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ferari (2016),

bahwa inhalasi dengan menggunakan daun mint dapat menurunkan tingkat kontrol asma,

hal ini dilihat dari perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan.

Berdasarkan data diatas menunjukkan tingginya angka penderita penyakit

penumonia, terbukti dari tingkat dunia sampai pada tingkat daerah khususnya di daerah
Purbalingga pada tahun 2018 penyakit pneumonia pada balita mengalami peningkatan,

oleh sebab itu sebagai tenaga kesehatan khususnya keperawatan sangat perlu untuk

memberikan upaya untuk kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif guna menekan jumlah penderita penyakit saluran pernafasan khususnya

bronkopneumonia dan meningkatkan derajat kesehatan, oleh karena itu penulis tertarik

untuk memberikan Asuhan Keperawatan Anak dengan masalah Bersihan Jalan Nafas

Tidak Efektif pada kasus Bronkopneumonia di Ruang Cempaka RSUD dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut

“Bagaimana Proses Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Bersihan Jalan Nafas

Tidak Efektif Pada Kasus Bronkopneumonia Di Ruang Cempaka RSUD dr. R Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga”?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Bersihan

Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Kasus Bronkopneumonia Di Ruang Cempaka RSUD

dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk melihat gambaran Asuhan Keperawatan Anak Dengan Masalah Bersihan

Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Kasus Bronkopneumonia Di Ruang Cempaka

RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

b. Untuk melihat perbedaan pengaruh pemberian Aromaterapi Peppermint Oil

sebelum dan sesudan dilakukan intervensi pada pasien anak dengan kasus
Bronkopneumonia Di Ruang Cempaka RSUD dr. R Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

Menambah pengetahuan dan kebermanfaatan bagi pengembangan ilmu keperawatan

khususnya dalam memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan

masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada kasus bronkopneumonia.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam manfaat pemberian

aromaterapi peppermint oil pada pasien bronkopneumonia, sehingga perawat mampu

memberikan tindakan yang tepat pada pasien.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam manfaat pemberian

aromaterapi peppermint oil pada pasien bronkopneumonia dan dapat diaplikasikan

dalam pemberian asuhan keperawatan di lahan praktek .

4. Bagi Kajian Selanjutnya

Sebagai referensi bagi hendak melakukan pembuatan karya ilmiah dengan tema yang

sama dan dapat memberikan inovasi intervensi lain dalam pemberian asuhan

keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bronkopneumonia

1. Definisi

Bronkopneumonia adalah suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas

sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru

melaui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melaui hematogen

sampai ke bronkus (Sujono & Sukarmin, 2009). Bronkopneumonia adalah suatu

infeksi akut pada paru–paru yang secara anatomi mengenai bagian lobulus paru

mulai dari parenkim paru sampai perbatasan bronkus yang dapat disebabkan oleh

bermacam–macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing ditandai oleh

trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar hidung atau mulut)

(Mansjoer, 2000 dalam Dewi, 2013).

Bronkopneumonia adalah radang pada paru – paru yang menggambarkan

pneumonia yang mempunyai penyebaran berbecak, teratur, dalam satu area atau lebih

yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Wijayaningsih, 2013).

Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkim paru dimana peradangan

tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli (Ringel, 2012).

Kesimpulan dari pernyataan diatas bronkopneumonia disebut juga

pneumonia lobularis yaitu peradangan pada parenkim paru yang menyerang

bronkiolus dan alveolus yang sering terjadi pada anak – anak dan balita yang

disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur.


2. Etiologi

Penyebab Bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011)

a. Faktor Infeksi

1) Pada neonatus : Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).

2) Pada bayi :

a) Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

b) Organisme atipikal : Chlamidia trachomatis, pneumocytis.

c) Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, Bordetella pertusis.

3) Pada anak – anak :

a) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

b) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

c) Bakteri : Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

4) Pada anak besar – dewasa muda :

a) Organisme atipikal : Mycpolasma pneumonia, C. trachomatis

b) Bakteri : Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

b. Faktor Non Infeksi, terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus

meliputi :

1) Bronkopneumonia hidrokarbon

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah dan sonde lambung

(zat hidrokarbon seperti pelitur, mintah tanah dan bensin).

2) Bronkopneumonia lipoid

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu


mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi

horizontal atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada

anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis

minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam

lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.

c. Faktor Predisposisi

1) Usia

2) Genetik

d. Faktor Presipitasi

1) Gizi buruk / kurang

2) Berat badan lahir rendah (BBLR)

3) Tidak mendapatkan ASI yang memadai

4) Imunisasi yang tidak lengkap

5) Polusi udara

6) Kepadatan tempat tinggal

3. Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan dan

pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah

membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara

klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).

a. Berdasarkan lokasi lesi di paru

1) Pneumonia lobaris

2) Pneumonia interstitialis

3) Bronkopneumonia
b. Berdasarkan asal infeksi

1) Pneumonia yang didapat dari masyrakat (community acquired pneumonia =

CAP)

2) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital – based pneumonia)

c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

1) Pneumonia bakteri

2) Pneumonia virus

3) Pneumonia mikoplasma

4) Pneumonia jamur

d. Berdasarkan karakteristik penyakit

1) Pneumonia tipikal

2) Pneumonia atipikal

e. Berdasarkan lama penyakit

1) Pneumonia akut

2) Pneumonia persisten

4. Manifestasi Klinis

Bronkopneumonia pada anak biasanya didahului oleh infeksi traktus

respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat

mendadak sampai 39-40ᵒC dan kadang disertai kejang karena demam yang sangat

tinggi. Anak akan gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, pernapasan cuping

hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.

Batuk tidak ditemukan pada permulaan penyakit, tetapi akan timbul setelah beberapa

hari. Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luas daerah auskultasi yang terkena.

Pada auskultasi didapatkan suara napas tambahan berupa ronchi basah yang nyaring

halus atau sedang. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas) perkusi

pekak,fremitus melemah, suara nafas melemah dan ronchi. Pada neonates dan bayi

kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan

pekak perkusi (Sujono & Sukarmin, 2009).

Gejala Bronkopneumonia yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal berupa muntah atau diare, keluhan

respiratori yang nampak yaitu batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas

cuping hidung, air hunger, merintih dan sianosis (Fadhila, 2013).

5. Patofisiologi

Bakteri atau virus masuk kedalam tubuh, akan menyebabakan gangguan/

peradangan pada terminal jalan nafas dan alveoli. Proses tersebut akan menyebabkan

infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadi destruksi sel dengan

menanggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi

alveolar dan jalan napas. Pada kondisi akut maupun kronik seperti AIDS, cystic

fibrosis, aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko

pneumonia (Marni,2014).

Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme

yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus. Setelah terjadi fase

peradangan lumen bronkus menyebabkan sel radang akut, terisi eksudat (nanah)

dengan sel epitel rusak. Bronkus dan sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian

leukosit yang banyak pada saat awal peradangan dan bersifat fagositosis) dan sedikit

eksudat fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran akibat

tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat

dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer

dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain).
Selanjutnya eksudat berubah menjadi purulen dan menyebabkan sumbatan pada

lumen bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar

sehingga penderita mengalami sesak napas.

Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan

peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus

sehingga timbul peningkatan flek-flek batuk. Perjalanan patofisiologis diatas bisa

berlangsung sebaliknya yaitu di dahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian

berkembang menjadi infeksi pada paru (Riyadi,2012).


6. Pathways

Jamur, Virus, Bakteri, Protozoa

Saluran Pernapasan Atas Saluran Pernapasan Bawah

Kuman berlebih di bronkus Kuman terbawa Edema antara kapiler & Peningkatan suhu
disaluran pencernaan alveoli tubuh
Proses peradangan
Infeksi saluran pencernaan Iritan PMN eritrosit pecah Hipertermia
Akumulasi sekret berlebih
Peningkatan flora
Edema paru
normal dalam usus
Bersihan Jalan
Napas Tidak Efektif
Penurunan aktivitas paru
Peningkatan peristaltik
usus / malabsorbsi
Suplai O2 menurun

Diare
Hipoksia Hiperventilasi

Risiko Ketidakseimbangan Dispneu


Metabolik Orang tua
Elektrolit
anaerob bertanya
meningkat tentang Retraksi dada/nafas
penyakit cuping hidung
Akumulasi asam anaknya
laktat
Fatiue Pola Napas
Defisit Gangguan
Tidak Efektif
Pengetahuan Pertukaran Gas
Intoleransi Aktivitas
7. Komplikasi

Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak,

orang dewasa yang lebih tua (usia 65 tahun atau lebih), dan orang-orang dengan

kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes (Akbar, 2019). Beberapa komplikasi

bronkopneumonia yang mungkin terjadi, termasuk :

a. Infeksi Darah

Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan menginfeksi organ

lain. Infeksi darah atau sepsis dapat menyebabkan kegagalan organ.

b. Abses Paru-paru

Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga paru-paru.

Kondisi ini biasanya dapat diobati dengan antibiotik. Tetapi kadang-kadang

diperlukan pembedahan untuk menyingkirkannya.

c. Efusi Pleura

Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di sekitar paru-

paru dan rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan dengan jarum

atau tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang parah memerlukan

intervensi bedah untuk membantu mengeluarkan cairan.

d. Gagal Napas

Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru, sehingga tubuh

tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi pernapasan.

Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan organ tubuh berhenti

berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali. Dalam hal ini, orang yang terkena

harus menerima bantuan pernapasan melalui mesin (respirator).


8. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk mengatasi penyakit pneumonia

adalah dengan pemberian antibiotik, pengobatan suportif, dan vaksinasi (Pardede

dalam Marni, 2014). Pengobatan suportif bila virus pneumonia , bila kondisi anak

berat harus dirawat di rumah sakit. Selanjutnya berikan oksigen sesuai kebutuhan

anak dan sesuai program pengobatan, lakukan fisioterapi dada untuk membantu anak

mengeluarkan dahak, setiap empat jam atau sesuai petunjuk, berikan cairan intravena

untuk mencegah dehidrasi.

Untuk mengatasi infeksi, berikan antibiotik sesuai program, misalnya

amoxicillin, clarithromycin/erythromycin dan ampicillin. Ada dua golongan

antibiotik yang dipakai untuk mengobati pneumonia yaitu golongan penicillin dan

golongan sefalosporin. Apabila pada pemeriksaan pewarnaan gram terdapat

organisme, dan cairan berbau tidak enak maka lakukan pemasangan chest tube.

Pemberian zink dapat mencegah terjadinya pneumonia pada anak walaupun

jika unutk terapi zink kurang bermanfaat. Pemberian zink 20 mg/hari pada anak

pneumonia efektif terhadap pemulihan demam, sesak nafas, dan laju pernapasan

(Riyadi,2012).

9. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) untuk dapat menegakkan diagnosa

keperawatan dapat digunakan cara :

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan darah

Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil).


2) Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan

dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes

sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.

3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa

4) Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

5) Sampel darah, sputum dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen

mikroba.

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Rontgenogram Thoraks

Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi

pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada

infeksi stafilokokus dan haemofilus.

2) Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat

oleh benda padat.

B. Bayi

1. Definisi

Bayi merupakan individu yang berusia 0 – 12 bulan yang ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam

kebutuhan zat gizi (Wong, 2003). Bayi merupakan makhluk yang sangat peka dan

halus (Choirunisa, 2009). Masa bayi adalah saat bayi berumur satu bulan sampai dua

belas bulan (Anwar, 2011). Masa bayi dimulai dari usia 0 – 12 bulan ditandai dengan

pertumbuhan dan perkembangan fisik yang cepat disertai dengan perubahan dalam

kebutuhan gizi (Notoatmodjo, 2007).


Tahapan pertumbuhan pada masa bayi dibagi menjadi masa neonatus dengan

usia 0 – 28 hari dan masa pasca neonatus dengan usia 29 hari – 12 bulan (Nursalam,

2013). Masa bayi merupakan bulan pertama kehidupan kritis karena bayi akan

mengalami adaptasi terhadap lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta mulai

berfungsinya organ – organ tubuh dan pada pasca neonatus bayi akan mengalami

pertumbuhan yang sangat cepat (Perry & Potter, 2005).

2. Gambaran Pertumbuhan Bayi

a. Tumbuh kembang bayi usia 0 – 6 bulan

1) Mulai mampu mengontrol gerakan – gerakan otot – ototnya, menggerakan

2) Tangan dan kakinya, ketika dia bergerak seolah – olah kejang itu adalah cara

dia mengendalikan diri.

b. Tumbuh kembang bayi usia 1,5 – 3 bulan

1) Umumnya sudah mulai mampu mengangkat kepala di posisi telungkup

2) Aktif belajar mengontrol dan mengendalikan gerakan otot tangan dan kaki

3) Menggenggam benda – benda kecil disekitas atau diberikan kepadanya.

c. Tumbuh kembang bayi usia 3 – 6 bulan

1) Motorik kasar

a) Mampu mengangkat dan menahan kepalanya beberapa saat lamanya

b) Mampu menggunakan kedua tangan untuk menahan tubuhnya sambil

bergerak maju pada posisi ditelungkupkan

2) Motorik halus

a) Mampu menggunakan kedua tangan untuk meraih dan menggenggam

sebuah benda

b) Mulai memasukkan semua benda yang dipegangnya ke dalam mulut

untuk mengenal benda – benda / mainannya (Rahman, 2012).


C. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif

1. Definisi

Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan dimana individu

mengalami ancaman yang nyata atau potensial berhubungan dengan

ketidakmampuan untuk batuk secara efektif (Carpenito & Moyet, 2013). Bersihan

jalan nafas tidak efektif merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau

obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2016). Adanya gangguan pada sistem pernafasan dapat

mengganggu oksigenasi dan menyebabkan hipoksema dan selanjutnya berkembang

dengan cepat menjadi hipoksia yang berat serta penurunan kesadaran (Djuantoro,

2014).

2. Etiologi

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016), penyebab dari bersihan jalan

nafas tidak efektif antara lain :

a. Spasme jalan napas

b. Hipersekresi jalan napas

c. Disfungsi neuromuscular

d. Benda asing dalam jalan napas

e. Adanya jalan napas buatan

f. Sekresi yang tertahan

g. Hyperplasia dinding jalan napas

h. Proses infeksi dan respon alergi

i. Efek agen farmakologis


3. Komplikasi

Menurut Bararah & Jauhar (2013), Komplikasi yang dapat terjadi pada

bersihan jalan nafas tidak efektif jika tidak ditangani antara lain :

a. Hipoksemia

Merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam

darah arteri (PaO2) atau saturasi oksigen arteri (SaO2) dibawah normal (normal

PaO2 85 – 100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2

< 88%. Pada dewasa, anak dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%.

Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),

atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh

akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernafasan,

meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah dan peningkatan nadi.

Tanda dan gejala hipoksemia diantaranya sesak napas, frekuensi napas dapat

mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal serta sianosis.

b. Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya

pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi

atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat

terjadi setelah 4 – 6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia

yaitu :

1) Menurunnya hemoglobin

2) Berkurangnya konsentrasi oksigen

3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen

4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti pada pnuemonia

5) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok


6) Kerusakan atau gangguan ventilasi

Tanda – tanda hipoksia diantaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya

kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis,

sesak napas, serta jari tabuh (clubbing finger).

c. Gagal napas

Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan

karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi

kegagalan pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh

adanya peningkatan karbondioksida dan penurunan oksigen dalam darah secara

signifikan. Gagal napas disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang

mengontrol pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat, gangguan

metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

d. Perubahan pola napas

Frekuensi pernapasan normal pada anak berbeda pada masing – masing

usia, bayi baru lahir (35 – 40 x/menit), bayi 6 bulan ( 30 – 50 x/menit), Todler 2

tahun (25 – 32 x/menit), anak – anak (20 – 30 x/menit). Pada keadaan normal

frekuensi pernapasan anak sesuai usia, dengan irama teratur serta inspirasi lebih

panjang dari ekspirasi yang disebut eupneu. Perubahan pola napas adalah suatu

keadaan dimana frekuensi pernapasan tidak berada pada rentang normal.

Perubahan pola napas dapat berupa hal – hal sebagai berikut :

1) Dispneu, yaitu kesulitan bernapas

2) Apneu, yaitu tidak bernapas atau berhenti bernapas

3) Takipneu, pernapasan yang lebih cepat dari normal

4) Bradipneu, pernapasan lebih lambat dari normal


5) Kusmaul, pernapasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga

pernapasan menjadi lambat dan dalam

6) Cheyney – stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian

berangsur – angsur dangkal dan diikuti periode apneu yang berulang secara

teratur

7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apneu dengan

periode yang tidak teratur.

D. Aromaterapi

1. Definisi

Aromaterapi adalah terapi atau pengobatan dengan menggunakan bau –

bauan yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, bunga pohon yang berbau harum dan

enak. Minyak astiri digunakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan

dan kesejahteraan, sering digabungkan untuk menenangkan sentuhan penyembuhan

dengan sifat terapeutik dari minyak astiri (Craig Hospital, 2013). Aromaterapi dapat

juga didefinisikan sebagai penggunaan terkendali esensial tanaman untuk tujuan

terapeutik (Posadzki et al, 2012).

2. Macam – macam Aromaterapi

a. Minyak lavender (Lavender oil)

b. Minyak rosemary (Rosemary oil)

c. Minyak tea tree (Tea tree oil)

d. Minyak geranium (Geranium oil)

e. Minyak Peppermint

f. Minyak jeruk lemon (Lemon oil)

g. Minyak Chamomile roman

h. Minyak clary sage (Clary sage oil)


i. Minyak ylang – ylang (Ylang – ylang oil)

j. Minyak eukaliptus

3. Mekanisme Aromaterapi

Efek fisiologis dari aroma dapat dibagi menjadi dua jenis : mereka yang

bertindak melalui stimulasi sistem saraf dan organ – organ yang bertindak langsung

pada organ atau jaringan melalui effector – receptor mekanisme (Hongratanaworakit,

2004).

Aromaterapi didasarkan pada teori bahwa inhalasi atau penyerapan minyak

esensial memicu perubahan dalam sistem limfik, bagian dari otak yang berhubungan

dengan memori dan emosi. Hal ini dapat merangsang respon fisiologi saraf, endokrin

atau sistem kekebalan tubuh, yang mempengaruhi denyut jantung, tekanan darah,

pernafasan, aktifitas gelombang otak dan pelepasan berbagai hormon di seluruh

tubuh.

Efeknya pada otak dapat menjadikan tenang atau merangsang sistem saraf,

serta mungkin membantu dalam menormalkan sekresi hormon. Menghirup minyak

esensial dapat meredakan gejala pernafasan, sedangkan aplikasi lokal minyak yang

diencerkan dapat membantu untuk kondisi tertentu. Pijat dikombinasikan dengan

minyak esensial memberikan relaksasi serta bantuan dari rasa nyeri, kekuatan otot

dan kejang. Beberapa minyak esensial yang diterapkan pada kulit dapat menjadi anti

mikroba, antiseptik, anti jamur atau anti inflamasi (Hongratanaworakit, 2004).

4. Manfaat Minyak Aromaterapi

a. Lavender

Dianggap paling bermanfaat dari semua minyak astiri. Lavender dikenal untuk

membantu meringankan nyeri, sakit kepala, insomnia, ketegangan dan stress


(depresi) melawan kelelahan dan mendapatkan untuk relaksasi, merawat agar

tidak infeksi paru – paru, sinur, termasuk jamur vaginal, radang tenggorokan,

asma, kista dan peradangan lain. Meningkatkan daya tahan tubuh, regenerasi sel,

luka terbuka, infeksi kulit dan sangan nyaman untuk kulit bayi, dan lain – lain.

b. Jasmine

Pembangkit gairah cinta, baik untuk kesuburan wanita, mengobati impotensi, anti

depresi, pegal linu, sakit menstruasi dan radang selaput lendir.

c. Orange

Baik untuk kulit berminyak, kelenjar getah bening tak lancar, debar jantung tak

teratur dan tekanan darah tinggi.

d. Peppermint

Membasmi bakteri, virus dan parasit yang bersarang di pencernaan. Melancarkan

penyumbatan sinus dan paru, mengaktifkan produksi minyak dikulit,

menyembuhkan gatal – gatal karena kadas / kurap, herpes, kudis karena

tumbuhan beracun.

e. Rosemary

Salah satu aroma yang manjur memperlancar peredaran darah, menurunkan

kolesterol, mengendorkan otot, reumatik, menghilangkan ketombem kerontokan

rambut, membantu mengatasi kulit kusam sampai di lapisan terbawah. Mencegah

kulit kering, berkerut yang menampakkan urat – urat kemerahan.

f. Sandalwood

Menyembuhkan infeksi saluran kencing dan alat kelamin, mengobati radang dan

luka bakar, masalah tenggorokan, membantu mengatasi sulit tidur dan

menciptakan ketenangan hati.

g. Green tea
Berperan sebagai tonik kekebalan yang baik mengobati penyakit paru – paru, alat

kelamin, vagina, sinus, infeksi mulut, infeksi jamur, cacar air serta melindungi

kulit karena radiasi bakar selama terapi kanker.

h. Kenanga (ylang – ylang)

Bersifat menenangkan, melegakan sesak nafas, berfungsi sebagai tonik rambut

sekaligus untuk pembangkit rasa cinta.

i. Lemon

Selain baik untuk kulit berminyak, berguna pula sebagai zat antioksidan,

antiseptik, melawan virus dan infeksi bakteri, mencegah hipertensi, kelenjar hati

dan limpa yang tersumbat, memperbaiki metabolisme, menunjang sistem

kekebalan tubuh serta memperlambat kenaikan berat badan

j. Kamboja

Bermanfaat untuk pengobatan gangguan pencernaan, radang hati, radang saluran

nafas, jantung berdebar, TBC, cacingan, sembelit, kencing nanah, beri – beri,

sakit gigi, dan dapat juga digunakan untuk meditasi dan memberikan suasa

hening yang mendalam.

k. Vanilla

Dengan aroma yang lembut dan hangat mampu menenangkan pikiran.

5. Teknik Pemberian Aromaterapi

Teknik pemberian aromaterapi bisa digunakan dengan cara :

a. Inhalasi

Biasanya dianjurkan untuk masalah dengan pernafasan dan dapat dilakukan

dengan menjatuhkan beberapa tetes minyak esensial ke dalam mangkuk air

mengepul. Uap tersebut kemudian dihirup selama beberapa saat, dengan efek
yang ditingkatkan dengan menempatkan handuk diatas kepala dan mangkuk

sehingga membentuk tenda untuk menangkap udara yang dilembabkan dan bau.

b. Massage / pijat

Menggunakan minyak esensial aromatik dikombinasikan dengan minyak dasar

yang dapat menenangkan atau merangsang, tergantung pada minyak yang

digunakan. Pijat minyak esensial dapat diterapkan ke area masalah tertentu atau

ke seluruh tubuh.

c. Difusi

Biasanya digunakan untuk menenangkan saraf atau mengobati beberapa masalah

pernafasan dan dapat dilakukan dengan penyemprotan senyawa yang

mengandung minyak ke udara dengan cara yang sama dengan udara freshener.

Hal ini juga dapat dilakukan dengan menempatkan beberapa tetes minyak

esensial dalam diffuser dan menyalakan sumber panas. Duduk dalam jarak tiga

kaki dari diffuser, pengobatan biasanya berlangsung sekitar 30 menit.

d. Kompres

Panas atau dingin yang mengandung minyak esensial dapat digunakan untuk

nyeri otot dan segala nyeri, memar dan sakit kepala.

e. Perendaman

Mandi yang mengandung minyak esensial dan berlangsung selama 10 – 20 menit

yang direkomendasikan untuk masalah kulit dan menenangkan saraf (Craig

Hospital, 2013).
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang ada dalam penelitian karya ilmiah akhir ners adalah

penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan menjelaskan keadaan yang ada di objek penelitian berdasarkan faktor

dan data yang dikumpulkan kemudian disusun secara sistematis (Sugiyono, 2016).

Dalam Karya Ilmiah Akhir Ners akan diuraikan tentang pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Hasil yang diharapkan peneliti

adalah melihat penerapan aromaterapi peppermint pada anak dengan Bronkopneumonia

di ruang Cempaka RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

B. Pengkajian Keperawatan

1. Identitas Pasien dan Keluarga

Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Maret 2021, pasien masuk tanggal 30

Maret 2021, bernama An. R usia 3 bulan dengan jenis kelamin perempuan. Pasien

merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien di diagnosa Bronkopneumonia.

2. Riwayat Penyakit

Pasien datang ke IGD pada tanggal 30 Maret 2021 pada pukul 21.45 WIB

dengan keluhan sesak nafas, batuk, pilek 3 hari dan disertai demam, terdengar suara

grok – grok (suara udara ketika melewati lendir atau cairan saat bernafas), batuk

memberat ketika malam hari sudah 2 minggu yang lalu. Di IGD pasien diberi terapi
infus KAEN 3A micro 12 tpm, injeksi PCT 40 mg, dan terapi oksigen 1 liter/menit,

nebulizer ventolin. Pasien di transfer ke rawat inap dan masuk ruang rawat inap

cempaka pada pukul 06.00 WIB dan mendapat terapi ceftriaxon 1 x 200 mg,

paracetamol 3 x 40 mg, oksigen nasal kanul 2 liter/menit, nebulizer ventolin. Pada

saat dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Maret 2021, Ibu pasien mengatakan An. R

masih sesak napas dan terdengar suara grok – grok (suara udara ketika melewati

lendir atau cairan saat bernafas), batuk, pilek disertai demam. Ibu pasien mengatakan

jika An. R mempunyai perkembangan yang kurang, Ibu pasien mengatakan An. R

sulit untuk berbicara atau menangis.

Riwayat kehamilan dan persalinan yaitu prenatal : Ibu pasien mengatakan pada

saat mengandung An. R tidak mengalami masalah dalam kehamilan dan rutin

memeriksakan kehamilannya ke dokter atau bidan. Intranatal : Ibu pasien

mengatakan pasien lahir dengan spontan dengan berat badan 3500 gr di rumah sakit.

Postnatal : Ibu pasien mengatakan langsung memeriksakan anaknya ke dokter saat

anaknya batuk, pilek dan juga demam.

Riwayat kesehatan masa lalu dari aspek riwayat masa kanak – kanak : Ibu

pasien mengatakan sebelumnya pasien sudah pernah mengalami sesak napas pada

saat usia 2 hari. Pernah di rawat di RS : Ibu pasien mengatakan sebelumnya pasien

pernah dirawat di RS dikarenakan sesak napas dan tidak bisa menangis pada saat usia

19 hari. Obat – obatan yang digunakan : mengonsumsi obat saat dirawat di rumah

sakit dan obat-obat dari puskesmas atau bidan jika sakit. Pasien belum pernah

mendapatkan tindakan operasi. Tidak memiliki alergi, Imunisasi dasar : belum

lengkap.

Kebutuhan dasar dari aspek nutrisi : Ibu pasien mengatakan pasien hanya

mengkonsumsi susu formula 5 botol kecil dalam sehari. Eliminasi : Ibu pasien
mengatakan pasien sudah BAK 2 kali urin berwarna kuning jernih, jumlah kurang

lebih 300 ml/ hari dan belum BAB selama di rawat di rumah sakit. Istirahat tidur :

Ibu pasien mengatakan pasien tidur dengan nyenyak tetapi sering terbangun jika

pasien merasa tidak nyaman atau ketika pasien demam. Aktifitas : untuk aktivitas di

RS pasien berbaring di bed RS kadang digendong oleh ibunya.

Pemeriksaan tingkat pertumbuhan dan perkembangan dari aspek Pertumbuhan

fisik : BB pasien 3,8 kg dan PB 50 cm. Status gizi anak berdasarkan standar berat

badan menurut umur (BB/U) dalam kategori < -3 SD yang berarti gizi buruk.

Berdasarkan standar panjang badan menurut umur (PB/U) dalam kategori < - 3 SD

yang berarti sangat pendek. Berdasarkan standar berat badan menurut panjang badan

(BB/PB) dalam kategori antara 1 SD sampai 2 SD yang berarti normal.

Perkembangan motorik kasar : Keluarga pasien mengatakan pasien belum mampu

mengangkat kepala dan kepala terangkat 45° yang berarti pasien belum mampu

melakukan item kiri garis usia. Pasien belum mampu melakukan kepala terangkat

60°, duduk kepala tegak, menumpu beban kaki, dada terangkat menumpu 1 lengan,

bangkit kepala tegak yang berarti pasien belum mampu melakukan digaris usianya.

Perkembangan motorik kasar menunjukkan hasil delay. Perkembangan motorik halus

: Pasien belum mampu mengikuti ke garis tengah dan mengikuti lewat garis tengah

yang berarti pasien belum mampu melakukan item kiri garis usia. Pasien mampu

memegang icik – icik dan tangan bersentuhan yang berarti pasien mampu melakukan

item digaris usianya. Perkembangan motorik halus menunjukkan hasil delay.

Perkembangan bahasa : Pasien belum mampu bereaksi terhadap bel dan bersuara

yang berarti pasien belum mampu melakukan item kiri garis usia. Pasien belum

mampu tertawa, berteriak dan menoleh ke bunyi icik – icik yang berarti pasien belum

mampu melakukan item digaris usianya. Perkembangan bahasa menunjukkan hasil


delay. Personal Sosial : Pasien belum mampu membalas senyum dan tersenyum

spontan yang berarti pasien belum mampu melakukan item kiri garis usia. Pasien

mampu mengamati tangannya yang berarti pasien mampu melakukan item digaris

usianya. Perkembangan personal sosial menunjukkan hasil delay.

Keadaan umum dan tanda – tanda vital yang diperoleh oleh hasil pengkajian

pada pasien. Keadaan umum pasien : compomentis, An. R rewel, berat badan 3,8 kg

dan tinggi badan 50 cm, IMT 15, 2, suhu 38°C, nadi 156 x/menit, pernafasan 62

x/menit.

Pengkajian kardiovaskuler menunjukkan bahwa nadi, denyut apeks, frekuensi,

irama dan kualitas : teraba, frekuensi normal. Nadi perifer : ada. Frekuensi 156

x/menit. Pemeriksaan thorax dan hasil auskultasi yaitu lingkar dada (thorax) : 15 cm,

tidak ada deformitas, bunyi jantung lup dup, irama reguler, warna kulit : sawo

matang, elastisitas baik, dan suhu tubuh 38°C, tidak ada edeme periorbital dan

ekstermitas.

Pengkajian respiratori menunjukkan bahwa frekuensi pernafasan 62 x/menit,

dada simetris. Retraksi dada : terdapat retraksi dada. Pola nafas : reguler, pernafasan

cuping hidung : terdapat pernafasan cuping hidung. Hasil auskultasi : terdengar suara

ronchi pada saat inspirasi dan ekspirasi, bentuk thorax : simetris.

Pengkajian neurologis menunjukkan bahwa pemeriksaan kepala : bentuk

kepala mesochepal. Reaksi pupil : 2/2 mm, isokor, konjungtiva an anemis, ada reaksi

terhadap cahaya.

Pengkajian gastrointestinal menunjukkan bahwa turgor kulit : baik. Membran

mukosa : lembab. Asupan dan haluaran : infus KAEN 3A dan susu formula.

Abdomen nyeri : tidak ada nyeri tekan, kekakuan : tidak ada kekakuan. Bising usus :
14 x/menit. Muntah (frekuensi dan karakteristik) : tidak muntah. Feses (Frekuensi

dan karakteristik) : belum BAB selama dirawat di rumah sakit.

Pengkajian renal dan ginjal menunjukkan bahwa tidak terdapat nyeri tekan di

pinggang dan suprapubik, tidak mengalami disuria, pola berkemih (lancar/menetes) :

lancar. Acites : tidak ada. Edema ekstermitas : tidak ada. Karakteristik urine : tampak

bening, warna : kuning jernih, bau khas.

Pengkajian muskuloskeletal menunjukkan bahwa fungsi motorik kasar :

normal, tidak terdapat atrofi/hipertrofi. Tonus otot : tidak ada. Kekuatan otot 5/5/5/5.
Obat – obatan yang diperoleh saat ini
Tabel 3.1 Obat – obatan

No Nama Obat Dosis Indikasi Kontraindikasi Efek samping

Tanggal 31/03/2021

1. Paracetamol 40 mg Meredakan nyeri Pada pasien dengan riwayat penggunaan


infus Bila demam S dan menurunkan hipersensitivitas, penyakit jangka panjang
> 38,5°C demam hepar aktif derajat berat, atau overdosis
penggunaan jangka panjang dapat
perlu diperhatikan menyebabkan
kerusakan hati
(tergantung
individu)

2. Ceftriaxone 1 x 200 mg Untuk mengatasi Pada individu yang memiliki Nyeri perut, mual,
infeksi bakteri gram riwayat hipersensitivitas muntah, diare,
negatif maupun terhadap obat ini atau obat pusing,
gram positif. golongan sefalosporin mengantuk, sakit
lainnya kepala, bengkak
dan iritasi pada
area suntikan

3. Ventolin Jika terdengar Mengobati penyakit Penderita yang hipersensitif Palpitasi (denyut
wheezing dan pada saluran atau alergi terhadap jantung tidak
ronchi pernafasan seperti komponen obat teratur), nyeri
asma dan penyakit dada, denyut
paru obstruktif jantung cepat,
kronik (PPOK) tremor (gemetar)
terutama pada
tangan, kram otot,
sakit kepala dan
gugup.

Tanggal 01/04/2021

1. Paracetamol 3 x 40 mg Meredakan nyeri Pada pasien dengan riwayat Penggunaan


Tablet Bila demam S dan menurunkan hipersensitivitas, penyakit jangka panjang
> 37,5°C demam hepar aktif derajat berat, atau overdosis
penggunaan jangka panjang dapat
perlu diperhatikan menyebabkan
kerusakan hati
(tergantung
individu)

2. Ceftriaxone 1 x 200 mg Untuk mengatasi Pada individu yang memiliki Nyeri perut, mual,
infeksi bakteri gram riwayat hipersensitivitas muntah, diare,
negatif maupun terhadap obat ini atau obat pusing,
gram positif. golongan sefalosporin mengantuk, sakit
lainnya kepala, bengkak
dan iritasi pada
area suntikan

3. Ambroxol syrup 3 x 1/5 cth Untuk mengatasi Hipersensitif terhadap Mual dan muntah,
batuk berdahak, ambroxsol diare, sakit perut,
maupun gangguan sakit maag, perut
pernapasan lain kembung, ruam
akibat produksi merah pada kulit,
dahak yang bibir atau
berlebihan tenggorakan
kering, lidah
terasa kelu

4. Zinc 1 x 10 mg Untuk mengganti Hindari penggunaan pada Sakit perut, mual,


cairan tubuh dan penderita dengan defisiensi rasa panas di dada
mencegah dehidrasi tembaga (Copper) (heartburn),
pada anak & muntah, diare,
digunakan bersama sakit kepala,
dengan cairan pusing
rehidrasi oral

5. Ventolin Jika terdengar Mengobati penyakit Penderita yang hipersensitif Palpitasi (denyut
wheezing dan pada saluran atau alergi terhadap jantung tidak
ronchi pernafasan seperti komponen obat teratur), nyeri
asma dan penyakit dada, denyut
paru obstruktif jantung cepat,
kronik (PPOK) tremor (gemetar)
terutama pada
tangan, kram otot,
sakit kepala dan
gugup.

6. Puyer :
- Captopril 2x1 - Untuk - Mual dan
1,25 mg menangani - Riwayat hipersensitivitas muntah, sakit
hipertensi dan dengan obat ini atau perut, pusing,
gagal jantung golongan ACE inhibitor batuk kering
- Furosemid 2 mg - Untuk lainnya - Pusing, mual
mengatasi - Tidak boleh diberikan dan muntah,
pembengkakan dengan kondisi : diare, sembeli,
atau edema hipersensitif terhadap penglihatan
yang furosemide dan buram
disebabkan atau sulfonamide, anuria atau
edema yang gagal ginjal, memiliki
disebabkan oleh penyakit addison,
kondisi mengalami hipovolemi
penyakit hati atau dehidrasi
dan penyakit
ginjal

Tanggal 02/04/2021

1. Ceftriaxone 1 x 200 mg Untuk mengatasi Pada individu yang memiliki Nyeri perut, mual,
infeksi bakteri gram riwayat hipersensitivitas muntah, diare,
negatif maupun terhadap obat ini atau obat pusing,
gram positif. golongan sefalosporin mengantuk, sakit
lainnya kepala, bengkak
dan iritasi pada
area suntikan

Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.2 Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 30 Maret 2021

No. Jenis pemeriksaan Nilai normal Nilai saat ini Satuan

1. Hemoglobin 10.1 – 12.9 10.1 g/dl

2. Leukosit 6 – 17.5 9.7 10^3/ul

3. Hematokrit 32 – 44 32 %

4. Trombosit 229 – 553 21 10^3/ul

5. Eritrosit 3.2 – 5.2 4.1 10^6/ul

6. MCH 21 – 33 25 Pg

7. MCV 73 – 109 78 FL

8. MCHC 26 – 34 32 g/dl

9. Eosnofil 1-3 0 %

11. Limfosit 25-40 58 %

12. Monosit 2-8 12 %

13. Netrofil 3,0 10^3/ul

14. IgM Non reaktif Non reaktif

15. IgG Non Reaktif Non reaktif

Tanggal 31 Maret 2021

1. Hemoglobin 10.1 – 12.9 11.0 g/dl

2. Leukosit 6 – 17.5 15.2 10^3/ul

3. Hematokrit 32 – 44 33 %

4. Trombosit 229 – 553 474 10^6/ul

5. Eritrosit 3.2 – 5.2 4.3 10^3/ul


3. Ringkasan Riwayat Keperawatan
DS :
- Ibu pasien mengatakan sebelum ke rumah sakit An. R mengalami sesak napas
- Ibu pasien mengatakan An. R mengalami batuk
- Ibu pasien mengatakan An. R mengalami pilek berwarna bening
- Ibu pasien mengatakan sebelum ke rumah sakit An. R sudah demam ± 2 hari
- Ibu pasien mengatakan jika An. R mempunyai perkembangan yang kurang
- Ibu pasien mengatakan An. R sulit untuk berbicara atau menangis
DO :
- Nadi : 156 x/menit
- RR : 62 x/menit
- Suhu : 38ºC
- SPO2 : 96%
- BB : 3,8 kg
- Pasien terlihat sesak napas
- Pasien terlihat terpasang oksigen selang kanul 2 lpm
- Terdapat suara grok - grok
- Terdapat suara nafas tambahan ronchi
- Pasien terlihat gelisah
- Pasien terlihat lemas
- Pasien terlihat agak rewel saat merasa sakit
- Pasien terlihat terbaring di tempat tidur kadang di gendong ibunya
- Pasien terlihat kurang aktif
- Hasil pengukuran tumbuh kembang dengan Denver II didapatkan hasil
perkembangan pasien tergolong untestable
- Pertumbuhan fisik : BB pasien 3,8 kg dan PB 50 cm. Status gizi anak gizi buruk.

C. Analisa Data
Tabel 3.3 Analisa Data
No. Data Fokus Masalah Etiologi

1. DS : Bersihan Jalan Hipersekresi Jalan


- Ibu pasien mengatakan An. R sesak napas Napas Tidak Napas
- Ibu pasien mengatakan An. R batuk Efektif
- Ibu pasien mengatakan An. R pilek berwarna
bening
DO :

- Pasien terlihat sesak napas


- Pasien terlihat memakai oksigen nasal kanul
- Terdapat suara grok - grok
- Terdapat suara nafas tambahan : ronchi
- RR : 62 x/menit
- N : 156 x/menit
- SPO2 : 96 %

2. DS : Hipertermia Proses Penyakit


- Keluarga pasien mengatakan An. R demam
sudah ± 2 hari
- Keluarga pasien mengatakan suhu nya naik turun
DO :
- S : 38°C
- Suhu pasien naik turun
- Akral teraba hangat
3. DS : Gangguan Efek
- Keluarga pasien mengatakan jika An. R Tumbuh Ketidakmampuan
mempunyai perkembangan yang kurang Kembang Fisik
- Keluarga pasien mengatakan An. R sulit untuk
berbicara atau menangis

DO :
- Pasien terlihat lemas
- Pasien terlihat agak rewel saat merasa sakit
- Pasien terlihat terbaring di tempat tidur kadang di
gendong neneknya
- Pasien terlihat kurang aktif
- Hasil pengukuran tumbuh kembang dengan
Denver II didapatkan hasil perkembangan pasien
tergolong untestable
- Pertumbuhan fisik : BB pasien 3,8 kg dan PB 50
cm. Status gizi anak gizi buruk

D. Prioritas Masalah
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d Hipersekresi jalan napas (D.0001)
2. Hipertermia b.d Proses Penyakit (D.0130)
3. Gangguan Tumbuh Kembang b.d Efek Ketidakmampuan Fisik (D.0106)
E. Perencanaan Keperawatan
Nama Pasien : An. R Usia : 3 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan Dx Medis : Bronkopneumonia
Tanggal masuk RS : 30 Maret 2021 Tgl Pengkajian : 31 Maret 2021
Tabel 3.4 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

1. Bersihan Jalan Napas Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x Manajemen Jalan Napas (I. 01011) - Mengumpulkan dan
Tidak Efektif b.d 24 jam, diharapkan bersihan jalan napas meningkat dengan Observasi : menganalisis data
Hipersekresi jalan napas kriteria hasil : - Monitor pola napas (frekuensi, kardiovaskular, pernafasan
(D.0001) Bersihan Jalan napas (L.01001) kedalaman, usaha napas) dan suhu tubuh
- Monitor bunyi napas tambahan menentukan dan
Indikator Awal Target (mis. ronchi) mencegah komplikasi
- Monitor sputum (jumlah, warna, - Memberikan obat sesuai
Produksi sputum 5 2
aroma) dosis yang dianjurkan
Dispnea 5 2 Terapeutik : - Pasien dapat bernapas
- Posisikan fowler dengan mudah
Gelisah 5 2 - Berikan minum hangat - Untuk mengurangi
- Berikan oksigen produksi sputum
Frekuensi nafas* 2 5 Edukasi : - Untuk mengurangi sesak
Keterangan : - Ajarkan keluarga pasien tentang nafas
1 : Meningkat pemberian aromaterapi
2 : Cukup meningkat peppermint untuk mengurangi
3 : Sedang sesak napas
4 : Cukup menurun Kolaborasi :
5 : Menurun - Kolaborasi penggunaan oksigen
Keterangan* : saat beraktivitas dan/atau tidur
1: Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik
2. Hipertermia b.d Proses Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x Manajemen Hipertermia (I.15506) - Mengetahui penyebab
Infeksi (D.0130) 24 jam, diharapkan termoregulasi membaik, dengan kriteria Observasi : hipertermia
hasil : - Identifikasi penyebab - Mengetahui perubahan
Termoregulasi (L.14134) hipertermia suhu tubuh
- Monitor suhu tubuh - Untuk menurunkan suhu
Indikator Awal Target Terapeutik : tubuh
- Sediakan lingkungan yang dingin
Konsumsi oksigen* 2 5
- Longgarkan atau lepaskan
Suhu tubuh 2 5 pakaian
- Berikan oksigen
Keterangan* : Edukasi :
1 : Meningkat - Ajarkan kompres hangat
2 : Cukup meningkat Kolaborasi :
3 : Sedang - Kolaborasi pemberian cairan dan
4 : Cukup menurun elektrolit intravena
5 : Menurun
Keterangan :
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik

3. Gangguan Tumbuh Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x Perawatan Perkembangan (I.10339) - Mengetahui pencapaian
Kembang b.d Efek 24 jam, diharapkan status perkembangan dan status Observasi : tugas perkembangan
Ketidakmampuan Fisik pertumbuhan membaik, dengan kriteria hasil : - Identifikasi pencapaian tugas anak
(D.0106) Status Perkembangan (L.10101) perkembangan anak - Meningkatkan
- Identifikasi isyarat perilaku dan kenyamanan
Indikator Awal Target fisiologis yang ditunjukkan bayi - Orang tua memahami
(mis. lapar, tidak nyaman) perkembangan anak
Keterampilan/perilaku 2 3
Terapeutik : - Meningkatkan hubungan
sesuai usia
- Berikan sentuhan yang bersifat orang tua dengan anak
Respon sosial 2 3 tidak ragu – ragu
- Pertahankan lingkungan yang
Kontak mata 2 3 mendukung perkembangan
optimal
Keterangan : Edukasi :
1 : Menurun - Jelaskan orang tua atau pengasuh
tentang perkembangan anak dan
2 : Cukup menurun perilaku anak
3 : Sedang - Anjurkan orang tua menyentuh
4 : Cukup meningkat dan menggendong bayinya
5 : Meningkat - Anjurkan orang tua berinteraksi
dengan anaknya
Status Pertumbuhan (L.10102) Kolaborasi :
- Rujuk untuk konseling, jika perlu
Indikator Awal Target
Berat badan sesuai usia 2 3
Panjang badan sesuai usia 2 3
Keterangan :
1 : Menurun
2 : Cukup menurun
3 : Sedang
4 : Cukup meningkat
5 : Meningkat
F. Catatan Perkembangan Keperawatan
Nama Pasien : An. R Usia : 3 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan Dx Medis : Bronkopneumonia
Tanggal masuk RS : 30 Maret 2021 Tgl Pengkajian : 31 Maret 2021

Tabel 3.5 Catatan Perkembangan Keperawatan


Dx
Tgl/Jam Implementasi Keperawatan Evaluasi (SOAP) Paraf
Keperawatan
Rabu, 1 - Memonitor pola napas (frekuensi, S : Lutfi
31/03/2021, kedalaman, usaha napas) - Ibu pasien mengatakan An. R sesak napas
13.00 WIB - Memonitor bunyi napas tambahan (mis. - Ibu pasien mengatakan An. R batuk
ronchi) - Ibu pasien mengatakan An. R pilek berwarna
- Memonitor sputum (jumlah, warna, bening jernih
aroma) O:
- Memposisikan fowler - Pasien terlihat sesak napas
- Memberikan minum hangat - Pasien terlihat memakai oksigen nasal kanul 1 lpm
- Memberikan oksigen - Terdapat suara nafas tambahan : ronchi
- Mengajarkan keluarga pasien tentang - Nebulizer ventolin
pemberian aromaterapi peppermint - Ambroxol syrup 3 x 1/5 cth
untuk mengurangi sesak napas - Sputum 2 cc
- Mengkolaborasi penggunaan oksigen - RR : 62 x/menit
saat beraktivitas dan/atau tidur - N : 156 x/menit

- SPO2 : 96 %
A : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi
jalan napas

Indikator Awal Target Sekarang


Produksi sputum 5 2 4
Dispnea 5 2 4
Gelisah 5 2 4
Frekuensi nafas* 2 5 3

P : Bersihan jalan napas meningkat dalam waktu 2 x 24


jam
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis. ronchi)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
- Posisikan fowler
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen
- Ajarkan keluarga pasien tentang pemberian
aromaterapi peppermint untuk mengurangi sesak
napas
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat beraktivitas
dan/atau tidur
Rabu, 2 - Mengidentifikasi penyebab hipertermia S: Lutfi
31/03/2021, - Memonitor suhu tubuh - Ibu pasien mengatakan An. R demam sudah ± 2
13.00 WIB - Menyediakan lingkungan yang dingin hari
- Melonggarkan atau lepaskan pakaian - Ibu pasien mengatakan suhu nya naik turun
- Memberikan oksigen O:
- Mengajarkan kompres hangat - S : 38°C
- Mengkolaborasi pemberian cairan dan - Suhu pasien naik turun
elektrolit intravena - Akral teraba hangat
- PCT tablet 3 x 40 mg
- Injeksi ceftriaxone 1 x 200 mg
A : Hipertermia b.d proses infeksi
Indikator Awal Target Sekarang
Konsumsi oksigen* 2 5 3
Suhu tubuh 2 5 3

P : Termoregulasi membaik dalam waktu 2 x 24 jam


- Identifikasi penyebab hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Berikan oksigen
- Ajarkan kompres hangat
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
Rabu, 3 - Mengidentifikasi pencapaian tugas S : Lutfi
31/03/2021, perkembangan anak - Ibu pasien mengatakan jika An. R mempunyai
13.00 WIB - Mengidentifikasi isyarat perilaku dan perkembangan yang kurang
fisiologis yang ditunjukkan bayi (mis. - Ibu pasien mengatakan An. R mempunyai riwayat
lapar, tidak nyaman) BBLR
- Memberikan sentuhan yang bersifat - Ibu pasien mengatakan An. R sulit untuk berbicara
tidak ragu – ragu atau menangis
- Mempertahankan lingkungan yang
mendukung perkembangan optimal O:
- Menjelaskan orang tua atau pengasuh - Pasien terlihat lemas
tentang perkembangan anak dan - Pasien terlihat agak rewel saat merasa sakit
perilaku anak - Pasien terlihat terbaring di tempat tidur kadang di
- Menganjurkan orang tua menyentuh gendong ibunya
dan menggendong bayinya - Pasien terlihat kurang aktif
- Menganjurkan orang tua berinteraksi - Hasil pengukuran tumbuh kembang dengan Denver
dengan anaknya II didapatkan hasil perkembangan pasien tergolong
- Merujuk untuk konseling, jika perlu untestable

- Pertumbuhan fisik : BB pasien 3,8 kg dan PB 50


cm. Status gizi anak gizi buruk
A : Gangguan tumbuh kembang b.d efek
ketidakmampuan fisik
Indikator Awal Target Sekarang
Keterampilan/perilaku 2 3 2
sesuai usia
Respon sosial 2 3 2
Kontak mata 2 3 2

Indikator Awal Target Sekarang


Berat badan sesuai usia 2 3 2
Panjang badan sesuai 2 3 2
usia

P : Status perkembangan dan status pertumbuhan


membaik dalam waktu 2 x 24 jam
- Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
- Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang
ditunjukkan bayi (mis. lapar, tidak nyaman)
- Berikan sentuhan yang bersifat tidak ragu – ragu
- Pertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan optimal
- Jelaskan orang tua atau pengasuh tentang
perkembangan anak dan perilaku anak
- Anjurkan orang tua menyentuh dan menggendong
bayinya
- Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
- Rujuk untuk konseling, jika perlu
Kamis, 1 - Memonitor pola napas (frekuensi, S : Lutfi
01/04/2021, kedalaman, usaha napas) - Ibu pasien mengatakan An. R sesak napasnya sudah
17.00 WIB - Memonitor bunyi napas tambahan (mis. berkurang
ronchi ) - Ibu pasien mengatakan An. R batuk sudah
- Memonitor sputum (jumlah, warna, berkurang
aroma) - Ibu pasien mengatakan An. R pileknya sudah
- Memposisikan fowler berkurang
- Memberikan minum hangat O:
- Memberikan oksigen - Pasien terlihat masih sesak napas
- Mengajarkan keluarga pasien tentang - Terdapat suara nafas tambahan : ronchi
pemberian aromaterapi peppermint - Sputum 1 cc
untuk mengurangi sesak napas - Sputum berwarna bening
- Mengkolaborasi penggunaan oksigen - Terlihat oksigen nasal kanul sudah terlepas
saat beraktivitas dan/atau tidur - Nebulizer ventolin
- Ambroxol syrup 3 x 1/5 cth
- RR : 50 x/menit
- N : 120 x/menit

- SPO2 : 98 %
A : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi
jalan napas

Indikator Awal Target Sekarang


Produksi sputum 5 2 3
Dispnea 5 2 3
Gelisah 5 2 3
Frekuensi nafas* 2 5 4

P : Bersihan jalan napas meningkat dalam waktu 1 x 24


jam
- Ajarkan keluarga pasien tentang pemberian
aromaterapi peppermint untuk mengurangi sesak
napas
Kamis, 2 - Mengidentifikasi penyebab hipertermia S: Lutfi
01/04/2021, - Memonitor suhu tubuh - Ibu pasien mengatakan An. R demam sudah ± 2
17.00 WIB - Menyediakan lingkungan yang dingin hari
- Memberikan oksigen - Ibu pasien mengatakan suhu An. R sudah turun
- Mengajarkan kompres hangat O:
- Mengkolaborasi pemberian cairan dan - S : 37,3°C
elektrolit intravena - Suhu pasien turun
- Akral teraba hangat
- PCT tablet 3 x 40 mg
- Injeksi ceftriaxone 1 x 200 mg
A : Hipertermia b.d proses infeksi
Indikator Awal Target Sekarang
Konsumsi oksigen* 2 5 4
Suhu tubuh 2 5 4

P : Termoregulasi membaik dalam waktu 1 x 24 jam


- Memonitor suhu tubuh
- Menyediakan lingkungan yang dingin
- Mengkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
Kamis, 3 - Mengidentifikasi pencapaian tugas S : Lutfi
01/04/2021, perkembangan anak - Ibu pasien mengatakan jika An. R mempunyai
17.00 WIB - Mengidentifikasi isyarat perilaku dan perkembangan yang kurang
fisiologis yang ditunjukkan bayi (mis. - Ibu pasien mengatakan An. R mempunyai riwayat
lapar, tidak nyaman) BBLR
- Memberikan sentuhan yang bersifat - Ibu pasien mengatakan An. R sulit untuk berbicara
tidak ragu – ragu atau menangis
- Mempertahankan lingkungan yang
mendukung perkembangan optimal O:
- Menjelaskan orang tua atau pengasuh - Pasien terlihat lemas
tentang perkembangan anak dan - Pasien terlihat agak rewel saat merasa sakit
perilaku anak - Pasien terlihat terbaring di tempat tidur kadang di
- Menganjurkan orang tua menyentuh gendong ibunya
dan menggendong bayinya - Pasien terlihat kurang aktif
- Menganjurkan orang tua berinteraksi - Hasil pengukuran tumbuh kembang dengan Denver
dengan anaknya II didapatkan hasil perkembangan pasien tergolong
- Merujuk untuk konseling, jika perlu untestable
- Pertumbuhan fisik : BB pasien 3,8 kg dan PB 50
cm. Status gizi anak gizi buruk
A : Gangguan tumbuh kembang b.d efek
ketidakmampuan fisik

Indikator Awal Target Sekarang


Keterampilan/perilaku 2 3 2
sesuai usia
Respon sosial 2 3 2
Kontak mata 2 3 2

Indikator Awal Target Sekarang


Berat badan sesuai usia 2 3 2
Panjang badan sesuai 2 3 2
usia

P : Status perkembangan dan status pertumbuhan


membaik dalam waktu 1 x 24 jam
- Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak
- Identifikasi isyarat perilaku dan fisiologis yang
ditunjukkan bayi (mis. lapar, tidak nyaman)
- Berikan sentuhan yang bersifat tidak ragu – ragu
- Pertahankan lingkungan yang mendukung
perkembangan optimal
- Jelaskan orang tua atau pengasuh tentang
perkembangan anak dan perilaku anak
- Anjurkan orang tua menyentuh dan menggendong
bayinya
- Anjurkan orang tua berinteraksi dengan anaknya
- Rujuk untuk konseling, jika perlu
Jum’at, 1 - Mengajarkan keluarga pasien tentang S: Lutfi
02/04/2021, pemberian aromaterapi peppermint - Ibu pasien mengatakan An. R sudah tidak sesak
13.00 WIB untuk mengurangi sesak napas napas
- Ibu pasien mengatakan An. R sudah jarang batuk
- Ibu pasien mengatakan An. R pileknya sudah
berkurang
O:
- Pasien terlihat lebih rileks
- Pasien terlihat sudah tidak memakai oksigen
- Sputum 1 cc
- Ambroxol syrup 3 x 1/5 cth
- RR : 47 x/menit
- N : 100 x/menit

- SPO2 : 98 %
A : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi
jalan napas

Indikator Awal Target Sekarang


Produksi sputum 5 2 2
Dispnea 5 2 2
Gelisah 5 2 2
Frekuensi nafas* 2 5 5

P : Bersihan jalan napas meningkat


Jum’at, 2 - Memonitor suhu tubuh S: Lutfi
02/04/2021, - Menyediakan lingkungan yang dingin - Keluarga pasien mengatakan An. R demam sudah
13.00 WIB - Mengkolaborasi pemberian cairan dan ± 2 hari
elektrolit intravena - Keluarga pasien mengatakan suhu An. R sudah
turun
O:
- S : 36,1°C
- Suhu pasien turun
- Akral teraba dingin
- Injeksi ceftriaxone 1 x 200 mg
A : Hipertermia b.d proses infeksi

Indikator Awal Target Sekarang


Konsumsi oksigen* 2 5 5
Suhu tubuh 2 5 5

P : Termoregulasi membaik
Jum’at, 3 - Mengidentifikasi pencapaian tugas S : Lutfi
02/04/2021, perkembangan anak - Keluarga pasien mengatakan jika An. R
13.00 WIB - Mengidentifikasi isyarat perilaku dan mempunyai perkembangan yang kurang
fisiologis yang ditunjukkan bayi (mis. - Keluarga pasien mengatakan An. R mempunyai
lapar, tidak nyaman) riwayat BBLR
- Memberikan sentuhan yang bersifat
tidak ragu – ragu - Keluarga pasien mengatakan An. R sulit untuk
- Mempertahankan lingkungan yang berbicara atau menangis
mendukung perkembangan optimal O:
- Menjelaskan orang tua atau pengasuh - Pasien terlihat lemas
tentang perkembangan anak dan - Pasien terlihat agak rewel saat merasa sakit
perilaku anak - Pasien terlihat terbaring di tempat tidur kadang di
- Menganjurkan orang tua menyentuh gendong ibunya
dan menggendong bayinya - Pasien terlihat kurang aktif
- Menganjurkan orang tua berinteraksi - Hasil pengukuran tumbuh kembang dengan Denver
dengan anaknya II didapatkan hasil perkembangan pasien tergolong
- Merujuk untuk konseling, jika perlu untestable

- Pertumbuhan fisik : BB pasien 3,8 kg dan PB 50


cm. Status gizi anak gizi buruk
A : Gangguan tumbuh kembang b.d efek
ketidakmampuan fisik

Indikator Awal Target Sekarang


Keterampilan/perilaku 2 3 2
sesuai usia
Respon sosial 2 3 2
Kontak mata 2 3 2

Indikator Awal Target Sekarang


Berat badan sesuai usia 2 3 2
Panjang badan sesuai 2 3 2
usia

P : Status perkembangan dan status pertumbuhan belum


membaik
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil Lahan Praktek

1. Gambaran Umum RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga

Pada awalnya RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga merupakan

rumah sakit Zending yang didirikan oleh Belanda dan berlokasi di dukuh Trenggiling

desa Kalikajar, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. Kemudian pada

tahun 1979 rumah sakit tersebut diserahkan kepada pemerintah Indonesia, lalu

gubernur Jawa Tengah Soeparjo Roestam menganjurkan agar rumah sakit

dipindahkan lokasinya karena kondisi dari lokasi sudah tidak memadai. Pada tahun

1981 mulai dibangun gedung RSUD Purbalingga di lokasi yang baru yaitu kelurahan

Kembaran Kulon, kecamatan Purbalingga.

Pada tahun 1983 RSUD Purbalingga ditetapkan sebagai rumah sakit kelas C

dengan SK Menkes No. 223/Menkes/VI/1983. Pada tanggal 05 Mei 1986 secara

resmi RSUD Purbalingga pindah ke lokasi baru di JL. Tentara Pelajar No. 22

kelurahan Kembaran Kulon, kecamatan Purbalingga. Kemudian pada tanggal 01 Mei

2010 berdasarkan Peraturan Bupati Purbalingga No. 28 Tahun 2010 RSUD

Purbalingga resmi berubah nama menjadi RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga.

Di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga ada dua macam

fasilitas pelayanan, yaitu :

a. Rawat Jalan

Untuk fasilitas pelayanan rawat jalan terdapat beberapa klinik antara lain

klinik spesialis bedah umum, klinik spesialis bedah orthopaedi, klinik spesialis

bedah anak, klinik spesialis bedah urologi, klinik spesialis kebidanan dan
kandungan, klinik spesialis anak, klinik spesialis penyakit dalam, klinik spesialis

syaraf, klinik spesialis penyakit mata, klinik spesialis THT, klinik gigi, klinik

spesialis kulit dan kelamin, klinik spesialis paru dan klinik kesehatan

jiwa/psikiatri.

b. Rawat Inap

Untuk rawat inap ada 13 ruang pelayanan yaitu ruang anggerk (kasus

syaraf), ruang bougenville (kasus kebidanan dan kandungan), ruang cempaka

(kasus anak), ruang dahlia (ruang bedah), ruang edelweis (ruang bedah), ruang

flamboyan (kasus dalam), ruang gardena lama (semua kasus), ruang gardena baru

1 – 3 (semua kasus), ruang kenanga (kasus dalam), ruang lavender (kasus dalam),

ruang menur (kasus bedah), ruang ICU (semua kasus), dan ruang perinatologi

(kasus BBL).

2. Gambaran Umum Ruang Cempaka RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga

Ruang cempaka RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga terletak

antara ruang anggrek dan ruang kenanga. Ruang cempaka adalah ruang perawatan

anak dengan kasus dalam dengan usia 1 bulan – 13 tahun. Terdapat 8 kamar dengan

23 bed yaitu kelas 1 terdapat 8 bed, kelas 2 terdapat 4 bed, kelas 3 terdapat 8 bed,

ruang intensif terdapat 2 bed, dan ruang isolasi terdapat 1 bed. Di ruang cempaka

terdapat 12 perawat yang terdiri dari 1 kepala ruangan, 2 kepala tim, 4 penanggung

jawab shift, 5 perawat pelaksana, 2 dokter spesialis, 1 administrasi, 1 asisten perawat,

1 cleaning service. Pada tahun 2020 kasus penyakit terbanyak di ruang cempaka

yaitu kasus febris typoid sekitar 247 pasien.

B. Analisa Masalah Keperawatan


Diagnosa masalah keperawatan didapatkan dari penilaian klinik tentang respon

individu, keluarga, maupun komunitas, terhadap masalah keperawatan atau proses

kehidupan yang aktual dan potensial. Pada tahap penentuan diagnosa keperawatan

memungkinkan perawat menganalisa data yang didapatkan dari pengkajian (Allen,

2010).

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data objektif pasien An. R mengalami

bersihan jalan napas tidak efektif dengan hasil auskultasi suara nafas adalah ronchi,

pasien terlihat sesak nafas dengan frekuensi pernafasan 62 x/menit, pasien batuk dan

pilek berwarna bening, pasien mengalami demam dengan suhu tubuh 38°C, selain itu

batasan karakteristik yang mengacu pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif

yaitu terdapat suara tambahan, perubahan pola nafas, perubahan frekuensi nafas, batuk

tidak efektif.

Bronkopneumonia adalah radang pada paru – paru yang menggambarkan

pneumonia yang mempunyai penyebaran berbecak, teratur, dalam satu area atau lebih

yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Wjiayaningsih, 2013).

Tanda dan gejala Bronkopneumonia gejala penyakit datang mendadak namun kadang –

kadang didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas, pertukaran udara di paru – paru

tidak lancar dimana pernapasan agak cepat dan dangkal sampai terdapat pernapasan

cuping hidung, adanya bunyi napas tambahan seperti ronchi dan wheezing, dalam waktu

singkat suhu naik dengan cepat sehingga kadang – kadang terjadi kejang, anak merasa

nyeri atau sakit di daerah dada sewaktu batuk dan bernapas, batuk disertai sputum yang

kental, nafsu makan menurun.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan ketidakmampuan membersihkan

sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten (Tim

Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Obstruksi jalan nafas dapat disebabkan karena adanya
gangguan pada bersihan jalan nafas berupa kondisi pernafasan yang abnormal, biasanya

disebabkan karena ketidakmampuan untuk batuk efektif, sekresi yang kental atau

berlebihan akibat penyakit infeksi dan imobilisasi (Hidayat & Uliyah, 2015).

C. Analisa Intervensi Keperawatan

Berdasarkan hasil analisa pengkajian keperawatan pada pasien An. R perlu

dilakukan tindakan mandiri keperawatan untuk membantu pengeluaran secret dan

membantu pernafasan lebih efektif. Prinsip terapi pada kasus ini ditunjukkan untuk

membantu pengeluaran secret dan membantu pernafasan lebih efektif, dalam hal ini

penatalaksanaan ditujukan untuk pasien dengan bersihan jalan napas tidak efektif selain

dengan menggunakan nebulizer untuk mengeluarkan secret dan membantu pernafasan

lebih efektif yaitu dengan aromaterapi peppermint oil.

Aromaterapi peppermint adalah suatu penyembuhan yang berasal dari alam

dengan menggunakan aromaterapi peppermint sebagai tambahan baku. Aromaterapi

peppermint mengandung menthol sehinggia sering digunakan juga sebagai bahan baku

obat flu. Aroma menthol yang terdapat pada aromterapi peppermint memiliki anti

inflamasi, sehingga nantinya akan membuka saluran pernfasan. Selain itu, aromaterapi

peppermint juga akan membantu mengobati infeksi akibat serangan bakteri, karena

aromaterapi peppermint memiliki sifat antibakteri. Aromaterapi peppermint akan

melonggarkan bronkus sehingga akan melancarkan pernafasan. Untuk melegakan

pernafasan dapat menghirup aromaterapi peppermint secara langsung. Sedangkan

inhalasi sederhana adalah menghirup uap hangat dari air mendidih yang telah dicampur

dengan aromaterapi sebagai penghangat, misalnya aromaterapi peppermint. Terapi


inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme, mengencerkan sputum, menurunkan

hiperaktivitas bronkus serta mengatasi infeksi (Rasmin dkk, 2012). Berikut adalah cara

menggunakan aromaterapi peppermint yang dilakukan pada An. R : jelaskan tujuan dan

prosedur tindakan pemberian aromaterapi peppermint pada pasien/orang tua, monitor

frekuensi nafas pasien, monitor jumlah dan karakteristik sputum, dekatkan kom kecil

berisi air hangat yang sudah tercampur dengan peppermint oil didekat pasien agar uap

nya dapat dihirup pasien, teteskan beberapa tetes peppermint oil ke tangan, oleskan ke

area dada dan punggung pasien agar membantu mengurangi sesak nafasnya, dilakukan

selama 5 – 10 menit selama 3 hari.

Pada penelitian Siswantoro (2015) tentang pengaruh aromaterapi daun mint

dengan inhalasi sederhana terhadap penurunan sesak nafas pada pasien tuberculosis paru

dimana setelah diberikan aromaterapi daun mint dengan inhalasi sederhana pada

kelompok eksperimen responden terlihat pernafasannya tidak tersengal – sengal, karena

aroma menthol yang terdapat pada daun mint memiliki anti inflamasi, sehingga nantinya

akan membuka saluran pernafasan. Sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan

perlakuan sehingga pada kelompok eksperimen mengalami penurunan nilai skala sesak

nafas sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami penurunan nilai skala skala

sesak nafas.

Inhalasi sederhana merupakan hirupan uap hangat dari air mendidih yang telah

dicampur dengan aromaterapi sebagai penghangat, misalnya daun mint. Inhalasi

merupakan salah saru cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi

komplementer atau non farmakologi pada pasien yang mengalami ketidakefektifan

bersihan jalan nafas khususnya pasien anak dengan bronkopneumonia sangat membantu

untuk mengurangi ketidakefektifan bersihan jalan nafas selain menggunakan nebulizer

(Akhavani, 2005).
D. Analisa Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada An. R dengan bersihan jalan

napas tidak efektif menunjukkan bahwa aromaterapi peppermint oil dapat membantu

pengeluaran secret dan membantu pernafasan lebih efektif pada An. R. Hal ini

dibuktikan dari pelaporan hasil aromaterapi peppermint pada hari pertama secret yang

diperoleh 2 cc berwarna bening jernih dengan frekuensi nafas 62 x/menit, hari kedua

secret yang diperoleh 1 cc dengan frekuensi nafas 50 x/menit, dan hari ketiga secret yang

diperoleh 1 cc dengan frekuensi nafas 47 x/menit. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Amelia, dkk (2018) tentang aromaterapi peppermint terhadap masalah

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas anak dengan bronkopneumonia

diperoleh data p-value 0,002 < 0,05 yang artinya ada pengaruh aromaterapi peppermint

terhadap masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien anak

usia 1 – 5 tahun dengan bronkopneumonia. Aromaterapi dilakukan selama 5 – 10 menit

yang dilakukan selama 5 hari ternyata sangat efektif untuk mengurangi masalah bersihan

jalan napas tidak efektif pada karakteristik sesak napas dan akumulasi sputum.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Silitonga, dkk (2020),

dengan nilai signifikan ( 2 – tailed) 0.000, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh

inhalasi sederhana daun mint terhadap penurunan sesak napas pada pasien penderita TB

Paru di UPT Puskesmas Buhit Balige, yang dilihat dari perbedaan antara pretest dan post

test frekuensi pernapasan dan skala sesak napas MRC.

Salah satu alternatif pemecahan masalah atau rencana tindak lanjut dari

penatalaksanaan bersihan jalan napas tidak efektif untuk pasien dengan

Bronkopneumonia adalah dengan aromaterapi peppermint oil. Bersihan jalan napas tidak

efektif dapat diatasi dengan aromaterapi peppermint oil dan juga terapi nebulizer.
Tenaga kesehatan khususnya perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien tidak harus beraspek pada obat – obatan (farmakologi) untuk mengurangi

bersihan jalan napas tidak efektif dapat melakukan tindakan mandiri keperawatan tanpa

obat (non farmakologi) seperti aromaterapi peppermint oil. Hal ini sebagai salah upaya

kolaborasi dengan keluarga untuk memaksimalkan penatalaksanaan pengeluaran secret

dan membantu pernafasan lebih efektif. Oleh karena itu alternatif pemecahan masalah

diatas dapat dijadikan salah satu cara non farmakologi untuk membantu pengeluaran

secret dan membantu keefektifan pernafasan.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa praktek keperawatan terhadap pasien dengan

Bronkopneumonia dengan masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif di

ruang Cempaka RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Dari hasil pengkajian didapatkan data subyektif yaitu Ibu pasien mengatakan

sebelum ke rumah sakit An. R mengalami sesak napas, ibu pasien mengatakan An. R

mengalami batuk, ibu pasien mengatakan An. R mengalami pilek berwarna bening.

Hasil pemeriksaan yaitu pasien terlihat sesak nafas, terdengar suara grok – grok di

paru kanan kiri, frekuensi nafas 62 x/menit, nadi 156 x/menit, suhu 38°C, SPO2

96%.

2. Dari hasil analisa data didapat masalah keperawatan bersihan jalan napas tidak

efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas. Intervensi yang dilakukan

penulis memiliki rencana tindakan yaitu monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,

usaha napas), monitor bunyi napas tambahan (mis. ronchi), monitor sputum (jumlah, warna,

aroma), posisikan fowler, berikan minum hangat, berikan oksigen, ajarkan keluarga pasien

tentang pemberian aromaterapi peppermint : jelaskan tujuan dan prosedur tindakan


pemberian aromaterapi peppermint pada pasien/orang tua, monitor frekuensi nafas

pasien, monitor jumlah dan karakteristik sputum, dekatkan kom kecil berisi air

hangat yang sudah tercampur dengan peppermint oil didekat pasien agar uap nya

dapat dihirup pasien, teteskan beberapa tetes peppermint oil ke tangan, oleskan ke

area dada dan punggung pasien agar membantu mengurangi sesak nafasnya,

dilakukan selama 5 – 10 menit, k olaborasi penggunaan oksigen saat beraktivitas dan/atau

tidur.

3. Implementasi yang dilakukan yaitu membantu memposisikan pasien dengan nyaman

yaitu fowler, memberikan terapi nebulizer ventolin, melakukan pemberian

aromaterapi peppermint : jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pemberian

aromaterapi peppermint pada pasien/orang tua, monitor frekuensi nafas pasien,

monitor jumlah dan karakteristik sputum, dekatkan kom kecil berisi air hangat yang

sudah tercampur dengan peppermint oil didekat pasien agar uap nya dapat dihirup

pasien, teteskan beberapa tetes peppermint oil ke tangan, oleskan ke area dada dan

punggung pasien agar membantu mengurangi sesak nafasnya, dilakukan selama 5 –

10 menit, memonitor kondisi pasien setelah dilakukan aromaterapi peppermint,

memberikan oksigen dengan nasal kanul 1 lpm.

4. Evaluasi yang dilakukan data subyektif : ibu pasien mengatakan An. R sudah tidak

sesak napas, ibu pasien mengatakan An. R sudah jarang batuk, ibu pasien

mengatakan An. R pileknya sudah berkurang. Data obyektif : pasien diberikan

ambroxol syrup 3 x 1/5 cth, posisi pasien duduk menyender pada ibu, ibu An. R

dapat mempraktekan pemberian aromaterapi peppermint, pasien terlihat

menggunakan oksigen nasal kanul 1 lpm, secret keluar 1 cc berwarna bening,

frekuensi nafas 47 x/menit, nadi 100 x/menit, suhu 36,1°C, SPO2 : 98 %. Analisa

masalah status pernafasan teratasi.


5. Analisa penulis bahwa pemberian intervensi aromaterapi peppermint oil untuk

membantu mengeluarkan secret dan keefektifan pernafasan pada kasus

Bronkopneumonia.

6. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas saran peneliti sebagai berikut :

1. Bagi Pihak Rumah Sakit

Disarankan bagi rumah sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

2. Bagi Keluarga

Disarankan keluarga lebih aktif dalam mencari informasi terkait dengan masalah

kesehatan yang dialami pasien.

3. Bagi Perawat

Diharapkan bagi perawat ruangan untuk lebih aktif lagi mencari literatur dan

mengembangkan dan dalam penanganan pasien khususnya dengan masalah bersihan

jalan napas tidak efektif. Perawat dapat mengajarkan atau melakukan langsung teknik

non farmakologi seperti pemberian aromaterapi peppermint.


DAFTAR PUSTAKA

A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. (2014). Pengantar kebutuhan dasar manusia.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Akhvani, M.A. (2005). Steam inhalation treatment for children. British Journal of General
Practice. 55 (516, 557).

Allen, K Eileen & Marotz, Lynn R. (2010). Profil Perkembangan Anak: Pra Kelahiran
Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: PT. Indeks.

Amelia, S., Oktorina, R., Astuti, N. (2018). Aromaterapi Peppermint Terhadap Masalah
Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Anak Dengan
Bronkopneumonia. Real in Nursing Journal. 1 (2) : 77-83. Diakes pada tanggal 26
April 2021.

Anwar, M. (2011). Ilmu Kandungan Edisi 3. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo.

Bararah, T dan Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L.,
Mace S.E., Jr G.H.M., Moore M.R., Peter S.D.S., Stockwell J.A., and Swanson J.T.
(2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children
Older Than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric
Infectious Diseases Society and the Infectious Disease Society of America, Clinical
Infectious Disease, 1- 52.

Carpenito, Lynda Jual. (2013). Rencana Asuhan Dan Pendokumentasian Keperawatan. Alih
Bahasa Monica Ester. Edisi. Jakarta: EGC.
Choirunisa, Ana Maria. (2009). Panduan Terpenting Merawat Bayi dan Balita. Jakarta :
Moncer.

Craig Hospital. (2013). Aromatherapy. Retrieved from


http://www.craighospital.org/repository/documents/heathinfo/PDFs/801.CAM.Aroma
therapy.pdf. Diakses pada tanggal 27 April 2021.

Djuantoro, Dwi. (2014). Patofisiologi Buku Ajar Ilustrasi made Incredibly Easy. Tangerang
Selatan: Binarupa Aksara.

Fadhila, A. (2013). Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia Pada


Pasien Bayi Laki-laki Berusia 6 bulan. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=122484&val=5502&title=penegakan-dan-penatalaksanaan-bronkopneumonia-
pada-pasien-bayi-laki-laki-berusia-6-bulan

Hardiyanti & Solikha. (2018). Asuhan keperawatan pada anak dengan masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif pada kasus bronkopneumonia di ruang aster rsud prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto. KIAN. Purwokerto : Program Profesi Ners
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Haris, S., Corry, B., Theresa S., Irma, S., Karmila, K. (2020). Pengaruh Inhalasi Sederhana
Menggunakan Daun Mint (Menthe Piperita) Terhadap Penurunan Sesak Napas Pada
Penderita TB Paru di Lingkungan UPT Puskesmas Tandang Buhit Balige. Malahayati
Nursing Journal. P-ISSN: 2655-2728. E-ISSN: 2655-4712. 2 (3). 632-640. Diakes
pada tanggal 26 April 2021.

Hongratanaworakit, Tapanee. (2004). Physiological Effects in Aromatherapy.


Songklanakarin J. Sci. Technol, 26(1) : 117-125. Retrieved from
http://rdo.psu.ac.th/sjstweb/journal/26-1/12aromatherapy.pdf. Diakses pada tanggal 27
April 2021.

Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Diakses pada tanggal 26
April 2021. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia-/Profil-Kesehatan-Indonesia-Tahun-2017.pdf

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Marni. (2014). Buku Ajar Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Notoatmodjo, S. (2007). Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nurarif. A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC. Mediaction Publishing.
Nursalam. (2013). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktik. Jakarta:
Salemba Medika.

Posadzki, P., Alotaibi, A., & Ernst, E. (2012). Adverse Effects of Aromatherapy : A
Systematic Review of Case Reports and Case Series. International Journal of Risk &
Safety in Medicine. 24(3): 147-161. DOI: 10.3233.JRS-2012-0568.Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22936057. Diakses pada tanggal 27 April 2021.

Potter, P. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Potter, A & Perry, A. G. (2010). Fundamental of nursing : fundamental keperawatan; buku 2


edisi 7. Jakarta: Salemba medika.

Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga Tahun 2018.

Rasmin, M. dkk. (2012). Prosedur tindakan bidang paru dan pernapasan diagnostik dan
terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FK UI. Balai Penerbitan FK UI.

Ringel, Edward. (2012). Buku Saku Hitam Kedokteran Paru Alih Bahasa: dr. Elfiawati
Resipirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Siswantoro, E. (2015). Pengaruh Aroma Terapi Daun Mint Dengan Inhalasi Sederhana
Terhadap Penurunan Sesak Nafas Pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan. Stikes Dian Husada Mojokerto. Diakses pada tanggal 01
Mei 2021.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Wijayaningsih. K.S. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta. TIM.

Wong, Donna. L. (2003). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Edisi 2. Jakarta : EGC.

World Health Organization. (2019). Pneumonia. Fact sheet N°331. Diakses pada tanggal 26
April 2021. from: https://www.who.int/en/news-room/factsheet/detail/pneumonia

Anda mungkin juga menyukai