Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KARTIKA SARI
3720190037

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA

A. Pengertian
Asma adalah penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan
saluran napas kronis. Gejala asma seperti mengi (wheezing), sesak napas, sesak
dada, batuk yang bervariasi dari waktu ke waktu (GINA, 2018). Asma adalah
penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai dengan
adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan (Infodatin, 2017).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan (Amin & Hardhi, 2016). Asma dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu :
1) Asma Bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain
penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga
bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot
polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan.
2) Asma Kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma
kardial biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur.
B. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor autonom,
imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada
berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai
suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor
neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris
vagus pada epitel jalan napas, disebut reseptor batu atau iritan, tergantung pada
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti
debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan
ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan
(artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua
kelompok tersebut. Asma ekstrinsik mungkin dihubungkan dengan lebih
mudahnya mengenali rangsangan pelepasan mediator daripada asma
instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan
menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita
menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan
dewasa yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau
sifat-sifat perilaku yang dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada
anak dengan penyakit cacat kronis yang lain (Nelson, 2013).

C. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda
dan gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1) Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainana bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :


a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2

2) Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) PaO2 kurang dari 80 %
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik

D. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi paru-paru
Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru
adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama
dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian
yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi
lagi menjadi beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang
disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian
kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum (Evelyn, 2009).

Gambar 1.1 Anatomi paru-paru

Sumber : Hadiarto (2015)

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama


pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental.
Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga
dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura
(Guyton, 2007).
Gambar 1.2 Paru-paru manusia

Sumber : Hedu (2016)

Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke


dalam sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.
a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal,
dan faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus
dan alveolus paru.

Menurut Alsagaff dan Mukty (2010) sistem pernapasan terbagi


menjadi dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah
pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah
pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat
berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan
elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.
2. Fisiologi paru
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena
memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara
paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007).
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah
dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan
karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan
metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan
agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal (Jayanti,
2013).
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa
pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua
belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan
bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh
bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk
mengempis (Yunus, 2007).
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang
pasif. Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada
kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula
(Evelyn, 2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama
bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih
tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai 6
mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan
tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara
mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada
kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding
dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi
sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru (Alsagaff &
Mukty, 2010).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir
keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi (Miller et al, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen
dari alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton,
2007).
Gambar 1.3 Fisiologi Penapasan Manusia

Sumber : Hedu (2016)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia


adalah sebagai berikut :

a. Usia

Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan dapat
berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan
terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial,
penurunan kapasitas paru.

b. Jenis kelamin

Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari pada
funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki-laki
lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki- laki lebih
tinggi sehingga recoil dan compliance paru sudah terlatih.

c. Tinggi badan

Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi lebih


tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek (Juarfianti, 2015).

E. Patofisiologi
Secara umum, allergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan kontriksi otot polos, hyperemia, serta sekresi
lender putih yang tebal. Mekanisme reaksi ini telah diketahui dengan baik,
tetapi sangat rumit. Penderita yang telah desensitisasi terhadap satu bentuk
allergen yang spesifik, akan membuat antibody terhadap allergen yang dihirup
tersebut. Antibodi yang merupakan imunoglobin jenis IgE ini kemudian
melekat dipermukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak
lain adalah basofil yang kita gunakan pada saat menghitung leukosit. Bila satu
molekul IgE terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu permukaan
allergen, maka sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan
sejumlah bahan yang menyebabkan kontriksi bronkus. Salah satu contohnya
adalah histamine dan prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat
reseptor beta-2 adrenergik, sedangkan pada jantung mempunyai reseptor beta-1
(Naga, 2012).
Apabila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat antiasma salbutamol,
maka pelepasan histamine akan terhalang. Tidak hanya itu, aminofilin obat
antiasma yang sudah terkenal, juga menghalangi pembebasan histamine. Pada
mukosa bronkus dan dalam darah tepi, terdapat banyak eosinofil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah terlihat. Pada mulanya fungsi
eosinofil di dalam sputum tidak dikenal, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa
dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang dapat menghancurkan
histamine dan prostaglandin. Jadi eosinofil ini memberikan perlindungan
terhadap serangan asma (Naga, 2012).
Patofisiologi asma juga dapat dikarakteristikkan dengan penandaaan
konstriksi oleh saluran bronkial dan bronkospasme yang diikuti dengan edema
dari saluran pernafasan dan produksi mukus yang berlebihan. Bronkospasme
yang terjadi dapat disebabkan oleh peningkatan pelepasan dari mediator
inflamasi seperti histamine, prostaglandin, dan bradikinin, yang pada fase awal
lebih menyebabkan bronkokonstriksi daripada inflamasi. Dapat terjadi
beberapa jam setelah onset awal dari gejala dan bermanifestasi sebagai respon
inflamasi. Mediator utama dari inflamasi selama respon asmatik adalah sel
darah merah (eosinofil) yang menstimulasi degradasi mast cell dan pelepasan
substansi yang menyerang sel putih lain pada area tersebut (Amelia Lorensia,
2013).
F. Pathway

Sumber : Huda & Kusuma 2015


G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan sputum
2) Pemeriksaan darah
3) Foto rontgen
4) Pemeriksaan faal paru
5) Elektrokardiografi

H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asma
b) Menghindari faktor pencetus
c) Fisioterapi
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Contohnya : Alupent, metrapel
b. Metil Xantin
Contohnya : Aminophilin dan Teopilin
c. Kortikosteroid.Contohnya : Beclometason Dipropinate dengandosis 800
empat kali semprot tiap hari
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntungannya dapat diberikan secara oral
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena
f. Antibiotik spektrum luas

I. Komplikasi
1) Pneumo thoraks
2) Pneumomediastinum
3) Emfisema subkutis
4) Ateleltaksis
5) Aspergilosis
6) Gagal nafas
7) Bronchitis

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi :
a. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, tanggal masuk sakit, rekam medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea
(sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit
saluran nafas bagian bawah (rhinitis, utikaria, dan eskrim).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit
turunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.
e. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi
duduk
b) Dada diobservasi
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
d) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar,
lesi, massa, dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis,
skoliosis, dan lordosis
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan
pergerakkan dada
f) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan
diafragma, dan penggunaan otot bantu pernapasan
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi dan
fase eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan napas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases
(COPD)
h) Kelainan pada bentuk dada
i) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru atau pleura
j) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit,
dan mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara (Nurarif & Kusuma, 2015).
3) Perkusi
Suara perkusi normal :
a) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal
b) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati
c) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang
berisi udara
d) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan
dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah
e) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat terdengar pada perkusi daerah hati, di mana areanya
seluruhnya berisi jaringan (Nurarif & Kusuma, 2015).
4) Auskultasi
a) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal)

b) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui


jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih

c) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan


vesikular.

d) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan


crackles (Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut diagnosis keperawatan Nanda (2015), diagnosa keperawatan
yang dapat diambil pada pasien dengan asma adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli
dan bronkospasme
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan dan deformitas dinding dada
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbondioksida
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan volume
sekuncup jantung
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot penguyah
g. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita

3. Intervensi Keperawatan
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi
masalah keperawatan pada klien dengan asma bronkial :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
penumpukan sekret. Nursing Outcomes Classification (NOC) : setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan bersihan
jalan napas yang efektif. Domain 2 : kesehatan Fisiologis, Kelas E : jantung
paru. 0410 : saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk
pertukaran udara berat (2) menjadi ringan (4) dengan indikator
:Kemampuan untuk mengeluarkan sekret, frekuensi pernafasan, suara napas
tambahan, batuk. Nursing Interventions Classification (NIC) Airway
Management : 1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, 2)
keluarkan sekret dengan batuk (teknik batuk efektif), 3) monitor vital sign
(RR), 4) observasi suara tambahan, 5) latih napas dalam (teknik relaksasi).
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan dan deformitas dinding dada. Nursing Outcomes Classification
(NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan
mempertahankan pola napas yang efektif. Domain 2 : kesehatan Fisiologis,
Kelas E : jantung paru. 0402 : pertukarana karbondioksida dan oksigen di
alveoli untuk mempertahankan konsentrasi darah arteri berat (2) menjadi
ringan (4) dengan indikator : Saturasi oksigen, sianosis, gangguan
kesadaran, keseimbangan ventilasi dan perfusi. Nursing Interventions
Classification (NIC) : Monitor Pernapasan 1) Monitor kecepatan, irama,
kedalam dan kesulitan bernafas, 2) Monitor saturasi oksigen, 3) palpasi
kesimetrisan ekspansi paru, 4) monitor pola napas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon
dioksida. Nursing Outcomes Classification (NOC) : setelah dilakukan
tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan pertukaran kepatenan
pertukaran gas. Domain 2 : kesehatan Fisiologis, Kelas E : jantung paru.
4020 : pertukarana karbondioksida dan oksigen di alveoli untuk
mempertahankan konsentrasi darah arteri berat (2) menjadi ringan (4)
dengan indikator : Saturasi oksigen, Sianosis, Gangguan kesadaran,
Keseimbangan ventilasi dan perfusi. Nursing Interventions Classification
(NIC) : Terapi oksigen : 1) Pertahankan kepatenan jalan napas, 2) Berikan
oksigen seperti yang diperintahkan, 3) Monitor aliran oksigen, 4)Batasi
merokok.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan
volume sekuncup jantung.Nursing Outcomes Classification (NOC) : setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan curah
jantung yang stabil dengan kriteria hasil : Domain 2 : kesehatan Fisiologis,
Kelas E : jantung paru, Denyut nadi apikal, Tekanan darah sistol dan distol,
Ukuran jantung, Intoleransi aktivitas. Nursing Interventions Classification
(NIC) : Perawatan jantung : 1) Catat tanda dan gejala penurunan curah
jantung, 2) Monitor EKG, 3) Evaluasi perubahan tekanan darah, 4) Monitor
sesak, kelelahan, takipnea.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan
oksigen (hipoksia) kelemahan. Nursing Outcomes Classification (NOC) :
setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan mempertahankan
toleransi aktivitas yang adekuat dengan kriteria hasil:Domain 1 : fungsi
kesehatan, Kelas A : pemeliharaan energi, Saturasi oksigen ketika
beraktivitas, Frekuensi nadi keyika beraktivitas, Frekuensi pernapasan
ketika beraktivitas, Warna kulit, Tekanan darah sistolik dan diastolik ketika
beraktivitas. Nursing Interventions Classification (NIC): Manajemen energi
: 1) Monitor respirasi pasien selama kegiatan, 2) Bantu pasien identifikasi
pilihan-pilihan aktivitas, 3) Bantu pasien untuk menjadwalkan periode
istirahat, 4) Monitor respon oksigen pasien.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan
dengan laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot penguyah.
Nursing Outcomes Classification (NOC) : setelah dilakukan tindakan
keperawatan pasien akan mempertahankan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil:Domain 2 : kesehatan fisiologi, Kelas K : pencernaan &
nutrisi, Asupan makanan, Asupan cairan, Energi, Rasio tinggi badan/berat
badan. Nursing Interventions Classification (NIC): Pemberian makan : 1)
Tanyakan pasien makanan yang disukai, 2) Atur makanan sesuai dengan
kesenangan pasien, 3) Beri minum pada saat makan, 4) Catat asupan.
Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita. Nursing
Outcomes Classification (NOC) : setelah dilakukan tindakan keperawatan
pasien akan menurunkan tingkat kecemasannya dengan kriteria
hasil:Domain 3 : kesehatan psikososial, Kelas M : kesejahteraan psikologis,
Perasaan gelisah, Kesulitan berkonsentrasi, Meremas-remas tangan, Wajah
tegang. Nursing Interventions Classification (NIC): Pengurangan kecemasan
: 1) Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatakan kepercayaan, 2)
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi, 3) Kaji untuk tanda
verbal dan non verbal kecemasan, 4) Dorong keluarga untuk mendampingi
klien.
4. Implementasi Keperawatan
a. Hindari alergen
Salah satu penatalaksanaan asma adalah menghindari eksaserbasi.
Anak yang rentan tidak dibiarkan untuk terpajan cuaca yang sangat
dingin, berangin, atau cuaca ekstrem lainnya, asap,spray, atau iritan
lainnya.
b. Meredakan bronkospasme
Anak diajarkan untuk mengenali tanda dan gejala awal serangan
sehingga dapat dikendalikan sebelum gejala tersebut semakin berat.
Tanda-tanda objektif yang dapat diobservasi orang tua antara lain
rinorea, batuk, demam ringan, iritabilitas, gatal (terutama leher bagian
depan dan dada), apati, ansietas, gangguan tidur, rasa tidak nyaman pada
abdomen, kehilangan nafsu makan.
Anak yang menggunakan nebulizer, MDI, diskhaler, atau rotahaler
untuk memberikan obat perlu mempelajari cara penggunaan alat tersebut
dengan benar (Wong, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
Efektivitas intervensi keperawatan ditentukan dengan pengkajian
ulang yang kontinu dan evaluasi perawatan berdasarkan panduan observasi
dan hasil yang diharapkan berikut ini:
a. Tanyakan keluarga mengenai upaya membasmi atau menghindari alergen
b. Amati anak untuk adanya tanda-tanda gejala pernapasan
c. Kaji kesehatan umum anak
d. Amati anak dan tanyakan keluarga mengenai infeksi atau komplikasi
lainnya
e. Tanyakan anak tentang aktivitas sehari-hari
f. Tentukan tingkat pemahaman keluarga dan anak terhadap kondisi anak
dan tentang terapu yang harus dilakukan (Wong, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, dan Mukty H.A. (2010). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
Amin & Hardhi. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc Dalam Berbagai Kasus Jilid 1. Yogyakarta:
Mediaction.
Evelyn CP. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Global Initiative for Asthma (GINA). (2018). Global Strategy of Asthma
Management and Prevention. https://ginasthma.org.
Guyton A.C. and J.E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Hadiarto, Mangunnegoro. (2015). Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Jurnal
Respirologi Indonesia. 15(3): 113-119
Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Infodatin. (2017). Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN
2442-7659.
Jayanti N. (2013). Perbandingan Kapasitas Vital Paru Pada Atlet Pria Cabang
Olahraga Renang dan Lari Cepat Persiapan Pekan Olahraga Provinsi 2013
di Bandar Lampung. Majority Journal. 2(5):113-118.
Juarfianti, Engka, J. N., & Supit, S. (2015). Kapasitas Vital Paru pada Penduduk
Dataran Tinggi Desa Rurukan Tomohon. Jurnal E-Biomedik (Ebm), 3(1):
430-434.
Lorensia, Amelia. (2013). Analisis Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma di
Suatu Rumah Sakit. Surabaya.
Marcdante, dkk., 2013. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Keenam.
Elsevier - Local. Jakarta.
Miller HU, Frank I. (2011). Effect Of Respiratory Muscle Training On Exercise
Performance In Healthy Individuals: A Systemic Review And Metaanalysis.
Sport Medicine Journal. 42(8):707-724.
Naga, S.Sholeh. (2012). Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam.
Jogjakarta: Diva Press.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Nurarif, AH & Kusuma, H. (2015). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction Publishing.
Wong, Donna L. (2012). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (6 ed). Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai