Anda di halaman 1dari 38

KARYA INOVASI KEPERAWATAN GERONTIK PENERAPAN

THERAPI MUSIK KLASIK PADA PASIEN LANSIA TN. S


DENGAN GANGGUAN TIDUR DI RT 10/RW 05
DESA BANGUNGREJO LAMPUNG TENGAH
KARYA TAHUN 2021

KARYA INOVASI NERS

OLEH :
FITRIANI : 2020207209126
ANDI IMAWAN : 2020207209124
BUDI PARWOTO : 2020207209125

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2021
KARYA INOVASI KEPERAWATAN GERONTIK PENERAPAN
THERAPI MUSIK KLASIK PADA PASIEN LANSIA TN. S
DENGAN GANGGUAN TIDUR DI RT 10/RW 05
DESA BANGUNGREJO LAMPUNG TENGAH
KARYA TAHUN 2021

KIN

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan


pendidikan program Ners Profesi Keperawatan

OLEH :
FITRIANI : 2020207209126
ANDI IMAWAN : 2020207209124
BUDI PARWOTO : 2020207209125

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (1999, dalam Merlianti,

2014), Usia lanjut adalah usia 60 tahun ke atas yang terdiri dari (1) usia

lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan (3) usia

sangat tua (very old) di atas 90 tahun. Populasi penduduk lansia di

Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 2000,

penduduk lansia berjumlah 14,45 juta jiwa (7,18 %) dari seluruh penduduk

Indonesia. Jumlah tersebut meningkat menjadi 18,04 juta jiwa (7,56 %)

pada tahun 2010. Pada tahun 2020, kemungkinan populasi lansia di

Indonesia akan meningkat hingga 27,7 juta jiwa (9,99 %) dari seluruh

penduduk Indonesia.( WHO dalam Friska, 2020 ).

Seiring dengan tingginya jumlah lansia, masalah yang terjadi pada

lansia pun beragam, diantaranya gangguan kardiovaskuler, nyeri atau

ketidaknyamanan, gangguan eliminasi, gangguan ketajaman

penglihatan, gangguan pendengaran serta gangguan tidur. Dari beberapa

masalah kesehatan tersebut, yang sering dialami oleh lansia adalah

gangguan tidur.

Gangguan tidur di Indonesia menyerang sekitar 50 % orang yang

berusia 65 tahun keatas. Prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi

yaitu sekitar 67%. Berdasarkan hasil penelitian Mitayani (2018) tentang


penerapan terapi musik pada asuhan keperawatan lansia dengan gangguan

tidur di BPSTW Unit Budi Luhur Kasongan Bantul, didapatkan hasil

penelitian setelah skor PSQI pada klien pertama sebelum diberikan terapi

musik adalah 12 (kualitas tidur buruk) dan setelah diberikan terapi musik

adalah 2 (kualitas tidur baik), sedangkan skor PSQI pada klien kedua

sebelum diberikan terapi musik adalah 14 (kualitas tidur buruk) dan

setelah diberikan terapi musik adalah 3 (kualitas tidur baik). Kesimpulan:

terapi musik dapat meningkatkan kualitas tidur pada lansia dengan

gangguan tidur di BPSTW Unit Budi Luhur. Hasil penelitian lain oleh

Merlianti (2014) tentang pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur

penderita insomnia pada lansia di Panti Jompo Graha Kasih Bapa

Kabupaten Kubu Raya menunjukkan rata-rata skor insomnia sebelum

dilakukan terapi musik yaitu 23,94, nilai ini termasuk dalam kategori

insomnia berat. Rata-rata skor insomnia sesudah dilakukan terapi musik

yaitu 18,75, nilai ini menunjukan kategori insomnia sedang. Hasil tersebut

menunjukkan adanya pengaruh terapi musik terhadap kualitas tidur lansia.

Dampak gangguan tidur yang tidak ditindaklanjuti dapat

berdampak terhadap kualitas hidup, produktivitas pada lansia. Untuk

menangani gangguan tidur dapat dilakukan dengan banyak cara, salah

satunya adalah dengan pemberian terapi musik. Terapi musik adalah

pemberian elemen musik kepada seseorang untuk memberikan efek

terapeutik. Terapi musik merupakan teknik yang sangat mudah dilakukan,

terjangkau serta memiliki efek samping lebih kecil dibandingkan dengan


terapi farmakologis. Efek pemberian terapi musik menunjukkan bahwa

musik dapat memengaruhi ketegangan atau kondisi rileks seseorang,

karena dapat merangsang pengeluaran endorfin dan serotonin yang dapat

membuat tubuh merasa lebih rileks. Beberapa penelitian membuktikan

bahwa terapi musik dapat memengaruhi kualitas tidur lansia yang dapat

meningkatkan kualitas tidur.

Pemberian terapi musik diharapkan dapat meningkatkan kualitas

tidur lansia, sehingga kebutuhan tidur lansia dapat terpenuhi. Berdasarkan

latar belakang dan fenomena di atas, penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Terapi Musik Pada Lansia

Dengan Gangguan tidur”.

B. Rumusan Masalah

Masalah - masalah yang terjadi pada lansia pun beragam,

diantaranya gangguan kardiovaskuler, nyeri atau ketidaknyamanan,

gangguan eliminasi, gangguan ketajaman penglihatan, gangguan

pendengaran serta gangguan tidur. Dari beberapa masalah kesehatan

tersebut, yang sering dialami oleh lansia adalah gangguan tidur,

berdasarkan uraian di atas kami tertarik mengetahui “ Bagaimanakah

penerapan terapi musik pada asuhan keperawatan lansia dengan gangguan

tidur? ”
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui penerapan terapi musik pada asuhan keperawatan lansia

dengan gangguan tidur

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gangguan tidur yang terjadi pada lansia

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tidur lansia

c. Mengetahui gambaran musik yang disukai lansia

d. Mengetahui kualitas tidur lansia sebelum diberikan terapi musik.

e. Mengetahui kualitas tidur lansia sesudah diberikan terapi musik.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :

Memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan pengetahuan

serta literatur mengenai Asuhan Keperawatan Lansia dengan gangguan

tidur. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan acuan dalam

mengembangkan penelitian tentang penatalaksanaan secara efektif

dalam meningkatkan kualitas tidur lansia sehingga kebutuhan tidur

lansia terpenuhi.
2. Praktis

Secara praktis bahwa penerapan terapi musik pada lansia dengan

masalah gangguan tidur dapat diaplikasikan sebagai intervensi yang

tepat sebagai asuhan keperawatan non farmakologi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Lansia Pada Gangguan Pola Tidur

1. Lansia

a. Pengertian Lansia

Lansia merupakan seseorang yang sudah memiliki umur 60 tahun atau

lebih, yang merupakan faktor tertentu tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial

(Nugroho, 2010).

b. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Menurut (Nugroho, 2010), batasan-batasan lanjut usia yaitu sebagai

berikut:

1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia dengan

rentang usia 45-59 tahun

2) Lanjut usia (elderly) dengan rentang usia 60-74 tahun

3) Lanjut usia tua (old) dengan rentang usia 75-90 tahun

4) Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun

c. Perubahan-Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Menurut (Nugroho, 2010), ada beberapa perubahan yang terjadi pada

lansia diantaranya adalah:


1) Perubahan Fisik

Dimana dalam perubahan fisik ini yang mengalami perubahan sel,

sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem pengaturan temperature tubuh, sistem

respirasi, sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem

genitourinaria, sistem endokrin, sistem kulit dn system

muskulosketal. Perubahan ini merupakan perubahan yang terjadi

pada bentuk dan fungsi masing-masing.

2) Perubahan Mental

Dalam perubahan mental pada lansia yang berkaitan dengan dua

hal yaitu kenangan dan intelegensi. Lansia akan mengingat

kenangan masa terdahulu namun sering lupa pada masa yang lalu,

sedangkan intelegensi tidak berubah namun terjadi perubahan

dalam gaya membayangkan.

3) Perubahan Psikososial

Pensiunan di masa lansia yang mengalami kehilangan finansial,

kehilangan teman, dan kehillangan pekerjaan, kemudian akan

sadar terhadap kematian, perubahan cara hidup, penyakit kronik,

dan ketidakmampuan, gangguan gizi akibat kehilangan jabatan

dan ketegapan fisik yaitu perubahan terdapat pada konsep diri dan

gambaran diri.

4) Perkembangan Spiritual

Dalam perkembangan spiritual pada lansia agama dan


kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

5) Perubahan Sistem Sensori

Perubahan sistem sensori pada lansia terdiri dari sentuhan,

pembauan, perasa, penglihatan dan pendengaran. Perubahan pada

indra pembau dan pengecapan yang dapat mempengaruhi

kemampuan lansia dalam mempertahankan nutrisi yang adekuat.

Perubahan sensitivitas sentuhan yang dapat terjadi pada lansia

seperti berkurangnya kemampuan neuro sensori yang secara

efisien memberikan sinyal deteksi, lokasi dan identifikasi

sentuhan atau tekanan pada kulit.

6) Perubahan pada otak

Penurunan berat otak pada individu biasanya dimulai pada usia 30

tahun. Penurunan berat tersebut awalnya terjadi secara perlahan

kemudian semakin cepat. Penurunan berat ini berdampak pada

pengurangan ukuran neuron, dimulai dari korteks frontalis yang

berperan dalam fungsi memori dan performal kognitif.

7) Perubahan Pola Tidur

Waktu istirahat atau tidur lansia cenderung lebih sedikit dan

jarang bermimpi dibandingkan usia sebelumnya. Lansia

cenderung lebih mudah terbangun ketika tidur karena kendala

fisik dan juga lebih sensitive terhadap pemaparan cahaya.

Gangguan pola tidur yang biasa dialami lansia seperti insomnia.

2. Gangguan Pola Tidur


a. Definisi Gangguan Pola Tidur

Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum

akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan

munculnya salah satu dari ketiga masalah tersebut: insomnia, gerakan

sensasi abnormal di kala tidur atau ketika di tengah malam atau

merasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Potter dan Perry,

2005 dalam Mitayani, 2018). Gangguan pola tidur adalah gangguan

kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor ekternal (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2018).

b. Tanda dan Gejala Gangguan Pola Tidur

Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018), dalam buku Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia tanda dan gejala gangguan pola

tidur dibagi menjadi dua yaitu:

1) Gejala dan tanda mayor

a) Secara subjektif klien mengeluh sulit tidur, mengeluh sering

terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur

berubah, dan mengeluh istirahat tidak cukup.

b) Secara objektif tidak ada gejala mayor dari gangguan pola

tidur.

2) Gejala dan tanda minor

a) Secara subjektif klien mengeluh kemampuan beraktivitas

menurun
b) Secara objektif tidak ada gejala minor dari gangguan pola

tidur

c. Penyebab Gangguan Pola Tidur

Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2018), penyebab dari gangguan pola tidur yaitu :

1) Hambatan lingkungan (misalnya : keseimbangan lingkungan

sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak

sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

2) Kurang kontrol tidur

3) Kurang privasi

4) Retraint fisik

5) Ketiadaan teman tidur

6) Tidak familiar dengan peralatan tidur

d. Tahapan Tidur

Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf

perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskletal. Menurut

(Potter dan Perry, 2005), secara alamiah dalam tidur mempunyai dua

tahapan yaitu:

1) Tidur NREM (Non Rapid Eye Movement)

Tidur NREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapannya

mempunyai ciri tersendiri:

a) Tahap I

Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari


siklus tidur. Pada tahap ini seseorang merasa kabur dan rileks,

mata bergerak ke kanan dan ke kiri, kecepatan jantung dan

pernapasan turun secara jelas. Gelombang alfa sewaktu seseorang

masih sadar dibantu dengan gelombang beta yang lambat.

Sesorang yang tidur pada tahap pertama dapat dibangunkan

dengan mudah.

b) Tahap II

Seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang lebih

dalam. Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun kita benar-

benar berada dalam keadaan tidur. Periode tahap 2 berlangsung

dari 10 sampai 40 menit. Kadang-kadang selama tahap tidur 2

seseorang dapat terbangun karena sentakan tiba-tiba dari

ektremitas tubuhnya. Ini normal, kejadian sentakan ini, sebagai

akibat masuknya tahapan REM.

c) Tahapan III

Pada tahapan ini kecepatan jantung dan pernapasan serta proses

tubuh berlanjut mengalai penurunan akibat dominasi sistem saraf

parasimpatis. Seseorang lebih sulit dibangunkan. Gelombang

otak menjadi tertur dan terdapat penambahan delta lambat.

d) Tahap IV

Tahap ini merupakan tahap tidur dalam yang ditandai dengan

rekomendasi gelombang delta yang lambat. Kecepatan jantung

dan pernapasan turun. Selama tidur seseorang mengalami sampai


4 sampai 6 kali suklus tidur dalam waktu 7 sampai 8 jam. Siklus

tidur sebagian besar merupakan tidur NREM dan berakhir

dengan tidur REM.

2) Tidur REM (Rapid Eye Movement)

Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NREM. Tidur REM

adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola napas dan denyut

jantung tidak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat.

Kadang-kadang timbul twitching (berkedut) pada tangan, kaki, atau

muka, dan pada laki-laki dapat timbul ereksi pada periode tidur

REM. Walaupun ada aktivitas demikian orang masih tidur lelap dan

sulit untuk dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah

dan rileks. Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan

pikiran, menjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan

mempertahankan fungsi sel –sel otak.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu

untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan

kebutuhannya.

Menurut (Wartonah dan Tarwoto, 2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi tidur yaitu sebagai berikut:

1) Penyakit

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih


banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan

klieen kurang tidur atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien

dengan hipertensi, ganguan pernapasan seperti asma, bronchitis,

dan penyakit persyarafan.

2) Lingkungan

Klien yang biasanya tidur pada lingkungan yang tenang dan

nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka

akan menghambat tidurnya.

3) Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan

keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.

4) Kelelahan

Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.

5) Kecemasan

Pada keadaan cemas seseorang makan meningkatkan saraf

simpatis sehingga mengganggu tidurnya.

6) Alkohol

Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan

minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.

7) Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur

antara lain:

a) Diuretic: menyebabkan insomnia


b) Antidepresan: menyupresi REM

c) Kafein: meningkatkan saraf simpatik

d) Narkotika: menyupresi REM

3. Terapi Musik

a. Pengertian terapi musik

Terapi musik adalah serangkaian yang dirancang dalam upaya untuk

mendorong seseorang atau bahkan membatu orang. Kata tersebut

biasanya digunakan dalam konteks fisik dan mental. “music” dalam

“terapi music” memiliki arti atau penjelasan secara mengkhusus

dalam rangkaian terapi. Terapi musik adalah terapi yang bersifat

nonverbal. Dengan bantuan music, pikiran klien dibiarkan untuk

mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang membahagiakan,

mengangankan hal-hal yang diimpikan dan dicita-citakan, atau

bahkan menguraikan permasalahan yang dia hadapi (Djohan, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata musik tidak hanya memiliki

manfaat untuk anak-anak atau orang yang berusia muda. Musik juga

memiliki manfaat kepada orang-orang yang sudah lanjut usia. Aspek

dari kehidupan lansia yang mendapatkan manfaat dari musik baik

secara fisik maupun psikologis. Sehingga terapi musik yang dilakukan

memiliki beberapa manfaat seperti; relaksasi, mengistirahatkan tubuh,

dan pikiran, meningkatkan motivasi, pengembangan diri,

meningkatkan kemampuan mengingat dan kesehatan jiwa


b. Jenis terapi musik

Pada dasarnya hampir semua jenis musik bisa digunakan untuk terapi

musik namun kita harus tahu pengaruh setiap jenis musik terhadap

pikiran. Setiap nada, melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya

musik akan memberi pengaruh berbeda kepada pikiran dan tubuh kita.

Dalam terapi musik, komposisi musik disesuaikan dengan masalah

atau tujuan yang ingin kita capai. Musik sangat mempengaruhi

kehidupan manusia.

Musik memiliki 3 bagian penting yaitu beat mempengaruhi tubuh,

ritme yang teratur akan berdampak menenangkan atau relaksasi, dan

harmony adalah melodi yang mengacu pada hati yang akan

berdampak pada roh seseorang. Contoh-contoh terapi musik yang

dapat dijadikan terapi musik klasik, slow musik, orkestra, dan musik

modern lainnya seperti pop, jazz dan lain - lain. Sehingga Terapi

Musik yang efektif menggunakan musik dengan komposisi yang tepat

antara beat, ritme dan harmony yang disesuaikan dengan tujuan

dilakukannya terapi musik. Jadi memang terapi musik yang efektif

tidak bisa menggunakan sembarang musik (Djohan, 2012).

Pada pemberian terapi musik, memiliki 2 metode yaitu :

1) Metode terapi music aktif

Dalam terapi musik aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main

menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat

lagu singkat, dengan catatan bahwa pasien mampu melakukan hal


tersebut.

2) Metode terapi musik pasif

Terapi musik pasif adalah terapi musik yang murah, mudah dan

efektif. Pasien tinggal mendengarkan dan menghayati suatu

alunan musik tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. Hal

terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik

harus tepat dengan kebutuhan pasien sehingga kualitas hidup

pasien meningkat

c. Manfaat terapi musik

Menurut Djohan (2012), musik mempunyai manfaat sebagai berikut:

1) Efek Mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa

dihasilkan sebuah musik yang dapat meningkatkan intelegensia

seseorang.

2) Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh,

dengan mendengarkan musik walaupun sejenak, terbukti dapat

menenangkan dan menyegarkan pikiran kembali.

3) Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling”

tertentu. Apabila ada motivasi, semangatpun akan muncul dan

segala kegiatan bisa dilakukan.

4) Perkembangan Kepribadian.

Kepribadian seseorang diketahui mempengaruhi dan dipengaruhi

oleh jenis musik yang didengarnya selama masa perkembangan.

5) Terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang


manfaat musik untuk kesehatan, baik untuk kesehatan fisik

maupun mental.

6) Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai pesan tanpa

harus memahami bahasanya. Pada kesehatan mental, terapi musik

diketahui dapat memberi kekuatan komunikasi dan keterampilan

fisik pada penggunanya.

d. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Terapi Musik

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam terapi musik :

1) Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-remang

dan hindari menutup gorden atau pintu dan batasi lingkungan

yang tidak efektif

2) Volume suara yang keras dapat mengganggu perasaan saat

pemberian terapi sehingga volume yang digunakan tidak terlalu

keras

3) Usahakan klien untuk tidak menganalisa musik, dengan prinsip

nikmati musik ke mana pun musik membawa.

4) Gunakan jenis musik sesuai dengan kesukaan klien terutama yang

berirama lembut dan teratur.

e. Prosedur pemberian terapi musik

1) Pengertian

Pemanfaatan musik dan elemen musik untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitas pola tidur klien

2) Tujuan
a) Memperbaiki kondisi fisik klien

b) Meningkatkan kesehatan dan emosional klien terhadap terapi

music

3) Persiapan

a) Alat

(1) Tape musik / Radio

b) Bahan

(1) Headset

(2) CD musik

(3) Alat musik (jika dibutuhkan atau sesuai indikasi kondisi

klien)

4) Prosedur pelaksanaan

a) Tahap Pra Interaksi

(1) Cek catatan keperawatan

(2) siapkan alat-alat

(3) cuci tangan

b) Interaksi

(1) Tahap orientasi

(a) Menyampaikan salam

(b) Memperkenalkan diri dengan pasien dan keluarga

(c) Menanyakan nama pasien

(d) Definisikan perubahan spesifik perilaku dan fisiologis

seperti yang diinginkan ( mis : relaksasi, stimulasi,


konsentrasi)

(e) Pertimbangkan minat klien pada music

(f) Identifikasi musik yang disukai klien

(g) Informasikan individu mengenai tujuan (terkait

dengan) pengalaman (yang akan dirasakan) terhadap

music

(2) Fase Kerja

(a) Pilih musik-musik tertentu yang mewakili musik yang

disukai klien

(b) Bantu individu untuk menentukan posisi yang nyaman

(c) Batasi stimulasi ekternal (misanyalnya, cahaya, suara,

pengunjung, panggilan telepon) selama pengalaman

mendengarkan musik.

(d) Buatlah kaset dan peralatan musik lainnya terjangkau

oleh klien.

(e) Pastikan kaset dalam kondisi baik.

(f) Berikan headphone sesuai indikasi.

(g) Pastikan volume atau suara musik adekuat dan tidak

terlalu keras.

(h) Hindari menghidupkan musik dan dibiarkan dalam

waktu yang lama.

(i) Fasilitasi partisipasi aktif klien (misalnya, bermain alat

musik atau bernyanyi) jika hal ini diinginkan klien dan


sesuai dengan tempat

c) Terminasi

(1) Evaluasi hasil kegiatan (respons pasien)

(2) Simpulkan kegiatan dan berikan umpan balik positif

(3) Kontrak waktu pertemuan selanjutnya

(4) Rapikan alat dan cuci tangan

(5) Dokumentasi

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap

ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan

kesehatan klien. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait

dengan aspek biologis, psikologis, sosial maupun spiritual klien. Tujuan

pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data

dasar klien (Wartonah dan Tarwoto, 2010).

Menurut (Aspiani, 2015), data dasar pengkajian pada klien hipetensi:

a. Data biografi

Nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit , nama

penanggung jawab dan catatan kedatangan

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama klien datang ke rumah sakit atau ke fasilitas


kesehatan.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan klien yang dirasakan saat dilakukan pengkajian

3) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan terdahulu biasanya penyakit hipertensi adalah

penyakit yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya

dilakukan pengkajian tentang riwayat minum obat klien.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga adalah mengkaji riwayat keluarga

apakah ada yang menderita penyakit yang sama.

c. Data dasar pengkajian

1) Aktivitas/istirahat

a) Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup

monoton

b) Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung, takipnea

2) Sirkulasi

a) Gejala: riwayat hipertensi, arterosklerosis, penyakit jantung

coroner/katup dan penyakit serebrovaskuler dan episode

palpitasi.

b) Tanda: peningkatan tekanan darah, nadi denyutan jelas dari

karotis, jugularis, radialis, takikardia, murmur stenosis

valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu


dingin (vasokontriksi perifer) dan pengisisan kapiler

mungkin lambat/tertunda

3) Integritas ego

a) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor

stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan

pekerjaan).

b) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian,

tangisan meledak, otot muka tegang, menghela napas,

peningkatan pola bicara.

4) Eliminasi

Gejala: gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat

penyakit ginjal pada masa lalu.

5) Makanan/cairan

a) Gejala: makanan yang disukai dan mencakup makanan

tinggi garam, serta lemak kolesterol, mual, muntah dan

perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun)

b) Tanda: berat badan normal/obesitas, adanya edema,

glikosuria

6) Neurosensory

a) Gejala: Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala,

suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara

spontan setelah beberapa jam) dan gangguang penglihatan

(diplopia, penglihatan kabur, epistaksis).


b) Tanda: status mental, perubahan keterjagaan, orientasi,

pola/isi bicara, efek, proses piker dan penurunan kekuatan

genggaman tangan

7) Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala: angina (penyakit arteri coroner/keterlibatan jantung),

sakit kepala

8) Pernapasan

a) Gejala: dispnea yang berkaiatan dari aktivitas/kerja,

takipnea, ortopnea, dyspnea , batuk dengan/tanpa

pembentukan sputum dan riwayat merokok.

b) Tanda: distress pernapasan/penggunaan otot aksesori

pernapasan, bunyi napas tambahan (crakles/mengi) dan

sianosis

9) Keamanan

Gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural

10) Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: faktor resiko keluarga: hipertensi, arterosklerosis,

penyakit jantung, diabetes mellitus dan faktor lain, seperti orang

Afrika-Amerika, Asia Tenggara, penggunaan pil KB atau

hormone lain, penggunaan alkohol/obat.

11) Cara penghitungan dengan quisioner PSQI (Pirtzburg Sleep

Quality Index).

Dalam penelitian gangguan pola tidur quisioner yang digunakan


adalah PSQI (Pirtzburg Sleep Quality Index). Skala Pittsburgh

Sleep Quality Index (PSQI) versi bahasa Indonesia ini terdiri

dari 9 pertanyaan. Pada variabel ini menggunakan skala ordinal

dengan skor keseluruhan dari Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) adalah 0 sampai dengan nilai 21 yang diperoleh dari 7

komponen penilaian diantaranya kualitas tidur secara subjektif

(subjective sleep quality), waktu yang diperlukan untuk

memulai tidur (sleep latency), lamanya waktu tidur (sleep

duration), efisiensi tidur 25 (habitual sleep efficiency),

gangguan tidur yang sering dialami pada malam hari (sleep

disturbance), penggunaan obat untuk membantu tidur (using

medication), dan gangguan tidur yang sering dialami pada siang

hari (daytime disfunction). (Curcio et al, 2012).

Apabila semakin tinggi skor yang didapatkan, maka akan

semakin buruk kualitas tidur seseorang. Keuntungan dari PSQI

ini adalah memiliki nilai validitas dan reliabilitas tinggi. Namun

ada juga kekurangan dari kuesioneir PSQI ini yaitu dalam

pengisian memerlukan pendampingan untuk mengurangi

kesulitan respoden saat mengisi kuesioner. Masing- masing

komponen mempunyai rentang skor 0 – 3 dengan 0 = tidak

pernah dalam sebulan terakhir, 1 = 1 kali seminggu, 2 = 2 kali

seminggu dan 3 = lebih dari 3 kali seminggu. Skor dari ketujuh

komponen tersebut dijumlahkan menjadi 1 (satu) skor global


dengan kisaran nilai 0 – 21. Ada dua interpretasi pada PSQI

versi bahasa Indonesia ini adalah kualitas tidur baik jika skor ≤

5 dan kualitas tidur buruk jika skor > 5. ( Curcio et al, 2012 ).

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau

potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat

secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi

secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan

merubah status kesehatan klien (Herdman, 2018). Diagnosa keperawatan

menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018) dalam buku Standar

Diagnosis keperawatan Indonesia yaitu gangguan pola tidur.

Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat dari gangguan pola tidur

diantaranya yaitu sebagai berikut:

a. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik dan

mengantuk.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer

oksigen, gangguan metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat,

imobilisasi, nyeri, dan lingkungan yang mengganggu.

c. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk tidur, henti

napas saat tidur, (sleep apnea) dan ketidak mampuan mengawasi

perilaku.
d. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.

e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan henti napas saat tidur.

f. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangan tidur

hipersomia. (Wartonah dan Tarwoto, 2010)

3. Intervensi

Perencanaan keperawatan pada masalah gangguan pola tidur yaitu

peningkatan kualitas tidur. Tujuan yang diharapkan penurunan

kecemasan, peningkatan kenyamanan, level nyeri menururn, istirahat,

dan pola tidur yang adekuat. Dengan kriteria hasil, jumlah tidur dalam

batas normal 6-8 jam/hari dan perasaan segar setelah tidur atau istirahat

(Nurif dan Kusuma, 2015).

Tujuan dan kriteria hasil menurut (Herdman, 2018) adalah sebagai

berikut:
Tabel 2.1
Rencana Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan
Pola Tidur di RT 10 / RW 05 desa Sidodadi
Kecamatan Bangun Rejo
Lam - Teng Tahun 2021

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)


Keperawatan (NOC)
1 2 3 4
1 Gangguan 1. Melaporkan istirahat tidur NIC
pola tidur malam yang optimal 1. Lakukan pengkajian
2. Rasa ngantuk klien pada masalah gangguan
siang hari berkurang tidur klien,karakteristik
3. Klien dapat tidur nyenyak dan penyebab kurang
4. Jumlah jam tidur klien 6- tidur
8 jam perhari 2. Monitor tanda-tanda
5. Frekuensi terbangun di vital klien
malam hari berkurang 3. Kurangi kebisingan, atur
6. Klien melakukan cahaya lampu yang
tindakan-tindakan yang redup
mempercepat tidur 4. Batasi intake cairan pada
7. Perasaan segar setelah malam hari, terutama
tidur atau istirahat yang mngandung kafein
8. Tanda-tanda vital 5. Anjurkan klien untuk
dalam batas normal tidur dengan posisi yang
nyaman seperti posisi
sim
6. Anjurkan klien untuk
tidak tidur pada siang
hari
Lakukan akupresure
dan beri air rebusan
daun salam

Sumber: Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC- NOC (Herdman, 2018).

4. Implementasi dan Evaluasi

a. Implementasi

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan

keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi


adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk

menciptakan hubungan saling percaya dan saling bantu,

kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan melakukan

observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan

kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi

(Asmadi, 2013).

Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase pertama

merupakan fase persiapan yang mencakup pengetahuan tentang

validasi rencana, implementasi rencana, persiapan klien dan

keluarga. Fase kedua merupakan puncak implementasi keperawatan

yang berorientasi pada tujuan. Pada fase ini, perawat menyimpulkan

data yang dihubungkan dengan reaksi klien. Fase ketiga merupakan

terminasi perawat-klien setelah implementasi keperawatan selesai

dilakukan (Asmadi, 2013).

b. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil

akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali ke

dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment)

(Asmadi, 2013).
Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu

1) Evaluasi Formatif

Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien

segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis

pada catatan perawatan, dilakukan setiap selesai melakukan

tindakan keperawatan.

2) Evaluasi Sumatif SOAP

Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status

kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan

perkembangan yang merupakan rekapan akhir secara paripurna,

catatan naratif, penderita pulang atau pindah.

C. Studi Literatur

1. Jenis literatur

Jenis literatur ini merupakan studi literatur yang mengumpulkan data dari

sumber-sumber tertulis yang bersifat teoritis seperti buku, dokumen dan

berbagai macam literature yang berhubungan dengan topik asuhan

keperawatan gerontik dengan gangguan tidur.

2. Sumber Data

Dalam pustaka ini, sumber data yang digunakan yaitu jurnal ilmiah.

3. Fokus Data
Fokus studi literatur merupakan kajian utama dari masalah yang akan

dijadikan acuan studi literatur. Fokus studi literatur pada penelitian ini

adalah asuhan keperawatan gerontik dengan gangguan tidur.

4. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam studi literatur (literature review) yaitu pasien

gerontik dengan gangguan tidur.

5. Jumlah Pustaka yang dikaji

Jumlah Pustaka yang akan dikaji yaitu sebanyak 5 jurnal yang berkaitan

dengan judul maupun isi dari penelitian pustaka peneliti.

6. Cara Pengumpulan Pustaka

a. Strategi pencarian

Penelusuran pustaka dilakukan melalui Ejournal yang dicari mulai

tahun 2015-2020 berupa laporan hasil penelitian dan review yang

membahas asuhan keperawatan gerontik dengan gangguan tidur.

Artikel diseleksi berdasarkan judul dan informasi abstrak. Apabila

informasi pada judul dan abstrak tidak jelas, mempergunakan naskah

lengkap untuk dilakukan review.

b. Kriteria seleksi data

1) Kriteria inklusi dari literature yang akan dibahas yaitu:

a) Hasil penelitian asuhan keperawatan gerontik dengan gangguan

tidur.

2) Kriteria eksklusi dari literatur yang akan dibahas yaitu jurnal-jurnal

yang diterbitkan dibawah tahun 2015.


BAB III

METODE

A. Persiapan

Pada tahap awal proses asuhan yang dilakukan adalah mengumpulkan

seberapa besar masalah dan dampak dari subjek yang akan dilakukan proses

asuhan, mengumpulkan referensi buku – buku, jurnal ilmiah, artikel sebagai

sumber teoritis yang mendukung. Kemudian menentukan jenis inovasi yang

dilakukan dapat berupa, Standar Operasional Prosedur ( SOP )

B. Proses

Pada tahap ini langsung dilakukan pelaksanaan dengan terjun ke lapangan

yaitu melakukan Asuhan Keperawatan Gerontik Lansia dengan Gangguan

Tidur di RT 10/RW 05 Desa Sidodadi Kecamatan Bangunrejo Kabupaten

Lampung Tengah. Pelaksanaan meliputi :

1. Melakukan pengkajian langsung pada Tn. S di RT 10/RW 05 Desa

Sidodadi Kecamatan Bangunrejo.

2. Menyimpulkan masalah yang dihadapi Tn. S

Setelah menentukan masalah keperawatan pada Tn. S maka masalah yang

didapat sesuai dengan hasil pengkajian pada lansia adalah gangguan tidur.

3. Melakukan intervensi
Intervensi dilakukan yang mengacu pada masalah yang dihadapi TN. S

yaitu gangguan tidur dengan langsung dilakukan prosedur pemberian

terapi musik.

2. Implementasi

Implementasi dilakukan pada setiap jadwal kontrol pasien

a. Tanggal 26 Maret 2021 dilakukan pengkajian

b. Tanggal 27 Maret 2021 langsung di temukan masalah klien

c. Tanggal 28 Maret 2021 dilakukan intervensi pemberian musik tetapi

sebelumnya dilakukan pengkajian PSQI (Pirtzburg Sleep Quality

Index).

d. Tanggal 2,3,4 April 2021 dilakukan pengontrolan pada klian dan

langsung diberikan Intervensi terapi music.

e. Tanggal 16,17,18 Apri 2021 dilakukan evaluasi pada TN. S terhadap

efektifitas terapi musik dengan dilakukan pengkajian PSQI (Pirtzburg

Sleep Quality Index) setelah dilakukan intervensi terapi music.

3. Evaluasi

Evaluasi dilakukan mengacu pada evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

C. Hasil

Dalam pelaksanaan terapi musik, penulis menerapkan langkah- langkah

sesuai dengan SOP yang digunakan kepada kedua klien. Pada tahap pra

interaksi, penulis menyiapkan alat-alat serta mengidentifikasi faktor yang

dapat menyebabkan kontra indikasi yaitu dengan menyiapkan MP3 player


dan headphone yang berfungsi dengan baik dan daya baterainya sudah diisi

penuh agar pada saat pelaksanaan terapi tidak terjadi masalah yang dapat

mengganggu konsentrasi dan kenyamanan klien. Langkah yang tidak

dilakukan oleh penulis pada tahap pra interaksi adalah mengecek catatan

medis atau catatan keperawatan klien karena pasien tidak sedang dalam

perawatan pelayanan kesehatan sehingga tidak mempunyai catatan medik.

Pada tahap orientasi, perawat memberikan salam dan memanggil lansia

dengan namanya kemudian menjelaskan tujuan, prosedur dan lamanya

tindakan yang akan dilakukan. Dengan begitu klien akan merasa diperhatikan

dan komunikasi terapeutik antara perawat dengan klien tetap terjaga serta

menunjukkan bahwa perawat akan memberikan bantuan untuk menyelesaikan

masalah klien. Pada tahap ini klien Tn. S sangat antusias ketika dijelaskan tentang

prosedur terapi musik. Komunikasi terapeutik secara efektif dapat menimbulkan

pengaruh pada sikap dan hubungan yang makin baik.

Tahap kerja dimulai dengan memberikan kesempatan klien untuk bertanya

serta menanyakan keluhan klien agar pada saat pelaksanaan klien dapat

berfokus pada musik yang didengarkan. Kemudian perawat menjelaskan efek

terapi yang diharapkan yaitu relaksasi dan membantu klien memilih posisi

yang nyaman yaitu dengan berbaring agar klien memiliki pemahaman

tentang terapi yang akan diberikan dan merasa nyaman saat diberikan terapi.

Klien langsung sepakat dan bersedia untuk diberikan terapi musik. Langkah

utama dalam pemberian terapi musik mulai dari mendekatkan perlengkapan

musik, memastikan alat berfungsi dengan baik, memastikan volume tidak

terlalu keras dan tidak meninggalkan klien pada saat diberikan terapi
dilakukan untuk mengoptimalkan efek yang diharapkan dari pemberian terapi

musik yaitu klien merasa rileks dan mudah tertidur. Setelah diberikan terapi,

klien diberikan kesempatan untuk memilih musik yang akan digunakan pada

terapi selanjutnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah kebosanan yang dapat

terjadi pada klien.

Pada tahap terminasi, perawat mengevaluasi hasil kegiatan pemberian

terapi musik pada klien untuk mengetahui respon klien terhadap pemberian

terapi. Klien mengatakan pemberian terapi musik ini membuat klien merasa

nyaman dan tenang sehingga menyebabkan kantuk. Hal ini sesuai hasil

penelitian Ximenes ( 2016 ) tentang pengaruh musik jawa terhadap kualitas

tidur lansia di BPSTW Abiyoso yang mengatakan bahwa hasil evaluasi

setelah diberikan terapi musik lansia mengatakan merasa rileks dan

mengantuk.

Penerapan terapi musik pada asuhan keperawatan lansia dengan gangguan

tidur yang diterapkan pada Tn. S ini memberikan hasil akhir baik yaitu

kualitas tidur Tn. S yang tadinya buruk menjadi baik. Skor hasil screening

PSQI pada klien menunjukkan perubahan Skor PSQI Tn. S meningkat dari 12

menjadi 3. Sehingga dilakukannya intervensi terapi musik kebutuhan tidur

Tn. S terpenuhi.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan studi kasus penerapan terapi music asuhan keperawatan

pada Tn. S dengan gangguan tidur di RT 10 RW 05 Desa Sidodadi

kec.Bangunrejo Kab. Lampung Tengah dapat disimpulkan bahwa:

1. Terapi musik dapat diterapkan dalam asuhan keperawatan lansia

dengan gangguan tidur pada Tn S.

2. Gangguan tidur yang terjadi pada Tn. S yaitu insomnia.

3. Kualitas tidur Tn. S sebelum diberikan terapi musik termasuk dalam

kategori buruk dengan skor PSQI 12 dan setelah diberikan terapi

musik kualitas tidur Tn. S menjadi baik dengan skor PSQI 3.

B. Saran

1. Bagi Lansia

Sebaiknya lansia menerapkan terapi musik untuk menangani masalah

gangguan tidur.

2. Bagi Perawat

Perawat sebaiknya menggunakan teknik pemberian terapi musik pada

lansia yang mengalami gangguan tidur sebagai intervensi non

farmakologi.

3. Bagi Pelayanan Kesehatan


Sebaiknya pelayanan kesehatan menyediakan instrumen MP3 player

dan headphone untuk memfasilitasi lansia yang memiliki gangguan

tidur dan memiliki ketertarikan terhadap musik, serta ditetapkannya

Standar Operasional Prosedur terapi musik sebagai panduan dalam

melakukan intervensi terapi musik pada klien lansia.

Anda mungkin juga menyukai