Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI TN.

S
DI RT 10/RW 05 DESA BANGUNGREJO
LAMPUNG TENGAH TAHUN 2021

KARYA INOVASI NERS

OLEH :
ANDI IMAWAN : 2020207209124
BUDI PARWOTO : 2020207209125
FITRIANI : 2020207209126

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI TN. S
DI RT 10/RW 05 DESA BANGUNGREJO
LAMPUNG TENGAH TAHUN 2021

KIN

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan


pendidikan program Ners Profesi Keperawatan

OLEH :
ANDI IMAWAN : 2020207209124
BUDI PARWOTO : 2020207209125
FITRIANI : 2020207209126

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan masalah kesehatan

utama di negara-negara maju. Selain itu PTM meningkat dengan pesat

dinegara yang sedang berkembang yang mengalami transisi demografi dan

perubahan pola hidup dalam masyarakat. PTM menduduki peringkat

pertama sebagai penyebab kematian di negara maju, di negara yang sedang

berkembang dan dunia secara keseluruhan (Irwan, 2018). PTM dengan

kesakitan dan kematian tinggi salah satunya hipertensi. Hipertensi dapat di

definisikan sebagai tekanan darah persistem dengan tekanan sistolik ≥140

mmHg dan tekanan darah diastole ≥90 mmHg. Hipertensi merupakan

penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberculosis

(Syamsudin, 2011). Hipertensi disebut silent kiler (pembunuh diam-diam)

karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak menyadari

menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah penderita mengalami

komplikasi (Kemenkes, 2019).

Data WHO (World Health Organization) tahun 2015 menunjukan

sekitar 1,13 miliar orang didunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3

orang didunia terdiagnosa hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus

meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada1,5

miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4
juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes,

2019).

Menurut Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME,

2017) menyatakan bahwa dari 1,7 juta kematian di Indonesia di dapatkan

factor resiko yang menyebabkan kematian adalah tekanan darah

(hipertensi) sebesar 23,7%. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

Tahun 2018 prevalensi hipertensi mengalami kenaikan dibandingkan

dengan riskesdas 2013 menyatakan hasil pengukuran tekanan darah

hipertensi naik dari 125,8% menjadi 34%. pada penduduk umur 18 tahun

keatas di Indonesia adalah sebesar 34,1 tertinggi di Kalimantan selatan

sebesar 44,1% sedangkan di Papua sebesar 22,2% estimasi jumlah kasus di

Indonesia sebesar 63.309.620 orang sedangkan angka kematian di

indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (2018) menyatakan

bahwa di provinsi Lampung angka kejadian hipertensi sebesar 22,8%

kasus, hipertensi semakin meningkat pada tahun 2018 prevalensi

hipertensi menjadi 24,7% penderita. Prevalensi 10 besar penyakit PTM

dari dinas kesehatan kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2018

hipertensi menduduki peringkat tertinggi dengan jumlah kasus sebanyak

4,91% (25.081) kasus.

Berdasarkan hasil survey di UPTD Puskesmas Bangunrejo terjadi

peningkatan prevalensi penyakit hipertensi pada lansia yaitu pada tahun

2017 sebanyak 108 pasien yang terdiagnosa hipertensi, sedangkan pada


tahun 2018 sebanyak 132 pasien, pada tahun 2019 pasien hipertensi

meningkat sebanyak 156 pasien dan semakin meningkat pada tahun 2020

dari bulan Januari-Desember sebanyak 225 pasien dengan hipertensi.

Penyakit hipertensi merupakan urutan ketiga penyakit terbanyak setelah

Arthritis dan Diabetes mellitus. Pada saat tekanan darah sedang meningkat

biasanya pasien hipertensi segera berobat kepuskesmas atau kepelayanan

kesehatan terdekat.

Penyebab hipertensi terbagi atas dua yaitu hipertensi primer atau

diopatik (tidak diketahu penyebabnya) 90% kasus dan sekunder 5%-10%

(diketahui penyebabnya). Adapun factor resiko hipertensi yang tidak dapat

diubah yaitu (usia, riwayat keluarga, ras, jenis kelamin) Lemone, Burke,

Bauldoff (2016). Sedangkan factor yang dapat diubah (asupan garam

berlebih, mempertahankan berat badan ideal, batasi konsumsi alcohol,

menghindari merokok, penurunan stress, makanan K dan Ca yang cukup

dari diet) (Willy, 2018). Tanda dan gejala yang sering muncul pada

hipertensi kronis yaitu sakit kepala, masalah dalam penglihatan, lemas,

sesak nafas, aritmia, adanya darah dalam urine (Willy, 2018).

Penatalaksanaan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan

beberapa cara yaitu farmakologi (diuretic, anti hipertensi), non

farmakologi (modifikasi gaya hidup, upaya penurunan berat badan dan

pembatasan asupan garam), pengobatan alternative komplementer (terapi

masase kaki, terapi musi, meditasi) dan herbal, serta memonitor tekanan

darah secara rutin. Salah satu intervensi yang dapat diberikan untuk
mengontrol tekanan darah adalah pengobatan alternative menggunakan

herbal seperti (bawang putih, bawang merah, mengkudu, tomat,dan

rebusan daun seledri).

Penelitan yang dilakukan oleh Asmawati, Purwati dan Handayani

(2015) dengan judul efektifitas rebusan daun seledri dalam menurunkan

tekanan darah pada pasien lansia penderita hipertensi di posyandu lansia

kelurahan Pajar Bulan kecamatan Way Tenong Lampung Barat, dengan

hasil terdapat penurunan tekanan darah sebelum dan sesudah diberikan

rebusan seledri pada lansia yang signifikan dengan p-valeu < α (0,05),

didukung oleh penelitian dari Saputra dan Fitri, (2016) dengan judul

khasiat daun seledri (Apium graveolens) terhadap tekana darah tinggi pada

pasien hiperkolestrolemia menyebutkan bahwa penggunaan terapi herbal

daun seledri dengan kandungan dan zat-zat yang dapat menurunkan

tekanan darah seperti apiin dan manitol, sejalan dengan penelitian dari

Oktavia (2017) dengan judul pengaruh pemberian air rebusan daun seledri

(Apium graveolens) terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan

diastolic penderita hipertensi diwilayah kerja Puskesmas Puwatu Kota

Kediri Tahun 2016, dengan nilai p-valeu < α (0,05) pada tekanan darah

sistolik dan diastolic kelompok perlakuan, sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat perubahan tekanan darah sistolik dan diastolic sebelum dan

sesudah perlakuan.

Penanganan pasien hipertensi dapat dilakukan dengan cara

farmakologi dan non farmakologi. Saat ini isu yang berkembang pada
masyarakat menggunakan herbal untuk mengontrol atau menurunkan

tekanan darah.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, peneliti merasa

tertarik untuk melakukan study kasus dengan judul “Karya Inovasi

Keperawatan Gerontik Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Tn. S

Di RT 10/RW 05 desa Bangungrejo Lamteng Tahun 2021”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan prevalensi hipertensi setiap tahun semakin meningkat

pada lansia. Sehingga rumusan masalah pada penelitian ini adalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Tn. S Di RT

10/RW 05 desa Bangungrejo Lamteng Tahun 2021”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam studi kasus ini adalah penulis

dapat memberikan Asuhan Keperawatan secara komprehensif pada

klien Tn. S dengan diagnosa Hipertensi.

2. Tujuan Khusus

Diperoleh pengalaman nyata dalam :

a. Melakukan pengkajian keperawatan dengan benar pada klien Tn.S

dengan diagnosa Hipertensi. Tn. S dengan diagnosa Hipertensi.


b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan dengan benar pada klien Tn.

S dengan diagnosa Hipertensi.

c. Dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan dengan tepat pada

klien Tn. S dengan diagnosa Hipertensi.

d. Dapat melakukan implementasi keperawatan dengan benar Tn. S

dengan diagnosa Hipertensi.

e. Dapat melakukan evaluasi tindakan keperawatan dengan benar pada

klien Tn. S dengan diagnosa Hipertensi.

f. Dapat melakukan pendokumentasian Asuhan Keperawatan dengan

benar pada klien Tn. S dengan diagnosa Hipertensi.Dapat menganalisa

kesenjangan antara teori dan kasus nyata pada klien Tn. S dengan

diagnosa Hipertensi.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Pendidikan

Secara teoritis hasil study kasus ini diharapkan dapat bermanfaat

yaitu : memberikan sumbangan pemikiran dalam meningkatkan

pengetahuan serta literatur mengenai Asuhan Keperawatan Lansia

dengan Hipertensi. Hasil studi kasus ini juga dapat dijadikan acuan

dalam mengembangkan penelitian tentang penatalaksanaan secara

efektif dalam mengatasi pasien – pasien hipertensi pada lansia.


2. Praktis

a. Pelayanan Kesehatan

Menjadi masukan untuk menentukan program dan penyuluhan

dalam penganaganan masalah hipertensi.

b. Mahasiswa

a. Sebagai acuan dalam melakukan praktek asuhan keperawatan

gerontik pada pasien dengan masalah hipertensi.

b. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan pada pasien lansia

dengan hipertensi meliputi pengkajian sampai evaluasi.

c. Pasien dan Keluarga Pasien

Dapat meningkatkan pengetahuan tentang pasien dan keluarga

dalam melakukan perawatan secara mandiri terhadap anggota

keluarga yang sakit.


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg

dan tekanan diastolik ≥ 90mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana

terjadi peningktan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada

beberapa kali pemeriksaan yang di sebabkan satu atau beberapa faktor

risiko yang tidak berjalan sebagai mana mestinya dalam mempertahankan

tekanan darah secara normal (Smelzert&Bare, 2013 ; Wijaya & Putri,

2013).

Menurut Kemenkes RI (2019) hipertensi disebut sebagai the silent

killer (pembunuh diam-diam) karena sering tanpa keluhan, sehingga

penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru

diketahui setelah terjadi komplikasi. Kerusakan organ target akibat

komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan

tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis

dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak,

mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah

arteri perifer (Kemenkes RI, 2019).


2. Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VII
Derajat Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi derajat I 140 - 159 atau 90 -99
Hipertensi derajat II ≥ 160 atau ≥ 100
Sumber : (JNC VII, 2003 dalam Wijaya & Putri, 2013)

3. Etiologi dan Faktor Resiko

Berdasarkan penyebabnya, menurut Udjianti (2011) hipertensi di bagi

menjadi 2 yaitu:

a. Hipertensi esensial atau primer

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum

dapat di ketahui. Namun, berbagai faktor turut berperan di duga

sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambah nya umur,stres,

psikologis dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita

hipertensi tergolong hipertensi primer, sedangkan 10% nya tergolong

hipertensi sekunder.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat di

ketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan

kelenjar tiroid (hypertiroid), penyakit kelenjar adrenal

(hiperaldosteronisme) dan lain lain.

Adakah faktor resiko hipertensi yaitu :


1) Faktor resiko yang tidak dapat di kontrol/ubah seperti umur, jenis

kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus hipertensi primer, di

dapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat

hipertensi di dapatkan pada kedua orang tua,maka dugaan

hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak di jumpai

pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah

satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor

genetik mempunyai peran di dalam terjadinya hipertensi.

2) Faktor resiko yang dapat di kontrol/ubah seperti

kegemukan/obesitas, stress, kurang olah raga, merokok, serta

konsumsi alkohol dan konsumsi garam berlebihan. Faktor

lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi

esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, di duga melalui

aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja

pada saat kita beraktifitas (Manutung, 2018).

4. Patofisiologi

Menurut Burke dan Bauldoff (2016) Patofisiologi hipertensi adalah

mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor pada medula otak. Dari pusatk vasokomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlajut kebawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasokomotor dihanttar dalam bentuk impuls


yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

meragsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstiktor.

Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,

meskipun tidak di ketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh

darah sebagai respon rangsangan emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal

menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal

menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian

diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya

merangsang sekresi aldosteron oleh konteks adrenal. Hormone ini

menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intravaskuler. Semua factor tersebut cenderung

mencetus hipertensi (Wijaya & Putri, 2013).


5. Tanda dan Gejala

Individu yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakan

gejala hingga bertahun-tahun. Gejala jika ada menunjukan adanya

kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai system organ

yang vaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Perubahan

patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan

urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat

menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi

sebagai paralyis sementara pada satu sisi hemiplegia atau gangguan tajam

peninglihatan.

Corwin (2000) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis

timbul:

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intracranial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah keginjal dan filtrasi

glomerolus

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler (Wijaya & Putri 2013).


6. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium

1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkin ginjal

2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena

parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut

3) Darah perifer lengkap

4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin gula darah puasa)

b. EKG

1) Hipertrofi ventrikel kiri

2) Iskemia atau infark miokard

3) Peningkatan gelombang p

4) Gangguan konduksi

c. Foto Rontgen

1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.

2) Pembendungan, lebarnay paru

3) Hipertrofi parenkin ginjal

4) Hipertrofi vaskuler ginjal

(Aspiani, 2014)

7. Komplikasi

Tekanan darah tinggi dalam waktu lama akan merusak pembuluh darah

sehingga mempercepat terjadinya penyempitan dan pengerasan pembuluh

darah arteri. Komplikasi dari hipertensi termaksud rusaknya organ tubuh

seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. hipertensi
adalah factor risiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient

ischemic attact), penyakit arteri coroner (infark myocard, angina), gagal

ginjal, demensia, dan atrial fibrilasi. menurut studi Framingham, pasien

dengan hipertensi mempunyai peningkatan risiko yang bermakna untuk

penyakit coroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung

(Kowalak, 2016).

8. Penatalaksanaan

Tujuan setiap program terapi adalah untuk mencegah kematian dan

kompikai dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada

atau kurang dari 140/90 mmHg (Brunner & Sudarth, 2013).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu:

a. Terapi Farmakologis

Tujuan terapi obat adalah penggunaan obat secara tunggal maupun

secara kombinasi untuk mengembalikan tekanan darah pada arteri dan

menghindari efek samping sekecil mungkin. Kita tentunya memilih

suatu program terapi yang dapat memperbaiki efek dasar yang

menyababkan hipertensi, misalnya dengan pengobatan dengan

menggunakan spironolakton untuk penderita aldosteronisme primer.

Program tersebut dengan tujuan menurunkan tekanan darah dengan efek

samping yang sekecil mungkin. Pendekatan tersebut

mempertimbangkan khasiat, keamanan terhadap kualitas hidup,

kepatuhan, kemudahan pemberian obat dan biaya. Sebagian besar


pasien awal diberikan satu obat saja. Jika ada kombinasi obat obat

harus dipilih untuk lokasi aksi yang berbeda, namun untuk hipertensi

yang berat (rata-rata tekanan diastolik > 130mmHg) yang memerlukan

terapi yang intensif dengan sejumlah agen yang berbeda (Syamsudin,

2011).

1) Diuretic (Hydroklorotoazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan tubuh

berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih

ringan.

2) Penghambat simpatik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)

Menghambat aktifitas saraf simpatis

3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan atenolol)

Menurunkan daya pompa jantug Tidak di anjurkan pada enderita

yang telah di ketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma

bronkial ada penderita diabetes melitus: dapat menutupi gejala

hipoglikemia

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos

pembuluh darah.

5) ACE inhibitor (Captopril)

Menghambat pembentukan zat Angiotensin II.

Efeksamping:

a) Batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.


b) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)

c) Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor

sehingga memperingan gaya pompa jantung.

6) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas).

b. Nonfarmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi gaya hidup

sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan

bagian yang tidak dapat di pisahkan dalam mengobati tekanan darah

tinggi. Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari

berbagai macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan

darah yautu:

1) Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index

(BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m². BMI dapat di ketahui

dengan membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda yang

telah di kuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas

(kegemukan) juga dapat di lakukan dengan melakukan diet rendah

kolesterol namun kaya dengan serat dan protein, dan jika berhasil

menurunkan berat badan 2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik

dapat di turunkan sebanyak 5mmHg.


2) Kurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan natrium dapat di lakukan dengan cara diet

rendah garam yautu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr

NaCl atau 2,4 gr garam perhari). Jumlah yang lain dengan

mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1sendik

teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok

teh per hari, dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5

mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 2,5 mmHg.

3) Batasi konsumsi alcohol

Konsumsi alkohol harus di batasi karena konsumsi alkohol

berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat

mempunyai resiko mengalami hipertensi empatkali lebih besar

daripada mereka yang tidak minum minuman beralkohol

4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol atau 3500 mg per

hari) dengan cara konsumsi diet tinggi buah, sayur dan diet rendah

lemak dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan total.

Kalium dapat menurunkan tekanan darah denga meningkatkan

jumlah natrium yang terhubung bersama dengan air kencing.

Dengan setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali

dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potasium yang

cukup.
5) Menghindari merokok

Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan

timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan risiko

komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan

sroke, maka perlu di hindari mengkonsumsi tembakau (merokok)

karena dapat memperberat hipertensi. Nikotin dalam tembakau

membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan

pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta

tekanan darah. Maka pada penderita hipertensi di anjurkan untuk

menghentikan kebiasaan merokok.

6) Penurunan stress

Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap

namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan

kenaikan sementara yang sangant tinggi. Menghindari stress

dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi enderita

hipertensi memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga

atau meditasi yang dapat mengontrol sistem syaraf yang akhirnya

dapat menurunkan tekanan darah (Wijaya & Putri 2013).

7) Teknik relaksasi

Berbagai macam teknik relaksasi yang dapat di gunakan untuk

dapat megurangi tkanan darah seperti meditasi trasendental,

masase, terapi musik, yoga, biofeedback, relaksasi otot progresif,

dan pesikoterapi, walaupun masing-masing modalitas memiliki


pendukungnya dan belum terbukti akan efektifitas yang signifikan

dalam jangka waktu yang panjang. Setiap teknik relaksasi memiliki

cara tersendiri, tetapi tujuanya sama yaitu membuat pikiran jadi

rileks dan tenang. Pada penderita hipertensi sangat di butuhkan

pikiran yang tenang, karena respon tubuh tersebut sangat

berpengaruh sekali untuk menurunya tekanan darah.

8) Gerakan kembali ke alam (back to nature)

Pengobatan secara herbal tergolong pengobatan komplementer

merupakan suatu fenomena yang muncul saat ini diantara

banyaknya fenomena-fenomena pengobatan non konvensional

yang lain, seperti pengobatan dengan ramuan atau terapi herbal,

akupunktur, dan bekam. Pemanfaatan herbal merupakan salah satu

alternative pengobatan yang dipilih masyarakat selain pengobatan

secara konvensional (medis). (WHO, 2003)

Pemanfaatan herbal untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan

penyakit hingga saat ini sangat dibutuhkan dan perlu

dikembangkan, terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan.

Pengobatan dengan bahan alam yang ekonomis merupakan solusi

yang baik untuk menanggulangi masalah kesehatan. Dengan

maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature),

kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia

semakin meningkat. Gerakan tersebut dilatarbelakangi perubahan

lingkungan, pola hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit.


B. Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi

1. Pengkajian Pengkajian Data Dasar

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,

penyakit serebrovaskuler.

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan

warna kulit, suhu dingin

c. Integritas Ego

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,

factor stress multiple

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue

perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan

menghela, peningkatan pola bicara

d. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

e. Makanan / Cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, lemak dan kolesterol


Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

f. Neurosensori

Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,

berdenyut gangguan penglihatan, episode epistaksis

Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,

perubahan retinal optik

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala

oksipital berat, nyeri abdomen

h. Pernapasan

Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,

dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,

riwayat merokok

Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan,

bunyi napas tambahan, sianosis

i. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural

j. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, DM , penyakit ginjal, faktor resiko etnik, penggunaan pil KB

atau hormone.
k. Pemeriksaan Diagnostik

1) Hemoglobin/hematokrit : mengkaji anemia, dan viskositas darah.

2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi

ginjal.

3) Glukosa : hiperglikemia (DM adalah pencetus hipertensi).

4) Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya

aldosteron utama atau efek samping terapi diuretik.

5) Kalsium serum : Peningkatan Ca serum dapat meningkatkan

hipertensi.

6) Kolesterol dan trigliserida serum : Meningkat dapat

mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak

ateromatosa (efek kardiovaskular).

2. Masalah keperawatan yang sering muncul :

a. Risiko penurunan curah jantung

b. Nyeri (akut), sakit kepala

c. Intoleransi aktifitas

d. Perubahan nutrisi : lebih dari kebutuhan tubuh

e. Koping individu tidak efektif

f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, rencana pengobatan

g. Aktual/Risiko: penatalaksanaan rejimen terapi yang tidak efektif b.d

diagnosa baru, tidak ada pengetahuan sebelumnya tentang proses


penyakit, tindak lanjut seumur hidup, dan administrasi yang tepat atas

obat yang diresepkan.

h. Pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif b.d kurangnya rejimen

olahraga teratur.

i. Aktual/Risiko : ketidakpatuhan b.d kurangnya pemahaman tentang

keseriusan TD tinggi, biaya terapi, efek samping obat, kerumitan

manajemen, atau banyaknya perubahan dalam gaya hidup.

3. Rencana Keperawatan

a. Risiko penurunan curah jantung dengan faktor resiko : Peningkatan

afterload, vasokontriksi. Iskemia miokardia. Hipertropi/rigiditas

(kekakuan) ventrikel.

Tujuan : Pasien akan

1) Berpartisipasi dalam aktifitas yang menurunkan TD/beban kerja

jantung.

2) Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima.

3) Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang

normal pasien.

Intervensi dan Rasional :

1) Pantau TD. Ukur pada kedua tangan/paha untuk evaluasi awal.

Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat. à

Mengkaji perubahan tekanan darah (menurun, menetap atau

meningkat).
2) Kaji dan catat kualitas denyutan pembuluh darah sentral dan

perifer à Denyutan karotis, jugularis dan femoralis mungkin teraba.

Sedangkan denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan

efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.

3) Auskultasi bunyi jantung dan napas à S4 umum terdengar pada

pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium

(peningkatan volume/tekanan atrium).

4) Perkembangan S3 menunjukkan hipertropi ventrikel dan kerusakan

fungsi. Adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti

paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik. Amati

warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler à

Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler

lambat mungkin berkaitan dengan vasokontriksi atau

mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.

5) Berikan lingkungan yang tenang, nyaman, kurangi

aktifitas/keributan lingkungan. Batasi jumlah pengunjung dan

lamanya tinggal à Membantu untuk menurunkan rangsang

simpatis, meningkatkan relaksasi.

6) Pertahankan pembatasan aktifitas, spt ; istirahat di tempat

tidur/kursi, bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai

kebutuhan à Menurunkan stres dan ketegangan yang

mempengaruhi TD dan perjalanan penyakit HT.


7) Lakukan tindakan-tindakan yang memberikan kenyamanan, spt;

pijatan punggung, dan leher, meninggikan kepala tempat tidur à

Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang

simpatis.

8) Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktifitas pengalihan

à Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stres,

membuat efek tenang, shg akan menurunkan TD.

9) Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol TD à Memantau

keefektifan obat dan efek samping obat yang diberikan.

10) Kolaborasi :

Berikan obat-obat sesuai indikasi, contoh :

a) Diuretik tiazid mis; klorotiazid (Diuril), hidroklotiazid

(Esidrix) à Tiazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur

dengan obat lain untuk menurunkan TD pada pasien dengan

fungsi ginjal yang relatif normal.

b) Diuretik loop, mis; furosemid (lasix) à Obat ini menghasilkan

diuresis kuat dengan menghambat resorpsi natrium dan klorida

dan merupakan antihipertensi efektif, khususnya pada pasien

yang resisten terhadap tiazid atau mengalami kerusakan ginjal.

c) Diuretik hemat kalium, mis; spironolakton (Aldacton) à Dapat

diberikan dalam kombinasi dengan diuretik tiazid untuk

meminimalkan kehilangan kalium.


d) Inhibitor simpatis, mis; propanolol (Inderal) à Kerja khusus

obat ini bervariasi, tetapi secara umum menurunkan TD

melalui efek kombinasi penurunan tahanan total perifer,

menurunkan curah jantung, menghambat aktifitas simpatis dan

menekan pelepasan renin.

e) Vasodilator, mis; bloker saluran kalsium contoh; nipedipin

(Procardia), verapamil (Calan) à Mungkin diperlukan untuk

mengobati HT berat bila kombinasi diuretik dan inhibitor

simpatis tidak berhasil mengontrol TD.

f) Bloker ganglion, mis; kaptopril (Capoten) à Dapat diberikan

bila penggunaan inhibitor simpatis gagal untuk mengontrol

TD.

g) Inhibitor adrenergik yang kerja secara sentral, mis; klonidin

(Catapres) à Obat ini meningkatkan rangsang simpatis pusat

vasomotor untuk menurunkan tahanan arteri perifer.

h) Berikan pembatasan cairan dan diet natrium sesuai indikasi à

Dapat mengatasi retensi cairan, dengan demikian beban kerja

jantung menurun.

i) Siapkan rencana tindakan pembedahan bila ada indikasi à

Untuk mengangkat tumor pada pasien dengan

feokromositoma.

b. Intoleransi aktifitas b.d Kelemahan umum. Ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan : Laporan verbal tentang


keletihan atau kelemahan. Frekuensi jantung atau respon TD terhadap

aktifitas abnormal. Rasa tidak nyaman saat bergerak atau dispneu.

Perubahan EKG mencerminkan iskemia, disritmia.

Tujuan : Pasien akan

1) Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.

2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat

diukur.

3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.

Intervensi dan Rasional :

1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas, perhatikan frekuensi nadi >

20 x/menit diatas frekuensi istirahat, peningkatan TD yang nyata

selama/sesudah aktifitas (tekanan sistolik meningkat 40 mmHg

atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg), dispneu, atau nyeri

dada, keletihan, dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing

atau pingsan à Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji

respon fisiologi terhadap stres aktifitas dan bila ada merupakan

indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat

aktifitas.

2) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi, mis;

menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut, atau

menyikat gigi, melakukan aktifitas dengan perlahan à Teknik

menghemat energi mengurangi penggunaan energi, juga membantu

keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


3) Berikan motivasi untuk melakukan aktifitas/perawatan diri

bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan à

Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung

tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan

mendorong kemandirian dalam melakukan aktifitas.

c. Nyeri, sakit kepala (akut) b.d Peningkatan tekanan vaskular serebral

ditandai dengan : Melaporkan tentang nyeri berdenyut yang terletak

pada bagian suboksipital, terjadi pada saat bangun, dan hilang secara

spontan setelah beberapa waktu berdiri. Segan untuk menggerakan

kepala, menggaruk kepala, menghindari sinar terang, dan keributan,

mengerutkan kening, menggenggam tangan. Melaporkan kekakuan

leher, pusing, penglihatan kabur, mual dan muntah.

Tujuan : Pasien akan melaporkan nyeri/ketidaknyamanan

hilang/terkontrol. Mengungkapkan metode yang mengurangi nyeri.

Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.

Intervensi dan Rasional :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut à Meminimalkan

stimulasi/meningkatkan relaksasi.

2) Kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,

redupkan lampu kamar, teknik relaksasi à Menurunkan tekanan

vaskular serebral dan memperlambat/memblok respon simpatis

efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.


3) Batasi/minimalkan aktifitas yang dapat meningkatkan sakit kepala,

spt ; mengejan saat b.a.b, batuk panjang, membungkuk à Aktifitas

yang meningkatkan vosokontriksi menyebabkan sakit kepala shg

meningkatkan tekanan vaskular serebral.

4) Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan à Adanya sakit

kepala, pusing dan penglihatan kabur mempengaruhi aktifitas

pasien.

5) Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila

terjadi perdarahan hidung (epitaksis) atau kompres hidung untuk

menghentikan perdarahan à Meningkatkan kenyamanan umum.

Kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan

napas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan

mengeringkan membran mukosa.

6) Kolaborasi :

a) Berikan obat analgesik sesuai indikasi à

menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang

sistem saraf simpatis.

b) Berikan antiansietas à Dapat mengurangi tegangan dan

ketidaknyamanan yang diperberat oleh stres.

d. Perubahan nutrisi ; lebih dari kebutuhan tubuh b.d Masukan berlebihan

s.d kebutuhan metabolik. Pola hidup monoton. Keyakinan budaya

ditandai dengan : BB 10%-20% lebih dari ideal untuk tinggi dan

bentuk tubuh. Lipatan kulit trisep > 15 mm pada pria dan 25 mm pada
wanita (maksimal untuk usia dan jenis kelamin). Dilaporkan atau

terobservasi disfungsi pola makan.

Tujuan : Pasien akan mengidentifikasi hubungan hipertensi dengan

kegemukan. Menunjukkan perubahan pola makan (ms; pilihan

makanan, kuantitas, dsb). Mempertahankan BB yang diinginkan

dengan pemeliharaan kesehatan optimal. Melakukan/mempertahankan

program olah raga yang tepat secara individu.

Intervensi dan Rasional :

1) Kaji pemahaman pasien tengang hubungan langsung antara

hipertensi dan kegemukan à Kegemukan adalah resiko tambahan

TD tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan

peningkatan curah jantung b.d peningkatan massa tubuh.

2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi

masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi à Kesalahan

kebiasaan makan menunjang terjadinya ateroskelerosis dan

kegemukan yang merupakan prediposisi untuk hipertensi dan

komplikasinya, mis; stroke, penyakit ginjal, gagal jantung.

Kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan

intravaskular dan dapat merusak ginjal, yang lebih memperburuk

hipertensi.

3) Tetapkan keinginan pasien untuk menurunkan BB à Motivasi

untuk penurunan BB adalah internal. Individu harus berkeinginan


untuk menurunkan BB, bila tidak maka program sama sekali tidak

berhasil.

4) Tetapkan rencana penurunan BB yang realistik dengan pasien, mis;

penurunan BB 0.5 kg/minggu à Penurunan masukan kalori

seseorang sebanyak 500 kalori /hari secara teori dapat menurunkan

BB 0.5 kg/minggu. Penurunan BB yang lambat mengindikasikan

kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara

mengubah kebiasaan makan.

5) Dorong pasien untuk mempertahakan masukan makanan harian

termasuk kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan

perasaan sekitar saat makanan di makan à Memberikan data dasar

ttg keadekuatan nutrisi yang dimakan, dan kondisi emosi saat

makan. Membantu untuk memfokuskan perhatian pada faktor

mana pasien telah/dapat mengontrol perubahan.

6) Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari

makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, telor, es krim,

daging), dan kolesterol (daging berlemak, kuning telor, produk

kalengan, jeroan) à Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan

kolesterol penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.

Kolaborasi :

7) Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi à Memberikan konseling dan

bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual.


e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, rencana pengobatan b.d Kurang

pengetahuan/daya ingat. Misinterpretasi informasi. Keterbatasan

kognitif. Menyangkal diagnosa ditandai dengan : Menyatakan

masalah. Meminta informasi. Menyatakan miskonsepsi. Mengikuti

instruksi tidak akurat. Perilakuk tidak tepat.

Tujuan : Pasien akan menyakatan pemahaman tentang proses penyakit

dan program pengobatan. Mengidentifikasi efek samping obat dan

kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan. Mempertahankan

TD dalam parameter normal.

Intervensi dan Rasional :

1) Kaji kesiapan pasien dan atau keluarga dan hambatan dalam belajar

à Mengetahui minat pasien/orang terdekat untuk mempelajari

penyakit, kemajuan, dan prognosis.

2) Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang

hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan

otak à Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan

TD dan mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan.

3) Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol

dengan baik” saat menggambarkan TDpasien dalam batas yang

diinginkan. à Karena pengobatan untuk HT adalah sepanjang

kehidupan, maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan

membantu pasien untuk memahami kebutuhan untuk melanjutkan

pengobatan/medikasi.
4) Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko

kardiovaskular yang dapat diubah, mis; obesitas, diet lemak jenuh,

dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alkohol

(60 cc/hari dengan teratur), pola hidup dengan stres à Faktor-faktor

resiko tersebut menunjukkan hubungan dalam menunjang HT dan

penyakit jantung serta ginjal.

5) Atasi masalah dengan pasien untuk mengidentifikasi bagaimana

cara mengubah gaya hidup yang tepat untuk mengurangi faktor

resiko à Faktor resiko dapat memperburuk kondisi. Dengan

mengubah pola perilaku yang “biasa” dapat sangat menyusahkan.

Dukungan, petunjuk, dan empati dapat meningkatkan keberhasilan

pasien dalam menyelesaikan masalahnya.

6) Bahas pentingnya menghentikan merokok dan bantu pasien dalam

membuat rencana untuk berhenti merokok à Nikotin meningkatkan

pelepasan katekolamin, mengakibatkan peningkatan frekuensi

jantung, TD dan vasokontriksi, mengurangi oksigenisasi jaringan,

dan meningkatkan beban kerja miokardium.

7) Beri penguatan pentingnya kerjasama dalam regimen pengobatan

dan mempertahankan perjanjian tindak lanjut à Kurangnya

kerjasama adalah alasan umum kegagalan terapi antihipertensi.

Oleh karenanya, evaluasi yang berkelanjutan untuk kepatuhan

pasien adalah penting untuk keberhasilan pengobatan. Terapi yang


efektif menurunkan insiden stroke, gagal jantung, gangguan ginjal

dan memungkinan MI.

8) Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan TD mandiri.

Evaluasi pendengaran, ketajaman penglihatan, dan ketrampilan

manual serta koordinasi pasien à Dengan mengajarkan pasien atau

orang terdekat untuk memantau TD adalah meyakinkan untuk

pasien, karena hasilnya memberikan penguatan visual/positif akan

upaya pasien.

9) Jelaskan tentang obat yang diresepkan bersamaan dengan rasional,

dosis, efek samping yang diperkirakan serta efek yang merugikan.

Bantu pasien untuk mengembangkan jadwal yang sederhana,

memudahkan untuk minum obat à Informasi yang adekuat dan

pemahaman bahwa efek samping adalah umum dan sering

menghilang dengan berjalannya waktu. Jadwal yang dibuat

bersama pasien dapat memudahkan kerjasama dalam pemberian

pengobatan dalam jangka waktu lama.

10) Diuretik ; minum dosis harian (atau dosis lebih besar) pada pagi

hari à Penjadwalan meminimalkan berkemih pada malam hari.

11) Ukur dan catat BB sendiri pada jadwal teratur à Indikator utama

keefektifan terapi diuretik.

12) Hindari/batasi masukan alkohol à Kombinasi efek vasodilatasi

alkohol dan efek penipisan volume dari diuretik sangat

meningkatkan resiko hipotensi ortostatik.


13) Beritahu dokter bila tak dapat mentoleransi makanan atau cairan à

Dehidrasi dapat terjadi dengan cepat bila masukan kurang dan

pasien terus minum diuretik.

14) Antihipertensi : minum dosis yang diresepkan pada jadwal teratur,

hindari melalaikan dosis, mengubah atau melebihi dosis, dan

jangan menghentikan tanpa memberitahu pemberi asuhan

kesehatan ; bangun dengan perlahan dari berbaring ke posisi

berdiri, duduk untuk beberapa menit sebelum berdiri. Tidur dengan

kepala agak tinggi à Penghentian obat mendadak menyebabkan

rebound hipertensi yang dapat mengarah pada komplikasi berat.

Ukur penurunan keparahan hipotensi ortostatik yang b.d

penggunaan vasodilator dan diuretik.

15) Sarankan untuk sering mengubah posisi, olah raga kaki saat

berbaring à Menurunkan bendungan vena perifer yang dapat

ditimbulkan oleh vasodilator dan duduk/berdiri terlalu lama.

16) Instruksikan pasien tentang penigkatan masukan makanan/cairan

tinggi kalium, mis; jeruk, pisang, tomat, kentang, kurma, gatorade,

sari buah jeruk, dan minuman yang mengandung tinggi kalsium,

misal; susu rendah lemak, yogurt, atau tambahan kalsium sesuai

indikasi à Diuretik dapat menurunkan kadar kalium darah.

Penggantian diet lebih baik daripada obat dan semua ini diperlukan

untuk memperbaiki kekurangan. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa mengkonsumsi kalsium 400-2000 mg/hari dapat


menurunkan TD sistolik dan diastolik. Memperbaiki kekurangan

mineral dapat juga mempengaruhi TD.

17) Laporkan bila ditemukan tanda/gejala, mis; sakit kepala yang

terjadi saat bangun, peningkatan TD tiba-tiba, dan terus-menerus,

nyeri dada/sesak napas, takikardi dan nadi tidak teratur,

peningkatan BB yang signifikan (1 kg/hari, atau 2,5 kg/mgg) atau

pembengkakkan perifer/abdomen, gangguan penglihatan, epitaksis

tak terkontrol, depresi/emosi labil, pusing yang hebat, atau

kelemahan/kram otot, mual/muntah, haus berlebihan, penurunan

libido/impoten à Deteksi dini terjadinya komplikasi, penurunan

efektifitas atau reaksi yang merugikan dari regimen obat

memungkinkan untuk intervensi lebih lanjut.

18) Jelaskan rasional diet yang diharuskan (biasanya diet rendah

natrium, lemak jenuh, dan kolesterol) à Kelebihan lemak jenuh,

kolesterol, natrium, alkohol, dan kalori telah didefinisikan sbg

faktor resiko hipertensi.

19) Bantu pasien untuk mengidentifikasi sumber masukan natrium

(mis; garam dapur, makanan bergaram, daging dan keju olahan,

saus, sup kaleng, dan sayuran, soda kue, baking powder).

Tekankan pentinya membaca label kandungan makanan dan obat

yang dijual bebas à Diet rendah garam selama dua tahun mungkin

sudah mencukupi untuk mengontrol hipertensi sedang atau

mengurangi jumlah obat yang dibutuhkan.


20) Dorong pasien untuk menurunkan atau menghilangkan kafein, mis;

kopi, teh, cola atau coklat à kafein adalah stimulan jantung dan

dapat memberikan efek merugikan pada fungsi jantung.

21) Dorong pasien untuk membuat program olah raga sendiri yang

dapat dilakukan à Membantu menurunkan TD, aktifitas aerobik

merupakan alat menguatkan sistem kardiovaskular.

22) Jika terjadi epitaksis, peragakan cara kompres dingin pada

punggung leher dan tekanan pada 1/3 ujung hidung dan anjurkan

pasien menundukkan kepala ke depan à Kapiler nasal dapat ruptur

sbg akibat tekanan vaskuler berlebihan. Dingin dan tekanan

mengkontriksikan kapiler, yang melambatkan perdarahan.

Menundukkan kepala ke depan menurunkan jumlah darah yang

tertelan.

23) Berikan informasi ttg sumber-sumber di masyarakat dan dukungan

pasien dalam membuat perubahan pola hidup. Lakukan rujukan

bila ada indikasi à Pelayanan konseling dapat membantu pasien

dalam upaya mengawali dan mempertahankan perubahan pola

hidup.

Anda mungkin juga menyukai