Anda di halaman 1dari 42

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN HADAP NY.S DENGAN DEMAM THYPOID

DI RUANG RAWAT INAP PUSKESMAS TALANGPADANG

KABUPATEN TANGGAMUS

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1

2020207209135 Juliarti Wagianingsih


2020207209253 Marliana
2020207209266 Umroh

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Pira Prahmawati, S.Kep.,M.Kep

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH PRINGSEWU

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR

i
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan asuhan
keperawatan ini dalam bentuk maupun isi yang sangat sederhana. Semoga laporan
asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca dalam pendidikan.

Harapan kami semoga laopran asuhan keperawatan ini membantu menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca dalam pendidikan. Dalam
penyusunan laoran ini, kami mendapat banyak bimbingan, arahan, bantuan dan
penjelasan materi dari pembimbing pendidikan dan beberapa pihak lainnya.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laoran ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan kesalahan penulisan baik dari segi materi, tata bahasa ataupun
penulisan, oleh karena itu kami mengharapkan segala masukan, baik kritik maupun
saran – saran demi penyempurnaan laporan ini dan dengan suatu harapan yang tinggi
agar laopran yang sederhana ini dapat lebih baik dan berguna untuk kalangan
masyarakat yang membutuhkan.

Pringsewu, Maret 2021

Tim Penyuusun

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan ............................................................................ 3
1. Tujuan Umum .......................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ......................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian ...................................................................................... 4
B. Etiologi ........................................................................................... 5
C. Patofisiolgi ..................................................................................... 6
D. Gambaran klinis ............................................................................. 7
E. Pemeriksaan penunjang ................................................................. 8
F. Penatalaksanaan ............................................................................. 9
G. Asuhan keperawatan....................................................................... 11
1. Pengkajian ................................................................................ 11
2. Diagnosa .................................................................................. 11
3. Rencana keperawatan ............................................................... 12
4. Implementasi............................................................................. 15
5. Evaluasi..................................................................................... 16

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian....................................................................................... 17
B. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 25
C. Intervensi........................................................................................ 25
D. Implementasi Keperawatan ........................................................... 26
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 26
BAB IV PEMBAHASAN ANALISA JURNAL........................................... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

iii
A. Kesimpulan .................................................................................... 36
B. Saran .............................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

LAMPIRAN

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi yang terjadi pada usus

halus yang disebabkan oleh salmonella thypii. Penyakit ini dapat ditularkan

melalui makanan, atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella

thypii. Demam thypoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang

terutama terletak di daerah tropis dan subtropis dengan angka kejadian masih

sangat tinggi yaitu 500 per 100.000 (Widagdo,2011).

Kejadian demam thypoid didunia sekitar 21,6 juta kasus dan terbanyak di

Asia, Afrika dan Amerika Latin dengan angka kematian sebesar 200.000.

Setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara, dengan angka

kematian 600.000 orang. Hingga saat ini penyakit demam tifoid masih

merupakan masalah kesehatan di negara-negara tropis termasuk Indonesia

dengan angka kejadian sekitar 760 sampai 810 kasus pertahun, dan 2 angka

kematian 3,1 sampai 10,4% (WHO, 2004).Sedangkan data World Health

Organization (WHO) tahun (2009), memperkirakan terdapat sekitar 17 juta

kasus demam thypoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus

kematian tiap tahun.

1
Demam thypoid umumnya dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah

penyakit tipes. Di daerah endmik penyakit ini sering kali terjadi ketika awal

musim hujan ataupun musim kemarau. Penyakit ini menyerang anak-anak

maupun orang dewasa melalui makanan, feses, urin, maupun air yang telah

terinfeksi (Nafiah, 2018).

Indonesia merupakan negara endemik demam tifoid. Diperkirakan terdapat

800 penderita per 100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan sepanjang

tahun. Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan insiden yang tidak

berbeda jauh antar daerah. Serangan penyakit lebih bersifat sporadis dan

bukan epidemik. Dalam suatu daerah terjadi kasus yang berpencar-pencar dan

tidak mengelompok. Sangat jarang ditemukan beberapa kasus pada satu

keluarga pada saat yang bersamaan (Widoyono,2011

Laporan rawat jalan UGD Puskesmas Talangpadang dalam satu bulan terahir

dari 90 kunjungan 30% diantaranya merupakan kasus laka lantas dan 20%

diantaranya mengalami cidera kapala ringan hingga berat. Berdasarkan data

tersebut maka kelompok tertarik untuk mengambil kasus cidera kepala berat

di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Puskesmas Talang Padang.

2
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari studi kasus ini adalah untuk menyelesaikan tugas

praktik stase keperawatan medical bedah dan diharapkan mahasiswa dapat

memberikan asuhan keperawatan dengan benar secara langsung terhadap

Tn R dengan masalah cidera kepala berat.

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dari studi kasus ini di harapkan penulis/mahasiswa:

a. Dapat melakukan pengkajian keparawatan medikal bedah dengan benar

terhadap Tn.S dengan masalah demam thypoid

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan dengan benar Ny.S dengan

masalah demam thypoid

c. Dapat merumuskan perencanaan keperawatan terhadap Ny.S dengan

masalah demam thypoid

a. Dapat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rumusan

perencanaan terhadap Ny.S dengan masalah demam thypoid

d. Dapat melakukan evalusi dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan

terhadap Tn.R dengan masalah demam thypoid

e. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dengan benar

terhadap TN.R dengan masalah demam thypoid

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian

Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom sistemik yang

terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam tifoid merupakan jenis

terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam

paratifoid yang disebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S.

Paratyphi B), dan S. Hirschfeldii (semula S. Paratyphi C). Demam tifoid

memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain

(Widagdo, 2011,).

Menurut Ngastiyah Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah

penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan

demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,dan gangguan

kesadaran.

Menurut Soedarto (2009) Penyakit infeksi usus yang disebut juga sebagai

Tifus abdominalis atau Typhoid Fever ini disebabkan oleh kuman Salmonella

typhiatau Salmonella paratyphi A, B, dan C. Demam tifoid merupakan

masalah kesehatan yang penting di Indonesia maupun di daerahdaerah tropis

dan subtropis di seluruh dunia. Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan

4
bahwa penyakit demam tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu penyakit

infeksi akut yang menyerang manusia khususnya pada saluran pencernaan

yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang

masuk melalui makanan atau minuman yang tercemar dan ditandai dengan

demam berkepanjangan lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran

pencernaan, dan lebih diperburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.

B. Etiologi

Menurut Widagdo (2011, hal: 197) Etiologi dari demam Thypoid adalah

Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam famili

Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak

berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan 8 beberapa

hari / minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan

farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C

dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah

komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas dan

antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi,

juga pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida

kapsul.

5
C. Patofisiogi

Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam

lambung oleh asam lambung. Sebagian kuman lagi masuk ke usus halus, ke

jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian

kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel

retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ lainnya.Proses ini terjadi dalam

masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan

kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua

kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama

limpa, usus, dan kandung empedu (Suriadi &Yuliani, 2006).

Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada

kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu

ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi

penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat

menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar,

kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan

oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh

kelainan pada usus halus (Lolon, 2018).

6
D. Gambaran Klinis

Gambaran klinik demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan daripada

orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari jika

infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika melalui minuman yang

terlama 30 hari. Selama masa inkubasi 9 mungkin ditemukan gejala

prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan

tidak bersemangat, nafsu makan berkurang.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah 2005 adalah:

1. Demam Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat

febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama,

suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi

hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu

kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga,

suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu

ketiga

2. Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau

tidak sedap, bibir kering, dan pecahpecah (ragaden), lidah tertutup selaput

putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai

tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung

(meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan.

Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau

normal.

7
3. Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun

tidak dalam yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau

gelisah kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan.

Di samping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada

punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik

kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan

pada minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula

bradikardi dan epitaksis pada anak dewasa.

4. Relaps Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus

abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi

pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar

diterangkan. 10 Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil

dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun

oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi

invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.

E. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang demam tifoid

adalah:

1. Pemeriksaan darah tepi Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,

trombositopenia

8
2. Pemeriksaan sumsum tulang Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum

tulang

3. Biakan empedu Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika

pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil

salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betulbetul

sembuh

4. Pemeriksaan widal Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau

lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi

tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karema titer H dapat tetap

tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

F. Penatalaksaanaan

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus 12

dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan

diberikan pengobatan sebagai berikut (Ranuh 2013):

1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta

2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang

lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain

3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal

kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi

boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan

9
4. Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.

Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang

dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Apabila kesadaran pasien

menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran

dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.

5. Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan mencegah

penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering digunakan adalah :

a. Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau dengan

dosis 75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4 dosis.

Chloramphenicol dapat menyembuhkan lebih cepat tetapi relapse

terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut dapat memberikan efek

samping yang serius

b. Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 6

dosis. Kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah

dibandingkan dengan chloramphenicol

c. Amoxicillin dengan dosis 100 mg/kg/24 jam per os dalam 3 dosis

d. Trimethroprim-sulfamethoxazole masing-masing dengan dosis 50 mg

SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis, merupakan pengobatan klinik

yang efisien 13

e. Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet (satu tablet mengandung 400

mg sulfamethoxazole dan 800 mg trimethroprim. Efektivitas obat ini

hampir sama dengan chloramphenicol.

10
2. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang

tercemar oleh salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C

yang ditularkan melalui makanan, jari tangan, lalat dan feses, serta muntah

diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor predisposisinya adalah

minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak

mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan

makanan.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien typhoid adalah :

a. Resti ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit b.d hipertermi dan

muntah.

b. Resti gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d

intake yang tidak adekuat.

c. Hipertermi b.d proses infeksi salmonella thypi.

d. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan

kelemahan fisik.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang

informasi atau informasi yang tidak adekuat.

11
C. Perencanaan

Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan

perencanaan keperawatan pada klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut :

1. Resti gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang

dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah.

Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi

Kriteria hasil: Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S,

N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi tidak ada

Intervensi:

Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak

elastis dan peningkatan suhu tubuh, pantau intake dan output cairan

dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat

laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung.

Anjurkan klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi

dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral

sesuai indikasi.

2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat

Tujuan: Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

Kriteria hasil : Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan

stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit)

12
nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak

pucat.

Intervensi

Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien,

anjurkan tirah baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang

berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering, catat

laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung,

kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam

pemeriksaan laboratorium seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi

dengan dokter dalam pemberian obat antiemetik seperti (ranitidine).

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi

Tujuan: Hipertermi teratasi

Kriteria hasil : Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari

kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan

masalah typhoid.

Intervensi

Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas

klien, beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat

paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan

pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan

dokter dalam pemberian obat anti piretik.

13
4. Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan

kelemahan fisik

Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Kriteria hasil: Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan

peningkatan kekuatan otot.

Intervensi

Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu

kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien

mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang selalu di

butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

vitamin sesuai indikasi.

5. Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan: Infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil: Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas

dari sekresi purulen/drainase serta febris.

Intervensi

Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran

tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan

kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

obat anti biotik sesuai indikasi.

6. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang

informasi atau informasi yang tidak adekuat

14
Tujuan: Pengetahuan keluarga meningkat

Kriteria hasil: Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui

perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam pengobatan.

Intervensi

Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit

anaknya, Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan

klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada yang belum

dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat,

pilih berbagai strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan

demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di ketahui klien, libatkan

keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien

D. Implementasi

a. Setelah intervensi keperawatn selanjutnya rencana tindakan tersebut

diterapkan dalam situasi yang nyata untuk mencapai tujuan yang

ditetapkan

b. Tindakan keperawatan harus mendetail agar semua tenaga keperawatan

dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam jangka waktu yang telah

ditetapkan

c. Dalam pelaksanaan tindakan keperwatan perawat dapat langsung

memberikan pelayanan kepada ibu atau dapat didelegasikan kepa orang

lain yang dipercaya dibawah pengawasan perawat atau yang seprofesi

15
E. Evaluasi

Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan

untuk klien dengan gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda

vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak

terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari secara

mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.

16
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Ruang : Rawat Inap Puskesmas Talangpadang

No RM : 2000006

Tanggal pengkajian : 12-03-2021

Pukul : 10.00 WIB

1. Data dasar

a) Identitas Pasien:

Nama : Ny.S

Umur : 21 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Kawin

Pekejaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Alamat : Pekon Sinar Petir

b) Sumber informasi/keluarga

Nama : Tn. A

Umur : 25 tahun

17
Jenis kelamin : Laki-laki

Hubungan dengan pasien : Suami

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMP

Agama : Islam

Alamat : Pekon Sinar Petir

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Masuk RS/UGD

Pasien datang ke puskesmas karena mengeluh sudah 7 hari demam, kepala

terasa pusing, sudah berobat di nakes setempat namun belum ada perubahan,

masih demam, tidak nafsu makan, mual dan muntah jika makan, lidah terasa

pahit

b. Riwayat kesehatan sekarang

- Keluhan utama: Klien mengatakan sudah 7 hari sakit demam panas

dingin

- Keluhan penyerta: klien mengatakan tidak nafsu makan, merasa mual

dan muntah bila makan, lidah terasa pahit terkadang kepala terasa pusing

dan terkadang merasa kedinginan

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

18
Klien mengatakan sebelunya tidak pernah mengalami sakit seperti ini, klien

tidak ada riwayat penyakit hipertensi ataupun DM. klien tidak pernah

dirawat sebelumnya.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti

ini, tidak ada yang menderita hipertensi ataupun DM. Ibu klien memiliki

riwayat penyakit gastritis.

e. Riwayat Psiko-spiritual

Sebelum sakit klien rajin menunaikan ibadah sholat wajib 5 waktu, klien

juga sering mengikuti acara-acara pengajian atau acara sosial di desa tempat

tinggalnya, namun semenjak sakit klien hanya dirumah.

f. Pengetahuan pasien dan keluarga

Klien mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya, namun saat berobat di

nakes sebelumnya menjelaskan jika pasien berkemungkinan menderita tipes.

g. Lingkungan

Di sekitar tempat tinggal klien dalam 3 bulan terahir tidak ada yang

menderita penyakit seperti yang diderita klien saat ini. Lingkungan rumah

klien bersih, dinding rumah tembok. Klien menyapu rumahnya 2 kali sehari

dan mengepel 1 kali setiap hari.

h. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit

1) Pola pemenuhan nutrisi dan cairan

19
Sebelum sakit klien makan tidak teratur terkadang 2 kali terkadang 3 kali

sehari, klien terkadang makan makanan ringan di sela jam makan, klien

suka jajan makanan seperti bakso, sosis goring dll. klien minum 7-8

gelas sehari. Saat sakit klien tidak nafsu makan, klien hanya

menghabiskan makan 1 sendok dari porsi makannya. Klien juga kurang

minum karena merasa pahit, klien hanya minum 1- 3 gelas.

2) Pola eliminasi

Sebelum sakit klien mengatakan BAB lancar 1 kali sehari setiap pagi

berwarna kunig dan konsistensi lunak, begitu juga BAK klien lancar,

warna jernih kurang lebih 4-5 kali sehari. Saat sakit klien bab namun

sedikit, BAK 2 kali sehari warna kuning pekat

3) Pola personal hygine

Sebelum sakit klien mandi menggunakan sabun mandi 2 kali sehari pagi

dan sore, menggosok gigi setiap mandi dan sebelum tidur, klien mencuci

rambutnya dengan shampoo 2 hari sekali. Klien mengatakan mencuci

tangan sebelum dan sesudah makan nasi namun tidak memakai sabun,

saat makan makanan ringan klien tidak mencuci tangan terlebih dahulu.

Klien mencuci semua bahan makanan sebelum dimasak. Klien mencuci

tangan denga sabun setelah BAB dan BAK. Saat sakit klien hanya di lap

saja pagi dan sore oleh suaminya, gosok gigi pagi dan sore

4) Pola istirahat dan tidur

20
Klien mengatakan sebelum sakit klien tidur 7-8 jam sehari. Saat sakit

klien tidak ada gangguan dalam tidur, klien lebih banyakk beristirahat

5) Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit klien mengatakan sehari-hari klien melakukan pekerjaan

rumah, seperti memasak, menyapu, mengepel dll. Saat sakit aktivitas

sehari-hari dibantu oleh suami dan ibu klien.

3. Pengkajian fisik

a. Pemeriksaan umum

TD : 100/60 RR : 20x/m

Nadi: 84x/m Suhu : 38,6°C

BB : 44 TB : 153

b. Pemeriksaan fisik persistem

1) Sistem penglihatan

Penglihatan baik, tidak menggunakan kacamata, konjungtuva tidak

anemis, reflek terhadap cahaya +/+. Bentuk mata simetris.

2) Sistem pendengaran

Pendengaran baik, tidak menggunakan alat bantu pendengaran, kedua

telinga simetris antara kiri dan kanan, telinga bersih tidak terdapat

serumen.

3) Sistem wicara

21
Komunikasi baik, berbicara jelas, mampu menjawab setiap pertanyaan

perawat. Mukosa bibir tampak kering, lidah terlihat kotor, gigi bersih,

klien mengatakn lidah terasa pahit.

4) Sistem pernafasan

Frekuensi pernafasan 20x/menit, tidak ada suara nafas tambahan, tidak

ada napas cuping hidung. bentuk dinding dada simetris, tidak ada suara

nafas tambahan, tidak ada tarikan dinding dada.

5) Sistem kardiovaskuler

Tidak teraba pemebngkakan jantung, nadi 84x/menit, bunyi jantung lup

dup.

6) Sistem neurologi

Kesadaran composmentis GCS: 15

7) Sistem pencernaan

Klien mengatakan lidah terasa pahit, tidak nafsu makan. Perut tersa mual

dan terkadang nyeri ulu hati, Bising usus normal, bentuk abdomen

simetris, tidak ada pembengkakan hepar.

8) Sistem endokrin

9) Sistem urogenitalia

10) Sistem integument

11) Sistem muskoloskeletal

4. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan labolatorium

22
Hb : 11,8 Leukosit : 11.580

Trombosit : 277.000 Eritrosit : 4,4

Hematokrit : 34

Widal
< - H : 1/320 < - O : 1/160
AH : 1/80 AO : 1/80
BH : 1/80 BO : 1/160
CH: 1/80 CO : 1/320

5. Penatalaksaanaan

Injeksi : Cefotaxim 100mg/12jam

Ondancetron 1amp/12 jam

Oral : Paracetamol 500mg/8 jam atau ber 6 jam jika suhu masih tinggi

Omefrazol /12 jam

Domperidon/8 jam

B. ANALISA DATA

No Data Masalah Etiologi


1 DS : Hipertemi Salmonella thypi
- klien mengatakan demam
sudah 7 hari
- klien mengatakan sudah

23
minum obat tapi belum
ada perubahan masih saja
demam
DO :
- mukosa bibir tampak
kering
- suhu 38°C
- TD 110/70
- Klien tampak lemas
- Akral teraba hangat
- Widal
Tiphy O 1/160
Paratiphy AO 1/80
Paratiphy BO 1/160
Paratiphy CO 1/320
Tiphy H 1/320
Parathiphy AH 1/80
Parathiphy BH 1/80
Parathiphy CH 1/80
2 DS : Resiko nutrisi kurang mual muntah
- Klien mengatakan tidak dari kebutuhan
nafsu makan
- Klien mengatakan lidah
terasa pahit
- Klien mengatakan perut
terasa mual dan bila
makan dan minum klien
muntah
- Klien mengatakan
badannya masih panas
DO:
- Klien tampak lemas
- Klien hanya
menghabiskan 1-2
sendok porsi makannya
- TD 110/70 mmHg
- RR 20x/m
- Nadi 84x/m
- Akral teraba hangat

24
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi salmonella thypi

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual

muntah

D. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnose Tujuan Interveensi


1 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu dan tanda-tanda
berhubungan keperawatan 2x 24 jam vital lainnnya
dengan proses hipertermi teratasi dengan 2. monitor warna kulit dan suhu
inflamasi kuman kriteria hasil: 3. monitor asupan dan keluaran
salmonella thypi 4. kolaborasi pemberian cairan
- Suhu tubuh dalam batas dan obat
nor mal 36°c-37°c 5. tutup pasien dengan selimut
- Nadi dalam batas atau pakaian ringan tergantung
normal pada fase demam
- Pernbafasan dalm batas 6. dorong konsumsi cairan
normal 7. batasi aktivitas
- Klien tidak menggigil 8. klobaorasi pemberian O2 jika
- Tidak pusing diperlukan
9. beri kompres hangat
2 katidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. atur diet yang diperlukan
nutrisi kurang dari keperawatan 3 x 24 jam 2. tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan asupan nutrisi terpenuhi kemampuan pasien untuk
berhubungan memenuhi kebutuhan gizi
dengan mual dan - adanya peningkatan 3. tentukan apa yang menjadi
muntah berat badan preferensi makanan bagi pasien
- berat badan ideal sesuai 4. berikan pilihan makanan
dengan tinggi badan sambil menawarkan bimbingan
- mual muntah tidak ada terhadap makanan yang lebih
- mampu sehat
mengidentifikasi 5. ciptakan lingkungan yang
kebutuhan nutrisi optimalpada saat
- tidak ada tanda-tanda mengkonsumsi makanan
malnutrisi 6. anjurkan makan sedikit tapi
sering
7. dorong pasien untuk memantau

25
pengalaman diri terhadap mual
8. kendalikanfaktor lingkungan
yang mungkin meningkatkan
mual
9. lakukan kebersihan mulut
untuk meningkatkan
kenyamanan
10.ajari penggunaan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi mual

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Hari ke 1
NO DX Hari/tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
1 12/03/2021 1. Memantau suhu tubuh Pukul 15.30 wib
dan tanda vita lainya
Pukul 11.00 2. Memonitor warna kulit S:
dan suhu - Klien mengatakan
3. memonitor asupan dan panas masih naik
keluaran turun
4. Berkolaborasi - Klien mengatakan
pemberian cairan dan terkadang mengigil
obat (RL 30tts/m, - Klien mengatakan
injeksi cefotaxim/12 aktivitas dibantu
jam, injeksi keluarga
ondancetron/12jam, - Keluarga
oral: paracetamol mengatakan sudah
500mg/6jam, mengompres hangat
omefrazol/12jam pasien
Domperidon/8jam - Kelian mengatakan
5. menutup pasien dengan minum hanya sedikit
selimut atau pakaian sedikit
ringan tergantung pada
fase demam O:
6. mendorong pasien - TD: 100/70
konsumsi cairan - Suhu : 38,2 °C
( menganjurkan pasien - RR : 20x/m
agar banyak minum) - Nadi : 82x/m
7. Membatasi aktivitas - Klien tampak lemas
8. Memberi kompres - Klien memakai
hangat pada pasien dan

26
Menganjurkan keluarga selimut
untuk melakukan - Kompres hangat
kompres hangat terpasang di ketiak
- Aktivitas dibantu
keluarga dan
perawat
- Terpasang infus RL
30tts/m
- Teraphi oral +
- Klien belum BAK
dan BAB
A:
- Masalah belum
teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
2 12/03/2021 1. Mengatur diet yang Pukul 16.00 wib
diperlukan/kolaborasi
Pukul 12.00 ( diet TKTP, nasi S :
wib lunas/bubur) - klien mengatakan
2. Memberikan pilihan tidak nafsu makan
makanan sambil - klien mengatakan
menawarkan bimbingan mual
terhadap makanan yang - klien mengatakan
lebih sehat muntah jika makan
3. Menciptakan - klien mengatakan
lingkungan yang tidak ingin makan
optimalpada saat apa-apa
mengkonsumsi - klien mengatakan
makanan ( bersihkan
ruang sekitar pasien) O:
4. Menganjurkan makan
sedikit tapi sering - klien tampak lemah
5. Mendorong pasien - klien hanya
untuk memantau menghabiskan 1-2
pengalaman diri sendok persi
terhadap mual makannya
6. Mengendalikanfaktor - diet TKTP, nasi
lingkungan yang lunak
mungkin meningkatkan - terpasang cairan
mual infus RL 30tts/m
7. Melakukan kebersihan - therapy oral +
mulut untuk - klien menggosok

27
meningkatkan gigi 2 kali sehari
kenyamanan - TD 110/60
- Suhu 38°c
- Nadi 86x/m
- RR 20/M
A:
- Masalah belum
teratasi
P:
- Lanjutkan Intervensi

Hari ke 2

NO DX Hari/tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


1 13/03/2021 1. Memantau suhu tubuh Pukul 14.30 wib
dan tanda vita lainya
Pukul 10.00 2. Memonitor warna kulit S:
dan suhu - Klien mengatakan
3. memonitor asupan dan panas masih naik
keluaran turun
4. Berkolaborasi - Klien mengatakan
pemberian cairan dan terkadang mengigil
obat (RL 30tts/m, - Klien
injeksi cefotaxim/12 tidakmenggigil lagi
jam, injeksi dibantu keluarga
ondancetron/12jam, - Keluarga
oral: paracetamol mengatakan sudah
500mg/6jam, mengompres hangat
omefrazol/12jam pasien
Domperidon/8jam - Kelian mengatakan
9. menutup pasien dengan minum sudah mulai
selimut atau pakaian banyak minum
ringan tergantung pada
fase demam O:
10. mendorong pasien
konsumsi cairan - TD: 100/70
( menganjurkan pasien - Suhu : 37,5 °C
agar banyak minum) - RR : 20x/m
11. Membatasi aktivitas - Nadi : 82x/m
12. Memberi kompres - Klien tampak lemas
hangat pada pasien dan - Kompres hangat

28
Menganjurkan keluarga terpasang di ketiak
untuk melakukan - Aktivitas dibantu
kompres hangat keluarga dan
perawat
- Terpasang infus RL
30tts/m
- Teraphi oral +
- Klien sudah BAK 2
kali dan BAB sekali
pagi hari
A:
- Masalah teratasi
sebagian teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
2 13/03/2021 1. Mengatur diet yang Pukul 16.00 wib
Pukul 11.00
diperlukan/kolaborasi S :
wib ( diet TKTP, nasi
lunas/bubur) - klien mengatakan
2. Memberikan pilihan tidak nafsu makan
makanan sambil - klien mengatakan
menawarkan bimbingan mual berkurang
terhadap makanan yang - klien mengatakan
lebih sehat muntah berkurang
3. Menciptakan - klien mengatakan
lingkungan yang tidak ingin makan
optimalpada saat sudah makan roti
mengkonsumsi O:
makanan ( bersihkan
ruang sekitar pasien) - klien tampak lemah
4. Menganjurkan makan - klien menghabiskan
sedikit tapi sering 3-4 sendok porsi
5. Mendorong pasien makannya
untuk memantau - diet TKTP, nasi
pengalaman diri lunak
terhadap mual - terpasang cairan
6. Mengendalikanfaktor infus RL 30tts/m
lingkungan yang - therapy oral +
mungkin meningkatkan - klien menggosok
mual gigi 2 kali sehari
7. Melakukan kebersihan - TD 110/60
mulut untuk - Suhu 37,6°c

29
meningkatkan - Nadi 86x/m
kenyamanan - RR 20/M
A:
- Masalah belum
teratasi
P:
- Lanjutkan Intervensi

Hari ke 3

NO DX Hari/tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


1 14/03/2021 1. Memantau suhu tubuh Pukul 11.30 wib
dan tanda vita lainya
Pukul 08.00 2. Memonitor warna kulit S:
dan suhu - Klien mengatakan
3. memonitor asupan dan tidak panas lagi
keluaran - Klien mengatakan
4. Berkolaborasi aktivitas dibantu
pemberian cairan dan keluarga
obat (RL 20tts/m, - Keluarga
injeksi cefotaxim/12 mengatakan sudah
jam, injeksi mengompres hangat
ondancetron/12jam, pasien
oral: paracetamol - Kelian mengatakan
500mg/6jam, minum sudah mulai
omefrazol/12jam banyak
Domperidon/8jam
5. menutup pasien dengan O:
selimut atau pakaian - TD: 110/70
ringan tergantung pada - Suhu : 36,8 °C
fase demam - RR : 20x/m
6. mendorong pasien - Nadi : 84x/m
konsumsi cairan - Klien tampak lemas
( menganjurkan pasien - Aktivitas dibantu
agar banyak minum) keluarga dan
7. Membatasi aktivitas perawat
8. Memberi kompres - Terpasang infus RL
hangat pada pasien dan 20tts/m
Menganjurkan keluarga - Teraphi oral +
untuk melakukan

30
kompres hangat A:
- Masalah teratasi
P:
- Lanjutkan intervensi
2 14/03/2021 1. Mengatur diet yang Pukul 13.00 wib
diperlukan/kolaborasi
Pukul 09.00 S:
( diet TKTP, nasi
wib
lunas/bubur) - klien mengatakan
2. Memberikan pilihan tidak nafsu makan
makanan sambil - klien mengatakan
menawarkan bimbingan tidak mual lagi
terhadap makanan yang - klien mengatakan
lebih sehat tidak muntah lagi
5. Menciptakan - klien mengatakan
lingkungan yang tidak sudah mau
optimalpada saat makan sedikit sedikit
mengkonsumsi - klien mengatakan
makanan ( bersihkan lidah masih terasa
ruang sekitar pasien) agak pahit
6. Menganjurkan makan - klien mengatakan
sedikit tapi sering mau makan roti yang
7. Mengendalikanfaktor dibawakan oleh
lingkungan yang keluarganya
mungkin meningkatkan
mual O:
8. Melakukan kebersihan
- klien tampak lemah
mulut untuk
- klien hanya
meningkatkan
menghabiskan 3-4
kenyamanan
sendok porsi
makannya
- diet TKTP, nasi
lunak
- terpasang cairan
infus RL 20tts/m
- therapy oral +
- klien makan roti
- TD 110/60
- Suhu 36,7°c
- Nadi 86x/m
- RR 20/M
A:
- Masalah teratasi

31
sebagian
P:
- Lanjutkan Intervensi

32
BAB IV
PEMBAHASAN ANALISA JURNAL

1. Judul Penelitian :

Hubungan antara perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian demam

tifoid diwilayah kerja Puskesmas Upai Kota Kotamobagu

2. Identitas Peneliti :

Wulandari Paputumgan, Dina Rombot, Rahayu H.Akali

3. Tujuan Penelitian :

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan hubungan perilaku

hidup bersih dan sehat dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja

Puskesmas Upai Kota Kotamubagu.

4. Metode Penelitian

- Desain penelitian :

Penelitian ini menggunakan desain survei analitik dengan mengggunakan

metode cross sectioanl

- Populasi dan sampel :

33
Jumlah populasi pada penelitian ini adalah semua pasien penderita demam

tifoid selama januari-agustus 2015. Sampel dalam penelitian ini berjumlah

75 responden dengan tekhnik sampling yang digunakan yaitu random

sampling.

5. Hasil Penelitian

- Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar menggunakan

sabun dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas Upai

Kota Kotamobagu. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,041 ˂ α

(0,05) maka Ho ditolak. Sehingga berarti ada hubungan antara kebiasaan

mencuci tangan setelah buang air besar menggunakan sabun dengan

kejadian demam tifoid di wilayah kerja Pusksmas Upai Kota Kotamobagu

Tahun 2015

- Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan

dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas Upai Kota

Kotamobagu. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,047< α (0,05)

maka Ho ditolak. Sehingga berarti ada hubungan antara kebiasaan

mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dengan kejadian

demam tifoid di wilayah kerja Pusksmas Upai Kota Kotamobagu Tahun

2015.

34
- Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian demam tifoid di

wilayah kerja Puskesmas Upai Kota Kotamobagu. Hasil Uji Chi-square

diperoleh nilai p = 0,030< α (0,05) maka Ho ditolak. Sehingga berarti ada

hubungan antara kebiasaan makan di luar rumah dengan kejadian demam

tifoid di wilayah kerja Pusksmas Upai Kota Kotamobagu Tahun 2015.

- Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan mencuci bahan makanan yang akan dikonsumsi langsung

dengan kejadian demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas Upai Kota

Kotamobagu. Hasil Uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,774˃ α (0,05)

maka Ho diterima. Sehingga berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan

mencuci bahan makanan mentah yang akan dikonsumsi langsung dengan

kejadian demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas Upai Kota

Kotamobagu Tahun 2015.

35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN

Dari Beberapa definisi menurut teori dapat disimpulkan bahwa penyakit demam

tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang menyerang

manusia khususnya pada saluran pencernaan yaitu pada usus halus yang

disebabkan oleh kuman salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau

minuman yang tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari

satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih diperburuk dengan

gangguan penurunan kesadaran.

Berdasarkan analisa jurnal yang berjudul hubungan antara perilaku hidup bersih

dan sehat menunjukkan data bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan diluar

rumah dan ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun

sebelum makan dengan kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Upai

Kota Kotamobagu Tahun 2015.

Berdasarkan data pada tinjauan kasus asuhan ditemukan bahwa demam tifoid yang

terjadi pada pasien di karenakan pasien mempunyai kebiasaan makan diluar rumah

dan jajan sembarangan hal ini dapat disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara

teori dan jurnal yang di analisa dengan tinjaukan kasus yang di buat oleh penulis.

36
B. SARAN

Para tenaga kesehatan khususnya kita sebagai perawat diharapkan dapat

meningkatkan kegiatan edukasi melalui penyuluhan kesehatan pencegahan demam

tifoid di masyarakat serta memberikan dukungan pada pasien terutama pada pasien

yang berpendidikan rendah dan kurang pengetahuan sangat dibutuhkan dan sangat

penting untuk memberikan penyuluhan kesehatan tentang pencegahan demam

tifoid ini.

Dengan disusunnya makalah ini penulis mengharapkan kepada semua pembaca

agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam makalah ini

sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu

penulis juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehingga kami bisa

berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya

37
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, 2007. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi


IX. Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Editor: Eka Anisa

Mardella, Meining Issuryanti. Jakarta: EGC.

Manjsoer, Arif. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Widodo Joko. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sudoyo. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publising.

Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Muttaqin Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. Salemba Medika.

38

Anda mungkin juga menyukai