Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PROFESI NERS

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT & KRITIS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. “Y”
DI GENERAL ICU CHARITAS HOSPITAL

Disusun Oleh :

BELA NOVITA
2035027

Dosen Pembimbing :
Ns.Sanny Frisca, M.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan rahmatnya penulis dapat mengumpulkan laporan Keperawatan
Gawat Darurat dan Kritis, pada pasien Nn. “Y”. Laporan ini berisikan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan proses penyakit dan proses pembelajaran selama
statse keperawatan Gawat Darurat dan Kritis.
Laporan dibuat berdasarkan sumber yang telah didapatkan dari hasil jurnal
maupun buku. Berdasarkan hasil laporan, maka didapatkan masalah keperawatan
Gawat Darurat dan Kritis pada pasien yang mengalami gangguan pada sistem
pernapasan : Gagal napas.
Dalam kesempatan ini kami berterima kasih kepada, Bapak/Ibu/Saudara/i:
1. Maria Nur Aeni, S.K.M, M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Univesitas Katolik Musi Charitas Palembang.
2. Ns. Bangun Dwi Hardika, M.K.M Selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
3. Ns. Dheni Koerniawan, M.Kep Selaku koordinator mata ajar
keperawatawan Gawat Darurat dan Kritis
4. Pembimbing Pendidikan Ns.Sanny Frisca, M.Kep yang telah meluangkan
waktunya untuk membantu dan membimbing dalam proses dan juga.
5. Kak Mesdi selaku pembimbing lapangan yang telah membantu dan
membimbing dalam proses praktik klinik.
Penulis menyadari dalam penulisan proposal ini masih jauh dari kata
sempurna, banyak kekurangan baik dari segi materi ataupun penulisan, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun guna diperbaiki di masa
yang akan datang dari teman-teman, ibu dan bapak dosen mata ajar keperawatan
gawat darurat dan kritis sangat kami harapkan agar dapat membuat laporan ini
menjadi lebih baik.

Palembang, 14 Juli 2021

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B.Tujuan Penulisan ....................................................................... 3
1. Tujuan Umum ....................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ...................................................................... 3
C. Manfaat Penulisan .................................................................... 4
D. Ruang Lingkup ......................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 5


A. Konsep Medis ........................................................................... 5
1. Definisi ................................................................................. 5
2. Klasifikasi ............................................................................. 6
3. Etiologi ................................................................................. 6
4. Patofisologi ........................................................................... 7
5. Manisfestasi Klinis ............................................................... 8
6. Komplikasi ........................................................................... 9
7. Penatalaksanaan .................................................................... 9
B. Konsep Asuhan Keperawatan................................................... 11
1. Pengkajian ............................................................................ 11
2. Diagnosis dan Perencanaan Keperawatan ............................ 15

iii
BAB III PEMBAHASAN KASUS ......................................................... 17

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................ 51
A. Pengkajian ............................................................................................ 51
B. Diagnosa Keperawatan ......................................................................... 52
C. Intervensi Keperawatan ........................................................................ 53
D. Implementasi Keperawatan .................................................................. 55
E. Evaluasi Keperawatan .......................................................................... 56

BAB V PENUTUP ................................................................................... 57


A. Kesimpulan .............................................................................. 57
B. Saran ......................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 59


LAMPIRAN

iv
DAFTAR LAMPIRAN

1. PATOFISIOLOGI atau PATHWAY


2. EVIDANCE BASED PRACTICE

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegagalan pernapasan merupakan sindrom di mana sistem pernapasan
gagal untuk mempertahankan pertukaran gas yang memadai pada saat istirahat
atau selama latihan yang mengakibatkan hipoksemia dengan atau tanpa
hiperkapnia (Bammigatti, 2005). Gagal napas didefinisikan sebagai PaO2< 60
mmHg atau PaCO2> 50 mmHg(Surjanto, E, Sutanto,S. Y, 2009). Gagal napas
didiagnosis ketika pasien kehilangan kemampuan untuk ventilasi memadai
atau untuk menyediakan oksigen yang cukup untuk darah dan organ sistemik
(Bammigatti, 2005).
Gagal napas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam pertukaran
gas O2 dan CO2 serta masih menjadi masalah dalam penatalaksanaan medis.
Walaupun kemajuan teknik diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang
pesat, tetapi gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan dan
kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif(Surjanto, E, Sutanto,S. Y,
2009).
Studi dari akhir 1990-an pada kejadian kegagalan pernapasan akut di
unit perawatan intensif di Eropa menemukan kejadian dari 77,6 per 100.000 di
Swedia, Denmark, dan Islandia dan 88,6 per 100.000 di Jerman; tingkat
kematian adalah sekitar 40%. Di AS, jumlah rawat inap karena kegagalan
pernapasan akut meningkat dari 1.007.549 pada tahun 2001 untuk 1.917.910
pada tahun 2009. Selama periode yang sama, penurunan angka kematian dari
27,6% menjadi 20,6% diamati. Tingkat ventilasi mekanik (non-invasif atau
invasif) tetap stabil selama periode 9 tahun ini; Namun, penggunaan ventilasi
non-invasif memang meningkat dari 4% menjadi 10% (Stratton, Samuel J,
MD, 2016).
Gagal napas akut dapat digolongkan menjadi dua yaitu gagal napas
akut hipoksemia (gagal napas tipe I) dan gagal napas akut hiperkapnia (gagal

1
napas tipe II). Gagal napas tipe I dihubungkan dengan defek primer pada
oksigenasi sedangkan gagal napas tipe II dihubungkan dengan defek primer
pada ventilasi. Insidensi dan akibat dari gagal napas akut juga tergantung dari
disfungsi organ lain ( Surjanto, E, Sutanto,S. Y, 2009).
Beberapa penyebab gagal napas dapat berupa PPOK dan asma.
Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013 prevalensi ppok dan asma di
provinsi sumatera utara masing-masing adalah 3,6% dan 2,4% (Riskesdas,
2013). Menurut hasil penelitian Manik dalam Anita (2009), di rumah sakit haji
medan tahun 2000-2002 terdapat 132 penderita ppok dan 14 diantaranya
meninggal dunia (Rahmatika, 2009).
Penyebab lainnya adalah TB paru. Indonesia menempati urutan ke-3
terbanyak penderita TB di dunia setelah India, dan Cina. Di Indonesia setiap
tahun terdapat ± 250.000 kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Indonesia tahun 2004
menunjukkan bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor satu diantara
penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
penyakit jantung dan pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (Silitonga,
2011).
Selain itu, pneumotoraks dan efusi pleura merupakan salah satu
etiologi gagal napas. Angka kejadian primary spontaneous pneumothorax
(PSP) di Inggris adalah 24 per 100.000 penduduk untuk laki-laki dan 9,8 per
100.000 penduduk per tahun untuk perempuan (Aulia, 2015). Prevalensi efusi
pleura mencapai 320 per 100.000 penduduk di negara-negara industri dan
penyebaran etiologi berhubungan dengan prevalensi penyakit yang
mendasarinya (Surjanto, Sutanto and Aphridasari, 2014). Menurut WHO
(2008), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam
jiwa penderitanya. Di negaranegara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus
efusi pleura per 100.000 orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang
setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Menurut Depkes RI (2006), kasus

2
efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas lainnya (tiwi,
2015).
Kegagalan pernapasan akut sering dikaitkan dengan infeksi paru,
infeksi yang paling umum adalah pneumonia. Pada 2015, World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa pneumonia merupakan penyebab
dunia yang terbesar tunggal kematian pada anak usia
Penyebab lainnya yaitu tumor paru. Berdasarkan data WHO pada
tahun 2012, terdapat sekitar 1,59 miliar orang di dunia meninggal dunia akibat
keganasan pada paru-paru. Di USA, dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru
yang merupakan 13% dari semua kanker baru yang terdiagnosis dengan
154.900 kematian, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat ke 4
terbanyak setelah kanker payudara dan leher rahim. Tumor jinak paru jarang
dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru dan biasanya ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan rutin karena tumor jinak jarang
memberikan keluhan (Tandi, Tubagus and Simanjuntak, 2016)
Sejauh ini belum ditemukan penelitian dan informasi lengkap tentang
kejadian gagal napas di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini pada pasien dengan
kelainan paru dan saluran pernapasan pada rawat inap di RSUP Haji Adam
Malik Medan bulan Januari sampai Agustus 2017.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan gawat darurat
dan kritis pada kasus sistem pernapasan : Gagal napas
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pengkajian keperawatan gawat darurat dan kritis
pada kasus sistem pernapasan : Gagal napas
b. Untuk melakukan diagnosa keperawatan gawat darurat dan kritis pada
kasus sistem pernapasan : Gagal napas

3
c. Untuk melakukan tindakan keperawatan gawat darurat dan kritis pada
kasus sistem pernapasan : Gagal napas
d. Untuk melakukan evaluasi keperawatan gawat darurat dan kritis pada
kasus sistem pernapasan : Gagal napas

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pasien
Hasil dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan, diharapkan
pasien mampu meningkatan kesehatannya dan melakukan batuk secara
efektif secara mandiri sesuai kriteria yang diharapkan dari tindakan EBP
yang telah diberikan.
2. Bagi Lokasi Prakti Klinik
Hasil dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan, diharapkan
perawat ruangan dapat menambahkan implementasi berdasarkan EBP
yang telah dilakukan penelitian sebelumnya, sehingga dapat membantu
untuk meningkatkan kesehatan pasien.
3. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan UKMC
Hasil dari asuhan keperawatan ini diharapkan menjadi bahan kajian
dan diskusi dalam bidang keperawatan gawat darurat dan kritis pada kasus
sistem Pernapasan : Gagal napas

D. Ruang Lingkup
Praktik keperawatan gawat darurat dan kritis ini berlangsung selama 4
minggu, terhitung dari tanggal 14 Juni – 26 Juni 2021 yang dilakukan
di laboraturium gadar – Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
Selanjutnya 28 Juni – 10 Juli 2021 yang dilakukan praktik klinik di General
ICU - Charitas Hospital Palembang.. Adapun kasus yang dibahas pada bab ini
adalah sistem pernapasan : Gagal napas.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Definisi
Adult Respiratory Distress Syndrom adalah istilah yang diterapkan
untuk sindrom gagal nafas hipoksemia akut tanpa hiperkapnea. ARDS
adalah suatu kondisi yang ditandai dengan hipoksemia berat, dipsnea dan
filtrasi pulmonary bilateral. (Asih & Christantie Effendy, 2004)
Adult Respiratory Distress Syndrom (ARDS) adalah suatu bentukan
dari gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia, penurunan fungsi paru
– paru, dispnea, edema paru – paru bilateral tanpa gagal jantung. Selain
itu, ARDS dikenal juga dengan nama Noncardiogenic Pulmonary Edema.
(Somantri, 2007)
ARDS adalah suatu bentuk gagal nafas yang berat, yang berkembang
secara progresif, ditandai dengan dispnea, hipoksemia yang berat, dan
edema paru nonkardiak. (Rehatta et al., 2019)
Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak
cukup masuk dari paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung
dan otak, membutuhkan darah yang kaya oksigen untuk bekerja dengan
baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak dapat
membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida
dalam darah dapat membahayakan organ tubuh (National Heart, lung,
2011).
Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara paru dan darah
yang tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan
pCO2, darah arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa
atau disertai hiperkapnia (Arifputera, 2014).

5
2. Klasifikasi
Sebagian besar klinis saat ini menggunakan kriteria BERLIN
sebagai dasar klasifikasi ARDS. Menurut kriteria BERLIN, terdapat tiga
ingkatan ARDS berdasarkan nilai PaO2 dan FiO2:
1. ARDS ringan PaO2/FiO2 201-<300 mmHg pada ventilator dengan
PEEP >5cmH2O
2. ARDS sedang PaO2/FiO2 100-<200 mmHg pada ventilator dengan
PEEP >5cmH2O
3. ARDS berat PaO2/FiO2 <100 mmHg pada ventilator dengan PEEP
>5cmH2O.
Dalam definisi dan penentuan kriteria ARDS, tidak ditentukan
jenis-jenis seting ventilator untuk penetuan PaO2/FiO2. Oksigenasi
dihitung dengan PEEP >5cm H2O. Hanya untuk kategori ringan,
oksigenasi dapat dihitung dengan menggunakan ventilasi non infasive,
sedangkan untuk sedang dan berat, pasien harus diintubasi dan
menggunakan ventilator. (Rehatta et al., 2019)

3. Etiologi
Faktor penyebab ARDS antara lain (Somantri, 2007) :
1. Trauma (memar pada paru – paru, fraktur multiple, dan cedera kepala)
2. Cedera system saraf yang serius
Cedera saraf yang serius seperi trauma, dapat menyebabkan
terangsangnya saraf simpatiss sehingga mengakibatkan vasokontriksi
sistemik dengan distribusi sejumlah besar volume darah ke dalam
paru-paru, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatis dan
kemudian akan menyebabkan cedera paru-paru (lung injury)
3. Emboli lemak dan cairan amnion
4. Inhalasi gas beracun (rokok, oksigen konsentrasi tinggi, gas klorin, dll)
5. Menelan obat berlebih dan overdosis narkotik/nonnarokotik (heroin,
opioid, dan aspirin)

6
a. Penyebab sentral
- Kelainan neumuskuler : GBS, tetanus, trauma cervical, muscle
relaxans
- Kelainan jalan napas : obstruksi jalan napas, asma bronchiale
- Kelaian diparu : edema paru, atelectasis, ARDS
- Kelainan tulang iga/thoraks: fraktur costae, pneumo thorax,
haematothoraks
- Kelainan jantung : kegagalan jantung kiri

b. Penyebab perifer
- Trauma kepala : contusion cerebri
- Radang otak : encephalitis
- Gangguan vaskuler : perdarahan otak, infark otak
- Obat-obatan : narkotika, anestesi
Kadar oksigen (Pao2< 8 kpa) atau CO2 (Paco2>6,7 kPa) arteri
yang abnormal digunakan untuk menentukan adanya gagal napas.
Maka gagal napas dibagi menjadi : Patrick Davey)
- Hipoksemia (tipe 1)Kegagalan transfer oksigen dalam paru
- Hipoksemi (tipe 2) kegagalan ventilasi untuk mengeluarkan
CO2
4. Patofisologi
Perubahan patofisiologis berikut ini mengakibatkan sindrom klinis
ARDS:
1. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus yang selanjutnya akan
meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
2. Cairan, leukosit granular, sel – sel darah merah (SDM), Magrofag, sel
debris, dan protein bocor ke dalam ruang interstisial antarkapiler dan
alveoli dan pada akhirnya ke dalam ruang alveolar
3. Karena terdapatnya cairan dan debris dalam interstasiun dan alveoli,
maka area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida

7
menurun, sehingga mengakibatkan rendahnya rasio ventilasi/perfusi
(V/Q) dan terjadilah hipoksemia.
4. Sel – sel yang normalnya melapisi alveoli menjadi rusak dan diganti
oleh sel – sel yang tidak menghasilka surfaktan, dengan meningkatkan
tekanan pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah
mengalami trauma fisik, biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam
dari beberapa hari sampai minggu. Pasien yang tampak akan pulih dari
ARDS dapat secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonari akut
akibat dari serangan sekunder seperti pneumotoraks atau infeksi berat.
(Asih & Christantie Effendy, 2004)
5. Manisfestasi Klinis
Berikut beberapa tanda dan gejala yang sering muncul pada kasus
gagal napas
Tanda :
a. Gagal nafas total
1) Aliran udara dimulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
2) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada insipirasi
3) Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan
b. Gagal napas persial
1) Terdengar suara napas tambahan gargling, snoring, growing dan
whizing
2) Ada retraksi dada
Gejala:
1) Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
2) Hipoksemia yaitu takikardia, gelisa, berkeringat atau sianosis (Po2
menurun)

8
6. Komplikasi
Komplikasi kegagalan pernapasan akut dapat berupa penyakit paru,
kardiovaskular, gastrointestinal (GI), penyakit menular, ginjal, atau
gizi.Komplikasi GI utama yang terkait dengan gagal napas akut adalah
perdarahan, distensi lambung, ileus, diare, dan pneumoperitoneum. Infeksi
nosokomial, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, dan sepsis terkait
kateter, sering terjadi komplikasi gagal napas akut.Ini biasanya terjadi
dengan penggunaan alat mekanis. Komplikasi gizi meliputi malnutrisi dan
pengaruhnya terhadap kinerja pernapasan dan komplikasi yang berkaitan
dengan pemberian nutrisi enteral atau parenteral (Kaynar, 2016).
Komplikasi pada paru-paru itu seperti pneumonia, emboli paru,
barotrauma paru-paru, fibrosis paru. Komplikasi yang berhubungan
dengan mesin dan alat mekanik ventilator pada pasien gagal napas juga
banyak menimbulkan komplikasi yaitu infeksi, desaturasi arteri, hipotensi,
barotrauma, komplikasi yang ditimbulkan oleh dipasangnya intubasi
trakhea adalah hipoksemia cedera otak, henti jantung, kejang,
hipoventilasi, pneumotoraks, atelektasis. Gagal napas akut juga
mempunyai komplikasi di bidang gastrointestinal yaitu stress ulserasi,
ileus dan diare (Putri, 2013).
Kardiovaskular memiliki komplikasi hipotensi, aritmia, penurunan
curah jantung, infark miokard, dan hipertensi pulmonal.Komplikasi pada
ginjal dapat menyebabkan acute kidney injury dan retensi cairan. Resiko
terkena infeksi pada pasien gagal napas juga cukup tinggi yaitu infeksi
nosokomial, bakteremia, sepsis dan sinusitis paranasal (Putri, 2013).
7. Penatalaksanaan
Jika tekanan parsial oksigen kurang dari 70 mmHg, oksigen harus
diberikan untuk meningkatan saturasi mayor yaitu 90%. Jika tidak disertai
penyakit paru obstruktif, fraksi inspirasi O2 harus lebih besar dari 0,35.
Pada pasien yang sakit parah, walaupun pengobatan medis telah maksimal,
NIV(Noninvasive ventilation) dapat digunakan untuk memperbaiki
oksigenasi, mengurangi laju pernapasan dan mengurangi dyspnoea. Selain

9
itu, NIV dapat digunakan sebagai alternatif intubasi trakea jika pasien
menjadi hiperkapnia (rekomendasi rekomendasi C) (Forte et al., 2006).
Tahap I
1. Pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian
oksigen bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing dapat
digunakan jika hipoksemia desertai kadar PaCO2 rendah. Berikut nilai
FiO2 tiap cara pemberian:
a. Nasal kanul: FiO2 25-50% dengan oksigen 1-6 L/menit
b. Simple mask : FiO2 30-50% dengan oksigen 6-8 L/menit
c. Masker non rebreathing: FiO2 60-90% dengan oksigen 15 L/menit
2. Nebulisasi dengan bronkodilator. Terapi utama untuk PPOK dan asma.
3. Humidifikasi
4. Pemberian antibiotik

Tahap II
1. Pemberian bronkodilator parenteral
2. Pemberian kortikosteroid

Tahap III
1. Stimulasi pernapasan
2. Mini trakeostomi dan intubasi trakeal dengan indikasi: diperlukan
ventilasi mekanik namun disertai retensi sputum dan dibutuhkan
suction trakeobronkial; melindungi dari aspirasi; mengatasi obstruksi
saluran napas atas.

Tahap IV
1. Pemasangan ventilasi mekanik.
2. Indikasi ventilasi mekanik: operasi mayor; gagal napas; koma;
pengendalian TIK; post-operatif; penurunan laju metabolik; keadaan
umum kritis (Arifputera, 2014).

10
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Survei Primer
1) Airway dengan Kontrol Servikal
Ada 2 penilaian yang dapat dilakukan dalam pengkajian
airway, yaitu :
a) Inspeksi (Look) : melihat cairan yang dikeluarkan pasien,
contoh darah, sputum ataupun skret lainnya.
b) Melihat (Listen) : mendegarkan suara napas seperti gurgling
yang disebabkan oleh cairan, pangkal lidah jatuh ke belekang
dapat menimbulkan suara snoring (ngorok).
Obstruksi jalan napas yang dapat juga disebabkan oleh
fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larink atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya
tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat
dilakukan “jawl thrust”. Bila mengalami keraguan apabila
terjadinya trauma servikal dapat dilakukan pemasangan Collar
Neck. Dicurigai adanya fraktur servikal apabila ditemukan
(Lumbantoruan, 2015, p. 128) :
a) Trauma dengan penurunan kesadaran
b) Jejas pada daerah fronta dan servikal
c) Adanya luka karena trauma tumpul di atas klavikula
d) Setiap multitrauma (trauma pada 2 regio atau lebih)
e) Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang
belakang bila bio mekanik trauma mendukung.
2) Breathing dan Ventilasi
Penilaian breathing dapat kita lakukan dengan 4 hal berikut :
a) Inspeksi
Perhatikan dan hitung jumlah napas pasien dalam satu
menit, kemudian berikan kesimpulan apaah bradipnea, normal

11
atau takipnea. Perhatikan juga kesimetrisan dadan,
terdorongnya trakea, peningkatan JVP, jejas pada daerah dada,
luka tusuk (lakukan pemasangan kasa tiga sisi langsung)
(Lumbantoruan, 2015, p. 128).
b) Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk mendengarkan bunyi paru,
apakah normal
(vesikuler) atau adanya bunyi napas tambahan. Bunyi jantung
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknnya kelainan pada
jantung (perikosintesi) (Lumbantoruan, 2015, p. 128).
c) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk menilai adanya fraktur
didaerah dada (fail chest) dan krepitasi (udara subkutis)
(Lumbantoruan, 2015, p. 128).
d) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau
darah dalam rongga pleura. Jika terjadi pneumothoraks maka
dilakukan perencanaan pemasangan WSD, tetapi jika produksi
200cc/jam, rencanakan torakotomi cito (Lumbantoruan, 2015,
p. 128).
3) Circulation dengan Kontrol Perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian,
tindakan yang dapat dilakukan dengan cepat pada sirkulasi
adalah balut tekan, penekanan pada arteri besar (direc presuare
point), pemasangan bidai dan ganti cairan yang keluar. Ada 4
observasi yang dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik, yakni : tingkat kesadaran, warna kulit serta akral,
nadi dan tekanan darah (Lumbantoruan, 2015, pp. 128–129).
4) Disability : Kesadaran dan Kemampuan Pasien
Kemampuan pasien dapat dinilai melalui GCS.
Penilaian pupil juga dapat dilakukan untuk mengetahui apakah

12
ada perdarahan dalam otak. Hal ini dapat kita lihat dengan
adanya pembesaran pupil (an-isokor), test babinsky dan nilai
tanda laterisasi (Lumbantoruan, 2015, p. 132).
5) Exposure
Exposure adalah membuka seluruh pakaian pasien dan
melakukan pemeriksaan head to toe. Pemeriksaan tubuh bagian
belakang dapat dilakukan dengan teknik log rol. Pasien harus
diselimuti kembali untuk mencegah hipotermi (Lumbantoruan,
2015, p. 132).

13
6) Foily Catheter
Tujuan pemasangan foily catheter adalah untuk
mengetahui kebutuhan cairan pasien. Maka, yang harus
diperhatikan produksi urine, apakah pekat atau jernih. Kontra
indikasi pemasangan kateter adalah adanya perdarahan pada
Orevisi Umuretra Eksterna dan pembengkakan pada skortum
laki-laki (Lumbantoruan, 2015, pp. 132–133).
7) Gastric Tube (NGT)
Pasien emergceny yang mengalami penurunan
kesadaran sebaiknya dipasang NGT, untuk membantu
mengeluarkan asam lambung (bilas menggunakan air biasa),
penberian obat dan nutrisi (Lumbantoruan, 2015, p. 133).
8) Heart Monitoring
Monitor EKG dipasang pada semua penderita trauma.
Distrimia (termasuk takikardia yang tidak diketahui
penyebabnya), fibrilasi atrium atau ekstrasistole dan perubahan
segmen ST dapat disebabkan oleh kontusio jantung. Pulseless
Elektrical Activity (PEA) mungkin disebabkan tamponade
jantung, tension pneumothoraks atau hipovelemia berat. Bila
ditemukan bradikardia, segera dicurigai adanya hipoperfusi
(Lumbantoruan, 2015, p. 133).
b. Survei Sukender
A : Alergi
M : Medikasi atau obat-obatan yang dikonsumsi
P : Penyakit sebelumnya diderita : epilepsi, jantung, DM, hipertensi,
dll.
L : Last meal (makanan terakhir, karena berhubungan dengan rencana
operasi
E : Events (kejadian sebelumnya), biomekanik yang mendukung
cidera.

14
2. Diagnosis dan Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas Defenisi: Kondisi dimana pasien tidak mampu
mempertahankan pola inhalasi dan ekshalasi karena adanya gangguan
fungsi paru.
Tujuan : Mempertahankan pola nafas agar kembali efektif
Kriteria hasil:
• Kecepatan dan irama nafas dalam batas normal.
• Fungsi paru dalam batas normal.
• Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi Rasional
1) . Monitor jumlah pernafasan -Mengetahui dan memastikan
kepatenan jalan nafas dan
pertukaran gas yang adekuat.

2) . Monitor tanda-tanda vital . Mengumpulkan dan menganalisa


data pernafasan dan suhu tubuh
untuk menentukan dan mencegah
komplikasi

3) Anjurkan pasien untuk posisi


Menghindari penekanan pada jalan
fowler agar leher tidak tertekuk
nafas untuk meminimalkan
penyempitan jalan nafas.

4) Ajarkan teknik bernafas dan


Meningkatkan pengetahuan dan
relaksasi yang benar
menstabilkan pola nafas.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan dalam


menelan makanan ditandai dengan adanya pembesaran pada leher, saat
menelan makanan klien dibantu dengan air minum dan klien hanya makan
5-6 sendok dalam satu kali makan
Dengan kriteria hasil:
• Kesulitan menelan dapat berkurang
• Klien makan dalam posisi normal

15
Intervensi Rasional
1) Beri posisi nyaman saat makan -Meningkatkannafsu makan klien
2) Anjurkan makan makanan - Memudahkanmakanan masuk
yang berkuah
3) Anjurkan makan makanan - Menghindari kesulitan menela
yang tidak keras
4) Anjurkan klien makan dengan - Makan perlahan dan mengunyah
perlahan dan mengunyah secara seksama dapat memudahkan

makanan dengan seksama menelan makanan

5) Anjurkan makan sedikit- - Meningkatkanpemasukanmakanan


sedikit tetapi sering

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis mempelajari asuhan keperawatan pasien dengan gangguan


sistem pernapasan gagal napas dan melaksanakan secara langsung asuhan
keperawatan pada pasien Ny “Y”, ternyata antara teori dan kasus yang terjadi
selama praktik klinik memiliki kesenjangan. Hal ini disebabkan karena tingkat
kegawatan dan keluhan penyakit yang dialami pasien yang ditemukan berbeda
dari teori yang ada.
Uraian mengenai kesenjangan ini penulis amati dan ditemukan mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implentasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan sebagai berikut:
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.
Pengkajian harus dilakukan dengan cermat dan spesifik, sehingga
memperoleh data yang lengkap, pengumpulan data ini dilakukan dengan
cara observasi atau pengamatan dan pemeriksaan fisik langsung pada
pasien. Data yang dikumpulkan pada pasien Ny “Y” akan memberikan
perbandingan antara teori yang didapatkan dengan data yang didapat
dengan kenyataan yang muncul pada Ny “Y”.
Pada saat pengkajian pemeriksaan fisik dan data penunjang lainnya
didapat tanda dan gejala yang tidak seluruhnya sama dengan pengkajian
secara teori. Secara teori untuk tanda dan gejala yang muncul terhadap
kasus gagal napas yaitu, pada sistem kardiovaskuler muncul tanda gejala
seperti hipertensi, edema periobital, pembesaran vena jugularis dan
Friction rub perikardial. Tanda gelala yang muncul pada sistem pulmoner
adalah krekels, nafas dangkal, kusmaul, sputum kental. Tanda gejala yang
muncul pada sistem gastrointestinal yaitu anoresksia, mual dan muntah,
perdarahan saluran GI, ulserasi dan perdarahan pada mulut, konstipasi,
diare, nafas berbau amonia. Tanda gejala yang muncul pada sistem

53
muskuloskeletal yaitu kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang
dan foot drop. Tanda gejala yang muncul pada sistem intergumen yaitu
warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, uremic frost, prutus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh. Tanda gejala yang muncul pada sistem reproduksi
yaitu amonera dan strofi testi.
Sedangkan data penulis yang didapatkan berdasarkan hasil
pengkajian terhadap pasien yaitu pada sistem respiratori yaitu dispnea,
sputum berlendir dan cair . Tanda gejala lainnya yang muncul pada kasus
yaitu ditemukan pada sistem intergumen adalah kulit kering dan bersisik
edema eksremitas atas dan edema tungkai. Tanda gejala pada sistem
pernapasan pasien tidak lagi bernapas normal, dengan bantuan ventilasi ,
Tanda gejala pada sistem reproduksi adalah pasien tidak lagi buang air
kecil. Untuk pemeriksaan penunjang yang didapatkan dari hasil lab yaitu
Hb: 10.0 g/dL dan Albumin: 2,5 g/dL, untuk hasil pemeriksaan analisa gas
darah yang didapatkan yaitu pH: 7,291, pcO2: 29,8 mmHg, HC03: 14,5
mEq/L, PO2: 204,7 mmHg.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakan berdasarakan analisa data yang
diperoleh pada waktu pengkajian. Masalah yang timbul bersifat actual
maupun potensial yang dapat dikurangi atau diatasi dengan tindakan
keperawatan. Dalam diagnosa keperawatan teori yaitu pada sistem
kardiovaskuler adalah resiko penurunan curah jantung berhubungan
dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, karya
miokardial dan tahan vaskular sistemik, akumulasi toxin, gangguan
frekuensi, irama dan konduksi jantung. Diagnosa kedua yang muncul
adalah perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis,
akumulasi toxin, asidosis metabolik hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit. Diagnosa selanjutnya yaitu terjadi pada sistem integumen adalah
resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status

54
metabolik, sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit, penurunan
aktivitas/mobilitas, akumulasi toxin dalam kulit.

55
Adapun diagnosa kasus pada pasien Ny “Y” dengan gagal napas
yaitu diagnosa utama adalah gangguan ventilasi berhubungan spontan
hambatan upaya napas : kelemahan otot pernapasan dengan data pasien
terpasang ventilator ( mode A/C tv 400 rr 12 FiO: 40%, PEEP: 5, PS:10),
diagnosa selanjutnya yaitu hipervolemia berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi dengan data pendukung yaitu edema eskremitas atas,
edema tungkai, suara napas tambahan ronkhi serta tidak adanya output
cairan.

C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan berdasarkan teori yang telag disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit dan kondisi pasien Ny “Y”, saat melakukan
pengkajian pada prinsip perencanaan ini disusun guna menguramgi dan
mengatasi masalah, yang lebih diutamakan pada penanganan penyebab
karena bila penyebab teratasi maka masalah juga teratasi.
Pada diagnosa resiko penurunan curah jantung berhubungan
dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi volume sirkulasi, karya
miokardial dan tahan vaskular sistemik, akumulasi toxin, gangguan
frekuensi, irama dan konduksi jantung yang didapat teori adalah:
Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema
perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, kaji adanya/derajat
hipertensi awasi TD, perhatikan perubahan postural, contoh duduk, baring
dan berdiri, kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktifitas, evaluasi bunyi
jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, suhu, kongesti vaskular,
sensori dan mental, kolaborasi tentang pemeriksaan labor dan berikan obat
anti hipertensi. Pada diagnosa kedua yaitu perubahan proses pikir
berhubungan dengan perubahan fisiologis, akumulasi toxin, asidosis
metabolik hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit yang didapat teori yaitu
kaji luasnya gangguan berpikir, memori dan orientasi, pastikan dari orang
terdekat, tingkat mental pasien biasanya, berikan lingkungan tennag dan
izinkanmenggunakan TV, radio dan kunjungan, hindarkan kenyataan

19
secara singkat, ringkas dan jangan menantang dengan pemikiran tak logis,
orientasi kembali lingkungan orang, berikan tambahan O2 sesuai indikasi
dan kolaborasi untuk menyiapkan pasien dialisi. Pada diagnosa ketiga
yaitu resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
status metabolik, sirkulasi dan sensasi, gangguan turgor kulit, penurunan
aktivitas/mobilitas, akumulasi toxin dalam kulit yang didapat secara teori
yaitu: Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular, kelainan,
pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, inspeksi
area tergantung terhadap edema, ubah posisi dengan sering, anjurkan
menggunakan pakaian katun, longgar, berikan perawatan kulit, batasi
penggunaan sabun, beri salep atau krim.
Secara kasus yang didapatkan dan telah ditemukan diagnosa maka
intervensi yang diangkat sesuai masalah yang terjadi yaitu, pada diagnosa
gangguan ventilasi spontan berhubungan hambatan upaya napas :
kelemahan otot pernapasan intervensi yang didapatkan secara kasus
dengan label intervensi memonitor pola napas yaitu periksa kemampuan
bernapas , monitor tanda-tanda kelelahan otot, posisikan semifowler,
lakukan penghisapan lendir, berikan fisioterpi dada dan ajarkan
pengontrolan napas. Diagnosa kedua hipervolemia berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi untuk intevensi yang didapatkan secara
kasus dengan label intervensi manajemen hipervolemia yaitu periksa tanda
dan gejala hipervolemia, monitor intake dan output, monitor status
hemodinamik, posisikan semifowler dan kolaborasi pemberian diuretik.
Adapun intervensi keperawatan tambahan yang dilakukan
berdasarkan jurnal penelitian atau yang disebut Evidance Based Pratice
yaitu melakukan tindakan fisioterapi dada dan dilanjutkan dengan tindakan
suction.

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan dilakukan berdasarkan perencanaan
keperawatan yang telah disusun berdasarkan teori dan kondisi pasien,

20
sehingga memiliki kesenjangan. Hal ini dikarenakan didalam pelaksanaan
tindakan keperawatan penulis tidak bekerja sendiri melainkan bekerja
sama dengan perawat yang ada diruangan, tim medis dan juga keluarga
pasien serta didukung dengan adanya fasilitas yang memadai.
Pelaksaan secara teoritis telah dilakukan dan diterapkan secara
rutin selama 11 hari atau selama praktek klinik yang bekerja sama dengan
perawat ruangan Ny “Y”. Adapun implementasi tambahan yang dilakukan
sesuai dengan Evidance Based Pratice yaitu melakukan tindakan
fisioterapi dada dan melakukan tindakan suction. Didapatkan hasil dari
tindakan fisioterapi dada dan suction yaitu status hemodinamik stabil
(Tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen) sedangkan untuk status
pernapasan dapatkan semakin membaik. Adapun sputum yang ada pasien
selama dilakukan tindakan fisioterapi dada yaitu semakin banyak frekuensi
sputum yang keluar sehingga membuat perawat semakin sering melakukan
tindakan suction. Akan tetapi selama dilakukan tindakan fisioterapi dada
pasien belum dapat melakukan batuk secara mandiri, sehingga tindakan
fisioterapi dada yang dilakukan selama 3 hari belum berhasil. Sedangkan
untuk tindakan suction yang dilakukan dari hari pertama praktik
didapatkan kesimpulan telah dilakukan secara teori dan baik, sehingga
status pernapasan Ny“Y” sedikit membaik.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan alat untuk mengetahui perkembangan dan
keberhasilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang telah
diberikan, dengan demikian dapat ditemukan apakah rencana keperawatan
dapat diteruskan atau dihentikan. Adapun dari evaluasi dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien Ny “Y” dengan gangguan ventilasi
spontan berhubungan dengan hambatan upaya napas : kelemahan otot
napas yang dilakukan selama 11 hari terhitung dari tanggal 14 juni - 26
juni 2021 teratasi sebagian. Diagnosa kedua yaitu hipervolemia
berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi belum teratasi

21
sehingga diharapkan perawat ruangan melanjutkan dan melakukan
tindakan untuk mengatasi atau mengurangi masalah tersebut.

22
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil penerapan proses keperawatan penulis melakukan
asuhan keperawatan pada Ny. “Y” dengan gangguan sistem pernapasan :
Gagal napas di General ICU kamar 11 Charitas Hospital Palembang dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengkajian terjadi kerja sama antara pasien, keluarga dan penulis
sehingga tidak terjadi hambatan untuk melakukan pengumpulan data
sehingga mempermudah penulis dalam menemukan masalah
keperawatan yang disesuaikan dengan keluhan pasien, serta data yang
didapatkan dari observasi dan pemeriksaan fisik
2. Diagnosa keperawatan yang ada pada teori tidak muncul pada kasus
atau pasien Ny. “Y”, hal ini di karenakan dalam membuat masalah
keperawatan disesuaikan kembali dengan data atau keadaan pasien
sesuai data yang didapatkan selama pengkajian. Adapun diagnosa yang
muncul yaitu gangguan ventilasi spontan, hipervolemia..
3. Perencanaan di buat untuk menyelesaikan masalahn pasien
berdasarkan diagnosa keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi
Ny. “Y”, kemampuan penulis dan fasilitas di Charitas Hospital
Palembang.
4. Implementasi keperawatan pada pasien di lakukan sesuai dengan
masalah keperawatan yang timbul dan telah dilakukan perencanaan
keperawatan terlebih dahulu. Adapaun implementasi keperawatan
tambahan yaitu melakukan fisioterapi dada dan suction sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan atau Evidance Based Practice.
5. Evaluasi keperawatan pada Ny. “Y” dengan gangguan sistem
pernapasn : gagal napas yaitu gangguan ventilasi belum teratasi,
hipervolemia teratasi sebagian.

23
B. Saran
Dari hasil kesimpulan, penulis memberikan saran kepada pasien
yaitu, pasien diharapkan dapat memahami dam melaksanakan perawatan
yang telah dianjurkan oleh tim medis seperti dokter dan perawat untuk
menghindari hal-hal yang dapat memperparah kondisi pasien. Pasien
diharapkan ketika mengalami keluhan atau masalah kesehatan dapat
berkolaborasi kepada dokter atau perawat untuk mendapatkan tindakan
medis segera untuk mengurangi masalah kesehatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Asih, N. G. Y., & Christantie Effendy. (2004). Keperawatan Medikal Bedah Klien
dengan Gangguan Sitem Pernafasan (M. Ester (ed.); p. 196). EGC.
Aster, K. A. (2018). Buku Ajar Patologi Dasar Robbins (Edisi ke-). ELSEVIER.
Black, Joyce M. & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah:
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan (Edisi 8 Bu). Elsevier.
DiGiulio, Mary and Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Rapha
Publishing.
Kliegman, B., & arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak (S. Wahab (ed.); Edisi ke 1).
EGC.
Lemone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah (Ed. 5, Vol). EGC.
Lumbantoruan, P. (2015). BTCLS & DISASTER Management. YPIKI (Yayasan
Pelatihan Ilmu Keperawatan Indonesia).
Mutaqqin, A. (n.d.). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. In 2012. salemba Medika.
Milik, A., & Hrynkiewicz, E. (2013). KDIGO Clinical Practice Guideline. IFAC
Proceedings Volumes (IFAC-PapersOnline), 3(1), 4477–4483.
https://doi.org/10.3182/20140824-6-za-1003.01333.
Najikhah, U. (2020). Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Chronic Kidney Disease
( CKD ) Dengan Berkumur Air Matang.
https://doi.org/10.26714/nm.v1i2.5655
Rendi, M. C., & TH, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Nuha Medika.
Riskesdas. (2018). Laporan Riskesdas 2018. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004.
Rehatta, N. M., Hanindito, E., Tantri, A. R., Redjeki, I. R., & R F Soenarto.
(2019). Anestesiologi dan Terapi Intensif. PT Gramedia Pustaka Utama.
Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada

25
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan (S. D. Citra (ed.); p. 164).
salemba Medika.

WHO. (2012). World Health Organization.


Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Nuha
Medika.

26

Anda mungkin juga menyukai