Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN STATUS KLINIS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


` PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) DENGAN
MODALITAS INFRARED, NEBULIZER DAN ACTIVE CYCLE of
BREATHING TECHNIQUE
DI RS PARU RESPIRA BANTUL

Disusun oleh:

Enda Yorla Christina NIM. 19170008

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROGRAM DIPLOMA TIGA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatakan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan limpahan nikmat kesehatan serta umur panjang, sehingga dapat
menyelesaikan Laporan Status Klinis yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi
Pada Kasus Peenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan Modalitas Infared
(IR), Nebulizr, dan Active Cycle of Breathing Technique (ACBT) Di RS Respira
Bantul dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam menyelesaikan Laporan Status Klinis ini penulis banyak sekali


mendapatkan bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. dr. J. Nugrahaningtyas W. Utami., M.Kes selaku Clinical Educator, terima
kasih telah menyempatkan waktunya selama ini untuk berdiskusi serta
memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses pembuatan Laporan
Status Klinis ini
2. Prayitno, SST.,FT selaku Clinical Instructur, terima kasih karena telah
membimbing dan membagikan pengetahuan selama Pre-Klinik di RS Paru
Respira
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan Laporan Status Klinis ini
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat
dibutuhkan dalam pembuatan Laporan Status Klinis ini. Akhir kata saya
selaku penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Yogyakarta, November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 3
D. Manfaat................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4


A. Deskripsi Kasus.................................................................................... 4
B. Etiologi.................................................................................................. 6
C. Tanda dan Gejala.................................................................................. 6
C. Patofisiologi.......................................................................................... 7

BAB III LAPORAN STATUS KLINIS........................................................ 9


I. PENGKAJIAN: IDENTITAS PASIEN................................................. 9
II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT............................................. 9
III. SEGI FISIOTERAPI........................................................................... 10
A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF....................................................... 10
B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF......................................................... 12
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI............................................................ 18
D. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI......................................... 19
E. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI......................................... 20
G. EVALUASI...................................................................................... 22
H. HASIL TERAPI TERAKHIR.......................................................... 23
I. CATATAN PEMBIMBING PRAKTEK...........................................
J. CATATAN TAMBAHAN................................................................

BAB IV HASIL DAN ALTERNATIVE PENYELESAIAN MASALAH. 24


A. Hasil ..................................................................................................... 24
B. Pembahasan........................................................................................... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 27


A. Kesimpulan........................................................................................... 27
B. Saran..................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 28
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit pernafasan yang


bersifat kronis progresif. PPOK merupakan permasalahan global yang terjadi di
masyarakat hingga sekarang yang disebabkan oleh karena angka kejadian serta
angka kematian yang terus meningkat dari tahun ke tahun di seluruh dunia.
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular terkait rokok yang
menjadi masalah kesehatan masyarakat.Penyebab utama PPOK adalah
keterpajanan rokok, baik perokok aktif maupun perokok pasif (WHO 2016). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian, sampel diambil dari cairan kurasan
bronkoalveolar perokok menunjukkan bahwa rokok adalah penyebab PPOK yang
sangat berkontribusi terhadap morbidity dan mortality dimana ditemukannya
peningkatan jumlah makrofag dan neutrofil lebih tinggi pada perokok dibanding
bukan perokok. Merokok merupakan faktor risiko utama terjadinya PPOK. Pada
perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru yang dapat menyebabkan batuk,
hipersekresi mukus, sumbatan saluran pernapasan dan berisiko tinggi untuk
menderita PPOK. Risiko ini tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari,
umur mulai merokok dan berapa lama orang tersebut merokok.
Merokok sangat mempengaruhi terjadinya PPOK. PPOK merupakan
penyebab kematian ke tiga didunia, setelah penyakit jantung iskemik dan stroke.
WHO menyebutkan prevalensi PPOK dunia sebesar 9,34/1.000 (laki-laki) dan
7,33/1.000 (wanita) serta menempati urutan keenam penyebab kematian di dunia.
Pada tahun 2002, PPOK menjadi penyebab kematian ketiga di dunia setelah
penyakit kardivaskular dan kanker. Di Amerika tercatat 16 juta kasus PPOK
dengan lebih 100 ribu kematian. Pada tahun 2006, PPOK di Asia mencapai 56,6
juta dengan prevalensi 6,3%. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta kasus
PPOK dengan prevalensi 5,6%. (WHO 2007 ) Prevelensi PPOK di Indonesia
diperkirakan akan terus meningkat, salah satunya disebabkan oleh banyaknya
jumlah perokok di Indonesia. Secara nasional konsumsi tembakau di Indonesia
cenderung meningkat dari 27% pada tahun 1995 menjadi 36,3 % pada tahun 2013
(Kementerian et al. 2015)
Besaran masalah PPOK di Indonesia sementara ini masih lebih banyak
didapatkan dari data fasilitas kesehatan, sementara besaran masalah pada populasi
masih terbatas didapatkan dari studi berskala subnational atau hanya populasi
kecil di wilayah tertentu. Kementrian Kesehatan telah berupaya untuk
mendapatkan data dasar terkait besaran masalah PPOK melalui Riset Kesehatn
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2013, meskipun masih terbatas menggunakan
instrumen kuesioner tanpa ada pemeriksaan klinik untuk penetapan diagnosa
PPOK. Prevelensi PPOK dari hasil RISKESDAS 2013 adalah sebesar 3.7 persen
(Kementrian et al. 2013 (Kusumawardani, Rahajeng, Mubasyiroh, &
Suhardi, 2016))
Fisioterapi sebagai tenaga kesehatan ikut berperan dalam menangani kasus
PPOK, dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi paru dan mengurangi
problematika yang ada. Dalam kasus ini problematika fisioterapi meliputi
impraiment, functional limitation dan disability. Dalam mengatasi hal ini
fisioterapi menggunakan modalitas Infrared, Breathing Control dan Nebulizer.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja permasalahan yang timbul pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di RS Respira Bantul?
2. Bagaimana penatalaksanaan Fisioterapi pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di RS Respira Bantul?
C. Tujuan
Adapun tujuan-tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui permasalahan-permasahan yang timbul pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di RS Respira Bantul
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan Fisioterapi pada pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronik di RS Respira Bantul
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Untuk menambah pengetahuan dan menambah wawasan
dalam melaksanakan proses fisioterapi pada kondisi Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK)
2. Bagi Fisioterapi
Untuk mendapatkan metode yang tepat dan bermanfaat
dalam melakukan penanganan pada kondisi Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK)
3. Bagi masyarakat
Sebagai pengetahuan masyarakat tentang Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) serta mengetahui peranan fisioterapi
pada kasus tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi kasus
PPOK adalah penyakit paru obstruksi kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif
nonreversibel atau reversibel parsial. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernapasan yang
disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut American
College of Chest Physicians/American Society, (2015). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sekolompok penyakit paru menahun
yang berlangsung lama dan disertai dengan peningkatan resistensi
terhadap aliran udara (Padila, 2012). Selompok penyakit paru tersebut
adalah bronkitis kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchial
(Smeltzer, 2011). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah
penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan
aliran udara, bersifat progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi
paru terhadap partikel atau gas yang beracun / berbahaya (Antariksa B,
Djajalaksana S, Pradjanaparamita., Riyadi J., Yunus F., Suradi, dkk
(2011)).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat terjadi sebagai
hasil dari peningkatan resistensi sekunder terhadap edema mukosa bronkus
atau kontraksi otot polos. Hal tersebut juga dapat diakibatkan oleh
penurunan kelenturan, seperti pada emfisema. Kelenturan (elastic recoil)
adalah kemampuan mengempiskan paru dan menghembuskan nafas secara
apasif, serupa dengan kemampuan karet kembali ke bentuk semula setelah
diregangkan. Penurunan kelenturan dapat dibayangkan sebagai pita karet
yang lemah dan telah diregangkan melebihi batas kemampuannya,
sehingga akan berakibat penurunan kemampuan paru untuk
mengosongkan isinya (Black, 2014).
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti kejadian kompleks dengan
peningkatan inflamasi saluran pernafasan, peningkatan produksi mukus
dan terperangkapnya udara dalam saluran pernafasan. Hal tersebut
menimbukan gejala sesak sebagai gejala khas eksaserbasi. Gejala lain
berupa peningkatan produksi dan konsistensi sputum, bersamaan dengan
peningkatan batuk dan wheezing. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi
atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi.

Derajat Klinis
PPOK Ringan -Dengan atau tanpa batuk
-Dengan atau tanpa produksi sputum
-Sesak napas derajat sesak 1 sampai derajat
sesak 2
PPOK Sedang -Dengan atau tanpa batuk
-Dengan atau tanpa produksi sputum
-Sesak napas derajat 3

PPOK Berat -Sesak napas derajat sesak 4 dan 5


-Eksaserbasi lebih sering terjadi

PPOK Sangat Berat -Sesak napas derajat sesak 4 dan 5


dengan gagal napas kronik
-Eksaserbasi lebih sering terjadi
-Disertai komplikasi kor pulmonale
atau gagal jantung kanan
B. Etiologi
Menurut Irwan (2016) etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
sebagai berikut :
1. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab utama. Prevalansi
terjadinya gangguan sistem pernafasan dan penurunan faal paru lebih tinggi
terjadi pada perokok. Usia mulai merokok, jumlah bungkus pertahun, dan
perokok aktif berhubungan dengan angka kematian.
2. Riwayat terpapar polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hiperaktivitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang
5. Usia
C. Tanda dan Gejala
Menurut Putra (2013) manifetasi klinis pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) adalah :
Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah
bernapas, kelemahan badan, batuk kronik yang hilang timbul selama lebih dari 3
bulan yang berlangsung selama lebih dari 2 tahun yang tidak hilang dengan
pengobatan yang diberikan, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan
terbentuknya sputum dalam saluran nafas dalam waktu yang lama. Salah satu
gejala yang paling umum dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Menurut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) Internasional
(2012), pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami
perubahan bentuk dada. Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada
antero- posterior dan transversal sebanding atau sering disebut barrel chest.
Kesulitan bernafas juga terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) yaitu bernafas dengan menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka
waktu yang lama, maka akan terjadi hipertropi otot dan pelebaran di sela-sela iga
atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung kanan, tekanan vena
jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada ekstremitas bagian bawah. Hal ini
menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan cairan pada tubuh akibat dari
gagalnya jantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke seluruh tubuh. Palpasi
tektil fremitus tada emfisema akan teraba lemah, perkusi terdengar suara
hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, dan hepar terdorong
ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau melemah, ronkhi pada waktu nafas
biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar lebih panjang dari pada
inspirasi dan bunyi jantung juga terdengar menjauh.
D. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.
Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (FEV1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (FEV1/FVC).(Black, 2014).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain
itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak
struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Parenkim paru kolaps terutama
pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru
secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,
maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps , sehingga
dapat terjadi sesak nafas(Suharsini(1998))
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan
Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan.
Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.
Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol.
BAB III
LAPORAN STATUS KLINIS

Tempat Praktek : Rs Paru Respira

No. RM : 16062142

Tanggal pengkajian : 09 November 2021

I. PENGKAJIAN :
IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. H

Umur : 82 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Pundong, Bantul, DI Yogyakarta

II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT

A. DIAGNOSIS MEDIS:
tgl, 09 November 2021
PPOK Eksaserbasi

B. CATATAN KLINIS ( medika mentosa, hasil lab, EKG, Foto


rontgen, CT-Scan, catatan operasi, spirometri, analisa gas darah, dll
yang terkait dengan permasalahan fisioterapi)
1. Medika Mentosa
a. Furosemide 1X1
b. Herbrezer 1X1
c. Spironolactone 1X1
2. Hasil Laboratorium
(28 Juli 2020)
a. Kategori Hematologi untuk pemeriksaan jenis leukosit netrofil
segmen mendapatkan hasil diluar nilai normal yaitu 81% dimana
nilai normal adalah 40-70%; jenis leukosit limfosit hasil diluar
nilai normal yaitu 9% dimana nilai normaal adalah 25-40%
b. Kategori Kimia Darah untuk pmeriksaan gula darah sewaktu
diluar nilai normal yaitu 221 mg/dLdimana nilai normal adalah
<200 mg/dL

C. TERAPI UMUM (GENERAL TREATMENT):


Pasien menjalani Rawat Jalan di RS Respira
a. Dokter Umum
b. Dokter Spesialis Paru
c. Rehabilitasi Medik (Fisioterapi)
d. Medika Mentosa

D. RUJUKAN FISIOTERAPI DARI DOKTER:


Mohon untuk diberikan penatalaksanaan fisioterapi kepada pasien atas
nama Tn. Hadi Sukarjono dengan diagnosa medis Penyakit Paru
Obstruktif Kronik ( PPOK ) Eksaserbasi, rujukan dari Poli penyakit
dalam di RS Paru Respira pada tanggal 09 November 2021

III. SEGI FISIOTERAPI

A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF (A N A M N E S I S (AUTO /


HETERO *))
1. KELUHAN UTAMA:
Pasien mengeluh sesak nafas saat beraktivitas, seperti berdiri dan berjalan
serta ketika melakukan aktivitas lain. Keluhan meningkat saat hawa
dingin seperti saat pagi hari, atau saat hujan. Sesak nafas yang dialami
pasin disertai dengan batuk dan dahak yang kental dalam jumlah sedikit
yang terkadang susah dikeluarkan. Tidak ada mengi saat pasien sesak
nafas, namun pasien merasa nyeri dada saat batuk dan sesak nafas.
Keluhan utama tersebut memberat saat hawa dingin, biasanya di pagi hari
dan ketika hujan turun

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG (Perjalanan Penyakit


dan Riwayat Pengobatan) :
Pada Desember tahun 2019 pasien mengeluh sesak nafas dengan
gejala berat yang mengganggu aktivitas dan membuat pasien tidak
nyaman. Setelah berhari-hari gejala tidak mereda, pasien dibawa oleh
keluarga untuk diperiksa ke RS Respira, kemudian oleh Dokter
spesialis penyakit dalam pasien didiagnosa PPOK dengan penyakit
penyerta CHF ( Congestive Heart Failure), CAP ( Community
Acquired Pnumonia), CPC ( Cor Pulmonale Chronic). Pasien
kemudian di rawat di RS Respira selama 8 hari. Setelah mendapat
perawatan, gejala mereda namun pasien tidak dinyatakan sembuh
total dan disarankan untuk tetap melakukan kontrol dan menjalani
rawat jalan.
Pasien baru melakukan pemeriksaan setelah penyakit tersebut
mengalami gejala yang tergolong berat, dan setelah diperiksa pada
pasien didiagnosa PPOK dengan penyakit penyerta yang baru
terdeteksi setelah pasien datang ke rumah sakit pada tahun 2019.
Pada tanggal 05 November 2021, gejala dari penyakit pasien
terasa memberat dan pasien merasa sesak nafas yang berat disertai
batuk berdahak dan nyeri dada. Pasien kemudian dibawa ke RS Paru
Respira untuk diperiksa. Setelah mendapatkan pemeriksaan, pasien
dirujuk oleh dokter spesialis penyakit dalam di RS Paru Respira ke
Fisioterapi.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:


Tidak ada riwayat penyakit dahulu, karena penyakit pasien
saat ini adalah penyakit yang sejak awal tidak pernah dinyatakan sembuh.
4. RIWAYAT PRIBADI:
Pasien merupakan perokok aktif sejak usia 16 tahun, dalam
sehari pasien bisa menghabiskan 2 bungkus rokok dimana 1 bungkus
berisi 12 batang. Pasien berhenti merokok pada saat berusia 67 tahun.
Maka, selama 51 tahun pasien merupakan perokok aktif.

5. PENYAKIT PENYERTA:
( Sejak tahun 2019)

(+) CHF ( Congestive Heart Failure)


(+) CAP ( Community Acquired Pnumonia)
(+) CPC ( Cor Pulmonale Chronic)
(-) Asma
(-) Diabetes Melitus (DM)
(-) Kanker

6. RIWAYAT KELUARGA:
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga yang
berkaitan dengan diagnosis medis seperti asma.

7. DATA SOSIAL:
(Lingkungan kerja, tempat tinggal, aktivitas rekreasi dan
diwaktu senggang, aktivitas sosial)
Aktivitas sehari : Setelah mengalami PPOK, pasien menghabiskan
waktu dirumah dan beraktivitas menggunakan kursi roda karena
sesak jika berdiri dan berjalan
Aktivitas sosial : Pasien mampu bersosialisasi dengan baik namun
pasien kesulitan untuk mlakukan sosialisasi secara aktif karena sesak
napas dan harus menggunakan kursi roda

B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
1.PEMERIKSAAN TANDA VITAL
a) Tekanan darah : 148/87 mmHg
b) Denyut Nadi : 91 kali/menit
c) Pernapasan : 24x/menit
d) Temperatur : 36.5˚c
e) Tinggi Badan : 174
f) Berat Badan : 63 Kg

2.INSPEKSI
a. Respiratori equipment:
Pasien tidak menggunakan repiratory equipment seperti
Tabung oksigen.
b. Bentuk dada : (Gambar. Normal/ Barrel Chest, Pigeon Chest, dll)

c. Pola Pernafasan : (Normal, Prolonged expiration, pursed lip


breathing)
Pola pernafasan pasien takipnea dimana kondisi nafas
pasien lebih dari 20 kali/menit, dengan pola nafas terkadang
pursed lip breathing yaitu bernafas menggunakan mulut seperti
bersiul dan ketika bernafas baik inspirasi maupun ekspirasi
cenderung dangkal dengan perbandingan 1:1, dimana
pernafasan normal yaitu 1:2 antara inspirasi dan ekspirasi

d. Clubbing finger Y / T
Tidak ditemukan adanya clubbing finger yaitu kelainan
bentuk jari dan kuku tangan yang menjadikan jari tangan dan kaki
terlihat membulat pada pasien

3. PALPASI :

a. Ekspansi thoraks R/L : menurun / menurun (Normal, menurun)

Ketika dilakukan palpasi, pengembangan sangkar thoraks


dxtra dan sinistra mengalami penurunan dengan selisih 1 cm- 1,8
cm yang berada dibawah angka normal, dimana angka normal yaitu
3 cm

b. Vocal Fremitus (Normal, meningkat, menurun, hilang)

Palpasi vocal fremitus ketika pasien menarik nafas


didapatkan hasil yaitu paru dextra pada segmen posterior terasa
normal, namun pada paru sinistra pada segmen posterior menurun.
Sedangkan pada paru dextra-sinistra pada segmen posterior-anterior
mengalami penurunan

c. Spasme otot pernapasan (disebutkan nama otot)


M.Intercostalis 4-5 dan M.Latissimus dorsi

d. Nyeri tekan (+/_, lokasi dimana?)

(+) Upper Trapezius dextra


4. PERKUSI :
(Sonor, Hypersonor, redup, pekak)

Perkusi sonor/normal seluruh lapang paru dextra dan sinistra,


segmen posterior maupun anterior

5. AUSKULTASI :
a. Suara napas
Ditemukan adanya suara ronchi seperti suara gelembung udara
yang melewati cairan di paru dextra, lobus medial basal
segmen anterior
b.. Letak Sputum
Ditemukan sputum di paru dextra, lobus medial basal segmen
anterior (3&7)

6. PEMERIKSAAN FUNGSI GERAK DASAR (sendi bahu,


leher, dada)

a. Gerak Aktif:

Gerak Dasar Shoulder Nyeri Range of Motion


Fleksi Shoulder + Tidak Full ROM
Ekstensi Shoulder - Full ROM

b. Gerak Pasif:

Gerak Dasar Shoulder Nyeri Range of Motion


Fleksi Shoulder + Full ROM
Ekstensi Shoulder - Full ROM

c. Gerak Isometrik:

Gerak Dasar Shoulder Mampu Nyeri


Fleksi Shoulder + +
Ekstensi Shoulder - -

7. PEMERIKSAAN SPESIFIK (Ekspansi Thoraks, VAS, BORG


Scale, Spirometri, Panjang Otot)

a. Ekspansi thoraks

Inspirasi Ekspirasi Selisih


Axilla 87,5 cm 86 cm 1,5 cm
ICS 4-5 89,5 cm 88,5 cm 1 cm
Proc. 87,5 cm 86,5 cm 1 cm
Xyp

b. Borg Scale

Peringkat Intensitas

0 Tidak sesak sama sekali


0,5 Sesak sangat ringan sekali
1 Sesak sangat ringan
2 Sesak ringan
3 Sesak sedang
4 Sesak kadang berat
5 Sesak berat
6
7 Sesak sangat berat
8
9
10 Sesak sangat berat sampai hampir maksimal

8. PEMERIKSAAN KOGNITIF, INTRAPERSONAL DAN


INTERPERSONAL

Kognitif : Pasien mampu menjelaskan kronologi penyakit dengan


baik
Intrapersonal & Interpersonal : Pasien mempunyai semangat yang
tinggi untuk sembuh dan pasien mampu berkomunikasi dengan baik
dengan lingkungan maupun fisioterapis

9. PEMERIKSAAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL


(Pemeriksaan
toleransi aktivitas)

Pemeriksaan kemampuan fungsional dilakukan menggunakan


London Chest Activity of Daily Living

Deskripsi Kegiatan Nilai


A. Perawatan diri
1. Memakai handuk setelah 2

mandi 2

2. Memakai pakaian 2

3. Memakai sepatu/kaos kaki 2

4. Mencuci rambut/keramas
Aktivitas di rumah
1. Merapikan tempat tidur 4

2. Mengganti sprei 4

3. Membersihkan jendela 4

4. Menyapu 4

5. Menyiapkan makanan 4

6. Membersihkan debu 4

Aktivitas fisik
1. Menaiki tangga 5

2. Membungkuk 4

Aktivitas waktu luang


1. Berjalan di sekitar rumah 5

2. Pergi ke luar rumah 5

3. Berbicara 2

Total: 53 poin

Keterangan:

0 : Saya tidak melakukan kegiatan ini

1 : Saya tidak mengalami sesak nafas


2 : Saya mengalami sesak nafas ringan

3 : Saya mengalami sesak nafas berat

4 : Karena sesak nafas saya tidak melakukan kegiatan ini dan


tidak ada yang membantu

5 : Karena sesak nafas saya tidak melakukan kegiatan ini dan


saya membutuhkan seseorang untuk membantu

Total skor : 75 poin maksimal ketidakmampuan aktivitas


dan sesak

Normal : 15 poin

Gangguan sesak nafas jika nilai/ hasil ,50% dari total nilai
normal

Hasil : 53X100:15 = 20% (di bawah nilai normal)

C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
a. Impairment
1) Gangguan Ventilasi yang menyebabkan pasien merasa sesak nafas
2) Penurunan ekspansi thoraks
3) Spasme otot bantu pernapasan
4) Retensi sputum yang menyebabkan pasien mengalami gangguan
Bronchial Hygiene atau gangguan kebersihan jalan nafas karena
pasien tidak bisa membersihkan sekret dari saluran pernafasan.
b. Functional Limitation
1) Kesulitan berjalan
2) Kesulitan naik turun tangga
3) Keterbatasan beribadah (sholat), pasien sholat dalam posisi duduk
c. Disability
Pasien beraktivitas menggunakan kursi roda dan mengalami
participation restriction, seperti bekerja, keterbatasan aktivitas
dirumah,rekreasi, sosialisasi di masyarakat, dan berolahraga

D. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan
a. Jangka Pendek ( Selama 1 bulan )
1) Meningkatkan fungsi ventilasi paru untuk membantu mengurangi sesak
nafas
2) Meningkatkan ekspansi thoraks
3) Membantu mengeluarkan sputum untuk membersihkan jalan nafas

b. Jangka Panjang ( Selama 6 bulan )


Mengurangi sesak nafas yang dirasakan oleh pasien, karena pasien
telah berusia 82 tahun dan beraktivitas menggunakan kursi roda, maka
tidak bisa ditingkatkan aktivitas fungsional maupun kemandirian
melakukan aktivitas sehari-hari.

2. TEKNOLOGI INTERVENSI
a. Teknologi Fisioterapi:
Infrared (IR), Nebulizer, Active Cycle of Breathing Control (Breathing
Control, Thoracic Expansion Exercisee, dan Forced Expiration
Technique)
b. E d u k a s i:
1) Menghindari pencetus pasien mengalami gejala sesak, seperti
aktivitas diluar toleransi pasien, hawa dingin yaitu dengan
menggunakan pakaian tebal atau menggunakan minyak yang
menimbulkan efek menghangatkan ketika hawa dingin
2) Mengkonsumsi makanan bergizi, tinggi serat dan banyak minum air
putih, serta menjaga pola makan
3) Melaksanakan home program (breathing exercise, stretching untuk
pencegahan artrofi) seperti yang telah diajarkan oleh fisioterapis untuk
mengatasi gejala sesak jika sesak muncul sewaktu-waktu
3. RENCANA EVALUASI
Rencana evaluasi akan dilakukan setelah mendapatkan 3 kali terapi
menggunakan:
a. Evaluasi sangkar thoraks menggunakan pengukuran ekspansi thoraks
b. Evaluasi sesak nafas menggunakan borg scale
c. Evaluasi retensi sputum menggunakan stetoskop/auskultasi

E. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI :
1. Hari: Selasa Tgl : 09 November 2021

a. Infrared
1) Persiapan alat IR dan cek kabel
2) Posisikan pasien bersandar pada bed, supine lying
3) Perkenalkan diri diri dan jelaskan tujuan, manfaat serta sensasi yang
akan dirasakan pasien (hangat)
4) Pastikan alat bekerja dengan baik
5) Tes sensibilitas
6) Lampu dipasang tegak lurus didepan bagian yang akan diterapi
7) Daerah yang akan diterapi yaitu thoraks dextra dan sinistra
8) Jarak 30 cm (jika pasien merasa panas, jarak boleh ditambahkan)
9) Durasi 15 menit
10) Setelah selesai, rapikan alat dan beritahu pasien bahwa terapi
menggunakan Infrared telah selesai
b. Nebulizer
1) Siapkan alat yang akan digunakan
2) Posisikan pasien duduk bersandar dengan rileks
3) Mengisi nebulizer dengan 1 ampul bronkodilatator ( salbutamol2,5
mL/0,5 mg) dan kortikosteroid ( pulmicort 2,0 mL/0,5 mg)
4) Memasang masker nebulizer
5) Nyalakan alat dan pastikan alat bekerja dengan baik
6) Minta pasien bernafas dalam, boleh menghirup melalui mulut sampai
obat habis.
7) Setelah selesai, brsihkan hidung dan mulut, evaluasi tindakan,
bersihkan alat.
c. Active Cycle of Breathing Control (ACBT)
1) Breathing control
a) posisikan pasien duduk bersandar
b) minta pasien menghirup udara melalui hidung secara perlahan
dengan tarikan dalam, kemudian hembuskan perlahan melalui mulut
dengan membentuk sperti mencucu atau bersiul
c) Ulangi sebanyak 8 kali, 3 kali pengulangan

2) Thoracic Expansion Exercise (TEE)


a) posisikan pasien duduk tegak
b)rentangkan kedua tangan ke samping, tarik nafas sambil
mengangkat kedua tangan keatas, hembuskan melalui mulut
bersamaan dengan gerakan menurunkan kedua tangan
c) Ulurkan tangan ke depan, tarik nafas sambil menarik kedua tangan
ke samping, hembuskan perlahan melalui mulut bersamaan dengan
gerakan kedua tangan kembali ke depan.
d) ulangi gerajab trsebut masing-masing sebanyak 8 kali, 3 kali
pengulangan

3) Forced Expiration Technique


a) posisi pasien duduk tegak
b) minta pasien menarik nafas dalam, lalu kontraksikan otot perut
c) huffing sebanyak 3 kali dalam 1 tarikan nafas, ulangi 3-5 kali
d) akhiri dengan batuk efektif untuk mengeluarkan sputum
G. E V A L U A S I:

Tanggal 09-11-2021
S : Sesak nafas, dahak susah keluar, terengah- engah, nyeri dada
O : Keluhan utama sedang; TD 148/87 mmHg; Hr 91 kali/menit; Saturasi 93%
A : Gangguan ventilasi, retensi sputum, bronchial hygiene terganggu, spasme
otot bantu pernapasan
P : IR 15 menit; Nebulizer; breathing control, TEE, FET

Tanggal 11-11-2021
S : Sesak nafas, batuk (-), terengah-engah, dahak (-)
O : K.U sedang; TD 148/87 mmHg; Hr 91 kali/menit; Rr 28 kali/ menit;
saturasi 93%
A : Gangguan ventilasi, penrunan sangkar thoraks
P : IR 15 menit; Nebulizer; breathing control, TEE, FET

Tanggal 15-11-2021
S : Sesak nafas, batuk (-), terengah-engah, dahak (-)
O : K.U sedang, TD 154/80 mmHg; Hr 90 kali/ menit; Rr 20 kali/menit;
saturasi 91%
A : Gangguan ventilasi, penrunan sangkar thoraks
P : IR 15 menit; breathing control, TEE, FET, ankle pump

Pemeriksaan T1 T2 T3
Ekspansi Thoraks Axilla: 1,5 cm Axilla: 1,5 cm Axilla: 1,7 cm
ICS 4-5: 1 cm ICS 4-5: 1,7 cm ICS 4-5: 2 cm
Proc. Xyp : 1 cm Proc. Xyp : 1,5 cm Proc. Xyp : 2 cm
Borg Scale 5 4 2
Auskultasi Terdapat sputum Terdapat sputum Tidak terdapat
& ronchi & ronchi sputum & terdapat
ronchi
London Chest 20% 20% 20%
Activity of Daily
Living
A. HASIL TERAPI TERAKHIR :
Pasien atas nama Tn.Hadi Sukarjono dengan diagnosa medis PPOK
eksaserbasi dengan keluhan utama sesak nafas dengan intnsitas berat
sebelum mendapatkan tindakan fisioterapi, setelah mendapatkan tindakan
fisioterapi mengalami penurunan intensitas sesak. Selain itu, pasien juga
mengalami peningkatan ekspansi thoraks, penurunan retensi sputum, dan
pembersihan jalan nafas.
Setelah mendapatkan penanganan fisioterapi selama 10 hari yang
dilakuakn sebanyak 3 kali prtmuan, kondisi pasien cenderung membaik,
khususnya di ventilasi dan ekspansi thoraks namun tidak terjadi perubahan
untuk toleransi aktivitas pasien setelah terapi hal ini disebabkan faktor
degeneratif dan penyakit menahun yang menurunkan kemampuan fungsional
pasien karena terlalu sering menggunakan kursi roda.
BAB V
HASIL DAN ALTERNATIVE PENYELESAIAN MASALAH

A. Hasil
1. Sesak napas
Dari hasil terakhir didapatkan sesak napas berkurang setelah diberikan
terapi sebanyak 3 kali terapi
2. Sputum
Dari hasil terapi terakhir didapatkan sputum berkurang pada daerah lapang
paru dextra, lobus medial basal, segmen anterior setelah diberikan terapi
sebanyak 3 kali
3. Ekspansi sangkar thorak
Dari hasil terapi terakhir didapatkan peningkatan ekspansi thorak pada
lapang paru dextra sinistra, segmen anterior dan posterior setelah diberikan
terapi sebanyak 3 kali
B. Alternative Penyelesian Masalah
1. Penurunan sesak napas
a. Setelah diberikan terapi dengan modalitas Ir, deep breathing
postural drainage didapatkasil penurunan sesak napas. Terapi infra
merah (IR) akan memberikan pemanasan superfisial pada daerah
kulit yang diterapi sehingga menimbulkan beberapa efek fisiologis
yang diperlukan untuk penyembuhan. Efek-efek fisiologis tersebut
berupa mengaktivasi reseptor panas superfisial di kulit yang akan
merubah transmisi jatau konduksi saraf sensoris dalam
menghantarkan nyeri sehingga nyeri akan dirasakan berkurang,
pemanasan ini juga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah
(vasodilatasi) dan meningkatkan aliran darah pada daerah tersebut
sehingga akan memberikan oksigen yang cukup pada daerah yang
diterapi. Pemberian infra red bertujuan untuk mirileksasikan otot-
otot pernapasan karena infra red memberikan efek panas yang
menyebabkan peningkatan suhu di area yang diterapi. Efek panas
inilah yang menyebabkan otot menjadi rileks dan spasme
berkurang (Kharismawan, 2016)
b. Bronkodilator merupakan pengobatan yang dapat meningkatkan
FEV1 dan atau mengubah variabel spirometri. Obat ini bekerja
dengan mengubah tonus otot polos pada saluran pernafasan dan
meningkatkan refleks bronkodilatasi pada aliran ekspirasi
dibandingkan dengan mengubah elastisitas paru. Bronkodilator
bekerja dengan menurunkan hiperventilasi dinamis saat istirahat
dan beraktivitas, serta memperbaiki toleransi terhadap akivitas.
Pada kasus PPOK ketegori berat atau sangat sangat berat sulit
untuk memprediksi perbaikan FEV1 yang diukur saat istirahat.
Bronchodilator dose-respone (perubahan FEV1) kurang
memberikan respon relatif pada setiap kelas bronkodilator.
Peningkatan dosis beta2-agonist atau antikolinergik, khususnya
yang diberikan dengan nebulizer, menunjukkan efek positif pada
episode akut, namun tidak terlalu membantu pada kondisi stabil.
Bronkodilator pada PPOK diberikan sebagai dasar untuk mencegah
atau menurunkan gejala. Tidak direkomendasikan penggunaan
bronkodilator dengan kerja pendek.
c. Active Cysle of Breathing Technique (ACBT) sebagai salah satu
terapi nonfarmakologi mempunyai tujuan utama membersihkan
jalan nafas dari sputum yang merupakan produk dari infeksi atau
proses patologi penyakit tersebut yang harus dikeluarkan dari jalan
nafas agar diperoleh hasil pengurangan sesak nafas, pengurangan
batuk, perbaikan pola nafas, serta meningkatkan mobilisasi sangkar
thoraks (Lestari, 2015). ACBT secara signifikan lebih nyaman
daripada dengan PD yang menyebabkan gangguan yang lebih besar
dalam kehidupan sehari-hari (Eaton et al, 2009). Breathing exercise
yang menjadi salah satu bagian dari ACBT didesain untuk melatih
otot-otot pernafasan dan mengembalikan destribusi ventilasi,
membantu mengurangi kerja otot pernafasan dan membetulkan
pertukaran gas serta oksigen yang menurun. Breathing exercise
dengan metode thoracic expansion exercise, bertujuan untuk
meningkatkan fungsi paru dan menambah jumlah udara yang dapat
dipompakan oleh paru sehingga dapat menjaga kinerja otot-otot
bantu pernafasan dan dapat menjaga serta meningkatkan ekspansi
sangkar thorak (Rab, 2010).
2. Pengurangan sputum
a. Setelah diberikan terapi dengan modalitas Ir didapat hasil
penurunan sesak napas untuk menaikkan temperature pada jaringan
sehingga menimbulkan vosodilatasi pembuluh darah
(Subekti,2014)
b. ACBT merupakan cycle dari latihan deep breathing dan huffing
yang diselingi oleh breathing control dan bertujuan untuk
pembersihan jalan nafas dari sputum. Masing-masing komponen
dari ACBT dapat digunakan secara terpisah atau tergabung dalam
ACBT, tergantung dari keadaan pasien (Harden, 2009)
3. Peningkatan ekspansi sangkar thorak
a. Untuk meningkatkan nilai ekspansi thorak diberikan modalitas
deep breathing. Menggunakan tekanan manual sebagai
propioceptive untuk mendorong ekspansi dada. Pemberian
rangsangan sentuhan dan penguluran akan memberikan stimulasi
pada otot pernafasan untuk berkontraksi lebih kuat selama inspirasi
sehingga akan menambah pengembangan sangkar thorak sehingga
dapat meningkatkan volume paru. Hal ini akan memperbaiki
ventilasi, meningkatkan pertukaran gas, membantu melebarkan
jalan udara dan memobilisasi sangkar thorak sehingga ekpansi
thorak meningkat (Watchie, 2010)
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien bernama Tn. Hadi Sukarjno , usia 82 tahun dengan diagnosa
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) eksaserbasi. Permasalahan yang
timbul pada pasien adalah:
1. Gangguan ventilasi yang menyebabkan sesak nafas
2. Penurunan sangkar thoraks
3. Retensi sputum dan gangguan kebersihan jalan nafas/ bronchial hygiene
4. Adanya spasme otot bantu pernapasan yaitu M. Intercostalis 4-5 dan M.
Latissimus dorsi
Setelah diberikan terapi fisioterapi sebanyak 2 kali, didapati hasil
sebagai berikut:
1. Menurunnya gangguan ventilasi dapat dilihat dari evaluasi menggunakan
skala borg
2. Meningkatnya pengembangan sangkar thoraks meskipun masih berada
diangka bawah normal
3. Retensi sputum berkurang dan pada terapi ke-3 tidak ditemukan sputum
namun masih terdapat ronchi
4. Spasme ditemukan pada terapi pertama, namun pada terapi ketiga tidak
ditemukan adanya spasme otot bantu pernapasan
B. Saran
1. Saling bekerja sama untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka
panjang.
2. Memberi edukasi kepada pasien dan orang terdekat pasien untuk
melakukan home program yaitu latihan untuk meningkatkan kemampuan
ventilasi dan mengatasi sesak nafas dengan ACBT seperti yang telah
diajarkan terapis.
DAFTAR PUSTAKA

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik


(PPOK).
Pedoman praktis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia; 2016. p. 1-111.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy
for the
diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary
disease. Capetown: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease
Inc; 2017. p. 1- 123.
MacNee W. COPD: pathology, pathogenesis, and pathophysiology. In:
Currie G,
editor. ABC of COPD. 1st ed. New York: Blackwell Publishing
Company;
2006. p. 1202-30.
Chung KF,Adcock IM. Multifaceted mechanism in COPD: Inflammation,
immunity, and tissue repair and destruction. Eur Respir J.
2008;31:1334-56.
Larsson K. Aspect on pathophysiological mechanism in COPD.
Journal of
Intern Med. 2007;262:311-40. 6. Barnes PJ. Mediators of chronic
obstructive pulmonary disease. Pharmacol Rev. 2004;56:515-48.
Wedzicha JA, Brill SE, Allinson JP, Donaldson GC. Mechanism and
impact of the
frequent exacerbator phenotype in chronic obstructive pulmonary disease.
BMC. 2013;11:1-10.
Barnes P. Chronic obstructive pulmonary disease: effectsbeyondthelungs.
PLOS
Med.2010;7:1-4.
Barnes PJ. New anti-inflammatory targets for chronic obstructive
pulmonary
disease. Nat Rev Drug Discov. 2013;12:543-59. 10. Tabak C, Arts IC,
Smit HA, Heederik D, Kromhout D. Chronic obstructive pulmonary
disease and intake of catechins, flavonols, and flavones. The Morgen
Study. AM J Crit Care. 2001;164:61-4.
Ganesan S, Faris AN, Comstock AT, Chattoraj SS, Chattoraj A, Burgess
JR, et al.
Quercetin prevents progression of disease in elastase/ LPS-exposed mice
by
negatively regulating MMP expression. Respir Res. 2010;11:1-15.
Alrawaiq NS, Abdullah A. A Review of flavonoid quercetin:
metabolism,bioactivity and antioxidant properties. Int J PharmaTech Res.
2014;6:933- 41.
Barnes PJ, Rennard S. Patophysiology of COPD. In: Barnes PJ, Drazen J,
Rennard
S, Thomson N, editors. Asthma and COPD: Basics Mechanism and
Clinical
Management. 1st Ed. San Diego: Elsevier Inc.; 2009. p. 425-44.
Reilly J, Silverman EK, Shapiro SD. Chronic obstructive pulmonary
disease. In:
Longo D, Fauci AS, Kasper D, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's
principles of internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
pp. 2151–2159.

Anda mungkin juga menyukai