Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA

KASUS AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)

DI KLINIK LY PHYSIOCARE KLATEN

DISUSUN OLEH :

Enda Yorla Christina 19170008

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PERSETUJUAN

MAKALAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA


KASUS AUTISM SPECTRUM DISORDER (ASD)
DI KLINIK LY FISIOCARE KLATEN

Telah diperiksa, disetujui, dan siap untuk dipertahankan Presentasi Status Klinis
Program Studi Fisioterapi Program Diploma Tiga Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta, pada :

Hari :

Tanggal :

Waktu :

Tempat :

Pembimbing Lahan

Lia Yogi Purnawati, S. Ftr

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya makalah berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Autism Spectrum Disorder
(ASD) di Klinik LY Fisiocare Klaten” ini dapat selesai tepat pada waktunya. Selama masa
praktek komprehensif ini penulis mendapat banyak bimbingan, arahan, pelajaran dan
masukan yang mendukung penulis dalam penyelesaian tugas ini. Maka dari itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Saudari Lia Yogi Purnawati, S. Ftr selaku Clinical Instructor (CI) di Klinik LY
Fisiocare
2. Ibu Sri Wulandari, S.SiT., M. Kes selaku Clinical Educator (CE) praktek
komprehensif di Klinik LY Fisiocare
3. Fisioterapis dan karyawan di Klinik LY Fisiocare
4. Teman-teman fisioterapi angkatan 2019 yang telah banyak memberikan dukungan

Akhir kata penulis berharap dengan adanya Makalah ini dapat menambah wawasan
pembaca baik dalam topik pembahasan maupun sebagai bahan referensi yang nantinya dapat
dikaji dan dikembangkan kembali. Penulis menyadari banyaknya kekurangan pada Makalah
ini, oleh karena itu adanya masukan akan sangat berarti untuk penyempurnaan Makalah ini.

Klaten, 20 Mei 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah
kesehatan yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi
dan informasi dalam ilmu kesehatan di masyarakat tidak begitu banyak
berpengaruh dalam menekan angka kejadian bayi lahir dengan masalah
tumbuh kembang. Terdapat bermacam macam masalah tumbuh kembang anak
yang terjadi di masyarakat. Salah satunya adalah Autisme. Autism spectrum
disorder (ASD) yang lebih sering di kenal oleh masyarakat sebagai autis
merupakan masalah tumbuh kembang yang justru meningkat seiring dengan
kemajuan jaman. Angka kejadian anak dengan autis meningkat dari waktu ke
waktu bukan hanya di dunia saja namun juga di Indonesia. Autism merupakan
salah satu penyakit gangguan perkembangan saraf. Diagnosa autis pada anak
sendiri tidak dapat di tegakkan sejak lahir, perlu menunggu hingga usia 3
tahun untuk dapat memastikan apakah anak tersebut menderita autis atau
tidak. Kasus autis merupakan salah satu gangguan tumbuh kembang yang
banyak terjadi dan tiap anak memiliki gejala atau kondisi yang berbeda beda.
Beberapa anak autis akan memiliki kepintaran yang luar biasa, dan
beberapa lainnya justru memiliki keterbelakangan mental, walaupun secara
umum masalah yang terdapat pada anak hampir sama. Penanganan kasus autis
lebih berfokus pada masalah sosial dan masalah perilaku, sehingga
penanganan kasus autis lebih banyak di tangani dengan konsultasi atau
medika mentosa yang bertujuan untuk membuat anak autis lebih tenang dan
dapat beradaptasi di lingkungannya. Secara fisik anak anak dengan autis tidak
memiliki ciri khusus tidak seperti anak dengan cerebral palsy atau down
syndrome, sehingga sangat terlihat seperti anak normal pada umumnya.
Gerakan stereotype, kontak mata yang kurang dan gangguan bersosialisasi
merupakan ciri utama dari anak autis. Pola perkembangan pada anak autis
sama seperti anak normal pada umumnya,
namun beberapa akan mengalami keterlambatan atau melewati salah satu fase
perkembangan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masalah pada anak autis tidak
hanya terbatas terhadap masalah sosial dan perilaku. Kasus autis juga
memiliki masalah pada pola gerak dan kemampuan fisiknya, seperti masalah
pada koordinasi, keseimbangan, stabilitas postural dan postural kontrol. Pada
makalah ini masalah yang akan di bahas adalah masalah kontrol postural,
movement basic learning, neuromuscular sensomotor dan stimulasi nervus
cranialis untuk memperbaiki behavior, meningkatkan kognitif dan akademis
anak. Penelitian yang di lakukan Molloy pada tahun 2003 menunjukkan
bahwa ada perbedaan antara postural kontrol antara kelompok anak dengan
autis dan anak normal, dan pada penelitian lain yang di lakukan pada 51 anak
dengan autis dengan posturography menunjukkan bahwa anak dengan autis
memiliki masalah pada postural kontrol. Hal ini yang menyebabkan gerakan
pada anak dengan kasus autis tidak terkontrol dengan baik dan terlihat clumsy.
Pada umumnya masalah stabilitas postur berkaitan dengan gangguan sensoris
pada saraf, sehingga menyebabkan individu dengan gangguan stabilitas postur
mengalami resiko jatuh yang besar.
Postural kontrol adalah kemampuan tubuh untuk mengontrol sentral
gravitasi tubuh yang di pengaruhi oleh base of support (BOS) agar tidak
terjatuh dan dapat melakukan gerakan. Stabilitas postural adalah komponen
yang mempengaruhi kesimbangan baik keseimbangan statis maupun dinamis,
sehingga tubuh dapat bergerak, berpindah dari satu posisi ke posisi lain
dengan baik. Pada stabilitas postural terdapat komponen komponen seperti
visual, vestibular dan proprioseptif atau body sense. Stabilitas postural
berfungsi untuk mempertahankan posisi agar tidak terjatuh dan merupakan
pengatur keseimbangan. Postural kontrol penting untuk mengatur
keseimbangan dan stabilitasi yang merupakan salah satu komponen dalam
melakukan gerakan. Keseimbangan dan stabilitasi yang baik akan
mempermudah anak untuk
bergerak dan mengeksplorasi lingkungan. Oleh karena itu stabilitas postural
penting pada anak agar anak dapat beraktifitas dengan bebas dan bermain
sesuai usianya. Sehingga dibutuhkan peran fisioterapis untuk melatih dan
mengembangkan postural kontrol pada anak autis dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup dari anak autis. Menurut permenkes nomor 80 pada tahun 2013
fisioterapis adalah bentuk pelayanan kesehatan yang di tujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,
elektroterapi, dan mekanis) latihan fungsi, komunikasi.
Intervensi pada kasus autis sangat beragam, mulai dari Neurosenso dan
lain lain. Beberapa penelitian mengungkapan bahwa keseimbangan dan
postural kontrol berkaitan satu sama lain. Beberapa literatur menunjukkan
bahwa latihan keseimbangan meningkatkan kontrol postural pada anak dengan
autis. Latihan keseimbangan (balance exercise) adalah serangkaian gerakan
yang dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan postural baik dinamis
maupun statis untuk membantu otak menyesuaikan dengan perubahan sinyal
(re-calibrate) sehingga dengan sendirinya otak akan mampu beradaptasi,
proses ini disebut central compensation (Kaesler, 2007). Intervensi untuk
mengembangkan keseimbangan pada anak autis juga beragam, bermacam
macam latihan dapat di berikan untuk dapat meningkatkan postural kontrol
pada anak autis. Metode yang seringkali di lakukan oleh terapis yaitu tendon
guard, latihan postural kontrol (dinamik dan statis) dan latihan dengan
menggunakan stimulasi nervus cranialis. Bentuk latihan tersebut sering
ditemukan klinik tumbuh kembang anak dan paling sering dilakukan karena
menggunakan instruksi dan gerakan yang sederhana sehingga dapat di lakukan
oleh anak autis.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah Neurosenso, Massage, Brain gym,
mobilisasi trunk, Patterning, Titik Ekspresi, Oral’s, Play therapy d a n
Blocking memiliki evektifitas pada kasus Autism Spectrum Disorder
(ASD).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah neurosenso dapat meningkatkan rileksasi
pada pasien.
b. Untuk mengetahui apakah massage dapat mengurangi spasme.
c. Untuk mengetahui apakah mobilisasi trunk dapat meningkatkan control trunk
d. Untuk mengetahui apakah patterning dan brain gym dapat menyeimbangkan
antara otak kiri dan otak kanan
e. Untuk mengetahui apakah Titik ekspresi dapat merangsang sensoris pada
wajah dan oral’s motor
f. Untuk mengetahui apakah Oral’s stimulation dapat meningkatkan kemampuan
Bahasa dan menurunkan hipersensitifitas dari oral’s motor

g. Untuk mengetahui apakah blocking dapat mengontrol emosi pasien


ASD.
h. Untuk mengetahui apakah play therapy dapat meningkatkan daya
fokus pasien ASD.
C. Waktu Dan Tempat Pengambilan Kasus
Pengambilan kasus dilakukan di poli Fisioterapi Klinik LY Fisiocare dengan
menerapkan penatalaksanaan fisioterapi yang dimulai tanggal:

a. : Kunjungan pertama
b. : Kunjungan kedua
c. : Kunjungan ketiga
d. : Kunjungan keempat
e. : Kunjungan kelima
f. : Kunjungan keenam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kasus
1. Definisi
Autism spectrum disorder (ASD) merupakan gangguan perkembangan
fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi (spektrum), biasanya
gangguan ini meliputi cara berkomunikasi, berinteraksi sosial dan
kemampuan berimajinasi. Autis pertama kali diperkenalkan oleh Leo
Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai
ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan
berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda,
echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain
repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obsesif
untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya (Pangestu,
2017).
Autis adalah kelainan perkembangan yang secara signifikan
berpengaruh terhadap komunikasi verbal, non verbal serta interaksi sosial,
yang berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam belajar. Karakter lain
yang menyertai autis yaitu melakukan kegiatan berulang–ulang dan
gerakan stereotype, penolakan terhadap perubahan lingkungan dan
memberikan respon yang tidak semestinya terhadap pengalaman sensori
(IDEA dalam Kurniawati & Madechan, 2013). Autis dapat diartikan pula
sebagai gangguan perkembangan komunikasi, kognitif, perilaku,
kemampuan sosialisasi, sensoris, dan belajar). Beberapa diantara anak
autis menunjukkan sikap antisosial, gangguan perilaku dan hambatan
motorik kasar (sering berlari tanpa tujuan) (Banoet, 2016). Autis dipahami
sebagai gangguan perkembangan neurobiologis yang berat sehingga
gangguan tersebut mempengaruhi bagaimana anak belajar, berkomunikasi,
keberadaan anak dalam lingkungan, hubungan sosial dengan orang lain
dan
kemampuan anak dalam mengurus diri. Pendapat lain mengemukakan
bahwa anak autis suatu melakukan tindakan-tindakan tidak wajar, seperti
menepuknepuk tangan mereka, mengeluarkan suara yang diulang-ulang,
atau gerakan tubuh yang tidak bisa dimengerti seperti menggigit,
memukul, atau menggaruk-garuk tubuh mereka sendiri. Kebanyakan
tindakan ini berasal dari kurangnya kemampuan mereka untuk
menyampaikan keinginan serta harapan kepada orang lain (Dewi, 2018).
Menurut Permadi (2019), menyatakan bahwa autis merupakan salah
satu gangguan perkembangan anak. Gangguan autis setidaknya
ditunjukkan dengan kurangnya kemampuan anak pada kemampuan
interaksi sosial, komunikasi verbal dan non-verbal, dan adanya perilaku
berulang. Penanganan semakin dini akan menghasilkan prognosis yang
semakain baik juga. Anak autis pada umumnya akan mengalami hambatan
dalam belajar, berkaitandengana kurangnya kemampuan sosial dan
perilaku yang tidak sama dengan anak pada umumnya. Autis adalah
gangguan perkembangan neurobiologis yang sangat kompleks/berat dalam
kehidupan yang panjang, yang meliputi gangguan pada aspek perilaku,
interaksi sosial, komunikasi dan Bahasa, serta gangguan emosi dan
persepsi sensori bahkan aspek motoriknya. Gejala autis muncul pada usia
sebelum 3 tahun. Pada anak autis secara pertumbuhan fisik terlihat seperti
mengalami gangguan, namun terlihat kondisi perkembangan mental dan
intelegensi yang tertinggal pada anak autis dibandingkan dengan anak
normal pada umumnya, ternyata hal tersebut membawa dampak pada
kemampuan motorik anak autis.
2. Etiologi
a. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus- kasus autism disebabkan oleh
factor genetic. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan
autism adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X ( 20
– 30%).
Disebut fragile X karena secara sitogenik penyakit ini ditandai oleh
adanya kerapuhan ( fragile) yang tampak seperti patahan diujung akhir
lengan panjang kromosom X 4. Syndrome fragile X merupakan
penyakit yang diwariskan secara X- linked ( X terangkai) yaitu melalui
kromosom X. pola penurunannya tidak umum, yaitu tidak seperti
penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bias
digolongkon sebagai dominan atau resesif, laki –laki dan perempuan
dapat menjadi penderita maupun pembawa sifat ( carier) (Mahmud,
2010).
b. Gangguan pada system syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki
kelainan hampir pada seluruh struktur otak. Tetapi kelainan yang
paling konsisten adalah pada otak kecil. Hampir semua peneliti
melaporkan berkurangnya sel purkinye di otak kecil pada autism.
Berkurangnya sel purkinye diduga dapat merangsang pertumbuhan
akson, glia dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak yang
abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan akson yang abnormal dapat
menimbulkan sel purkinye mati. Otak kecil berfungsi mengontrol
fungsi luhur dan kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur
perhatian dan penginderaan.jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka
akan menggangggu fungsi bagian lain dari system saraf pusat, seperti
misalnya system limbic yang mengatur emosi dan perilaku (Mahmud,
2010).
c. Kemungkinan lain
Infeksi yang terjadi sebelum dan sesudah kelahiran dapat
merusak otak seperti virus rubella yang terjadi selama kehamilan dapat
menyebabkan kerusakan otak. Kemungkinan yang lain adalah factor
psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memliki
waktu untuk berkomunikasi dengan anak, atau anakk tidak pernah
diajak bicara sejak
kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autism (Mahmud,
2010).
3. Patofisiologi
Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang.
Akibat perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak mampu
mengatur pengamatan dan gerakan, belajar dan merasakan serta fungsi-
fungsi vital dalam tubuh (Griadhi et al., 2016). Penelitian post-mortem
menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah yang berbeda pada
otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang berbeda-beda
pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas berupa
substansia grisea yang walaupun volumenya sama seperti anak normal
tetapi mengandung lebih sedikit neuron (Griadhi et al., 2016). Pada anak
autis terjadi :
a. Kelemahan modulasi tonus otot
Dengan adanya kelemahan modulasi tonus otot akan
membuat kesulitan dalam kontrol dan memprogram gerakan
motorik, motor planning, menurunkan koordinasi kognitif motorik
dan perilaku. Kelemahan ini bisa disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara proses eksitasi dan inhibisi didalam
“Reflex Circuit”, termasuk didalamnya ketidaktepatan
konektivitas antara alpha dan gamma motor neuron.
b. Koordinasi kognitif motorik dan perilaku menurun
Kelemahan koordinasi secara tidak langsung dapat
menghambat proses informasi di level kognitif, yang sering
nampak pada kecenderungan sikap mengabaikan stimulus-
stimulus penting yang berasal dari luar.
c. Keterlambatan fisik, intelektual dan perkembangan emosi
Dengan adanya kelemahan koordinasi kognitif motor dan
imaturitas pada otak akan melemahan kontrol tonus otot,
keterlambatan
pertumbuhan fisik, hiperventilasi dan nafas dangkal serta
gangguan pola tidur bisa saja merupakan penyebab permasalahan
fisik, intelektual dan perkembangan emosi.
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis, biasanya tidak ada riwayat perkembangan yang jelas,
tetapi jika dijumpai abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. Selalu
dijumpai abnormalitas kualitatif dalam interaksi sosialnya yang berupa
tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang
tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan atau
kurang modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam
menggunakan isyarat sosial dan lemah dalam integrasi perilaku sosial,
emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurang respon timbal balik
sosio-emosional. Selain itu juga terdapat abnormalitas dalam
berkomunikasi yang berupa penggunaan sosial dari kemampuan Bahasa
yang ada; abnormalitas dalam permainan imajinatif dan imitasi sosial;
buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan; buruknya fleksibilitas dalam Bahasa ekspresif dan relatif
kurang dalam kreatifitas dan fantasi dalam proses piker; kurangnya respon
emosional terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang lain;
abnormalitas dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi
komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau
mengartikan komunikasi lisan. Kondisi ini juga ditandai oleh pola
perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik.
Ini juga kecenderungan untuk bersifat kaku dan rutin dalam aspek
kehidupan sehari- hari. Ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau
kebiasaan sehati-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam
masa dini anak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tidak
lembut.
Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin seperti ritual dari
kegiatan yang sepertinya tidak perlu, sering menunjukkan perhatian
khusus terhadap
unsur sampingan dari benda (sepertu bau dan rasa), dan terdapat
penolakan terhadap dari rutinitas atau tata ruang dari kehidupan pribadi
(perpindahan dari mebel atau hiasan dalam rumah) (Griadhi, et al., 2016).
Kriteria diagnosis autism menurut Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder-V (DSM-V) (Lubis & Suwandi, 2016) :
a. Kesulitan dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial, seperti :
1) Defisit dalam hubungan timbal balik sosial-emosional
2) Defisit dalam perilaku komunikatif nonverbal dalam berinteraksi sosial,
misalnya:
a) Komunikasi verbal dan nonverbal yang kurang terintegrasi.
b) Kontak mata dan bahasa tubuh atau defisit dalam memahami dan
menggunakan isyarat: tanpa ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal
total.
c) Kesulitan dalam berbagai permainan imajinatif.
d) Tidak adanya ketertarikan pada teman sebaya.
e) Defisit mengembangkan, memelihara, dan memahami hubungan,
kesulitan menyesuaikan perilaku dengan berbagai konteks sosial;
b. Pola, perilaku, aktifitas-aktifitas yang terbatas, berulang, yang di
tunjukan oleh paling sedikit 2 dari yang berikut, saat ini atau
berdasarkan riwayat:
1) Gerakan motor stereotif atau berulang, penggunaan benda, atau
ucapan
2) Ketegasan pada kesamaan, ketidak patuhan terhadap rutinitas,
atau pola ritual perilaku verbal atau nonverbal.
3) Keterbatasan minat yang tidak jelas yang tidak normal dalam
intensitas atau fokus (misalnya, keterikatan atau keasikan yang
kuat dengan objek yang tidak biasa, kepentingan yang terlalu
terbatas atau bersifat perseveratif)
4) Hiper atau hipo reaktivitas terhadap INPUT sensorik atau
ketertarikan yang tidak biasa dalam aspek sensoris lingkungan.
5) Gejala harus ada pada periode perkembangan awal
6) Gejala menyebabkan kerusakan klinis yang signifikan pada area
kerja sosial, perkerjaan, atau area penting lainnya saat ini.

7) Gangguan keterbatasan intelektual atau delay perkembangan


global.

8) Reaksi yang kurang atau berlebihan terhadap stimulasi sensoris


ataupun ketertarikan tidak biasa dari stimulasi sensoris
lingkungan.
c. Gejala harus muncul pada usia dini (semuanya tidak akan muncul,
sampai saat tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas).
d. Keseluruhan gejala membatasi dan mengganggu secara fungsional
setiap hari.

B. Anatomi Sistem Syaraf Pusat


Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medula spinalis,
yang merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktifitas tubuh. Bagian
fungsional pada susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai penghubung
dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel glia yang
menunjang secara mekanik dan metabolik (Bahrudin, 2013).
1. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga
tengkorak. Bagian utama otak adalah otak besar (cerebrum), otak kecil
(cereblum) dan otak tengah (Khanifuddin, 2012). Otak besar merupakan
pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Otak besar ini dibagi
menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan kiri. Tiap belahan tersebut
terbagi menjadi 4 lobus yaitu frontal, parietal, okspital, dan temporal.
Sedangkan disenfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari
talamus, hipotalamus, dan epitalamus (Khafinuddin, 2012).
Otak belakang/ kecil terbagi menjadi dua subdivisi yaitu
metensefalon dan mielensefalon. Metensefalon berubah menjadi batang
otak (pons) dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan menjadi
medulla
oblongata (Nugroho, 2013). Otak tengah/ sistem limbic terdiri dari
hipokampus, hipotalamus, dan amigdala (Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.1 Bagian-bagian Otak (Nugroho, 2013)


Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan
serebrospinalis. Cairan cerebrospinalis ini mengelilingi ruang sub araknoid
disekitar otak dan medula spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel otak.
Cairan ini menyerupai plasma darah dan cairan interstisial dan dihasilkan
oleh plesus koroid dan sekresi oleh sel-sel epindemal yang mengelilingi
pembuluh darah serebral dan melapisi kanal sentral medula spinalis. Fungsi
cairan ini adalah sebagai bantalan untuk pemeriksaan lunak otak dan
medula spinalis, juga berperan sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medula spinalis (Nugroho, 2013).

2. Medula Spinalis
Sumsum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga
tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang
pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis
yaitu lapisan luar berwarna putih (white area) dan lapisan dalam berwarna
kelabu (grey area) (Chamidah, 2013). Lapisan luar mengandung serabut
saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang
belakang terdapat
saraf sensorik, saraf motorik dan saraf penghubung. Fungsinya
adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat
pengatur gerak refleks (Khafinuddin, 2012).

Gambar 2.3 Bagian Area Medula Spinalis (Khafinuddin, 2012).

C. Intervensi Fisioterapi
1. Neuro Senso Motor Reflek Development and Synchronization (NSMRD & S)
Neuro Senso Motor Reflek Development and Synchronization adalah
untuk mendorong perkembangan motorik dan personal anak. Tujuan dari
Neuro Senso Motor Reflek Development and Synchronization ialah untuk
meringankan dan menghilangkan stress dan kempensasi disfungsional
yang nonproduktif di dalam struktur tubuh, mengaktifkan motor program yang
alami dan genetik di seluruh mekanisme perkembangan gerak, mengaktifkan
“brain body” yang mempengaruhi perkembangan gerak, mengoptimalkan
motor and sensory-motor integration (Fitriyani et al., 2019).
Menurut penelitian Anggreini & Nur (2021), dari hasil interview dengan
orang tua anak, pemberian Neuro Senso Motor Reflex Development
& Syncronization mendapatkan hasil pengurangan perilaku terlalu aktif
tidak bisa diam, emosi tinggi, gangguan konsentrasi, gangguan oral motor
(gangguan menelan mengunyah atau gangguan bicara), gangguan tidur
malam dan gangguan belajar.
2. Massage
Massage adalah terapi sentuh tertua dan yang paling populer yang dikenal
manusia. Massage meliputi seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang
telah dipraktekkan sejak berabad–abad silam (Andrews dalam Sulung dkk,
2015).
Manfaat pijat bayi antara lain meningkatkan berat badan dan
pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan konsentrasi bayi
dan membuat bayi tidur lelap, membina ikatan kasih sayang orang tua dan
anak (bonding), meningkatkan produksi ASI. Selain ada manfaat, pijat bayi
juga memiliki dampak dan komplikasi bila dilakukan dengan tidak benar
akibat kesalahan pemijat seperti trauma atau lebam pada kulit dan otot, rasa
sakit pada bayi sehingga bayi menjadi rewel, cedera otot dan tulang,
pembengkakan, bayi semakin rewel. Tetapi selama pijat bayi dilakukan dengan
benar dan lembut, maka pijat bayi aman dilakukan, bahkan bermanfaat
(Cahyaningrum & Sulistyorini, 2014).
3. Mobilisasi Trunk
Trunk Mobilization merupakan gerakan atau aktifitas yang diberikan baik
aktif ataupun pasif ke seluruh luas gerak sendi tubuh.Banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa otot-otot postural tidak terkoordinasi pada anak-anak.
Anak-anak sering menunjukkan gangguan kontrol batang, yang dapat
memengaruhi penampilan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti duduk,
menggapai, dan berjalan. Batang adalah titik kunci utama tubuh. Kontrol trunk
proksimal adalah prasyarat untuk kontrol gerakan tungkai distal, keseimbangan
dan aktivitas fungsional. Kontrol batang adalah kemampuan otot-otot tubuh
untuk memungkinkan tubuh tetap tegak. (ElBasatiny & Abdelaziem, 2015).
4. Patterning
Metode Glenn Doman juga bisa diaplikasikan pada anak- anak cerebral
palsy atau anak berkebutuhan khusus yang lain. Prinsipnya adalah membentuk
“patterning” sesuai tahap perkembangan anak. Latihan yang dilakukan juga
mengajarkan anak tentang gerakan yang benar, dengan pengulangan gerakan
sebanyak mungkin dan sesering mungkin, sehingga anak mudah melakukan
asosiasi persepsi dan gerakan tersebut bisa tersimpan di memori otak dengan
baik.
Latihan dapat berupa stimulasi sensoris-gerak. Semakin kognitifnya tidak
terganggu semakin baik fungsinya untuk menyimpan memori. Dalam metode
ini tidak ada stretching. Terapi repatterning merayap dilakukan pada posisi
tengkurap, kemudian dilatih merayap paling tidak sampai 10 kali, terapis
jangan melakukan sendirian karena untuk tangan dan kaki bersamaan. Latihan
ini bisa dikombinasi antara lain latihan mobilisasi (trunk: rotasi, fleksi,
ekstensi), latihan pada posisi tidur miring; latihan shoulder (glenohumeral),
kemudian mobilisasi scapula, tungkai (saat mobilisasi tungkai dalam posisi
miring, tubuhnya harus tetap lurus), latihan patterning merayap (merayap di
tempat, tidak berpindah tempat), posisikan merangkak, maka kita rangkakkan,
bisa berpindah tempat (Khafidha, 2009).
5. Brain Gym
Brain Gym dapat digunakan untuk meningkatkan berbagai pembelajaran,
perhatian, dan perilaku keterampilan. Metode ini dikembangkan oleh Paul E.
Dennison bersama istrinya Gail E. Dennison yang merupakan pelopor pendidikan di
Amerika sejak tahun 1980. Dennison & istrinya berpendapat bahwa gerakan Brain
Gym mampu menyeimbangkan antara otak terkait fungsi mental dengan tubuh terkait
gerakan fisik. Salah satu kemampuan yang dapat ditingkatkan melalui braingym
adalah kemampuan bahasa. Bagian otak yang berfungsi menghasilkan ujaran atau
ucapan berada di lobus frontal pada daerah Broca, sedangkan bagian otak yang
berfungsi untuk memahami maksud pembicaraan orang lain (pemahaman ujaran)
berada di lobus temporal pada daerah Wernicke (Empati et al., 2016)
6. TE dan Oral Functional Stimulation

TE adalah suatu sentuhan dan pijatan pada jaringan otot daerah


sekitar mulut untuk melancarkan peredaran darah dan merangsang syaraf-
syaraf yang akan memberikan pengaruh yang positif. Tujuan dari TE yaitu
bertujuan memfasilitasi reflek menelan, memperbaiki tonus dan gerakan pada
organ sekitar mulut misalnya bibir dan pipi. Teknik TE yang digunakan yaitu
teknik senyuman pertama dengan letakkan kedua ibu jari diantara kedua alis.
Lalu tekanlah ibu jari dari pergelangan kedua alis turun melalui tepi hidung
ke arah pipi kemudian gerakkan ke samping dan ke atas seolah membuat bayi
tersenyum (Rohmah et al., 2018).

Terapi OFS yaitu terapi yang dilakukan sekitar mulut pasien dengan
memberikan stimulasi di bagian luar bibir dengan 3 kali sentuhan lalu
selanjutnya bagian dalam pipi, gusi, hingga lidah. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan reflek rooting dan sucking, peningkatan nafsu makan, serta
merileksasi daerah oral agar pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Asilah & Hastuti, Dwi. 2014. Hubungan Tingkat Stress Ibu dan Pengasuhan
Penerimaan-Penolakan dengan Konsep Diri Remaja pada Keluarga
Bercerai. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konseling.Vol.7 No 1. Eds.
Januari 2014
Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. (2018). Data Penduduk Kelurahan di
Kecamatan Pontianak Utara tahun 2017. Pontianak: Badan Pusat
Statistik.
Casanova M. F, El-Baz, A., Elnakib, A., Switala, A., Williams, E., Williams,
D., Minshew, N., & Conturo, T. (2011). Quantitative analysis of the
shape of the corpus callosum in patients with autism and comparison
individuals. Autism, 15(2), 223-238. doi: 386506 1362- 3613
Cecillia Koester. 2013. Kegiatan Menyusun Balok Membangun Tumbuh
kembang Anak. Diterbitkan : movementbasedlearning, INC. Reno,
NV 89511
Donders, J., & Hunter, S. (2010). Principles and practice of lifespan
developmental neuropsychology. New York: Cambridge University
Press.
Ecker, C. (2016). The neuroanatomy of autism spectrum disorder: An
overview of structural neuroimaging findings and their
translatability to the clinical setting. Autism, 1-11. doi:
10.1177/1362361315627136

Griadhi, Ratep, N. & Weta, W. 2016. Diagnosis dan Penatalaksanaan Autisme.


Jurnal UNUD.
Gross, C., & Hen, R. (2004). The developmental origins of anxiety. Nature
Reviews Neuroscience, 5, 545-552
Kaesler, D.S., Mellifont, R.B., Kelly,S.P., & Taaffe, D.R.,. 2007. A Novel
Balance Exercise Program for Postural Stability in Older Adults: A
Pilot Study. Journal of Bodywork and
Movement Therapies. 49(11), pp.37-43.
Lubis, F. & Suwandi, F. J. 2016. Paparan Prenatal
Valproat dan Autism Spectrum Disorder (ASD)
pada Anak. Jurnal Majority, 5(3), pp. 85- 90
Mahmud, M. 2010. Anak Autis. PLB-FIP-UPI: Bandung

Markam, S. (2009). Dasar-dasar neuropsikologi klinis.


Jakarta: Sagung Seto. Molloy, C., Dietrich, K., &
Bhattacharya, A. (2003). Postural Stability in
Children in Autism. Jurnal of Autism Spectum
Disorders, 643-652

Pangestu, N. & Fibriana. 2017. Faktor Risiko Kejadian


Autisme. Higeia Journal Of Public Health
Research And Development. Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Permadi, W. A. 2019. Fisioterapi Manajemen Komprehensif


Praklinik. 1 ed.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Schumann, C. M., Bloss, C. S., Barnes, C. C., Wideman, G. M.,


& Courchesne,
E. (2010) Longitudinal magnetic resonance imaging
study of cortical development through early childhood in
autism. The Journal of

Anda mungkin juga menyukai