Anda di halaman 1dari 42

Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy

Hipotonus Spastik Diplegi Tipe Flexi Menggunakan Modalitas


Mobilisasi Trunk, Brain Gym dan Patterning Merangkak

Di Susun Oleh Kelompok A :

1. Yuliana Risman (14307044)


2. Winda Tri Serlia (14307043)
3. Rani Yuliani Yanuir (14307034)
4. Mutia Buser (14307026)
5. Maysarah (14307022)

PROGRAM STUDI D-III FISIOTERAPI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga

makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak

terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan

baik materi maupun pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki

bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih

banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, Mei 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pelayanan kesehatan pada anak perlu dilakukan sedini mungkin pada setiap tahapan

yang dilalui anak sejak didalam kandungan sampai dengan anak tumbuh dan berkembang.

Pada masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting banyak faktor baik

internal maupun internal yang berpengaruh terhadap kematangan sistem saraf pada otak.

Cerebral Palsy (CP) merupakan suatu kumpulan gejala kelainan perkembangan

motorik dan postur tubuh yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak sejak

dalam kandungan atau di masa kanak-kanak. Kelainan tersebut ditandai dengan gangguan

sensasi, presepsi, dan masalah musculoskeletal. Gelaja cerebral palsy mulai dapat diamati

pada anak-anak di bawah umur 3 tahun, yaitu manifestasi berupa hipotonia awal pada 6

bulan pertama hingga 1 tahun.

Secara global angka kejadian cerberal palsy antara 1-1.5 per 1.000 kelahiran hidup

dengan insidensi meningkat pada kelahiran premature di negara maju, prevalensi

cerebral palsy dilaporkan sebesar 2-2.5 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan di

negara berkembang berkisar antara 1.5-5.6 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Hingga saat

ini belum tersedia data akurat perihal jumlah penderita cerebral palsy di Indonesia

diperkirakan terdapat sekitar 1-5 kasus per 1.000 kelahiran hidup (Merlina, 2012).

Insidensi dari cerebral palsy sebanyak 2 kasus per 1.000 kelahiran hidup, dimana 5

dari 1000 anak memperlihatkan defikit motorik yang sesuai dengan cerebral palsy. Lima

puluh persen kasus termasuk ringan dan 10% termasuk kasus berat. Yang dimaksud

ringan adalah penderita dapat mengurus dirinya sendiri dan yang tergolong berat adalah

penderita yang membutuhkan pelayanan khusus. 25% memiliki intelegensia (IQ) rata-rata
normal sementara 30% kasus menunjukan IQ dibawah 70. Tiga puluh lima persen disertai

kejang dan 50% menunjukan gangguan bicara. Laki-laki lebih banyak dari pada

perempuan (1,4:1,0) dengan rata-rata 70% ada tipe spastik, 15% tipe atetotik, 5% ataksia

dan sisanya campuran (Utomo, 2013).

Permasalah umum yang timbul pada kondisi cerebal palsy spastik diplegi adalah

peningkatan tonus otot-otot postur karena adanya spasitisitas yang akan bepengaruh pada

kontrol gerak. Abnormalitas tonus postural akan mengakibatkan gangguan postur tubuh,

kontrol gerak, keseimbangan, koordinasi gerak yang akan berpotensi terganggunya

aktifitas fungsional sehari-hari serta paralisis dan spastisitas otot yang di akibatakan pada

Lesi Kortek Cerebri (Waluyo, 2010).

Pada Cerebral Palsy spastik diplegi menunjukan pada spastisitas bilateral kaki yang

sering di temukan ketika bayi mulai merangkak. Anak ini menggunakan lengan dalam

cara resiprokal normal namun cenderung menyeret kakinya. Cerebral Palsy spastik

diplegi berat di tandai dengan atrofi karena tidak digunakan dan pertumbuhan tungkai

bawah terganggu dan dengan perkembangan normal tubuh bagian atas (Behrman, 2000).

Permasalahan yang timbul pada anak cerebral palsy spastik diplegi salah satunya

yaitu tentang keseimbangan yang menghambat untuk aktivitas ambulasi dan mobilisasi

akibat kurangnya reaksi kontrol kepala dan kestabilan trunk atau batang tubuh. Cedera

otak sebagai penyebab cerebral palsy akan merusak kemampuan terhadap keseimbangan

duduk Pada cerebral palsy spastik diplegi susunan saraf pusat dalam mengontrol gerakan

otot. Tonus otot yang normal akan berefek pada kemampuan tungkai untuk bergerak dan

berkontraksi tanpa kesulitan, memungkinkan seseorang untuk duduk, berdiri dan menjaga

postur tanpa bantuan. Kelainan tonus otot terjadi pada saat melakukan koordinasi

(Samekto, 2016).
Fisioterapi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan

yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan

penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan

mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi. (kepmenkes RIN No:80 / MENKES / SK/2013

pasal 1).

Peran fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy merupakan bentuk dari pengaruh

lingkungan yang akan membantu proses dari Maturase otak. Bentuk pengaruh dari

fisioterapi secara umum adalah untuk memperbaiki postur, memperbaiki pola gerak yang

abnormal dan mengurai spastisitas serta mengajarkan gerakan-gerakan yang fungsional

sehingga anak dapat mandiri untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari.

Fisioterapi berperan dalam meningkatkan kemampuan fungsional agar  penderita

mampu hidup mandiri sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.

Salah satu pendekatan yang telah dikembangkan untuk menangani kondisi CP adalah

mobilisasi trunk, brain gym dan patterning merangkak. Mobilisasi trunk merupakan

gerakan atau aktifitas yang diberikan baik pasif maupun aktif ke seluruh luas gerak

tubuh (fleksi, ekstensi, slide fleksi dan rotasi trunk) yang bertujuan untuk memperbaiki

postur. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching. Brain gym

adalah serangkaian latihan gerak sederhana untuk memudahkan stimulasi terhadap otak

anak sehingga mampu meningkatkan koordinasi, perkembangan motorik halus dan fungsi

bagian otak. Patterning merangkak merupakan suatu metode yang mengajarkan pola

gerak yang benar pada anak agar anak mampu melakukan tahapan tumbuh kembang

sesuai usia nya.


1.2 Indentifikasi Masalah

Cerebral Palsy merupakan suatu gangguan atau kelainan yang terjadi selama

perkembangan anak, yang merusak sel-sel motorik dalam sistem saraf pusat yang terjadi

pada masa prenatal, saat persalinan atau masa pembentukan saraf pusat yang ditandai

dengan adanya paralisis, paresis, gangguan koordinasi atau kelaian-kelainan fungsi

motorik (Eliyanto, 2013).

Permasalahan yang timbul pada kondisi cerbral palsy spastik diplegi memiliki 3

aspek yaitu Impairment, limitation in Activity dan Participation Restriction. Impairment

terbagi menjadi 2 bagian yaitu anatomical impairment dan fungsional impairment yang

termasuk dalam anatomical impairment yaitu merupakan kelainan sistem saraf pusat yang

ditandai oleh otot yang terus menerus menerima implus sehingga menjadi kaku, hal ini

disebabkan kerusakan dan cedera otak pada bagian kortek serebriserta mengalami

peningkatan tonus pada otot postural yang terletak pada region trunk bagian bawah

sampai ekstermitas bawah yang menyebabkan gerakan menjadi abnormal karena adanya

spastisitas pada keempat ekstremitas terkena tetapi kedua kaki lebih berat dari pada kedua

lengan, serta terjadinya atrofi pada tungkai.

Fungsional impairment yaitu karena adanya spastisitas akan berakibat pada

gangguan postur, kontrol gerak, keseimbangan dan koordinasi yang akan mengganggu

aktivitas fungsional sehari-hari. Limitation in activity yaitu gangguan aktivitas dari

fungsional seperti posisi miring kanan dan kiri, telungkup, merangkak, duduk, berjalan

makan, memakai baju, mandi, dan bermain. Participation restriction yaitu gangguan

aktivitas di luar rumah seperti bergaul dengan anak-anak atau orang yang tinggal di dekat

tempat tinggalnya dan tidak bisa bersekolah seperti anak pada umumnya.
Intervensi yang fisioterapi dapat memberikan yaitu mobilisasi trunk, brain gym dan

patterning merangkak. Pada penelitian ini

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah mobilisasi Trunk, brain gym,

Patterning dapat mengontrol tonus postural, spastisitas dan meningkatkan level

fungsional pada Anak cerebral palsy hipotonus spastik diplegi tipe flexi?
BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Cerebral Palsy

2.1.1 Definisi Cerebral Palsy

Cerebral palsy pertama kali dipublikasikan oleh William Little pada tahun

1843, dengan sebutan cerebral diplegia sebagai akibat dari prematuritas atau

asfiksia neonatorum. Pada waktu itu, kelainan ini dikenal sebagai akibat dari

Little Deases. Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur tubuh

yang tidak progresif, karena suatu kerusakan/ gangguanaa pada sel-sel motorik

di susunan syaraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai

pertumbuhannya. Beberapa penulis mengatakan bahwa otak tumbuh sampai

usia 5 tahun dan ada juga yang mengatakan sampai usia 8 tahun. Kerusakan

tidak hanya terjadi pada korteks serebri tetapi juga dapat mengenai ganglia

basalis, pons, pusat-pusat pada bagian subkortial otak tengah (midbrain) atau

serebelum. Pada kelainan ini juga ditemukan hypotonus, spastic, gerakan yang

berlebihan, atau gangguan kontrol motorik (Soetjiningsih, 2012).

Anak dengan cerebral palsy diplegi memiliki berbagai tingkat keterlibatan

ekstremitas bawah termasuk gangguan seperti rekrutmen otot, gangguan

sensasi. Lantaran perekrutan otot tidak memadai ditandai dengan generasi

kekuatan cukup dari kelompok otot yang terkena, ekstremitas bawah yang

terlibat cenderung lebih jarang digunakan karena kurang efisien (Charles dkk,

2001).

2.1.2 Klasifikasi Cerebral Palsy

Terdapat bermacam-macam klasifikasi pada Cerebral Palsy tergantung pada

dasar pengelompokannya.
a. Berdasarkan gejala klinis

1. Spastic:

a) Monoplegia, paralisis atau lumpuh satu ektremitas

b) Hemiparesis (kongenital dan pascanatal), kelemahan otot atau

parallisis yang mengenai satu sisi tubuh.

c) Diplegia (paraparesis), paralisis yang mengenai dua sisi tubuh.

d) Triplegia, paralisis tiga ektremitas

e) Quadriplegia (tetraplegia), paralisis empat ektremitas

2. Athetoid (diskinetik, distonik), gerakan yang tidak terfiksasi

3. Rigid, kekakuan atau ketidakfleksibelan

4. Ataksia, kegagalan koordinasi otot atau ketidakteraturan gerakan otot

5. Tremor, getaran infolunter

6. Atonik/ hipotonik, hilang atau berkurangnya tonus otot

7. Campuran

a) spastic-athetoid

b) rigid-spastic

c) spastik-ataksik

b. berdasarkan derajat kemampuan fungsional

1. Ringan

Penderita masih dapat melakukan pekerjaan/ aktivitas sehari-

hari sehingga hanya sedikit membutuhkan bantuan.

2. Sedang

Aktivitas sangat terbatas sekali. Penderita membutuhkan

bermacam-macam bantuan/ pendidikan khusus agar dapat mengurus


dirinya sendiri, bergerak, atau berbicara, sehingga dapat bergaul di

tengah masyarakat dengan baik.

3. Berat

Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas fisik dan

tidak mungkin hidup tanpa pertologan orang lain. pendidikan/ latihan

khusus sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung

pada tempat perawatan khusus, terutama bila disertai dengan retardasi

mental atau yang diperkirakan akan menimbulkan gangguan sosial-

emosional, baik keluarga maupun lingkungannya.

2.2 Anatomi dan fisiologi

2.2.1 Otak (Enchepalon)

Sistem syaraf merupakan serangkaian organ yang kompleks dan

bersambungan serta terdiri atas jaringan saraf. Mekanisme sistem saraf

lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur oleh sistem syaraf.

Sistem ini mengatur kegiatan tubuh yang berlangsung cepat seperti kontraksi otot,

peristiwa viseral yang berubah dengan cepat, serta menerima ribuan informasi

dari beragai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk

menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh (Syaifuddin, 2009).

Sebagian besar sistem syaraf berasal dari reseptor sensoris baik berupa

reseptor visual, reseptor audiotorius, dan reseptor rabapada permukaan tubuh.

Beberapa tugas pokok sistem syaraf adalah sebagai berikut :

1. Kontraksi otot rangka seluruh tubuh

2. Kontraksi otot polos dalam organ internal

3. Sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin dalam tubuh.


Seluruh kegiatan ini di sebut fungsi motorik. Sistem syaraf melakukan fungsi

yang diperintahkan oleh isyarat syaraf. Sistem ini mengatur otot rangka bekerja

sejajar untuk mengontrol otot polos dan kelenjar merupakan susunan saraf otonom

yang diatur dari berbagai tingkat dalam susunan saraf pusat. Masing-masing daerah

mempunyai peranan khusus dalam mengatur gerakan tubuh. Proses melakukan

gerakan diatur oleh proses berpikir dari serebrum (Syaifuddin, 2009).

Sel syaraf (neuron) terdiri dari badan dan juluran-juluran protoplasma yang

disebut akson atau neurit, yang berfungsi untuk mengantarkan impuls melalui dendrit

kemudian ke sel saraf tersebut dan keluar dari akson. Penjuluran-penjuluran dari

gabungan dendrit dan akson biasanya merupakan suatu berkas yang diungkus oleh

suatu berkas yang dibungkus oleh suatu selaput yang dapat dikenal, berkas ini disebut

berkas syaraf. Adapun ujung-ujung syaraf ini merupakan alat penerima rangsang dari

luar dan terjemahkan oleh sel syaraf atau neuron, dan jika harus diinterpretasikan oleh

otak, maka akan dialirkan melalui akson.

Otak merupakan pusat dari sistem syaraf. Otak terletak di kepala dan

dibungkus oleh tiga selaput otak. Lapisan terluar adalah selaput otak keras yang

melekatkuat dengan tulang tulang tengkorak. Lapisan dibawahnya terdapat selaput

otak lunak. Di sinilah terdapat cairan otak. Volume otak manusia sekitar 1.350 cc dan

terdiri atas 100 juta sel saraf (neuron). Otak berfungsi mengatur dan mengkoordinir

sebagian besar fungsi tubuh seperti detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dan

keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, juga mengatur sebagian gerakan dan perilaku

tubuh. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), otak tengah

(dienchepalon), dan otak belakang (Sartono, 2014).

a. Selaput Otak (Meningia)


Otak diselimuti oleh meningia yang melindungi struktur syaraf yang halus,

membawa pembuluh darah, dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu cairan

cerebrospinal untuk memperkecil benturan atau goncangan. Meningia terdiri atas tiga

lapis.

1.) Piamater adalah lapisan meningen yang paling dalam dan rapuh. Lapisan ini

memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke permukaan otak dan korda

spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Dia daerah-daerah tertentu,

lapisan ini masuk jauh ke dalam otak untuk membawa pembuluh darah berkontak

erat dengan sel-sel ependimal yang melapisi ventrikel.

2.) Araknoid adalah lapisan halus kaya pembuluh darah dengan penampakan “sarang

laba-laba” (araknoid artinya seperti laba-laba). Ruang anatar lapisan araknoid dan

pia mater di bawahnya, ruang subaraknoid, terisi oleh Sistem Syaraf Spinal.

Penonjolaan jaringan araknoid, vilusaraknoid, menembus celah-celah di dura

diatasnya dan menonjol ke dalam sinus dura.

3.) Duramater memiliki struktur yang pada dan keras, terdiri atas dua lapisan.

Lapisan luar yang melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan

lapisan luar, kecuali pada bagian tertentu, tempat sinus-venus terbentuk, dan

tempat duramater membentuk bagian-bagian berikut: Falks cerebri yang terletak

di antara kedua hemisphereotak. Tepi atas falks cerebri membentuk sinus

longitudinalis supperior atau sinus sagitalis superior yang menerima darah dari

vena dari otak, dan tepi bawah falks cerebri membentuk sinus sagitalis inferior

yang menyalurkan darah keluar falks cerebri.Tentorium serebeli memisahkan

serebelum dari serebrum


Gambar 2.1 Anatomi Otak

Sumber : Aktivasiotak (2014)

b. Otak depan (Prosencephalon)

1.) Cerebrum (Otak besar)

Aktivitas tertentu dikaitkan dengan daerah tertentu di otak. Setiap bagian

bergantung pada hubungan kompleks di antara banyak bagian lain. patokan yang

digunakan dalam pemetaan korteks adalah lipatan-lipatan dalam tertentu yang

membagi setiap belahan korteks menjadi empat lobus.

a) Lobus temporalis, integrasi somatik, auditorik, dan daerah asosiasi visual

terletak pada lobus temporal.

b) Lobus oksipitalis, bertanggung jawab untuk pengolahan awal masukan

penglihatan

c) Lobus parietalis, bertanggungjawab untuk menerima dan mengolah masukan

sensorik seperti sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri di permukaan

tubuh serta merasakan kesadaran mengenai posisi tubuh (propriosepsi).

Setiap otak menerima masukan sensorik dari sisi tubuh yang berlawanan,
kerusakan belahan kiri korteks menghasilkan sensorik defisit pada sisi kanan

tubuh dan sebaliknya.

d) Lobus frontalis, bertanggung jawab terhadap fungsi aktivitas motorik volunter

seperti gerakan yang dihasilkan oleh otot kerangka seperti pada pengolahan

sensorik, korteks motoriks di tiap-tiap sisi otak mengontrol otot di sisi tubuh

yang berlawanan. Jaras-jaras syaraf yang berasal dari korteks motoriks

hemisfer kiri menyilang sebelum turun ke corda spinalis untuk berakhir di

neuron-neuron motorik eferenyang nantinya akan mencetuskan kontraksi otot

rangka sisi kanan tubuh dan sebaliknya. Kemampuan berbicara juga

merupakan tanggung jawab lobus bagian ini, kemampuan berbahasa contoh

yang baik mengenai plastisitas korteks ini digabungkan dengan sifat menetap

kemudian. Kemampuan bahasa dijumpai di satu hemisfer dan sebagian

terletak pada hemisfer kiri.

Otak besar mengisi bagian depan rongga dan atas rongga tengkorak,

yang masing-masing disebut fosa cranialis anterior dan fossa cranialis

tengah. Otak besar terdiri atas dua bagian, yaitu otak kanan dan otak kiri.

Kedua bagian otak dipisahkan oleh lipatan duramater. Tugas masing-masing

otak kanan dan kiri juga berbeda. Otak kiri mengatur bagian tubuh sebelah

kanan dan otak kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri. Cerebrum terdiri

atas dua belahan (hemisfer) besar sel syaraf (Substansia kelabu) dan serabut

syaraf (substansi putih). Lapisan luar substansi kelabu disebut cortex

cerebri.

Otak besar mempunyai cortexatau lapisan luar yang tipis berwarna

abu-abu yang terdiri atas 15-33 miliar neuron. Otak besar merupakan pusat

saraf utama, hal itu disebabkan karena peranannnya yang sangat penting
dalam mengatur dan mengontrol aktifitas tubuh, terutama yang berhubungan

dengan daya ingat, kepandaian dan kesadaran. Korteks serebri terdiri atas

banyak lapisan sel syaraf yang merupakan substansi kelabu serebrum. Korteks

serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang tidak

teratur, dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri, persis

sama seperti melipat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai

titik ujung yang sebernarnya.

Substansi putih terletak agak lebih dalam dan terdiri atas serabut saraf

milik sel-sel pada korteks. Korteks serebri dibagi menjadi beberapa daerah,

sebagian memiliki fungsi motorik, dan sebagian lagi mempunyai fungsi

sensorik. Daerah motorik terletak persis di depan sulkus sentralis dan

memanjang terus hingga sulkus lateralis. Daerah motorik korteks

mengandung sel-sel besar yang merupakan awal jalur motorik yang

mengendalikan gerakan pada sisi lain tubuh. Keseluruhan tubuh justru

dilukiskan terbalik yaitu: berturut-turut dari atas ke bawah adalah daerah

motorik yang mengendalikan anggota badan bawah, badan, badan atas, leher,

dan akhirnya kepala.

Bagian paling bawah pada korteks motorik disebut daerah brocadan

mempunyai hubungan dengan kemampuan bicara seseorang. Pada orang-

orang yang lazim menggunakan anggota badannya yang sebelah kanan,

daerah brocaterletak pada sisi kiri hemisfer, sebaliknya pada orang-orang

kidal, daerah brocaterletak pada sisi kanan hemisfer.

Sensorik terletak persis di belakang sulkus sentralis. Di sini berbagai

sifat perasaan dirasakan dan lantai ditafsir. Daerah auditorik (pendengaran)

terletak pada lobus temporalis, persis di bawah fisura longitudinalis. Di sini


kesan atas suara diterima dan ditafsirkan. Daerah visual (penglihatan) terletak

pada ujung lobus oksipitalis yang menerima bayangan sera kesan-kesan untuk

ditafsirkan. Pusat pengecapan dan penciuman terlertak agak di sebelah depan

pada lobus temporalis.

Substansi putih pada hemisfer otak terdiri atas serabut saraf yang

bergerak menuju dan dari korteks, dan meyambungkan berbagai “pusat” pada

otak dengan sumsum tulang belakang.

2.) Ganglia basalis

Sebagaimana telah diuraikan di depan, beberapa kelompok kecil substansi

kelabu yang disebut ganglia atau nuklei basalis terbenam dalam massa

substansi putih pada setiap hemisfer otak. Dua diantaranya adalah nukleus

kaudatus dan nukleus lentiformis, dan kedua-duanya bersama membentuk

corpus striatum. Struktur ini berhubungan erat dengan massa substansi kelabu

yang lain, yaitu talamusyang terletak ditengah-tengah struktur itu. sistem

nukleus serabut ini merupakan bagian sistem ekstra-piramidal yang

memengaruhi tonus dan sikap tubuh, menyatukan dan menyesuaikan

gerakangerakan otot-sadar utama, yang merupakan tugas jalur motorik

desendens yang besar, atau sistem pramidal.

Didalam otak besar juga terdapat thalamus, suatu bagian diotak yang

ikut dalam proses penerimaaan sensasi dan kordinasi gerakan motorik.

Thalamus berkenaan dengan penerimaan impuls sensorik, yang dapat

ditafsirkan pada tingkat subkortikal, atau disalurkan pada daerah sensorik

korteks otak, dengan tujuan mengadakan kegiatan penting mengatur perasaan

dan gerakan pada pusat-pusat tertinggi.


Dibagian otak besar, persis didepan bawah thalamus. Terdapat struktur

yang disebut hypothalamus, pada daerah dasar atau lunas ventrikel ketiga,

terdapat beberapa nukleus tertentu yang memiliki kegiatan fisiologi yang

tertentu juga. Beberapa di antaranya mempunyai hubungan dengan sistem

saraf otonom yang membentuk “bagian tertinggi pada sistem ini”. Beberapa

nukleus juga mempunyai hubungan dengan lobus posterior kelenjar hipofisis

pada sistem endokrin, tempat nukleus-nukleus itu melakukan pengendalian.

Fungsi-fungsi, seperti pengaturan suhu tubuh, lapar, dan haus, diatur pusat-

pusat dalam hypothalamus.

c. Otak kecil (Serebelum)

Serebelum adalah bagian otak yang seukuran bola kasti dan sangat

berlipat serta terletak di bawah lobus oksipitalis korteks yang melekat ke

punggung bagian atas batang otak.Di serebelum ditemukan neuron individual

dalam jumlah empat kali lebih banyak daripada di bagian otak lainnya dan hal

ini menunjukan pentingnya. Serebellum terdiri dari tiga bagian yang secara

aktivitas motorik. Secara spesifik, bagian-bagain serebelum melakukan fungsi-

fungsi berikut:

1) Vestibuloserebelum penting untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol

gerakan mata.

2) Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan mengoordinasi gerakan yang

melibatkan banyak sendi. Sebagai contoh, gerakan sendi bahu, siku dan

pergelangan tangan. Ketika daerah-daerah korteks mengirim pesan ke otot-otot

untuk mengeksekusi gerakan tertentu, spinoserebelum diberi informasi tentang

perintah motorik yang diinginkan. Bagian ini juga menerima masukan dari

reseptor-reseptor perifer tentang gerakan tubuh dan posisi yang sebenarnya terjadi.
Spinoserebelum pada hakikatnya bekerja sebagai “managemen menengah” yang

membandingkan dengan “kinerja” otot-otot dan mengoreksi setiap “kesalahan”

atau penyimpangan dari gerakan yang diinginkan. Spinoserebelum bahkan

tampaknya memperkirakan posisi suatu bagian tubuh dalam sepersekian detik

berikutnya sewaktu suatu gerakan kompleks dan melakukan penyesuain yang

diperlukan. Ketika anda sedang “mengerem” untuk menghentikan gerakan maju

tangan di lokasi yang diinginkan dan tidak membiarkan tangan melewati sasaran.

3) Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter

dengan memberikan masukan kedaerah motorik korteks. Ini juga merupakan

bagian serebellum yang menyimpan ingatan prosedural.

d. Batang otak

Batang otak otak terdiri dari otak tengah, medula, dan pons.

a) Otak tengah (diencephalon) merupakan bagian atas batang otak. Akuaduktus

cerebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui

otak tengah. otak tengah dapat juga dibagi dalam dua tingkat yaitu atap dan

jalur motorik besar. Atap mengandung banyak pusat-pusat refleks yang penting

untuk penglihatan dan pendengaran. Jalur motorik besar yang turun dari

kapsula interna melalui bagian dasar otak tengah, menurun terus melalui pons

dan medula oblongata menuju sumsum tulang belakang. Otak tengah

mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan-

gerakan mata

b) Pons varoli, merupakan bagian tengah batang otak dan karena itu memiliki

jalur lintas naik dan turun pada otak tengah. selain itu juga terdapat banyak

serabut yang berjalan menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus

serebelum dan menghubungkan serebelum dengan korteks serebri.


c) Medula oblongata, membentuk bagian bawah batang otak serta

menghubungkan pons dengan sumsum tulang belakang. Medula oblongata

terletak dalam fosa kranialis posterior dan bersatu dengan susmsum tulang

belakang tepat dibawa foramen magnum tulang oksipital. Sifat utama medula

oblongata adalah di satu jalur motorik desendens (menurun) melintasi batang

otak dari sisi yang satu menuju sisi yang lain. hal ini disebut dekusasio motorik.

Perpotongan seperti di atas yang dilakukan jalur sensorik pada medula disebut

dekusasio sensorik.

2.3 Patologi

2.3.1 Etiologi Cerebral Palsy

Etiologi Cerebral palsy sulit diketahui, karena pada umumnya terdapat

lebih dari satu etiologi. Cerebral Palsy dapat disebabkan oleh faktor genetik

ataupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu dalam satu keluarga

yang menderita kelainan ini, kemungkinan besar penyebabnya adalah faktor

genetik.

Kelainan kromosom atau pengaruh zat teratogen, yang terjadi pada 8

minggu pertama kehamilan, dapat berpengaruh pada proses embriogenesis,

sehingga dapat menyebabkan kelainan yang berat. Pengaruh zat teratogen

setelah trimester pertama akan mengganggu maturasi otak.

Infeksi pada janin, yang terjadi pada masa pertumbuhan janin, akan

mengakibatkan kerusakan pada otak. Kejadian hipoksik-iskemik dapat

mengakibatkan kelainan mikroanatomi sekunder akibat dari gangguan migrasi

neural cest. Komplikasi perinatal tipe hiposik-iskemik dapat mengakibatkan

iskemik atau infarka otak. Bayi prematur sangat rentan terhadap kemungkinan
terjadinya kondisi ini. Racun-racun yang berasal dari lingkungan seperti gas

CO atau logam berat juga mengakibatkan Cerebral Palsy (Soetjingsih, 2014)

a. Prenatal

1. Tetratogens

2. Rubella

3. Toxoplasmosis

4. CMP (cytomegalovirus)

5. Sindrom genetik

6. Abnormal kromosom

7. Malformasi otak

8. Infeksi intrauterine

9. Maslah fetal/ fungsi plasenta, preeklamasia

10. Komplikasi persalinan

b. Perinatal

1. Sepsis

2. Infeksi CNS (Center neuron System)

3. Prematur

4. Asfiksia

5. Toximea

6. Trauma lahir

7. Anoxia

8. Diabetes

9. Pendarahan intrakranial

c. Postnatal

1. Infeksi
2. Trauma

3. Stroke

4. Meningitis

5. Injury otak

6. Toxin

2.3.2 Tanda dan Gejala

a. Terlambatnya perkembangan pergerakan kasar

b. Abnormal refleks dan penampilan gerakan

c. Abonormal pada refleks moro, plantar, palmar

d. Gangguang pada intelektual

e. Kurang kontrol pada daerah kepala setelah usia 3 bulan, kejang dan kaku

pada lengan dan kaki, selalu terdorong ke bawah/ postur tidak rata, tidak

dapat duduk tanpa support, hanya menggunakan beberapa anggota badan

f. Tingkah laku, irritabel, mudah menangis, tidak dapat senyum/ respon pada

usia 3 bulan, kesukaran dalam makan, sering cekukan atau muntah bila

makan. Setelah usia 6 lidah mendorong makanan ke luar dari mulut.

2.3.3 Faktor Resiko Cerebral Palsy

a. Faktor ibu

1. Siklus menstruasi yang panjang

2. Riwayat keguguran sebelumnya

3. Riwayat bayi lahir mati

4. Ibu dengan retardasi mental

5. Ibu dengan penyakit tiroid, terutama defisiensi yodium

6. Kejang pada ibu

7. Riwayat melahirkan anak dengan berat badan kurang dari 2000 gram
8. Riwayat melahirkan anak dengan defisit motorik, retardasi mental atau

defisit sensori.

b. Faktor pranatal

1. Polihidramnion

2. Ibu dalam pengobatan hormon tiroid, estrogen atau progesteron

3. Ibu dalam proteinuria berat atau hipertensi

4. Ibu terpapar merkuri

5. Multiple/ malformasi kongenital mayor pada bayi/ kelainan genetik

6. Bayi laki-laki/ kehamilan kembar

7. Perdarahan pada trimester ketiga kehamilan

8. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intraurine (IUGR)

9. Infeksi virus kongenital (HIV, TORCH)

10. Radiasi

11. Asfiksia intrauterine (abrupsio plasenta previa, masalah lain pada

plasenta, anoksia maternal, kelainan umbilikus, ibu hipertensi, toksemia

gravidarum

12. DIC oleh karena kematian pranatal pada salah satu bayi kembar.

c. Faktor perinatal

1. Bayi prematur, umur kehamilan kurang dari 30 minggu

2. Berat bedan lahir kurang dari 1500 gram

3. Korioasmnionitis

4. Bayi bukan letak kepala

5. Asfiksi perinatal berat

6. Keadaan hipoglikemia lama atau menetap

7. Kelainan jantung bawaan sianosis


d. Faktor postanatal

1. Infeksi (meningitis, ensefalitis yang terjadi pada 6 bulan pertama

kehidupan)

2. Perdarahan intrakrnial (pada bayi prematur, malformasi pembuluh darah

atau trauma kepala)

3. Leukomalasi periventrikular

4. Hipoksik-iskemik (pada aspirasi mekonium), HIE (hipoksik-iskemik

ensefalonpati)

5. Kern- ikterus

6. Persistent fetal circulation atau persistent pulmonary hypertension of

the newborn

7. Penyakit metabolik

8. Racun; logam berat, gas CO

2.3.4 Patofisiologi Cerebral Palsy

Adanya malformasi pada otak, penyumbatan pada vaskuler, atropi,

hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrower gyri,

saluran sulci dan berat otak rendah. Anoxia merupakan penyebab yang berarti

dengan kerusakan otak, atau sekunder dari penyebab mekanisme yang lain.

Cerebral Palsy dapat dikaitkan dengan prematur yaitu spastik displegia yang

disebabkan oleh hypoxic infarction atau hemorrage dalam ventrikel.

a. Type athetoid/ dyskenetik disebabkan oleh kerniacterus dan penyakit

hemolitik pada bayi baru lahir, adanya pigmen berdeposit dalam basal

ganglia dan beberapa saraf nuclei kranial. Selain itu juga dapat terjadi bila

basal ganglia mengalami injury yang ditandai dengan tidak terkontrol;

pergerakan tidak disadari dan lambat.


b. Type hemiparetic, karena trauma pada korteks atau pada arteri cerebral

tengah. Cerebral hypoplasia; hypoglicernia neonatal dihubungkan dengan

ataxia.

c. Spastic, yang paling sering dan melibatkan keruskan pada motor korteks

yang ditandai dengan ketegangan otot dan hiperresponsif. Refleks tendon

yang dalam akan meningkatkan dan menstimulasi yang dapat

menyebabkan pergerakan sentakan yang tiba-tiba pada sedikit atau semua

ekstremitas.

d. Ataxic, adanya injurydari cerebellum yang mengatur koordinasi,

keseimbangan dan kinestik. Akan tampak pergerakan yang tidak

terkoordinasi pada ekstremitas atas bila anak memegang/ menggapaiu

benda. Ada pergerakan berulang dan cepat namun minimal.

e. Rigid/ tremor/ atonic, ditandai dengan kekakuan pada kedua otot flexor

dan ekstensor. Type ini mempunyai prognosis yang buruk karna adanya

deformitas multipel yang terkait dengan kurangnya pergerakan aktif.

Secara umum cortical dan atropy cerebralmenyebabkan beratnya

kuadriparesis dengan retardasi mental dan microchepaly.

2.4 Prognosis

Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya CP,

cepatnya diberipengobatan, gejala-gejala yang menyertai CP, sikap dan kerjasama

penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya

sejumlah kecil penderita CP yang dapat hidup bebas dan menyenangkan, namun

Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita CP yang.

didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% diantaranya telah

bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk CP yang ringan,
monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami

perbaikan.Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam

dibanding dengan kulit putih.

Di negara maju, misalnya diInggris dan Scandinavia, terdapat 20–25%

penderita CP bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30–50% tinggal di” Institute

Cerebral Palsy”. Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik,

makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis,

makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat

diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang

tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun

lambat. Dengan seringnya anak berpindah – pindah tempat, anggota geraknya

mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak.

Makin cepat dan makinintensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik.

Di samping faktor-faktor tersebutdi atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat

juga ikut menentukan prognosis. Makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka

makin baik prognosis.

2.5 Diagnosis Banding

Cerebral Palsy perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati,

neuropati, tumor medula spinalis, tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy,

trauma otak atau saraf perifer, koreasydenham s, subdural higroma dan tumor

intrakranial.
2.6 Pemeriksaan Khusus Fisioterapi

2.5.1 Pemeriksaan Refleks

Pemeriksaan refleks merupakan suatu kesatuan dengan pemeriksaan neurologi

lainnya, dan terutama dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,

kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot anggota gerak, nyeri punggung atau

pinggang dan gangguan fungsi otonom.

2.5.2 Pemeriksaan Sensori

Pemeriksaan sensori adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

ada atau tidaknya gangguan pada system sensori manusia yang dilakukan dengan

memberikan stimulus pada organ-organ sensori.

2.5.3 Pemeriksaan Kekuatan Otot

Kekuatan otot dengan childern’s Memorial Hospital Chichago USA

Ket:

X= normal

O= tidak ada kontraksi

T= ada kontraksi, sedikit gerakan

R= gerakan refleks

2.5.4 Pemeriksaan Spatistitas dengan Skala Asworth

Pada pemeriksaan spastisitas dapat menggunakan asworth scale sesuai nama

penemuannya yaitu Asworth pada tahun 1964. Pada kasus cerebral palsy diplegi ini

untuk mengetahui tingkat spastisitas yang dimiliki pasien (Trisbowiyanto, 2012)

Tabel 2.1 Pemerikaan Spastisitas dengan Asworth scale

Grade Keterangan
0 Tidak ada peningkatan tonus otot

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terasanya


1 Tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakan refleks

atau ekstensi, ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan

adanya
2 Pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan dikuti dengan

adanya tahanan minimal sepanjang sisi ROM

3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sebbagian besar ROM, tetapi sendi

masih mudah digerakkan

4 Peningkatan tonus otot sangat nyataa sepanjang Rom, gerak pasif sulit

dilakukan

5 Sendi atau ekstermitas kaku atau rigid gerakan fleksi atau ekstensi

2.5.5 Pemeriksaan fungsional dengan GMFM

GMFM adalah saranana yang sudah ditandarisasi untuk melakukan pengamatan,

yang didesain dan disahkan untuk mengukur peubahan fungsional motorik kasar pada

anak cerebral palsy. Scoring key menjadi petunjuk umum untuk pengukuran tersebut.

tapi sebagaian besar item mengandung gambaran khusus untuk tiap skor. Kelebihan

dari software ini adalah konvensi skala ordinal ke dalam skala interval. Hal ini

memungkinkan perkiraan yang lebih akurat terhadap kemampuan anak dan

memberikan ukuran reponsif yang setara terhadap perubahan pada level kemampuan.

Dimensi GMFM:

a. Berbaring & berguling

b. Duduk

c. Merangkak & berlutut

d. Berdiri

e. Berjalan, berlari & melompat

2.6 Pemeriksaan Penunjang


a) Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral

palsy  ditegakkan.

b) Pemeriksaan fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal.

c) Pemeriksaan EEG dilakuakan pada penderita kejang atau pada golongan

hemiparesis baik  yang disertai kejang maupunyang tidak.

d) Foto rontgen kepala.

e) Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.

f) Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental.

2.6 Intervensi Fisioterapi

2.6.1 Mobilisasi Trunk

1. Konsep

Mobilisasi trunk adalah suatu teknik penguluran yang dilakukan secara pasif

untuk memanjangkan jaringan lunak sehingga akan menurunkan kekakuan

atau spastisitas (kisner dan Colby, 1996). Gerakan ini merupakan bentuk

latihan relaksasi yang bertujuan untuk menurunkan spastisitas anggota gerak

bawah

2. Prinsip

Prinsip metode mobilisasi trunk sesuai dengan salah satu prinsip

metode bobath yaitu normalisasi tonus dengan pertimbangan gerakan dimulai


dari proksimal ke kaudal. Sehingga dengan memberi pasif mobilisasi trunk

diharapkan anggota gerak bagian bawah akan terjadi penurunan spastisitas.

.Latihan pada mobilitas trunk merupakan gerakan atau aktifitas yang diberikan

pasif ke seluruh luas gerak tubuh (fleksi, ekstensi, slide fleksi dan rotasi trunk)

yang bertujuan untuk memperbaiki postur. Pada akhir gerakan pasif dapat

disertai dengan pemberian stretching dan elongasi.

3. Teknik

Posisi pasien duduk dengan kaki dorsi fleksi, fisioterapis berada di

belakang pasien, satu tangan fisioterapis memfiksasi kedua lengan pasien atau

sekitar elbow sedangkan tangan yang lain memfiksasi pelvic. Kemudian

lakukan gerakan rotasi trunk ke kiri dan elongasi sambil menahan pelvic

sebelah kanan dan rotasi ke kanan namun pelvic sebelah kiri ditahan.Lakukan

pula elongasi ke arah ekstensi dan mobilisasi ke arah fleksi.Gerakan ini

dilakukan secara bergantian dengan 3 kali pengulangan dan tahanan 8

hitungan untuk setiap gerakan.

2.6.2 Brain Gym

1. Konsep

Brain gym merupakan serangkaian latihan gerak sederhana untuk

memudahkan koordinasi antara otak kanan dan otak kiri sehingga dapat meningkatkan

perkembangan motorik halus dan meningkatkan fungsi bagian otak.

2. Prinsip

Brain Gym adalah latihan yang dirancang untuk membantu fungsi otak yang

lebih baik selama proses pembelajaran. Dengan demikian, latihan-latihan ini

didasarkan pada gagasan bahwa latihan fisik sederhana membantu aliran darah ke
otak dan dapat membantu meningkatkan proses belajar dengan memastikan otak tetap

waspada.

1) Dimensi lateralis kiri-kanan

Dua belahan otak; otak terdiri dari dua bagian. Masing-masing belahan

otak mempunyai tugas tertentu.

2) Dimensi muka-belakang (pemfokusan-pemahaman)

Latihan ini menolong kesiapan untuk menerima hal baru dan

mengekspresikan apa yang sudah di ketahui

3) Dimensi atas bawah (pemusatan-pengaturan)

Latihan untuk meningkatkan energi menyangkut mengorganisasikan,

mengatur, berjalan, tes atau ujian.

1. Teknik

a. Gerakan silang: pasien tidur terlentang, posisi terapis berada disamping

pasien, lalu terapis menggerakan tangan kanan bersamaan dengan kaki kiri,

bergerak kedepan, kesamping dan kebelakang.

b. Gerakan searah: posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada

disamping pasien, lalu terapis menggerakan tangan kanan pasien itarik

bersamaan dengan kaki kanan. Gerakan ditahan 7 hitungan dan diulang 5

kali pengulangan.

2.6.3 Patterning Merangkak

1. Konsep

Patterning merupakan suatu metode yang mengajarkan pola gerak yang benar

pada anak agar mampu melakukan tahapan tumbuh kembang sesuai usianya.

Tekniknya disebut “Key Point of Control” yang bertujuan untuk:


a. Untuk memperbaiki tonus postural yang normal.

b. Untuk memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal.

c. Untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja, diperlukan dalam aktifitas

sehari-hari.

2. Teknik

Tahapan teknik dasar latihan gerak pada yaitu :

a. Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui penumpuan

tangan berguna untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk.

Latihan berguling bisa dilakukan dengan cara memposisikan anak

dalam keadaan terlentang, kemudian mulai bujuk anak untuk

berguling tanpa bantuan. Dalam hal ini orangtua atau terapis bisa

menjadikan mainan sebagai salah satu penarik bagi anak agar

mereka berusaha meraih mainan tersebut.

b. Pada tahap ini, anak diajarkan untuk mempertahankan badannya

tetap tegak sewaktu ia bergerak dari dan hendak bersandar pada

tangannya. Posisi duduk akan membuat sang anak mampu melihat

kedua tangannya dan mempergunakannya. Tujuan latihan pada

tahap ini yaitu agar anak anak dapat beraktivitas ke segala arah

pada saat duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri dan jongkok

dari posisi duduk, dan beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.


BAB III

LAPORAN STATUS KLINIS

Tanggal Pembuatan Laporan : April 2017


Kondisi/kasus : FT A / FT B / FT C / FT D / FT E

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : An.RA
Umur : 9 th 1 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : pelajar
Alamat : Jl. Sirgorufan Rt 05 Rw 02 kortosuro

II. DATA DATA MEDIS


(Diagnosis medis, catatan klinis, general treatment, medika mentosa, hasil lab,
foto ronsen, dll)
Diagnosis medis : Cerebral palsy hypotonus spastic diplegi type flexi.
General treatment : fisioterapi 2 kali seminggu, OT 1 kali seminggu
Foto ronsen : Tidak ada.

III. ASSESMEN FISIOTERAPI


A. ANAMNESIS (AUTO / HETERO)

1. KELUHAN UTAMA
Anak usia 9th 1 bulan sudah mampu berguling, merayap, duduk secara
mandiri, tapi belum mampu merangkak dan berdiri sendiri, berjalan secara
mandiri.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Prenatal : saat hamil ibu berusia 36 tahun, pada saat ibu hamil mengalami
pendarahan pada usia kandungan 6 bulan, karena kelelahan dan dirawat
selama 7 hari.
Natal : anak lahir normal pada usia kandungan 8 bulan pasien tidak
menagis tubuh biru,bbl : 2,1 kg, th : 48 cm.
Post natal : pasien pernah di inkubator 1 minggu, pasein menjalani terapi
sejak 5 bulan- 2 tahun di puskesmas dan 2 tahun-9 tahun di YPAC.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Anak pernah kejang usia 1 tahun.
4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA
Tidak ada
5. RIWAYAT KELUARGA DAN STATUS SOSIAL
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. PEMERIKSAAN TANDA VITAL
Tekanan Darah : -
Denyut Nadi : 64 x/ menit
Pernafasan : 14 x/menit
Temperatur : 36,5°c
Tinggi Badan : 110 cm
Berat Badan : 25 kg

2. INSPEKSI/OBSERVASI
Statis : neck cenderung side flexi soulder protaksi, elbow cenderung
flexi,wrist flexi, hip semi flexi, knee flexi, angkle plantar flexi-
inversi.
Dinamis :(duduk) duduk bersila, trunk dan neck flexi, tangan tidak
menumpu dan di letakkan di atas paha.

3. PALPASI
Hypotonus postrutal
Suhu general normal

4. PERKUSI
Reflex bicep =+/+
Reflex triceps =+/+
Reflex patella = +/+
Reflex achiles = +/+
Ket : + : hypotonus
: +/+ normal
: +/+/+ hypertonus
Kesimpulan : seluruh reflex tendon normal.

5. AUSKULTASI
Tidak dlakukan
6. PEMERIKSAAN FUNGSI
GERAK AKTIF

Regio ROM koordinasi Kekuatan Otot


Shoulder full ROM Kurang baik Baik
Elbow full ROM Kurang baik Baik
Wrist Full ROM Kurang baik Baik
Hip Tidak Full Kurang baik Kurang baik
ROM
Knee Tidak full Kurang baik Kurang baik
ROM
Ankle Tidak full Kurang baik Kurang baik
ROM

GERAK PASIF
Regio ROM End feel
Shoulder Full ROM fisiologis
Elbow Full ROM fisiologis
Wrist Full ROM fisiologis
Hip Full ROM fisiologis
Knee Full ROM fisiologis
Ankle Full ROM fisiologis

7. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENGUKURAN


a. Pemeriksaan spastisitas (skala Asworth)

Regio Nilai Sin Nilai Dex


Shoulder 1 1
Elbow 1 1
Wrist 1 1
Hip 2 2
Knee 3 3
Ankle 3 3

Kesimpulan : spastisitas AGB>AGA


Keterangan:
0= tidak ada peningkatan tonus otot
1= peningkatan seikit tonus otot, tahanan min di akhir gerakan
2= peningkatan seikit tonus otot, tahanan min sepanjang ROM
3= peningkatan tonus lebih terasa sepanjang ROM, masih bisa
digerakan
4= peningkatan tonus otot nyata, gerakan pasif sulit dilakukan
5= adanya rigid
b. Pemeriksaan sensoris
Sensoris Nilai
Visual 1
Audiotory 2
Vestibular 1
Taste 2
Smell 2
Tactil 2
proprioseptif 1
touch 1
Kesimpulan: masih ada sensory yang tidak normal: visual, vestibular,
dan proprioseptif
Keterangan:
0= tidak ada respon
1= ada respon
2= respon normal
c. Pemeriksaan refleks
a. Spinal Hasil
Flexor withdraw +
Extensor mush +
Cross extensor -
Graps reflex +
Moro -
b. Brain sterm
Tonic labirynth supine -
Tonic labirynth prone -
ATNR -
STNR -

c. Mid brain
Neck righting +
Body on body +
Optical righting +

d. Cortical
Supine +
Prone +
Kneeling -
Sitting -
Standing -
Kesimpulan :level refleks anak berada ddi mid brain
Keterangan:
-: tidak muncul refleks
+/-: masih muncul atau mulai menghilang
+: muncul refleks

d.pemeriksaan kekuatan otot dengan XOTR


Regio Nilai dex Nilai sin
Shoulder X X
Elbow X X
Wrist X X
Hip R R
Knee R R
Ankle R R
Kesimpulan : kekuatan otot AGA normal, kekuatan otot AGB
merupakan gerakan reflek
Keterangan:
X: normal
O: tidak ada kontraksi
T: ada kontraksi, tidak gerakan
R: gerakan refleks
e. Pemeriksaan level fungsional (GMFM)

32
Dimensi A: x100 = 62.7 %
51
27
Dimensi B: x100 = 45%
60
2
Dimensi C: x100 = 4.8 %
42
5
Dimensi D: x100 = 12.9 %
39
Dimensi E: 0 %

62.7 %+ 45 %+ 4.8 %+12.9 % +0 %


GMFM= =25.08 %
5

Kesimpulan: level fungsional anak masih berada di dimensi B (Duduk)

8. KOGNITIF, INTRAPERSONAL & INTERPERSONAL


Kognitif : kecerdasan pasein masih kurang.
Intrapersonal : saat diterapi pasien tidak menangis.
Interpersonal : kerja sama antara anak dan terapis masih kurang.

IV. DIAGNOSA FISIOTERAPI


Impairment
1. spastisitas AGA dan AGB, tetapi AGB lebih besar
2. hypotonus postural,
3. level refleks di mid brain,
4. sensoris terganggu : Touch, vestibular, proprioseptif, visual

Functional limitation
Pasien sudah mampu mengontrol gerakan kepala. Pasien belum mampu berguling,
merangkak, duduk secara mandiri, berdiri dan berjalan.

Disability/Participan Restriction
Pasien belum berpakaian, makan, berhias secara mandiri. Pasien belum mampu
bersosialisasi dengan anak seusianya.

V. RENCANA EVALUASI
Spastisitas : dengan skala aswort
Sensoris : dengan tabel sensoris
Reflex : tabel refleks
Level fungsional :GMFM
Kekuatan otot: XOTR

VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : baik
Quo ad sanam : baik
Quo ad cosmeticam: baik
Quo ad fungsionam: kurang

VII. PROGRAM FISIOTERAPI


A. TUJUAN
Jangka pendek : mengontrol spastisitas, meningkatkan kekuatan otot, koreksi
postur, meningkatkan level refleks.
Jangka panjang : melanjutkan tujuan jangka pendek, meningkatkan
kemampuan fungsional pasien seperti merangkak dan duduk.

B. TINDAKAN FISIOTERAPI

MOBILISASI TRUNK
Persiapan pasein : pasien duduk bersila.
posisi terapis : terapis dibelakang pasien.
Pelaksanaan terapi : di berikan traksi di tahan 8 hitungan diulang 3 kali , 1
tangan memfiksasi peluk dan tangan lain melingkar dari
dada sampai axila, lalu merotasikan trunk ke kanan dan
kekiri ditahan 8 hitungan 3 kali.
BRAIN GYM
Mengkordinasikan antara otak kiri dan otak kanan.
Grakan silang.
Persiapan pasien : pasien tidur terlentang
posisi terapis : terapis berada di samping pasien
pelaksanaan terapi : terapis menggerakkan tangan kanan bersamaan dengan
kaki kiri, bergerak kedepan, kesamping, dan kebelakang ( 5
kali pengulangan).
Gerakan searah
Posisi pasien : tidur terlentang
Posisi terapis : terapis berada di samping pasien.
Pelaksanaan : terapis menggerakkan tangan kanan pasien di tarik
bersamaan dengan kaki kanan gerakan ditahan 7 hitungan
(diulang 5 kali pengulangan).
PATTERNING
Latihan duduk merangkak
Latihan duduk berdiri
Latihan berdiri berjalan.
C. EDUKASI DAN HOME PROGRAM
Edukasi : orang diberikan edukasi untuk memperhatikan kesehatan pasien dan
memberikan stimulasi seperti bermain dan mengajarikan pasien
berbicara.
Home program : orang tua disarankan untuk mengulangi latihan yang telah
diberikan terapis dirumah.

VIII. HASIL TERAPI AKHIR


Setelah dilakukan terapi 2 kali, didapat hasil evaluasi akhir:
a. (skala Asworth)

Regio Nilai Sin Nilai Dex


Shoulder 1 1
Elbow 1 1
Wrist 1 1
Hip 2 2
Knee 3 3 Kesimpulan : tidak terjadi
ankle 3 3 perubahan pada nilai spastisitas
b. sensoris
Sensoris Nilai
Visual 1
Audiotory 2
Vestibular 1
Taste 2
Smell 2
Tactil 1
proprioseptif 1
touch 1
Kesimpulan: masih ada sensory yang tidak norma (tidak ada respon)l:
visual, vestibular, touch dan proprioseptif
c. refleks
f. Spinal Hasil
Flexor withdraw +
Extensor mush +
Cross extensor -
Graps reflex -
Moro -
g. Brain sterm
Tonic labirynth supine -
Tonic labirynth prone -
ATNR -
STNR -

h. Mid brain
Neck righting +
Body on body +
Optical righting +

i. Cortical
Supine +
Prone +
Kneeling -
Sitting -
Standing -
Kesimpulan :level refleks anak masih berada di mid brain
d. kekuatan otot dengan XOTR
Regio Nilai dex Nilai sin
Shoulder X X
Elbow X X
Wrist X X
Hip R R
Knee R R
Ankle R R
Kesimpulan : kekuatan otot AGA normal, kekuatan otot AGB
merupakan gerakan reflek, tidak terjadi peningkatan kekuatan otot pada
AGB
e. Pemeriksaan level fungsional (GMFM)

32
Dimensi A: x100 = 62.7 %
51
27
Dimensi B: x100 = 45%
60
2
Dimensi C: x100 = 4.8 %
42
5
Dimensi D: x100 = 12.9 %
39
Dimensi E: 0 %

62.7 %+ 45 %+ 4.8 %+12.9 % +0 %


GMFM= =25.08 %
5
Kesimpulan: tidak terjadi peningkatan pada nilai GMFM

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Cerebral palsy (CP) adalah suatu kelainan dari fungsi motorik

(sebagai lawan dari fungsi mental) dan nada postural yang diperoleh pada usia

dini, bahkan sebelum kelahiran. Tanda dan gejala cerebral palsy biasanya

menunjukkan pada tahun pertama kehidupan. Seorang anak berkembang


sesuai dengan tahapan perkembangannya, walau pun dengan berbeda – beda

tahap perkembangannya. Bila dijumpai keterlambatan dalam perkembangan si

anak maka harus dilakukan tindakan – tindakan latihan yang diperlukan oleh si

anak.

Untuk mengatasi permasalahan yang dijumpai pada anak yang

mengalami keterlambatan perkembangan mototrik, dan berikan latihan –

latihan yang tujuannya untuk mengatasi anak yang mengalami keterlambatan

perkembangan terutama pada pergerakannya.

4.2 Saran

Kepada seluruh masyarakat apabila menemukan kasus CP di lingkungan

tempat tinggal segera anjurkan keluarga tersebut untuk diperiksakan ke Rumah sakit

atau tenaga kesehatan terdekat untuk segera mendapatkan penanganan. Untuk

mencapai hasil maksimal dalam terapi, fisioterapis dapat memberikan gerakan pasif

dan stimulasi taktil pada awal tindakan dan di akhir tindakan dapat berupa massage

general. Selain itu fisioterapi juga harus memberikan motivasi kepada keluarga

pasien untuk melakukan tugasnya di rumah untuk melatih pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Irianto, K. 2013. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya:

Bandung

  Munir, Badrul. 2015. Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto

Pearce E. C, M. 2014. Anatomi & Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama
Rudolph, A. M dkk. 2007. Buku Ajar Pediatri. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran

Suriadi & Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar

Swadaya

Sherwood, L. 2012. FisiologiManusia : Dari SelkeSistem. Jakarta

:PenerbitBukuKedokteran

Suriadi & Yuliani, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Penebar

Swadaya

Waluyo T. S, 2010. Pengaruh Mobilisasi Trunk terhadap Penurunan Spastisitas pada

Cerebral Palsy Spastik Diplegi.Jurnal Pena Vol. 19 No. 1: 69-77

Anda mungkin juga menyukai