Anda di halaman 1dari 556

CEREBRAL PALSY

Oleh:
Naya Ernawati,S.Kep,Ns,M.Kep
Definisi
• Cerebral: Kedua belahan otak/hemisphere
• Palsy: Berbagai macam penyakit yang mengenai pusat
pengendalian motorik tubuh
• Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi
pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak, mengenai sel-
sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak
progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum
selesai pertumbuhannya.
Definisi
• Terjadi pada waktu masih muda (sejak di lahirkan) dan merintangi
perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat berubah
selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan
pergerakan, disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis
, gangguan ganglia basalis dan serebellum dan kelainan mental
• Cerebral palsy pada dasarnya adalah gangguan terhadap
pergerakan dan postur tubuh.
Epidemiologi
• Angka kejadian di Indonesia diperkirakan 1-5 per 1000
kelahiran hidup
• Angka kejadian tinggi pada anak BBLR
• Umur ibu > 40 tahun dan multipara
• 80% tipe spastik
• 85-95 % merupakan CP kongenital
Etiologi
1. Pranatal (konsepsi-gestasi 28 minggu): Infeksi intrauterin, radiasi,
asfiksia, gangguanpertumbuhan, atau genetik.
2. Perinatal (Gestasi > 28 minggu- kelahiran): Anoksia/hipoksia,
Perdarahan otak, prematuritas, Ikterus, Meningitis purulenta.
3. Pascanatal (saat kelahiran, usia 1-3 tahun): trauma kapitis,
meningitis dan luka parut pada otak pasca bedah
1. Spastik
 Otot mengalami kekakuan dan beresiko mengalami kontraktur, pada
saat berjalan kedua tungkai tampak kaku dan lurus seperti gunting.
CP Spastik jika dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena
adalah:
a. Quadriplegic CP Spastisitas yang terjadi pada keempat ekstremitas
tubuh,
b. Hemiplegic CP Bila mengenai satu sisi tubuh dan biasanya lengan
lebih parah, disertai tremor hemiparesis.
c. Diplegic CP Keempat ekstremutas terkena, tetapi kaki lebih berat
dari pada lengan.
d. Triplegia Bila mengenai tiga ekstremitas, biasanya pada kedua
lengan dan satu kaki.
2. CP Atetoid atau diskinetik
• Kerusakan sistem ekstrapiramidal, mempunyai
karakteristik gerakan menulis yang tidak terkontrol.
gerakan abnormal pada lengan tangan, kaki, lengan dan
tungkai. Berapa kasus terjadi pada muka dan lidah
menyebabkan wajah menyeringai dan mengeluarkan air
liur. Gangguan kopordinasi gerakan otot bicara dan
gejala meningkat pada kondisi stres.
3. CP Ataksid
• Jarang Dijumpai (5-10%) Kelainan pada serebelum dan
serabut asosiasinya. Adanya gangguan keseimbangan,
terlihat pada saat anak mengalami gangguan
keseimbangan saat anak belajar duduk. Gangguan
dalam koordinasi, berjalan tidak stabil, kaki terbuka lebar
saat berjalan Tremor
4. Komplikasi Akibat kelainan Motorik

1. Penglihatan dan pendengaran


2. Persepsi
3. Gangguan Kognitif (gangguan perhatian)
4. Gangguan komunikasi: baik ekspresif maupun reseptif dan
gangguan interaksi sosial.
5. Gangguan perilaku
6. Epilepsi
7. Gangguan Muskuloskeletal Sekunder: Kontraktur, torsi pada tulang
dan otot.
Patofisiologi
 Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan
terganggunya fungsi gerak yang normal. Pada kerusakan korteks
cerebri terjadi kontraksi otak yang terus menerus dimana
disebabkan karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada
lengkung reflex.
 Bila terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat
menyebabkan gangguan pada semua gerak atau hypotonic,
termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan
maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak
terkoordinasi dengan baik dan gerakan motorik halus sering kali
tidak dapat dilakukan.
 Gangguan proses sensorik primer terjadi di sereblum yang
mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat
fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik.
Diagnosis
• Anamnesis
• Tanda awal keterlambatan perkembangan motorik kasar
pada anak < 3 tahun
• keterlambatan perkembangan halus pada anak > 3
tahun
• Riwayat prenatal, perinatal,dan postnatal
Pemeriksaan Fisik
• Motorik
• Pemeriksaan refleks: Refleks moro/refleks terkejut
(hilang pada usia 6 bulan, pada bayi CP lebih lama)
• Penggunaan tangan
• Pengukuran lingkar kepala
Pemeriksaan Fisik
 Lavine membagi kelainan motorik pada CP menjadi 6
kategori:
1. Pola gerak dan postur
2. Pola gerak oral
3. Strabismus/mata juling
4. Tonus otot
5. Evolusi reaksi postural dan kelainan lainnya yang
mudah dikenali
6. Reflek tendon, primitif, dan plantar

Diagnosa dapat ditegakkan minimal ada 4 gejala di atas


disertai perkembangan yang tidak progresif
Manifestasi Klinis
 Manifestasi klinis dari penyakit ini bermacam-macam, tergantung pada
lokasi yang tekena apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan
batang otak, atau hanya terbatas pada daerah tertentu.
 Kekakuan dan spastisitas otot: koordinasi gerak yang kurang baik
 Kesukaran bergerak dan gerakan yang involunter. Dapat meliputi gangguan
kordinasi berjalan
 Retardasi mental
 Seizure/kejang
 Kelainan pada tulang, dapat berupa kontraktur, pemendekan otot, scoliosis,
 Gangguan pengelihatan: seperti strabismus
 Gangguan menelan, hal ini meningkatkan resiko untuk aspirasi dan tersedak
 Gangguan bicara, karena ketidak mampuan mengontrol otot-otot dalam
bicara
Pemeriksaan Penunjang

• CT scan kepala
• MRI kepala
• USG kepala
• Pemeriksaan EEG
Penatalaksanaan
 Tujuan utama tata laksana CP:
1. Mengembangkan sisa kemampuan anak seoptimal
mungkin
2. Melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan atau
sedikit bantuan
3. Agar pasien tidak menjadi beban sosial
4. Mampu untuk hidup dalam masyarakat
Penatalaksanaan
1. Rehabilitasi
• Sedini mungkin, diagnosa ditegakkan umur (6-8 bulan)
• Tujuan: Mengajari aktivitas perawatan diri, melatih
penggunaan tangan, melatih bicara yang adekuat,
memiliki sikap tubuh yang normal, mengurangi
kontraktur dan deformitas.
Penatalaksanaan
2. Phisical Therapy: Meningkatkan interaksi baya
dan pengasuh, dukungan keluarga,
memperbaiki ketrampilan motorik kasar dan
motorik halus.
3. Speech Therapy: Proses menelan dan
komunikasi, pengembangan ketrampilan
kognitif.
4. Occupational therapy: Dilatih untuk bisa
berpakain, makan, dan minum
Penatalaksanaan
 Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada
keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan
suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata,
dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi,
occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar
biasa dan orangtua pasien.
 Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang
tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk
mencegah kontraktur perlu diperhatika posisis pasien
pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat
dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan.
Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
Penatalaksanaan
• Bedah: Bila terdapat hipertonus otot atau
hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan
pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi
kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan
pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang
• Obat-obatan
Pasien sebral palsi (CP) dengan gejala motorik ringan
adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan
makin berat gejala motoriknya makin buruk
prognosisnya. Obat-obatan yang biasa digunakan yaitu:
Diazepam, Baclofen, and Dantrolene.
Pencegahan
• CP dapat dicegah dengan menghilangkan faktor etiologi yang
menyebabkan kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal,
dan postnatal.
• Cegah cedera kepala.
• Ikterus neonatorum segera ditangani
• Antenatal care.
AsuhanKeperawatan
• Pengkajian
• Diagnosa Keperawatan
• Intervensi Keperawatan
• Implementasi Keperawatan
• Evaluasi Keperawatan
Kesimpulan
 Cerebral Palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan
otak yang kekal dan tidak progresif. Terjadi pada waktu masih
muda (sejak di lahirkan) dan merintangi perkembangan otak
normal dengan gambaran klinis dapat berubah selama hidup
dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan,
disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis,
gangguan ganglia basalis dan serebellum dan kelainan
mental.
 Pengobatan kasual pada cerebral palsy tidak ada, hanya
simtomatik. Pada keadaan ini diperlukan teamwork dengan
rencana pendekatan kepada masalah individu anak. Anak,
orang tua, dokter anak, dokter saraf, perawat, ahli terapi fisik,
psikiater dan pihak sekolah harus turut serta .
TERIMA KASIH
Asuhan Keperawatan Anak dengan
Hidrosefalus

Oleh :
Naya Ernawati,S.Kep,Ns,M.Kep
Definisi
1. Hidro = air, Cephalon = kepala

2. Hidrosefalus adalah gejala klinis yang dikarakteristikkan dengan peningkatan cairan


serebrospinal dan dilatasi ventrikel

3. Hidrosefalus adalah adanya ketidakseimbangan antara poduksi dan absorpsi


cairan serebrospinal, yang dikarakteristikan dengan peningkatan volume cairan
serebrospinal, dilatasi sistem ventrikel dan peningkatan tekanan intrakranial
(Nielsen, 2013).

4. Hidrosefalus berarti penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang


menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak berakibat terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid
KLASIFIKASI

• CSS Noncommunicating hydrocephalus: disebabkan


karena adanya obstruksi
• CSS Communicating hydrocephalus: Karena adanya
gangguan absorbsi cairan cerebrospinal
Etiologi

1. Kongenital: Sering terjadi pada neonatus atau berkembang


selama intra-uterin

2. Dapatan (acquired):
a. Pendarahan subarachnoid
b. Pendarahan intraventrikular, trauma, infeksi (meningitis), tumor
c. Komplikasi operasi atau trauma hebat di kepala.
Manifestasi Klinis
• Infant:
Gejala hidrosefalus kongenital (55% dari seluruh hidrosefalus) yang terjadi
saat bayi baru lahir, antara lain:
1. Kepala bayi terlihat lebih besar, juga bertambah besar jika dibandingkan
dengan anak seusianya.
2. Kulit kepala bayi tipis dan pembuluh darah kebiruan dapat terlihat dengan
jelas.
3. Bayi terlihat mengantuk terus atau kurang responsif terhadap lingkungan
sekitarnya.
4. Kaki dan tangan berkontraksi terus, sehingga terlihat kaku dan sulit
digerakkan.
5. Bayi mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya umur 6 bulan
belum bisa tengkurap, atau umur 9 bulan belum bisa duduk.
6. Napas tidak teratur.
Manifestasi Klinis
• Beberapa gejala hidrosefalus didapat
(acquired hydrocephalus), antara lain:

• Anak tampak rewel, sulit minum dan mudah mengantuk


• Nyeri kepala
• Muntah menyemprot.
• Terlihat mengantuk, bingung, atau mengalami
disorientasi.
• Kejang
• Pertumbuhan terhambat
• Mengalami gangguan penglihatan, berupa penglihatan
kabur atau penglihatan ganda.
• Demam tinggi
• Kaku leher
Patofisiologi • Ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi cairan serebrospinal (cerebrospinal
fluid / CSF), sehingga terjadi akumulasi CSF
pada ruang ventrikel dan/atau subarachnoid,
serta dilatasi dan peningkatan tekanan
intrakranial, :
a)Hydrocephalus obstruktif (non-
communicating), terjadi karena adanya
obstruksi pada sistem ventrikel sehingga CSF
tidak dapat mengalir dengan mudah sampai ke
sinus sagitalis superior, tempat villi
arachnoid mengabsorbsi CSF.
b)Hydrocephalus non-obstruktif
(communicating), terjadi karena gangguan
absorbsi atau sekresi CSF, dan tidak ada
sumbatan pada sistem ventrikel sampai ke
ruang subarachnoid.
Pemeriksaan

• Pengukuran lingkar kepala secara


berkala
• Analisa cairan cerebrospinal
• X-foto kepala
• USG kepala
• CT-Scan
Penataksanaan

1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan dengan


tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan
cairan serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira
serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan
ventrikel dengan subarachnoid.
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ
ekstrakranial, yakni: drainase ventrikule-peritoneal.
A. Farmakologi

• Asetazolamid
• Furosemid
• Antibiotika (Bila ada kuman penyebab)
B. Pembedahan
• Surgical removal or bypass the obstruction
using a ventriculoperitoneal (VP) shunt
atau AV shunt
• Komplikasi :
Hernia serebri
Kejang
Renjatan
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Prioritas:

• Pre Operasi
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial b.d peningkatan tekanan
intrakranial sekunder terhadap peningkatan jumlah CSS
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d pembesaran kepala
3. Resiko kerusakan integritas kulit b.d imobilisasi kepala
4. Resiko cidera b.d kejang
5. Kegagalan perkembangan b.d ketidakmampuan melewati fase
perkembangan sesuai usia berhubungan dengan gangguan fungsi
serebral.
• Post Operasi

1. Resiko Infeksi berhubungan dengan tempat masuknya


organisme sekunder terhadap pemasangan shunt
2. Nyeri b.d dikontineuitas jaringan
TERIMA KASIH :)
ASKEP BBLR
Oleh:
Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep, Ns, M.Kes
PENGERTIAN
• Berat bayi lahir rendah: bayi dgn BB kurang dari 2500 gram
pada waktu lahir.
• Bayi yg lahir dgn berat lahir < 2500 gram tanpa memandang
masa kehamilan.
• Berat lahir: berat bayi yg ditimbang dlm 1 jam setelah lahir.
KLASIFIKASI BBLR
Berdasarkan umur kehamilan
• Bayi premature/kurang bulan (UK < 37 minggu) sebagian
bayi kurang bulan belum siap hidup di luar kandungan dan
mendapatkan kesulitan untuk mulai bernapas, menghisap,
melawan infeksi, & menjaga tubuh tetap hangat.
• Bayi cukup bulan (UK 38-42 minggu)
• Bayi lebih bulan (UK > 42 minggu)
KLASIFIKASI BBLR
Berdasarkan berat badan
• Bayi berat badan lahir amat sangat
rendah/ekstrim rendah (BBLER) yaitu
bayi lahir dgn berat badan < 1000 gram
• Bayi berat badan lahir sangat rendah
(BBLSR) yaitu bayi lahir dgn berat
badan < 1500 gram
• Bayi berat badan lahir rendah (BBLR)
yaitu bayi lahir dgn berat badan 1501-
2500 gram
PENYEBAB
• Faktor ibu: riwayat kehamilan tidak baik, paritas, anemia,
pendarahan anterpertum, preeklamsi berat, kebiasaan tidak
baik seperti merokok dan minum alkohol
• Faktor plasenta: plansenta previa, solusio plasenta, ketuban
pecah dini, kehamilan ganda
• Faktor janin: gawat janin, infeksi janin kronik, kelainan
kromosom
TANDA & GEJALA
• Berat kurang atau sama dengan 2500 gram
• Panjang kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm,
lingkar kepala kurang dari 33 cm, kepala lebih besar
• Kulit tipis, transparan, lambut lanugo banyak, lemak kurang
• Kepala tidak mampu tegak, pernafasan 40-50x/menit,
pernapasan tidak teratur, Nadi 100-140x/menit
TANDA & GEJALA
• Genetalia belum sempurna, labio minora belum tertutup oleh
labio mayora, klitoris menonjol (bayi perempuan) dan testis
belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi pada skrotum
kurang (bayi laki-laki)
• Tonus otot lemah shg bayi kurang aktif dan pergerakan
lemah, fungsi syaraf belum atau tidak efektif & tangis lemah.
MANIFESTASI KLINIS
Sebelum bayi lahir
• Pada anamesa sering dijumpai adanya riyawat abortus, partus
premature, dan lahir mati
• Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin
lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
• Pertambahan BB ibu lambat dan tak sesuai menurut yg
seharusnya, sering dijumpai kehamilan oligramnion gravidarum
atau pendarahan antepartum
• Pembesaran uterus tidak s.d tuanya kehamilan
MANIFESTASI KLINIS
Setelah bayi lahir
• Bayi dengan retardasi pertumbuhan intra uterin
• Bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
• Bayi small for date dengan retardasi pertumbuhan
intrauterine
• Bayi premature kurang sempurna pertumbuhan alat-alat
dalam tubunhya
KOMPLIKASI LANGSUNG
• Hipotermi
• Hipoglikemi
• Gangguan cairan dan elektrolit
• Hiperbilirubinemia
• Sindroma gawat nafas
• Paten duktus arteriosus
• Infeksi
• Perdarahan intraventrikuler
• Anemia
KOMPLIKASI JANGKA PANJANG
• Gangguan perkembangan
• Gangguan pertumbuhan
• Gangguan penglihatan (Retinopati)
• Gangguan pendengaran
• Penyakit paru kronis
• Kenaikan angka kesakitan
• Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
PENATALAKSANAAN BBLR
Pengaturan Suhu Tubuh
• Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita hipotermia
bila berada di lingkungan yg dingin. Kehilangan panas
disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yg relatif lebih luas
bila dibandingkan dgn BB, kurangnya jar lemak dibawah kulit
dan kekurangan lemak coklat (brown fat).
PENATALAKSANAAN BBLR
• Untuk mencegah hipotermia, perlu diusahakan lingk yg cukup
hangat. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhu untuk bayi
dgn BB < 2000 gr adalah 35°C, bayi dgn BB 2000-2500 gr adalah
34°C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37°C.
• Kelembaban inkubator berkisar antara 50-60%. Kelembaban yg
lebih tinggi di perlukan pada bayi dgn sindroma gangguan
pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan 1°C per minggu
untuk bayi dgn BB 2000 gr dan secara berangsur angsur dapat
diletakkan di dalam tempat tidur bayi dgn suhu lingk 27-29°C.
• Bila inkubator tak ada, pemanasan
dapat dilakukan dgn membungkus
bayi dan meletakkan botol-botol
hangat di sekitarnya atau
memasang lampu petromaks di
dekat tempat tidur bayi atau
menggunakan metode kanguru.
Pencegahan Infeksi
• Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi, t.u infeksi nosokomial.
Kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum
pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik
limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum sempurna. Infeksi lokal bayi
cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosa dini dapat ditegakkan
jika cukup waspada terhadap perub tingkah laku bayi yg meliputi malas
menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frek pernafasan meningkat,
muntah, diare, berat badan mendadak turun.
• Fungsi perawatan yi memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari infeksi. Oki, bayi BBLR tak boleh kontak dgn
penderita infeksi. Digunakan masker dan APD khusus dlm
penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan
mata, hidung, kulit, tindakan aseptik, dan antiseptik alat-alat
yg digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio
perawat pasien yg ideal, mengatur kunjungan, menghindari
perawatan terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan
pemberian antibiotik yg tepat.
Pengaturan Intake
• Yi menetukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal
pemberian yg s.d kebutuhan bayi BBLR. ASI merup pilihan
pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat
dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tak cukup
mengisap. Jika ASI tak ada atau tak mencukupi, dapat
digunakan sufor yg komposisinya mirip ASI atau sufor
khusus bayi BBLR.
• Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam
usus. Pada bayi dalam inkubator dgn kontak minimal, tempat tidur atau kasur
inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanan.
• Pada bayi yg lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada
bayi BBLR yg lebih kecil, kurang kuat mengisap dan sianosis ketika minum
atau menetek, maka makanan diberikan melalui NGT. Jadwal pemberian
makanan di s.d kebutuhan dan BB bayi BBLR. Pemberian makanan interval
tiap jam dilakukan pada bayi dgn BB lebih rendah.
Pernapasan
• Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya
kematian. Bayi BBLR tak dapat beradaptasi dgn asfiksia yg terjadi selama
proses kelahiran shg dapat lahir dgn asfiska perinatal. Bayi BBLR berisiko
mengalami kurangnya suplai oksigen, shg tak dapat memperoleh oksigen yg
cukup yang sebelumnya di peroleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini
diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir),
dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dgn menepuk atau
menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi
endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian natrium bikarbonat serta
pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi.
• Penimbangan BB: Perubahan berat badan mencerminkan
kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat kaitannya dgn daya
tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan BB harus
dilakukan dgn ketat.
• Pemberian oksigen: Ekspansi paru yg buruk merup masalah
serius bagi bayi preterm BBLR, akibat tidak adanya alveoli
dan surfaktan.
PERAWATAN BBLR DI RUMAH
Mempertahankan suhu
• Untuk menghangatkan suhu tubuh, ada beberapa perawatan
yg dapat dilakukan dgn menggunakan metode skin to skin
(perawatan metode kanguru dan praktik IMD) ataupun
perawatan metode tradisional.
Upaya yang bisa dilakukan untuk
mempertahankan suhu
• Selimuti bayi dgn selimut atau kain bersih dan hangat. Kain
yg basah yg diletakkan dekat tubuh bayi akan menyebabkan
bayi tsb mengalami kehilangan panas tubuh
• Tutupi kepala bayi, pastikan bahwa bag kepala bayi ditutupi
setiap saat. Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yg
cukup besar shg bayi akan kehilangan panas tubuh jika
bagian kepalanya tak tertutup
• Perawatan metode skin to skin (perawatan metode kanguru atau
KMC). Menggunakan metode KMC, kestabilan suhu BBLR dapat
dijaga karena bayi ditempatkan melekat dgn perut ibu yg berfungsi
sbg thermoregulator. Mekanisme lain yg terjadi adalah kontak kulit
dgn kulit ibu & bayi dapat meningkatkan hormon kortisol bayi yg
berdampak pada kualitas tidur bayi. Selain meningkatkan BB &
menstabilkan suhu, KMC juga dapat meningkatkan saturasi oksigen
karena posisi bayi yg tegak dapat mengoptimalkan fungsi respirasi.
• Bayi dimandikan saat KU nya telah stabil.
• Sebelum memandikan bayi pastikan bahwa suhu tubuh bayi telah stabil (suhu
aksila antara 36,5-37,5°C). Sebelum memandikan bayi, pastikan ruangan
hangat dan tak ada hembusan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk
mengeringkan bayi dan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering
untuk menyelimuti bayi setelah dimandikan. Mandikan bayi secara cepat dan
lembut dgn air yg bersih dan hangat. Segera keringkan bayi menggunakan
handuk bersih dan kering, sbg upaya utk mencegah kehilangan panas akibat
evaporasi cairan pada permukaan tubuh bayi.
DIAGNOSA PERAWATAN
• Hipotermia berhubungan dengan berat badan ekstrem
• Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan
organisme pantogen lingkungan
Hipotermia b.d berat badan ekstrem
• Data Mayor:
• Subjektif: -
• Objektif: kulit teraba dingin, suhu tubuh di bawah nilai normal
• Data Minor:
• Subjektif: -
• Objektif: bradikardi, kuku sianosis, hipoglikemia, hipoksia, pengisian
kapiler >3 detik, konsumsi oksigen meningkat, ventilasi menurun,
piloereksi, takikardi, vasokonstriksi perifer, kutis memorata (pada
neonatus)
Hipotermia b.d berat badan ekstrem
• Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24
jam, maka Termoregulasi Neonatus membaik
• Kriteria hasil:
• Suhu tubuh membaik
• Suhu kulit membaik
• Pengisian kapiler membaik
• Ventilasi membaik
Hipotermia b.d berat badan ekstrem
Manajemen hipotermia
• Observasi:
• Monitor suhu tubuh
• Identifikasi penyebab hipotermia (misal terpapar suhu lingk rendah,
pakaian tipis, kerusakan hipotalamus, penurunan laju metabolism,
kekurangan lemak subkutan)
• Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (hipotermia ringan: takipnea,
disartria, menggigil, hipertensi, diuresis; hipotermia sedang: aritmia,
hipotensi, apatis, koagulopati, reflex menurun; hipotermia berat: oligulia,
reflex menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)
Hipotermia b.d berat badan ekstrem
Manajemen hipotermia
• Terapeutik:
• Sediakan lingk yg hangat (misal atur suhu ruangan, inkubator)
• Ganti pakaian/linen yg basah
• Lakukan penghangatan pasif (misal selimut, penutup kepala, pakaian tebal)
• Lakukan penghangatan aktif eksternal (misal kompres hangat, selimut hangat,
perawatan metode kanguru)
• Lakukan penghangatan aktif internal (misal infus cairan hangat, oksigen hangat,
lavase peritoneal dgn cairan hangat).
• Edukasi: anjurkan makan/minum hangat
Risiko infeksi b.d peningkatan paparan
organisme pantogen lingkungan
• Faktor Risiko
• Penyakit kronis (misal DM)
• Efek prosedur invasif
• Malnutrisi
• Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
• Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: gangguan peristaltik,
kerusakan integritas kulit, perub sekresi pH, penurunan kerja siliaris,
ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya, merokok, statis
cairan tubuh
Risiko infeksi b.d peningkatan paparan
organisme pantogen lingkungan
• Faktor Risiko
• Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan hemoglobin,
imunosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi, vaksinasi tidak
adekuat
Risiko infeksi b.d peningkatan paparan
organisme pantogen lingkungan
• Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 x 24 jam,
maka Kontrol Risiko meningkat
• Kriteria hasil:
• Kemampuan mencari informasi ttg faktor resiko
• Kemampuan mengidentifikasi faktor resiko
• Kemampuan melakukan strategi kontrol faktor resiko
• Kemampuan memodifikasi lingkungan
• Kemampuan menghindari faktor resiko
Risiko infeksi b.d peningkatan paparan
organisme pantogen lingkungan
Manajemen Lingkungan
• Observasi:
• Identifikasi keamanan dan kenyamanan lingkungan
• Terapeutik:
• Atur posisi furniture dgn rapi & terjangkau
• Atur suhu lingkungan yg sesuai
• Sediakan tempat tidur dan lingk yg bersih dan nyaman
• Ganti pakaian secara berkala
• Izinkan klga utk mendampingi pasien
Risiko infeksi b.d peningkatan paparan
organisme pantogen lingkungan
• Edukasi:
• Jelaskan cara membuat lingkungan rumah yang aman
• Ajarkan klga pasien tua ttg upaya pencegahan infeksi
ASKEP HEMOFILIA
oleh:
Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep., Ns., M.Kes
PENGERTIAN
• Hemofilia terjadi akibat mutasi pada lokus F VIII atau IX pada kromosom X
dan masing-masing terjadi dalam bentuk ringan, sedang, & berat.
• Tingkat def F VIII atau IX yg serupa menyebabkan penyakit yg secara klinis
tak dapat dibedakan krna hasil akhirnya adalah defisiensi aktivasi F X oleh
kompleks faktor Xase (FVIIIa/FIXa/kalsium dan fosfolipid).
• Hemofilia A: kel resesif terkait X yg disebabkan oleh def fungsional faktor
pembekuan plasma VIII (FVIII), yg mungkin diturunkan atau timbul dari mutasi
spontan.
• Hemofilia B: kelainan resesif terkait X yg diturunkan & mengakibatkan def
faktor koagulasi plasma fungsional IX.
ETIOLOGI
• Paling sering yi hemofilia A disebabkan def F VIII dan
menyusun 75% penderita hemofilia.
• Hemofilia B disebabkan def F IX dan jumlahnya sekitar ¼
penderita hemofilia A.
• Hemofilia C disebabkan def FX, namun jarang ditemukan
ETIOLOGI
• Hemofilia: ggn resesif terkait gen X yg
diturunkan oleh perempuan dan
ditemukan secara dominan pada laki-
laki.
• Hemofilia dapat disebabkan mutase
gen.
TANDA & GEJALA KLINIS
• Terdapat perdarahan jar lunak, otot & sendi, t.u sendi penopang BB
yg disebut hematrosis (perdarahan sendi)
• Perdarahan berulang ke dlm sendi menyebabkan degenerasi
kartilagoartikularis disertai gejala arthritis
• Perdarahan spontan akibat trauma ringan hingga sedang
• Dapat timbul saat bayi mulai merangkak
• Tanda perdarahan: hematrosis, hematom subcutan/intramuskuler,
perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial, epistaksis,
hematuria
TANDA & GEJALA KLINIS
• Perdarahan berkelanjutan pasca operasi (sirkumsisi, ekstraksi
gigi)
• Hemofilia dicurigai pada bayi baru lahir dgn perdarahan
berlebihan dari tali pusat atau setelah sirkumsisi
• Pada hemofilia ringan dgn karakteristik tk faktor 5% hingga 50%,
anak mengalami perdarahan lama hanya saat terluka
• Pada hemofilia sedang dgn karakteristik tk faktor 1% hingga 5%,
perdarahan lama terjadi akibat trauma atau pembedahan, tapi
kemungkinan terdapat episode perdarahan spontan
TANDA & GEJALA KLINIS
• Pada hemofilia berat, dgn karakteristik tk faktor dibawah 1%,
perdarahan lama terjadi secara spoantan tanpa cedera.
• Manifestasi secara umum: kulit mudah memar, perdarahan
memanjang akibat luka, hematuria spontan, epistaksis,
hematrosis shg menyebabkan nyeri sendi, pembengkakan,
dan keterbatasan gerak
MEKANISME PEMBEKUAN DARAH
• https://www.youtube.com/watch?v=9QVTHDM90io (normal)
• https://www.youtube.com/watch?v=BoXBuJSURTI
(hemofilia)
PATOFISIOLOGI HEMOFILIA A
• Tempat utama produksi F VIII diperkirakan di endotel vaskular di
hati dan sistem retikuloendotelial.
• Defisiensi F VIII, disfungsi F VIII, atau inhibitor F VIII menyebabkan
terganggunya kaskade koagulasi intrinsik normal, mengakibatkan
perdarahan berlebihan sbg respon thd trauma, pada kasus yg
parah, perdarahan spontan.
• Sel sinovial manusia mensintesis penghambat jalur faktor jaringan
tingkat tinggi, shg menghasilkan penghambatan F Xa yg lebih tinggi,
menyebabkan sendi hemofilik mengalami perdarahan.
PATOFISIOLOGI HEMOFILIA A
• Efek ini juga dapat menjelaskan respon dramatis dari infus FVIIa yg
diaktifkan pada pasien dgn hemarthroses akut dan inhibitor FVIII.
• Pendarahan pada sendi dapat menyebabkan peradangan sinovial,
menyebabkan sendi mengalami pendarahan lebih lanjut; sendi yg
mengalami pendarahan berulang (setidaknya 4 pendarahan dalam
waktu 6 bln) disebut sendi target.
• Sekitar 30% pasien hemofilia A berat mengembangkan inhibitor
aloantibodi yg dapat mengikat FVIII; penghambat ini biasanya
adalah imunoglobulin G (IgG), t.u dari subkelas IgG4, yg
menetralkan efek koagulan dari terapi penggantian.
PATOFISIOLOGI HEMOFILIA B
• Defisiensi faktor IX, disfungsi faktor IX, atau penghambat faktor IX menyebabkan
gangguan kaskade koagulasi intrinsik normal, mengakibatkan perdarahan spontan
dan/atau perdarahan berlebihan sebagai respons terhadap trauma.
• Lokasi perdarahan meliputi sendi (misalnya lutut, siku), otot, sistem saraf pusat
(SSP), sistem GI, sistem genitourinari (GU), sistem paru, dan sistem kardiovaskular.
• Faktor IX, suatu glikoprotein rantai tunggal yang bergantung pada vitamin K,
disintesis pertama kali oleh hepatosit; protein prekursor mengalami modifikasi
pascatranslasional ekstensif sebelum disekresikan ke dalam darah.
• Sistem intrinsik dimulai ketika faktor XII diaktifkan melalui kontak dengan endotelium
yang rusak.
PATOFISIOLOGI HEMOFILIA B
• Dalam sistem ekstrinsik, konversi F X menjadi F Xa melibatkan
faktor jaringan (TF), atau tromboplastin; F VII; & ion kalsium.
• FVIII dan FIX beredar dlm bentuk tak aktif; ketika diaktifkan, kedua
faktor ini bekerja sama utk membelah dan mengaktifkan F X,
enzim kunci yg mengontrol konversi fibrinogen menjadi fibrin.
• Oki, kekurangan salah satu faktor ini secara sig dpt mengganggu
pembentukan bekuan darah & sbg konsekuensinya menyebabkan
perdarahan klinis.
PROGNOSIS
• Prognosis pasien telah jauh meningkat krna semakin
mudahnya mendapatkan terapi pengganti faktor
pembekuan.
MANIFESTASI KLINIS
• Perdarahan spontan: sekitar 30-50% pasien hemofilia berat
datang dgn manifestasi perdarahan neonatal (misal setelah
sunat); neonatus mungkin mengalami hematoma parah dan
perdarahan berkepanjangan dari tali pusat atau daerah
pusar atau di tempat pengambilan darah atau imunisasi.
• Hematuria: pada sal kemih, gross hematuria dapat terjadi
pada 90% pasien.
• Gejala umum: lemah & ortostasis dapat terjadi.
MANIFESTASI KLINIS
• Muskuloskeletal: kesemutan, pecah-pecah, rasa hangat,
nyeri, kaku, dan penolakan menggunakan sendi sering
terjadi pada anak-anak.
• SSP: sakit kepala, leher kaku, muntah, lesu, mudah
tersinggung, dan sindrom sutul belakang dapat terjadi.
• Genitourinari: gejalanya mungkin tak menimbulkan rasa
sakit; mungkin ada nyeri tekan hati/limpa.
KOMPLIKASI
• Perdarahan berat
• Perdarahan internal
• Terbentuknya antibodi yg bisa menetralisir faktor VIII dan IX
yg diberikan sbg terapi
PENILAIAN DAN DIAGNOSTIK
• Uji kromogenik: Uji ini dianggap oleh beberapa orang lebih
akurat krna mengukur tk aktivitas faktor VIII plasma namun
kurang tersedia secara luas di lab klinis di AS.
• Studi lab: Pmx lab utk dugaan hemofilia meliputi pmx jumlah
sel darah lengkap, pmx koagulasi, dan pmx faktor VIII.
• CT scan: CT scan kepala tanpa kontras digunakan untuk
menilai perdarahan intrakranial spontan atau traumatis.
PENILAIAN DAN DIAGNOSTIK
• MRI: pada kepala dan tulang belakang untuk penilaian lebih
lanjut terhadap perdarahan spontan atau traumatis.
• Ultrasonografi: berguna dalam evaluasi sendi yg terkena
efusi akut atau kronis.
• Menguji inhibitor: konfirmasi lab terhadap inhibitor FVIII
secara klinis penting ketika episode perdarahan tidak
terkontrol meskipun telah diberikan konsentrat faktor, dalam
jumlah yg cukup.
PENILAIAN DAN DIAGNOSTIK
• Pengujian pembawa: skrining status karier dapat dilakukan
dgn mengukur rasio aktivitas koagulan FVIII thd konsentrasi
antigen faktor von Willebrand (vWF); rasio <0,7
menunjukkan status karier.
• Radiografi: utk penilaian sendi memiliki nilai terbatas pada
hemarthrosis akut; bukti penyakit sendi degeneratif kronis
dapat terlihat pada radiografi pada pasien yg tidak diobati
secara memadai atau pada pasien dgn perdarahan sendi
berulang.
MANAJEMEN MEDIS
• Pengobatan hemofilia mungkin melibatkan profilaksis, pengelolaan
episode perdarahan, pengobatan inhibitor faktor VIII (FVIII), dan
pengobatan serta rehabilitasi sinovitis hemofilia.
• Perawatan pra-rumah sakit. Transportasi cepat ke perawatan
definitif merupakan layanan utama pra-rumah sakit; penyedia
layanan pra-rumah sakit harus menerapkan teknik hemostatik yang
agresif, membantu pasien yang mampu melakukan terapi faktor
sendiri, dan mengumpulkan data riwayat terfokus jika pasien tidak
dapat berkomunikasi.
MANAJEMEN MEDIS
• Perawatan gawat darurat. Gunakan teknik hemostatik yang
agresif; segera perbaiki koagulopati; menyertakan pmx diagnostik untuk
perdarahan, namun jangan pernah menunda koreksi koagulasi yang
diindikasikan sambil menunggu pengujian diagnostik; perdarahan sendi
akut dan hematoma yg meluas dan besar memerlukan penggantian
faktor yang memadai untuk jangka waktu lama sampai perdarahan mulai
teratasi, sebagaimana dibuktikan dengan metode klinis dan/atau
objektif; episode perdarahan yang mengancam jiwa umumnya awalnya
diobati dengan kadar FVIII sekitar 100%, sampai situasi klinis
memerlukan pengurangan dosis secara bertahap.
MANAJEMEN MEDIS
• Konsentrat Faktor VIII dan FIX: tersedia utk mengobati hemofilia A dan
B; selain meningkatkan hemostasis, infus terus menerus menurunkan jumlah
faktor yg digunakan, dpat menghasilkan penghematan yg signifikan; dapatkan
tes tingkat faktor setiap hari sebelum setiap infus untuk menetapkan pola
penggantian yang stabil mengenai dosis dan frek pemberian.
• Desmopresin. Analog desmopresin vasopresin, atau 1-deamino-8-D-arginine
vasopressin (DDAVP), dianggap sbg pengobatan pilihan untuk hemofilia A
ringan dan sedang; DDAVP merangsang peningkatan sementara kadar FVIII
plasma; DDAVP dapat menghasilkan hemostasis yg cukup utk menghentikan
episode perdarahan atau mempersiapkan pasien untuk prosedur bedah gigi
dan kecil.
MANAJEMEN MEDIS
• Penatalaksanaan perdarahan: Imobilisasi anggota tubuh yg
terkena & penggunaan kompres es membantu mengurangi
pembengkakan dan nyeri; infus dini setelah gejala awal
perdarahan sendi diketahui seringkali menghilangkan
kebutuhan infus kedua dgn mencegah reaksi inflamasi pada
sendi; terapi penggantian yg cepat & memadai adalah kunci
untuk mencegah komplikasi jangka panjang.
MANAJEMEN MEDIS
• Pengobatan pasien dgn inhibitor. Inhibitor adalah antibodi yg
menetralkan faktor VIII (FVIII) dan dapat menyebabkan terapi pengganti
menjadi tidak efektif; pengobatan pasien dgn inhibitor FVIII sulit
dilakukan; dgn asumsi tidak ada respon anamnestik, inhibitor titer rendah
(konsentrasi di bawah 5 unit Bethesda [BU]) kadang-kadang dapat
diatasi dgn faktor VIII dosis tinggi; tidak ada pengobatan yg pasti untuk
episode perdarahan pada pasien dgn inhibitor titer tinggi.
• Infus faktor profilaksis. Tujuan utama pengobatan profilaksis adalah
untuk mencegah gejala perdarahan dan kerusakan organ, khususnya
persendian
MANAJEMEN MEDIS
• Manajemen nyeri. Artropati kronis hemofilik berhub dgn nyeri; obat-obatan
narkotika telah digunakan, namun seringnya penggunaan obat-obatan ini
dapat mengakibatkan kecanduan; obat antiinflamasi nonsteroid dapat
digunakan karena efeknya terhadap fungsi trombosit bersifat reversibel dan
karena obat ini efektif dalam mengatasi nyeri rematik akut dan kronis; hindari
aspirin karena efeknya yang tidak dapat diubah pada fungsi trombosit.
• Aktivitas. Secara umum, penderita hemofilia berat harus menghindari
olahraga kontak berdampak tinggi dan aktivitas lain yg memiliki risiko trauma
signifikan; namun, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas
fisik yang tepat meningkatkan pengondisian secara keseluruhan, mengurangi
tingkat dan keparahan cedera, dan meningkatkan fungsi psikososial.
MANAJEMEN MEDIS
• Terapi gen. Dgn kloning FVIII dan kemajuan teknologi molekuler, muncul
kemungkinan penyembuhan hemofilia dgn terapi gen; terapi gen ex vivo, di mana
sel yang akan ditransplantasikan dimodifikasi secara genetik untuk mengeluarkan
faktor VIII dan kemudian ditanam kembali ke dalam penerima; terapi gen in vivo, di
mana vektor (biasanya virus diubah untuk menyertakan DNA FVIII) disuntikkan
langsung ke pasien; dan terapi gen nonautologous, di mana sel-sel yang
dimodifikasi untuk mensekresi FVIII dikemas dalam perangkat imunoprotektif dan
ditanamkan ke penerima.
• Radiosinovektomi. Pada pasien yang mengalami sinovitis akibat perdarahan sendi,
injeksi radioisotop intra-artikular untuk mengikis sinovium (radiosinovektomi) dapat
digunakan untuk mengurangi perdarahan, memperlambat perkembangan
kerusakan tulang rawan dan tulang, serta mencegah artropati.
MANAJEMEN FARMAKOLOGIS
• Faktor VIII. Faktor VIII (FVIII) adalah pengobatan pilihan untuk
perdarahan akut atau potensial pada hemofilia A; konsentrat FVIII
rekombinan umumnya merup sumber faktor VIII yg disukai;
pemberian profilaksis FVIII sering direkomendasikan untuk pasien
anak dgn penyakit parah.
• Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproat dan asam
traneksamat, sangat berguna untuk perdarahan mukosa mulut
namun dikontraindikasikan sebagai terapi awal untuk hematuria
terkait hemofilia yang berasal dari saluran kemih bagian atas karena
dapat menyebabkan uropati obstruktif atau anuria.
MANAJEMEN FARMAKOLOGIS
• Faktor IX. Faktor IX adalah pengobatan pilihan utk perdarahan akut atau dugaan
perdarahan akut pada hemofilia B. Faktor IX rekombinan adalah sumber pilihan
untuk terapi penggantian.
• Faktor koagulasi VIIa. Agen ini dapat mengaktifkan faktor koagulasi X menjadi
faktor Xa serta faktor koagulasi IX menjadi IXa.
• Faktor koagulasi. Konsentrat FVIII menggantikan def FVIII pada pasien hemofilia A,
dgn tujuan mencapai respon hematologi normal terhadap perdarahan atau
mencegah perdarahan; produk rekombinan harus digunakan pada tahap awal dan
selanjutnya pada semua kasus hemofilia yg baru didiagnosis dan memerlukan
penggantian faktor; agen yg melewati aktivitas FVIII dalam kaskade pembekuan
(misal FVII teraktivasi) digunakan pada pasien dgn inhibitor FVIII.
MANAJEMEN FARMAKOLOGIS
• Agen antihemofilik. Agen ini digunakan utk mengontrol perdarahan pada
hemofilia B atau def FIX dan untuk mencegah atau mengontrol perdarahan
pada pasien hemofilia A dan penghambat FVIII.
• Antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal digunakan utk mengikat satu zat
tertentu di dalam tubuh (misal molekul, antigen); pengikatan ini sangat
serbaguna dan dapat meniru, memblokir, atau menyebabkan perub utk
menghasilkan mekanisme yg tepat (misal menjembatani molekul, mengganti
atau mengaktifkan enzim atau kofaktor, stimulasi sistem kekebalan).
• Terkait dgn vasopresin. Desmopresin secara sementara meningkatkan kadar
plasma FVIII pada pasien hemofilia A ringan.
PENGKAJIAN
• Sejarah: pasien yg dicurigai menderita hemofilia, tanyakan ttg
riwayat perdarahan yg tak sebanding dgn trauma, riwayat
perdarahan spontan, kel perdarahan dlm klga, dan penyakit
penyerta (spti kelainan inflamasi kronis, penyakit autoimun, penyakit
hematologi, keganasan, & reaksi alergi obat).
• Pemeriksaan fisik: Kaji pembengkakan sendi dan kemampuan
menggerakkan anggota tubuh yg terkena; Kaji adanya keterbatasan
ROM, kontraktur, dan perub tulang pada sendi ketika perdarahan
telah berhenti.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Risiko Cedera b.d ketidaknormalan profil darah (D.0136)
• Risiko Perdarahan b.d Ggn Koagulasi (D.0012)
• Ketidakmampuan koping keluarga b.d resistensi klga thd
perawatan /pengobatan yg komplek (D.0093)
• Risiko Hipovolemia (D.0034)
• Nyeri akut (D.0077)
• Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
DP1: Risiko Cedera b.d
ketidaknormalan profil darah (D.0136)
• Luaran:
• Tingkat Cedera menurun (L.14136):
• Toleransi aktivitas meningkat
• Nafsu dan toleransi makanan meningkat
• Kejadian cedera menurun
• Luka lecet dan perdarahan menurun
• Ekspresi wajah kesakitan menurun
• Agitasi dan iratibilitas menurun
• Gangguan mobilitas dan kognitif menurun
• Tekanan darah, nadi, frekwensi nafas, dan denyut jantung membaik
• Pola Istirahat tidur membaik
DP1: Risiko Cedera b.d
ketidaknormalan profil darah (D.0136)
Intervensi
• Manajemen Keselamatan Lingkungan:
• Identifikasi kebutuhan keselamatan
• Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
• Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
• Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
• Sediakan alat bantu keamanan lingk (mis. Pegangan tangan)
• Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)
• Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan
DP1: Risiko Cedera b.d
ketidaknormalan profil darah (D.0136)
• Pencegahan Cidera:
• Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
• Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah
• Sediakan pencahayaan yang memadai
• Sosialisasikan pasien dan keluarga dgn lingk rawat inap
• Sediakan alas kaki antislip
• Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat tidur, Jika perlu
• Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
• Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
• Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
• Anjurkan berganti posisi secara perlahan & duduk bbrp menit sebelum berdiri
DP2: Risiko Perdarahan b.d Gangguan
Koagulasi (D.0012)
• Luaran:
• Tingkat perdarahan menurun (L.02017):
• Kelembaban membran mukosa meningkat
• Kelembaban kulit meningkat
• Pendarahan menurun
• Hemoglobin membaik
• Hematokrit membaik
• Tekanan darah membaik
• Denyut Nadi apikal membaik
• Suhu tubuh membaik
DP2: Risiko Perdarahan b.d Gangguan
Koagulasi (D.0012)
Intervensi:
• Pencegahan Perdarahan:
• Monitor tanda dan gejala perdarahan
• Monitor nilai hematokrit/homoglobin sebelum dan setelah kehilangan darah
• Monitor tanda-tanda vital ortostatik
• Monitor koagulasi (mis. Prothombin time (TM), partial thromboplastin time (PTT), fibrinogen,
degradsi fibrin dan atau platelet)
• Pertahankan bed rest selama perdarahan
• Batasi tindakan invasif, jika perlu
• Gunakan kasur pencegah dikubitus
• Hindari pengukuran suhu rektal
• Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
• Anjurkan mengunakan kaus kaki saat ambulasi
DP2: Risiko Perdarahan b.d Gangguan
Koagulasi (D.0012)
• Pencegahan Perdarahan:
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
• Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
• Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
• Anjrkan segera melapor jika terjadi perdarahan
• Kolaborasi pemberian obat dan mengontrol perdarhan, jika perlu
• Kolaborasi pemberian prodok darah, jika perlu
• Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
• Luaran:
• Status koping Keluarga membaik (L.09088):
• Kepuasan terhadap perilaku bantuan anggota keluarga lain meningkat
• Keterpaparan informasi meningkat
• Perasaan diabaikan menurun
• Kekhawatiran tentang anggota keluarga menurun
• Perilaku mengabaikan anggota keluarga menurun
• Kemampuan memenuhi kebutuhan anggota keluarga meningkat
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
• Luaran:
• Status koping Keluarga membaik (L.09088):
• Komunikasi antara anggota keluarga meningkat
• Perasaan tertekan menurun
• Gejala psikosomatis menurun
• Perilaku menolak perawatan menurun
• Perilaku individualistik menurun
• Ketergantungan pada anggota keluarga lain menurun
• Perilaku overprotektif menurun
• Toleransi membaik
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
Intervensi:
• Dukungan Koping Keluarga:
• Identifikasi respon emosional terhadap kondisi saat ini
• Identifikasi beban prognosis secara psikologis
• Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah
pulang
• Dengarkan masalah, perasaan dan pertanyaan keluarga
• Terima nilai-nilai keluarga dengan cara yang tidak menghakimi
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
Intervensi:
• Dukungan Koping Keluarga:
• Diskusikan rencana medis dan perawatan
• Fasilitasi memperoleh pengetahuan, keterampilan dan peralatan
yang diperlukan untuk mempertahankan keputusan perawatan pasien
• Hargai dan dukukng mekanisme koping adaptif yang digunakan
• Informasikan kemajuan pasien secara berkala
• Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang tersedia
• Rujuk untuk terapi keluarga, jika perlu
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
• Promosi koping:
• Identifikasi kegiatan jangka pendek dan panjang sesuai tujuan
• Identifikasi kemampuan yang dimiliki
• Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
• Identifikasi pemahaman proses penyakit
• Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
• Identifikasi metode penyelesaian masalah
• Identifikasi kebutuahn dan keinginan terhadap dukungan sosial
• Diskusikan perubahan peran yang dialami
• Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
• Promosi koping:
• Diskusikan alas an mengkritik diri sendiri
• Diskusikan untuk mengklarifikasi keslahpahaman dan mengevaluasi perilaku
sendiri
• Diskusikan konsekuensi tidak menggunakan rasa bersalah dan rasa malu
• Diskusikan risiko yang menimbulkan bahaya pada diri sendiri
• Fasilitasi dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan
• Berikan pilihan realistis mengenai aspek-aspek tertentu dalam perawatan
• Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis
• Tinjau kembali kemampuan dalam pengambilan keputusan
• Hindari mengambil keputusan saat pasien verada dibaeah tekanan
• Motivasi terlibat dalam kegiatan social
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
• Promosi koping:
• Motivasi mengidentifikasi system pendukung yang tersedia
• Damping saat berduka (mis.penyakit kronis, kecacatan)
• Perkenalkan dengan orang atau kelompok atau kelompok yang berhasil
mengalami pengalaman sama
• Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
• Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
• Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan yang sama
• Anjurkan penggunaan sumber spiritual, jika perlu
• Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
DP3: Ketidakmampuan koping keluarga
b.d Resistensi keluarga thd perawatan
/pengobatan yg komplek (D.0093)
• Promosi koping:
• Anjurkan keluarga terlibat
• Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
• Anjurkan keluarga terlibat
• Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
• Anjurkan cara memecahkan maslah secara konstruktif
• Latih penggunaan teknik relaksasi
• Latih kemampuan social, sesuai kebutuhan
• Latih mengembangkan penilaian objektif
DIAGNOSA KEPERAWATAN LAIN YG
BISA MUNCUL
• Risiko Hipovolemia (D.0034)
• Nyeri akut (D.0077)
• Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)
EVALUASI
Tujuan tercapai yg dibuktikan:
• Anak mengalami penurunan nyeri.
• Anak mempertahankan mobilitas fisik yg optimal dibuktikan dgn
rentang gerak (ROM) normal dan aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuan.
• Keluarga mengatasi penyakit anak secara efektif.
• Risiko anak untuk mengalami cedera akibat kemungkinan
pendarahan berkurang mell penggunaan tindakan profilaksis yg
tepat.
EDUKASI PASIEN
• Mulai masa bayi, evaluasi gigi secara teratur dianjurkan, bersama dengan instruksi
mengenai kebersihan mulut yg benar, perawatan gigi, dan fluoridasi yg adekuat.
• Dorong pasien utk melakukan OR yg sesuai. Sarankan pasien utk tidak
berpartisipasi dalam OR kontak dan benturan.
• Pendidikan pasien dan klga ttg pengenalan dini tanda dan gejala perdarahan
penting untuk memulai atau meningkatkan intensitas terapi penggantian. Perawatan
ini membantu mencegah komplikasi penyakit akut dan kronis, yg berkisar dari yang
dapat mengganggu kualitas hidup hingga yg mengancam jiwa.
• Mendidik pasien dan anggota klga ttg penggantian faktor di rumah telah sangat
meningkatkan kualitas hidup pasien dgn hemofilia berat dan memungkinkan infus
cepat untuk perdarahan dan secara nyata mengurangi kebutuhan untuk kunjungan
gawat darurat.
ASKEP THALASEMIA
Oleh:
Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep., Ns., M.Kes
DEFINISI THALASEMIA
• https://www.youtube.com/watch?v=DzbK33HYOA0
• Thalasemia: penyakit kongenital yg berbeda-beda menimbulkan
terjadinya sintesis salah satu atau lebih sub unit hemoglobin.
• Thalasemia: penyakit keturunan akibat kekurangan salah satu zat
pembentuk hemoglobin, shg produksinya berkurang.
• Thalasemia: se kelp penyakit atau kelainan heriditer yg heterogen
disebabkan oleh adanya defek produksi Hb yg tidak normal, akibat
adanya kelainan sintesis rantai globin dan biasanya disertai kelainan
indeks-indeks eritrosit (red cell indeks) dan morfologi eritrosit.
DEFINISI THALASEMIA
• Thalasemia: suatu sindrom kelainan darah yg diwariskan
(inherited) dan merup kelp penyakit hemoglobinopati, yi
kelainan yg disebabkan oleh ggn sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Kelainan hemoglobin
pada penderita thalasemia akan menyebabkan eritrosit
mudah mengalami destruksi, shg usia SDM menjadi lebih
pendek dari normal yi berusia 120 hari.
DEFINISI THALASEMIA
• Thalasemia: penyakit darah bawaan yg diturunkan dari
orang tua dgn membawa gen thalassemia (carriers).
Penderita thalassemia tak dapat bertahan hidup lama.
Penyakit thalassemia harus mendapatkan perawatan khusus
yaitu dengan cara mendapatkan transfusi darah tiap satu
bulan sekali secara rutin.
ETIOLOGI THALASEMIA
• Thalasemia dapat terjadi krna ketidakmampuan sutul membentuk
protein yg dibutuhkan utk memproduksi Hb secara sempurna. Hb
merup protein kaya zat besi yg berada didalam SDM (eritrosit) &
berfungsi utk membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.
• Penyakit ini merup anemia hemolitik herediter yg diturunkan
secara resesif. Di t.d defisiensi produksi globin pada Hb.
Terjadinya kerusakan SDM didalam pembuluh darah shg umur
eritrosit menjadi pendek. Kerusakan tsb karena Hb yg tak normal
PATOFISIOLOGI
• Kelebihan pada rantai alpha ditemukan pada beta thalasemia dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada alpha thalasemia. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra eritrosik
yg mengalami presipitasi, yg terjadi sbg rantai polipeptida alpa dan beta, atau
t.d Hb tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam Hb menstimulasi bone marrow memproduksi RBC
yg lebih. Dalam stimulasi yg konstan pada bone marrow, produksi RBC
secara terus-menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepat mengalami
destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi Hb. Kelebihan
produksi dan destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi
hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi RBC menyebabkan bone
marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
KLASIFIKASI THALASEMIA
• Thalasemia minor atau α-Thalasemia
• Thalasemia mayor atau β-Thalasemia
α-THALASEMIA
• Thalasemia minor ini dapat disebut juga sbg pasien yg
membawa sifat atau karier
• Kebanyakan tidak bergejala dan pasien tidak tahu bahwa
dirinya pembawa sifat dan tergolong terhadap kelp individu
sehat yg beresiko
β-THALASEMIA
• Pasien dgn thalasemia mayor sudah terdeteksi sebelum usia 1 th.
• Gejala yg dicurigai sbg thalasemia mayor: anemia simtomatik pada
usia 6-12 bln, nilai Hb rendah (3-4g%), lemah, pucat, pertumb &
perkemb terhambat, splenomegali (pada anak lebih besar).
• Gejala khas: bentuk muka mongoloid (hidung pesek, tanpa pangkal
hidung, jarak antara dua mata lebar, tulang dahi juga melebar) dan
kuning atau pucat sampai kehitaman pada kulit (penimbunan besi
dari trasfusi).
Manifestasi Klinis Thalasemia Minor
• Tampilan klinis normal, splenomegali & hepatomegali ditemukan pada
sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai dgn sutul,
anemia ringan.
• Pada penderita yg berpasangan harus melakukan pmx. Hal ini sebabkan
karier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dgn
thalasemia mayor.
• Pada anak yg sudah besar sering kali ditandai:
• Gizi buruk.
• Perut membesar (buncit) krna pembesaran limpa & hati yg mudah diraba.
• Aktivitas tidak aktif krna pembesaran limpa dan hati. Limpa yg besar ini mudah
ruptur krna trauma ringan saja.
Manifestasi Klinis Thalasemia Mayor
Gejala klinis sudah dpt terlihat sejak anak usia <1 tahun:
• Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, yg bersamaan dgn turunnya kadar
Hb fetal
• Anemia mikrositik berat: sel hemoglobin rendah mencapai 3 atau 4gram %
• Tampak lemah dan pucat
• Pertumb fisik & perkemb terhambat, kurus, penebalan tulang tengkorak,
splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran patognomonik “hair on end”
• BB berkurang
• Tidak dapat hidup tanpa transfusi
Manifestasi Klinis Thalasemia Intermedia

• Anemia mikrositik, bentuk heterozigot


• Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor
dan thalasemia mayor
• Terjadi anemia sedikit berat 7-9 gram/dL dan splenomegaly
• Tidak tergantung pada tranfusi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Darah tepi:
• Hb, gambaran morfologi eritrosit.
• Retikulosit meningkat.
• Red cell distribution Menyatakan variasi ukuran eritrosit.
• Tes DNA dilakukan jika pemeriksaan hematologis tidak mampu
menegakkan diagnosis hemoglobinopita
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan khusus
• Hb F meningkat meningkat: 20%-90% hemoglobin total.
• Elektroforesis hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
• Pmx pedigree: kedua orangtua pasien thalasemia mayor merup trait
(carrier) dgn hemoglobin A2 meningkat
• Pemeriksaan lain
• Foto rongen tulang belakang: gambaran hair to end, korteks menipis,
tulang pipih melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
• Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang: perluasan sutul shg trabekula
tampak jelas.
PENATALAKSANAAN
• Pengobatan Thalasemia bergantung pada jenis dan tingkat keparahan.
• Seorang pembawa atau yg memiliki sifat alfa atau beta Thalasemia
cenderung ringan atau tanpa gejala & hanya membutuhkan sedikit atau
tanpa pengobatan.
• Terdapat 3 standar perawatan umum utk Thalasemia tingkat menengah
atau berat yi transfusi darah, terapi besi dan chelation, serta
menggunakan suplemen asam folat.
• Selain itu, terdapat perawatan lain yi transplantasi sutul belakang,
pendonoran darah tali pusat, dan HLA.
1. TRANSFUSI DARAH
• Transfusi yg dilakukan adalah transfusi SDM.
• Merup terapi utama pasien Thalasemia sedang atau berat.
• Transfusi darah hrs dilakukan secara rutin krna dlm waktu 120 hari
SDM akan mati.
• Khusus untuk penderita beta Thalasemia intermedia, transfusi darah
hanya dilakukan sesekali saja, tak secara rutin. Beta Thalasemia
mayor (Cooleys Anemia) hrs dilakukan secara teratur, terapi
diberikan secara teratur utk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl.
2. Terapi Khelasi Besi (Iron Chelation)
• Hemoglobin dalam SDM adalah zat besi yg kaya protein.
Apabila melakukan transfusi darah secara teratur dapat
mengakibatkan penumpukan zat besi dalam darah. Kondisi
ini dapat merusak hati, jantung, dan organ lainnya.
• Untuk mencegah kerusakan ini, terapi khelasi besi
diperlukan untuk membuang kelebihan zat besi dari tubuh.
Terdapat dua obat-obatan yg
digunakan dalam terapi khelasi besi
• a. Deferoxamine: obat cair yg diberikan melalui bawah kulit
secara perlahan-lahan dan biasanya dgn bantuan pompa
kecil yg digunakan dalam kurun waktu semalam. Terapi ini
memakan waktu lama dan sedikit memberikan rasa sakit.
SE dari pengobatan ini dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan dan pendengaran.
• b. Deferasirox: pil yg dikonsumsi sekali sehari. SE: sakit
kepala, mual, muntah, diare, sakit sendi, dan kelelahan.
3. SUPLEMEN ASAM FOLAT
• Asam folat adalah vit B yg dapat membantu pembangunan SDM yg
sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan
transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.
• a. Transplantasi sutul belakang atau Bone Marrow Transplantation
(BMT) sejak tahun 1900 telah dilakukan. Darah dan sumsum
transplantasi sel induk normal akan menggantikan sel-sel induk yg
rusak. Sel-sel induk adalah sel- sel di dalam sutul yg membuat SDM.
Transplantasi sel induk adalah satu-satunya pengobatan yg dapat
menyembuhkan Thalasemia. Namun, memiliki kendala krna hanya
sejumlah kecil orang yg dapat menemukan pasangan yg baik antara
donor dan resipien.
3. SUPLEMEN ASAM FOLAT
• b. Pendonoran darah tali pusat (Cord Blood): darah yg ada
di dalam tali pusat dan plasenta adalah sumber kaya sel
induk, bangunan blok dari sistem kekebalan tubuh manusia.
Dibandingkan dengan pendonoran sumsum tulang, darah
tali pusat non-invasif, tidak nyeri, lebih murah dan relatif
sederhana.
4. HLA (Human Leukocyte Antigens)
• Human Leukocyte Antigens (HLA): protein yg terdapat pada
sel dipermukaan tubuh. Sistem kekebalan tubuh kita
mengenali sel kita sendiri sebagai 'diri' dan sel ‘asing’ sbg
lawan didasarkan pada protein HLA ditampilkan pada
permukaan sel kita.
• Pada transplantasi sutul, HLA ini dapat mencegah terjadinya
penolakan dari tubuh serta Graft versus Host Disease
(GVHD). HLA yg terbaik untuk mencegah penolakan adalah
melakukan donor secara genetik berhub dgn penerima.
KOMPLIKASI THALASEMIA
• Komplikasi pada Jantung
• Kelainan jantung khususnya gagal jantung kiri berkontribusi lebih dari setengah
terhadap kematian pada penderita thalasemia. Penyakit jantung pada penderita
thalasemia mungkin bermanifestasi sbg kardiomiopati hemosiderrhosis, gagal
jantung, HT pulmonal, aritmia, disfungsi sistolik /diastolik, effusi pericardial,
miokarditis atau perikarditis.
• Penumpukan besi merup faktor utama yg berkontribusi terjadinya kelainan pada
jantung, adapun faktor lain yg berpengaruh a.l genetik, faktor imunologi, infeksi dan
anemia kronik.
• Pada pasien yg mendapatkan transfusi darah tapi tak mendapatkan terapi kelasi
besi, penyakit jantung simtomatik dilaporkan 10 tahun setelah pemberian transfusi
pertama kali.
KOMPLIKASI THALASEMIA
• Komplikasi endokrin
• Insiden yg tinggi pada disfungsi endokrin telah dilaporkan pada anak,
remaja, dan dewasa muda yg menderita thalasemia mayor. Umumnya
komplikasi yg terjadi yi hypogonadotropik hipogonadisme dilaporkan di
atas 75%. Pituari anterior adalah bag yg sangat sensitif terhadap
kelebihan besi yg akan mengganggu sekresi hormonal a.l disfungsi
gonad. Perkemb seksual mengalami keterlambatan dilaporkan 50%
anak laki-laki dan perempuan mengalami hal tsb, biasanya pada anak
perempuan akan mengalami amenorrhea. Selama masa kanak-kanak
pertumb bisa dipengaruhi oleh kondisi anemia dan masalah endokrin.
KOMPLIKASI THALASEMIA
• Masalah tsb mengurangi pertumb yg harusnya cepat dan progresif
menjadi terhambat dan pada akhirnya biasanya anak dgn thalasemia
akan mengalami postur pendek. Faktor lain yg berkontribusi a.l infeksi,
nutrisi kurang, malabsorbsi vit D, def kalsium, def zinc dan tembaga,
rendahnya level insulin spti growth faktor-1(IGF-1) dan IGF-binding
protein3(IGFBP-3). Komplikasi endokrin lain: intoleransi glukosa yg
disebabkan penumpukan besi pada pancreas shg mengakibatkan
diabetes. Disfungsi thyroid sering ditemui, biasanya terjadi peningkatan
kadar TSH. Hypothyroid pada tahap awal bersifat reversibel dgn kelasi
besi secara intensif.
KOMPLIKASI THALASEMIA
• Komplikasi metabolik
• Sering ditemukan: rendahnya masa tulang yg disebabkan
oleh hilangnya pubertas spontan, malnutrisi, disfungsi
multiendokrin dan defisiensi vit D, kalsium dan zinc.
• Masa tulang bisa diukur dgn melihat Bone Mineral Density
(BMD) menggunakan dual x-ray pada tiga tempat yi tulang
belakang, femur dan lengan. Rendahnya BMD sbg
manifestasi osteoporosis apabila T score <- 2,5 dan
osteopeni apabila T score-1 sampai-2.
KOMPLIKASI THALASEMIA
• Komplikasi hepar
• Setelah 2 th dari pemberian transfusi yg pertama kali
pembentukan kolagen dan fibrosis terjadi sbg dampak dari
adanya penimbunan besi yg berlebih.
• Penyakit hati yg sering muncul: hepatomegali, penurunan
konsentrasi albumin, peningkatan aktivitas aspartat dan
alanin transaminase. Adapun dampak lain yg berkaitan dgn
penyakit hati adalah timbulnya Hepatitis B dan Hepatitis C
akibat pemberian transfusi.
KOMPLIKASI THALASEMIA
• Komplikasi Neurologi
• Komplikasi neurologis pada penderita thalasemia beta
mayor dikaitkan dgn beberapa faktor a.l adanya hipoksia
kronis, ekspansi sutul, kelebihan zat besi dan adanya
dampak neurotoksik dari pemberian desferrioxamine.
Temuan abnormal dalam fungsi pendengaran, timbulnya
potensisomatosensory t.u disebabkan oleh neurotoksisitas
desferioxamin & adanya kelainan dlm konduksi saraf.
PENGKAJIAN
• Asal keturunan atau kewarganegaraan: thalasemia banyak dijumpai
pada bangsa di sekitar Laut Tengah (Mediterania), spti Turki,
Yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak
dijumpai pada anak, dan merup penyakit darah yg paling banyak
diderita.
• Umur: pada thalasemia mayor menunjukkan gejala klinisnya secara
jelas sejak anak usia <1 th. Sedangkan pada thalasemia yg
gejalanya lebih ringan biasanya baru datang utk pengobatan pada
usia sekitar 4-6 th.
PENGKAJIAN
• Riwayat kesehatan anak: kecenderungan mudah timbul infeksi sal nafas atas
atau infeksi lainnya, karena rendahnya Hb yg berfungsi sbg alat transportasi.
• Pertumbuhan dan perkembangan: sering didapatkan data adanya
kecenderunga gangguan tumbuh kembang sejak anak masih bayi, krna
pengaruh hipoksia jar yg bersifat kronik. Hal ini terjadi t.u utk thalasemia
mayor. Pertumb fisik kecil utk usianya dan adanya keterlambatan kematangan
seksual spti tak ada pertumb rambut, pubis, dan ketiak. Kecerdasan anak
juga dpt mengalami penurunan. Namun, pada thalasemia minor sering kali
terlihat spti pertumb & perkemb anak normal
PENGKAJIAN
• Pola makan: anak sering kali mengalami kesulitan makan,
hal ini sebabkan adanya anoreksia shg BB anak sangat
rendah & tak s.d usianya.
• Pola aktivitas: anak terlihat lemah dan tidak lincah spti anak
pada usianya. Anak lebih banyak istirahat, krna mudah
merasa lelah.
PENGKAJIAN
• Riwayat kesehatan keluarga
• Karena thalasemia merup penyakit keturunan, perlu dikaji
orangtua yg menderita thalasemia. Bila kedua orangtua
menderita thalasemia, maka anaknya berisiko menderita
thalasemia mayor. Oki, konseling pranikah sebaiknya perlu
dilakukan krna berfungsi utk mengetahui adanya penyakit yg
mungkin disebabkan dari keturunan.
PENGKAJIAN
• Riwayat ibu saat hamil (Ante natal care)
• Selama masa kehamilan hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor risiko thalasemia. Sering kali orang
tua merasa dirinya sehat. Bila diduga ada faktor risiko, maka
ibu perlu dijelaskan risiko yg mungkin akan dialami oleh
anaknya nanti setelah lahir. Utk memastikan diagnosis, ibu
segera mungkin dirujuk ke tempat fas-kes untuk
mendapatkan tindakan lanjut.
PENGKAJIAN
• Kesiapan dalam belajar
• Pada anak thalasemia dapat dilihat melalui sikap
keingintahuan, respon dalam menerima pelajaran yg
diberikan. Hal tsb yg menjadi kebutuhan belajar pada anak
thalasemia.
PEMERIKSAAN FISIK
• KU: Anak biasanya terlihat lemah & kurang bergairah, tak selincah
anak seusia yg normal.
• Kepala dan bentuk wajah: pada anak yg belum atau tak
mendapatkan pengobatan memp bentuk khas yi kepala
membesar dan bentuk wajah mongoloid (hidung pesek tanpa
pangkal hidung), jarak mata lebar, serta tulang dahi terlihat lebar.
• Mata dan konjungtiva: terlihat pucat (anemis) dan kekuningan.
• Bibir: terlihat pucat kehitaman.
PEMERIKSAAN FISIK
• Pada inspeksi: terlihat dada sebelah kiri menonjol disebabkan
adanya pembesaran jantung yg disebabkan anemia kronik.
• Perut: kelihatan membuncit serta ketika melakukan palpasi
adanya pembesaran limpa dan hati (hepatospeknomegali).
• Pertumbuhan fisik: kecil & BB kurang dari normal utk anak
seusianya.
• Adanya keterlambatan pertumbuhan: organ seks sekunder untuk
anak usia pubertas.
PEMERIKSAAN FISIK
• Kulit: pucat kekuningan, jika anak sering mendapatkan
transfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu spti besi.
Hal ini sebabkan adanya penimbunan zat besi dalam
jaringan kulit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Konsentrasi Hemoglobin
(D.0009)
• Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Mencerna Makanan
(D.0019)
• Gangguan Tumbuh Kembang b.d Defisiensi Stimulus
(D.0106)
• Intoleransi Aktivitas b.d Kelemahan (D.0056)
• Resiko Infeksi (D.0142)
DP1: Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d
Konsentrasi Hemoglobin (D.0009)
• Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
1x24 jam maka, perfusi perifer meningkat
• Luaran Utama: Perfusi Perifer (L.02011)
• Kriteria Hasil:
• a. Turgor kulit membaik
• b. Penyembuhan luka membaik
• c. Edema perifer menurun
• d. Nekrosis menurun
DP1: Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d
Konsentrasi Hemoglobin (D.0009)
• Intervensi Pendukung:
• Transfusi Darah (I.02099):
• Monitor TTV sebelum, selama dan setelah transfusi
• Monitor reaksi transfuse
• Atur kecepatan aliran transfusi s.d produk darah 10-15 ml/kg BB
dlm 2-4 jam
• Jelaskan tujuan dan prosedur transfusi
DP2: Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan
Mencerna Makanan (D.0019)
• Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
1x24 jam maka, status nutrisi membaik
• Luaran Utama: Status Nutrisi (L.03030)
• Kriteria Hasil:
• Nafsu makan membaik
• Kekuatan otot pengunyah meningkat
• Frekuensi makan membaik
• Kekuatan otot menelan meningkat
DP2: Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan
Mencerna Makanan (D.0019)
• Intervensi Utama:
• Manajemen Nutrisi (I.03119)
• Identifikasi status nutrisi
• Identifikasi makanan yang disukai
• Berikan suplemen makanan, jika perlu
• Anjurkan posisi duduk, jika mampu
• Ajarkan diet yang diprogramkan
• Kolaborasi dgn ahli gizi utk menentukan jumlah kalori & jenis
nutrien yg dibutuhkan, jika perlu
DP3: Gangguan Tumbuh Kembang b.d
Defisiensi Stimulus (D.0106)
• Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
1x24 jam maka, status perkembangan membaik
• Luaran Utama: Status Perkembangan (L.10101)
• Kriteria Hasil:
• a. Kemampuan melakukan perawatan diri meningkat
• b. Adanya kontak mata
• c. Pola tidur membaik
• d. Ketrampilan atau perilaku sesuai usia meningkat
DP3: Gangguan Tumbuh Kembang b.d
Defisiensi Stimulus (D.0106)
• Intervensi Utama:
• Promosi Perkembangan Anak (I.10340)
• Identifikasi kebutuhan khusus anak & kemampuan adaptasi anak
• Berikan mainan yg s.d usia anak
• Ajarkan sikap kooperatif, bukan kompetisi diantara anak
• Demonstrasikan keg yg meningkatkan perkemb pada pengasuh
• Rujuk untuk konseling, jika perlu
DP4: Intoleransi Aktivitas b.d
Kelemahan (D.0056)
• Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
1x24 jam maka, toleransi aktivitas meningkat
• Luaran Utama: Toleransi Aktivitas (L.05047)
• Kriteria Hasil:
• a. Frekuensi nadi meningkat
• b. Keluhan lelah menurun
• c. Dyspnea saat/setelah beraktivitas menurun
DP4: Intoleransi Aktivitas b.d
Kelemahan (D.0056)
• Intervensi Utama:
• Manajemen energy (I. 05178)
• 1) Monitor kelelahan fisik dan emosional
• 2) Monitor pola dan jam tidur
• 3) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
• 4) Anjurkan tirah baring
• 5) Anjurkan melakukan aktivitas bertahap
DP5: Resiko Infeksi (D.0142)
• Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam
maka, tingkat infeksi menurun
• Luaran Utama: Tingkat Infeksi (L.14137)
• Kriteria Hasil:
• a. Nafsu makan meningkat
• b. Kemerahan menurun
• c. Nyeri menurun
• d. Bengkak menurun
• e. Kebersihan tangan meningkat
DP5: Resiko Infeksi (D.0142)
• Intervensi Utama:
• Perawatan Luka (I.14558):
• 1) Monitor karakteristik luka (drainase, warna, ukuran, bau)
• 2) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
• 3) Bersihkan dengan cairan NaCl
• 4) Bersihkan jaringan nekrotik
• 5) Berikan salep yang sesuai ke kulit
• 6) Pasang balutan sesuai jenis luka
• 7) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• 8) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
IMPLEMENTASI
• Pelaksanaan Asuhan Keperawatan ini merupakan realisasi
dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada
klien
EVALUASI
• Evaluasi merup langkah terakhir dalam proses keperawatan.
• Evaluasi: keg yg di sengaja dan terus menerus dgn melibatkan
klien, perawat, dan anggota tim kes lainnya, dalam hal ini diperlukan
pengetahuan ttg kesehatan, patofisiologis, dan strategi evaluasi.
• Tujuan evaluasi: utk menilai apakah tujuan dlm renc keperawatan
tercapai atau tidak, dan utk melakukan pegkajian ulang dibagi
menjadi 3 yi
• 1. Masalah teratasi
• 2. Masalah teratasi sebagian
• 3. Masalah tidak teratasi
ASUHAN KEPERAWATAN
LEUKEMIA
Oleh:
Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep., Ns., M.Kes
PENGERTIAN LEUKIMIA
• https://www.youtube.com/watch?v=6xdgRo97YZM
• https://www.youtube.com/watch?v=Eh1yMDi6wAo
• Leukemia: penyakit keganasan sel darah yg berasal dari
sutul biasanya ditandai oleh proliferasi SDP dgn
manisfestasi berupa sel-sel abnormal dlm darah tepi (sel
blast) secara berlebihan yg menyebabkan terdesaknya sel
darah normal shg mengakibatkan fungsinya terganggu
PENGERTIAN LEUKIMIA
• Leukemia: penyakit ini terjadi ketika sel darah membelah
tidak terkontrol dan mengganggu pembelahan sel darah
normal. Merup jenis penyakit SDP yg diproduksi oleh sutul
(bone marrow)
• Leukemia: poliferasi sel lekosit yg abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yg lain d.p normal, jumlahnya
berlebihan & dapat menyebabkan anemia, trombisitopeni
dan diakhiri dgn kematian
ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yg menyebabkan terjadinya leukemia:
• Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perub
struktur gen (T cell leukemia lymphoma virus/HTLV)
• Tingkat radiasi yg sangat tinggi
• Obat-obatan imunosupresif, obat-obat karsinogenik spti
diethylstilbestrol
• Faktor herediter, misal kembar monozigot
• Kelainan kromosom, misal down syndrome
FAKTOR YG DIDUGA MEMENGARUHI
TERJADINYA LEUKEMIA
Radiasi Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa:
• Para pegawai radiologi berisiko untuk terkena leukemia
• Pasien yg menerima radioterapi berisiko terkena leukemia
• Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom
Hiroshima dan Nagasaki di Jepang.
FAKTOR YG DIDUGA MEMENGARUHI
TERJADINYA LEUKEMIA
Faktor Leukemogenik terdapat bbrp zat kimia yg dapat
memengaruhi frek leukemia:
• Racun lingk spti benzena: paparan pada tingkat-tingkat yg tinggi
dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia.
• Bahan kimia industri spti insektisida dan formaldehyde.
• Obat utk kemoterapi: pasien kanker yg dirawat dgn obat kanker
tertentu adakalanya di kmd hari berkembang menjadi leukemia.
Contoh: obat yg dikenal sbg agen alkylating dihubungkan dgn
pengembangan leukemia bertahun-tahun kmd.
FAKTOR YG DIDUGA MEMENGARUHI
TERJADINYA LEUKEMIA
• Herediter misal pada penderita sindrom down yi suatu
penyakit yg disebabkan oleh kromosom abnormal mungkin
meningkatkan risiko leukemia, memiliki insidensi leukemia
akut 20 kali lebih besar d.p orang normal.
• Virus dapat menyebabkan leukemia menjadi retrovirus, virus
leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
TANDA & GEJALA UMUM
• Rasa tak sehat
• Demam
• Pucat
• Kurang nafsu makan shg BB menurun
• Malaise, kelelahan nyeri tulang & sendi
• Epistaksis
• Rentan thdp infeksi
• Sakit kepala
TANDA & GEJALA
(P2PTM KEMKES, 2019)
• Pucat, lemah, nafsu makan menurun
• Kejang sampai penurunan kesadaran
• Pembesaran testis dengan konsistensi keras
• Nyeri tulang
• Perdarahan kulit (petekie, hematom) & atau perdarahan spontan
(epitaksis, perdarahan gusi)
• Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
• Demam tanpa sebab yg jelas
KLASIFIKASI LEUKIMIA
KLASIFIKASI KARAKTERISTIK MANIFESTASI TERAPI
Leukimia Terutama menyerang Infeksi berulang, Kemoterapi,
Limfositik Akut anak-anak & dewasa perdarahan, pucat, nyeri transplantasi sutul
(ALL) muda, sel leukimik tulang, penurunan BB, luka (BMT) atau
dapat menginfiltrasi tenggorokan, keletihan, transplantasi sel
SSP keringat malam, kelemahan induk (SCT)
Leukimia Terutama menyerang Keletihan, intoleransi Seringkali tidak
Limfositik Kronik lansia, awitan samar & latihan, limfadenopati & membutuhkan
(CLL) perjalanan lambat splenomegaly, infeksi pengobatan,
berulang, pucat, edema, kemoterapi, BMT
tromboflebitis
KLASIFIKASI LEUKIMIA
KLASIFIKASI KARAKTERISTIK MANIFESTASI TERAPI
Leukimia Myeloid Umumnya pada lansia. Keletihan, kelemahan, demam, Kemoterapi: SCT
Akut (AML) Dapat menyerang anak- anemia, sakit kepala, nyeri tulang
anak & dewasa muda. Erat & sendi, perdarahan & memar
dikaitkan dgn toksin, abdomen, infeksi berulang,
kelainan genetik, & terapi limfadenopati, splenomegaly &
kanker lainnya. hepatomegaly.
Leukimia Myeloid Terutama menyerang Awal: kelelahan, keletihan, Interferon-apfa,
Kronik (CML) dewasa, perjalanan awal dispnea pada aktivitas, kemoterapi dgn
lambat & stabil, kemungkinan splenomegaly. misilat imatinib
berkembang menjadi fase Akhir: demam, penurunan BB, (Gleevac), SCT
agresif dalam 3-4 tahun. keringat malam
PATOFISIOLOGI
• Pada keadaan normal, SDP berfungsi sbg pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang s.d
perintah, dapat dikontrol s.d kebutuhan tubuh.
• Leukemia dpt meningkatkan produksi SDP pada sutul yg
lebih dari normal. SDP terlihat berbeda dgn sel darah normal
dan tak berfungsi spti biasanya. Sel leukemia memblok
produksi SDP yg normal, merusak kemampuan tubuh thdp
infeksi. Sel leukemia juga dpt merusak produksi sel darah
lain pada sutul termasuk SDM.
PATOFISIOLOGI
• Leukemia: jenis gangguan pada sistem hematopoitek yg terkait
dgn sutul & pembuluh limfe di t.d tak terkendalinya proliferasi dari
leukemia dan prosedurnya.
• Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya
(granulosit dlm sutul limfosit di dalam limfenoid) dan menyebar ke
organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yg lebih besar
(splenomegaly, hepatomegaly).
• Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal
sel hematopetik lainya dan mengarah ke pembelahan sel yg cepat
dan ke sitopenia.
PATOFISIOLOGI
• Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu
shg akan menimbulkan anemia dan trombositopenia, sistem
retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan
sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi, manifestasi
akan tampak pada gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, SSP.
• Gangguan pada nutrisi dan metabolism, depresi sutul yg akan
berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan
dan peningkatan tekanan jar, & adanya infiltrasi pada eksra medular
akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, dan nyeri
persendian.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pmx darah: Hb & eritrosit menurun, leukosit rendah, trombosit
rendah
• Pmx sutul: hasil pmx hampir selalu penuh dgn blastosit abnormal
dan sistem hemopoitik normal terdesak. Aspirasi sutul (BMP)
didapatkan hiperseluler t.u banyak terdapat sel muda
• Lumbal punksi: utk mengetahui apakah SSP terinfiltrasi
• Biopsi limpa: memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yg
berasal dari jar limpa akan terdesak spti limfosit normal, RES,
granulosit
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(RAHAJENG, 2021)
• Darah rutin dan hitung jenis
• Aspirasi sum-sum tulang
• Foto toraks AP dan Lateral
• Pungsi lumbal
• Sitokimia sum-sum tulang
• Imunofenoti ping
• Sitogenetik
PENATALAKSANAAN (FARMAKOLOGI)
• Kemoterapi
• Radioterapi
• Transplantasi sutul
• Penanganan suportif
KEMOTERAPI
• SE muncul krna obat-obatan kemoterapi sangat kuat dan tak
hanya membunuh sel-sel kanker, tapi juga menyerang sel-sel
sehat, t.u sel yg membelah dgn cepat, misal sel rambut, sutul
belakang, kulit, mulut & tenggorokan serta sal pencernaan.
• Akibat: rambut rontok, hemoglobin, trombosit, dan SDP
berkurang, tubuh lemah, merasa lelah, sesak napas, mudah
mengalami perdarahan, mudah terinfeksi, kulit
membiru/menghitam, kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan
terasa kering dan sulit menelan, sariawan, mual, muntah, nyeri
pada perut, menurunkan nafsu seks & kesuburan krna perub
hormon.
KEMOTERAPI
• Bbrp pasien menganggap SE kemoterapi yg sangat melemahkan tsb
sbg sesuatu yg lebih buruk d.p penyakit kanker itu sendiri. Konsekuensi
yg menyertai kemoterapi membuat sebag besar pasien yg telah
didiagnosis menderita kanker diliputi rasa khawatir, cemas dan takut
menghadapi ancaman kematian & rasa sakit saat menjalani terapi.
• Kemoterapi dilakukan utk membunuh sel kanker dgn obat anti kanker.
Frek pemberian dpt menimbulkan efek yg dpt memperburuk status
fungsional pasien.
• Efek kemoterapi: supresi sutul, gejala gastrointestinal spti mual, muntah,
kehilangan BB, perub rasa, konstipasi, diare & gejala lain: alopesia,
fatigue, perub emosi, dan perub pada sistem saraf.
RADIOTERAPI
• Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi utk membunuh sel
leukemia. Radiasi yg digunakan t.d dari gelombang elektromagnetik
/foton (sinar-X dan sinar λ) dan partikel (alfa, proton dan neutron).
• Radiasi partikel p.u menyebabkan ionisasi jar biologi secara
langsung. Hal ini disebabkan energi kinetik partikel dapat langsung
merusak struktur atom jar biologi yg dilewatinya, & mengakibatkan
kerusakan kimia & biologi molekular. Lain halnya dgn radiasi
partikel, radiasi elektromagnetik mengionisasi secara tak langsung
dgn cara membentuk elektron sekunder terlebih dulu utk
mengakibatkan kerusakan jaringan.
RADIOTERAPI
• Radiasi pada jar biologik dibagi menjadi 3 fase yi fase fisika,
kimia, & biologi. Radiasi pengion foton yg mengenai jar
biologi, awalnya menyebabkan fase fisika dgn metode
ionisasi dan eksitasi. Selanjutnya, terjadi fase kimia dgn
terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yg terbentuk
mengakibatkan kerusakan biologi dgn cara merusak DNA.
Kerusakan DNA yg tak bisa diperbaiki akan menyebabkan
kematian sel.
TRANSPLANTASI SUTUL
• Dilakukan untuk mengganti sutul yg rusak krna dosis tinggi
kemoterapi atau terapi radiasi.
• Selain itu, transplantasi sutul berguna utk mengganti sel-sel
darah yg rusak krna kanker.
PENANGANAN SUPORTIF
• Fungsi: mengatasi akibat yg ditimbulkan penyakit leukimia & mengatasi SE obat.
Misal:
• Transfusi darah utk penderita leukemia dgn keluhan anemia
• Transfusi trombosit utk mengatasi perdarahan
• Pemberian antibiotika, anti jamur, dan anti virus bila perlu
• Pemberian komponen untuk meningkatkan kadar leukosit
• Pemberian nutrisi yg baik dan memadai
• Pendekatan psikososial
• Perawatan di ruang yg bersih
PENATALAKSANAAN
(NONFARMAKOLOGI)
• Pada pasien dgn leukimia srg didapati mengalami demam, dpt dilakukan
tindakan farmakologis, non farmakologis maupun kombinasi keduanya.
• Tindakan non farmakologis berupa kompres air hangat serta tindakan
tambahan dalam menurunkan panas spti teknik tepid sponge bath.
• Penurunan suhu tubuh dari tindakan kompres tepid sponge bath yi
dengan mengirim sinyal ke pusat pengaturan suhu atau hipotalamus
posterior bahwa suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka terjadi
penguapan dan terjadi efek penenang shg suhu tubuh menurun.
PENATALAKSANAAN
(NONFARMAKOLOGI)
• Selain demam, nyeri juga sering menjadi tanda dan gejala
khas yang dialami penderita leukemia.
• Tindakan nonfarmakologis t.d berbagai tindakan mencakup
intervensi perilaku & kognitif menggunakan agen-agen fisik
meliputi stimulus elektrik saraf kulit, akupuntur. Intervensi
perilaku kognitif meliputi tindakan distraksi, tehnik relaksasi,
imajinasi terbimbing, umpan balik biologis (biofeedback),
hypnosis, dan sentuhan terapeutik.
PENATALAKSANAAN
(NONFARMAKOLOGI)
• Tehnik distraksi sangat efektif digunakan utk mengalihkan rasa
nyeri, krna distraksi merup metode dlm upaya mengurangi rasa
nyeri & sering membuat pasien lebih menahan rasa nyerinya.
• Salah satu distraksi yg dapat digunakan yi terapi Guided Imagery
atau imageri terbimbing. Guided Imagery: pengembangan fs
mental yg mengekspresikan diri secara dinamik mell proses
psikofisologikal melibatkan seluruh indra & membawa perub thdp
perilaku, persepsi atau respon fisiologis dgn bimb seseorang atau
mell media.
PENATALAKSANAAN
(NONFARMAKOLOGI)
• Teknik guide imagery biasanya dimulai dgn proses relaksasi
seperti yi melakukan atau meminta pasien utk menutup mata
secara perlahan & meminta pasien menarik nafas dalam dan
menghembuskan perlahan.
• Kmd pasien dianjurkan utk mengosongkan pikiran &
meminta pasien memikirkan sesuatu yg membuat pasien
nyaman & tenang.
FAKTOR RISIKO
Predisposisi
• Kelainan genetik (keturunan)
• Kelainan kromosom kongenital (down syndrome)
• Defisiensi imun primer dan infeksi human T-cell leukimia
virus tipe 1 (HTLV-1)
• Jenis kelamin
• Disfungsi sumsum tulang kronis
FAKTOR RISIKO
Presipitasi
• Paparan radiasi tingkat tinggi (radiasi ion)
• Bahan kimia & obat-obatan
• Pengobatan kanker sebelumnya
• Paparan bahan kimia tertentu
• Merokok
PENGKAJIAN
• Identitas: Leukemia limfosit akut sering terdapat pada anak usia dibawah 15 tahun
(85%), puncak berada pada usia 2-4 tahun. Rasio lebih sering pada anak laki-laki.
• Riwayat kesehatan: biasanya pada anak dgn ALL mengeluh nyeri pada tulang, mual
muntah, tidak nafsu makan dan lemas.
• Riwayat penyakit dahulu: biasanya mengalami demam naik turun, gusi berdarah,
lemas, dibawa ke fas-kes terdekat krna belum mengetahui ttg penyakit yg diderita.
• Riwayat penyakit keluarga: adakah keluarga yg pernah mengalami penyakit ALL
krna merup penyakit genetik (keturunan).
• Riwayat pada faktor pencetus spti radiasi dan obat tertentu secara kronis.
PENGKAJIAN
• Manifestasi hasil pmx: biasanya di t.d pembesaran sutul dgn
sel-sel leukimia yg selanjutnya menekan fs sutul shg
menyebabkan gejala spti anemia di t.d penurunan BB,
kelelahan, pucat, malaise, kelemahan, dan anoreksia;
trombositopenia di t.d perdarahan gusi, mudah memar, dan
ptekie; netropenia di t.d demam tanpa adanya infeksi,
berkeringat di malam hari.
PENGKAJIAN
• Pmx Fisik: biasanya ditemukan pembesaran limpa
(splenomegali), pembesaran hati (hepatomegali).
• Pasien dgn ALL precursor sel-T ditemukan adanya dispnoe
dan pembesaran vena kava krna adanya supresi dari kelj
getah bening di mediastinum yg mengalami pembesaran.
Sekitar 5% kasus akan melibatkan SSP & dapat ditemukan
adanya peningkatan TIK (sakit kepala, muntah, papil edema)
atau paralisis saraf kranialis (t.u VI dan VII).
PENGKAJIAN
• Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pmx lab
(darah tepi): ditemukan adanya pensitopenia, limfositosis yg
kadang-kadang menyebabkan gb-an darah tepi monoton.
Terdapat sel blast yg merup gejala patogonomik utk
leukemia. Sutul: ditemukan gb-an monoton yi hanya t.d sel
limfopoetik, sedangkan sistem yg lain terdesak.
• Pmx lain: biopsi limpa, kimia darah, CSS, & sitogenik.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Perfusi Perifer Tidak Efektif (SDKI, 2017 D.0009 Hal: 37)
• Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis (SDKI, 2017
D.0077 Hal: 172)
• Hipertermia b.d Proses Penyakit (mis. Infeksi, Kanker)
(SDKI, 2017 D.0130 Hal: 284)
• Risiko Perdarahan (SDKI, 2017 D.0012 Hal: 42)
• Risiko Infeksi (SDKI, 2017 D.O142 Hal: 304)
DP1: Perfusi Perifer Tidak Efektif
(SDKI, 2017 D.0009 Hal: 37)
Tujuan:
• Setelah dilakukan askep selama.... diharapkan perfusi perifer meningkat dgn
kriteria hasil:
• Perfusi Perifer (SLKI, 2019 L.030281 Hal: 107):
• Kelemahan otot menurun
• Akral membaik
• Denyut nadi meningkat
• Status sirkulasi (SLKI, 2019 L.14134 Hal: 127):
• Kekuatan nadi meningkat
• Pucat menurun
• Tekanan nadi membaik
DP1: Perfusi Perifer Tidak Efektif
(SDKI, 2017 D.0009 Hal: 37)
Rencana:
• Pemantauan Hasil Laboratorium (SIKI, 2018 I.02057):
• Observasi:
• Identifikasi pmx lab yg diperlukan
• Monitor hasil lab yg diperlukan
• Periksa kesesuaian hasil lab dgn penampilan klinis pasien
• Terapeutik:
• Ambil sampel darah
• Interpretasikan hasil pmx lab
• Kolaborasi:
• Kolaborasi dgn dokter jika hasil lab memerlukan intervensi
DP1: Perfusi Perifer Tidak Efektif
(SDKI, 2017 D.0009 Hal: 37)
Rencana:
• Manajemen Hipovolemia (SIKI, 2018 I.03116 Hal: 184):
• Observasi:
• Periksa tanda gejala hypovolemia
• Monitor Intake dan Output cairan
• Terapeutik:
• Hitung kebutuhan cairan
• Berikan asupan cairan oral
• Edukasi:
• Anjurkan memperbanyak cairan oral
• Kolaborasi:
• Pemberian cairan Ringer Lactate menggunakan infus pump dgn kecepatan 90x/menit
• Pemberian produk darah (PRC dan AT)
DP2: Nyeri Akut b.d Agen Pencedera
Fisiologis (SDKI, 2017 D.0077 Hal: 172)
Tujuan:
• Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam diharapkan
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil:
• Nyeri akut (SLKI, 2019 L.080661 Hal: 145)
• Keluhan nyeri menurun
• Meringis menurun
• Kesulitan tidur menurun
• Frek nadi menurun
• Pola napas membaik
• Pola tidur membaik
DP2: Nyeri Akut b.d Agen Pencedera
Fisiologis (SDKI, 2017 D.0077 Hal: 172)
Rencana:
• Manajemen Nyeri (SIKI, 2018 I.03116 Hal: 184):
• Observasi:
• Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frek, kualitas, intensitas nyeri
• Identifikasi skala nyeri
• Identifikasi respon nyeri non verbal
• Identifikasi faktor yg memperberat & memperingan nyeri
• Terapeutik:
• Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
• Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
• Fasilitasi istirahat dan tidur
DP2: Nyeri Akut b.d Agen Pencedera
Fisiologis (SDKI, 2017 D.0077 Hal: 172)
Rencana:
• Manajemen Nyeri (SIKI, 2018 I.03116 Hal: 184):
• Edukasi:
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan tekhnik nonfarmakologi utk mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian analgetik
DP3: Hipertermia b.d Proses Penyakit
(mis. Infeksi, Kanker) (SDKI, 2017 D.0130
Hal: 284)
Tujuan:
• Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam diharapkan
termogulasi membaik dgn kriteria hasil:
• Termoregulasi (SLKI, 2019 L.12414 Hal: 86):
• Menggigil menurun
• Takikardia menurun
• Pucat menurun
• Suhu tubuh menurun
• Suhu kulit menurun
• TD membaik
DP3: Hipertermia b.d Proses Penyakit
(mis. Infeksi, Kanker) (SDKI, 2017 D.0130
Hal: 284)
Rencana:
• Manajemen Hipertermia (SIKI,2018 I.15506 Hal:181):
• Observasi:
• Identifikasi penyebab hipertermia
• Monitor suhu tubuh
• Terapeutik:
• Longgarkan pakaian
• Berikan cairan oral
• Berikan oksigen jika perlu
• Edukasi:
• Anjurkan tirah baring
• Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
DP4: Risiko Perdarahan (SDKI, 2017
D.0012 Hal: 42)
Tujuan:
• Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam
diharapkan kontrol risiko meningkat dengan kriteria hasil:
• Termoregulasi (SLKI, 2019 L.02017 Hal: 147):
• Hemoglobin membaik
• Hematokrit membaik
• Pemantauan perub status mental meningkat
• Suhu tubuh meningkat
DP4: Risiko Perdarahan (SDKI, 2017
D.0012 Hal: 42)
Rencana:
• Pencegahan Perdarahan (SIKI, 2018 L.02067 Hal: 283):
• Observasi:
• Monitor tanda & gejala perdarahan
• Monitor nilai hematokrit/hemoglobin
• Mengukur TTV
• Terapeutik:
• Pertahankan bedrest selama perdarahan
• Batasi tindakan invasif
DP4: Risiko Perdarahan (SDKI, 2017
D.0012 Hal: 42)
Rencana:
• Edukasi:
• Jelaskan tanda & gejala perdarahan
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan utk menghindari konstipasi
• Anjurkan meningkatkan asupan makanan
• Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
• Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan
• Kolaborasi pemberian produk darah
DP5: Risiko Infeksi (SDKI, 2017
D.O142 Hal: 304)
Tujuan:
• Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ... jam diharapkan tingkat
infeksi menurun dgn kriteria hasil:
• Tingkat Infeksi (SLKI, 2019 L.14137 Hal: 139):
• Demam menurun
• Kemerahan menurun
• Nyeri menurun
• Bengkak menurun
• Kadar SDP membaik
• Kultur darah membaik
DP5: Risiko Infeksi (SDKI, 2017
D.O142 Hal: 304)
Rencana:
• Pencegahan Infeksi (SIKI, 2018 I.14539 Hal: 283):
• Observasi:
• Monitor tanda & gejala infeksi
• Terapeutik:
• Batasi jumlah pengunjung
• Cuci tangan sebelum & sesudah kontak dgn pasien
• Edukasi:
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian imunisaasi
IMPLEMENTASI
• Melaksanakan hasil dari rencana keperawatan utk
selanjutnya di evaluasi utk mengetahui kondisi kes pasien
dlm periode yg singkat
• Mempertahankan daya tahan tubuh
• Mencegah komplikasi
• Menemukan perubahan sistem tubuh
• Memberikan lingk yg nyaman bagi klien
• Implementasi pesan dokter.
EVALUASI
Digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER
• S artinya data subjektif
• O artinya data objektif
• A artinya analisa masalah apakah sudah teratasi
• P artinya planning atau perencanaan selanjutnya
• I artinya implementasi yg dilakukan sesuai instruksi dlm komponen P
disertakan tgl & jam
• E adalah evaluasi respon klien setelah dilakukan implementasi
• R artinya pengkajian ulang/reassesment.
HYPERBILIRUBIN
Oleh:
Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep., Ns., M.Kes
PENGERTIAN
• Bilirubin: pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yg
merup bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme mell
proses reaksi oksidasi-reduksi yg terjadi di sistem retikulo
endothelial.
• Bilirubin diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah.
Bilirubin dibentuk oleh hati kmd dilepaskan ke dlm usus sbg
cairan yg befungsi utk membantu pencernaan.
PENGERTIAN
• Hiperbilirubinemia: peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah
shg melebihi nilai normal.
• Pada bayi baru lahir biasanya mengalami hiperbilirubinemia pada
minggu pertama setelah kelahiran.
• Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi bilirubin atau
mengalami hemolisis, kurangnya albumin sbg alat pengangkut,
penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh
hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
PENGERTIAN
• Hiperbilirubinemia: meningkatnya kadar bilirubin dalam
darah secara berlebihan shg dapat menimbulkan perub
pada bayi baru lahir yaitu warna kuning pada mata, kulit, &
mata yg disebut jaundice.
• Hiperbilirubinemia: peningkatan kadar bilirubin serum yg
disebabkan kelainan bawaan shg menyebabkan ikterus.
PENGERTIAN
• Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau
patologis dan dapat juga disebabkan oleh kombinasi
keduanya. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi baru lahir
tampak kuning, keadaan tsb timbul akibat akumulasi pigmen
bilirubin (4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yg berwarna ikterus atau
kuning pada sklera dan kulit.
PENYEBAB
• Adanya peningkatan produksi bilirubin akibat tingginya
jumlah sel darah merah, dmn sel darah merah mengalami
pemecahan sel yg lebih cepat.
• Misal pada hemolisis yg meningkat pada inkompatibilitas
darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G6-
PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
PENYEBAB
• Disfungsi hati pada bayi baru lahir shg organ hati pada bayi
tak dapat berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke
dalam air yg selanjutnya disalurkan ke empedu dan
diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen.
• Hal tsb menyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam
plasma shg terjadi ikterus pada bayi baru lahir.
PENYEBAB
• Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh asidosis, hipoksia, dan
infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom crigglerNajjar).
• Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam
hepar yg berperan penting dlm uptake bilirubin ke sel hepar.
PENYEBAB
• Gangguan transportasi bilirubin. Bilirubin dalam darah terikat
pada albumin kmd diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dgn
albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misal salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yg bebas dlm darah yg mudah
melekat pada sel otak.
PENYEBAB
• Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau diluar hepar. Kelainan diluar
hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar
karena penyebab lain.
PENYEBAB (faktor bayi)
• BB bayi kurang dari 2500 gram dapat memicu terjadinya
ikterus neonatus karena fungsi organ khususnya hati belum
matang utk memproses eritrosit.
• Asfiksia pada bayi baru lahir menjadi faktor ikterus pada bayi
karena organ pada neonates kekurangan asupan oksigen t.u
hati shg menyebabkan fungsi kerja organ tidak optimal yg
akibatnya glikogen yg dihasilkan dalam hari kurang, dan
terjadilah ikterus.
PENYEBAB (faktor ASI)
• Akibat peningkatan jumlah glukronidase yg terdapat dlm ASI,
menyebabkan ikterus ASI pada bayi. Peningkatan jumlah
glukronidase akan menimbulkan penambahan absorbsi
bilirubin oleh usus.
• Ikterus ini memiliki sifat sementara dan tidak lama
PENYEBAB (faktor ibu)
• Usia kehamilan (premature)
• Usia ibu saat hamil diatas 35 tahun
• Jarak persalinan cukup lama
• Ibu hamil multipara
PATOFISIOLOGI
• Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit
yg telah rusak. Kmd bilirubin indirek (tak terkonjugasi)
dibawa ke hepar dgn cara berikatan dgn albumin. Bilirubin
direk (terkonjugasi) kmd diekskresikan mell traktus
gastrointestinal. Bayi memiliki usus yg belum sempurna,
karna belum terdapat bakteri pemecah, shg pemecahan
bilirubin tak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yg kmd ikut
masuk dalam aliran darah, shg bilirubin terus bersirkulasi.
PATOFISIOLOGI
• Pembentukan bilirubin yg terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yg akan berikatan dgn
albumin. Neonatus memp kapasitas ikatan plasma yg
rendah thd bilirubin karena konsentrasi albumin yg rendah &
kapasitas ikatan molar yg kurang. Bilirubin yg terikat dgn
albumin tak dapat memasuki SSP & bersifat toksik.
PATOFISIOLOGI
Menentukan derajat ikterus (Kramer)
• Menurut Kramer,
menggunakan jari
telunjuk dan ditekan
pada tempat-tempat
yang tulangnya
menonjol seperti tulang
hidung, dada dan lutut.
TABEL KADAR BILIRUBIN (KRAMER)
KLASIFIKASI HIPERBILIRUBIN
• Ikterus prehepatik
• Ikterus hepatik
• Ikterus kolestatik
• Ikterus fisiologis
• Ikterus patologis
• Kern ikterus
IKTERUS PREHEPATIK
• Disebabkan oleh produksi bilirubin yg berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk
melaksanakan konjugasi terbatas t.u pada disfungsi hati shg
menyebabkan kenaikan bilirubin yg tidak terkonjugasi.
IKTERUS HEPATIK
• Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati.
Akibat kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak
terkonjugasi masuk ke dalam hati serta gangguan akibat
konjugasi bilirubin yg tak sempurna dikeluarkan ke dalam
doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.
IKTERUS KOLESTATIK
• Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu shg
empedu dan bilirubin terkonjugasi tak dapat dialirkan ke
dalam usus halus.
• Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tapi tidak didapatkan
urobilirubin dalam tinja dan urin.
IKTERUS FISIOLOGIS
• Pada keadaan normal kadar bilirubin indirek tali pusat bayi baru
lahir yi 1-3 mg/dL dan terjadi peningkatan <5 mg/dL per 24 jam.
• Bayi baru lahir biasanya akan tampak kuning pada hari 2 & 3,
memuncak pada hari 2-4 dgn kadar 5-6 mg/dL dan akan turun
pada hari 3-5. Pada hari 5-7 akan terjadi penurunan kadar bilirubin
sampai <2 mg/dL.
• Pada BBLR atau bayi kurang bulan, bilirubin mencapai puncak
pada 120 jam pertama dgn peningkatan serum bilirubin sebesar
10-15 mg/dL dan akan menurun setelah 2 minggu.
IKTERUS PATOLOGIS
• Ikterus atau kuning akan muncul pada 24 jam pertama kehidupan.
• Kadar bilirubin akan meningkat >0,5 mg/dL per jam atau >5 mg/dL
per hari.
• Pada bayi cukup bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat
hingga 12 mg/dL. Pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum
bilirubin total akan meningkat hingga 15 mg/dL.
• Ikterus biasanya berlangsung kurang lebih satu minggu pada bayi
cukup bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi kurang bulan.
KERN IKTERUS
• Disebabkan oleh kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak t.u pada korpus striatum, thalamus, nucleus
subtalamus. Hipokampus, nucleus merah, dan nucleus pada
dasar ventrikulus IV.
• Kern icterus: ensefalopati bilirubin yg biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dgn ikterus berat (bilirubin >20 mg%) dan
disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan
bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk
kelainan syaraf simpatis yg terjadi secara kronik.
MANIFESTASI KLINIS
• Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia bila tampak
berwarna kuning dgn kadar serum bilirubin 5 mg/dL atau lebih.
• Hiperbilirubinemia direk biasanya dapat menimbulkan warna kuning
kehijauan atau kuning kotor.
• Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus
pada sklera, kuku, kulit, dan membrane mukosa.
• Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12,5 mg/dL pada neonatus kurang bulan
MANIFESTASI KLINIS
• Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada
pada kulit yg cenderung tampak kuning terang atau orange.
Pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin direk) akan
menyebabkan kulit bayi baru lahir tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat
pada ikterus yg berat. Selain itu, manifestasi klinis lainnya
yaitu muntah, anoreksia, fatigue, warna urine gelap, serta
warna tinja pucat.
KOMPLIKASI
• Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir bila tak segera
diatasi dapat mengakibatkan bilirubin encephalopathy.
• Pada keadaan lebih fatal, dapat menyebabkan kern ikterus,
yaitu kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan dapat
menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas, bicara lambat,
tak dapat mengoordinasikan otot dgn baik, serta tangisan yg
melengking.
KOMPLIKASI
Bilirubin ensefalopati akut (American Academy of Pediatrics, 2004):
• Fase inisial, di t.d letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan bayi,
dan reflek hisap yg buruk.
• Fase intermediate, di t.d moderate stupor, iritabilitas, dan
peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) disertai demam.
• Fase lanjut, di t.d stupor yg dalam atau koma, peningkatan tonus,
tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang.
KOMPLIKASI
• Gangguan pendengaran dan penglihatan
• Asfiksia
• Hipertermi
• Hipoglikemi
• Kematian
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Pemeriksaan kadar bilirubin serum total
• Bilirubinometer transkutan: instrumen spektrofotometrik yg
bekerja dlm memanfaatkan bilirubin yg menyerap sinar, kmd
sinar yg dipantulkan adalah representasi warna kulit bayi yg
diperiksa.
PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
• Pemberian antibiotik dilakukan bila hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir disebabkan oleh infeksi.
• Fototerapi dapat dilakukan bila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir. Fototerapi berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dalam kulit mell tinja dan urine
dgn oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
FOTOTERAPI
• Masa lampu tidak lebih dari 500 jam utk mencegah energi
lampu agar tidak turun
• Jarak lampu dgn bayi tidak lebih dari 50 cm
• Pakaian bayi dibuka, bayi hanya menggunakan popok (agar
sinar fototerapi langsung bersentuhan dgn kulit bayi)
• Memberikan penutup mata pada bayi
• Posisikan jarak antara bayi dgn lampu sekitar 40 cm
• Ubah posisi bayi tiap 6 jam
FOTOTERAPI
• Melakukan pemeriksaan kadar bilirubin
setelah dilakukan fototerapi selama 8
jam atau tak lebih dari 24 jam
• Memberikan ASI s.d kebutuhan bayi
• Melakukan observasi dan
mendokumentasikan lamanya
pemberian foroterapi
PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
• Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan
memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik
glukoronil transferase yg dapat meningkatkan bilirubin
konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan
albumin utk mengikat bilirubin. Akan tetapi, fenobarbital tidak
begitu sering dianjurkan utk mengatasi hiperbilirubinemia
pada bayi baru lahir.
PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK
• Transfusi tukar dilakukan
bila hiperbilirubinemia pada
bayi baru lahir sudah tidak
dapat ditangani dgn
fototerapi.
DIAGNOSA PERAWATAN
• Ikterik Neonatus b.d Penurunan Berat Badan Abnormal
(D.0024)
• Hipertermia b.d Terpapar Lingkungan Panas (D.0130)
Ikterik Neonatus b.d Penurunan Berat
Badan Abnormal (D.0024)
• Penyebab: Penurunan berat badan abnormal
• Gejala dan tanda mayor:
• Profil darah abnormal (Bilirubin serum total >2 mg/dL)
• Membram mukosa kering
• Kulit kuning
• Sklera Kuning
• Gejala dan tanda minor:
• Tidak tersedia
Ikterik Neonatus b.d Penurunan Berat
Badan Abnormal (D.0024)
•Integritas Kulit dan Jaringan (L. 14125)
•Kriteria Hasil:
• Kerusakan jaringan kulit menurun
• Nyeri menurun
• Pigmentasi abnormal menurun
• Suhu kulit membaik
Ikterik Neonatus b.d Penurunan Berat
Badan Abnormal (D.0024)
•Fototerapi Neonatus (1.03091)
•Observasi:
• Monitor ikterik pada sklera dan kulit bayi
• Identifikasi kebutuhan cairan s.d usia gestasi & BB
• Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam sekali
• Monitor SE fototerapi misal hipertermi, Rus pada kulit)
Ikterik Neonatus b.d Penurunan Berat
Badan Abnormal (D.0024)
• Fototerapi Neonatus (1.03091)
• Terapeutik:
• Siapkan lampu fototerapi & inkubator
• Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
• Berikan penutup mata (eye protector) pada bayi
• Ukur jarak antara lampu dan permukaan kulit bayi (30 cm atau tergantung
spesifikasi lampu fototerapi)
• Biarkan tubuh bayi terpapar sinar fototerapi secara berkelanjutan
• Ganti segera alas dan popok bayi jika BAK/BAB
• Gunakan linen berwarna putih agar memantulkan cahaya sebanyak mungkin
Ikterik Neonatus b.d Penurunan Berat
Badan Abnormal (D.0024)
•Fototerapi Neonatus (1.03091)
•Edukasi:
• Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30 menit
• Anjurkan batuk dan menarik nafas dalam
Hipertermia b.d Terpapar Lingkungan
Panas (D.0130)
•Penyebab: Terpapar lingkungan panas
•Gejala dan tanda mayor:
• Suhu tubuh diatas nilai normal
•Gejala dan tanda minor:
• Kejang
• Kulit terasa Hangat
Hipertermia b.d Terpapar Lingkungan
Panas (D.0130)
• Termoregulasi (l.14134)
• Kriteria Hasil:
• Kejang menurun
• Vasokonstriksi perifer
• Pucat menurun
• Suhu tubuh membaik
Hipertermia b.d Terpapar Lingkungan
Panas (D.0130)
•Manajemen Hipertemia (I.5506)
•Observasi:
• Indetifikasi penyebab hipertemia
• Monitor suhu tubuh
•Teraupeutik:
• Sediakan lingkungan yang dingin
• Lakukan pendinginan eksternal
Hipertermia b.d Terpapar Lingkungan
Panas (D.0130)
•Manajemen Hipertemia (I.5506)
• Edukasi:
• Anjurkan tirah baring jika perlu
• Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu
KELAINAN
KONGENITAL
(Hirschprung)
Oleh:
Dr. Nurul Pujiastuti, S.Kep, Ns, M.Kes
SEJARAH
• Th 1886 Harold Hirschprung melaporkan perjalanan
klinis 2 pasien (7 bln & 11 bln) dgn ggn fungsi usus berat
yg pada akhirnya meninggal.
• Dalam laporannya: terdapat KOLON yg mengalami
dilatasi & hipertropi, sedangkan REKTUM yg tidak
mengalami dilatasi, tampak lebih kecil.
SEJARAH
• Th 1948 Swanson mell studi manometri: menjelaskan
bahwa dlm kolon tdk terdapat relaksasi melainkan
spasme yg tak memp daya dorong. Sedangkan segmen
kolon proksimal yg berganglion normal akan mengalami
hipertropi serta dilatasi.
• Chandler & Faber (1940) mengemukakan bahwa
megacolon yg terjadi disebabkan oleh ggn peristaltic
usus dgn defisiensi ganglion usus bag distal.
PENGERTIAN
• Disebut juga Kongenital Aganglionik
Megakolon.
• Merup keadaan usus besar (kolon) yg
tak memp persarafan (aganglionik).
• Ada bag usus besar (mulai dari anus ke
atas) tak memp persarafan shg terjadi
kelumpuhan usus besar dan akibatnya
usus membesar (megakolon)
PENGERTIAN
• Penyakit Hirschprung (megacolon kongenital): penyakit yg
di t.d tak adanya sel ganglion pada plexus myentericus
(Aurbach) dan plexus submucosa (Meissner) dari usus shg
menjadi penyebab obstruksi terbanyak pada neonates.
• Sel ganglion berfungsi untuk mengontrol kontraksi dan
relaksasi dari otot polos dalam usus distal, tanpa adanya
sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot dibagian usus
besar tak dapat melakukan gerak peristaltik (gerak
mendorong keluar feses).
PENYEBAB
• Penyebab belum diketahui,
diduga terjadi karena faktor
genetik & lingk, sering terjadi
pada anak down syndrome,
kegagalan sel neural pada
masa embrio pada dinding
anus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada menyentrik, dan
submukosa dinding plexus.
GEJALA
• Pada periode bayi baru lahir, penyakit hirschprung di t.d
gejala muntah-muntah, distensi abdomen, meconium keluar
lebih dari 24 jam setelah kelahiran dan muntah kehijauan.
• Tanda & gejala yg mucul yaitu distensi abdomen dan terkait
dgn toksisitas sistemik yi demam, feses berbau busuk,
kegagalan pertumb, periode konstipasi diselingi dgn diare
massif, dehidrasi, letargi & syok.
KLASIFIKASI
• Pmx patologi anatomi dari penyakit hirschprung, sel
ganglion Auerbach & Meissner tak ditemukan serabut saraf
menebal & serabut otot hipertofik. Aganglionis ini mulai dari
anus kearah oral.
KLASIFIKASI
• Penyakit hirschprung segmen pendek / short-segment HSCR (80%)
segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid. Merup 80% dari
kasus hirschprung & sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan.
• Penyakit hirschprung segmen panjang / long-segment HSCR (15%)
daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid bahkan dapat
mengenai seluruh kolon & sampai usus halus. Ditemukan sama
banyak pada anak laki-laki & perempuan.
• Total colonic aganglionosis (5%) bila segmen mengenai seluruh
kolon.
MANIFESTASI KLINIS
Periode neonatal
• Trias gejala klinis yg sering ditemukan pada penyakit
hirschsprung yaitu pengeluaran mekonium yg terlambat,
muntah hijau, dan distensi abdomen.
• Muntah hijau & distensi abdomen biasanya dpt dikeluarkan
segera. Pengeluaran mekonium yg terlambat lebih dari 24
jam merup tanda klinis signifikan pada hirschsprung.
MANIFESTASI KLINIS
Periode anak-anak
• Pada anak yg lebih besar, gejala klinis yg menonjol adalah
konstipasi kronis dan gizi buruk. Dapat pula terlihat
gerakan peristaltik usus di dinding abdomen, jika dilakukan
pmx colok dubur, maka feses biasanya keluar
menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau busuk,
penderita biasanya BAB tak teratur, sekali dlm beberapa
hari & biasanya sulit utk BAB.
PATOFISIOLOGI
• Megakolon aganglionik merup istilah yg menggambarkan adanya
kerusakan primer dgn tak adanya sel-sel ganglion parasimpatik
otonom pada pleksus submucosa (Meissner) dan myenteric
(Auerbach) pada satu segmen kolon atau lebih. Keadaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tak adanya gerakan peristaltik
shg penumpukan isi usus dan distensi usus yg berdekatan dgn
kerusakan (megacolon).
• Selain itu, kegagalan sfingter anus internal utk berelaksasi
berkontribusi thd gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat
mempersulit evakuasi zat padat (feses), cairan & gas.
PATOFISIOLOGI
• Kegagalan migrasi kraniokaudal pada precursor sel
ganglion sepanjang sal gastrointestinal antara UK minggu
ke-5 dan ke-12 merup penyebab penyakit hirschsprung.
Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sbg akibat
distensi pada dinding usus, yg berkontribusi menyebabkan
enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yg
merup penyebab kematian pada bayi atau anak dgn
penyakit hirschsprung.
ANATOMI HIRSCHSPRUNG
KOMPLIKASI
• Komplikasi yg harus diwaspadai akibat penyakit hirschprung
adalah enterocolitis, perforasi usus dan sepsis yg merup
penyebab kematian tersering.
• Enterokolitis merup ancaman komplikasi yg serius bagi
penderita hisrchsprung yg dapat menyerang pada usia
kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.
PENATALAKSANAAN
• Temporasi ostomy dibuat proksimal thd segmen aganglionik
untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah
dan terdilatasi usus besar untuk mengembalikan ukuran
normalnya.
PENATALAKSANAAN
• Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi,
biasanya saat BB anak mencapai sekitar 9 Kg atau
sekitar 3 bulan setelah operasi pertama. Ada beberapa
prosedur pembedahan yg dilakukan spti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave.
PENATALAKSANAAN
• Prosedur Soave: prosedur
yg paling sering dilakukan t.d
penarikan usus besar yg
normal bag akhir dimana
mukosa aganglionik telah
diubah.
PENATALAKSANAAN
• Prosedur Duhamel: mempertahankan kolon
kearah bawah lalu rectum dan sacrum
dindingnya digabungkan menggunakan alat
linear stapler, kmd dilakukan irisan pada
bag setengah posterior rectum tepat pada
linea dentata dgn ukuran 1,5-2,5 cm di
musculocutaneus junction, kolon ditarik
mell insisi bag dalam anus (endoanal
incision) dan ganglion sel tampak pada
kolon lalu diiris melintang dan digabungkan
ke potongan ujung dari rectum
menciptakan penyambungan kolorektal
(end-to-side colorectal anastomosis).
Swenson prosedur
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan colok dubur
• Pada penderita hirsprung, pemeriksaan colok anus sangat
penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan, jari akan
merasakan jepitan karena lumen rektum yg sempit, pada
saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara &
mekonium (feses) yg menyemprot.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Foto polos abdomen tegak
akan merperlihatkan usus-
usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus
rendah.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Pemeriksaan radiologis akan
memperlihatkan kelainan
pada kolon setelah enema
barium. Radiografi biasanya
akan memperlihatkan dilatasi
dari kolon diatas segmen
aganglonik.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Manometri anorectal
• Merup uji dgn suatu balon yg ditempatkan dalam rektum dan
dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon
akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada
penyakit hirsprung tak ada dan jika balon berada dalam usus
angelionik, dapat diidentifikasikan gelombang rektal yg
abnormal.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Biopsi
• Digunakan untuk mengidentifikasi sel-sel abnormal dan
untuk membantu mendiagnosa berbagai kondisi kesehatan
yg berbeda atau untuk mengetahui jenis penyakit tertentu
atau penyebab penyakit.
• Dalam kasus dmn suatu kondisi yg telah di diagnosa, biopsi
dapat digunakan utk mengukur seberapa parah kondisi
hirschrsprung.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Kolonoskopi
• Pemeriksaan yg dilakukan untuk mengetahui terjadinya
gangguan atau kelainan pada usus besar (kolon) dan rektum
yang sering menimbulkan gejala berupa sakit perut, darah
pada tinja, diare kronis, gangguan BAB atau gambaran
abnormal di usus pada pmx foto Rontgen dan CT scan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Radiologis dgn kontras enema
• Pmx radiologis utk diagnosa lanjut pada penyakit
hirschrsprung yg akan muncul gambaran berupa transitional
zone pada sebagian kasus hirschrsprung dini (85-90%).
Namun utk kasus diagnosa terlambat gambaran megakolon
lbih sering terlihat & biasanya diikuti dgn gejala enterocolitis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Inkontinensia fekal b.d penurunan tonus otot.
• Defisit nutrisi b.d mual muntah (ketidakmampuan mencerna
makanan).
• Risiko ketidakseimbangan cairan b.d muntah, diare dan
pemasukan terbatas karena mual.
• Risiko infeksi b.d prosedur pembedahan dan adanya insisi
(prosedur invansif).
Inkontinensia fekal b.d penurunan
tonus otot
• Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
kontinensia fekal membaik
• Kriteria Hasil: pengontrolan pengeluaran feses, defekasi, frek BAB
• Intervensi: Manajemen eliminasi fekal, Manajemen Konstipasi,
Manajemen cairan dan elektrolit.
• Identifikasi masalah usus & penggunaan obat pencahar
• Monitor BAB (warna, frekuensi, konsistensi, volume)
• Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi atau impaksi
• Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
Inkontinensia fekal b.d penurunan
tonus otot
• Intervensi: Manajemen eliminasi fekal, Manajemen Konstipasi,
Manajemen cairan dan elektrolit.
• Sediakan makanan tinggi serat
• Jelaskan jenis makanan yg membantu meningkatkan keteraturan
peristaltik usus
• Anjurkan pengurangan asupan makanan yg meningkatkan pembentukan
gas
• Anjurkan mengkonsumsi makanan yg mengandung tinggi serat
• Kolaborasi pemberian obat suppositoria anal, jika perlu.
Defisit nutrisi b.d mual muntah
(ketidakmampuan mencerna makanan)
• Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam status nutrisi membaik
• Kriteria hasil:
• Porsi makanan yang di habiskan meningkat
• Kekuatan otot pengunyah meningkat
• Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
• Pengetahuan tentang pilihan makana yang sehat meningkat
Defisit nutrisi b.d mual muntah
(ketidakmampuan mencerna makanan)
• Kriteria hasil:
• Pengetahuan ttg pilihan minuman yang sehat meningkat
• Pengetahuan ttg standar asupan nutrisi yg tepat meningkat
• Sikap thd makanan/minumam s.d tujuan kesehatan meningkat
• Berat badan membaik
• Indeks masa tubuh membaik
• Frekuensi makanan membaik
• Nafsu makan membaik
Risiko ketidakseimbangan cairan b.d muntah,
diare & pemasukan terbatas karena mual
• Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam keseimbangan cairan meningkat
• Kriteria Hasil:
• Asupan cairan
• Keluaran urin
• Kelembaban membran mukosa
Risiko infeksi b.d prosedur pembedahan
dan adanya insisi (prosedur invansif)
• Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam proses keperawatan tingkat infeksi menurun
• Kriteria Hasil:
• Demam
• Kemerahan
• Nyeri
ASKEP CONGENITAL TALIPES
EQUINOVARUS (CTEV)

ASSALAMUALAIKUM WR WB
ROSSYANA S HERIANTO
CTEV (CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS) ADALAH :

• Congenital Talipes Equinovarus atau deformitas clubfoot adalah :


Kelainan bentuk komplek pada kaki bayi baru lahir akibat dari
hubungan yang secara umum dalam keadaan sehat. Ukuran tulang
talus yang abnormal antara tulang-tulang kaki lebih kecil dari ukuran
normal.
• Merupakan suatu kombinasi deformitas yang terdiri dari supinasi dan
adduksi forefoot pada sendi midtarsal, heel varus pada sendi subtalar,
equinus pada sendi ankle dan deviasi pedis ke medial terhadap
lutut(1,6).
• Deviasipedis kemedial ini akibat angulasi neck talus dan sebagian
internal tibial torsio
• Kata talipes equinovarus berasal dari bahasa Latin, dimana
talus (ankle), pes(foot), equinus menunjukkan tumit yang terangkat
seperti kuda, dan varus berarti inversi dan adduksi
(inverted and adducted)

• Deformitas CTEV meliputi tiga persendian, yaitu inversi pada sendi


subtalar,adduksi pada sendi talonavicular, dan equinus pad ankle joint
EPIDEMIOLOGI
• CTEV rata-rata muncul dalam 1-2 : 1000 kelahiran bayi di dunia dan
merupakan salah satu defek saat lahir yang paling umum pada system
musculo skeletal

• Laki-laki 2:1 perempuan

• 50% kasusnya adalah bilateral. Pada kasus unilateral, kaki kanan lebih
sering terkena.
ETIOPATOGENESIS
• Belum sepenuhnya dimengerti

• CTEV umumnya merupakan isolated birth defect dan diperkirakan


idiopatik

• Meskipun kadang muncul bersamaan dengan myelodysplasia,


arthrogryposis, atau kelainan kongenital multiple
Etiopatogenesis
1. Faktor mekanikin utero
2. Defekneuro muskuler
3. Primary germ plasma defect
4. Arrested fetal development  intrauterine
 factor lingkungan
5. Herediter
KLASIFIKASI
1. Soft foot; dapat disebut juga sebagai postural foot dan dikoreksi
dengan standard casting atau fisioterapi
2. Soft > Stiff foot; terdapat pada 33% kasus. Biasanya lebih dari 50%
kasus dapat dikoreksi, namun bila lebih dari 7 atau 8 tidak
didapatkan koreksi maka tindakan operatif harus dilakukan.
3. Stiff > Soft foot; terdapat pada 61% kasus. Kurang dari 50% kasus terkoreksi dan
setelah casting dan fisioterapi, kategori ini akan dilakukan tindakan operatif.
4. Stiff foot; merupakan kategori paling parah, sering kali bilateral dan
memerlukan tindakan koreksi secara operatif.
Klasifikasi Dimeglio
Klasifikasi Pirani
DIAGNOSIS
• Dapat ditegakkan sejak prenatal, setidaknya paling cepat pada
trimester kedua

• Diagnosis terbukti saat kelahiran bayi yang ditandai dengan adanya


heelequinus dan inverted foot terhadap tibia

• True clubfoot harus dibedakan dengan postural clubfoot, dimana kaki


tidak dapat sepenuhnya dikoreksi secara pasif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan radiologi dini tidaklah informatif dibandingkan dengan
pemeriksaan fisik, dikarenakan hanya akan tampa kossification center
pada tulang tarsal, calcaneus, dan metatarsal

• Setelah usia3 atau 4 bulan, tulang-tulang tersebut telah cukup


terosifikasi, dan pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan
proyeksi film anteroposterior dan lateral dengan stress dorsofleksi
• Pada proyeksi AP diukur sudut talocal caneal (30-50o) dan talo-
metatarsal I( 010o), sedangkan pada proyeksi lateral diukur sudut
talocal caneal (30-50o) dan tibiocal caneal(10-20o)

• Sudut-sudut tersebut akan menghilang/berkurang


pada CTEV, sehingga dapat memprediksi keparahan dan respon
terhadap intervensi yang akan diberikan
PENATALAKSANAAN
• Non Operatif
• Operatif
• Hampir seluruh ahli bedah Orthopedi sepakat bahwa terapi non operatif merupakan
pilihan pertama dalam menangani kasus CTEV. Mereka pun setuju semakin awal terapi
dimulai, maka semakin baik hasilnya, sehingga mencegah terapi operatif lanjutan
(Herring, 2014).
• Tata laksana CTEV sebaiknya dimulai pada beberapa hari awal kehidupan sang bayi.
Tujuannya adalah mendapatkan kaki yang estetik, fungsional, bebas nyeri dan
plantigrade (Bergerault, 2013). Prinsip terapi meliputi koreksi pasif yang gentle,
mempertahankan koreksi untul periode waktu yang lama, dan pengawasan anak
hingga usai masa pertumbuhan (Salter, 2009).
• Pengawasan diperlukan karena walaupun telah terkoreksi, 50% kasus akan terjadi
rekurensi dan adanya kontraktur soft tissue dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan
sendi.
Non operatif: ponsetimetode
• Serial manipulasi yang gentle dan casting setiap minggunya, diikuti
Achilles tenotomy, dan foot abduction orthosis (Denis browne
orthosis) jika dibutuhkan.

• Cast terpasang dipasang dari jari kaki hingga 1/3 atas paha dengan
lutut fleksi 90 derajat dan akan diganti setiap 5-7 hari
Tahapan ponseti metode
C : Cavus: supinasi forefoot relatif terhadap hindfoot melalui penekanan pada meta
tarsal I.( cast 1)

A : Forefoot adductus : dengan supinasi pedis dan counter pressure pada head
of talus (cast2-4)

V : Hindfoot varus: dengan supinasi pedis dan counter pressure pada head of talus
(cast 2-4)

E : Hindfoot equinus: hindfoot dalam posisi sedikit valgus dan pedis abduksi
70 derajat relative terhadap cruris (cast 5)
*Setelah cast dilepas, foot abduction orthosis (sering disebut Denis Browne barand shoes)
diberikan untuk mencegah rekurensi deformitas, untuk remodeling persendian dengan
tulang-tulang dalam posisi baik,dan untuk meningkatkan kekuatan otot kaki.

* Alat ini berupa sepatu yang terhubung dengan dynamic bar (kira-kira sepanjang bahu
pasien). Rotasi sepatu terhadap barsekitar 60-70 derajat eksternal rotasi pada kaki clubfoot
dan 40 derajat eksternal rotasi pada kaki normal. Alat ini dipakai 22-23 jam sehari selama 3
bulan, lalu saat tidur malam dan siang (12 - 14 jam sehari) hingga anak berusia 1 tahun,
dan saat tidu rmalam hingga usia 3 – 4 tahun
PemasanganOrtohosis
Achiles tenotomy
 Ada 90% kasus diperlukan adanya Achilles tenotomy
 Tenotomy dapat dilakukan dengan thin cataract knife yang steril
 pedis ditahan oleh asisten dengan tekanandorso fleksi yang ringan hingga sedang
 Pisau memasuki kulit sepanjang batas medial tendon Achilles
 Counter pressure dengan jari telunjuk dari arah berlawanan akan mendorong
tendon ke pisau dan mencegah laserasi yang tidak diinginkan
 Tenotomy yang berhasil ditandai dengan palpable pop dan adanya kemampuan untuk
dorso fleksi tambahan sejauh 15 - 20º
 Tidak perlu ada jahitan dan dipasangkan cotton cast padding steril, diikuti dengan
pemasangan long leg cast pada maksimal dorso fleksi dengan abduksi 70 derajat

Achilles Tenotomy
French metode
• Metode ini memerlukan manipulasi setiap harinya dan diikuti dengan
pemakaian adhesive tapping untuk menjaga posisi kaki yang telah dikoreksi
dengan peregangan (stretching).

• Focus pada penguatan otot peroneus

• Harian berlangsung selama dua bulan, lalu menjadi 3 kali seminggu selama
enam bulan. Saat kaki telah berhasil terkoreksi, tetap dilakukan
home exercise dan night splint hingga sang anak mencapai usia berjalan,
kira-kira usia 2 - 3 tahun

French metode
TINDAKAN OPERATIF
1. Turco : One stage posteromedial release Koreksi terhadap calcaneus
dengan dilakukan subtalar release (lateral, posterior, medial) dan
juga calcaneo fibular ligament.
2. Carrol : Plantar fascial release dan capsulotomy dari calcaneo cuboid
joint
3. Goldner : Koreksi dari rotasi talus dan tibio talar joint release
4. McKay dan Simons : Prosedurnya lebih ekstensif,
mayoritas struktur peritalar dibebaskan.

Komplikasi operasi
1.Hilangnyakoreksi
2.Navicular dorsal subluxation
3.Valgus overcorrection
4.Dorsal bunion

Revisi dan Prosedur Sekunder
Soft Tissue Surgery
1.Percutaneus Achilles Tenotomy
2. Anterior Tibial Muscle Surgery
3.Posteromedial Soft-tissue Release(PMR)

Revisidan Prosedur Sekunder
Bony Surgery
1.Lateral Column Shortening
2.Calcaneal Osteotomy
3.Supramalleolar Osteotomy
4.Triple Arthrodesis

Daftar pustaka

• Salter, RB.Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal


system: Anintroduction to orthopaedics, fractures, and joint injuries,
rheumatology, metabolic bonedisease, and rehabilitation. Lippincott
Williams & Wilkins, 1999.

• Dewi, K. A. C., & SpOT, K. A. Congenital Talipes Equino Varus (CTEV).


2015
ASKEP HIRSCHSPRUNG

ASSALAMUALAIKUM WR WB
Rossyana s herianto
DEFINISI HIRSCHSPRUNG
• PENYAKIT HIRSCHSPRUNG ADALAH SUATU
KELAINAN TIDAK ADANYA SEL GANGLION
PARASIMPATIS PADA USUS, DAPAT DARI
KOLON SAMPAI PADA USUS HALUS (Ngastiyah)
• PENYAKIT HIRSCHSPRUNG ADALAH ANOMALI
KONGENITAL YANG MENGAKIBATKAN
OBSTRUKSI MEKANIK KARENA KETIDAK
ADEKUATAN MOTILITAS SEBAGIAN DARI USUS
(Donna L. Wong)
Macam-Macam Penyakit Hirschsprung
• Penyakit Hirschsprung segmen pendek
• Penyakit Hirschsprung segmen panjang
FAKTOR RESIKO
1. Faktor Genetik dan Kromosom
2. Faktor Mekanik
3. Faktor Infeksi
4. Faktor Obat
5. Faktor Umur ibu
6. Faktor Hormonal
7. Faktor Radiasi
8. Faktor Gizi
9. Faktor-faktor lain (kongenital yang tidak
diketahui penyebabnya).
ETIOLOGI HIRSCHSPRUNG
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena
kegagalan migrasi sel-sel syaraf parasimpatis
myentericus dari cephalo ke caudal sehingga
sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai
dari anus dan panjangnya bervariasi.
• Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion pra
simpatis dari pleksus Auerbach di kolon
• Sering terjadi pada anak dengan “Down
Syndrome”
Tanda dan Gejala
( Betz Cecil &Sowden)
• Tidak ada pengeluaran mekonium (mengalami
keterlambatan dalam mengeluarkan
mekonium > 24 jam)
• Muntah berwarna hijau
• Distensi abdomen, konstipasi
• Diare yang berlebihan yang paling menonjol
dengan pengeluaran tinja/pengeluaran gas
yang banyak.
PATOFIOLOGI
• Semua ganglion pada intramural plexus dalam
usus berguna untuk kontrol kontraksi dan
relaksasi peristaltik secara normal.
• Isi usus mendorong ke segmen aganglionik
dan feses terkumpul di daerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang
proksimal terhadap daerah itu karena terjadi
obstruksi dan menyebabkan dibagian colon
tersebut melebar (Price, S dan ilson).
MANIFESTASI KLINIS
1. Masa Neonatal :
* Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 -
48 jam setelah lahir
* Muntah berisi empedu
* Enggan minum
* Distensi abdomen
MANIFESTASI KLININS
2. Masa Bayi dan Anak-Anak : (Betz)
* Konstipasi
* Diare berulang
* Tinja seperti pita, berbau busuk
* Distensi abdomen
* Gagal tumbuh
* Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
KOMPLIKASI
a. Gawat pernafasan (akut)
• Disebabkan karena distensi abdomen yang
menekan paru-paru sehingga mengganggu
ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
• Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri
dan pengeluaran endotoxin
c
KOMPLIKASI
c. Pneumatosis usus
• Disebabkan karena bakteri yang tumbuh berlainan pada
daerah kolon dan perkembangbiakan bakteri yang
menyebabkan iskemik distensi berlebihan pada dinding
kolon.
d. Stenosis Striktura Ani
• Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan
gerakan kontraksi dan relaksasi karena ada colostomy
sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.
• Otruksi usus
• Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
• Konstipasi
KOMPLIKASI
e. Perforasi
• Disebabkan karena aliran darah ke mukosa
berkurang dalam waktu cukup lama.
f. Septikemia
• Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri
dan pengeluaran endotoxin yang disebabkan
iskemia kolon yang dapat menyebabkan
distensi yang berlebihan pada dinding usus.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Foto Abdomen
• Enema Barium
• Biopsi Rectal
• Manometri anorektal
PENATALAKSANAAN
• Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam
dua tahap, yaitu :
• Dilakukan kolostomi loop atau double-barrel
sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi
dan hipertropi dapat kembali normal biasanya
memerlukan waktu 3 – 4 bulan, kemudian
dilanjutkan dengan salah satu dari tiga
prosedur berikut :
PENATALAKSANAAN
1. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap
segmen aganglionik untuk melepaskan
obstruksi dan secara normal melemah dan
terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
2. Pembedakan koreksi diselesaikan atau
dilakukan lagi biasanya saat berat bada anak
mencapai 9 kg (20 pounds) atau sekitar 3
bulan setelah operasi pertama.
PENATALAKSANAAN
3. Ada beberapa prosedur pembedahan yang
dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley &
Soave.
Prosedur Soave adalah salah satu prosedur
yang paling sering dilakukan terdiri dari
penarikan usus besar yang normal ke bagian
akhir dimana mukosa aganglionik telah
diubah.
PENATALAKSANAAN
4. Terapi konservatif yaitu pemasangan sonde
lambung serta pipa rektal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
5. Dilakukan kolostomi yaitu pembuatan lubang
anus pada dinding perut yang disambungkan
dengan ujung usus besar.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Informasi identitas/data dasar meliputi,
nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat,
tanggal pengkajian dan pemberian informasi
ASUHAN KEPERAWATAN
2. Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat
menggangu pada saat dilakukan pengkajian,
pada klien hirschsprung, misalnya ; sulir BAB,
distensi abdomen, kembung dan muntah.
EDUKASI TENTANG ASUHAN
KEPERAWATAN YANG DISAMPAIKAN
a. Membantu orang tua untuk mengetahui
adanya kelainan kongenital pada anak secara
dini.
b. Membantu perkembangan ikatan antara
orang tua dan anak.
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya
intervensi medis (pembedahan).
ASUHAN KEPERAWATAN
d. Mendampingi orang tua pada perawatan
colostomy setelah rencana pulang.
e. Ajarkan kepada orang tua untuk memantau
adanya tanda dan gejala jangka panjang.
* Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada
orang tua.
PEMERIKSAAN
• Sistem Integumen
• Sistem Respirasi
• Sistem Kardiovaskuler
• Sistem Penglihatan
• Sistem Gastrointestinal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat
mekonim yang terlambat > 24 jam
setelahlahir, diikuti oleh distensi abdomen dan
muntah
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan
hasil pemeriksaan fisik  pemeriksaan colok
dubur.
• Pemeriksaan penunjang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat
• Kekurangan cairan tubuh berhubungan
dengan muntah dan diare
• Konstipasi kronis
• dll
KESIMPULAN
• Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit
yang sering menimbulkan masalah.
• Baik masalah fisik, psikologis, maupun
psikososial.
• Masalah pertumbuhan dan perkembangan
anak dengan penyakit hirschsprung, yaitu ;
kurangnya asupan nutrisi dan terletak pada
kebiasaan buang air besar.
• .
KESIMPULAN
• Orang tua yang mengusahakan agar anaknya
bisa buang air besar dengan cara yang awam
akan menimbulkan masalah baru bagi
bayi/anak.
• Penatalaksanaan yang benar mengenai
penyakit hirschsprung harus difahami dengan
benar oleh seluruh pihak.
ASKEP POLIOMYELITIS
PENYAKIT TROPIS & INFEKSI I

ASSALAMUALAIKUM WR WB
ROSSYANA S HERIANTO
Apa Itu Piliomylitis (Polio) ?
• Polio merupakan penyakit yang disebabkan virus polio yang
tergolong dalam Picornavirus (Suatu mikro organisme berukuran
kecil, namun menyebabkan kelumpuhan).

Etiologi
• Penyakit polio disebabkan oleh infeksi virus yang berasal dari genus
enterovirus dan famili picorna viridae.

• Virus ini menular melalui kotoran atau sekret tenggorokan orang yang
terinfeksi serta melalui benda-benda yang terkontaminasi.
KLASIFIKASI PENYAKIT POLIO
1. POLIO NON-PARALISIS
2. POLIO PARALISIS
3. POLIO BULBAR
POLIO NON-PARALISIS
• Pada kasus poliomylitis non-paralitik, yang berarti poliovirus telah
mencapai selaput otak (meningitis aseptik), pasien mengalami kejang
otot, sakit punggung dan leher.
POLIO PARALISIS

• SPINALSTRAIN POLIOVIRUS INI MENYERANG SARAF TULANG


BELAKANG, MENGHANCURKAN SEL TANDUK ANTERIOR YANG
MENGONTROL PERGERAKAN PADA BATANG TUBUH DAN OTOT
TUNGKAI.
POLIO BULBAR
• POLIO JENIS INI DISEBABKAN OLEH TIDAK ADANYA KEKEBALAN ALAMI
SEHINGGA BATANG OTAK IKUT TERSERANG.
TANDA DAN GEJALA KLINIS
• Poliomielitis asimtomatis (setelah masa inkubasi 7 – 10 hari), tidak
terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak
terdapat gejala klinik sama sekali.
Poliomielitis abortif :
• Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari.
• Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea,
muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri
abdomen.
Poliomielitis non paralitik :
• Gejala klinik hampir sama dengan Poliomielitis abortif, hanya nyeri
kepala, nausea, dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1 – 2 hari,
kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian
remisi demam atau masuk ke dalam fase ke 2 dengan nyeri otot.
Poliomielitis paralitik :
• Gejala sama pada Poliomielitis non paralitik disertai kelemahan satu
atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut
pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus.
Patofisiologi :
• Mulut (makanan/minuman yang terkontaminasi virus) dan melalui
percikan ludah  akan berkembang biak di saluaran cerna
(tenggorokan dan usus)  menyebar ke getah bening, darah dan
seluruh tubuh  menyerang otak, sumsum tulang belakang, dan
simpul syaraf  biasanya menyerang syaraf penggerak otot
tungkai/kaki dan kadang-kadang tangan  menyebabkan
kelumpuhan dengan mengecilnya tungkai.
Diagnostik Medis
• Tujuan dari diagnostk medis ini adalah untuk menetapkan keadaan
normal atau menyimpang yang disebabkan oleh suatu penyakit.
• Viral Isolation
• Uji Serology
• Cerebrospinal Fluid (CSF)
Komplikasi
• Komplikasi yang paling berat dari penyakit polio adalah kelumpuhan
yang menetap.
• Beberapa penyakit akibat komplikasi polio seperti Hiperkalsuria,
Melena, Pelebaran lambung akut, Herpetensi ringan, Pneumonia,
ulkus dekubitus, embli paru, dan psikosis.
Resiko terjadinya polio :
• Belum mendapatkan imunisasi polio
• Bepergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio
• Kehamilan
• Usia sangat lanjut atau sangat muda
• Luka di mulut/hidung/tenggorokan (misalnya baru menjalani
pengangkatan amandel atau pencabutan gigi).
• Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stres emosi dan fisik
dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh).
Siapa yang Rentan ?
• Penyakit ini lebih sering berjangkit di daerah dingin, sehingga
penderita penyakit ini akan berkurang di daerah tropik.
• Poliovirus lebih sering menyerang bayi dari anak balita, daripada
orang dewasa, karena kekebalannya masih lemah.
WALAIKUMSALAM WR WB

SELAMAT BELAJAR
SUKSES SELALU
KEJANG DEMAM

OLEH:
NAYA ERNAWATI
DEFINISI
► Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi
pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami suhu tubuh (suhu di atas 38 0C) yang tidak
disebabkan oleh suatu proses intrakranial.
► Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
karena kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 38 0 C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium atau tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat, gangguan elektrolit
atau metabolik lain.

Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Komplek
► Kejang demam yang berlangsung ► Kejang lama > 15 menit
singkat ( < 15 menit ), dan ► Kejang fokal atau parsial satu sisi,
umumnya akan berhenti sendiri. atau kejang umum didahului
► Setelah kejang diikuti dengan kejang parsial selama maupun
periode mengantuk / tertidur sesudah kejang ( pergerakan 1
paska iktal ( > 15 menit ). tungkai saja, atau 1 tungkai terlihat
► Kejang berbentuk umum tonik dan lebih lemah )
atau klonik, tanpa gerakan fokal. ► Berulang atau lebih dari 1 kali
► Kejang tidak berulang dalam dalam 24 jam.
waktu 24 jam. ► Kelainan neurologis sebelum atau
► Tanpa kelainan neurologis sebelum sesudah kejang
dan sesudah kejang ► Risiko lebih tinggi terjadinya kejang
demam berulang dan epilepsi di
kemudian hari.
ETIOLOGI

► Infeksi saluran napas akut


► Otitis Media Akut
► Roseola
► Infeksi Saluran Kencing

► Infeksi gastrointestinal
PATOFISIOLOGI
► Kejang demam secara umum disebabkan oleh lepasnya sitokin
inflamasi IL 1 beta, hiperventilasi yang menyebabkan alkalosis yang
kemudian menyebabkan pH otak meningkat, serta dimungkinkan
adanya kelainan genetik.

► Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam yaitu :


1. Imaturitas otak dan termoregulator
2. Demam, dimana kebutuhan oksigen meningkat
3. Predisposisi genetik ( autosomal dominan )
Patofisiologi Kejang Demam
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
► Mencari fokus infeksi penyebab demam
► Tipe kejang
► Pengobatan yang telah diberikan
► Riwayat trauma
► Riwayat kejang pada keluarga
► Riwayat perkembangan
► Pemeriksaan Fisik : Vital sign, fungsi neurologis normal.
Tidak ditemukan tanda tanda meningitis maupun
ensefalitis misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
► Darah Perifer Lengkap,
► Elektrolit
► Gula darah

► Tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,tetapi dapat


dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam, hipoglikemi.
Pungsi lumbal
► Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan
meningitis.
► Pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada
anak < 12 bulan yang mengalami KDS dengan keadaan umum
baik.

► Indikasi pungsi lumbal


1. Terdapat tanda dan gejala rangsangan meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP
3. Dipertimbangkan pada anak yang sebelumnya telah
mendapat antibiotik 🡪 dapat mengaburkan tanda dan
gejala meningitis
Elektroensefalografi (EEG)
► Tidakdapat memprediksi berulangnya kejang, atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
diperlukan untuk kejang demam kecuali apabila
bangkitan bersifat fokal.

► Pemeriksaan
EEG hanya dilakukan pada kejang fokal
untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang
membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
Foto X-ray kepala dan CT-scan atau MRI

► Jarang sekali dikerjakan, tidak rutin

► Indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yg menetap
(hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
PENATALAKSANAAN

►Kejang di rumah
►Kejang di klinik
PENATALAKSANAAN

Kejang di rumah

► Diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kg atau


► Diazepam rektal 5 mg 🡪 BB< 12 kg dan 10 mg 🡪 BB > 12
kg
atau
► Diazepam rektal 5 mg 🡪 < 3 thn dan 7,5 mg 🡪 > 3thn

► Bila kejang belum berhenti 🡪 ulangi dg interval waktu 5


menit.
► Bila setelah 2 kali masih tetap kejang 🡪 rumah sakit.
Penatalaksanaan di klinik / UGD

► Umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit)


dan pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti.

► Apabila datang dalam keadaan kejang 🡪 diazepam


IV 0,2-0,5 mg/kg secara perlahan lahan dengan
kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg.
►Tenangkan dan yakinkan orangtua bahwa kejang demam
memiliki prognosis yang sangat baik dengan risiko
kematian dan kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari sangat kecil.

►Pastikan jalan napas tidak terhalang


►Pakaian dilonggarkan
►Anak diposisikan miring agar lendir / cairan keluar
►Periksa tanda vital ( pernapasan, nadi, suhu )
► Bila kejang tetap (+) 🡪 fenitoin inisial secara IV 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.
► Fenitoin 🡪 iritasi vena 🡪 diencerkan dengan NaCl 0,9% dg komposisi 10
:1
► Bila kejang berhenti, dosis (rumatan) selanjutnya 4-8 mg/kg/hari dibagi 2
dosis dimulai 12 jam setelah dosis awal.
► Bila kejang tetap (+) 🡪 inisial fenobarbital IV 20 mg/kg dengan
kecepatan 20 mg/ menit. Dosis inisial maksimal 1 gr.
► Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan dosis rumatan 4-6 mg/ kg/hr
dibagi 2 dosis yang diberikan 12 jam kemudian.
► Bila kejang tetap tidak berhenti lakukan knock down dengan Midazolam,
tiopental atau propofol dan pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
► Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari
jenis kejang demam apakah KDS atau KDK dan faktor risikonya.
Pemberian obat pada saat demam

Antipiretik
► Penggunaan antipiretik tidak mengurangi risiko
terjadinya KD
► Dosis
parasetamol : 10 –15 mg/kg/kali diberikan 4 - 5 x
sehari.
► Dosis Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali 3-4 kali sehari
Antikonvulsan :

Pemberian antikonvulsan intermiten


► Adalahobat antikonvulsan yang diberikan hanya
pada saat demam.

► Diberikan
sebagai pengobatan sesudah kejang atau
pencegahan rekurensi kejang.
Pemberian obat antikonvulsan rumat / Terus menerus

► Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak


berbahaya dan penggunaan obat dapat
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap
kasus selektif dan dalam jangka pendek.2
Indikasi pengobatan rumat :
1. Kejang fokal
2. Kejang lama > 15 menit
3. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, cerebral palsy, hidrosefalus.

► Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan


perkembangan, bukan merupakan indikasi pengobatan rumat.
► Pada anak dengan kelainan neurologis berat dapat diberikan
edukasi untuk pemberian terapi profilaksis intermiten terlebih
dahulu, jika tidak berhasil atau orangtua khawatir, dapat diberikan
terapi antikonvulsan rumat.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :

• Kejang berulang ≥ 2 x dalam 24 jam.


• Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun
• Kejang demam > 15 menit merupakan indikasi
pengobatan rumat.
Edukasi pada orang tua :

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi


orang tua 🡪
1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik dan orang tua tidak perlu cemas
2. Memberitahukan cara penanganan kejang
3. Informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk cegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali
kejang

1. Tetap tenang dan tidak panik


2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
Walau kemungkinan lidah tergigit, jangan masukkan sesuatu kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit.
Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Diazepam rektal hanya boleh diberikan 1 kali oleh orang tua.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila :
* Kejang berlangsung 5 menit atau lebih
* Suhu tubuh lebih dari 40 derajat C
* Kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal
* Kejang fokal
* Setelah kejang anak tidak sadar
* Terdapat kelumpuhan
DIAGNOSA BANDING
►Kejang demam : peningkatan suhu tubuh
secara cepat dan diikuti oleh kejang

►Prosesintrakranial : demam terjadi bersamaan


atau setelah kejang.

►Anak < 1 thn : Meningitis ( letargi, ubun ubun


besar menonjol, leukositosis )
PROGNOSIS
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
► Prognosis kejang demam secara umum sangat baik.
► Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam (-).
► Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal.
► Kelainanneurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau
kejang berulang, baik umum maupun fokal.
► Anak dengan kejang demam memiliki kemungkinan 30-50%
mengalami kejang demam berulang, dan 75% nya terjadi dalam 1
tahun setelah awitan yang pertama.
Kemungkinan berulangnya kejang demam

► Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :


1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah (39ᵒ C) saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
5. Apabila kejang demam pertama merupakan KDK

► Jika seluruh faktor (+) 🡪 risiko kejang demam berulang ↑ hingga


80%
► Jika seluruh faktor (-) 🡪 kemungkinan berulang 10-15%
► Kemungkinan besar berulangnya kejang demam pada tahun
pertama.
Faktor risiko terjadinya epilepsi
► Anak yang memgalami KDS tidak memiliki risiko lebih tinggi mengidap
epilepsi dibandingkan dengan populasi normal
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang ≥ 4 episode dalam 1 tahun.

► Masing-masing faktor risiko me ↑ kemungkinan kejadian epilepsi 4%-6%,


kombinasi dari faktor risiko tersebut me ↑ kemungkinan epilepsi 10%- 49%.
► Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.
Faktor risiko kematian

► Kematian langsung karena kejang demam tidak


pernah dilaporkan.

► Angkakematian pada kelompok anak yang


mengalami kejang demam sederhana dengan
perkembangan normal dilaporkan sama
dengan populasi umum
TERIMA KASIH
DEFINISI
 Campak adalah penyakit akut yang sangat menular,
disebabkan oleh infeksi virus yang pada umumnya
menyerang anak.

 Campak adalah penyakit infeksi menular yang ditandai


dengan 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi
dan stadium konvalesensi.

 Campak adalah suatu infeksi akut yang sangat menular


ditandai oleh gejala prodomal panas, batuk, pilek, radang
mata disertai dengan timbulnya bercak merah
makulopapurer yang menyebar ke seluruh tubuh yang
kemudian menghitam dan mengelupas.
ETIOLOGI
 Penyebabnya sejenis virus yang tergolong dalam
family Paramixovirus, yaitu genus virus morbili yang
terdapat dalam secret nasofaring dan darah selama
prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-
bercak.

 Cara penularannya adalah dengan droplet dan


kontak langsung.
 Biasanya timbul pada anak
Kekebalan seumur hidup
 Bayi yang dilahirkan dengan ibu morbili :
kekebalan pasif sampai umur 4-6 bulan
 Bila ibu hamil 1-2 bulan menderita
morbili : 50 % Abortus
 Pada kehamilan Trimester I,II,III :
Kelainan bawaan/BBLR/Lahir mati
MANIFESTASI KLINIS
(1) Masa tunas 10 – 20 hari tanpa gejala.
(2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala
pilek dan batuk yang meningkat dengan ditemukan
enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring
dan mukosa konjungtiva meradang, dan
(3) Stadium akhir, keluarnya ruam dimulai dari
belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan
dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan
mengelupas.
 Penularan terjadi secara droplet dan kontak virus
ini melalui saluran pernafasan dan masuk ke
system retikulo endothelial, berkembang biak
dan selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal
tersebut akan menimbulkan gejala pada saluran
pernafasan, saluran cerna, konjungtiva dan
disusul dengan gejala patoknomi berupa bercak
koplik dan ruam kulit. Antibodi yang terbentuk
berperan dalam timbulnya ruam pada kulit dan
netralisasi virus dalam sirkulasi. Mekanisme
imunologi seluler juga ikut berperan dalam
eliminasi virus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan
adanya leukopeni.
 Beberapa pemeriksaan penunjang antara
lain ditemukannya sel raksasa pada lapisan
mukosa hidung atau pipi dan pada
pemeriksaan serologik dapat ditemukan
IgM spesifik.
Diagnosa Campak
 Diagnosis campak biasanya dapat dibuat atas
dasar kelompok gejala klinis yang sangat
berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang
fotofobia disertai batuk dan demam tinggi
dalam beberapa hari dan diikuti timbulnya
ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari
belakang telinga untuk kemudian menyebar ke
muka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan
dengan meningkatnya suhu tubuh dan
selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan
mengelupas.
 Morbili merupakan suatu penyakit self – limiting, sehingga
pengobatannya hanya bersifat symtomatik, yaitu:
 Memperbaiki keadaan umum.
 Antipiretika bila suhu tinggi.
 Terapi medikamentosa diberikan untuk tujuan simtomatik dan suportif
meliputi tirah baring, analgetik mungkin diperlukan untuk mengurangi
rasa nyeri.
 Di rumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi.
 Vitamin A 100.000 IU per oral satu kali pemberian untuk anak dibawah
usia 1 tahun dan 200.000 IU untuk diatas 1 tahun.
 Penyulit yang tersering ialah bronkopneumonia, ensefalopati dan
enteritis. Pengobatan dilakukan sesuai pengobatan baku untuk jenis
penyulit tersebut.
 Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada
bayi berumur 9 bulan atau lebih
 Biodata
Umur yang paling sering mengalami pada usia 10
tahun bagi yang belum vaksin. Pekerjaan orang tua,
alamat tempat klien tinggal karena campak terdapat
secara endemis.
 Keluhan Utama
Sesuai dengan stadium dari campak. Biasanya klien
sering mengeluh pada saat stadium prodomal dan
mucopurulental. Yang pada umumnya keluhan akan
adanya demam tinggi dan ruam-ruam pada kulit.
 Riwayat penyakit sekarang
Sesuai dengan 3 stadium yang terjadi pada campak.
 Riwayat kehamilan
Campak yang diderita ibu selama kehamilan dan setelah bayi
dilahirkan.
 Riwayat masa lampau
Riwayat imunisasi.
 Riwayat keluarga
Anggota keluarga yang sedang menderita penyakit yang sama.
 Riwayat sosial
Teman sebaya yang sedang menderita penyakit yang sama.
 Genogram
Tidak mutlak harus ada pada asuhan keperawatan anak dengan
campak, karena sifatnya bukan karier.
 Kebutuhan dasar
Kebutuhan akan intake cairan,nutrisi, kebutuhan akan istirahat
tidur, bermain dan personal higiene klien.
 Tanda-tanda vital, Suhu tubuh meningkat, pernafasan
meningkat, nadi meningkat sesuai dengan peningkatan
suhu tubuh.
 Pemeriksaan kepala leher didapatkan konjungtivitis,
berdak koplik pada karunkula lakrimalis,berhadapan
dengan ginggi molar bawah, permukaan mukosa pipi,
bagian tengah bibir bawah langit-langit, belakang telinga
dan fotofobia.
 Ruam-ruam kulit, ptechiae dan ekimosis ekstensif,
urtikaria, makula tidak tegas pada kulit.
 Ditemukan adanya tanda – tanda gangguan pernafasan
jika didapatkan komplikasi saluran pernafasan.
 Splenomegali ringan, limfadenopati masenterika
menimbulkan rasa nyeri abdomen.
 Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
 Gangguan peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan infeksi virus.
 Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan
dengan adanya demam, tidak enak bedan,
pusing, mulut terasa pahit, kadang-kadang
muntah dan gatal.
 Resiko terjadi komplikasi berhubungan dengan
daya tahan tubuh yang menurun.
 Kurangnya pengetahuan orang tua tentang
penyakit.
 Memenuhi kebutuhan nutrisi
 Menurunkan suhu tubuh
 Terpenuhinya rasa aman dan nyaman
 Komplikasi tidak terjadi
 Meningkatkan pengetahuan orang tua
 Seorang anak umur 5,4 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan demam tinggi
sudah 4 hari, disertai batuk, pilek, mata
merah kemudian timbul bintik merah dari
belakang telinga kemudian menyebar ke
seluruh tubuh. Dari anamnesis dengan ibunya
imunisasi terakhir umur 4 bulan dan tidak
datang lagi, oleh karena setiap diimunisasi
anak demam. Anak di DM Campak, Sebutkan
penatalaksanaan dan pencegahan pada anak
tersebut?
1. Pada anak usia 2 tahun 10 bulan dengan
demam tinggi 4 hari ada bintik bintik
merah, imunisasi tidak lengkap harus
dipikirkan morbili (B/S)
2. Diagnosis pasti morbili adalah
berdasarkan gejala klinis, dan
laboratorium (B/S)
3. Pengobatan morbili isolasi, vitamin A
dan asupan cairan/makanan yang cukup.
(B/S)
4. Etiologi morbili
a. Selalu disebabkan oleh virus
b. Dapat pula disebabkan oleh bakteri.
c. Dapat disebabkan oleh jamur
d. Paling sering disebabkan oleh parasit
5.Masa inkubasi dari morbili
a. 1-9 hari
b. Umumnya 7-14 hari
c. Jarang 7-14 hari
d. Lebih dari 30 hari
6. Manifestasi klinis dari morbili:
a. Tidak bergantung kepada usia
b. Demam pada umumnya mendadak
tinggi lebih 7 hari
c. Demam kontinue berlangsung pada
akhir hari 21
d. Koplik spot dapat ditemukan pada hari
ke 3-4
7. Pengobatan morbili
a. Hanya dengan pemberian antibiotik
b. Bila berat harus dengan kombinasi 2
antibiotik
c. Antibiotik pilihan pertama adalah
kloramfenikol
d. Isolasi, vitamin A dan suportif
8. Komplikasi paling sering pada morbili:
a. Pneumonia
b. Encephalitis
c. SSPE
d. Hepatitis
9. Penularan penyakit morbili melalui:
a. Kontak langsung
b. Parenteral (lewat suntikan)
c. Faecal-oral
d. Hubungan seksual.
10. Upaya pencegahan
a. Pemberian vaksinasi.
b. Pemberian antibiotik
c. Pemberian Imunomodulator
d. Pemberian vitamin A
ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA ANAK AUTIS

Oleh:
Naya Ernawati, S.Kep,Ns,M.Kep
DEFENISI

1. Autisme diambil dari kata Yunani “Autos” yg berarti


diri sendiri, dan ”Isme” yg berarti suatu aliran. Berarti
suatu faham yg tertarik hanya pada dunianya sendiri.
2. Autis adalah gangguan perkembangan yang mencakup
bidang komunikasi,interaksi, serta perilaku yang luas
dan berat.
3. Definisi autisme adalah kelainan neuropsikiatrik yang
menyebabkan kurangnya kemampuan berinteraksisocial
dan komunikasi, minat yang terbatas, perilaku tidak
wajar dan adanya gerakan stereotipik, dimana kelainan
ini muncul sebelum anak berusia 3 tahun
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki


dari wanita 3-4:1. Penyakit sistemik, infeksi dan
neurologi (kejang) dapat menunjukan gejala seperti
austik.
ETIOLOGI
• Konsumsi obat pada ibu menyusui
• Faktor Kandungan (Pranatal): Infeksi rubella
• Faktor Kelahiran
• Bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, dan lama dalam
kandungan (lebih dari 9 bulan) beresiko mengidap autis. Selain
itu bayi yang mengalami gagal napas (hipoksa) saat lahir juga
beresiko mengalami autis.
• Peradangan dinding usus. Sejumlah anak penderita gangguan
autis, umumnya, memiliki pencernaan buruk dan ditemukan
adanya peradangan usus. Peradangan tersebut diduga
disebabkan oleh virus.
• Faktor Genetik
• Keracunan Logam (Beberapa logam berat,seperti arsetik (As),
antimony (Sb), Cadmium (Cd), air raksa (Hg),dan timbale (Pb),
adalah racun yang sangat kuat.
Klasifikasi Autis
1. Autisme persepsi
Autisme persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum lahir
dengan gejala adanya rangsangan dari luar baik kecil maupun kuat
yang dapat menimbulkan kecemasan.
2. Autisme reaktif
Autisme reaktif ditunjukkan dengan gejala berupa penderita membuat
gerakan-gerakan tertentu yang berulang-ulang dan kadang-kadang
disertai kejang dan dapat diamati pada anak usia 6-7 tahun. Anak
memiliki sifat rapuh dan mudah terpengaruh oleh dunia luar.
3. Autisme yang timbul kemudian
Jenis autisme ini diketahui setelah anak agak besar dan akan
mengalami kesulitan dalam mengubah perilakunya kerena sudah
melekat atau ditambah adanya pengalaman yang baru.
CARA MENGETAHUI AUTISME
PADA ANAK
• Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau
dipeluk
• Pada usia 2-3 tahun dengan gejala suka mencium
atau menjilati benda-benda
• Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan
orang tua bahwa anak merasa sangat terganggu
bila terjadi rutin pada kegiatan sehari-hari
GEJALA
• Isolasi sosial
• Kelemahan kognitif
Anak autis sebagian besar (±70%) mengalami retardasi mental
(IQ<70)
• Kekurangan dalam bahasa
• Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara,yang lainnya
hanya mengoceh, merengek, menjerit atau menunjukkan ecolalia,
yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain.
• Tingkah laku stereotif
Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara
terus-menerus tanpa tujuan yang jelas. Seperti berputar-putar,
berjingkat-jingkat dan lain sebagainya.
Deteksi Dini Anak Autis
• Untuk diwaspadai oleh para orang tua adalah anak
usia 30 bulan belum bisa bicara untuk komunikasi,
hiperaktif dan acuh kepada orang tua dan orang lain,
tidak bisa bermain dengan teman sebayanya, ada
perilaku aneh yang diulang-ulang.
INDIKATOR PERILAKU
• Bahasa
– Ekspresi wajah yang datar
– Jarang memulai komunikasi
– Tampak tidak mengerti arti kata
• Hubungan dengan orang
– Tidak responsive
– Tidak komunikasi dengan mata
– Tampak asyik bila dibiarkan sendiri
– Menarik diri
MANIFESTASI KLINIS
• Penarikan diri
• Gerakan tubuh stereotipik
• Anak biasa duduk pada waktu lama sibuk
pada tangannya
• Perilaku ritualistik dan konvulsif
• Ledakan marah menyertai gangguan
secara rutin
• Kontak mata minimal atau tidak ada
• Keterbatasan kognitif
PENGOBATAN

• Terapi fisik/fisioterapi
• Terapi bermain
• Terapi visual
• Terapi wicara
• Terapi okupasi
• Terapi biomedis
• Terapi perilaku
• Terapi kemampuan sosial
ASUHAN KEPERAWATAN

• PENGKAJIAN
– Factor predisposisi
– Psikososial
– Konsep diri
– Staus mental
– Mekanisme koping
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG
MUNGKIN MUNCUL

1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan dengan


tidak adekuat keterampilan pemecahan masalah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif
teman sebaya, kesulitan dalam berkomunikasi.
3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan
perkembangan anak
4. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan dengan
cara mengatasi anak dengan kesulitan belajar.
INTERVENSI
1. Ketidakmampuan koping individu berhubungan
dengan tidak adekuat keterampilan pemecahan
masalah.
Tujuan : Klien mampu memecahkan 2. Intervensi :
masalah dengan koping yang efektif
– Peningkatan Koping Aktivitas
1. Luaran :
– Koping klien teratasi
– Bina hubungan saling percaya
dengan klien dan keluarganya.
– Klien mampu membuat keputusan
– Klien mampu mengendalikan impuls – Beri kesempatan kepada anak
– Klien mampu memproses informasi untuk mengungkapkan
masalahnya.
– Beri bimbingan kepada anak
untuk dapat mengambil
keputusan.
– Anjurkan kepada orang tua
untuk lebih sering bersama
anaknya.
– Hadirkan sibling untuk
memberikan motivasi
– Ciptakan lingkungan yang aman
dan nyaman untuk mengurangi
tingkat stress anak.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan respon negatif
teman sebaya, kesulitan dalam berkomunikasi.
Tujuan : klien dapat meningkatkan 3) Intervensi:
kepercayaan dirinya. – Beri motivasi pada anak.
1) Luaran : – Beri kesempatan anak
– Klien mampu menunjukkan mengungkapkan perasaannya.
Harga dirinya – Beri latihan intensif pada anak
untuk pemahaman belajar
– Mengungkapkan penerimaan
berkomunikasi.
diri secara verbal
– Modifikasi cara belajar sehingga
– Mempertahankan postur tubuh anak lebih tertarik.
tegak – Beri reward pada keberhasilan
– Mempertahankan kontak mata anak.
– Mempertahankan – Gunakan alat bantu/peraga dalam
kerapian/hygiene belajar berkomunikasi.
– Menerima kritikan dari orang – Berikan suasana yang nyaman
lain dan tidak menegangkan.
– Anjurkan kepada keluarga untuk
mendekatkan anak pada sibling.
3. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan
perkembangan anak.
Tujuan : Kecemasan orang tua tidak 2) Intervensi
berkelanjutan. – Anjurkan orang tua untuk selalu
1) Luaran : memotivasi anaknya.
– Pasien mengerti tentang prosedur – Anjurkan orang tua untuk
pengobatan
memberikan anaknya bimbingan
– Pasien tidak gelisah
belajar intensif.
– Pasien tidak merasa cemas
– Anjurkan orang tua agar selalu
– Pasien tampak tenang
memantau prilaku anak.
– Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
keseimbanga gizi anak.
– Anjurkan orang tua untuk
membawa anaknya ke dokter
bila perlu.
– Beri penjelasan tentang kondisi
anak kepada orang tua.
4. Kurang pengetahuan pada orang tua berhubungan
dengan cara mengatasi anak dengan kesulitan
berkomunikasi.
Tujuan : pengetahuan keluarga 2) Intervensi :
bertambah – Anjurkan orang tua bersama
1) Luaran : dengan anak untuk membuat
jadwal belajar berkomunikasi.
– Klien mengatakan
memahami dan mengerti – Luangkan waktu kepada orang tua
untuk mendengarkan keluhan.
tentang proses penyakit dan
prosedur tindakan – Anjurkan orang tua untuk lebih
pengobatan. memperhatikan perkembangan
anak.
– Berikan anak makanan seimbang,
4 sehat 5 sempurna untuk
menutrisi otak.
– Berikan suplemen bila perlu.
– Kenali cara/metoda belajar anak.
– Biarkan anak menggunakan
inisiatif/pemikirannya selama
masih dalam batas yang wajar
SINDROM DOWN

Oleh:
Naya Ernawati, S.Kep,Ns,M.Kep
PENGERTIAN

• Down Syndrome (Sindrom Down) merupakan kelainan genetik atau


bawaan yang mengakibatkan penderitanya mempunyai kecerdasan
yang rendah serta kelainan fisik yang khas. Down
syndrome yang dialami oleh penderitanya cukup beragam,
seperti mengalami kelainan yang ringan, mengalami gangguan
berat hingga menimbulkan penyakit jantung.
• Down Syndrome adalah kelainan genetik yang cukup sering
terjadi, hal ini merupakan salah satu penyakit yang
disebabkan oleh kelainan kromosom.
• Down Syndrome adalah kondisi medis yang disebabkan oleh
adanya kromosom ekstra pada pasangan kromosom nomor 21,
sehingga total kromosom pada individu dengan Down Syndrome
menjadi 47
Anamnesis
• Apakah ada yang mengalami
kelainan ini di dalam keluarga
sebelumnya?
• Apakah ada kelainan atau
infeksi pada saat ibu
mengandung?
• Berapa umur ibu saat
mengandung?
Pemeriksaan Penunjang
Lab :
• Maternal serum screening :
• Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-
fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic
gonadotropin (hCG) membuat tes standar, yang dikenal bersama
sebagai “tripel tes.”

• AFP berasal dari yolk sac dan di hati janin, Pada sindrom Down,
AFP menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin
lebih kecil dari biasanya.
• Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta,
menggunakan bahan yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar
adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down kehamilan.
• HCG dihasilkan oleh plasenta, dan digunakan untuk menguji
adanya kehamilan. sindrom Down meningkat pada kehamilan.
• USG
• Penanda yang lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah
pengukuran dari hidung janin; janin dengan Down syndrome
tampaknya memiliki hidung lebih kecil dari USG pada janin normal.
masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan
dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini.
• Amniosentesis
• mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim. Cairan diambil
dengan jarum khusus untuk diuji.
• kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah
janin sindrom Down atau tidak.
• Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu
kehamilan;
beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13.
Efek samping kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan
bocornya cairan ketuban setelah itu. Amniosentesis tidak dianjurkan
sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih
tinggi dan kehilangan kehamilan.
• Chorionic Villus Sampling (CVS)
• Dalam prosedur ini, jumlah kecil jaringan diambil dari plasenta muda
(juga disebut lapisan chorionic).
• Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom
Down.
CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan.
• Translucency Nuchal
• Penemuan paling umum dari USG adalah penebalan pada
translusensi nukal (belakang leher) dari janin biasanya diamati pada
trimester pertama.
• Tes dilakukan antara 11 dan 14 minggu kehamilan, menggunakan
USG untuk mengukur ruang yang jelas dalam lipatan jaringan di
belakang leher bayi berkembang.
• Pada bayi dengan sindrom Down dan kelainan kromosom lain, cairan
cenderung menumpuk di sini, membuat ruang tampak membesar
• Dengan pengujian translusensi nukal, sindrom Down benar terdeteksi
pada sekitar 80% kasus.
TANDA DAN GEJALA
• Sindrom Down
• Penderita sindroma Down biasanya mempunyai tubuh pendek dan
gemuk, lengan atau kaki kadang – kadang bengkok, kepala lebar,
wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung
lebar dan datar, kedua lubang terpisah lebar, adanya jarak yang lebar
pada kedua mata, kelopak mata mempunyai lipatan epikantus. Iris
mata biasanya berbintik – bintik yang disebut Brushfield spot.
• Tangan dan kaki kelihatan lebar dan tumpul, telapak tangan kerapkali
memili garis tangan yang khas abnormal, yaitu hanya hanya
mempunyai sebuah garis horizontal saja (Simian crease) dan antara
ibu jari kaki dan jari kaki kedua berjarak jauh.
TANDA DAN GEJALA

• Mata, hidung, dan mulut biasanya tampak kotor serta gigi yang
rusak.. Retardasi mental juga terjadi, IQ rendah, yaitu antara 25-75,
kebanyakan kurang dari 40. Anak dengan sindroma Down biasa
terlihat happy, suka musik, dan ramah. Kelainan bawaan juga
banyak ditemukan seperti penyakit jantung kongenital (yang
merupakan penyebab kematian utama), duodenal atresia,
tracheoesophageal fistula, dan kelainan imunitas seperti leukemia.
Karena itu, dahulu penderita biasanya hanya berumur maksimal
20 tahun, namun dengan perkembangan pengobatan. antibiotika,
usia mereka dapat diperpanjang
DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
• Hipotiroid congenital
• Hipotiroid Kongenital adalah penyakit yang diakibatkan oleh
berkurangnya atau tidak diproduksinya hormon tiroid setelah bayi
lahir.
• Gangguan pertumbuhan dan retardisi mental merupakan gejala yang
tersering. Namun selain itu terdapat pula gejala-gejala yang tampak
secara fisik seperti: pembesaran kelenjar tiroid atau gondok,
frekuensi buang air besar yang berkurang, suara serak, kulit dan
rambut tampak kering, anak tampak pucat dan frekuensi denyut
jantungnya lebih jarang dari anak normal.
• Namun seorang anak yang menderita hipotiroid kongenital tidak
selalu memiliki semua gejala-gejala tersebut. Gejala dapat timbul
segera setelah lahir atau setelah anak tersebut mengalami proses
belajar, tergantung dari faktor penyebab dan beratnya penyakit
ETIOLOGI
• Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )
• Translokasi robertsonian kromosom 21 dan 14 atau 21 dan 21
• Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )
• Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom
( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :
• Genetik (peningkatan resiko jika ad anak sindrom down dalam
keluarga)
• Radiasi (pernah terpapar radiasi sebelum konsepsi)
• Infeksi Dan Kelainan Kehamilan
• Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu (terutama autoimun tiroid)
• Umur Ibu (>35 th resiko nondisjunction pd kromosom)
PENATALAKSANAAN
• Medikamentosa
• Pendengarannya : anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan
tes pendengaran oleh THT sejak dini.
• Penyakit jantung bawaan
• Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.
• Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.
• Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan
atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan ganggua medula
spinalis, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan
diperlukan konsultasi neurolugis.

• Pendidikan
• Intervensi Dini (latihan motorik kasar dan halus serta agar anak mampu berbahasa
dan mandiri)
• Taman Bermain (meningkatkan kerampilan motorik kasar dan halus lewat bermain
& bersosialisasi)
• Pendidikan Khusus/SLB – C (mengasah pekrkembangan fisik, IQ, sosial, jalin hub
baik)

• Penyuluhan Pada Orang Tua.


• Terapi Fisik
• Tujuan dari terapi fisik di Down Syndrome adalah untuk membantu
anak belajar untuk menggerakkan badannya dalam cara yang
tepat, Sebagai contoh, hipotonia pada anak dengan Down
Syndrome dapat menyebabkan dia untuk berjalan dalam suatu
cara yang tidak posturally benar. Ini disebut kompensasi.
• anak-anak Down Syndrome akan menyesuaikan gerakan mereka
untuk mengkompensasi otot yang hipotoni. Hal ini dapat
menyebabkan masalah, seperti sakit, di masa depan. Jadi tujuan
terapi fisik adalah untuk mengajarkan gerakan fisik yang tepat.
PREVENTIF

• Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan


kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama
ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom
down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun karena
mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom
down lebih tinggi.
• Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan
kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom.
Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti
dengan analisis kromosom.
KESIMPULAN

• Sindrom down berhubungan dengan penyakit genetic yang


sangat dipengaruhi oleh kehamilan ibu, terutama oleh umur
ibu saat mengalami kehamilan itu. Semakin tua umur ibu saaat
hamil, maka factor resiko anaknya mengidap sindrom down
pun akan meningkat. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan
pencegahan dengan melakukan skrining pada ibu yang hamil
agar bisa dilakukan konsultasi untuk tindakan selanjutnya jika
ternyata anak yang dikandung mengalami sindrom down.
PERBEDAAN AUTISM, SYNDROME
DOWN, DAN RETARDASI MENTAL
TERIMA KASIH
ANTICIPATORY GUIDANCE

• PETUNJUK- YANG PERLU DIKETAHUI TERLEBIH


DAHULU AGAR ORANG TUA DAPAT MENGARAHKAN
DAN MEMBIMBING ANAKNYA SECARA BIJAKSANA
SEHINGGA ANAK DAPAT TUMBUH DAN
BERKEMBANG SECARA NORMAL
6 BULAN PERTAMA

• AJARKAN PERAWATAN BAYI DAN BANTU ORANG TUA UNTUK MEMAHAMI KEBUTUHAN
DAN RESPONS BAYI
• BANTU ORANG TUA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN STIMULASI BAYI
• TEKANKAN KEBUTUHAN IMUNISASI
• PERSIAPKAN UNTUK PENGENALAN MAKANAN PADAT
6 BULAN KEDUA

• SIAPKAN ORANG TUA AKAN RESPONS STRANGER ANXIETY (TAKUT PADA


ORANG ASING) DARI ANAK.
• BIMBING ORANG TUA MENGENAI DISIPLIN KARENA PENINGKATAN
MOBILITAS BAYI.
• AJARKAN PENCEGAHAN CEDERA KARENA PENINGKATAN KETERAMPILAN
MOTORIK ANAK DAN RASA KEINGINTAHUANNYA
Usia 12-18 bulan
• Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi adanya
perubahan tingkah laku dari toddler khususnya negativisme.
• Dorong orang tua untuk melakukan penyapihan secara
bertahap dan peningkatan pemberian makanan padat.
• Adanya jadwal waktu makan yang rutin.
• Pencegahan bahaya kecelakaan yang potensial terjadi
terutama di rumah, kendaraan bermotor, keracunan, jatuh.
• Perlunya ketentuan-ketentuan/peraturan/aturan disiplin
dengan lembut dan cara-cara untuk mengatasi negatifistik dan
temper tantrum yang sering terjadi pada todler.
• Perlunya mainan baru untuk mengembangkan motorik,
bahasa, pengetahuan dan keterampilan sosial.
USIA 18-24 BULAN
• MENEKANKAN PENTINGNYA PERSAHABATAN SEBAYA DALAM BERMAIN.
• MENEKANKAN PENTINGNYA PERSIAPAN ANAK UNTUK KEHADIRAN BAYI BARU DAN KEMUNGKINAN TERJADINYA
PERSAINGAN DENGAN SAUDARA KANDUNG (SIBLING RIVALRY). PERSAINGAN
• MENDISKUSIKAN KESIAPAN FISIK DAN PSIKOLOGIS ANAK UNTUK TOILET TRAINING. TOILET TRAINING
• PERAWAT BERTANGGUNG JAWAB DALAM MEMBANTU ORANG TUA MENGIDENTIFIKASI KESIAPAN ANAK UNTUK
TOILET TRAINING. LATIHAN MIKSI BIASANYA DICAPAI SEBELUM DEFEKASI KARENA MERUPAKAN AKTIFITAS
REGULAR YANG DATA DIDUGA. SEDANGKAN DEFEKASI MERUPAKAN SENSASI YANG LEBIH BESAR DARIPADA
MIKSI YANG DAPAT MENIMBULKAN PERHATIAN DARI ANAK.
• MENDISKUSIKAN BERKEMBANGNYA RASA TAKUT SEPERTI PADA KEGELAPAN ATAU SUARA KERAS.
• MENYIAPKAN ORANG TUA AKAN ADANYA TANDA-TANDA REGRESI PADA WAKTU ANAK MENGALAMI STRESS
(MISALNYA ANAK YANG TADINYA SUDAH TIDAK MENGOMPOL TIBA- TIBA MENJADI SERING MENGOMPOL).
USIA 24-36 BULAN
• MENDISKUSIKAN KEBUTUHAN ANAK UNTUK DILIBATKAN DALAM KEGIATAN DENGAN
CARA MENIRU.
• MENDISKUSIKAN PENDEKATAN YANG DILAKUKAN DALAM TOILET TRAINING DAN SIKAP
MENGHADAPI KEADAAN-KEADAAN SEPERTI MENGOMPOL ATAU BUANG AIR BESAR (BAB)
DICELANA.
• MENEKANKAN KEUNIKAN DARI PROSES BERFIKIR TODDLER MISALNYA: MELALUI BAHASA
YANG DIGUNAKAN, KETIDAKMAMPUAN MELIHAT KEJADIAN DARI PERSPEKTIF YANG LAIN.
• MENEKANKAN DISIPLIN HARUS TETAP BERSTRUKTUR DENGAN BENAR DAN NYATA,
AJUKAN ALASAN YANG RASIONAL, HINDARI KEBINGUNGAN DAN SALAH PENGERTIAN
USIA PRASEKOLAH
• MENEKANKAN PENTINGNYA BATAS-BATAS/PERATURAN-PERATURAN.
• MENGANTISIPASI PERUBAHAN PERILAKU YANG AGRESIF (PERILAKU & BAHASA).
• MENGANJURKAN ORANG TUA UNTUK MENAWARKAN KEPADA ANAKNYA ALTERNATIF
SAAT ANAK BIMBANG.
• PERLUNYA PERHATIAN EKSTRA
• MENYIAPKAN MENINGKATNYA RASA INGIN TAHU TENTANG SEKSUAL.
• MENEKANKAN PENTINGNYA BATAS-BATAS YANG REALISTIK DARI TINGKAH LAKUNYA.
• MENYIAPKAN ANAK MEMASUKI LINGKUNGAN SEKOLAH.
USIA SEKOLAH
• Bantu Orang Tua Untuk Memahami Kebutuhan Sosialisasi Dengan Cara
Mendorong Anak Berinteraksi Dengan Temannya.
• Ajarkan Pencegahan Kecelakaan Dan Keamanan Terutama Naik Sepeda.
• Siapkan Orang Tua Akan Peningkatan Ketertarikan Anak Keluar Rumah.
• Menekankan Untuk Mendorong Kebutuhan Akan Kemandirian.
• Siapkan Orang Tua Menghadapi Anak Terutama Anak Perempuan Memasuki
Pubertas.
• Pendidikan Seks (Sex Education) Yang Adekuat Dan Informasi Yang Akurat.
USIA REMAJA
• TERIMA REMAJA SEBAGAI MANUSIA BIASA
• HARGAI IDE-IDENYA, KESUKAAN DAN KETIDAKSUKAAN SERTA HARAPANNYA.
• BIARKAN REMAJA MEMPELAJARI DAN MELAKUKAN HAL-HAL YANG DISUKAINYA
WALAUPUN BERBEDA DENGAN ORANG DEWASA.
• BERIKN BATASAN YANG JELAS DAN MASUK AKAL.
• HARGAI PRIVACY REMAJA
• BERIKAN KASIH SAYANG TANPA MENUNTUT.
• GUNAKAN PERTEMUAN KELUARGA UNTUK MERUNDINGKAN MASALAH DAN
MENENTUKAN ATURAN-ATURAN.
PENCEGAHAN KECELAKAAN
BAYI :
• ASPIRASI
• KEKURANGAN O2
• JATUH
• LUKA BAKAR
• KERACUNAN
KECELAKAAN PD TODDLER
• JATUH/LUKA AKIBAT MENGENDARAI SEPEDA. PENCEGAHAN YANG BISA DILAKUKAN:
• AWASI ANAK JIKA BERMAIN DEKAT SUMBER AIR.
• TENGGELAM. • AJARKAN ANAK BERENANG.

• KERACUNAN ATAU TERBAKAR. • SIMPAN KOREK API, HATI-HATI TERHADAP KOMPOR MASAK DAN STRIKA.
• TEMPATKAN BAHAN KIMIA/TOXIC DI LEMARI.
• TERTABRAK KARENA LARI MENGEJAR • JANGAN BIARKAN ANAK MAIN TANPA PENGAWASAN.
BOLA/BALON. • CEK AIR MANDI SEBELUM DIPAKAI.

• ASPIRASI DAN ASFIKSIA. •
TEMPATKAN BARANG-BARANG BERBAHAYA DITEMPAT YANG AMAN.
JANGAN BIARKAN KABEL LISTRIK MENGGANTUNG/MENJUNTAI KE LANTAI.
• AWASI ANAK PADA SAAT MEMANJAT, LARI, LOMPAT.
KECELAKAAN PD PRA SEKOLAH
• OBYEK PANAS, BENDA TAJAM, AKIBAT NAIK PENCEGAHAN :
SEPEDA MISALNYA MAIN DI JALAN, LARI • MENGONTROL LINGKUNGAN.
MENGAMBIL BOLA/LAYANGAN, MENYEBERANG • MENDIDIK ANAK TERHADAP KEAMANAN DAN POTENSIAL
JALAN. BAHAYA.
• JAUHKAN KOREK API DARI JANGKAUAN.
• MENGAMANKAN TEMPAT-TEMPAT YANG SECARA
POTENSIAL DAPAT MEMBAHAYAKAN ANAK.
• MENDIDIK ANAK CARA MENYEBERANG JALAN, ARTI
RAMBU-RAMBU LALU LINTAS.
KECELAKAAN PD ANAK USIA SEKOLAH
• ANAK BIASANYA SUDAH BERPIKIR SEBELUM BERTINDAK.
• AKTIF DALAM KEGIATAN: MENGENDARAI SEPEDA, MENDAKI GUNUNG, BERENANG.
• BERIKAN PENDIDIKAN TENTANG ATURAN LALU-LINTAS PADA ANAK.
• APABILA ANAK SUKA BERENANG, AJAKAN ATURAN YANG AMAN DALAM BERENANG.
• AWASI ANAK SAAT MENGGUNAKAN ALAT BERBAHAYA SEPERTI GERGAJI, ALAT
LISTRIK.
• AJARKAN ANAK UNTUK TIDAK MENGGUNAKAN ALAT YANG BISA
MELEDAK/TERBAKAR
KECELAKAAN PADA REMAJA
JENIS KECELAKAAN YANG SERING TERJADI PADA USIA INI ADALAH:
• KECELAKAAN LALU LINTAS TERUTAMA KENDARAAN BERMOTOR
• KECELAKAAN KARENA OLAH RAGA.

PEMAHAMAN KEPADA REMAJA TENTANG:


• PETUNJUK DALAM PENGGUNAAN KENDARAAN BERMOTOR
• ADA NEGOSIASI ANTARA ORANG TUA DENGAN REMAJA.
• PENGGUNAAN ALAT PENGAMAN YANG SESUAI SEPERTI HELM SESUAI STANDAR,
• PENGGUNAAN SABUK KESELAMATAN.
• MELAKUKAN LATIHAN FISIK YANG SESUAI SEBELUM MELAKUKAN OLAH RAGA
• Thalasemia, hemofilia, dan leukemia adalah tiga kondisi medis yang
berbeda dan tidak memiliki persamaan dalam hal penyebab, gejala,
dan pengobatan.
• Namun, semua berkaitan dengan masalah dalam sistem darah atau
sel-sel darah.
1. Thalasemia
• Thalasemia adalah kelompok gangguan darah yang ditandai oleh
produksi hemoglobin yang kurang atau tidak normal dalam sel darah
merah.
• Ini adalah kondisi genetik yang diwariskan dari orang tua ke anak.
• Gejala thalasemia bisa bervariasi dari ringan hingga parah, tergantung
pada jenis dan tingkat keparahannya. Gejala umum meliputi anemia
(kekurangan sel darah merah), kelelahan, kulit pucat, dan
pertumbuhan terhambat pada anak-anak.
• Pengobatan melibatkan terapi transfusi darah, suplemen zat besi, dan
dalam kasus yang parah, transplantasi sumsum tulang.
2. Hemofilia
• Hemofilia adalah kelompok gangguan pembekuan darah yang ditandai
dengan kurangnya atau ketidakmampuan darah untuk membeku dengan
baik.
• Kondisi ini juga merupakan penyakit genetik yang diwariskan dari orang tua
ke anak, biasanya lebih umum terjadi pada laki-laki.
• Gejala hemofilia meliputi perdarahan yang berlebihan setelah cedera kecil
atau operasi, perdarahan sendi, perdarahan otot, dan perdarahan internal.
• Pengobatan hemofilia melibatkan penggunaan faktor pembekuan darah
yang hilang atau kurang dalam tubuh pasien, baik dalam bentuk injeksi
profilaksis rutin atau sebagai reaksi terhadap perdarahan yang terjadi.
3. Leukemia
• Leukemia adalah jenis kanker yang memengaruhi sel-sel darah putih dalam
sumsum tulang dan darah.
• Ini tidak selalu merupakan penyakit yang diwariskan, dan penyebab
pastinya belum sepenuhnya dipahami, meskipun faktor genetik dan
lingkungan dapat berperan.
• Gejala leukemia dapat bervariasi, tetapi termasuk kelelahan, infeksi yang
sering kambuh, pembengkakan kelenjar getah bening, perdarahan
berlebihan, dan penurunan berat badan yang tidak dijelaskan.
• Pengobatan leukemia bergantung pada jenisnya, dan dapat mencakup
kemoterapi, terapi radiasi, transplantasi sumsum tulang, dan terapi target
yang ditargetkan pada sel kanker.
ASSALAMUALAIKUM WR WB
PEMERINTAH MEMEBUAT KEBIJAKAN :
1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali, atau pihak lain manapun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat berlindungan dari perlakuan :
a. Diskriminsi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan;
f. Perlakuan salah lainnya

2. Dalam hal orangtua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
sebagaimana di maksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
WALAIKUMSALAM WR WB

SELAMAT BELAJAR, SEMOGA SUKSES SELALU


AAMIIIN
RETARDASI MENTAL

Oleh:
Tim Keperawatan Anak
Retardasi Mental (RM)

• Suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau


tidak lengkap atau tidak sesuai dengan tingkat
perkembangan anak seusianya.
• Ditandai oleh rendahnya keterampilan selama masa
perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat
intelegensia anak yaitu pada kemampuan kognitif,
bahasa, motorik dan sosial anak
• Bukan suatu penyakit melainkan suatu kondisi yang
timbul pada usia yang dini (biasanya sejak lahir) dan
menetap sepanjang hidup individu tersebut.
Penyebab

• RM terjadi oleh karena otak tidak berkembang secara


optimal dengan latar belakang;
– Adanya masalah dalam kandungan, berupa masalah pada ibu
seperti ,
• Kekurangan gizi
• Ketergantungan alkohol
• Penyakit infeksi tertentu
– Adalah masalah pada saat anak dilahirkan, seperti adanya
kesulitan dalam proses persalinan, lilitan tali pusat sehingga
mengganggu dalam proses persalianan, dsb
Penyebab (2)

– Masalah pada tahun-tahun pertama kehiduapan anak, seperti


infeksi pada otak, kuning yang berkepanjangan, kejang yang
tidak terkontrol, kecelakaan, serta adanya malnutrisi
– Masalah dalam pola asuh seperti kurangnya stimulasi,
kekerasan pada anak, penelantaran, dsb
– Faktor genetik, seperti down’s syndrome

• Pada umumnya anak dengan RM sulit dicari satu


penyebab yang pasti
RM akan mempengaruhi perkembangan anak
dalam berbagai bentuk, yaitu;

• Aspek fisik, misalnya dalam kemampuan anak untuk


duduk, berjalan, dan menulis
• Aspek perawatan diri sendiri, misalnya kemampuan
untuk makan sendiri, mandi sendiri dan menggunakan
alat-alat yang umum digunakan dalam rumah
• Aspek komunikasi, seperti berbicara, berbahasa dan
memahami instruksi
• Aspek sosial, seperti bersosialisasi dan bermain dengan
anak lain
• Aspek mental emosional, seperti hiperaktivitas, depresi
dan kecemasan
Tanda-tanda

• Adanya keterlambatan dalam tahapan perkembangan


• Adanya kesulitan dalam belajar dan kesulitan dalam
bersosialisasi
• Tidak mampu memahami/melaksanakan instruksi
• Adanya perilaku seksual yang tidak sesuai (pada anak
remaja)
• Adanya kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari
(orang dewasa)
• Adanya kesulitan dalam adaptasi sosial (orang dewasa)
• RM sedang dan berat pada umumnya dapat dideteksi
pada anak yang berusia di bawah 2 tahun
Kriteria diagnosis

A. Gambaran utama
a) Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, secara klinis
dikenal;
i. RM ringan jika IQ antara 50-70
ii. RM sedang jika IQ antara 35-49
iii. RM berat jika IQ antara 20-34
iv. RM sangat berat jika IQ <20
b) Terdapat kekurangan atau hendaya dalam perilaku adaptif
(dalam proses belajar atau adaptasi sosial) yang
dipertimbangkan berdasarkan budaya umum dan budaya
setempat
c) Timbul sebelum usia 18 tahun
B. Gambaran penyerta
a) Penyandang RM sering disertai dengan adanya psikopatologi
yang lain, misalnya agresif, iritabel, gerakan stereotipik, dll.
b) Penyandang RM mempunyai risiko lebih besar untuk di
eksploitasi, dan diperlakukan salah secara
fisik/emosional/seksual
RM ringan (mampu didik)

• Mulai tampak gejala pada usia sekolah dasar, misalnya


sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan
untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan
hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi
• Anak dapat menyelesaikan pendidikan dasar (tamat SD)
• 80 % dari anak dengan RM termasuk dalam golongan ini
RM sedang (mampu latih)

• Sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya


keterlambatan dalam perkembangan, misalnya
perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya
• Anak hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri
• Pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan
dasarnya
• Angka kejadian sekitar 12 % dari seluruh kasus RM
RM berat dan sangat berat

• Sudah tampak sejak anak lahir, yaitu perkembangan


motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat
minim
• Hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan
keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar
• Angka kejadian 8 % dari seluruh RM
Tatalaksana

• Berikan informasi mengenai RM dan dampaknya kepada


orang tua atau pengasuhnya
• Tidak ada pengobatan khusus. Obat-obatan hanya
diberikan jika RM disertai dengan gangguan fisik atau
mental lainnya
• Program pelatihan khusus yang intensif berupa pelatihan
keterampilan hidup yang mendasar
• Program pendidikan luar biasa
• Konsultasi dengan profesional di bidang kesehatan jiwa
lainnya bila diperlukan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
kasus RM
• Keterlambatan perkembangan seringkali mempunyai
latar belakang RM
• Sebagian besar anak dengan RM tidak berbeda dengan
anak-anak lain pada umumnya
• RM tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dicegah
dengan adanya antenatal care yang baik, persalinan
yang aman dan stimulasi anak yang adekuat
• Deteksi dini sangat penting, karena dengan adanya
pelatihan orang tua maka outcome dari perkembangan
anak selanjutnya akan lebih baik
Cont..
• Orang tua sebaiknya bersifat fleksibel dalam
menentukan target bagi anak dengan RM
• Dengan memperhatikan derajat RM maka orang tua
dapat menentukan aktivitas apa yang sesuai bagi anak
• Aktivitas yang diberikan kepada anak sebaiknya dipecah
dalam berbagai tahapan
• Stimulasi merupakan hal yang paling penting dilakukan
• Harus ada pujian dan hadiah jika anak berhasil
melakukan hal yang di minta
• Latihan keterampilan sosial
• Orang tua tidak boleh melakukan proteksi berlebihan
pada anak
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai