Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM NEUROLGI

SEREBRAL PALSY PADA ANAK

Oleh :

KELOMPOK 9

Maria Magdalena widyastutie

Suyatmi NIM . 2214314201184

Zera NIM. 2214314201183

Sri Masriah NIM .2214314201182

Erdya Vindi P NIM. 2214314201191

Febry NIM. 2214314201104

Ary Naning Viva D.P NIM .2214314201190

NIM .2214314201189

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI

MALANG
2023

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

CEREBRAL PALSY

1.1. Definisi

Cerebral Palsy (CP) adalah salah satu penyakit kronis yang ditandai dengan gangguan

postur dan gerak nonprogresif. Spatisitas menyebabkan gangguan postur tubuh,gerak control,

keseimbangan dan koordinasi sehingga akan mengganggu aktivitas fungsional anak dengan

CP(deformitas) (Rahma, 2017). Sedangkan Menurut (Kharisma, 2016) Istilah Cerebral Palsy

yang berhubungan dengan otak palsy adalah ketidakmampuan fungsi otot. Dimana anak yang

menderita Cerebral Palsy dapat mengalami gangguan syaraf permanen yang mengakibatkan

anak terganggu fungsi motorik kasar, motoric halus, juga kemampuan bicara dan gangguan

lainnya. Karena Cerebral palsy berpengaruh pada fungsi koordinasi.

Pada kesimpulannya , Cerebral (otak) Palsy (Kelumpuhan) adalah suatu kelainan otak

yang ditandai dengan gangguan mengontrol hingga timbul kesulitan dalam bergerak dan

meletakkan posisi tubuh disertai gangguan fungsi tubuh lainnya (WHO, 2014) akibat

kerusakan atau kelainan fungsi bagian otak tertentu pada bayi atau anak dapat terjadi ketika

bayi dalam kandungan, saat lahir atau setelah lahir, sering disertai dengan ketidaknormalan

bicara, penglihatan, kecerdasan kurang, buruknya pengendalian otot, kekakuan, kelumpuhan

dan gangguan saraf lainnya. (Ningtiyas, 2017)

1.2. Etiologi

Penyebab CP dapat dibagi dalam 3 bagian (Sheresta N, 2017), yaitu prenatal, perinatal,

dan pasca natal.

1. Prenatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin misalnya oleh

lues, toksoplasmosis, rubella. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan


dan retardasi mental. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan

kehamilan dapat menimbulkan “Palsi Serebral”

2. Perinatal

a) Anoksia/hipoksia

Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal adalah “brain

injury”. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat

pada keadaan. presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama,

plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan instrumen tertentu dan lahir

dengan seksio kaesar (Sheresta N, 2017).

b) Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia.

Perdarahan dapat terjadi diruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan

CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus. Perdarahan diruang subdural dapat

menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.

c) Prematuritas

Bayi yang kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak

yang lebih banyak daripada bayi yang cukup bulan karena pembuluh darah, enzim,

dan faktor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. Otak belum

matang pada bayi premature.

d) Ikterus

Ikterus pada neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang

permanen akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan

inkompatibilitas golongan darah. Bentuk CP yang sering terjadi adalah atetosis, hal

ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi pada bayi yang lahir dengan mengalami
hiperbilirubinemia tanpa mendapatkan terapi yang diperlukan untuk mencegah

peningkatan konsentrasi unconjugated bilirubin.

e) Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat

pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa CP.

3. Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat

menyebabkan CP, misalnya pada trauma kapitis, meningitis, ensefalitis dan luka parut

pada otak pasca-operasi, dan juga kern ikterus seperti kasus pada gejala sekuele

neurogik dan eritroblastosis fetal atau defisiensi enzim hati (Tjasmani, 2016).

1.

1.1.

1.2.

1.3. Klasifikasi

Menurut (Kemala, 2014) Berdasarkan letak kelainan otak dan fungsi gerak Cerebral

palsy dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

a) Cerebral Palsy Spastik

Merupakan bentukan CP Anatomi yang mengalami kerusakan pada kortex

cerebellum yang menyebabkan hiperaktive reflex dan stretch reflex terjadi terbanyak

(70-80%). Otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur.

Jika kedua tungkai mengalami spastisitas pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai

tampak bergerak kaku dan lurus. Cerebral Palsy spastik dapat dikelompokkan menurut

kelainan pokoknya (Kemala, 2014), yaitu berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena

1. Monoplegia

Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan.


2. Diplegia

Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua lengan.

3. Tetraplegia/Quadriplegia

Tetraplegia bila mengenai 3 ekstremitas, yang paling banyak adalah mengenai kedua

lengan dan 1 kaki. Quadriplegia bila keempat ekstremitas terkena dengan derajat

yang sama.

4. Hemiplegia

Bila mengenai salah satu sisi tubuh dan lengan terkena lebih berat, Serangan epilepsi

fokal tidak begitu umum, tetapi secara banding lebih sering dijumpai pada anak

hemiplegia spastik daripada anak non-spastik.

b) Cerebral Palsy athetosis/diskenetik/koreoatetosis

Bentuk CP ini menyerang kerusakan pada bangsal banglia yang mempunyai karakteristik

gerakan menulis yang tidak terkontrol. Gerakan abnormal ini mengenai lengan atau

tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah menyebabkan anak-anak

menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode

peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Pasien juga mengalami masalah koordinasi

gerakan otot bicara (disartria). CP atetosis terjadi pada 10-20% penderita CP (Kemala,

2014). Atetotis dibagi menjadi 2 yaitu;

1. Distonik

Kondisi ini sangat jarang sehingga penderita yang mengalami distonik dapat

mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan

oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah

proksimal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang, terutama pada leher

dan kepala.

2. Diskinetik

Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan-gerakan involunter tidak


terkontrol, berulang-ulang dan kadang melakukan gerakan stereotipe.

c) Cerebral Palsy ataksid/ataxia

Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan

tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan

posisi saling berjauhan, berjalan gontai kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan

tepat, misalnya menulis, atau mengancingkan baju (Kemala, 2014).

d) Cerebral Palsy campuran

Seseorang mempunyai kelainan dua atau lebih dar tipe-tipe kelainan di atas.

Berdasarkan estimasi tingkat derajat kecacatan (Sheresta N, 2017) :

1. Minimal

a) Perkembangan motrik normal hanya terganggu secara kualitatif

b) Gejala : kelainan tonus sementara, reflex primitif menetap tidak terlalu lama,

kelainan postur ringan, gangguan motoric kasar dan halus, misalnya clumpsy.

c) Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan belajar spesifik.

2. Ringan

a) Perkembangan motoric Berjalan usia 24 bulan -36 bulan , penderita masih bisa

melakukan pekerjaan atau aktvitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau

hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus

b) Gejala : beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis, perkembangan refleks

primitive abnormal,respon postural terganggu, gangguan motorik(tremor),

gangguan koordinasi.

c) Penyakit penyerta gangguan komunikasi, dan gangguan belajar spesifik

3. Sedang

a) Perkembangan motoric : berjalan usia >3 tahun, anak berjalan dengan atau tanpa

alat bantu ,kadang memerlukan bracing untuk ambulasi seperti tripod atau

tongkat. Kaki atau tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat

badan. Aktivitas terbatas akan tetapi dapat melakukan aktivitas sehari-hari

secara mandiri , penderita membutuhkan sedikit bantuan khusus dan pendidikan


khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak dan berbicara.

Pengertian atau rasa keindahan masih ada , dengan pertolongan khusus

diharapkan penderita dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga dapat

bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat.

b) Gejala : Berbagai kelainan neurologis, refleks primitif menetap dan kuat

4. Berat

a) Perkembangan motoric : Penderita sama sekali tidak bisa melakukan aktivitas

fisik(berjalan) atau berjalan dengan alat bantu khusus seperti kursi roda kadang

perlu operasi. Penderita tidak mungkin hidup tanpa pertolongan orang lain, dan

membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara serta tidak dapat

menolong diri-sendiri. pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan

sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dengan

reterdasi mental , yang pengertian dan rasa keindahan tidak ada sehingga akan

menimbulkan gangguan social-emosional baik bagi keluarganya maupun

lingkungannya.

b) Gejala : neurolgis dominan, refleks primitif menetap dan respon postural tidak

muncul (RI., 2014) :

Berdasarkan defisit neurologis, Cerebral Palsy terdiri dari :

1) Tipe spastik atau piramidal

Pada tipe ini gejala yang selalu ada adalah :

A) Hipertoni (fenomena pisau lipat)

B) Hiperfleksi yang disertai klonus

C) Kecenderungan timbul kontraktur

D) Refleks patologis

2) Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk, gerakan involunter, seperti atetosis, dystonia,

dan ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retardasi mental. Pada

tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa melihat wajah

yang asimetris dan disartria (Sheresta N, 2017).

1.4. Faktor Resiko

Menurut (Sheresta N, 2017) Faktor-faktor resiko yang menyebabkan kemungkinan

terjadinya CP semakin besar antara lain adalah :

1) Letak sungsang.

2) Proses persalinan sulit

Masalah vascular atau respirasi bayi selama persalinan merupakan tanda awal yang

menunjukkan adanya masalah kerusakan otak atau otak bayi tidak berkembang secara

normal. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan kerusakan otak permanen.

3) Apgar Score

Apgar score yang rendah hingga 10-20 menit setelah kelahiran

4) BBLR dan prematus

5) Kehamilan ganda

6) Malformasi SSP (Sistem saraf pusat)

Sebagian besar bayi-bayi yang lahir dengan CP memperlihatkan malformasi SSP yang

nyata, misalnya lingkar kepala abnormal (mikrosefali). Hal tersebut menunjukkan bahwa

masalah telah pada saat perkembangan SSP sejak dalam kandungan.

7) Perdarahan Maternal atau proteinuria berat pada saat masa akhir kehamilan.

Perdarahan vaginal selama bulan ke 9 hingga 10 kehamilan dan peningkatan jumlah

protein dalam urine berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya CP pada bayi.
8) Hipertiroids maternal, mental retardasi dan kejang

9) Kejang dan bayi baru lahir

1.

1.1.

1.2.

1.3.

1.4.

1.5. Manifestasi Klinis

Tanda awal Cerebral Palsy biasanya tampak pada usia kurang dari 3 tahun, dan orangtua

sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan. motorik anak tidak normal (Sitorus, 2016)

Bayi dengan CP sering kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak, atau

berjalan. Sebagian mengalami abnormalitas tonus otot. Penurunan tonus otot atau hipotonia

(keadaan sulit berjalan) dapat menyebabkan bayi tampak lemah dan lemas serta bayi tampak

kaku.

Pada sebagian kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutya berkembang

menjadi hypertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak CP mungkin menunjukkan postur abnormal

pada salah satu sisi tubuh (Arvin K. B., 2012).

Anak CP memiliki karakteristik berikut :

1) Kemampuan motorik

Anak CP memiliki gangguan fungsi motorik. Gangguan ini berupa kekauan,

kelumpuhan,kurang koordinasi, hilang keseimbangan dan munculnya gerakan-gerakan

ritmis.gangguan ini tidak hanya berakibat kepada fungsi anggota gerak tetapi fungsi-fungsi

lain yang berhubungan dengan masalah motorik lain seperti gangguan bicara, mengunyah,

dan menelan.

2) Kemampuan sensoris

Pada umumnya anak CP juga memiliki gangguan dalam hal sensorisnya. Gangguan sensoris
tersebut meliputi gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan kinestetik-

taktil

3) Kemampuan intelektual

Kemampuan intelektual anak CP beragam rentang dari rentang idiot sampai gifted. Dengan

tingkat kecerdasan bervariasi sekitar 45% mengalami keterbelakangan mental , 35%

mempunyai tingkat kecerdasan normal hingga diatas rata-rata dan sisanya mengalami

cenderung dibawah rata-rata.

4) Kemampuan persepsi

Peristiwa persepsi terjadi di otak. Karena kerusakan anak CP terjadi di otak, maka pada

umumnya mereka juga mengalami gangguan persepsi baik itu secara visual, auditif maupun

kinestetik.

5) Kemampuan berbicara dan komunikasi

Sebagian besar anak CP mengalami gangguan bicara sebagai akibat dari kekakuan otot-otot

motorik bicara mereka. Gangguan bicara yang terjadi dapat mengarah kepada gangguan

komunikasi. Anak CP mengalami kesulitan dan mengungkapkan ide dan gagasan mereka

bahkan diantara mereka bicaranya tidak jelas sehingga sukar dipahami maksut

pembicaraannya.

6) Kemampuan Emosi dan penyesuaian Sosial

Kebanyakan CP mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosial ini berkaitan dengan

konsep yang mereka miliki.

1.6. Patofisiolgis

Pada CP terjadi kerusakan pada pusat motorik dan menyebabkan terganggunya fungsi

gerak yang normal. Pada kerusakan korteks cerebri terjadi kontraksi otak yang terus menerus

dimana disebabkan karena tidak terdapatnya inhibisi langsung pada lengkung reflex. Bila

terdapat cidera berat pada system ekstra pyramidal dapat menyebabkan gangguan pada

semua gerak atau hypotonic, termasuk kemampuan bicara. Namun bila hanya cedera ringan

maka gerakan gross motor dapat dilakukan tetapi tidak terkoordinasi dengan baik dan

gerakan motorik halus sering kali tidak dapat dilakukan. Gangguan proses sensorik primer
terjadi di sereblum yang mengakibatkan terjadinya ataksia. Pada keterbatasan gerak akibat

fungsi motor control akan berdampak juga pada proses sensorik (Herdiman, 2013)

1.7. Pemeriksaan Penunjang

Cerebral palsy dapat didiagnosis menggunakan kriteria Levine (POSTER) (Burkhardt,2017).

POSTER terdiri dari :

a. P – Posturing/Abnormal Movement (Gangguan Posisi Tubuh atau Gangguan Bergerak).

b. O – Oropharyngeal Problems (Gangguan Menelan atau Fokus di Lidah)

c. S – Strabismus (Kedudukan Bola Mata Tidak Sejajar)

d. T – Tone (Hipertonus atau Hipotonus).

e. E – Evolution Maldevelopment (Refleks Primitif Menetap atau Refleks Protective

Equilibrium Gagal Berkembang).

f. R – Reflexes (Peningkatan Refleks Tendon atau Refleks Babinski menetep).

Abnormalitas empat dari enam kategori diatas dapat menguatkan diagnosis CP Menurut

(Sitorus, 2016) , untuk pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan dengan :

a. Electroencephalogram (EEG)

EEG dapat dilakukan dari usia bayi sampai dewasa.merupakan salah satu

pemeriksaan penting pada pasien dengan kelainan susunan saraf pusat. Alat ini bekerja

dengan prinsip mencatat aktivitas elektrik di dalam otak, terutama pada bagian korteks

(lapisan luar otak yang tebal). Dengan pemeriksaan ini, aktifitas sel-sel saraf otak kortek yang

fungsinya untuk kegiatan sehari-hari, seperti tidur, istirahat, dan lain- lain, dapat direkam.

b. Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)

Alat ini berguna untuk membuktikan dugaan adanya kerusakan pada otot atau saraf.

NCV digunakan terlebih dahulu sebelum EMG, dan digunakan untuk mengukur kecepatan

saat dimana saraf-saraf mentransmisikan sinyal.


BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN SEREBRAL PALSY

2.

2.1. Pengkajian

a. Data demografi

Pada data demografi terkait dengan nama, jenis kelamin, usia, alamat dan data pada

keluarga

b. Keluhan utama

Biasanya pada cerebral palsy didapatkan keluhan utama yaitu : Sukar makan atau

menelan , otot kaku, sulit bicara, kejang, badan gemetar, perkembangan yang terlambat

dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh abnormal. kurang

tonus otot dan permasalahan pada BAB dan BAK.

c. Riwayat Kesehatan
cerebral palsy di dapatkan postur tubuh abnormal, pergerakan kurang, otot kaku,

gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, Peningkatan atau penurunan tahanan pada

gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan) Kelemahan Otot,

Retardasi Mental

d. Riwayat Kesehatan masa lalu

e. Riwayat kehamilan dan persalinan

f. Fungsi Intelektual

Biasanya ditemukan pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada

kira-kira dua pertiga individu), kecerdasan di bawah normal, kesulitan belajar dan

gangguan perilaku.

1.

2.

2.1.

2.2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan reflek Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada

usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan

menggenggam menetap atau hiperaktif, hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan

reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat. h.

b. Pemeriksaan tonus Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur

opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau

berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada

pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).

c. Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Perlambatan perkembangan motorik kasar Manifestasi umum, pelambatan pada

semua pencapaian motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan, Monitor

Respon Bermain Anak Lambat.

2. Tampilan motorik abnormal Penggunaan tangan unilateral yang terlalu dini,

merangkak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau


tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makan, sariawan lidah

menetap.

2.3. Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

a. Gangguan Mobilitas Fisik b/d Keterlambatan Perkembangan – Gangguan Kognitif (D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (L. 05042)

 Pergerakan ekstermitas meningkat

 Kekuatan otot meningkat

 Rentang Gerak (ROM) meningkat

 Kecemasan menurun

 Kaku sendi menurun

 Gerak tidak terkoordinasi menurun

 Gerakan terbatas menurun

 Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan: Dukungan Ambulasi (I.06171)

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

 Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi

 Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

 Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk)

 Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

 Anjurkan melakukan ambulasi dini

 Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke

kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

b. Risiko Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan menelan dan mencerna makanan (D.0019)
Luaran: Status nutrisi membaik (L.03030)

 Porsi makan yang dihabiskan meningkat

 Kekuatan otot mengunyah meningkat

 Kekuatan otot menelan meningkat

 Serum albumin meningkat

 Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi

 Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat

 Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat

 Sikap terhadap makanan/ minuman sesuai dengan tujuan kesehatan

 Perasaan cepat kenyang menurun

Intervensi Keperawatan:

Manajemen Nutrisi (I. 03119)

 Identifikasi status nutrisi

 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

 Identifikasi makanan yang disukai

 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

 Monitor asupan makanan

 Monitor berat badan

 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

 Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

 Berikan suplemen makanan, jika perlu


 Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat

ditoleransi

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu

 Ajarkan diet yang diprogramkan

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika

perlu

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang

dibutuhkan, jika perlu

Promosi Berat Badan

 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang

 Monitor adanya mual dan muntah

 Monitor jumlah kalorimyang dikomsumsi sehari-hari

 Monitor berat badan

 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum

 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perlu

 Sediakan makan yang tepat sesuai kondisi pasien( mis. Makanan dengan tekstur halus,

makanan yang diblander, makanan cair yang diberikan melalui NGT atau Gastrostomi,

total perenteral nutritition sesui indikasi)

 Hidangkan makan secara menarik

 Berikan suplemen, jika perlu

 Berikan pujian pada pasien atau keluarga untuk peningkatan yang dicapai

 Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namuntetap terjangkau

 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan

c. Gangguan Komunikasi Verbal b/d gangguan neuromuskuler (D.0119)


Luaran: Komunikasi Verbal meningkat (L.13118)

 Kemampuan berbicara meningkat

 Kemampuan mendengar meningkat

 Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh meningkat

 Kontak Mata meningkat

 Pelo dan gagap menurun

 Respon perilaku meningkat

 Pemahaman komunikasi meningkat

Intervensi Keperawatan: Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)

 Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume dasn diksi bicara

 Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara

 Monitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara

 Identifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

 Gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis, berkedip, papan Komunikasi

dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan computer)

 Sesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien,

dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau pemikiran sekaligus,

bicaralah dengan perlahan sambil menghindari teriakan, gunakan Komunikasi tertulis,

atau meminta bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien.

 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan

 Ulangi apa yang disampaikan pasien

 Berikan dukungan psikologis

 Gunakan juru bicara, jika perlu

 Anjurkan berbicara perlahan

 Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berhubungan

dengan kemampuan berbicara


 Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

d. Risiko Cedera b/d perubahan fungsi psikomotor (D.0136)

Luaran: Tingkat Cedera menurun (L.14136)

 Toleransi aktivitas meningkat

 Nafsu dan toleransi makanan meningkat

 Kejadian cedera menurun

 Luka lecet dan perdarahan menurun

 Ekspresi wajah kesakitan menurun

 Agitasi dan iratibilitas menurun

 Gangguan mobilitas dan kognitif menurun

 Tekanan darah, nadi, frekwensi nafas, dan denyut jantung membaik

 Pola Istirahat tidur membaik

Intervensi Keperawatan

Manajemen Keselamatan Lingkungan

 Identifikasi kebutuhan keselamatan

 Monitor perubahan status keselamatan lingkungan

 Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan

 Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko

 Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)

 Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)

 Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan


Pencegahan Cidera

 Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera

 Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah

 Sediakan pencahayaan yang memadai

 Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap

 Sediakan alas kaki antislip

 Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat tidur, Jika perlu

 Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau

 Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan

 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga

 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa menit sebelum berdiri

e. Gangguan Tumbuh Kembang b/d Efek ketidakmampuan fisik (D.0106)

Luaran: Status Perkembangan membaik (L.10101)

 Keterampilan perilaku sesuai usia meningkat

 Berat badan dan panjang/tinggi badan sesuai usia meningkat

 Lingkar kepala meningkat

 Kecepatan pertambahan berat badan meningkat

 Indeks massa tubuh meningkat

 Asupan nutrisi meningkat

 Kemampuan melakukan perawatan diri meningkat

 Respon sosial meningkat

 Kontak mata meningkat

 Kemarahan dan regresi menurun

 Afek dan pola tidur membaik

Intrevensi Keperawatan:
Perawatan Perkembangan (I. 10339)

 Identifikasi pencapaian tugas perkembangan anak

 Identifikasi isyarat prilaku dan fisiologis yang di tunjukkan bayi

 Pertahankan sentuhan seminimal mungkin pada bayi premature

 Berikan sentuhan yang bersifat gentle dan tidak ragu ragu

 Minimalkan nyeri

 Minimalkan kebisingan ruangan

 Pertahankan lingkungan yang mendukung perkembangan optimal

 Motivasi anak berinteraksi dengan anak lain

 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

Promosi Perkembangan Anak (10340)

 Identifikasi kebutuhan khusu anak dengan teman sebaya

 Fasilitasi hub anak dengan teman sebaya

 Dukung anak berinteraksi dengan anak lain

 Dukung anak mengekspresikan perasaannya secara positif

 Dukung anak dalam bermimpi atau berfantasi

 Dukung partisipasi anak di sekolah, ekstrakurikuler dan aktivitas komunitas

 Berikan mainan yang sesuai dengan usia anak

 Bacakan dongeng/ cerita untuk anak

 Sediakan kesempatan dan alat alat untuk menggambar, melukis dan mewarnai

 Sediakan mainan berupa puzzle dan maze

 Jelaskan anama nama benda obyek yang ada di lingkungan sekitar

 Ajarakan pengasuh milestones perkembangan dan prilaku yang dibentuk

 Ajarkan sikap kooperatif, bukan kompetisi diantara anak

 Ajarkan anak cara meminta bantuan dari anak lain, jika perlu

 Ajarkan teknik asertif pada anak dan remaja


 Demonstrasikan kegiatan yang meningkatkan perkembangan pada pengasuh

 Rujuk untuk konseling, jika perlu

f. Defisit Perawatan Diri b/d kelemahan dan Gangguan neuromuskuler (D.0109)

Luaran: Perawatan diri meningkat (L.11103)

 Kemampuan mandi meningkat

 Kemampuan mengenakan pakaian meningkat

 Kemampuan makan meningkat

 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) meningkat

 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri meningkat

 Minat melakukan perawatan diri meningkat

 Mempertahankan kebersihan diri meningkat

 Mempertahankan kebersihan mulut meningkat

Intervensi Keperawatan:

 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia

 Monitor tingkat kemandirian

 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan

 Sediakan lingkungan yang teraupetik

 Siapkan keperluan pribadi

 Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri

 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan

 Jadwalkan rutinitas perawatan diri

 Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan


BAB III

TINJAUAN KASUS

2.4. Pengkajian

Identitas pasien, pasien bernama An. R, lahir pada tanggal 01 januari 2010, jenis kelamin

laki-laki, suku Jawa, bangsa Indonesia

2.5. Analisa Data

NO DATA MASALAH ETIOLOGI


1 DS: Ibu pasien mengatakan pasien Hipertermia Peningkatan produksi
panas DO: Suhu tubuh anak 38,2ºC, panas
N : 158
x/menit, RR 38x/ menit, akral
hangat, mukosa bibir kering
2 DS: Ibu pasien mengatakan Hambatan Gangguan
Perkembangan anaknyaterhambat tumbuh neuromuskular
DO: Anak belum mampu
kembang
melaksanakan pencapaian tugas pada
perkembangan personal sosial
(mencuci tangan), motorik halus,
(meniru garis vertikal), bahasa (anak
belum mampu berbicara), motorik
kasar (belum mampu berjalan).
3 DS: Ibu pasien mengatakan bahwa Hambatan Defek anatomis
anaknya mengalami kesulitan komunikasi
dalam komunikasi.
verbal
DO: Pasien tampak mengalami
kesulitan dalam komunikasi
verbal, hasil pemeriksaan DDST
bagian bahasa anak belum
mampu mengkombinasikan dua
kata. Hasilnya adalah “suspect” .
4 DS: Ibu pasien mengatakan anaknya Hambatan Hambatan
kesulitan menggerakkan kaki. mobilitas isik perkembangan
DO: kekuatan tonus otot lemah
4 4
1 1

NO TUJUAN & RASIONAL


DX KRITERIA INTERVENSI
HASIL
1 Setelah dilakukan a. berikan selimut a. untuk menurunkan
asuhan pendingin atau tipis suhu tubuh anak
keperawatan dengan cara
selama 3x24 jam, b. lakukan kompres konduksi
diharapakan hangat pada anak
pasien b. untuk menurunkan
mampu suhu tubuh anak
mempertahankan c. pantau suhu tubuh dengan cara
suhu tubuh anak secara berkala evaporasi
dalam
c. untuk mencegah
batas normal,
d. anjurkan pada keluarga pendinginan tubuh
dengan kriteria hasil:
pasien agar memberikan yang berlebihan
a. suhu tubuh anak
dalam batas normal minum air putih sedikit d. untuk menyerap keringat
(36- 37.5°C) tapi sering
b. mukosa bibir anak
lembab e. kolaborasi pemberian
c. akral tidak panas/ antipiretik sesuai
hangat terapi e.obat penurun panas/
menurunkan suhu
dari pusat
hipotalamus
2 Setelah dilakukan a. Berikan sebanyak a. untuk
asuhan keperawatan mungkin kebebasan mempertahankan
selama 3x24 jam, bergerak dan dorong rasa otonomi
diharapakan pasien aktivitas normal
mampu menunjukkan b. meningkatkan
tingkat b. Ajarkan dan bantu kemampuan
pasien dalam proses / tolak ukur
mobilitas, dengan perpindahan yang aman dari
kriteria hasil: pertumbuhan
c. Ubah posisi ditempat
a. Melakuka c. mungkinuntuk
tidur bila
n menurunkan
perpindahan d. Ajarkan dan dukung perasaan
pasien dalam latihan ROM immobilisasi
b. Ambulasi : berjalan
aktit / pasif untuk
c. Melakukan mempertahankan atau d. mencegah terjadinya
aktifitas sehari- meningkatkan kekutan kontraktur dan
hari secara meningkatkan
mandiri kekuatan otot

BAB IV

PEMBAHASAN

3.

4.

4.1. Pengkajian

Didalam tinjauan pustaka, pada pengkajian pasien cerebral palsy didapatkan keluhan

utama sukar makan, otot kaku, sulit menelan, sulit bicara, kejang, badan gemetar,

permasalahan pada BAB dan BAK .Dan didalam kasus muncul keluahan sulit bicara,
perkembangan anak terhambat, dan hambatan dalam mobilitas fisik, dan muncul keluhan

badan panas (peningkatan suhu) yang merupakan gejala penyerta yang muncul pada saat

pengkajian pada kasus An. R. Dikarenakan pada saat penngkajian tidat terdapat keluhan

maupun data-data dari catatan medical record yang menunjukkan anak mengalami sukar

makan, otot kaku, sulit menelan, kejang, badan gemetar, permasalahan pada BAB dan

BAK.

4.2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. R

1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan produksi panas

Hipertermia adalah suatu keadaan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran

normal (Nanda, 2012).

Pada kasus ini dimunculkan diagnosa hipertermia ini karena ditemukan data-

data sebagai berikut: anak mengalami peningkatan suhu tubuh menjadi 38,2ºC, Nadi

158x/ menit, RR 38x/ menit, akral hangat, mukosa bibir kering.

Penulis menegakan diagnosa tersebut menjadi diagnosa prioritas pertama

karena hipertermia ini terdapat pada gejala penyerta yang ada pada pasien dengan

cerebral palsy, yang apabila tidak segera ditangani akan menyebabkan

ketidaknyamanan pada anak dan akan mengakibatkan pada komplikasi lain, seperti

kejang pada anak(Wong, 2010).

a. hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan defek anatomis .

Diagnosa yang seharusnya ditegakkan adalah gangguan komunikasi verbal

berhubungan dengan kesukaran dalam artikulasi. (Nanda, 2012). Gangguan komunikasi

verbal adalah penurunan, kelambatan atau ketiadaan kemampuan untuk menerima,

memproses, mengirim dan / atau menggunakan system symbol. (Nanda, 2012).

Diagnosa ini dapat dimunculkan kalau ditemukan data-data sebagai berikut: Tidak ada

kontak mata, kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal ( misalnya : afasia,


disfasia ), kesulitan menyusun kalimat, kesulitan memahami pola komunikasi yang

biasa, ketidaktepatan verbalisasi. (Nanda, 2007). Pada kasus ini dimunculkan diagnosa

hambatan verbal ini karena ditemukan data-data sebagai berikut: Ibu pasien mengatakan

bahwa anaknya mengalami kesulitan dalam berbicara/ berkomunikasi, anak tampak

belum mampu mengkombinasikan dua kata, hasil pemeriksaan DDST bagian bahasa

adalah delay dan caution (suspect).

Penulis menegakan diagnosa tersebut karena menurut (handerson) hambatan verbal

apabila tidak ditangani akan menyebabkan anak akan kesulitan berkomunikasi dan akan

menimbulkan rasa ketidaknyamanan pada anak, pertumbuhan dan perkembangan anak

tidak sesuai dengan usianya (Nadire Berker, 2005).

b. Hambatan tumbuh kembang berhubungan dengan gangguan neuromuskular

Diagnosa yang seharusnya ditegakkan adalah gangguan perkembangan berhubungan

dengan gangguan neuromuskular (Nanda, 2012). Gangguan perkembangan adalah suatu

keadaan penyimpangan perkembangan atau kelainan dari aturan kelompok usia (Nanda,

2011). Diagnosa ini dapat dimunculkan kalau ditemukan data-data sebagai berikut:

Gangguan pertumbuhan motorik, penurunan waktu respon, terlambat dalam melakukan

ketrampilan umum kelompok usia, ketidakmampuan melakukan aktivitas perawatan diri

yang sesuai dengan usianya. (Nadire berker, 2005)

Pada kasus ini dimunculkan diagnosa hambatan tumbuh kembang ini karena ditemukan

data-data sebagai berikut: Ibu pasien mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan

anaknya tidak seperti anak yang sebaya lainya, dari pemeriksaan DDST hasilnya

Suspect, artinya anak gagal. melakukan item pemeriksaan yang diperintahkan sesuai

kelompok usianya.

Penulis menegakan diagnosa tersebut karena menurut jurnal, hambatan tumbuh

kembang pada anak apabila tidak ditangani segera akan menganggu jalannya proses

pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya, yang mengakibatkan keterlambatan/

penyimpangan dengan kelompok usia (Nadire Berker dkk, 2005).


3.

4.

4.1.

4.2.

4.3. Implementasi

a. Diagnosa yang pertama, penulis melakukan implementasi yaitu melakukan kompres

hangat pada anak pada kedua lipatan ketiak, leher, kedua selakangan, dan kedua lipatan

belakang lutut, Memantau suhu tubuh anak secara berkala, Menganjurkan pada

keluarga pasien agar memberikan minum air putih sedikit tapi sering minimal sehari

1344cc/ hari. Dengan menggunakan rumus berdasarkan berat badan pasien:

(100x10=1000) + (4x50=200) = 1200cc, ditambah 12% dari 1200cc setiap kenaikan

suhu 1C, jadi 1200+144=1344cc. Berkolaborasi pemberian antipiretik,

b. Diagnosa kedua penulis melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah

keperawatan pada diagnosa kedua adalah menganjurkan kunjungan keluarga secara

teratur untuk memberi stimulasi pada komunikasi, berbicara perlahan, jelas dan tenang,

menghadap kearah pasien, memberitahu ahli terapi wicara dengan lebih dini.

c. Diagnosa ketiga penulis melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah

keperawatan pada diagnosa ketiga adalah mengkaji tingkat tumbuh kembang anak,

Mengajarkan untuk intervensi awal dengan terapi rekreasi dan aktivitas sekolah,

Memberikan aktivitas yang sesuai, menarik, dan dapat dilakukan oleh anak,

Menganjurkan pada keluarga untuk merencanakan bersama anak aktivitas dan sasaran

yang memberikan kesempatan untuk keberhasilan, Memberikan pendkes pada

keluarga tentang stimulasi tumbuh kembang anak.

2.

3.
4.

4.1.

4.2.

4.3. Evaluasi

a. Untuk diagnosa pertama, Kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam tinjauan pustaka

sebagai berikut: Suhu tubuh dalam batas normal (36-37.5ºC), Nadi dalam batas normal

(80-120), RR dalam batas normal (15-30) akral tidak panas, mukosa bibir lembab

(Nanda, 2012).Evaluasi pada kasus ini pada hari ketiga didapatkan data: Ibu pasien

mengatakananaknya anaknya sudah tidak panas, S: 37.4ºC, Nadi 102 x/menit, RR

22x/menit, akral dingin, mukosa bibir lembab.Sesuai dengan kriteria hasil yang

ditetapkan pada awal memberikan asuhan keperawatan ini tujuan keperawatan

tercapai, Intervensi keperawatan dihentikan.

b. Untuk diagnosa kedua, Kriteria hasil yang ditetapkan dalam tinjauan pustaka sebagai

berikut: Anak akan mengekspresikan tentang kebutuhan dan mengembangkan metode

dalam berkomunikasi dengan orang lain, anak mampu bertukar pesan secara akurat

dengan orang lain, menggunakan bahasa tertulis, berbicara, nonverbal, menggunakan

bahasa isyarat (Nanda, 2011). Evaluasi pada kasus ini pada hari ketiga didapatkan data:

ibu pasien mengatakan bahwa pasien mampu mengucap satu kata dan tidak lambat

dalam berespon, namun anak belum mampu mengkombinasikan dua kata, pasien

tampak belum mampu mengkombinasikan dua kata, respon pasien tidak lambat saat

ada rangsangan. Sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan pada awal memberikan

asuhan keperawatan ini tujuan keperawatan tercapai sebagian, belum sesuai dengan

kriteria hasil yang diharapkan, intervensi dilanjutkan.

c. Untuk diagnosa ketiga, Kriteria hasil yang ditetapkan dalam tinjauan pustaka sebagai

berikut: Melakukan ketrampilan sesuai dengan perkembangan usianya, mampu

melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri sesuai usia, menunjukkan peningkatan

dalam berespon (Suriadi, dkk, 2010). Evaluasi pada kasus ini pada hari ketiga
didapatkan data: ibu pasien mengatakan anaknya belum mampu mengikuti kegiatan

permainan (menyusun dua balok), pasien tampak belum mampu menyusun dua balok,

belum ada peningkatan perkembangan pada anak, anak belum mampu mengikuti

permainanyang diberikan sesuai dengan usianya. Sesuai dengan kriteria hasil yang

ditetapkan pada awal memberikan asuhan keperawatan ini tujuan keperawatan belum

tercapai/belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan, intervensi dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai