Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN TUNA GRAHITA PADA ANAK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Anak II

Dosen Pengampu : Ns.Neneng Aria Nengsih S.Kep,.M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 5

1. Ronaa Salsabil (CKR0180187)


2. Roni Alhani (CKR0180188)
3. Syifa Nur Fauziah (CKR03g180189)
4. Syifa Rahmatunnisa Dzikria (CKR0180190)
5. Tyara Cahyani (CKR0180191)
6. Wanty Widiasari (CKR0180192)
7. Yuliani Safitri (CKR0180193)
8. Dhea Nur Alfian (CKR0180260)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2020-2021

1
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN TUNA GRAHITA PADA ANAK

A. Definisi
Di Indonesia pengertian anak tunagrahita tercantum dalam peraturan pemerintah nomor 72
tahun 1991, anak tunagrahita dinyatakan sebagai anak-anak dalam kelompok dibawah normal
dan/atau lebih lamban dari pada anak normal, baik perkembangan sosial maupun kecerdasannya
(Depdiknas, 2006).
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk tunagrahita dikenal dengan keadaan
keterbelakangan mental atau retardasi mental (Delphie, 2006).
Pengertian lain mengenai tunagrahita ialah cacat ganda. Istilah cacat ganda yang digunakan
karena adanya cacat mental yang dibarengi dengan cacat fisik. Misalnya cacat intelegensi yang
mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat mata). Ada juga yang disertai
dengan gangguan pendengaran. Namun, tidak semua anak tunagrahita memiliki cacat fisik.
Contohnya pada tunagrahita ringan yaitu mereka yang masih mempunyai kemungkinan
memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis, dan menghitung pada suatu tingkat
tertentu di sekolah khusus.
Masalah tunagrahita ringan yaitu kemampuan daya tangkap yang kurang. Secara global
pengertian tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki keterbelakangan dalam
intelegensi, fisik, emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan khusus supaya dapat
berkembang pada kemampuan yang maksimal (Astati, 2010).
B. Etiologi
Para ahli membagi faktor penyebab tersebut atas faktor endogen dan eksogen. Faktor
endogen apabila letak penyebabnya pada sel keturunan dan eksogen adalah hal-hal di luar sel
keturunan, misalnya infeksi, virus menyerang otak, benturan kepala yang keras, radiasi, dan lain-
lain.
Cara lain yang sering digunakan dalam pengelompokan faktor penyebab ketunagrahitaan
adalah berdasarkan waktu terjadinya, yaitu faktor yang terjadi sebelum lahir (prenatal), saat
kelahiran (natal), dan setelah lahir (postnatal). Menurut Bandi (2006) beberapa penyebab
ketunagrahitaan yang sering ditemukan baik yang berasal dari faktor keturunan maupun faktor
lingkungan.
1. Faktor keturunan
Penyebab kelainan yang berkaitan dengan faktor keturunan, meliputi hal berikut:
a. Kelainan kromosom, dapat dilihat dari bentuk dan nomornya. Dilihat dari bentuk
dapat berupa inversi (kelainan yang menyebabkan berubahnya urutan gene karena
melihatnya kromosom; delesi (kegagalanmeiosis, yaitu salah satu pasangan tidak
membelah sehingga terjadi kekurangan kromosom pada salah satu sel); duplikasi
(kromosom tidak berhasil memisahkan diri sehingga terjadi kelebihan kromosom
pada salah satu sel lainnya) translokasi ( adanya kromosom yang patah dan patahnya
menempel pada kromosom lain).
b. Kelainan gen. Kelainan ini terjadi pada waktu imunisasi, tidak selamanya tampak dari
luar (tetap dalam tingkat genotif). Ada 2 hal yang perlu diperhatikan untuk
memahaminya, yaitu kekuatan kelainan tersebut, dan tempat gena (lucos) yang
mendapat kelainan.
2. Gangguan metabolisme dan gizi

2
Metabolisme dan gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan
individu terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan metabolisme dan kegagalan
pemenuhan kebutuhan gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik dan mental
pada individu. Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan gizi, antara
lain phenylketonuria (akibat metabolisme saccharide yang menjadi tempat penyimpanan
asam mucopolysaccharide dalam hati, limpa kecil, dan otak ) dan gejala yang tampak
berupa ketidak normalan tinggi badan, kerangka tubuh yang tidak proporsional, telapak
tangan lebar dan pendek, persendian kaku, lidah lebar dan menonjol, dan tuna grahita;
cretinism (keadaan hypohydroidism kronik yang terjadi selama masa janin atau saat
dilahirkan ) dengan gejala kelainan yang tampak adalah ketidaknormalan fisik yang khas
dan ketunagrahitaan.
3. Infeksi dan keracunan
Keadaan ini  disebabkan oleh terjangkitnya penyakit-penyakit selama janin masih
berada didalam kandungan. penyakit yang dimaksut antara lain rubella yang
mengakibatkan ketunagrahitaan serta adanya kelainan pendengaran , penyakit jantung
bawaan, berat badan sangat kueang ketika lahir, syphilis bawaan, syndrome gravidity
beracun, hampir pada semua kasus berakibat ketunagrahitaan.
4. Trauma dan zat radioaktif
Terjadinya trauma terutama pada otak ketika bayi dilahirkan atau terkena radiasi zat
radioaktif saat hamil dapat mengakibatkan ketunagrahitaan. Trauma yang terjadi pada
saat dilahirkan biasanya disebabkan oleh kelahiran yang sulit sehingga memerluka alat
bantuan. Ketidaktepatan penyinaran atau radiasi sinar X selama bayi dalam kandungan
mengakibatkan cacat mental microsephaly.
5. Masalah pada kelahiran
Masalah yang terjadi pada saat kelahiran,misalnya kelahiran yang disertai hypoxia
yang dipastikan bayi akan menderita kerusakan otak, kejang dan napas pendek.
Kerusakan juga dapat disebabkan oleh trauma mekanis terutama pada kelahiran yang
sulit.
6. Faktor lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga menjadi penyebab terjadinya
ketunagrahitaan. Telah banyak penelitian yang digunakan untuk pembuktian hal ini, salah
satunya adalah penemuan patton & Polloway bahwa bermacam-macam pengalaman
negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan  menjadi salah satu penyebab ketunagrahitaan.
C. Patofisiologi
Para Ahli menyebutkan bahwa, penyebab terjadinya ketunaan pada sesorang, yaitu: dibawa
sejak lahir (faktor endogen) dan faktor dari luar seperti penyakit atau keadaan lainnya (faktor
eksogen) (Mohammad Efendi, 2006). Mohammad Efendi menambahkan, gangguan fisiologis
dan virus dapat menyebabkan tuna grahita. Virus tersebut diantaranya rubella (campak jerman).
Virus ini sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada tri semester pertama saat ibu
mengandung, karena akan memberi peluang timbulnya ketunaan pada bayi yang dikandung.
Bentuk gangguan fisiologis lain adalah reshus faktor, mongoloid (penampakan fisik mirip
keturunan orang mongol) sebagai akibat gangguan genetik, dan kretinisme atau kerdil sebagai
akibat gangguan kelenjar tiroid. Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retradasi mental.
Peningkatan tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan kemunduran fungsi otak. Selain itu,
keadaan cerebal anoxia, yaitu kekurangan oksigen dalam otak juga menyebabkan otak tidak

3
berfungsi dengan baik. Kelainan otak dapat terjadi pada saat pertumbuhan, pada masa prenatal,
natal, maupun postnatal. Menurut Mohammad Efendi (2006) peradangan otak akibat pendarahan
menyebabkan gangguan motorik dan mental, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan anak
Tuna Grahita.
D. Manifestasi Klinis
1. Kecerdasan sangat terbatas
2. Ketidakmampuan sosial yaitu tidak mampu mengurus diri sendiri, sehingga selalu
memerlukan bantuan orang lain.
3. Keterbatasan minat
4. Daya ingat lemah
5. Emosi sangat labil
6. Apatis, acuh tak acuh terhadap sekitarnya
7. Kelanan badaniah khusus jenis mongoloid badan bungkuk, tampak tidak sehat, muka
datar, telinga kecil, badan terlalu kecil, kepala terlalu besar, mulut melongo, mata sipit.
8. Hydrocephalus yaitu ukuran kepala besar yang berisi cairan.
9. Microcephalus yaitu ukuran kepala terlalu kecil.
10. Macrocephalus yaitu ukuran kepala terlalu besar.
E. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
Untuk mengetahui adanya tunagrahita atau dengan kata lain retardasi mental perlu
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Kelainan otak dapat menyebabkan
seseorang menjadi tunagrahita.
1. Pemeriksaan diagnostik meliputi LED, IgG/IgM, dan BUN.
2. Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan EEG, CT Scan, dan thoraks AP/PA.
3. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan serum elektrolit (SE) atau virus.
F. Komplikasi
Menurut Mohammad Effendi (2006) dampak tunagrahita yaitu:
1. Gangguan neurologis
2. Sindroma genetik
3. Faktor psikososial
G. Penatalaksanaan
Penanganan terhadap anak tunagrahita dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
bagi penderita tunagrahita sehingga anak yang mengalami tunagrahita diharapkan nantinya dapat
hidup secara mandiri tanpa memerlukan bantuan dari orang lain. Tujuan pendidikan dan
pelatihan bagi anak tunagrahita ini yaitu:
1. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan
sebaik-baiknya.
2. Pendidikan dan pelatihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan mereka berkembang,
sehingga ketergantungan pada pihak lain dapat berkurang atau bahkan hilang. Melatih

4
penderita tunagrahita pasti lebih sulit daripada melatih anak normal, hal ini disebabkan
karena perhatian penderita tuna grahita mudah terganggu. Untuk meningkatkan perhatian
mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indra mereka.
Beberapa jenis pelatihan yang dapat diberikan kepada penderita tunagrahita yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan, berpakaian sendiri, dst.
2) Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap sosial.
3) Latihan teknis: latihan yang diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita.
4) Latihan moral: berupa pengenalan dan tindakan mengenal hal-hal yang baik dan buruk
secara moral.

5
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TUNA GRAHITA PADA ANAK

A. Pengkajian
Perawat dalam tiap tatanan dan bidang kerjanya sangat berperan dalam melakukan
pengkajian keperawatan pada anak-anak dengan tunagrahita. Pengkajian keperawatan meliputi
aspek fisik, psikologis dan sosial, yang terutama dapat dilakukan pada saat kunjungan rumah
atau kunjungan kesehatan sekolah. Sehingga data baik dari orang tua anak maupun guru sangat
berguna untuk perencanaan keperawatan selanjutnya.
Hal-hal yang perlu dikaji meliputi: Data demografi, riwayat kesehatan, riwayat penyakit
sebelumnya, perkembangan personal dan sosial, perkembangan kognitif, keterampilan bahasa,
perkembangan motorik dan sensorik, serta lingkungan tempat anak tinggal dan belajar.
1. Data Demografi Merupakan identitas klien yang meliputi: nama/nama panggilan, tempat
tanggal lahir/usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, serta alamat.
2. Riwayat kesehatan: perawat perlu mengumpulkan data dari orang tua anak mengenai
keluhan dan perilaku anak di rumah. Masalah fisik seperti alergi, nafsu makan, masalah
eliminasi, penyakit infeksi yang baru diderita, dan masalah pernapasan bagian atas, serta
penyakit yang biasa dialami anak juga perlu diproleh dari orang tua.
3. Riwayat penyakit sebelumnya: meliputi riwayat operasi dan pengobatan, kebiasaan anak
(bicara, emosi, tiks dan riwayat perkembangan dan pendidikan). Sangat penting untuk
mengetahui usia anak pada tiap tahap perkembangan: kapan anak mulai berjalan,
berbicara, makan dan berpakaian sendiri. Begitu pula informasi mengenai masalah
prenatal dan perinatal ibu perlu dikaji. jika memungkinkan catatan kesehatan bayi ketika
baru lahir perlu diketahui.
4. Riwayat perkembangan personal dan sosial
Gejala yang terlihat pada anak tunagrahita melalui ketidakmatangan perilaku sosialnya,
dimana mereka lebih suka bermain dengan anak yang lebih kecil. Anak-anak tunagrahita
mungkin tidak berbicara dan melakukan sesuatu sesuai dengan tingkat usia mereka.
Mungkin berperilaku “acting out” atau sebaliknya menarik diri dari anak-anak lain. Pada
umumnya mereka memiliki konsep diri yang rendah dan mudah frustasi serta menangis.
5. Perkembangan kognitif
Anak-anak yang bermasalah dalam belajar, tidak mampu mentransfer hal-hal yang telah
dipelajarinya dari satu situasi ke situasi lainnya. Mereka belajar bahwa langit berwarna
biru, tetapi tidak dapat mengenal rumah atau mobil yang berwarna biru. Anak-anak
tunagrahita juga tidak dapat berfikir secara abstrak, seperti kematian, surga, dan Tuhan.
Begitu pula mereka tidak dapat membandingkan obyek yang besar dan kecil tanpa
melihat obyek secara langsung. Daya konsentrasi mereka terbatas, tidak mampu
mengingat sesuai dengan baik dan bermasalah untuk mengenal hal-hal baru.
6. Keterampilan berbahasa
Anak-anak tunagrahita pada umumnya tidak berketerampilan menggunakan bahasa
dengan baik. Mereka biasanya mengalami kesulitan mengkomunikasikan sesuatu
sehingga sulit dimengerti dan umumnya mereka mungkin tidak mampu untuk mengingat
instruksi atau perintah verbal secara berurutan.
7. Perkembangan motorik dan sensorik
Perkembangan motorik mungkin terbatas, sehingga anak mudah jatuh. Jika melakukan
kegiatan yang memerlukan keterampilan motorik, perhatiannya mungkin teralih pada hal

6
lain dan mereka tidak mampu mengikuti pengarahan berkaitan dengan kegiatan motorik.
Anak tersebut tidak mau melakukan kegiatan baru tetapi hanya melakukan hal yang sama
berulangkali. Anak tunagrahita tidak seaktif anak lain dan hanya sering duduk sendirian.
Kadang-kadang mereka melakukan gerakan-gerakan yang sama berulang-ulang seperti
membenturkan kepalanya, menggerak-gerakkan tangannya dan mengayun tubuhnya ke
depan dan ke belakang.
Dalam hal perkembangan sensorik, perlu dikaji kemungkinan anak mengalami gangguan
pengelihatan dan pendengaran. Perawat dapat melihat apakah anak tidak mampu
membedakan antara dua obyek, seperti jeruk yang sebenarnya dengan gambar jeruk atau
membedakan dua uang logam, membedakan suara seperti bunyi bel dan bunyi klakson
mobil. Lebih parah lagi anak tunagrahita seringkali tidak biasa mengatakan darimana asal
suara. Hal ini sangat membahayakan keamanan anak.
8. Lingkungan tempat tinggal dan belajar
Sangat penting untuk dikaji oleh perawat hal-hal sebagai berikut:
1) Perlengkapan: tempat tidur, kursi, toilet, lemari pakaian. Apakah tingginya dapat
dicapai oleh anak? Apakah anak terlindungi dari kemungkinan celaka?
2) Perlengkapan bermain: apakah anak mempunyai mainan yang sesuai? Apakan
mainan tersebut menstimulus anak untuk bermain? Apakah ada tempat bermain yang
leluasa?
3) Orang-orang yang berarti bagi anak: Apakah ada orang dekat yang mendukung
perkembangan anak? Apakah anak diberi kesempatan untuk memilih dan belajar
mandiri? Apakah anak disiplin? Apakah ada orang yang dapat mengajarkan
keterampilan melakukan kegiatan sehari-hari?
B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan NANDA menurut Wilkinson (2011):
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
bahasa, social dan kognitif.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya kematangan perkembangan.
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan kesulitan adaptasi sosial.
4. Gangguan aktivitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan fisik dan mental.
5. Resiko cidera berhubungan dengan mobilitas fisik tidak seimbang.
C. Intervensi Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan NANDA menurut Wilkinson (2011):
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan dalam
komunikasi tindakan keperawatan berkomunikasi sesuai dengan
verbal diharapkan keluarga perkembangan mental anak.
berhubungan dapat: R/: Latihan bicara yang sesuai
dengan 1. Lebih sering dengan perkembangan anak akan
keterlambatan berkomunikasi menghindari ekploatasi yang
perkembangan dengan anak. berakibat penekanan fungsi
bahasa, social 2. Menstimulasi mental anak.
7
dan kognitif. anak dalam 2. Ajak anak berkomunikasi secara
sektor bahasa. komprehensif baik verbal
maupun nonverbal sambil
belajar.
R/: Komunikasi yang
komprehensif akan
memperbanyak jumlah stimulasi
yang diterima anak sehingga
akan memperkuat memori anak
terhadap suatu kata.
3. Bicara pelan dan mengulangi
kata-kata sampai anak mengerti
pembicaraan / perintah.
4. Berbicara sambil bermain
dengan alat untuk mempercepat
persepsi anak tentang suatu hal.
R/: Bermain akan menigkatkan
daya tarik anak sehingga
frekwensi dan durasi latihan bisa
lebih lama.
5. Berikan lebih banyak kata
meskipun anak belum mampu
mengucapkan dengan benar.
R/: Anak lebih suka
mendengarkan kata-akat
daripada mengucapkan karena
biasanya kesulitan dalam
mengucapkan.
6. Berikan
penguatan/reinforcement saat
anak mampu mengerti
pembicaraan/perintah.
R/: Reinforcement positif dapat
menyenangkan hati anak.
7. Lakukan sekrening lanjutan
dengan mengggunakan Denver
Speech Test.
R/: Untuk mengetahui jenis dan
beratnya gangguan serta
keterlambatan dalam berbicara
pada anak.

2 Defisit SeSetelah diberikan 1. Kaji kemampuan anak dalam


perawatan diri
tindakan keperawatan merawat diri sendiri. R/: Menilai
berhubungan
dengan diharapkan anak: batas kemandirian anak.

8
kurangnya 1. Mampu melakukan 2. Pantau adanya perubahan
kematangan
tugas fisik paling kemampuan fungsi. R/: Mengetahui
perkembangan.
dasar dan aktifitas hambatan yang dimiliki anak.
perawatan pribadi. 3. Perhatikan kebersihan kuku
2. Mampu berdasarkan kemampuan perawatan
membersihkan diri anak. R/: Menilai perawatan diri
tubuhnya sendiri. anak.
3. Mampu untuk 4. Ajarkan anak/keluarga penggunaan
mempertahankan metode alternative untuk mandi dan
hygiene dirinya. hygiene mulut. R/: Membantu
4. Mampu keluarga untuk melakukan
mempertahankan perawatan pada anak.
penampilan yang 5. Gunakan ahli fisioterapi dan terapi
rapih. kerja sebagai sumber dalam
merencanakan aktifitas perawatan
pasien. R/: Memudahkan keluarga
untuk melakukan perawatan diri
pada anak.
6. Dukung kemandirian dalam
melakukan mandi dan hygiene
mulut, bantu pasien hanya jika
diperlukan. R/: Melatih anak untuk
melakukan perawatan pada diri.
7. Berikan bantuan sampai anak
mampu secara penuh untuk
melakukan perawatan diri. R/:
Membantu anak memenuhi atau
melakukan perawatan pada diri.
8. Tawarkan/ajarkan untuk mencuci
tangan setelah toileting dan sebelum
makan. R/: Mengajarkan hidup

9
bersih pada anak dan melatih anak
untuk melakukan perawatam pada
diri

3 Gangguan SeSetelah diberikan 1. Diskusikan bersama keluarga


interaksi sosial
tindakan keperawatan tentang manfaat berhubungan
berhubungan
dengan kesulitan diharapkan anak dapat dengan orang lain. R/:
adaptasi sosial.
merasakan kewajaran Meningkatkan pengetahuan
saat berinteraksi seperti keluarga tentang perlunya anak
orang lain dengan,
berhubungan dengan orang lain.
KriKriteria hasil: anak dapat
2. Ciptakan lingkungan yang aman saat
berinteraksi dan
anak berinteraksi dengan siapapun.
bersosialisasi dengan
R/: Agar anak tidak merasa
orang lain.
canggung, tegang, atau takut saat
berinteraksi.
3. Bina hubungan saling percaya: sikap
terbuka dan empati, sapa dengan
ramah, pertahankan kontak mata
selama interaksi. R/: Meningkatkan
kepercayaan hubungan antara klien
dengan perawat, dan
mempermudah perawat untuk
berinterksi dengan anak.
4. Motivasi anak melakukan sosialisasi
dengan orang lain. R/: Mungkin
anak mengalami perasaan tidak
nyaman, malu dalam berhubungan
sehingga perlu dilatih secara
bertahap dalam berhubungan
dengan orang lain.

10
4 Gangguan SeSetelah diberikan 1. Diskusikan pada anak/keluarga
aktivitas fisik
tindakan keperawatan tentang keuntungan melakukan
berhubungan
dengan diharapkan anak dapat aktivitas fisik. R/: Untuk
ketidakmampuan
melakukan aktivitas meningkatkan pengetahuan
fisik dan mental.
fisik walau hanya anak tentang perlunya aktivitas
sebagian dengan,
fisik.
KriKriteria hasil: anak dapat
2. Diskusikan pada anak/keluarga
melakukan aktifitas fisik
tentang kerugian tidak
dasar.
melakukan aktivitas fisik. R/:
Untuk meningkatkan minat anak
dalam melakukan aktivitas fisik
3. Motivasi dan bantu anak
melakukan aktivitas fisik. R/:
Untuk meningkatkan minat anak
dalam melakukan aktivitas fisik.
4. Beri pujian atas keberhasilan
klien melakukan aktivitas fisik.
R/: Reinforcement positif dapat
menyenangkan hati anak dan
meningkatkan minat anak untuk
melakukan aktivitas fisik.

5 Resiko cidera SeSetelah diberikan 1. Diskusikan dengan


berhubungan
tindakan keperawatan anak/keluarga pertolongan
dengan mobilitas
fisik tidak diharapkan anak dapat pertama pada kecelakaan (contoh
seimbang.
kooperatif dan mengatur : kursi roda dan peralatan khusus
keamanan semampu lainnya). R/: Dilakukan untuk
anak, sehingga akan mengurangi resiko cidera yang
bebas dari kemungkinan lebih parah.

11
kecelakaan dan cidera 2. Observasi mulut jika tertelan
dengan, benda selain makanan. R/: Anak
Kriteria hasil: anak akan kurang mengerti tentang bahaya,
terbebas dari kecelakaan
jadi harus terus di pantau dalam
dan tidak menelan
bahan beracun setiap aktivitasnya.
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama anak sampai obat
ditelan dan perhatikan efek
samping dari pengobatan. R/:
Menghindari anak membuang
obat atau meminum obat secara
berlebihan.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawatan yang menyusun rencana keperawatan. Tindakan dilakukan sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencangkup kegiatan mandiri dan kolaborasi. Dengan rencana keperawatan yang
dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat, intervensi yang diharapkan dapat mencapai tujuan dan
hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat melakukan kontak dengan
anak. Setelah melakukan intervensi, kumpulkan data subjektif dan objektif dari klien dan
keluarga. Selain itu juga meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi,
sumber daya, pemulihan, dan hasil yang diharapkan. Jika hasil telah terpenuhi, berarti tujuan
untuk klien juga telah terpenuhi. Bandingkan perilaku dan respon klien sebelum dan setelah
dilakukan asuhan keperawatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Haerani, Nani. LP-Askep Tunagrahita. https://www.academia.edu/17757951/LP_Tunagrahita.


Diakses pada tanggal 10 Desember pukul 12.30 WIB.

13

Anda mungkin juga menyukai