Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA LANSIA DENGAN GLAUKOMA

Disusun Oleh :

Davied Rendhie Perdana

20214663020

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA DENGAN GLAUKOMA

A. Konsep Lansia

1. Pengertian Lansia.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia bab I pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang telah

mencapai usia 60 tahun ke atas (Azizah, 2011). Penuaan merupakan proses normal

yang berhubungan dengan waktu dimulai sejak lahir hingga berlanjut sepanjang

hidupnya, sedangkan usia tua yakni fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah,

2010).

Penurunan kemampuan akal, fisik yang dimulai dengan beberapa perubahan

dalam hidup merupakan tahap akhir siklus kehidupan yang dialami oleh lansia. Usia

lanjut sebagai tahap akhir perkembangan normal yang akan terjadi dan dialami oleh

setiap individu serta tidak dapat dihindari. Usia lanjut yakni kelompok orang yang

mengalami suatu proses perubahan secara bertahap. Lansia merupakan suatu masa

transisi kehidupan terakhir yang sebetulnya masa sangat istimewa karena tidak

semua manusia mendapatkan kesempatan berada dalam tahap ini (Sutarti, 2014).

Menua bukanlah suatu penyakit, tapi proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan yang kumulatif, proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi

rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013).

2. Klasifikasi Lansia.

Menurut World Health Organization (WHO, 2013) :

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun


Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari

a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan

masalah kesehatan.

d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Masalah Kesehatan Pada Lansia.

Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat perubahan

sistem, antara lain (Azizah, 2011):

a. Lansia dengan masalah kesehatan pada system pernafasan, antara lain penyakit

paru obstruksi kronik, tuberkulosis, influenza dan pneumonia.

b. Lansia dengan masalah kesehatan pada system kardiovaskuler, antara lain

hipertensi dan penyakit jantung koroner.

c. Lansia dengan masalah kesehatan pada system neurologi, seperti cerebro

vaskuler accident.

d. Lansia dengan masalah kesehatan pada system musculoskeletal, antara lain:

faktur, osteoarthritis, rheumatoid arthritis, gout artritis, osteporosis.

e. Lansia dengan masalah kesehatan pada system endokrin, seperti DM.

f. Lansia dengan masalah kesehatan pada system sensori, antara lain: katarak,

glaukoma, presbikusis.

g. Lansia dengan masalah kesehatan pada system pencernaan, antara lain: gastritis,

hemoroid, konstipasi.

h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan perkemihan,

antara lain: menoupause, inkontinensia.


i. Lansia dengan masalah kesehatan pada system integument, antara lain:

dermatitis seborik, pruitis, candidiasis, herpes zoster, ulkus ekstremitas bawah,

pressure ulcers.

j. Lansia dengan masalah kesehatan jiwa, seperti demensia.

4. Proses Menua.

Menua atau proses menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya

dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.

Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga

tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara

biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,

misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut

memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin

memburuk, gerakan lambat dan postur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho,

2012).

5. Perubahan Pada Lansia.

Berikut ini merupakan beberapa perubahan yang terjadi pada lansia menurut

Aspiani (2014).

a. Perubahan fisiologi pada lansia :

1). Perubahan system kardiovaskuler

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,

kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah

berumur 20 tahun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah

meningkat.
2). Perubahan system pernapasan

Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktivitas silia, paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar

dan jumlahnya berkurang, kemampuan batuk berkurang.

3). Perubahan system persyarafan

Berat otak menurun 10-20%, lambat dalam merespon dan waktu,

mengecilna saraf panca indera, kurang sensitif terhadap sentuhan.

4). Perubahan system gastrointestinal

Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esophagus melebar, lambung:

rasa lapar menurun, peristaltic lemah, fungsi absorbsi melemah dan liver

makin mengecil dan menurun.

5). Perubahan system urinaria

Fungsi ginjal menurun, otot-otot vesika urinaria lemah, kapasitas menurun.

6). Perubahan system endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun, fungsi parathyroid dan sekresinya

tetap, aktivitas tiroimenurund, BMR menurun (Basal Metabolic Rate).

7). Perubahan system indera

a). Sistem Pendengaran

Presbiakuisis (gangguan pendengaran), membrane timpani menjadi

atropi, terjadinya pengumpulan serumen, pendengaran menurun.

b). Sistem Penglihatan

Hilangnya respon terhadap sinar, lensa keruh, daya adaptasi terhadap

kegelapan. Lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap,

hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.

c). Sistem Perabaan

Indera peraba mengalami penurunan.

d). Sistem pengecap dan penghidu

Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap makanan yang asin

dan banyak berbumbu, penciuman menurun.


8). Perubahan system integumen

Kulit mengkerut atau keriput, permukaan kulit kasar dan bersisik,

menurunnya respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun,

kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, pertumbuhan kuku lebih

lambat, kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.

9). Perubahan system musculoskeletal

Tulang kehilangan density (cairan) makin rapuh dan osteoporosis, kifosis,

discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar

dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sclerosis.

10). Perubahan system reproduksi

Pada perempuan frekuensi sexual intercourse cenderung menurun secara

bertahap, menciutnya ovary dan uterus, atrofi payudara, selaput lendir

vagina menurun, produksi estrogen dan progesterone oleh ovarium menurun

saat menopause. Pada laki-laki penurunan produksi spermatozoa, dorongan

seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun. Dorongan dan aktivitas

seksual berkurang tetapi tidak hilang sama sekali.

b. Perubahan psikososial pada lansia

1). Pensiun

Nilai seseorang diukur oleh produktivitas dan identitas dikaitkan dengan

peranan dalam pekerjaannya. Jika seseorang pensiun, maka akan mengalami

kehilangan-kehilangan antara lain :

a). Kehilangan finansial (pendapatan berkurang).

b). Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi,

lengkap dengan semua fasilitas).

c). Kehilangan teman/kenalan atau relasi.

d). Kehilangan pekerjaan/kegiatan

2). Merasakan atau sadar terhadap kematian.

3). Perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit).
4). Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup

meningkat dan penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.

5). Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan.

6). Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

7). Gangguan saraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

8). Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman

dan keluarga.

9). Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,

perubahan konsep diri.

c. Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan. Lansia semakin

teratur dalam kegiatan beribadah. Lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap

konsep dan realitas kehidupan.

d. Perubahan pola tidur dan istirahat

Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme neurotransmitter dan

sinapsis memainkan peran penting dalam perubahan tidur dan terjaga yang

dikaitkan dengan faktor pertambahan usia. Faktor ekstrinsik seperti pensiun juga

dapat menyebabkan perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk beraktivitas

dan kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah perubahan pola tidur. Keadaan

sosial dan psikologis yang terkait dengan faktor predisposisi terjadinya depresi

pada lansia, kemudian mempengaruhi pola tidur lansia. Pola tidur dapat

dipengaruhi oleh lingkungan, dan bukan sepenuhnya dipengaruhi oleh penuaan.


B. Konsep Penyakit Gaukoma

1. Definisi.

Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai oleh pencekungan (cupping)

diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang khas; biasanya disertai

peningkatan tekanan intraokuler (Ilyas, 2011).

Tekanan intraokuler (TIO) yang tinggi merupakan faktor resiko perkembangan

glaukoma. Rata-rata TIO yang normal adalah 15,5 mmHg dengan rentang antara 10-

21 mmHg. TIO yang tinggi berangsur-angsur mengakibatkan kerusakan pada serabut

retina saraf optik. Kerusakan ini bisa berujung pada hilangnya penglihatan yang

bersifat permanen (Pearce, 2015).

2. Klasifikasi.

Klasifikasi glaukoma menurut Vaughan (2007) adalah sebagai berikut :

a. Glaukoma primer.

1). Glaukoma sudut terbuka.

Glaukoma sudut terbuka/ glaukoma kronik/ glaukoma simpleks/ open-angle

glaucoma merupakan bentuk glaukoma primer paling sering yang lebih

tersembunyi dan membahayakan serta paling sering terjadi (kurang lebih

90% dari klien glaukoma). Diduga glaukoma ini diturunkan secara

dominan/ resesif pada 50% penderita. Keadaan ini terjadi pada klien usia

lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia lanjut memegang peranan

penting dalam proses sklerosa badan silier dan jaringan trebekel.

2). Glaukoma sudut tertutup.

Glaukoma sudut tertutup/ acute glaucoma/ close-angle glaucoma,

mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaukoma ini adalah

menyempitnya sudut dan perubahan letak iris yang terlalu ke depan.

Perubahan letak iris menyebabkan kornea menyempit atau nmenutup sudut

ruangan yang akan menghalangi aliran keluar akueos humor. TIO

meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai tekanan 50-70 mmHg.


b. Glaukoma sekunder.

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain

yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam

mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang

terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos humor. Terjadi akibat :

1). Perubahan lensa, dislokasi lensa, terlepasnya kapsul lensa pada katarak.

2). Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan uvea.

3). Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris.

4). Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk camera oculi anterior (COA),

gagalnya pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pasca

ekstraksikatarak yang menyebabkan perlengketan iris.

c. Glaukoma kongenital.

Terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular.

Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosom resesif dan biasanya bilateral.

3. Etiologi.

Penyebab glaukoma belum diketahui secara pasti, namun terdapat faktor risiko

yang berhubungan. Menurut Hollands (2013), faktor risiko glaukoma antara lain :

a. Faktor risiko umum.

1). Usia lebih dari 40 tahun.

2). Keluarga yang memiliki riwayat glaukoma.

3). Wanita memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

b. Faktor risiko glaukoma primer.

1). Akut : Dapat disebabkan karena trauma.

2). Kronik : Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti

diabetes, arteriosklerosis, miopia tinggi dan progresif.

c. Faktor risiko glaukoma sekunder.

Disebabkan penyakit mata lain seperti katarak, perubahan lensa, kelainan uvea.
4. Patofisiologi

Tekanan Intra Okuler (TIO) ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor

danaliran keluar akues humor dari mata. TIO normal 10-21 mmHg dan

dipertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran akueos

humor. Akueos humor di produksi didalam badan silier dan mengalir ke luar melalui

kanal schlemmke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat

produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap

aliran keluar akueosmelalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan

intraokuler >23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Iskemia menyebabkan

struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap (Kanski, 2015).

Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju

foveasentralis. Kerusakan visus, kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel,

hal ini bersifat permanen tanpa penangan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan.

Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang.

5. Manifestasi Klinis.

Menurut Kanski, (2015), manifestasi klinis yang sering ditemukan pada pasien

dengan glaukoma antara lain :

a. Glaukoma primer.

1). Glaukoma sudut terbuka : Kerusakan visus serius, lapang pandang mengecil

dengan skotoma yang khas, perjalanan penyakit progresif lambat.

2). Glaukoma sudut tertutup : Nyeri hebat didalam dan sekitar mata, timbulnya

halo disekitar cahaya, pandangan kabur, sakit kepala, demam, mual,

muntah, dan ketidaknyamanan abdomen.

b. Glaukoma sekunder.

Tergantung pada penyebab penyakit okuler : Pembesaran bola mata, gangguan

lapang pandang, nyeri didalam mata.

c. Glaukoma kongenital.

Fotofobia, blefarospasme, epifora, mata besar, kornea keruh.


6. Pathway
7. Komplikasi.

Menurut Kanski, (2015), beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a. Kebutaan yang dapat terjadi pada semua jenis glaucoma.

b. Agens topical yang digunakan untuk mengobati glaucoma dapat memiliki efek

sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa

perburukan kondisi jantung, pernapasan, atau neurologis.

8. Pemeriksaan Diagnostik.

Pemerikasaan diagnostik glaukoma menurut Hanarwati (2008), yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Tonometri

Digunakan untuk pemeriksaan TIO, tonometri yang sering digunakan adalah

appalansi yang menggunakan lamp (celah lampu) dimana sebagian kecil daerah

kornea diratakan untuk mengimbangi beban alat ukur yang mengukur tekanan,

selain itu ada juga metode langsung yang kurang akurat yang lebih murah, dan

mudah adalah schiotz tonometer dengan cara tonometer ditempatkan lansung

diatas kornea yang sebelumnya mata terlebih dahulu dianastesi.

b. Gonioskopi.

Digunakan untuk melihat penurunan secara langsung ruang anterior untuk

membedakan antara glaukoma sudut tertutup dengan glaukoma sudut terbuka.

c. Oftalmoskopi.

Digunakan untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina serta gambaran

bagain mata secara langsung diskus optik dan struktur mata internal menurun.

d. Perimetri.

Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandang khas pada

glaukoma. Secara sedrehana, lapang pandang diperiksa dengan tes konfrontasi.

e. Pemeriksaan Ultransonografi

Gelombang suara yang digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
9. Penatalaksanaan Medis.

Pemberian terapi glaukoma disesuaikan dengan kondisi dan jenis glaukoma

tiap pasien. Tujuan terapi ini adalah mencegah progresi cupping diskus optikus atau

defek lapang pandang dengan mengontrol TIO. Studi menunjukkan setiap 1 mmHg

penurunan TIO, kerusakan lapang pandang berkurang 10% (Khurana, 2007) :

a. Terapi medikamentosa.

Merupakan lini pertama pengobatan glaukoma. Golongan β-adrenergik

antagonis dan golongan α-2 adrenergik agonis berperan dalam supresi produksi

aqueous humor. Obat parasimpatomimetik seperti pilocarpin dan carbachol

berperan dalam memfasilitasi aliran keluar aqueous humor.

b. Terapi laser.

1). Iridotomy.

Melibatkan pembuatan suatu lubang pada iris mata untuk mengalirkan

cairan secara normal pada mata dengan sudut sempit atau tertutup.

2). Trabeculoplasty.

Prosedur laser yang dilaksanakan hanya pada glaukoma sudut terbuka.

3). Cilioblation (cyclophato coagulation)

Umumnya untuk glaukoma parah. Melibatkan pelaksanaan pembakaran

laser pada bagian mata yang membuat cairan aqueous, menghancurkan sel-

sel yang membuat cairan, dengan demikian dapat mengurangi tekanan mata.

c. Terapi bedah.

1). Viscocanalostomy

Prosedur operasi alternatif yang melibatkan penghilangan suatu potongan

dari sclera (dinding mata) untuk meninggalkan satu membran tipis dari

jaringan. Melaluinya cairan aqueous dapat lebih mudah mengalir.

2). Trabeculotomy (bedah drainase).

Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50%. Sistem pengaliran cairan

untuk meninggalkan mata, masuk ke bleb, kemudian lewat masuk ke dalam

sirkulasi darah kapiler yang dapat menurunkan tekanan mata.


B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Glaukoma

1. Pengkajian Keperawatan.

Pengkajian keperawatan pada pasien glaukoma menurut Istiqomah (2004).

a. Identifikasi pasien.

Berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, dan keterangan lain mengenaiidentitas

pasien. Biasanya lebih sering terjadi pada usia 40 tahun ke atas.

b. Keluhan utama.

Berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur.

c. Riwayat kesehatan.

1). Riwayat kesehatan sekarang.

Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak.

2). Riwayat kesehatan dahulu.

Apakah pernah mengalami trauma mata atau masalah mata sebelumnya.

3). Riwayat penyakit keluarga.

Kaji apakah ada keluarga yang mengalami penyakit glaukoma atau penyakit

lain yang pernah diderita.

4). Riwayat psikososial.

Apakah pasien pernah merasakan kecemasan yang berlebihan ditandai

dengan bicara cepat, mudah berganti topic, sulit berkonsentrasi dansensitif.

Serta apakah apakah pasien sedang mengalami stress yang berkepanjangan.

5). Riwayat pemakaian obat.

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan seperti antihistamin

dankortikosteroid yang dapat menyebabkan dilatasi pupil yamg akhirnya

dapat menyebabkan angle closure glaucoma.

d. Pemeriksaan fisik.

1). Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk

mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Pada glaukoma akut

primer kamera anterior dangkal, aqueous humor keruh dan pembuluh darah

menjalar ke luar dari iris.


2). Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang

pandangcepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun

secara bertahap.

3). Pemeriksaan fisik melalui :

a). Inspeksi : mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,kornea

keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya.

b). Palpasi : untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO,

terasa lebih keras dibandingkan mata yang lain.

4). Uji Diagnostik, menggunakan tonometri pada keadaan kronik atau open

angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle

closure ≥30 mmHg. Uji dengan menggunaan gonioskopi akan didapat

sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, timbul

goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/ trabekula) maka

sudut dapat tertutup. Pada glaucoma akut ketika TIO meningkat, sudut

COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI PPNI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat muncul antara :

a. Gangguan persepsi sensori b.d. gangguan penglihatan, usia lanjut.

b. Nyeri akut b.d.agen pencedera fsiologis: peningkatan tekanan intraokuler.

c. Resiko cedera d.d. perubahan sensasi: kebutaan.

d. Ansietas b.d. krisis situasional: kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan.

e. Defisit pengetahuan tentang glaukoma b.d. kurang terpapar informasi.


3. Intervensi Keperawatan.

No Diagnosa Rasional Intervensi

Keperawatan

1 Gangguan Setelah dilakukan Observasi

persepsi sensori manajemen - Identifikasi riwayat fisik, social,

b.d. gangguan demensia, psikologis, dan kebiasaan

penglihatan, diharapkan persepsi - Identifikasi pola aktivitas

usia lanjut. sensori membaik, Terapeutik

dengan kriteria hasil - Sediakan lingkungan aman,

: nyaman

- Respon sesuai - Orientasikan waktu, tempat, dan

stimulus membaik orang

- Konsentrasi - Libatkan keluarga dalam

membaik perawatan

- Orientasi membaik Edukasi

- Anjurkan memperbanyak

istirahat

2 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi


tindakan - Identifikasi lokasi, karakteristi,
b.d.agen
keperawatan durasi, frekuensi, kualitas,
pencedera
manajemen nyeri, intensitas nyeri
fsiologis: diharapkan tingkat - Identifikasi skala nyeri
nyeri pasien - Identifikasi nyeri non verbal
peningkatan
menurun, dengan - Identifikasi faktor yang
tekanan
kriteria hasil : memperberat dan memperingan
intraokuler. - Keluhan nyeri nyeri
menurun - Identifikasi pengetahuan dan
- Meringis menurun keyakinan tentang nyeri
- Sikap protektif - Monitor keberhasilan terapi
menurun komplementer
- Gelisah menurun - Monitor efek samping analgesik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis, sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi mereda nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

3 Resiko cedera Setelah dilakukan Observasi

d.d. perubahan pencegahan cedera - Identifikasi area lingkungan

sensasi: diharapkan tingkat yang berpotensi menyebabkan

kebutaan. cedera menurun, cedera

kriteria hasil : Terapeutik

- Toleransi aktifitas - Sediakan pencahayaan yang

meningkat memadai

- Kejadian cedera - Sosialisasikan pasien keluarga

menurun dengan lingkungan rawat

- Gunakan alas kaki anti slip

- Pastikan barang pribadi mudah

dijangkau
- Diskusikan mengenai latihan

dan terapi fisik yang diperlukan

- Diskusikan bersama anggota

keluarga untuk mendampingi

pasien

- Tingkatkan frekuensi observasi

dan pengawasan pasien

Edukasi

- Jelaskan alasan intervensi

pencegahan cedera

4 Ansietas b.d. Setelah dilakukan Observasi

krisis situasional reduksi ansietas, - Identifikasi saat tingkat ansietas

diharapkan tingkat berubah

ansietas menurun, - Monitor tanda-tanda ansietas

kriteria hasil : Terapeutik

- Verbalisasi - Ciptakan suasana terapeutik

keingungan - Pahami situasi yang membuat

menurun ansietas

- Verbalisasi - Gunakan pendekatan yang

khawatir akibat tenang dan meyakinkan

kondisi yang Edukasi

dihadapi menurun - Informasikan secara factual

- Perasaan mengenai diagnosis, pengobatan,

dan prognosis
keberdayaan
- Anjurkan mengungkapkan perasaan
membaik
- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat

antiansietas
5 Defisit Setelah dilakukan Observasi

pengetahuan edukasikesehatan, - Identifikasi kesiapan dan

tentang diharapkan tingkat kemampuan menerima informasi

glaukoma b.d. pengetahuan - Identifikasi factor-faktor yang

kurang terpapar meningkat, kriteria dapat meningkatkan dan

informasi hasil : menurunkan motivasi perilaku

- Kemampuan bersih dan sehat

menjelaskan topik Terapeutik

meningkat - Sediakan materi dan media

- Perilaku sesuai pendidikan kesehatan

dengan - Jadwalkan pendidikan kesehatan

pengetahuan sesuai kesepakatan

meningkat - Berikan kesematan bertanya

- Persepsi yang Edukasi

keliru menurun - Jelaskan faktor risiko yang

mempengaruhi kesehatan

- Ajarkan perilaku hidup bersih dan

sehat

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan yang merupakan komponen proses keperawatan

adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan

mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan

diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan

kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk

mencapai tujuan yang berpusat pada klien, menyelia dan mengevaluasi kerja anggota

staff, dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan

perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien (Hidayat, 2014).


5. Evaluasi

Evaluasi untuk setiap diagnosa keperawatan meliputi data subyektif (S), data

obyektid (O), analisa permasalahan klien (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan

ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas. Evaluasi ini disebut evaluasi proses,

semua dicatat pada formulir catatan perkembangan (Dinarti, 2013).

a. Tercapainya penglihatan yang optimal.

b. Nyeri terkontrol atau hilang.

c. Tidak terjadi cidera.

d. Pasien tampak rileks dan ansietas menurun.

e. Pasien memahami tentang perawatan penyakit dan terapi penglihatan.


Daftar Pustaka

Aspiani, R.Y. (2014). Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta: Trans Info Media.

Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dinarti. (2013). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

Fatimah. (2010). Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan

Gerontik. Jakarta: Trans Info Media.

Hidayat, A.A. (2014). Metodologi penlitian keperawatan teknik analisis data. Jakarta:

Salemba Medika.

Hollands, H., Johnson, D., Hollands, S., Simel, D.L., Jinapriya, D., Sharma, S. (2013). JAMA:

Do findings on routine examinationidentifity patients at risk for glaucoma, 309 (19),

2035-42.

Ilyas, S. (2011). Ilmu Penyakit Mata, Edisi 4. Jakarta: FKUI.

Istiqomah, I.N. (2004). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta: EGC

Kanski, J.J., Bowling, B. (2015). Clinical Ophthalmology: A Systemic Approach, 7th edition.

Jakarta: EGC.

Khurana, A.K. (2007). Comprehensive Ophthalmology, 4th edition. Jakarta: CBS

Pearce, E.C. (2015). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

Vaughan., Asbury’s. (2007). Optalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta: EGC.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat PPNI

PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat PPNI

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai