S
DENGAN MASALAH DEMENSIA DI WISMA DAHLIA BPSTW UNIT
BUDI LUHUR KASONGAN BANTUL YOGYAKARTA
Disusun oleh:
LISCA INDRIANI
1910206115
A. Latar Belakang
Salah satu keberhasilan terbesar kebijakan kesehatan masyarakat adalah
peningkatan harapan hidup. Pada tahun 2025 di Dunia diperkirakan terdapat sekitar
1,2 milyar penduduk dunia berusia lebih dari 60 tahun dan akan meningkat menjadi
2 milyar ditahun 2050, dimana 80% penduduk tersebut tinggal di negara
berkembang.Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 231,4 juta jiwa juga akan
mengalami peningkatan penduduk lanjut usia. Jumlah lanjut usia padatahun 2010
diperkirakan 18.575.000 jiwa, sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk. Proporsi
penduduk lanjut usia tersebut akan terus meningkat hingga 11,34 % ditahun 2020.
Hal yang menjadi salah satu masalah kesehatan pada lanjut usia adalah kemunduran
fungsi kognitif (Wreksoatmodjo, 2014).
Penduduk lanjut usia digolongkan menjadi 4 yaitu: pra lansia (45-59 tahun),
lansia muda (60-69 tahun), lansia madya (70-79 tahun) ,lansia tua (80-89 tahun)
(Yeni, dkk, 2014). Lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun.
Lanjut usia mengalami berbagai perubahan baik secara fisik, mental maupun sosial.
Perubahan yang bersifat fisik antara lain adalah penurunan kekuatan fisik stamina
dan penampilan. Hal ini dapat menyebabkan beberapa orang menjadi depresif atau
merasa tidak senang saat memasuki masa usia lanjut. Mereka menjadi tidak efektif
dalam pekerjaan dan peran sosial, jika mereka bergantung pada energi fisik yang
sekarang tidak dimiliknya lagi (Indriana, 2012).
Lanjut usia juga akan mengalami perubahan pada segi fisik,kognitif, dan
psikososialnya. Keempat dominan dalam kualitas hidup adalah kesehatan fisik,
kesehatan psikologi, hubungan sosial, danmembuat lanjut usia merasa kehidupannya
tidak berarti lagi dan putus asa dalam menjalani kehidupan. Ini adalah salah satu
tanda rendahnya kualitas hidup pada lanjut usia yaitu tidak dapat menikmati masa
tuanya. Permasalahan yang sering dihadapi lansia seiring dengan berjalannya waktu,
akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ tubuh. Penurunan fungsi ini
disebabkan karena berkurangnya jumlah sel secara anatomis serta berkurangnya
aktivitas, asupan nutrisi yang kurang, polusi dan radikal bebas, hal tersebut
mengakibatkan semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan
structural dan fisiologis, begitu juga otak (Bandiyah, 2009).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan
masalah demensia.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami demensia
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami nyeri akut.
c. Mahasiswa mampu membeikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami hambatan memori.
d. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang
mengalami risiko jatuh.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi terjadinya nyeri yang sering dirasakan
lansia supaya dapat mengembangkan terapi non farmakologi untuk mengatasinya.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi dalam memberikan asuhan keperawatan gerontik khususnya dengan
masalah demensia.
3. Bagi Lansia
Dapat menjadikan tambahan sedikit pengetahuan untuk mengurangi gejala
yang sering muncul pada lansia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Demensia
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi
intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan
disfungsi hidup sehari-hari (Blocklehurst and Allen, 1987). Bisa juga Demensia
diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi
aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian ( behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L.,
Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa
demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkah laku.
Garis besar manifestasi kliniknya adalah sebagai berikut :
1. Perjalanan penyakit yang bertahap (biasanya dalam beberapa bulan atau
tahun)
2. Tidak terdapat gangguan kesadaran (penderita tetap sadar) Demensia
adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal. Namun proses penuaan bukan dengan sendirinya menjadi
penyebab dementia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari
berbagai latarbelakang pendidikan maupun kebudayaan. Bila seseorang
menderita demensia maka akan mengalami gangguan pada daya ingatan,
pemikiran, tingkah laku dan emosi. (Buku Ajar Geriatri).
B. Epidemiologi Demensia
Jumlah Lanjut usia pada tahun 1995 lebih kurang 13,2 juta jiwa dan pada
tahun 2000 meningkat menjadi 15,3 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2005
diperkirakan meningkat menjadi 19,9 juta jiwa atau 8,48 % dari jumlah penduduk.
Sementara jumlah Lanjut Usia Terlantar berjumlah 2.848.854 jiwa (berdasarkan
data Pusdatin Kesos Tahun 2002).
C. Etiologi Demensia
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan
membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering
pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat
pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada
metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan demensia
senilis.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
3) Khorea Huntington
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantaranya :
1) Penyakit cerebro kardiofaskuler
3) Gangguan nutrisi
5) Hidrosefalus komunikans
Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap penyakit
alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda- beda, bisa lebih cepat atau lebih
lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer, tetapi apabila
gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu dipertimbangkan
kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari..
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah
sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik,
pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan
juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang
sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat
mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada
Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan
fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang
berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah,
agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998).
b. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
e. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisa
r. Pasien bisa berjalan jauh dari rumah dan tak bisa pulang
a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas sosial,
kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup dan penilaian
umum yang baik.
F. Klasifikasi Demensia
Menurut Umur :
a. Demensia senilis (>65th)
b. Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
a. Reversibel
b. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb)
Pada demensia tipe ini terdapat pembesaran vertrikel dengan meningkatnya
cairan serebrospinalis, hal ini menyebabkan adanya :
a. Gangguan gaya jalan (tidak stabil, menyeret).
b. Inkontinensia urin.
c. Demensia.
Menurut kerusakan struktur otak
a. Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 – 60 % memiliki demensia tipe ini.
Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer
sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :
1) Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,
2) Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif,
3) Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,
4) Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
5) Kehilangan inisiatif.
b. Demensia vascular
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer
tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
1) Peningkatan reflek tendon dalam,
2) Respontar eksensor,
3) Palsi pseudobulbar,
4) Kelainan gaya berjalan,
5) Kelemahan anggota gerak.
c. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
Demensia dengan kumpulan Lewy (Lewy bodies) disebabkan oleh
kemunduran dan matinya sel-sel syaraf diotak. Nama itu berasal dari adanya
struktur-strukturabnormal berbentuk bola, disebut kumpulan Lewy, yangtumbuh
di dalam sel-sel syaraf. Diduga struktur itu ikutmenyebabkan kematian sel-sel
otak. Orang yangmempunyai demensia dengan kumpulan Lewy
cenderungmelihat sesuatu yang tidak ada (mengalami halusinasivisual),
mengalami kekakuan atau gemetar (parkinsonisme)dan kondisi mereka
cenderung berubah-ubah secara cepat,sering dari jam ke jam atau dari hari ke
hari. Gejala itumemungkinkan dibedakannya penyakit ini dari
penyakitAlzheimer.
d. Demensia Lobus Frontal-Temporal
Ini adalah nama yang diberikan kepada sebuah kelompok demensia jika
terjadi proses kemunduran dalam satu atau keduanya dari lobus frontal atau lobus
temporal otak. Termasuk dalam kelompok ini adalah Fronto Temporal lobus
frontal dan lobus temporal), Progressive non-Fluent Aphasia (Afasia Progresif
non-Fluent, penderita secara berangsur-angsur kehilangan kemampuan
berbicara), Semantic Demensia (Demensia Semantik, penderita tidak mengerti
arti kata-kata) dan penyakit Pick. Lebih dari 50% orang penderita FTLD
mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit tersebut. Mereka yang
mewarisinya sering mengalami mutasi gen pada protein tau dalam kromosom 17
yang menyebabkan diproduksinya protein tau yang abnormal. Tidak diketahui
adanya faktor risiko lain.
e. Morbus Parkinson
Demensia ini disebabkan adanya penyakit parkinson yang menyertai dengan
gejala :
a. Disfungsi motorik.
b. Gangguan kognitif / demensia bagian dari gangguan.
c. Lobus frontalis dan defisit daya ingat.
d. Depresi.
f. Morbus Huntington
Demensia ini disebabkan penyakit herediter yang disertai dengan degenoivasi
progresif pada ganglia basalis dan kortex serebral. Transmisi terdapat pada gen
autosomal dominan fragmen G8 dari kromosom 4. Onset terjadi pada usia 35 –
50 tahun. Gejalanya :
a. Demensia progresif.
b. Hipertonisitas mascular.
c. Gerakan koreiform yang aneh.
g. Morbus Pick
Intraneunoral yang Penyakit Pick disebabkan penurunan fungsi mental dan
perilaku yang terjadi secara progresif dan lambat. Kelainan terdapat pada kortikal
fokal pada lobus frontalis. Penyakit ini juga sulit dibedakan dengan Alzheimer
hanya bisa dengan otopsi, dimana otak menunjukkan inklusi disebut “badan
Pick” yang dibedakan dari serabut neurofibrilaris pada Alzheimer.
h. Morbus Jakob-Creutzfeldt
Penyakit ini disebabkan oleh degeneratif difus yang mengenai sistim
piramidalis dan ekstrapiramidal. Pada penyakit ini tidak berhubungan dengan
proses ketuaan. Gejala terminal adalah :
a. Demensia parah.
b. Hipertonisitas menyeluruh.
c. Gangguan bicara yang berat.
G. Komplikasi Demensia
a. Peningkatan risiko infeksi di seluruh bagian tubuh :
1) Ulkus Dekubitus
2) Infeksi saluran kencing
3) Pneumonia
b. Thromboemboli, infark miokardium.
c. Kejang
d. Kehilangan kemampuan untuk merawat diri
e. Malnutrisi dan dehidrasi akibat nafsu makan kurang dan kesulitan
menggunakan peralatan
f. Kehilangan kemampuan berinteraksi
g. Harapan hidup berkurang
H. Pemeriksaan Penunjang Demensia
a. Pemeriksaan neuropsikologis:
1) Fungsi kognitif :
- Mini Mental State Examination (MMSE)
- Clock Drawing Test (CDT)
2) Fungsi global
- Clinical Dementia Rating (CDR)
- Gangguan Neuropsikiatris (NPI)
3) Aktifitas harian
Activity of Daily Living (ADL), Functional Activity Questionaire
(FAQ), Instrumental Activity of Daily Living (IADL).
b. Pemeriksaan kognitif
Dilakukan pada penderita tersangka demensia dengan tujuan untuk :
1) Penapisan
2) Konfirmasi diagnosa dan subtipenya.
3) Derajat keparahannya.
4) Progresifitasnya
Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi :
1) Tingkat intelektual sebelumnya
2) Mood, kooperasi dan motivasi
3) Atensi
4) Orientasi
5) Memori
6) Bahasa/komunikasi
7) Visuospasial/kemampuan konstruksi
8) Kalkulasi
9) Berfikir abstrak
10) Penilaian diri/insight
c. MMSE (Mini Mental State Examination)
1) Pemeriksaan fungsi kognitif yang paling sering digunakan.
2) Dapat membedakan gangguan fungsi organik dengan gangguan organik.
3) Singkat, dapat dipergunakan dimana saja.
4) Kualifikasi mini karena tidak menyangkut aspek mood, pengalaman mental
abnormal dan gangguan proses berpikir.
5) Dipengaruhi oleh usia, pendidikan, pekerjaan dan social.
d. CDT (Clock Drawing Test)
I. Penatalaksanaan Demensia
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk pada demensia biasanya
tidak mungkin, dengan penatalaksanaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup
sehari-hari dari penderita (dan juga dari keluarga yang merawatnya). Prinsip utama
penatalaksanaan penderita adalah sebagai berikut :
1. Optimalkan fungsi dari penderita, dengan :
a. Obati penyakit yang mendasarinya
b. Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP)
c. Upayakan aktifitas mental dan fisik
d. Hindari situasi yang menekan kemampuan mental
e. Persiapkan penderita bial akan berpindah tempat
f. Perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
a. perilaku merusak
b. Depresi
c. Agresivitas
d. inkontinensia
3. Upayakan pengobatan berkesinambungan
a. Reakses keadaan kognitif dan fisik
b. Pengobatan gangguan medic
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarga
a. Berbagai hal tentang penyakitnya
b. Kemungkinan gangguan / kelainan yang bisa terjadi
c. prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan social yang ada pada penderita dan
keluarganya
a. Berbagaai pelayanan kesehatan masyarakat
b. Nasehat hukum dan atau keuangan
6. Upayakan nasehat keluarga untuk
a. Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
b. Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
c. Pengambilan keputusan untuk perumahan respite atau di institusi
d. Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
J. Pencegahan dan Perawatan
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan
fungsi otak, seperti :
a. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan
zat adiktif yang berlebihan.
c. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif.
d. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam
kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
H. PATHWAYS
BAB III
PENGKAJIAN INDIVIDU
FORMAT PENGKAJIAN GERONTIK
1. Identitas Klien
Sleman
Pendidikan : SD Status Perkawinan : Kawin
Tanggal Masuk Panti Wreda : 06-06-2018 Tanggal Pengkajian : 02/ 12/ 2019
Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
Kesimpulan: skor yang didapatkan dari hasil pengkajian Ny. S dari hasil skor salah 9
termasuk dalam kategori “kerusakan intelektual berat”.
b. Identifikasi Aspek Kognitif Dari Fungsi Mental dengan Menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam)
Tabel 1.2 Pengkajian MMSE (Mini Mental Status Exam)
Klien Ny. M
No Pertanyaan Jawaban Skor
Ya/Tidak
1. Apakah Pada dasarnya anda puas dengan kehidupan Ya 0
anda?
2. Apakah anda banyak meninggalkan banyak kegiatan atau Ya 1
minat dan kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa bahwa hidup ini kosong belaka? Tidak 0
4. Apakah anda merasa sering bosan? Tidak 0
5. Apakah anda memiliki semangat baik setiap saat? Ya 0
6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada Tidak 0
anda?
7. Apakah anda merasa bahagia di sebagian besar hidup Ya 0
anda?
8. Apakah anda merasa sering tidak berdaya? Tidak 0
9. Apakah anda lebih senang tinggal dirumah daripada pergi Tidak 0
keluar dan mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah anda merasa memiliki banyak masalah dengan Tidak 0
daya ingat anda dibandingan dengan kebanyakan orang?
11. Apakah anda fikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa berharga? Ya 0
13. Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 1
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada Tidak 0
harapan?
15. Apakah anda fikir orang lain lebih baik keadaanya dari Tidak 0
pada anda ?
Jumlah 2
Penilaian: Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut:
1. Tidak 9. Ya
2. Ya 10. Ya
3. Ya 11. Tidak
4. Ya 12. Ya
5. Tidak 13. Tidak
6. Ya 14. Ya
7. Tidak 15. Ya
8. Ya
Ny. S
1 2 3 4
Presespsi Terbatas penuh Sangat terbatas Agak terbatas Tidak
sensori terbatas
Kelembaban Lembab konstan Sangat lembab Kadang Jarang
lembab lembab
Aktifitas Di tempat tidur Di kursi Kadang jalan Jalan keluar
Mobilisasi Imobil penuh Sangat Kadang Tidak
Terbatas terbatas terbatas
Nutrisi Sangat jelek Tidak adekuat Adekuat Sempurna
Gerakan Masalah Masalah resiko Tidak ada Sempurna
/cubitan masalah
Total skor : 21 Kesimpulan: Dari hasil skoring total = 21, dapat dikatakan bahwa
Ny. S tidak memiliki resiko terkena dekubitus.
Keterangan:
Pasien dengan total nilai:
DO:
-Ny. S tampak sering melamun.
- TD 130/90 mmHg
2. DS: Agen Cidera Nyeri Akut
- Ny. M mengatakan mengalami Biologis
sakit linu pada pinggangnya
jika terlalu lama duduk
P : saat duduk
Q : seperti kram
R : pinggang
S : skala 3
T: saat duduk
DO:
- Klien tampak mengusap
pinggangnya pada saat duduk
dikursi dan kesakitan
3. DS: Kelemahan otot Resiko Jatuh
- Klien mengatakan pernah jatuh
DO:
- Klien tampak mengunakan alat
bantu jalan.
- Setelah dilakukan dilakukn morse
fall scale Ny. S didapatkan hasil
75 yaitu dapat disimpulkan bahwa
Ny. S memiliki resiko jatuh tinggi.
- Kekuatan otot
4 4
4 3
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis pada
masalah persendian
2. Hambatan Memori berhubungan dengan gangguan kognitif
3. Resiko jatuh berhubungan dengan kelemahan otot
PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan asuhan Pain Management (1400) 1. Untuk mengetahui keadaan nyeri lansia
berhubungan keperawatan selama 1 x 7 jam klien secara komprehensif
dengan agen mencapai pain level klien dengan kriteria a. Lakukan pengkajian nyeri secara 2. Untuk membantu mengurangi nyeri yang
cidera biologis hasil: komprehensif termasuk lokasi, dirasakan
a. Meningkatnya kemampuan dalam karakteristik, durasi, frekuensi, 3. Untuk membantu mengatasi nyeri dan
mengingat (3 ke 4) kualitas dan faktor presipitasi mengoptimalkan kesehatan dengan
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang (3 b. Ajarkan tentang teknik non beristirahat
ke4) farmakologi (terapi relaksasi otot
c. Menyatakan rasa nyaman (3 ke 4) progresif, terapi nafas dalam)
d. Tanda vital dalam rentang normal (3 c. Motivasi klien dalam meningkatkan
ke 4) istirahat
2. Hambatan Setelah dilakukan tindakan asuhan Latihan Memori (4760) 1. Untuk merangsang ingatan klien
Memori keperawatan selama 1 x 7 menit pasien 1. Stimulasi ingatan dengan cara 2. Untuk membantu proses mengingat
berhubungan dapat mengidentifikasi orang, tempat dan mengulangi pemikirian pasien 3. Untuk mengetahui adanya perubahan
dengan gangguan waktu secara akurat dengan baik dengan 2. Kenangkan kembali mengenai dalam latihan
kognitif kriteria hasil : pengalaman pasien
a. Mengidentifikasi diri sendiri 3. Monitor perubahan dalam latihan
b. Mengidentifikasi orang-orang yang mengingat
signifikan
c. Mengidentifikasi tempat dengan
benar
d. Mengidentifikasi hari dengan benar
3. Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan asuhan Environmental Management: Safety 1. Agar memberikan lingkungan yang
berhubungan keperawatan selama 1x7 jam klien (6486) aman bagi klien
dengan mencapai Falls Occurrence klien 1. Identifikasi lingkungan yang dapat 2. Agar klien lebih aman berjalan
kelemahan otot menyebabkan jatuh
dengan kriteria hasil: 2. Pindahkan benda-benda yang 3. Agar klien tetap terjaga
1. Tidak terjatuh saat berdiri (skala dapat menyebabkan jatuh di 4. Agar klien mendapatkan informasi
3 ke 4) lingkungan klien agar klien tidak terjatuh lagi
3. Dampingi klien dalam berpindah
2. Tidak terjatuh saat berjalan
tempat
(skala 3 ke 4) 4. Edukasi klien terkait lingkungan
3. Tidak terjatuh dari tempat tidur yang dapat menyebabkan jatuh
(skala 3 ke 4)
4. Tidak terjatuh di kamar mandi
(skala 3 ke 4)
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
O:
- KU: composmentis
- Klien tampak sedikit lebih rileks setelah dilakukan
relaksasi nafas dalam
- TD : 120/90 mmHg
- N : 82 x/menit
- RR : 19 x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi:
1. Kaji nyeri klien
2. Berikan terapi nafas dalam
3. Monitor vital sign
Perawat
Lisca Indriani
Lisca Indriani
P:
Lanjutkan intervensi:
1. Terus damping klien
Perawat
Lisca Indriani
A. SIMPULAN
Dari ketiga keperawatan yang muncul ketiganya tidak teratasi karena pasien sulit
diajak koordinasi dan proses pikirnya sudah terganggu, dan kondisi pasien yang tidak
memungkinkan.
B. SARAN
1. Pramurukti yang berhubungan dengan klien demensia dapat memberikan pelayanan
yang lebih intensif.
2. PSTW dapat memberikan modifikasi lingkungan yang lebih baik lagi pada klien
demensia seperti menyediakan kamar mandi di kamar klien.
DAFTAR PUSTAKA
Http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17277/4/Chapter%20II.pdf, diakses
tanggal 28 November 2019
Http://www.kamusilmiah.com/kesehatan/mengenal-demensia-pada-lanjut-usia/, diakses
tanggal 28 November 2019
(SAP)
I. IDENTIFIKASI MASALAH
Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang
mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan
konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot,
yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot
Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien
yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan
otot, rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi merupakan metode
efektif untuk menurunkan nyeri yang merupakan pengalaman sensori dan
emosional yang tidak menyenangkan dengan mekanismenya yang menghentikan
siklus nyeri.
II. PENGANTAR
Bidang Studi : Pendidikan Kesehatan
Topik : Terapi Non-Farmakologi
Sub Topik : Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam
Sasaran : Ny. S
Hari/tanggal : Selasa, 2 Desember 2019
Jam : 11.00 WIB
Waktu : 15 menit
Tempat : Wisma Dahlia BPSTW Unit Budi Luhur
VI. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
VII. MEDIA
1. Materi SAP
2. Leaflet
VIII. KEGIATAN PEMBELAJARAN
No Waktu Kegiatan role play model Kegiatan peserta
Materi:
IX. PENGESAHAN
Yogyakarta, 2 Desember 2019
Mengetahui,
Preceptor / CI Penyuluh
X. EVALUASI
Metode evaluasi : Tanya Jawab
Jenis pertanyaan : Lisan
Pertanyaan :
1) Pengertian teknik relaksasi nafas dalam
2) Tujuan teknik nafas dalam
3) Manfaat teknik nafas dalam
4) Cara teknik nafas dalam
LAMPIRAN MATERI
A. Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan
napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri,
teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah.
Relaksasi merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada klien
yang mengalami nyeri kronis. Relaksasi sempurna dapat mengurangi ketegangan otot,
rasa jenuh dan kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulus nyeri.
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan kita lakukan pada pasien.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang
4. Usahakan tetap rileks dan tenang
5. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1,2,3
6. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas
atas dan bawah rileks
7. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
8. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
9. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
10. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
11. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
12. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
13. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
14. Lakukan evaluasi
15. Cuci tangan
DAFTAR PUSTAKA
Setyoadi, Kushariyadi. Terapi modalitas keperawatan pada klien psikogeriatrik. Salemba
Medika. Jakarta; 2011.