Disusun Oleh:
SITI USWATUN KHASANAH (1910206067)
LISCA INDRIANI (1910206115)
1. JUDUL
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting Mitigation With Music Interventions.
2. PENULIS
a. Jason M.Kiernan, RN, MSN (Faculty of Nursing at the University of Windsor in
Ontario,Canada)
b. Jody Conradi Stark, PhD, MT-BC (College of Arts and Sciences at Eastern Michigan
University in Detroit)
c. April H. Vallerand, PhD, RN, FAAN (College of Nursing at Wayne State University in
Detroit)
3. LATAR BELAKANG
Kanker kini menjadi penyebab kematian utama di seluruh dunia. Penderita kanker
terbanyak di dunia adalah kanker paru-paru (12,7%), kanker payudara (10,9%), dan
kanker usus besar (9,7%). Sebanyak 58% kasus kanker terjadi di negara miskin dan
berkembang serta kematian mencapai 63%.
Kadangkala proses penanganan kanker sangat membebani penderita dibandingkan
penyakitnya sendiri, misalnya proses radiasi dan obat-obatan yang digunakan untuk
membunuh sel kanker ternyata dapat mengakibatkan kerusakan tubuh bahkan berpotensi
untuk menyebabkan hilangnya fungsi tubuh yang tidak dapat diperbaiki (Burish, 1987
dalam Brown&Boatman, 2011). Proses penanganan kanker juga disertai dengan rasa
sakit, kecemasan, disfungsi seksual, dan kemungkinan perawatan di rumah sakit dalam
jangka waktu yang lama (Redd & Jacobsen, 1988 dalam Brown&Boatman, 2011).
Kemoterapi bisa menyebabkan mual dan muntah (CINV) dan merupakan efek
merugikan dari pengobatan kanker. Dalam fenomena ini mengandung banyak subtipe
(Navari & Aapro, 2016). CINV akut akan terjadi dari waktu kemoterapi 0-24 jam. CINV
juga bisa terjadi dari 24 jam setelah kemoterapi hingga 120 jam (CINV tertunda).
Menurut penelitian, disarankan pengobatan alternatif untuk efek CINV yaitu dengan
beragam, diantaranya akupressur, jahe dan relaksasi (Greenlee et al., 2017).
Dari wawancara yang telah kami lakukan terhadap pasien kanker di ruang Dahlia 2
RSUD RSUP Dr. Sardjito, dari 9 orang ditemukan sebanyak 75% pasien kanker
mengatakan mual ketika dilakukan tindakan kemoterapi sedangkan 15% mengatakan
mengalami muntah saat dilakukan kemoterapi.
Di ruang Dahlia 2 sendiri, penanganan mual pada pasien berupa pemberian
injeksi iv dexamethasone atau ondansertron saat pre medikasi kemoterapi. Chriss, et al
1985 dalam Grunberg, 2004) melaporkan sekitar 3% pasien mengalamu muntah akut
setelah diberikan kemoterapi dengan bahan dasar Cisplatin dan 61% mengalami muntah
pada hari kedua dan ketiga meskipun telah diberikan Metoklopramide dan
Dexamethasone pada saat pemberian Cisplatin. Pada pasien sendiri ditemukan berbagai
cara yang digunakan pasien untuk mengurangi mual seperti pengalihan perhatian :
mengobrol dengan sesama pasien atau keluarga/teman yang datang, jalan-jalan di depan
ruangan, berdoa, dan sebagainya.
Banyaknya cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan rasa mual saat
tindakan kemoterapi, membuat kami tertarik untuk memilih salah satu terapi alternatif
yang belum pernah dicoba di ruangan Dahlia 2, yakni terapi musik. Terapi musik sendiri
sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno dan digunakan sebagai sarana untuk
meringankan penyakit dan membantu pasien dalam mengatasi emosi yang menyakitkan
seperti kecemasan, kesedihan, bahkan pengalihan perhatian untuk kondisi seperti mual
dan nyeri. Secara teori pada saat musik diperdengarkan, musik mampu merangsang
pengeluaran gamma amino butric acid (GABA), enkephalin, beta, endorphin yang dapat
menimbulkan efek analgesia sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien dan
muntah. Selain itu, Ezzone et al (1998) menyimpulkan bahwa musik mempunyai efek
bermanfaat menurunkan intensitas mual dan muntah diantara anak yang menderita
kanker bila diterapkan bersama dengan pemberian antiemetik. Menggunakan musik
untuk mencegah mual dan muntah telah digunakan sebagai metode non-farmakologi
(Miller dan Kearney, 2004). Musik yang digunakan untuk mengontrol dan mencegah
mual dan muntah pada saat kemoterapi harus memiliki ritme yang tetap lambat,
frekuensi rendah dan memiliki orkestra yang dapat menenangkan, menghindari frekuensi
tinggi dan tajam Mucci dan Mucci, 2002). Standley (2002) melaporkan bahwa pasien
mengalami penurunan rasa mual ketika mendengarkan musik kesukaannya pada saat
prosedur kemoterapi dilakukan.
Jurnal yang berjudul Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting Mitigation
With Music Interventions ini juga membahas mengenai efek positif dari terapi musik
terhadap mual ataupun muntah pada pasien, sehingga kami mengambil jurnal ini sebagai
bahan acuan sebelum menerapkan terapi musik di ruang Dahlia 2.
5. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui pengaruh musik untuk mengatasi mual dan muntah pada pasien
kemoterapi.
6. METODE
Semua studi dalam penelitian ini menggunakan convenience sampling. Setelah
mendapat persetujuan penelitian dari human subjects review board, peneliti
mengidentifikasi pasien yang mendapat kemoterapi sesuai kriteria inklusi yang
ditentukan. Pasien yang sesuai kriteria akan diberi inform concent. Kemudian pasien
mengisi pernyataan kesediaan menjadi responden. Sampel dalam penelitian merekrut 50
pasien. Penelitian tidak memperhatikan mengenai stadium kanker. Gender juga tidak
dibatasi. Umur sebagian besar penelitian berada pada usia pertengahan hingga dewasa,
namun ada dua studi yang terdiri dari pasien anak. Musik yang digunakan dalam
penelitian ini tidak memperhatikan genre musik. Musik merupakan pilihan pasien sendiri.
Dalam penelitian menggambarkan musik yang banyak dipilih adalah musik klasik
instrumental, musik zaman baru, dan musik santai khas Turki. Waktu pemutaran musik
adalah selama pasien dilakukan kemoterapi.
Enam studi menggunakan kelompok kontrol. Madden et al. (2010) memiliki desain
tindakan berulang di mana peserta berperan sebagai pengontrol diri mereka sendiri, dan
Moradian et al. (2015) menggunakan kelompok kontrol non-intervensi, serta kelompok
intervensi musik yang berbeda dari intervensi musik utama (program audio Nevasic).
Semua penelitian lain dengan kelompok kontrol menggunakan kelompok perawatan
standar, non-intervensi (Ezzone et al., 1998; Sabo & Michael, 1996; Standley, 1992).
Meskipun tidak ada penelitian yang menggunakan pengambilan sampel acak, para
peneliti dari dua studi mengambil sampel kenyamanan mereka dan mengacak peserta
setelah mereka memasuki penelitian. Moradian et al. (2015) mengacak peserta untuk
kelompok intervensi (Nevasic audio), kelompok musik, atau kelompok non-intervensi.
Madden et al. (2010) mengacak peserta untuk kelompok intervensi yang dipimpin oleh
seorang ahli tari / gerakan atau kelompok yang menerima perhatian sukarelawan.
8. PEMBAHASAN
Masalah umum yang sering ditemukan pada pasien dengan penyakit terminal dalam
hal ini kanker yang sedang dilakukan tindakan kemoterapi adalah masalah mual dan
muntah. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai factor, mulai dari efek pemberian Cisplatin
maupun kondisi pasien. Oleh karena itu, saat ini banyak bermunculan terapi-terapi non-
farmakologis yang dikhususkan untuk menangani mual dan muntah pada pasien kanker
saat dilakukan tindakan kemoterapi, diantaranya terapi music, akupuntur, guide
imaginary, yoga, dan sebagainya.
Pada penelitian ini terapi yang diambil adalah terapi music. Hal ini dikarenakan music
dapat menciptakan suasana yang menyenangkan juga mempengaruhi proses kognitif.
Musik yang terdiri dari kombinasi ritme, irama, harmonik dan melodi sejak dahulu
diyakini mempunyai pengaruh terhadap pengobatan orang sakit. Seiring dengan
perkembangan zaman ketertarikan para peneliti terhadap musik dan bagaimana
pengaruhnya terhadap kesehatan juga mengalami perkembangan (Hatem, dkk., 2006
dalam Eka & Erwin, 2011). Menurut Campbell, proses mendengarkan musik merupakan
suatu bentuk komunikasi afektif dan memberikan pengalaman emosional.
Music menghasilkan vibrasi dan harmoni. Vibrasi yang dihasilkan musik
mempengaruhi secara fisik, sedangkan harmoni yang dihasilkan mempengaruhi secara
psikis. Padahal fisik dan psikis memiliki hubungan yang timbal balik. Dengan
menggunakan musik keadaan fisik dan psikis seseorang dapat dipengaruhi. Jika vibrasi
dan harmoni musik yang digunakan tepat, pendengar akan merasa nyaman. Jika
pendengar merasa nyaman ia akan merasa tenang. Jika ia merasa tenang metabolisme
tubuhnya akan berfungsi maksimal. Jika metabolisme tubuhnya berfungsi maksimal ia
akan merasa lebih bugar, sistem pertahanan tubuhnya akan bekerja lebih sempurna, dan
kemampuan kreatifnya akan berkembang lebih baik (Green & Hertin, 2004; Salampessy,
2004).
Pada jurnal “A Randomised Controlled Trial Of The Effect Of Music Therapy And
Verbal Relaxation On Chemotherapy-Induced Anxiety” terapi musik yang digunakan
adalah 30% dari musik pilihan pasien. Sedangkan sebagian lainnya melakukan penelitian
dengan musik yang telah dipilihkan oleh peneliti. Bukti menunjukkan bahwa peserta
penelitian harus diberi kesempatan untuk memilih sendiri musik yang digunakan untuk
intervensi mereka (Chanda & Levitin, 2013). Argumen kontra dengan menggunakan
musik pilihan pasien dinilai bisa merubah kontrol penelitian. Namun argumen yang pro
dengan mendukung penggunaan musik yang disukai pasien dalam berbagai pengaturan
klinis (Heiderscheit, Breckenridge, Chlan, & Savik, 2014; Liang et al., 2016; Mondanero
et al., 2017). Oleh karena itu, merancang studi tambahan yang memasukkan musik pilihan
pasien sebagai intervensi standar adalah logis dan manjur.
Pelaksanaan terapi ini dimulai saat pasien sampai di tempat kemoterapi. Seluruh
pasien mengisi Informed consent. Dalam penelitian ini pasien kemudian menuju ruangan
yang telah disediakkan untuk dilakukan intervensi. Sebelumnya dilakukan pemberian
Tropisetron hydrochloride, dexamethasone, diphenhydramine hydrochloride and
metoclopramide hydrochloride dilakukan sebagai prosedure untuk megurangi efek
samping dari kemoterapi. Kemudian pasien dilakukan intervensi sesuai kelompok.
Pada penelitian ini, 30% studi melakukan penelitian dengan musik yang dipilih
sendiri atau kesukaan pasien. Sedangkan sebagian studi yang lain jenis music tidak
disesuaikan dengan music kesukaan pasien melainkan music yang ditetapkan oleh peneliti
yang memungkinkan terjadiya peningkatan rasa mual dan muntah. Oleh sebab itu, untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan peneliti memilih jenis music yang lembut.
Music yang lembut dapat melambatkan pernafasan sehingga terjadi relaksasi, control
emosional dan metabolism (Halim,2002 dalam Hariati,2010).
Penelitian yang melibatkan pasien untuk memilih musik kesukaannya sendiri
memiliki dampak besar dalam membantu pasien untuk bersantai. Untuk alasan itu,
menghormati pilihan dan rasa setiap orang sangat penting untuk mengoptimalkan efek
terapi. Karena bagaimanapun harus diingat bahwa tidak setiap pasien menganggap
mendengarkan musik merupakan aktivitas yang bisa membuat santai sehingga
mengalihkan perasaan ingin mualnya. Beberapa pasien bahkan tidak menyukai musik
sama sekali. Menurut teori jika harmoni musik setara dengan irama internal tubuh, maka
musik akan memberikan kesan yang menyenangkan, sebaliknya jika harmoni musik tidak
setara dengan irama internal tubuh, maka musik akan memberikan kesan yang kurang
menyenangkan (Mok&Wong,2003).
Peningkatan komunikasi perawat dengan pasien selama waktu perawatan untuk
mendapatkan informasi yang akurat mengenai preferensi music mereka sangat penting
jika perawat berpusat pada kualitas perawatan pasien.
9. KESIMPULAN PENELITIAN
Intervensi menggunakan musik secara signifikan dapat mengurangi gejala mual dan
muntah selama tindakan kemoterapi, dengan catatan harus memperhatikan musik yang
sesuai dengan pasien yaitu dengan kata lain pasien harus diberikan andil dalam memilih
musiknya sendiri selama terapi. Penelitian dengan desain musik yang telah dipilihkan
oleh peneliti menghasilkan tidak ada penurunan signifikan terhadap mual dan muntah.
Penerapan terapi relaksasi music di ruang perawatan penyakit dalam maupun
onkologi merupakan sebuah inovasi dalam hal pemberian intevensi terhadap mual dan
muntah pada pasien saat dilakukan kemoterapi. Ruang Dahlia 2 yang mempunyai kondisi
yang kondusif, memudahkan perawat dalam menerapkan teknik relaksasi ini. Selain
penerapan, alat yang dibutuhkanpun tidak banyak. Sehingga terapi ini bisa menjadi
pilihan perawat ketika menghadapi pasien kemoterapi dengan masalah tersebut.
10. REKOMENDASI
Dari hasil penelitian ini penerapan terapi relaksasi music di ruang perawatan
merupakan sebuah inovasi dalam hal pemberian intevensi terhadap penurunan tingkat
mual dan muntah dari efek kemoterapi. Namun beberapa rekomendasi dalam penelitian
ini yang masih perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
Dalam penelitian seharusnya memperhatikan tempat, yaitu memasukkan responden
dalam satu ruang satu responden mungkin akan dinilai lebih efektif dalam
pengobatan dan memperdengarkannya meggunakan headphone yang dapat menutupi
suara di sekitarnya, membantu responden untuk bersantai dan dapat mengalihkan
perhatian mereka.
Dari hasil pengalaman penelitian sebaiknya responden diberikan pilihan musik/lagu
yang sesuai dengan kesukaan mereka, karena musik kesukaan dapat membantu
responden memperoleh tingkat kenyamanan serta rasa tenang dan bernostalgia ke
situasi yang menyenangkan yang selanjutnya membantu mereka untuk menghibur
diri mereka sendiri.
11. REFERENSI
1. Bozcuk, H., Artac, M., Kara, A., Ozdogan, M., Sualp, Y., Topcu, Z.,. . . Savas, B.
(2006). Does music exposure during chemotherapy improve quality of life in early
breast cancer patients? A pilot study. Medical Science Monitor, 12(5), 200–205.
2. Chanda, M.L., & Levitin, D.J. (2013). The neurochemistry of music. Trends in
A.D., . . . Horgan, K.J. (2006). Combined data from two phase III trials of the
NK1 antagonist aprepitant plus a 5HT3 antagonist and a corticosteroid for
prevention of chemotherapy-induced nausea and vomiting: Effect of gender on
treatment response. Supportive Care in Cancer, 14, 354–360.
https://doi.org/10.1007/s00520-005-0914-4
11. Hesketh, P.J., Kris, M.G., Grunberg, S.M., Beck, T., Hainsworth, J.D., Harker, G.,