Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang


tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual
atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi
kerusakan (International Association for Study of pain, 1979. Nyeri adalah
alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan pemeriksaan
diagnostik atau pengobatan (Brunner & Suddarth, 2002).

Salah satu ketakutan terbesar pasien bedah adalah nyeri. Tingkat


keparahan nyeri pasca operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan
psikologi individu, toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi, sifat
prosedur, kedalaman trauma bedah dan jenis agens anastesia dan bagaimana
agens tersebut diberikan (Brunner & Suddarth, 2002).

Nyeri setelah pembedahan adalah hal yang normal.Nyeri yang


dirasakan pasien bedah meningkat seiring dengan berkurangnya pengaruh
anastesi. Pasien lebih menyadari lingkungannya dan lebih sensitif terhadap rasa
nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu-satunya sumber nyeri. Iritasi akibat
selang drainase, balutan atau gips yang ketat dan regangan otot akibat posisi
ketika pasien berada diatas meja operasi menyebabkan pasien merasa tidak
nyaman. Secara signifikan nyeri dapat memperlambat pemulihan (Potter &
Perry, 2006).

Metode penatalaksanaan nyeri mencakup pendekatan farmakologis dan


non farmakologis. Salah satu pendekatan farmakologis yang biasa digunakan
adalah analgetik golongan opioid, tujuan pemberian opioid adalah untuk
meredakan nyeri dengan pemberian dari rute apa saja, efek samping opioid

1
seperti depresi pernafasan, sedasi, mual muntah dan konstipasi. Efek samping
tersebut harus dipertimbangkan dan diantisipasi (Brunner & Suddarth, 2002).

Metoda pereda nyeri nonfarmakologis biasanya mempunyai resiko yang


sangat rendah.Salah satu tindakan nonfarmakologis adalah distraksi. Distraksi
mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain dan dengan demikian
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri.

Salah satu distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat menurunkan
nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan dengan mengalihkan perhatian seseorang
dari nyeri.Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan tekanan darah,
dan mengubah persepsi waktu (Guzzetta, 1989).Perawat dapat menggunakan
musik dengan kreatif diberbagai situasi klinik, pasien umumnya lebih
menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu
atau mendengarkan musik.Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati
individu, merupakan pilihan yang paling baik (Potter & Perry, 2006).

Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi,


kesunyian, ruang, dan waktu.Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar
dapat memberikan efek teraupeutik. Dikeadaan perawatan akut, mendengarkan
musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi
nyeri pasca operasi pasien (Potter & Perry, 2006).

Musik dan nyeri mempunyai persamaan penting yaitu bahwa keduanya


bisa digolongkan sebagai input sensor dan output. Sensori input berarti bahwa
ketika musik terdengar, sinyal dikirim keotak ketika rasa sakit dirasakan. Jika
getaran musik dapat dibawa kedalam resonansi dekat dengan getaran rasa sakit,
maka persepsi psikologis rasa sakit akan diubah dan dihilangkan (Journal of
the American Association for Musik Therapist, 1999).

2
Penelitian yang dilakukan McCaffrey menemukan bahwa intensitas
nyeri menurun sebanyak 33% setelah terapi musik dengan menggunakan musik
klasik Mozart terhadap pasien osteoarthritis selama 20 menit dengan musik
Mozart (Jerrard, 2004).

Secara kronologis, profesi terapis musik di negara maju seperti Amerika


Serikat mulai berkembang selama perang Dunia I. Ketika itu musik masih
digunakan dirumah sakit bagi veteran perang hanya sebatas media untuk
menyembuhkan gangguan trauma. Para veteran perang baik secara aktif maupun
pasif melakukan aktivitas musik terutama sekali untuk mengurangi rasa sakit
sehingga banyak dokter dan perawat menjadi saksi bagaimana musik sangat
berperan dalam penanganan psikologis, fisiologis, kognitif, dan terutama sekali
memperbaiki kondisi emosional (Djohan, 2009).

Berdasarkan hal-hal yang dijabarkan diatas, maka peneliti tertarik untuk


mengadakan penelitian tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap intensitas
nyeri pasien post operasi di RSUD Cut Mutia Aceh Utara Tahun 2015.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian awal oleh peneliti maka rumusan masalah pada kajian
ini adalah “apakah pengaruh terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri
pasien post operasi di RSUD Cut Mutia Aceh Utara Tahun 2015?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi musik klasik terhadap

intensitas nyeri pasien post operasi di RSUD Cut Mutia Aceh Utara Tahun

2015.

3
2. Tujuan Khusus

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi pengaruh music klasik pada pasien post op di RSUD

Cut Mutia 2015.

b. Mengidentifikasi intensitas nyeri pada pasien post op di RSUD Cut Mutia

2015.

c. Mengkaji pengaruh terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri pasien

post operasi di RSUD Cut Mutia Aceh Utara Tahun 2015

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa

Memberikan pengetahuan terhadap mahasiswa pengaruh terapi musik klasik

terhadap intensitas nyeri pasien post operasi

2. Bidang Keperawatan

a. Memberikan pengetahuan atau referensi pengaruh terapi musik klasik

terhadap intensitas nyeri pasien post operasi di RSUD Cut Mutia Aceh

Utara Tahun 2015 dan peneliti yang nantinya akan meneliti lebih lanjut

mengenai hal ini.

4
b. Sebagai masukan dan evaluasi yang berguna dalam melakukan tindakan

khususnya menyangkut masalah pengaruh terapi musik klasik terhadap

intensitas nyeri pasien post operasi.

3. Bagi Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan atau pengalaman bagi penulis

tentang pengaruh terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri pasien post

operasi.

Anda mungkin juga menyukai