Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097
Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097
Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097
Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Pada tanggal:
(………………………..) (………………………………)
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
(………………………………)
BAB I
LANDARAN TEORI
A. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara
sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya (Herman, 2011). Bunuh diri
adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau
melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa (Fitria, 2010).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupaka
perilaku utuk mengakhiri kehiduannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Rusdi, 2013).
Bunuh diri merupakan respon yang paling maladaptif dari teori rentang respon
protektif diri dalam Stuart (2013). Berikut rentang respon protektif diri:
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan
tidak langsung. Perilaku destruktif diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri. Niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang
diinginkan dan rentang waktu perilaku berjangka pendek. Perilaku destruktif diri tidak
langsung meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Individu tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian
akibat perilakunya dan biasanya lebih lama dari pada perilaku bunuh diri.
Sementara itu perilaku bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting dan cukup membebankan psikologis dan beban ekonomi di masyarakat. Perilaku
bunuh diriberkisar dari ide bunuh diri, rencanabunuh diri, dan upaya dengan
kemungkinan berakhir padaselesainya perilaku bunuh diri (Maniamet al. 2014).
B. Patopsikologi
Fortinash & Worret, (2012) membagi perilaku bunuh diri pada beberapa tingkatan,
berikut penjelasan padasetiap tingkatan perilaku bunuh diri:
1. Ide Bunuh Diri (Suicidal Ideation)
Ide bunuh diri adalah pikiran membunuh diri sendiri, baik yang dilaporkan sendiri
atau dilaporkan kepada orang lain (Stuart, 2013). Meliputi pemikiran atau fantasi
langsung maupun tidak langsung untuk bunuh diri atau perilaku melukai diri sendiri
yang diekspresikan secara verbal, disalurkan melalui tulisan atau pekerjaan seni
dengan maksud tertentu maupun memperlihatkan pemikiran bunuh diri (Fortinash &
Worret, 2012). Ide bunuh diri merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri atau
sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada
tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perlu disadari bahwa klien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan mati.
2. Ancaman bunuh diri (Suicide Gesture)
Ungkapan secara langsung atau tulisan sebagai ekpresi dari niat melakukan bunuh
diri namun tanpa adanya tindakan. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan
upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh
diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Isyarat Bunuh Diri (Suicide Gesture)
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya
minum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidupdan tidak berencana
untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan
dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering dinamakan
“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stres yang tidak mampu
diselesaikan (Muhith, 2015).
4. Percobaan bunuh diri (Suicide Attempts)
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistic
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart (2013) adanya peringatan langsung atau tidak langsung, verbal
atau nonverbal bahwa seseorang berencana untuk mengakhiri hidupnya sendiri
menunjukkan tanda yang diberikan atas perilaku bunuh diri. Pada fase isyarat bunuh diri
tanda dan gejala bunuh diri dapat diketahui dimana individu sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya namun tidak disertaiancaman dan percobaan bunuhdiri. Secara
subyektif ada ungkapan perasaan bersalah, sedih, marah, putus asa atau tidak berdaya,
menitipkan pesan untuk ditinggalkan, megungkapkan hal negatif tentang diri sendiri.
Secara obyektif terlihat murung, sedih, marah, menangis, banyak diam, kontak mata
kurang, emosi labil, tidur kurang. Pada fase ancaman bunuh diri klien
mengungkapkaningin mati, mengungkapkan rencana mengakhiri kehidupandan adanya
tindakan untuk menyiapkan alat dalammelaksanakan rencana bunuh diri.
D. Etiologi
Menurut Fitria, (2009) etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak
Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
E. Pathway
Isolasi sosial
Respon protektif diri
Motivasi
Niat
F. Patofisiologi
Bunuh diri terjadi karena seseorang berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Apabila ide untuk bunuh diri muncul secara
berulang, maka situasi ini masuk ke dalam situasi gawat. Faktor penyebab bunuh diri
adalah perceraian, dan isolasi sosial. Isolasi sosial juga dapat dikarenakan karena
perasaan seseorang memiliki harga diri rendah. Faktor penyebab adalah masalah dengan
orang tua, masalah dengan lawan jenis, masalah sekolah, dan masalah saudara.
Upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri
dengan berbagai alasan sehingga menimbulkan isyarat-isyarat atau tanda ingin bunuh
diri. Selanjutnya dengan timbul niat ingin melakukan bunuh diri dengan ancaman bunuh
diri berupa rancangan atau strategi bunuh diri baik melalui isyarat maupun diucapkan.
Pengembangan gagasan untuk bunuh diri menimbulkan krisis bunuh diri hingga
melakukan bunuh diri (Yusuf, Fitryasari, Nihayati, 2015).
G. Penatalaksanaan
Pasien yang bunuh diri tetap berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang tetapi
memperlihatkan perubahan pada tingkah laku seperti pikiran, bicara dan gerakan
melambat atau agitasi. Mula-mula ajak orang itu bercakap-cakap, kenali keputus-
asaannya dan kesulitan untuk berpikir jernih. Coba mengenali masalah dan berikan
jawaban yang mungkin. Penawaran pemecahan terjelas dan tersederhana bisa membantu
pasien melihat sejumlah harapan dan bisa menunda usaha bunuh dirinya. Walaupun
pasien bisa sungguh bermaksud bunuh diri, namun pada saat yang sama mungkin ia tidak
benar-benar ingin mati. Sekali ia setuju menerima pertolongan, ia mungkin ingin bekerja
sama, tetapi awasi terhadap perubahan apapun dalam pernyataannya atau tingkah lakunya
sementara dibawa kerumah sakit. Obat-obatan yang bisa diberikan:
1. Obat antipsikotik
Haloperidol (Haldol) suatu trankuilizer yang sangat berguna dalam kedaruratan
psikiatrik karena ia relatif tidak menyababkan sedatif, ia tak ada atau sedikit
mempunyai efek kardiovaskular, dan tersedia dalam bentuk parenteral, cairan dan
tablet. Dosis biasa holoperidol 5-10 mg intramuskular setiap 30 menit.
2. Obat antiansietas
Diazepam (Valium) mempunyai efek antiansietas, anti kejang serta pelemas otot,
yang membuatnya berguna dalam kedaruratan psikiatrik. Tersedia dalam bentuk
parenteral dan tablet. Dosis biasa 5-10 mg intravena dalam 2 menit setiap 30-60
menit atau 10 mg peroral setiap jam sampai pasien terkontrol.
3. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
1) Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian
2) BHSP
3) Jangan memancing emosi klien
4) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
5) Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
6) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialaminya
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan
klien karena masalah sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada
orang lain.
c. Terapi music
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran
klien
H. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Penyebab
Harga Diri Rendah Penyebab
I. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri
Data yang perlu dikaji:
1. Data subyektif :
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c. Mengungkapan tidak bisa apa – apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
2. Data obyektif :
a. Merusak diri sendiri
b. Merusak orang lain
c. Menarik diri dari hubungan sosial
d. Tampak mudah tersinggung
e. Tidak mau makan dan tidak tidur