Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

RESIKO BUNUH DIRI DI BANGSAL SEMBODO


RSJ GRHASIA PAKEM

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI DI BANGSAL SEMBODO
RSJ GRHASIA PAKEM

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
RESIKO BUNUH DIRI DI BANGSAL SEMBODO
RSJ GRHASIA PAKEM

Disusun oleh:
DWI ASTUTI
1910206097

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Pada tanggal:

Clinical Instruction Mahasiswa

(………………………..) (………………………………)

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

(………………………………)
BAB I
LANDARAN TEORI

A. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Bunuh diri merupakan tindakan yang secara
sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya (Herman, 2011). Bunuh diri
adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau
melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa (Fitria, 2010).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupaka
perilaku utuk mengakhiri kehiduannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Rusdi, 2013).
Bunuh diri merupakan respon yang paling maladaptif dari teori rentang respon
protektif diri dalam Stuart (2013). Berikut rentang respon protektif diri:

Respon adaptif Respon maladaptif


Peningkatan Perilaku mencederai Bunuh diri
Diri diri tak langsung

Pertumbuhan Mencederaan diri


peningkatan pengambilan risiko

Skema. 2. 1 Rentang Respon Proteksi Diri, Sumber (Stuart, 2013)

Stuart (2013) menjelaskan bahwa perlindungan dan kelangsungan hidup


merupakan kebutuhan mendasar dari semua makhluk hidup. Pada rentang respons
proteksi diri, peningkatan diri dan pertumbuhan promosi pengambilan risiko merupakan
respon yang paling adaptif, sebaliknya perilaku mencederai diri sendiri secara tidak
langsung, melukai diri, dan bunuh diri adalah respons maladaptif.

Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat diklasifikasikan sebagai langsung dan
tidak langsung. Perilaku destruktif diri langsung mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh
diri. Niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai hasil yang
diinginkan dan rentang waktu perilaku berjangka pendek. Perilaku destruktif diri tidak
langsung meliputi setiap aktivitas yang merusak kesejahteraan fisik individu dan dapat
mengarah kepada kematian. Individu tidak menyadari tentang potensial terjadi kematian
akibat perilakunya dan biasanya lebih lama dari pada perilaku bunuh diri.

Perilaku mencederai diri sendiri mungkin langsung atau tidak langsung.


Mencederai diri adalah tindakan membahayakan yang disengaja terhadap tubuh sendiri.
Cedera ini dilakukan untuk diri sendiri, tanpa bantuan orang lain dan cedera yang cukup
parah dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Mencederai diri dan risiko bunuh diri
adalah dua fenomena yang terpisah. Kematian akibat cedera biasanya klien yang melukai
diri sendiri biasanya ingin lepas dari ketegangan mereka dari pada membunuh diri sendiri.
Mencederai diri juga berbeda dari perilaku merusak diri sendiri seperti makan berlebihan,
penyalahgunaan narkoba, merokok dan aktivitas berisiko tinggi. Mencederai diri adalah
peristiwa yang terjadi dalam rentang waktu yang singkat dan dengan kesadaran akan
konsekuensi dari tindakan itu.

Sementara itu perilaku bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting dan cukup membebankan psikologis dan beban ekonomi di masyarakat. Perilaku
bunuh diriberkisar dari ide bunuh diri, rencanabunuh diri, dan upaya dengan
kemungkinan berakhir padaselesainya perilaku bunuh diri (Maniamet al. 2014).

B. Patopsikologi
Fortinash & Worret, (2012) membagi perilaku bunuh diri pada beberapa tingkatan,
berikut penjelasan padasetiap tingkatan perilaku bunuh diri:
1. Ide Bunuh Diri (Suicidal Ideation)
Ide bunuh diri adalah pikiran membunuh diri sendiri, baik yang dilaporkan sendiri
atau dilaporkan kepada orang lain (Stuart, 2013). Meliputi pemikiran atau fantasi
langsung maupun tidak langsung untuk bunuh diri atau perilaku melukai diri sendiri
yang diekspresikan secara verbal, disalurkan melalui tulisan atau pekerjaan seni
dengan maksud tertentu maupun memperlihatkan pemikiran bunuh diri (Fortinash &
Worret, 2012). Ide bunuh diri merupakan proses kontemplasi dari bunuh diri atau
sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada
tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun
demikian, perlu disadari bahwa klien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan mati.
2. Ancaman bunuh diri (Suicide Gesture)
Ungkapan secara langsung atau tulisan sebagai ekpresi dari niat melakukan bunuh
diri namun tanpa adanya tindakan. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan
upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh
diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri,
pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan
pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Isyarat Bunuh Diri (Suicide Gesture)
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya
minum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi
karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidupdan tidak berencana
untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin diselamatkan
dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering dinamakan
“Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stres yang tidak mampu
diselesaikan (Muhith, 2015).
4. Percobaan bunuh diri (Suicide Attempts)
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistic
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistic
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
C. Tanda dan Gejala
Menurut Stuart (2013) adanya peringatan langsung atau tidak langsung, verbal
atau nonverbal bahwa seseorang berencana untuk mengakhiri hidupnya sendiri
menunjukkan tanda yang diberikan atas perilaku bunuh diri. Pada fase isyarat bunuh diri
tanda dan gejala bunuh diri dapat diketahui dimana individu sudah memiliki ide untuk
mengakhiri hidupnya namun tidak disertaiancaman dan percobaan bunuhdiri. Secara
subyektif ada ungkapan perasaan bersalah, sedih, marah, putus asa atau tidak berdaya,
menitipkan pesan untuk ditinggalkan, megungkapkan hal negatif tentang diri sendiri.
Secara obyektif terlihat murung, sedih, marah, menangis, banyak diam, kontak mata
kurang, emosi labil, tidur kurang. Pada fase ancaman bunuh diri klien
mengungkapkaningin mati, mengungkapkan rencana mengakhiri kehidupandan adanya
tindakan untuk menyiapkan alat dalammelaksanakan rencana bunuh diri.
D. Etiologi
Menurut Fitria, (2009) etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-
diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri
mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat
individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif,
penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman
kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup,
penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social
sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih
dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan
zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak
Electro Encephalo Graph (EEG).
2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh
individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain
yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai
orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang
emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan
3. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk
melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak
faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial
dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi
social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk
melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan
keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
4. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression,
dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak
ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
E. Pathway

Faktor presipitasi Faktor predisposisi

Respon koping Ketidakefektifan


maladaptif koping
Sumber koping <

Gangguan konsep Malu, merasa


Menarik diri
diri: HDR bersalah

Isolasi sosial
Respon protektif diri

Perilaku kekerasan Halusinasi


Koping maladaptif

Perilaku destruktif diri


tidak langsung
Resiko bunuh diri

Motivasi

Niat
F. Patofisiologi
Bunuh diri terjadi karena seseorang berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Apabila ide untuk bunuh diri muncul secara
berulang, maka situasi ini masuk ke dalam situasi gawat. Faktor penyebab bunuh diri
adalah perceraian, dan isolasi sosial. Isolasi sosial juga dapat dikarenakan karena
perasaan seseorang memiliki harga diri rendah. Faktor penyebab adalah masalah dengan
orang tua, masalah dengan lawan jenis, masalah sekolah, dan masalah saudara.
Upaya percobaan bunuh diri selalu diawali dengan adanya motivasi untuk bunuh diri
dengan berbagai alasan sehingga menimbulkan isyarat-isyarat atau tanda ingin bunuh
diri. Selanjutnya dengan timbul niat ingin melakukan bunuh diri dengan ancaman bunuh
diri berupa rancangan atau strategi bunuh diri baik melalui isyarat maupun diucapkan.
Pengembangan gagasan untuk bunuh diri menimbulkan krisis bunuh diri hingga
melakukan bunuh diri (Yusuf, Fitryasari, Nihayati, 2015).
G. Penatalaksanaan
Pasien yang bunuh diri tetap berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang tetapi
memperlihatkan perubahan pada tingkah laku seperti pikiran, bicara dan gerakan
melambat atau agitasi. Mula-mula ajak orang itu bercakap-cakap, kenali keputus-
asaannya dan kesulitan untuk berpikir jernih. Coba mengenali masalah dan berikan
jawaban yang mungkin. Penawaran pemecahan terjelas dan tersederhana bisa membantu
pasien melihat sejumlah harapan dan bisa menunda usaha bunuh dirinya. Walaupun
pasien bisa sungguh bermaksud bunuh diri, namun pada saat yang sama mungkin ia tidak
benar-benar ingin mati. Sekali ia setuju menerima pertolongan, ia mungkin ingin bekerja
sama, tetapi awasi terhadap perubahan apapun dalam pernyataannya atau tingkah lakunya
sementara dibawa kerumah sakit. Obat-obatan yang bisa diberikan:
1. Obat antipsikotik
Haloperidol (Haldol) suatu trankuilizer yang sangat berguna dalam kedaruratan
psikiatrik karena ia relatif tidak menyababkan sedatif, ia tak ada atau sedikit
mempunyai efek kardiovaskular, dan tersedia dalam bentuk parenteral, cairan dan
tablet. Dosis biasa holoperidol 5-10 mg intramuskular setiap 30 menit.
2. Obat antiansietas
Diazepam (Valium) mempunyai efek antiansietas, anti kejang serta pelemas otot,
yang membuatnya berguna dalam kedaruratan psikiatrik. Tersedia dalam bentuk
parenteral dan tablet. Dosis biasa 5-10 mg intravena dalam 2 menit setiap 30-60
menit atau 10 mg peroral setiap jam sampai pasien terkontrol.
3. Terapi modalitas
a. Terapi keluarga
1) Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian
2) BHSP
3) Jangan memancing emosi klien
4) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
5) Berikan kesempatan klien mengemukaan pendapat
6) Dengarkan, bantu dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang
dialaminya
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan
klien karena masalah sebagian orang merupakan persaan dan tingkah laku pada
orang lain.
c. Terapi music
Dengan musik klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengebalikan kesadaran
klien
H. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Isolasi Sosial
Penyebab
Harga Diri Rendah Penyebab
I. Peran Perawat dalam Perilaku Mencederai Diri
Data yang perlu dikaji:
1. Data subyektif :
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c. Mengungkapan tidak bisa apa – apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
2. Data obyektif :
a. Merusak diri sendiri
b. Merusak orang lain
c. Menarik diri dari hubungan sosial
d. Tampak mudah tersinggung
e. Tidak mau makan dan tidak tidur

Pengkajian antara lain:


1. Lingkungan dan upaya bunuh diri : perawat perlu mengkaji peristiwa yang menghina
atau menyakitkan, upaya persiapan, ungkapan verbal, catatan, lukisan, memberikan
benda yang berharga, obat, penggunaan kekerasan, racun.
2. Gejala : perawat mencatat adanya keputusasaan, celaan terhadap diri sendiri,
perasaan gagal dan tidak berharga, alam perasaan depresi, agitasi gelisah, insomnia
menetap, berat badan menurun, bicara lamban, keletihan, withdrawl.
3. Penyakit psikiatrik : upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan, afektif, zat adiktif,
depresi remaja, gangguan mental lansia
4. Riwayat psikososial: bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan, stress multiple
(pindah, kehilangan,putus hubungan, masalah sekolah, krisis disiplin), penyakit
kronik.
5. Faktor kepribadian: impulsive, agresif, bermusuhan, kognisi negative dan kaku, putus
asa, harga diri rendah, antisocial
6. Riwayat keluarga : riwayat bunuh diri, gangguan afektif, alkoholisme.
J. Rencana Asuhan Keperawatan
NO NANDA NOC NIC

1 Risiko bunuh Domain 11 - psychosocial Domain IV - safety


diri (00150) health Class – crisis management
Class - Psychological well-
Faktor Resiko : being Pencegahan Bunuh Diri (6340)
1. Riwayat kejadian 1. Tentukan adanya risiko bunuh diri dan derajatnya
bunuh diri Setelah dilakukan asuhan 2. Interaksi dengan klien secara rutin untuk menunjukkan
2. Perubahan perilaku keperawatan selama 3 x 24 jam kepedulian dan keterbukaan dan untuk memberi
3. Status perceraian diharapkan masalah resiko kesempatan klien untuk menyampaikan perasaan
4. Jenis kelamin laki- bunuh diri teratasi dengan 3. Lakukan pendekatan langsung dan tidak menuduh saat
laki kriteria hasil: diskusi tentang bunuh diri
5. Nyeri kronik Tingkat depresi (1208) 4. Hindari membahas riwayat bunuh diri, diskusikan hal-
6. Penyakit terminal 1. Pikiran bunuh diri yang hal saat ini dan masa depan.
7. Riwayat bunuh diri berulang 5. Diskusikan rencana yang berhubungan dengan ide
keluarga 2. Perasaan tidak berharga bunuh diri di masa akan datang (e.g. faktor pencetus,
8. Riwayat bunuh diri 3. Kehilangan minat pada siapa yang akan dihubungi, kemana meminta bantuan)
dalam keluarga kegiatan 6. Dampingi klien untuk mengidentifikasi orang atau
9. Kesepian sumber pendukung (e.g. keluarga, perawat)
10. Isolasi sosial 7. Mulai pencegahan bunuh diri (e.g. observasi dan
11. Keinginan untuk monitor klien, sediakan lingkungan protektif)
mati 8. Lakukan penilaian rutin risiko bunuh diri ( setidaknya
12. Berduka setiap hari) untuk menyesuaikan tindakan pencegahan
13. Tidak memiliki bunuh diri yang tepat
harapan 9. Konsultasi dengan tim perawatan sebelum
memodifikasi pencegahan bunuh diri.
10. Batasi klien menggunakan alat-alat potensial (e.g.
benda tajam, objek serupa tali)
11. Monitor klien selama menggunakan alat potensial (e.g.
pisau cukur)
12. Tingkatkan pengawasan klien disaat petugas sedang
sedikit (e.g. rapat staf, pergantian shif, waktu istirahat
perawat, malam hari, hari libur)
13. Observasi, catat, dan laporkan adanya perubahan
emosi atau perilaku tertentu yang meningkatkan risiko
bunuh diri
14. Fasilitasi dukungan untuk klien oleh keluarga atau
teman
2 Isolasi sosial (00053) Domain III – pschosocial Domain –behavioral
health Class – behavior therapy
Faktor berhubungan: Class - social interaction
1. Perubahan status Terapi Aktivitas (4310)
mental Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi
2. Perubahan keperawatan selama 3 x 24 jam dalam kegiatan tertentu
penampilan fisik diharapkan masalah isolasi 2. Dampingi klien untuk memilih aktivitas dan mencapai
sosial teratasi dengan kriteria tujuan sesuai kemampuan fisik, psikologi, dan sosial.
hasil: 3. Dampingi klien untuk fokus pada kemampuan.
Keterlibatan Sosial (1503) 4. Dampingi klien untuk mengidentifikasi dan
1. Berinteraksi dengan teman mendapatkan sumber daya yg dibutuhkan pada
2. Berinteraksi dengan aktivitas yang diinginkan
anggota keluarga 5. Motivasi kegiatan-kegiatan kreatif
6. Motivasi keterlibatan dalam aktivitas kelompok
7. Dampingi klien untuk mengembangkan motivasi dan
kekuatan positif
8. Beri pujian atas partisipasi dalam aktivitas
9. Sediakan permainan kelompok yang aktif,
nonkompetitif, terstruktur.
3 Risiko perilaku Domain III – psychosocial Domain III – behavioral
kekerasan terhadap health Class – cognitive therapy
orang lain (00138) Classes – self control
Anger control management (4640)
Faktor risiko: Setelah dilakukan asuhan 1. Bangun kepercayaan dengan klien
1. Akses senjata keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2. Perubahan fungsi diharapkan masalah resiko 3. Batasi situasi yang memicu kemarahan sampai klien
kognitif perilaku kekerasan teratasi mampu mengekspresikan kemarahan dengan sikap
3. Riwayat penyiksaan dengan kriteria hasil: yang adaptif
masa kecil (fisik, Menahan Diri Dari 4. Cegah kerugian fisik terhadap diri sendiri dan orang
psikologi, seksual) Kemarahan (1410) lain (e.g. Restrain)
4. Riwayat 1. Mengidentifikasi kapan 5. Ajarkan metode untuk mengurangi emosi (e.g. Latihan
menyaksikan merasa frustasi asertif, teknik relaksasi, menulis jurnal, distraksi)
kekerasan dalam 2. Mengidentifikasi situasi 6. Dampingi klien mengidentifikasi sumber-umber
keluarga yang dapat memicu kemarahan
5. Pola kekerasan 7. Dampingi klien dalam merencanakan strategi untuk
kepada orang lain mencegah ekspresi yang salah terhadap kemarahan
(e.g. 8. Identifikasi konsekuensi dari ekspresi kemarahan yang
memukul/menendan salah
g/mencakar/menggi 9. Identifikasi bersama klien keuntungan
git/pelecehan mengekspresikan kemarahan dengan cara yang adaptif
6. Perilaku bunuh diri 10. Beri pujian untuk klien jika mampu mengekspresikan
kemarahan dengan cara yang adaptif
4 Ketidakefektifan Domain III - psychosocial Domain III – behavioral
koping (00069) health Class – coping assistance
Class – phycosocial
Faktor berhubungan: adaptation Peningkatan Koping (5230)
1. Ancaman terlalu 1. Dampingi klien untuk menyelesaikan masalah dengan
besar Setelah dilakukan asuhan cara yang konstruktif
2. Ketidakmampuan keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
menghadapi situasi diharapkan masalah 3. Motivasi klien untuk mengidentifikasi perubahan
3. Perbedaan jenis ketidakefektifan koping teratasi peran
kelamin dalam dengan kriteria hasil: 4. Motivasi hubungan dengan orang-orang yang
strategi koping Koping (1302) mempunyai ketertarikan dan tujuan
1. Mengientifikasi pola 5. Bantu klien mengidentifikasi informasi yang
koping yang efektif dibutuhkan
2. Menyatakan perasaan 6. Motivasi perilaku nyata yang berhubugan dengan
akan control diri perasaan putus asa
3. Menggunakan perilaku 7. Gali pencapaian-pencapaian klien sebelumnya
untuk mengurangi stress 8. Dampingi klien dalam mengidentifikasi respon positif
dari orang lain
9. Motivasi untuk mengidentifikasi nilai hidup
10. Gali bersama klien metode sebelumnya yang
berhubungan dengan masalah hidup
11. Kenalkan klien secara personal atau dalam kelompok
dengan pengalaman serupa
12. Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang
sesuai
13. Dampingi klien untuk mengidentifikasi sistem
pendukung
5 Harga diri rendah Domain III Domain III – behavioral
kronik (00119) Class psychological well- Class – coping assinstance
being
Faktor berhubungan: Peningkatan Harga Diri (5400)
1. Gangguan psikologi Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau pernyataan klien tentang dirinya
2. Koping inefektif keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Tentukan kontrol fokus klien
diharapkan masalah harga diri 3. Tentukan kepercayaan diri klien
rendah kronik teratasi dengan 4. Dorong untuk mengidentifikasi kekuatan diri
kriteria hasil: 5. Bantu klien untuk menemukan penerimaan diri
Harga Diri (1205) 6. Dorong kontak mata dengan orang lain dalam
1. Gambaran diri berkomunikasi
2. Komunikasi terbuka 7. Beri pujian untuk klien bila mampu mengidentifikasi
3. Tingkat keercayaan diri kekuatan diri
8. Berikan kegiatan yang dapat meningkatkan otonomi
klien , yang sesuai
9. Bantu klien untuk mengidentifikasi tanggapan positif
dari orang lain
10. Menahan diri dari kritik negatif
11. Bantu klien untuk mengatasi intimidasi
12. Sampaikan kepercayaan diri dalam kemampuan klien
untuk menangani situasi
13. Bantu dalam menetapkan tujuan nyata untuk mencapai
harga diri yang lebih tinggi
14. Bantu klien untuk menerima ketergantungan pada
lainnya , yang sesuai
15. Bantu klien untuk menguji kembali persepsi negatif
dari diri
16. Bantu klien untuk mengidentifikasi dampak peer
group pada perasaan diri
17. Gali alasan untuk mengkritik diri sendiri atau rasa
bersalah
18. Dorong klien untuk menerima tantangan baru
19. Fasilitasi lingkungan dan kegiatan yang akan
meningkatkan harga diri
20. Pantau frekuensi ungkapan-ungkapan negatif tentang
diri
21. Buat pernyataan positif tentang klien
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria. M, et al. (2013).Nursing Interventions Classification (NIC).Sixth
Edition. United States of America: Elsevier
Dermawan & Rusdi.2013.Keperawatan jiwa konsep dan kerangka kerja asuhan
keperawatan jiwa.Jogjakarta:Gosyen Publishing
Fitria & Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.
Fitria.,N.2009.Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluandan Strategi
PelaksanaanTindakan Keperawatan.Jakarta : SalembaMedika
Fortinash&Worret.2011.Psychiatric Mental Health Nursing.(5rd ed.).St. Louis: Mosby
Herman,D.,A. 2011.Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika
Keliat,.B.A.2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. EGC, Jakarta
Moorhead, Sue. et al. (2013).Nursing Outcomes Classification (NOC).Fifth Edition.
United States of America: Elsevier
Muhith.,A.(2015).Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi.Yogyakarta:CV
Andi Offset
Nanda International.2015.Diagnosa Keperawatan:definsi dan klasifikasi
20152017.Jakarta:EGC
Stuart, G. W. 2007.Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. EGC
Yosep,.I.2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Yusuf.,Fitryasari.,R., dan Nihayati.,H.,E.2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Jiwa.Salemba Medika:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai