Anda di halaman 1dari 13

2020/2021

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO


BUNUH DIRI

Pembimbing :
- Ns. FalerisiskaYunere, M.Kep
- Ns. Milia Angraini, M.KM

Fakultasi Ilmu Kesehatan


Program Studi Profesi
Ners Universitas Perintis
Indonesia
Identitas Mahasiswa

Pas Foto

Nama Mahasiswa : MARIUS LAIA

NIM : 2030282010

Program : Profesi Ners

Kelompok :2

Periode Praktik : 2020/2021

Alamat : Kubu Gulai Bancah


RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Kesehatan mental merupakan sector penting dalam mewujudkan kesehatan manusia
secara menyeluruh. Berbagai solusi dapat dilakukan seseorang ketika muncul stressor,
salah satunya adalah bunuuh diri, beberapa orang menganggap bunuh diri adalah adalah
solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Bunuh diri merupakan tindakan yang
secara sadardilakukan oleh seseorang untuk mengakhiri kehidupanya (Dewi P & Erawati,
2020).
Bunuh diri merupakan upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk
mati (Aulia Yulastri, & Sasmita, 2019).
Bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian yang kerap terjadi pada individu
yang memiliki masalah gangguan mental. Bunuh diri dapat berawal dari depresi yang
terjadi dalam diri penderita. Umumnya individu yang memiliki keinginan untuk bunhuh
diri memiliki permasalahan yang tidak dapat ia selesaikan dengan baik ( Litaqia,Wulida &
Permana, Iman 2019).
Percobaan bunuh diri merupakan salah satu kegawatdaruratan psikiatri. Kata bunuh
diri berasal dari kata “suicidere” yang merupakan bahasa latin, “sui” diri dan caedere
memiliki arti “membunuh”. Jadi bunuh diri adalah sebuah tindakan yang dilakukan dengan
sadar oleh seseorang untuk mengakhiri hidupnya (Wuryaningsih, dkk, 2018).
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian utama di banyak
terutama pada kelompok anak-anak dan usia paruh baya, WHO mengungkapkan bunuh
diri merupakan penyebab kematian nomor 2 terbanyak pada kelompok usia 15-59 tahun
(WHO, 2016).

B. Rentang respon
Rentang respon perlindungan diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan diri Peningkatan Perilaku Perilaku Bunuh diri


komitmen dan destruktif menciderai
mengambil yang diri sendiri
risiko untuk menciderai
meningkatkan diri sendiri
kematangan secara tidak
pribadi langsung
Gambar 1 rentang respon perlindungan diri (Stuart, 2013)

C. Tingkatan Bunuh Diri


Menurut (Wuryaningsih dkk, 2018) ada beberapa tingkatan dalam bunuh diri yaitu :
1. Ide Bunuh Diri (Suicidal Ideation)
Ide Bunuh Diri merupakan suatu gagasan, Pikiran atau fantasi untuk membunuh
dirinya sendiri yang diberitahukan kepada orang lain secara verbal, tulisan atau
pekerjaan seni.
2. Niat Bunuh Diri (suicide intent)
Niat bunuh diri adalah sebuah komitmen dan keinginan pasien untuk meninggal
dengan cara membunuh dirinya sendiri.

3. Rencana Bunuh Diri (suicide plan)


Rencana Bunuh Diri adalah sebuah strategi, menetapkan waktu, dan sarana-
prasarana untuk melaksanakan tindakan membunuh dirinya sendiri.
4. Ancaman Bunuh Diri (suicide threats)
Ancaman bunuh diri merupakan sebuah ungkapan baik langsung maupun tulisan
untuk melakukan tindakan bunuh diri akan tetapi akhirinya tidak melakukanya.
5. Isyarat Bunuh Diri (Suicide Gesture)
Isyarat bunuh diri merupakan sebuah usaha melukai dirinya sendiri oleh seseorang
yang tidak memiliki niat atau harapan untuk meninggal akan tetapi oleh orang lain
diartikan sebagai upaya untuk bunuh diri.
6. Percobaan Bunuh Diri (Suicide Attempts)
Percobaan bunuh diri adalah sebuah keadaan dimana seseorang telah melakukan
upaya bunuh diri akan tetapi belum menyebabkan kematian.
7. Bunuh Diri Selesai (Completed Suicide)
Bunuh diri selesai merupakan sebuah kematian yang diakibatkan oleh seseorang
yang mengakhiri kehidupannya sendiri.
D. Klasifikasi Bunuh Diri
Menurut Yosep (2010) terdapat 3 jenis bunuh diri yaitu :
1. Bunuh Diri Anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh factor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
2. Bunuh Diri Altruistik
Bunuh diri altristik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya
3. Bunuh Diri Egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan factor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
E. Faktor Predisposisi dan presipitasi
Menurut (Wuryaningsih dkk, 2018) ada tiga maca factor predisposisi dan presipitasi
yaitu :
1. Factor Biologis
Factor biologis meliputi : penyakit fisik yang menahun, riwayat mengalami
gangguan jiwa sebelumnya, riwayat penggunaan NAPZA, riwayat nyeri kronik,
factor herediter, penyakit terminal, kecacatan tubuh.
2. Factor Psikologis
Factor psikologis meliputi : riwayat perilaku bunuh diri sebelumnya, riwayat
kekerasan masa kanak-kanak (fisik, psikologis, maupun seksual), riwayat keluarga
bunuh diri, homoseksual saat remaja, perasaan bersalah, kegagalan yang berulang,
kemampuan bersosialisasi yang rendah.
3. Factor Sosial-Budaya
Factor sosial budaya meliputi : status perceraian, perpisahan, janda, LGBT, stigma
dan diskriminasi masyarakat, hidup sendiri, tidak bekerja, narapidana, pension,
relokasi, tidak menikah, nilai-nilai terhadap perbuatan bunuh diri dalam
masyarakat, tingkat spritualitas yang rendah.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Bunuh Diri
1. Factor Mood dan Biokimiawi Otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam tubuh manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey
mengetahui factor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja
yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat
aktivitas protein kinase (PKC) Pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah
dibandingkan merek yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul
karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena
terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada
puncaknya memicu keinginan bunuh diri.
2. Factor Riwayat Gangguan Mental
Dalam otak kita terdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di
dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopanin. Ketiga cairan dalam otak
itu bisa menjadi petunjuk dalam neurotransmitter (gelombang/gerakan dalam otak )
kejiwaan manusia. Karena itu kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar
kada ketiga cairan itu didalam otak. Biasanya, dari hasil otopsi para korban bunuh
diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotin.
3. Factor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh dri, dikatakan ada proses pembelajaran. Para korban memiliki
pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh
diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi
pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajaran di sini merupakan
asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu bisa menyebabkan
perubahan kimia lewat pembentukan protei-protein yang erat kaitanya dengan
memori. Sering kali banyak yang tidak menyadari proses pembelajaran ini sebagai
keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah
diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa orang yang pernah
mencoba bunuh diri dengan cara yang halus, seperti minum racun bisa malukan
cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila sebelumnya tidak berhasil.
4. Factor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di
lingkungan pekerjaan keluarga , sekolah, pergaulan dalam masyarakat dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hunungan
atau keputusan bunuh diri juga bisa bisa dilakukan karena perasaan bersalah.
Suami bunuh istri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri.
5. Factor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman merupakan
penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri.

G. Tanda dan Gejala


Ada beberapa tanda-tanda yang sering muncul ketika seseorang memiliki niat,
keinginan, dan berencana untuk melakukan tindakan bunuh diri yaitu :
1. Mengancam untuk melakukan tindakan yang menyakiti dirinya sendiri atau bunuh
diri.
2. Mencari sebuah sarana-prasarana untuk bunuh diri seperti senjata, obat, dan
lainnya.
3. Sengaja melukai dirinya sendiri
4. Menulis surat atau berbicara tentang kematian, putus asa, dan balas dendam.
5. Merasa tidak ada jalan keluar dan susah berfikir
6. Mengunakan narkoba dan minuman keras
7. Menarik diri dari lingkungan
8. Nafsu makan menurun dan susah tidur, cemas, dan agitasi
9. Tidak memiliki alasan dan tujuan untuk hidup
H. Proses Terjadinya
Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu tugas yang
penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa resiko
bunuh diri yang berhasil akan meningkat pada jenis pria, berkulit putih, dan isolasi
sosial. Pasien dengan riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang
berhasil membuat resiko makin tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri
kronik, pembedahan yang baru terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik.
Demikian pula pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri yang
mengatur masalah-masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari kematian
keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil,
biasanya mengidap gangguan efektif dan 25% biasanya bergantung pada alkohol.
Bunuh diri merupakan 15% sebab kematian pada kelompok orang diatas.
Sedangkan resiko tinggi untuk peminum alkohol dalam kurun waktu 6 bulan
setelah suatu kehilanggan anggota keluarga. Skizofrenia merupakan gangguan yang
jarang. Oleh sebab itu menjadi faktor pengurangan angka bunuh diri pada kasus ini,
namun 10% dari para pasien skizofrnik meninggal akibat bunuh diri.
I. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah segala usaha yang di arahkan untuk menangulangi
stress. Usaha ini dapat berorientasi pada tugas dan meliputi usaha pemecahan
masalah langsung. Dari sudut kedokteran dapat dikemukakan bahwa setidak-
tidaknya orang yang hendak melakukan bunuh diri egoistik atau anomik berada
dalam keadaan patologis. Mereka semua mengalami gangguan fungsi mental yang
berfariasi dari yang ringan sampai yang berat.
Menurut stuart (2006) mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku destruktif diri tidak langsung adalah :
1. Penyangkalan, mekanisme koping yang paling menonjol
2. Rasionalisme
3. Intelektualisasi
4. Regresi
5.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan resiko bunuh diri dapat dilakukan dengan kombinasi dari Strategi
Pelaksanaan (SP) yang berguna untuk pelaksanaan intervensi keperawatan jiwa
yang digunakan sebagai acuan saat berinteraksi atau komunikasi teraupetik pada
pasien gangguan jiwa. Strategi Plaksanaan (SP) melalui tindakan guided imagery
therapy terbukti efektif dalam menurunkan keinginan bunuh diri dengan hasil
penelitian yang ditemukan sehingga perawat dapat mengimplementasikan pada
kasus bunuh diri yang bersifat berat sehingga tindakan guided imagery therapy
menjadi suatu pelengkap yang efektif untuk mengatasi perilaku resiko bunuh diri
disamping tindakan lainnya. Hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk mendukung
dalam pelaksanaan tindakanguided imagery therapy adalah lingkungan yang
tenang, kursi dengan memiliki sandaran maupun bisa juga dengan menggunakan
bantal sebagai sandarannya dan tetap memberikan obat farmako sesuai jadwal hasil
kolaborasi.
B. ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian
- Nama pasien
- Jenis kelamin
- Usia
- Status perkawinan
- Riwayat keluarga
- Factor pecetus
- Factor kepribadian
- Sosial-budaya

2. Daftar masalah
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah
- Resiko bunuh diri
- Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

3. Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan

Resiko Bunuh Diri

Harga Diri Rendah

4. Kemungkinan diagnose
- Resiko Bunuh diri
- Harga diri rendah
5. Rencana keperawatan (NCP)

N DIAGNOSA INTERVENSI INTERVENSI RASIONAL


O KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA
HASIL
1 Resiko bunuh diri 1. Tujuan umum Klien menunjukan - Sapa klien dengan Hubungan saling percaya
 DS : Menyatakan - Klien dapat tanda-tanda percaya ramah sambil berjabat merupakan dasar dari terjadinya
inggin bunuh terhindar kepada perawat tangan komunikasi teraupetik sehingga
diri/inggin mati dari resiko - - ekspresi klien - Perkenalkan diri akan memfasilitasi dalam
saja, tak ada bunuh diri menerima dengan pasien mengungkapkan perasaan,
gunanya Hidup 2. Tujuan khusus kehadiran - Temani pasien sampai emosi dan harapan pasien
 DO : Ada isyarat - Klien dapat perawat dia dapat dipindahkan
bunuh diri, ada ide membina - Menunjukan rasa ketempat yang aman
bunuh diri, pernah hubungan senang kepada - Jauhkan semua benda
mencoba bunuh diri saling perawat yang berbahaya
percaya - Mau (misalnya pisau,silet,
- Klien dapat memperkenalkan gelas, tali pingang)
perlindunga diri kepada - Jelaskan pada pasien
n dari perawat bahwa saudara akan
lingkungan - Mau bercerita melindungi pasien
nya kepada perawat sampai tidak ada
- Klien dapat - Bersedia keinginan bunuh diri
mengungkap mengungkapkan - Ekspor keluhan yang
kan permasalahnya dirasakan klien
perasaanya kepada perawat - Beri dorongan untuk
mengungkapkan
harapannya
- Masukan dalalam
jadwal harian
6. Imlementasi
- Semua ancaman bunuh diri secara verbal dan non verbal harus dtanggap serius
oleh perawat. Laporkan sesegera mungkin dan lakukan tindakan pengamatan
- Jauhkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien
- Jika klien beresiko tinggi untuk bunuh diri, observasi secara ketat meskipun di
tempat tidur/kamar mandi
- Observasi dengan cermat saat klien makan obat, periksa mulut, pastikan bahwa
obat telah ditelan, berikan obat dalam bentuk cair bila memungkinkan
- Jelaskan semua tindakan pengamanan kepada klien, komunikasikan perhatian
dan kepedulian perawat
- Waspada bila klien terlihat tenang sebab mungkin saja ia telah selesai
merencanakan bunuh diri
7. Evaluasi
- Bila mengevaluasi pasien yang cenderung bunuh diri, jangan tinggalkan
mereka sendiri, singkirkan benda yang berpotensial berbahya bagi klien
- Bila mengevaluasi pasien yang baru saja mencoba bunuh diri, nilailah apakah
usaha itu telah direncanakan atau imulsif saja sambil menentukan derajat
letalitasnya, kemungkinan pasien pulih kembali.
Daftar pustaka

Keliat, B.A. 2009. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

Stuart, suden, 1998. Buku Saku Keperawatan, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai