Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

“Resiko Bunuh Diri”

DISUSUN OLEH :

LUCKY DWI SETIAWAN

(17.156.01.11.108)

4C KEPERAWATAN

STIKes Medistra Indonesia

Jl. Cut Mutia Raya No. 88 A – Kel. Sepanjang Jaya – Bekasi


Telp. (021) 82431375, Fax. (021) 82431374
Website : http//www.stikesmedistra-indonesia.ac.id, e-mail : stikesmi@yahoo.co.id
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
Resiko Bunuh Diri
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan
perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress
yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme
koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri
kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,
2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri adalah tindakan
agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin
merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.  (Budi Anna Kelihat, 2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa” dinyatakan
sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada
kematian (2007). 
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4
pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif),
misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan kelangsungan hidup atau
secara sengaja berada di rel kereta api.

Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan merupakan


rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah
yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon
maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah,
karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak
berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada
yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa
gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa
gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan
kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar
dari keadaan depresi berat.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri
kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).

Respon Adaptif Respon Mal-


adaptif

Self Growth Indirect Self Self Suicide


Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

B. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin
mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama
lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh
individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi
jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor
lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk
bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan
seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri
seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

D. Faktor yang mempengaruhi


1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia bisa
mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey
mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja
yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas
protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka
yang meninggal bukan karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul
karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena
terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya
memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah. Di dalamnya
juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga cairan dalam otak itu bisa
menjadi petunjuk dalam neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan
manusia. Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga cairan
itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para korban kasus bunuh
diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai contoh
adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress atau depresi.
Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki
pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh
diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, bisa juga terjadi
pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses pembelajran di sini merupakan
asupan yang masuk ke dalam memori seseorang. Memori itu bisa menyebabkan
perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan
memori. Sering kali banyak yang idak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai
keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah
diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa orang yang pernah
mencoba bunuh diri denngan cra yang halus, seperti minum racun bisa melakukan
cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di
lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan
sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan
atau terputusnya hubungan dengan orang lain yang disayangi. Padahal hubungan
interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa
dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman merupakan
penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini.
tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap
tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang
hingga tahap bunuh diri.
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku
resiko bunuh diri meliputi:

 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri
adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan
bunuh diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
untuk perilaku resiko bunuh diri
 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku
resiko bunuh diri.
E. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang memalukan,
seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau
ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan
bunuh diri atau terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.

F. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu,
perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.

G. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh
diri.
H. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan
dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi.
I. Gambaran klinis dan diagnosis
Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu tugas yang
penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resiko
bunuh diri yang berhasil akan meningkat pada jenis pria, berkulit putih, umur lanjut, dan
isolasi sosial. Pasien dengan riwayat keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang
berhasil membuat resiko makin tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri kronik,
pembedahan yang baru terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik. Demikian pula
pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri, yang mengatur masalah–
masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari kematian anggota keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan berhasil,
biasanya mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya bergantung pada alkohol. Bunuh
diri merupakan 15% sebab kematian pada kedua kelompok orang diatas. Sedangkan
resiko tinggi untuk peminum alkohol dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu
kehilangan anggota keluarga. Skizofrenia merupakan gangguan yang jarang, oleh sebab
itu menjadi faktor pengurangan angka bunuh diri pada kasus ini, namun 10% dari para
pasien skizofrenik meninggal akibat bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri terletak pada penemuan
dan terapi sedini mungkin dari gangguan psikiatri yang menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai resiko bunuh diri saat
mendatang amat kompleks, kebanyakan dari para korban bunuh diri yang berhasil tidak
pernah mencoba pada masa sebelumnya, biasanya mereka akan berhasil pada percobaan
pertama. Walaupun para pelaku yang mencoba bunuh diri masa lampau menunjukkan
perilaku yang mampu merusak diri, hanya 10% para pelaku percobaan bunuh diri yang
berhasil dalam 10 tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan tindak merusak diri
seperti memotong nadi atau membakar diri dengan cara yang jelas tidak mematikan tanpa
keinginan sungguh untuk membunuh diri. Berbagai motif mungkin berada dibelakang ini,
termasuk manipulasi secara sengaja dan amarah yang tak sadar terhadap orang lain yang
berarti dalam hidupnya. Secara diagnostik, pasien dapat memenuhi kriteria untuk
gangguan anti sosial atau ambang, atau perilaku itu dapat berada bersama dengan
gagasan aneh yang lain dan perilaku skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal ialah peristiwa
parasuisida (usaha percobaan bunuh diri) berulang, dan biasanya berperilaku bunuh diri
yang mendekati letal sedangkaan ia menyangkal adanya gagasan bunuh diri itu. Varian
yang paling sering dijumpai ialah pasien yang minum obat overdosis secara berulang dan
tidak bertujuan. Pasien macam ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian tanpa
gejala psikiatrik gawat. Mereka sering meminta dipulangkan dari rumah sakit secepatnya
setelah pulih dari intosikasi akutnya, kadang lebih cepat lebih senang, dan ternyata sulit
untuk menentukan perawatan dengan agak paksa. Namun demikian, lebih bijaksana
untuk menahan orang semacam ini secara paksa atau involunter bila frekuensi perilaku
parasuisidanya meningkat.
STRATEGI PELAKSANAAN
RESIKO BUNUH DIRI
SP 1 PASIEN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien :
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri
3. Tujuan
Klien tidak dapat melakukan percobaan bunuh diri
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
b. Mengamankan benda-benda yang dapat mengamankan pasien
c. Melakukan kontrak treatment
d. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e. Melatih cara mengendalikan bunuh diri
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selama pagi.. perkenalkan nama saya Perawat Nabilah. Saya
mahasiswa praktek dari STIKes medistra indonesia. Nama ibu siapa? Senang
dipanggil apa bu?”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan dan kabar Bapak hari ini? Bagaimana tidur ibu semalam?”
c. Kontrak
“Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang benda-benda apa saja
yang dapat membahayakan diri Bapak, serta bagaimana cara mengendalikan
dorongan bunuh diri? Tujuannya agar bapak tahu benda-benda apa saja yang
dapat membahayakan diri bapak, serta bapak dapat mengetahui cara
mengendalikan dorongan bunuh diri. Dimana kita akan bicara? Bagaimana kalau
di taman Pak? Berapa lama kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau
waktu berbincang-bincang kita selama 15 menit? Apakah Bapak setuju?”
2. Fase kerja
“ibu, apakah ibu tahu benda-benda yang dapat membahayakan diri ibu? coba sebutkan
apa saja benda-benda tersebut. Bagus sekali, ibu tahu benda-benda yang dapat
membahayakan diri ibu. Apakah salah satu benda tersebut ada dikamar ibu? Kalau ada
benda tersebut jangan ibu dekati atau pegang ya bu. apakah ibu sering mendengar bisikan
yang mendorong ibu untuk melakukan bunuh diri? Apa yang ibu lakukan ketika suara-
suara itu datang? bagaimana kalau saya ajarkan cara-cara lain untuk mengusir suara-suara
itu, apakah mau? kalau suara-suara itu ada, bapak tutup kedua telinga rapat-rapat seperti
ini Pak, dan katakan dengan keras JAUHI SAYA, PERGI KAMU SUARA PALSU!.
Coba ibu lakukan seperti yang saya ajarkan tadi. Iya bu seperti itu, bagus sekali”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah ibu mengetahui benda-benda yang dapat
membahayakan diri ibu, dan mengetahui cara mengusir suara-suara yang
menyuruh ibu melakukan bunuh diri? Coba ibu ulangi lagi apa yang saya ajarkan
tadi. Iya begitu bu, bagus”
b. RTL
“ibu, selama kita tidak bertemu, bila ibu melihat benda-benda yang dapat
membahayakan ibu, segera jauhi, dan jika ibu mendengar suara-suara itu kembali,
segera ibu usir dengan cara yang sudah kita pelajari tadi ya bu”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah sekarang ibu saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi bu?
Bagaimana kalau besok? Baiklah besok kita akan membahas tentang cara berfikir
positif tentang diri sendiri dan menghargai diri sebagai individu yang berharga.
Tempatnya mau dimana? Bagaimana kalau di taman? Jam berapa bu? Bagaimana
kalau jam 09.00 ? Apakah Bapak setuju ? Baiklah selamat beristirahat”

SP 2 PASIEN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat berfikir positif terhadap dirinya sendiri
b. Tindakan Keperawatan
c. Mengidentifikasi aspek positif pasien
d. Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
e. Mendorong pasien untuk menghargai diri sendiri sebagai individu yang berharga
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam terapetik
“Assalamualaikum, selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana dengan tidur ibu semalam?”
c. Kontrak
“ibu masih ingat dengan kontrak kita kemarin? Iya, kita akan berbincang-
bincang tentang cara berfikir positif tentang diri sendiri dan mengahargai diri
sebagai individu yang berharga. Tujuannya agar ibu lebih berfikir positif terhadap
diri ibu sendiri, dan ibu lebih menghargai diri sendiri. Bagaimana kalau kita
berbincang-bincang ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin? Apa ibu mau?
Berapa lama kita akan berbicara? Bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak kita
kemarin juga yang telah di tentukan? Apakah ibu setuju?”
2. Fase Kerja
“Apa yang Bapak tidak sukai dari anggota tubuh ibu? Bisa ibu jelaskan alasan ibu tidak
suka dengan bagian anggota tubuh tersebut? Jadi kalau ibu merasa anggota tubuh tersebut
tidak ibu sukai, cobalah dari sekarang ibu mulai mencoba menyukainya, contohnya ibu
bisa menulis dengan teknik yang berbeda, lihat bu seperti saya. Coba ibu lakukan seperti
saya tadi, ya begitu bu….bagus…”
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah apa yang kita bicarakan tadi? Saya senang jika
ibu mulai sekarang mencoba menyukai anggota tubuh ibu yang ibu anggap tidak
suka. Nah sekarang Coba bapak lakukan kembali apa yang sudah kita bicarakan
tadi, dan tekhnik cara menulis. Iya bagus bu, ibu luar biasa”
b. RTL
“ibu, selama kita tidak bertemu, ibu bisa melakukan teknik menulis yang seperti
saya ajarkan tadi”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah sekarang saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi bu? Bagaimana
kalau besok? Baiklah besok kita akan membahas tentang cara melakukan hal yang
baik ketika sedang mengalami masalah. mau dimana kita berbicara? Bagaimana
kalau di taman lagi? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Baik besok
kita bertemu lagi di taman jam 10.00 ya bu? Apakah ibu setuju ? Baiklah bu
selamat beristirahat. assalamualaikum”
SP 3 PASIEN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pola koping pasien
b. Tindakan Keperawatan
c. Mengidentifikasi pola koping yang bisa diterapkan pasien
d. Menilai pola koping yang bisa dilakukan
e. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
f. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan
harian
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam terapetik
“Assalamualaikum, selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana dengan tidur ibu semalam?”
c. Kontrak
“ibu masih ingat dengan kontrak kita kemarin? kita akan berbincang-bincang
tentang bagaimana cara ibu melakukan hal yang baik ketika sedang mengalami
masalah. Tujannya supaya ibu dapat melakukan hal yang positif ketika ibu sedang
mengalami masalah. Bagaimana kalau kita berbincang-bincang ditaman sesuai
dengan kontrak kita kemarin? Apa ibu mau? Berapa lama kita akan berbicara?
Bagaimana kalau 15 menit sesuai kontrak kita kemarin? Apakah ibu setuju?”
2. Fase Kerja
“ketika ibusedang mangalami masalah, apa yang ibu lakukan? Apalagi bu? Bagus sekali
ibu ini. Jadi kalau ibu sedang mengalami masalah seperti itu, ibu bisa melakukan hal-hal
yang membuat ibu sibuk, tapi sibuk dengan hal-hal yang positif, seperti apa yang ibu
katakan tadi, misalnya : olahraga seperti main bola atau senam, menyapu halaman dan
shalat. Sekarang coba ibu sebutkan lagi kegiatan-kegiatannya! Iya bagus bu”
3. Fase terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah apa yang kita bicarakan tadi? Saya senang jika
ibu melakukan kegiatan-kegiatan yang tadi kita bicarakan. Sekarang coba ibu
sebutkan kembali apa yang sudah kita bicarakan tadi. Pintar sekali ibu ini.”
b. RTL
“selama kita tidak bertemu, ibu bisa melakukan kegiatan-kegiatan tadi, seperti
main bola, senam, menyapu, dan shalat. Kemudian ibu masukan kedalam jadwal
kegiatan harian ibu ya”
c. Kontrak yang akan datang
“Baiklah sekarang ibu saya tinggal dulu, kapan kita bisa bertemu lagi bu?
Bagaimana kalau besok? Baiklah besok kita akan membahas tentang membuat
rencana untuk masa depan. Dimana kita akan berbicara bu? Bagaimana kalau di
taman lagi bu? Mau jam berapa bu? Bagaimana kalau jam 10 lagi? Baik besok
kita bertemu lagi jam 10 di taman ya bu. Apakah ibu setuju?Baiklah selamat
beristirahat. assalamualaikum”
SP 4 PASIEN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien tidak dapat mencapai masa depan yang realistis
b. Tindakan Keperawatan
c. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
d. Mengidentifikasi cara mencapai masa depan yang realistis
e. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam terapetik
“Assalamualaikum, selamat pagi Bapak, Masih ingat dengan saya?”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana dengan tidur ibu semalam?”
c. Kontrak
“ibu masih ingat dengan kontrak kita kemarin? Kita akan berbincang-bincang
tentang bagaimana cara ibu melakukan hal yang baik ketika sedang mengalami
masalah. Tujuannya supaya ibu dapat merencanakan masa depan yang jauh lebih
baik dari sebelumnya dan ibu dapat mencapai masa depan yang nyata. Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin? Apa
ibu mau? Berapa lama kita akan berbicara?Bagaimana kalau 15 menit sesuai
kontrak kita kemarin juga yang telah di tentukan? Mau dimana kita berbicara?
Bagaimana kalau di taman seperti kontrak kita kemarin? Apakah ibu setuju?”
2. Fase Kerja
“apa keinginan ibu dari dulu sampai sekarang? Apalagi ibu? Apakah masih ada? Sampai
saat ini sudah ada keinginan ibu yang sudah tercapai? Wah hebat.. yang belum tercapai
apa bu? Harapan ibu sangat bagus sekali, ibu bisa berusaha semampu ibu dengan cara
yang sabar, lebih giat, ikhtiar dan berdoa. Kegagalan bukan akhir dari sebuah harapan,
namun cobaan yang nantinya akan membawa ibu ke arah yang ibu harapkan selama ini.
Jadi, selalu berusaha menjadi yang terbaik ya bu, kejar cita-cita ibu sampai dapat dan
ingat, kejar harapan itu sesuai kemampuan ibu”.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah apa yang kita bicarakan tadi? Saya senang jika
ibu melakukan apa yang sudah tadi kita bicarakan. Coba ibu sebutkan kembali apa
yang seharusnya kita lakukan ketika kita menginginkan sesuatu! Pintar sekali ibu
ini”
b. RTL
“selama kita tidak bertemu, ibu bisa melakukan hal seperti tadi untuk mencapai
keinginan ibu yang nyata, ibu mesti lebih sabar, lebih giat, ikhtiar dan berdoa.
Jangan sampai menyerah ya bu. Sukses untuk ibu”
SP 5 PASIEN
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
DS :
 Klien mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Klien mengatakan lebih baik mati saja
 Klien mengatakan sudah bosan hidup
DO :
 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
2. Diagnosa keperawatan : Resiko bunuh diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien tidak dapat mencapai masa depan yang realistis
b. Tindakan Keperawatan
c. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
d. Mengidentifikasi cara mencapai masa depan yang realistis
e. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Orientasi
a. Salam terapetik
“Assalamualaikum, selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?”
b. Validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana dengan tidur ibu semalam?”
c. Kontrak
“ibu masih ingat dengan kontrak kita kemarin? Kita akan berbincang-bincang
tentang bagaimana cara ibu melakukan hal yang baik ketika sedang mengalami
masalah. Tujuannya supaya ibu dapat merencanakan masa depan yang jauh lebih
baik dari sebelumnya dan ibu dapat mencapai masa depan yang nyata. Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang ditaman sesuai dengan kontrak kita kemarin? Apa
ibu mau? Berapa lama kita akan berbicara? Bagaimana kalau 15 menit sesuai
kontrak kita kemarin juga yang telah di tentukan? Mau dimana kita berbicara?
Bagaimana kalau di taman seperti kontrak kita kemarin? Apakah ibu setuju?”
2. Fase Kerja
“apa keinginan ibu dari dulu sampai sekarang? Apalagi bu? Apakah masih ada? Sampai
saat ini sudah ada keinginan ibu yang sudah tercapai? Wah hebat.. yang belum tercapai
apa bu? Harapan Bapak sangat bagus sekali, ibu bisa berusaha semampu ibu dengan cara
yang sabar, lebih giat, ikhtiar dan berdoa. Kegagalan bukan akhir dari sebuah harapan,
namun cobaan yang nantinya akan membawa ibu ke arah yang ibu harapkan selama ini.
Jadi, selalu berusaha menjadi yang terbaik ya bu, kejar cita-cita ibu sampai dapat dan
ingat, kejar harapan itu sesuai kemampuan ibu”.
3. Fase terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif
“Bagaimana perasaan ibu setelah apa yang kita bicarakan tadi? Saya senang jika
ibu melakukan apa yang sudah tadi kita bicarakan. Coba ibu sebutkan kembali apa
yang seharusnya kita lakukan ketika kita menginginkan sesuatu!”
b. RTL
“selama kita tidak bertemu, ibu bisa melakukan hal seperti tadi untuk mencapai
keinginan ibu yang nyata, ibu mesti lebih sabar, lebih giat, ikhtiar dan berdoa.
Jangan sampai menyerah ya bu. Sukses untuk ibu, semangat!”
SP 1 KELUARGA
A. TUJUAN
Melatih keluarga cara memberikan pujian positif pada pasien
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi Bapak dan Ibu. Perkenalkan nama saya Perawat
nabilah. Saya mahasiswa praktek dari STIKes medistra indonesia. Nama Bapak dan Ibu
siapa? Senang dipanggil apa Pak, Bu? Benar kalian adalah orang tua dari Ayni? Saya
yang merawat keluarga Anda selama disini. Sekarang kita akan mendiskusikan tentang
tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari bunuh diri. Dimana kita akan
mendiskusikannya? Bagimana kalau di ruang tamu saja? Berapa lama Bapak dan Ibu
ingin mendiskusikannya? Bagaimana kalau 30 menit?“
2. Fase Kerja
“Apa yang Bapak dan Ibu lihat dari perilaku ahmad selama ini? Bapak, Ibu sebaiknya
lebih sering memperhatikan tanda dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang akan
melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan tanda melalui percakapannya seperti “saya
tidak ingin hidup lagi”. Apakah Ayni sering mengatakannya Pak? Kalau Bapak/Ibu
mendengarkan Ayni berbicara seperti itu, maka sebaiknya Bapak mendengarkan secara
serius. Pengawasan terhadap kondisi Ayni perlu ditingkatkan, jangan biarkan Ayni
mengunci diri di kamar. Bapak perlu menjauhkan benda berbahaya seperti gunting, silet,
gelas dan lain-lain. Hal ini sebaiknya perlu dilakukan untuk melindungi Ayni dari bahaya
dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Usahakan 5 hari sekali
Bapak dan Ibu memuji dengan tulus. Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri,
sebaiknya Bapak dan Ibu mencari bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi
segeralah ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius.
Setelah kembali ke rumah, Bapak/ Ibu perlu membantu Ayni terus berobat untuk
mengatasi keinginan bunuh diri”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana Bapak dan ibu ada yang mau ditanyakan? Bapak dan Ibu dapat mengulangi
lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri? Ya, Bagus. Jangan lupa
untuk selalu mengawasi Ayni ya Pak, Bu jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri
segera menghubungi kami. Terima kasih Bapak/Ibu. Selamat Siang”

SP 2 KELUARGA
A. TUJUAN
Cara memberi penghargaan pada pasien.
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
“Assalamualaikum, selamat pagi Bapak, Masih ingat dengan saya?. Sesuai janji
kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaiamana Pak, ada pertanyaan
tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu? Sekarang kita akan latihan
cara merawat tersebut ya Pak? kita akan coba disini dulu, setelah itu kita coba
langsung, ke Ayni ya? berapa lama Bapak mau kita latihan? Bagaimana kalau 10
menit?”
2. Fase Kerja
“Sekarang anggap saya Ahmad, coba Bapak dan Ibu perhatikan cara bicara yang
benar jika Ayni sedang mengalami perasaan ingin mati. Sekarang coba praktek
kan cara berikan pujian kepada Ahmad. Bagus, bagaimana kalau cara memotifasi
Ayni minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadwal? Bagus sekali,
ternyata Bapak dan Ibu sudah mengerti cara merawat Ayni. Bagaimana kalau
sekarang kita mencobanya langsung kepada Ahmad? (ulangi lagi semua cara
diatas langsung kepada pasien( ayni) “
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu, setelah kita berlatih cara merawat Ayni
dirumah? setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi
setiap kali Bapak dan Ibu membesuk Ayni. Baiklah bagaimana kalau 2 hari lagi
Bapak dan Ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat
Ayni sampai Bapak dan Ibu lancar melakukannya. Jam berapa Bapak dan Ibu bisa
kemari? Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak, Bu
assalamualaikum”

SP 3 KELUARGA
A. TUJUAN
Melatih cara berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan.
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
“Assalamualaikum, selamat pagi Bapak, Masih ingat dengan saya?. Sesuai janji kita
minggu lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaiamana Pak, ada pertanyaan tentang cara
berdiskusi dengan Ayni tentang harapan masa depan yang kita bicarakan minggu lalu?
Sekarang kita akan latihan sekarang ya Pak? kita akan coba disini dulu, setelah itu kita
coba langsung ke Ayni ya? berapa lama Bapak mau kita latihan? bagaimana kalau 10
menit?”
2. Fase Kerja
“Sekarang anggap saya Ayni, coba Bapak dan Ibu perhatikan cara bicara yang benar jika
Ayni sedang mengalami perasaan ingin mati. Coba Bapak sekarang diskusikan dengan
Ayni apa yang dia harapkan di masa depannya. Jika Ayni memikirkan masa depan yang
buruk segera diberikan pengarahan. Coba Bapak praktekkan cara beri pengarahan kepada
Ayni. Bagus, bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada Ahmad
(ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien (Ayni)) “
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak dan Ibu? Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang
sudah dilatih tadi setiap kali Bapak dan Ibu membesuk Ayni. Baiklah bagaimana kalau 2
hari lagi Bapak dan Ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat
Ayni sampai Bapak dan iIu lancar melakukannya. Jam berapa Bapak dan Ibu bisa
kemari? Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Pak,Bu”
SP 4 KELUARGA
A. TUJUAN
Cara untuk mencapai harapan masa depan.
B. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Fase Orientasi
“Assalamualaikum, selamat pagi Bapak, Masih ingat dengan saya?, sesuai janji kita
minggu lalu kita sekarang ketemu lagi. Bagaiamana Pak, ada pertanyaan tentang cara
berdiskusi dengan Ayni tentang harapan masa depan yang kita bicarakan minggu lalu?
Sekarang kita akan latihan cara untuk mencapai harapan masa depan sekarang ya Pak bu?
kita akan coba disini dulu, setelah itu kita coba langsung ke Ayni ya? berapa lama Bapak
mau kita latihan? bagaimana kalau 10 menit?”
2. Fase Kerja
“Langkah pertama, Bapak Ibu mengajak seluruh anggota keluarga untuk berkumpul di
ruang keluarga. Agar antara anak satu dengan anak yang lain tidak ada perselisihan.
Kedua, Bapak mulai percakapan untuk membahas tindakan apa yang akan pasien lakukan
untuk mencapai harapan yang diinginkan. Jika tindakan yang dilakukan tidak sesuai
maka Bapak harus segara mencari solusi yang lain agar harapan tersebut dapat tercapai“
3. Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak dan Ibu? Setelah ini coba Bapak dan Ibu lakukan apa yang
sudah dilatih tadi setiap kali Bapak dan Ibu membesuk Ayni. baiklah bagaimana kalau
besok Bapak dan Ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat
Ayni sampai Bapak dan Ibu lancar melakukannya. Jam berapa Bapak dan Ibu bisa
kemari? baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak,bu”
SP 5 KELUARGA
A. Tujuan
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga pasien resiko bunuh diri.
B. Prosedur Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
“Assalamualaikum, selamat pagi Bapak ibu, Masih ingat dengan saya?. Hari ini ayni
sudah bisa pulang, sebaiknya kita membicarakan jadwal Ahmad selama dirumah. Berapa
lama kita bisa diskusi? Bagaimana kalau 30 menit? kita bicara disini saja ya pak, bu?”
2. Fase Kerja
“bu, ini jadwal Ayni selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah diperhatikan
dirumah? tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal aktifitas maupun jadwal minum
obatnya. Hal hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan
oleh Ayni selama dirumah, misalnya Ayni terus menerus mengatakan inigin bunuh diri,
tanpa gelisah dan tak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum
obat atau memperlihatkan perilaku yang membahayakan orang lain, tolong Bapak dan
Ibu segera hubungi RSJ terdekat”
3. Fase Terminasi
“Bagaimana Pak, Bu ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian Ayni untuk
dibawah pulang. Ini surat rujukan untuk perawat ana di puskesmas bekasi, jangan lupa
kontrol dipuskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan
selesaikan adminitrasinya!”

Anda mungkin juga menyukai