Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PADA PASIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

OLEH :
DIV KEPERAWATAN TINGKAT III SEMESTER V

NI KOMANG AYU RISNA MULIANTINI


P07120214011

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

A. KONSEP DASAR RISIKO BUNUH DIRI


1. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain,
2008).
Perilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas yang tidak dicegah dapat
mengarah pada kematian. Perilaku desttruktif diri langsung mencakup
aktivitas bunuh diri. Niatnya adalah kematian, dan individu menyadari hal
ini sebagai hasil yang diinginkan. Perilaku destruktif diri tak langsung
termasuk tiap aktivitas kesejahteraan fisik individu dan dapat mengarah
kepada kematian. Orang tersebut tidak menyadari tentang potensial terjadi
pada kematian akibat perilakunya dan biasanya menyangkal apabila
dikonfrontasi (Stuart & Sundeen, 2006). Menurut Shives (2008)
mengemukakan rentang harapan putus merupakan rentang adaptif
maladaptif.

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-


norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a. Ketidak berdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu
akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat
berakhir dengan bunuh diri.
1) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada
saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
2) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005)
2. Etiologi Bunuh Diri
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
a. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.

Berdasarkan teori terdapat 3 penyebab terjadinya bunuh diri adalah sebagai


berikut :
1) Genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko bunuh diri
2) Teori sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu :
a. Egoistik (orang yang tidak terintegrasi pada kelompok social)
b. Atruistik (Melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat) dan
c. Anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan dengan orang
lain dan beradaptasi dengan stressor).
3) Teori psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.

3. Faktor Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart Gw & Laraia (2005), faktor predisposisi bunuh diri antara
lain :
Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan
bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
1) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
2) Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan
faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.
4) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan
depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku
destrukif diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah:
1) Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2) Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3) Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri.
4) Cara untuk mengakhiri keputusan.
4. Jenis-Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Bunuh Diri Egoistic (Faktor Dalam Diri Seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan
oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan
individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi
dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah
lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan
mereka yang menikah.
b. Bunuh Diri Altruistic (Terkait Kehormatan Seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun cenderung untuk
bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia
merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
c. Bunuh Diri Anomik (Faktor Lingkungan Dan Tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara
individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan
norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan
padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhan-kebutuhannya.
5. Sumber dan Mekanisme Koping
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) terdapat sumber dan mekanisme
koping pada perilaku bunuh diri yaitu:
a. Sumber Koping
Pasien dengan penyakit kronik, nyeri, atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri.
Sering kali orang ini secara sadar memilih untuk bunuh diri. Kulaitas
hidup menjadi isu yang mengesampingkan kuantitas hidup. Dilema
etik mungkin timbul bagi perawat yang menyadari pilihan pasien
untuk berperilaku merusak diri. Tidak ada jawaban yang mudah
mengenai bagaimana mengatasi konflik ini. Perawat harus
melakukannya sesuai dengan sistem keyakinannya sendiri.
b. Mekanisme Koping
Mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif-diri tak langsung adalah :
1) Denial, mekanisme koping yang paling menonjol
2) Rasionalisme
3) Intelektualisasi
4) Regresi
Mekanisme pertahanan diri tidak seharusnya ditantang tanpa
memberikan cara koping alternatif. Mekanisme pertahanan ini
mungkin berada diantara individu dan bunuh diri. Perilaku bunuh diri
menunjukkan mendesaknya kegagalan mekanisme koping. Ancaman
bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan
pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi
merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif.

6. Patofisiologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang
siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan
tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk
melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 3 kategori:
a. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal atau nonverbal bahwa orang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan
ambevalensi seseorang tentang kematian kurangnya respon positif
dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh
individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau
terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang
tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya. Percobaan bunuh diri terlebih
dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu
masalah yang menjatuhkan harga dirinya ( Stuart & Sundeen, 2006).
PATHWAY

Bunuh Diri

Upaya Bunuh Diri

Kurangnya respon positif Ambivelensi tentang kematian

Pertimbangan untuk melakukan bunuh diri

Peningkatan verbal/ non verbal

7. Tanda dan Gejala


Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang
tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat
untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan
terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan
depresi, agitasi dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB,
berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapun
petunjuk psikiatrik anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan
afektif, alkoholisme dan penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan
depresi mental pada remaja, dimensia dini/ status kekacauan mental pada
lansia. Sedangkan riwayat psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/
kehilangan, hidup sendiri, tidak bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan
baru dialami, faktor-faktor kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan,
kegiatan kognitif dan negatif, keputusasaan, harga diri rendah, batasan/
gangguan kepribadian antisosial
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada klien dengan tentamen
suicide sangat tergantung pada jenis dan cara yang dilakukan klien untuk
bunuh diri, namun resiko paling besar dari klien dengan tentamen suicide
adalah berhasilnya klien dalam melakukan tindakan bunuh diri, serta jika
gagal akan meningkatkan kemungkingan klien untuk mengulangi
perbuatan tentamen suicide.
Pada klien dengan percobaan bunuh diri dengan cara meminum zat
kimia atau intoksikasi zat komplikasi yang mungkin muncul adalah diare,
pupil pi-poin, reaksi cahaya negatif, sesak nafas, sianosis, edema paru
inkontenesia urine dan feces, kovulsi, koma, blokade jantung akhirnya
meninggal.
Pada klien dengan tentamen suicide yang menyebabkan asfiksia akan
menyebabkan syok yang diakibatkan karena penurunan perfusi di jaringan
terutama jaringan otak.
Pada klien dengan perdarahan akan mengalami syok hipovolemik
yang jika tidak dilakukan resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada
penyebab hemoragik syok, kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi
kegagalan multiple organ.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Koreksi penunjang dari kejadian tentamen suicide akan
menentukan terapi resisitasi dan terapi lanjutan yang akan dilakukan pada
klien dengan tentamen suicide. Pemeriksaan darah lengkap dengan
elektrolit akan menunjukan seberapa berat syok yang dialami klien,
pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bia dilakukan jika dicurigai
adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.

10. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar
pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah.
Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan,
kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis.
Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi
berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya
kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat
diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan
beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali
dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk
pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat
terutama anti depresan dan psikoterapi.
a. Penatalaksanaan Medis
Pada semua kasus, keinginan bunuh diri harus diperiksa. Apakah
orang mengisolasi dirinya sendiri waktu kejadian sehingga ia tidak
ditemukan atau melakukan tindakan agar tidak ditemukan. Pada kasus
bunuh diri membutuhkan obat penenang saat mereka bertindak
kekerasan pada diri mereka atau orang lain, dan pasien juga lebih
membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan
1) Tindakan keperawatan untuk pasien
a) Tujuan :
(1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Perkenalkan diri dengan klien
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak
menyangkal.
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
Bersifat hangat dan bersahabat.
Temani klien saat keinginan mencederai diri
meningkat.
(2) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat
membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan
lain lain).
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat.
Awasi klien secara ketat setiap saat.
(3) Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan
keraguan ,ketakutan dan keputusasaan.
Beridorongan untuk mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
Beriwaktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan lain lain.
(4) Klien dapat meningkatkan harga diri
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat
mengatasi keputusasaannya.
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan
(misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal
untuk diselesaikan).
(5) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman
pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal
:berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat
dll.)
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan
yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan
orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan
dalam kesehatan.
Beridorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang
lain yang mempunyai suatu masalah dan atau
penyakit yang sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
2) Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga
Tujuan :
a) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah rasa ingin bunuh diri
Tindakan keperawatan
(1) Membina hubungan saling percaya
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengansikaptenang, rileks dan tidakmenantang.
(2) Membantu pasien untuk mengidentifikasi kemampuan dan
aspek positif yang dimiliki
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
Utamakan pemberian pujian yang realitas
(3) Membantu pasien dalam menilai kemampuan yang dapat
digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan
setelah pulang ke rumah
(4) Melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien
lakukan.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi
klien

(5) Memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien
dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
11. Pencegahan
Mereka yang akan melakukan bunuh diri biasanya memberikan peringatan
pada keluarganya dan sebelumnya sering mencari nasehat medis. Sehingga
ada kemungkinan untuk dicegah dengan diagnosis dan terapi yang lebih
baik. Pencegahan berskala besar harus diarahkan untuk mengatasi isolasi
sosial, rendahnya harga diri, dan pengurangan kosumsi dan
penyalahgunaan alkohol dan obat.
12. Tingkatan Bunuh Diri
Berdasarkan besar kemungkinan individu melakukan bunuh diri, maka
bunuh diri di bagi 3 yaitu :
a. Ancaman bunuh diri (suicide threats)
Merupakan peringatan verbal atau non verbal bahwa seseorang
tersebut mempertimbangkan bunuh diri. Individu akan mengatakan
bahwa hidupnya tidak akan lama lagi atau mungkin menunjukkan
respon non verbal dengan memberikan barang-barang yang
dimilikinya.
b. Percobaan bunuh diri (suicide attempts)
Klien sudah melakukan percobaan bunuh diri. Semua tindakan yang
dilakukan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu dan dapat
menyebabkan kematian, jika tidak dilakukan pertolongan segera. Pada
kondisi ini klien aktif mencoba bunuh diri dengan berbagai cara
seperti gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau
menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.

c. Completed suicide
Terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan. Orang
yang melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar mati
mungkin akan mati, jika tidak ditemukan pada waktunya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien:
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No
Rumah Sakit dan alamat klien.
b. Keluhan Utama:
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan
keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor Predisposis
Beberapa faktor prediposisi perilaku bunuh diri meliputi :
1) Diagnosa Medis Gangguan Jiwa
Diagnosa medis gangguan jiwa yang beresiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan afektif, penyalahgunaan zat dan schizophrenia.
Lebih dari 90% orang dewasa mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri mengalami gangguan jiwa.
2) Sifat Kepribadian
Sifat kepribadian yang meningkatkan resiko bunuh diri yaitu suka
bermusuhan, impulsif, kepribadian anti sosial dan depresif.
3) Lingkungan Psikososial
Individu yang mengalami kehilangan dengan proses berduka yang
berkepanjangan akibat perpisahan dan bercerai, kehilangan barang
dan kehilangan dukungan sosial merupakan faktor penting yang
mempengaruhi individu untuk melakukan tindakan bunuh diri.
4) Riwayat Keluarga
Keluarga yang pernah melakukan bunuh diri dan konflik yang
terjadi dalam keluarga merupakan faktor penting untuk melakukan
bunuh diri. Menurunnya neurotransmitter serotonin, opiate dan
dopamine dapt menimbulkan perilaku destruktif-diri
d. Faktor Predispitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati
saja.
e. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan,
TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
f. Konsep Diri
1) Gambaran Diri: Klien biasanya merasa tidak ada yang ia sukai
lagi dari dirinya.
2) Identitas: Tanyakan pada klien apakah dia sudah, menikah atau
belom, kalau sudah menikah apakah sudah memiliki anak.
3) Peran Diri: Tanyakan pada klien apakah klien seorang kepala
keluarga, ibu/ ibu rumah tangga atau sebagai anak dari berapa
bersaudara.
4) Ideal Diri: Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah
pulang/sembuh klien akan melakukan apa untuk hidupnya
selanjutnya, apakah lebih bersemangat atau membuat lembaran
baru.
5) Harga Diri: Tanyakan apakah Klien Agresif, bermusuhan,
implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
6) Hubungan Sosial: Tanyakan menurut klien orang yang paling
dekat dengannya siapa, ataukah teman sekamar yg satu agama.
Apakah Klien adalah orang yang kurang perduli dengan
lingkungannya atau sangat peduli dengan lingkugannya, apakah
klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah,
apakah klien merupakan orang yg jarang berkomunikasi dan
slalu bermusuhan dengan teman yang lain, ataukah sangat
sensitive.

g. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan: Tanyakan apakah pasien percayaakan
adanya Tuhan atau dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal
yang menimpanya.
2) Kegiatan ibadah: Tanyakan apakah Klien sering,selalu atau
jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
h. Status Mental
1) Penampilan:
Pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus
di suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau,
Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest,
kurang mendengarkan.
2) Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang
diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan,
tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang
terjadi blocking.
3) Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas
melakukan aktivitas
4) Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan
bicara saat berkomunikasi.
5) Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
i. Kebutuhan Persiapan Pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat
makan kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah
diminum
j. Stressor Pencetus
Bunuh diri dapat terjadi karena stres yang berlebihan yang dialami
individu. Faktor pencetus seringkali berupa peristiwa kehidupan
yang memalukan seperti masalah hubungan interpersonal,
dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, ancaman
penahanan dan dapat juga pengaruh media yang menampilkan
peristiwa bunuh diri.
k. Penilaian Stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan.
Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri
pada pasien
l. Sumber Koping
Perlu dikaji adakah dukungan masyarakat terhadap klien dalam
mengatasi masalah individu dalam memecahkan masalah seringkali
membutuhkan bantuan orang lain.
m. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku merusak diri
tak langsung adalah denial, rasionalisasi, intelektualisasi dan regresi.
Seseorang yang melakukan tindakan bunuh diri adalah indiviidu
telah gagal menggunakan mekanisme pertahanan diri sehingga
bunuh diri sebagai jalan keluar menyelesaikan masalah hidupnya.
n. Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif


peningkatan pengambilan perilaku pencederaan bunuh diri
diri resiko yang destruktif- diri
meningkatkan diri tidak
pertumbuhan langsung
o. Intensitas Bunuh diri
Intensitas bunuh diri yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer
(1997, dikutip oleh shivers, 1998,hal 475). Mengkaji intensitas
bunuh diri yang disebut SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale). ,
intensitas bunuh diri dengan skor 0-4 dijelaskan pada tabel (Suicidal
Intertion Rating Scale).

Skor Intensitas
0 Tidak ada ide bunuh diri yang lalu atau sekarang

1 Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak
mengancam bunuh diri
2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh
3 diri

4 Mengancam bunuh diri, misalnya :’ Tinggalkan saya sendiri atau


saya bunuh diri”.

Aktif mencoba bunuh diri

Pengkajian tingkat resiko Bunuh Diri

NO Perilaku Intensitas Resiko


atau Gejala Rendah Sedang Tinggi
1 Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panic
2 Depresi Ringan Sedang Berat
3 Isolasi- Perasaan Perasaan tidak Tidak
Menarik diri depresi yang berdaya, putus asa, berdaya,putus asa,
samar, tidak menarik diri menarik diri, protes
menarik diri pada diri sendiri
4 Fungsi Umumnya baik Baik pada beberapa Tidak baik pda
sehari-hari pada semua aktivitas semua aktivitas
aktivitas
5 Sumber Beberapa Sedikit Kurang
6 Strategi Umumnya Sebagian Sebagian besar
koping konstruktif konstruktif destruktif
7 Orang dekat Beberapa Sedikit atau hanya Tidak ada
satu
8 Pelayanan Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap negative
psikiatri positif memuaskan terhadap
yang lalu pertolongan
9 Pola Hidup Stabil Sedang Tidak stabil
10 Pemakai Tidak sering Sering Terus menerus
alcohol/obat
11 Percobaan Tidak atau yang Dari tidak sampai Dari tidak sampai
bunuh diri tidak fatal dengan cara yang berbagai cara yag
sebelumnya agak fatal fatal
12 Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13 Bermusuhan Tidak atau Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14 Rencana Samar, kadang- Sering dipikirkan,
Bunuh diri kadang ada kadang-kadang ad
pikiran, tidak aide untuk
ada rencana merencanakan

2. Analisis Data

Subjektif Objektif
memiliki riwayat penyakit mengalami depresi, cemas, dan
mental perasaan putus asa
menyatakan pikiran, harapan, respon kurang dan gelisah
dan perencanaan bunuh diri
menyatakan bahwa sering menunjukkan sikap agresif
mengalami kehilangan secara
bertubi-tubi dan bersamaan
menderita penyakit yang tidak koperatif dalam menjalani
prognosisnya kurang baik pengobatan
menyalahkan diri sendiri, berbicara lamban, keletihan,
perasaan gagal dan tidak menarik diri dari lingkungan sosial
berharga
menyatakan perasaan tertekan penurunan berat badan

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa perilaku destruktif diri memerlukan pengkajian yang
cermat. Penyangkalan dari pasien terhadap sikap merusak diri tidak boleh
mempengaruhi perawat dala melakukan intervensi keperawatan. Diagnosa
keperawatan didasarkan pada hasil pengamatan perawat, data-data yang
dikumpulkan oleh pemberi pelayanan kesehatan lain dan informasi yang
diberikan oleh pasien dan keluarga.
Diagnosa NANDA yang berhubungan dengan Respon Proteksi Diri
Maladaptif adalah Risiko Bunuh diri.
4. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi


1 Resiko Bunuh Diri Klien tidak mencederai diri.  Klien: o Perkenalkan diri dengan klien
1. Klien dapat membina o Tanggapi pembicaraan klien
hubungan saling dengan sabar dan tidak
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat menunjukan percaya dengan menyangkal.
pengendalian implus dengan komunikasi terapeutik o Bicara dengan tegas, jelas, dan

indikator sebagai berikut: jujur.


 Mengeluarkan o Bersifat hangat dan bersahabat.
o Temani klien saat keinginan
perasaaan negatif
mencederai diri meningkat.
secara tepat
 Mengidentifikasi
2. Klien dapat terlindung
perasaan atau dari perilaku bunuh
perilaku yg o Jauhkan klien dari benda-benda
diri
mengarah pada yang dapat membahayakan
tindakan implusif (pisau, silet, gunting, tali, kaca,
 Mengungkapkan dan lain-lain).
secara verbal o Tempatkan klien di ruangan

tentang yang tenang dan selalu terlihat


oleh perawat.
pengendalian secar o Awasi klien secara ketat setiap
implus saat.
 Menghindari
lingkungan dan
situasi beresiko o Dengarkan keluhan yang
3. Klien dapat
tinggi dirasakan.
mengekspresikan
o Bersikap empati untuk
perasaanya
meningkatkan ungkapan
keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
o Beri dorongan untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapannya.
o Beri waktu dan kesempatan
untuk menceritakan arti
penderitaan, kematian, dan
lain-lain.
o Beri dukungan pada tindakan
atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk
4. Klien dapat
meningkatkan harga hidup.
diri
o Bantu untuk memahami bahwa
klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
o Kaji dan kerahkan
sumber-sumber internal
individu.
o Bantu mengidentifikasi
sumber-sumber harapan (misal:
hubungan antar sesama,

5. Klien dapat keyakinan, hal-hal untuk

menggunakan koping diselesaikan).

yang adaptif

o Ajarkan untuk
mengidentifikasi
pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan setiap hari
(misal : berjalan-jalan,
membaca buku favorit,
menulis surat dll.).
o Bantu untuk mengenali hal-hal
yang ia cintai dan yang ia
sayang, dan
o pentingnya terhadap
kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang
kegagalan dalam kesehatan.
6. Klien dapat o Beri dorongan untuk berbagi
menggunakan keprihatinan pada orang lain
dukungan sosial yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit
yang sama dan telah
mempunyai pengalaman
positif dalam mengatasi
masalah tersebut dengan
koping yang efektif.
o Kaji dan manfaatkan
7. klien dapat
menggunakan obat sumber-sumber ekstemal

dengan benar dan tepat individu (orang-orang


terdekat, tim pelayanan
kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang
dianut).
o Kaji sistem pendukung
keyakinan (nilai, pengalaman
masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan
agama).
 Keluarga: o Lakukan rujukan sesuai
1. Keluarga berperan indikasi (misal : konseling
serta melindungi pemuka agama).
anggota keluarga
yang mengancam
atau mencoba
bunuh diri o Diskusikan tentang obat
(nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping minum
obat).
o Bantu menggunakan obat
dengan prinsip 5 benar (benar
pasien, obat, dosis, cara,
waktu).
2. Keluarga pasien o Anjurkan membicarakan efek
mampu merawat dan efek samping yang
pasien dengan dirasakan.
resiko bunuh diri o Beri reinforcement positif bila
menggunakan obat dengan
benar.

o Menganjurkan keluarga untuk


ikut mengawasi pasien serta
jangan pernah meninggalkan
pasien sendirian
o Menganjurkan keluarga untuk
membantu perawat menjauhi
barang-barang berbahaya
disekita pasien
o Mendiskusikan dengan
keluarga untuk tidak sering
melamun sendiri
o Menjelaskan kepada keluarga
pentingnya passion minum
obat secara teratur.

o Menanyakan keluarga tentang


tanda dan gejala bunuh diri
a. Menanyakan keluarga
tentang tanda dan gejala
bunuh diri yang pernah
muncul pada pasien
b. Mendiskusikan tentang
tanda dan gejala yang
umumnya muncul pada
pasien beresiko bunuh diri

o Mengajarkan keluarga tentang


cara melindungi pasien dari
perilaku bunuh diri.
a. Mengajarkan keluarga
tentang cara yang dapat
dilakukan keluarga bila
pasien memperlihatkan
tanda dan gejala bunuh
diri.

b. Menjelaskan tentang cara-


cara melindungi pasien,
antara lain:
- Memberikan tempat
yang aman.
Menempatkan pasien
ditempat yang mudah
di awasi, jangan
biarkan pasien
mengunci diri
dikamarnya atau
jangan meninggalkan
pasien sendirian
dirumah

- Menjauhkan barang-
barang yang bias
digunakan untuk
bunuh diri. Jauhkan
pasien dari barang-
barang yang bias
digunakan untuk
bunuh diri, seperti
tali, bahan bakar
minyak/bensin, api,
pisau atau benda
tajam lainnya, zat
yang berbahaya
seperti racun nyamuk
atau racun serangga.

- Selalu mengadakan
pengawasan dan
meningkatkan
pengawasan apa bila
ada tanda dan gejala
bunuh diri meningkat.
Jangan pernah
melonggarkan
pengawasan,
walaupun pasien
tidak menunjukkan
tanda dan gejala
untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga
untuk malaksanakan cara
tersebut diatas.

o Mengajarkan keluarga tentang


hal-hal yang dapat dilakukan apa
bila pasien melakukan percobaan
bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada
tetangga sekitar atau
pemuka masyarakat untuk
menghentikan upaya
bunuh diri tersebut
b. Segera membawa pasien
kerumah sakit atau
puskesmas untuk
mendapatkan bantuan
medis.
o Mencari keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien
a. Memberikan informasi
tentang nomor telpon darurat
tenaga kesehatan
b. Menganjurkan keluarga
untuk mengantarkan pasien
berobat/control secara teratur
untuk mengatasi masalah
bunuh dirinya
c. Menganjurkan keluarga
untuk membantu pasien
minum obat sesuai prinsip
lima benar pemberian obat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku mencederai diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak
dicegah, dapat mengarah kepada kematian. Perilaku ini dapat
diklasifikasikan sebagai perilaku mencederai diri sendiri secara langsung
dan perilaku mencederai diri sendiri secara tidak langsung. Factor factor
yang mempengaruhi perilaku mencederai diri kebudayaan, jenis kelamin,
umur, status sosial, status perkawinan, gangguan jiwa.
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri
dan dapatmengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusan terkahir dariindividu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Keliat 1991 : 4). Bunuh dirimerupakan kedaruratan psikiatri
karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggidan menggunakan
koping yang maladaptif.
Etiologi bunuh diri yaitu kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat
menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan
hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan.
Asuhan keperawatan pasien dengan gangguan perilaku mencederai diri
dilakukan seperti pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi serta evaluasi. Diagnosa yang bisa muncul yaitu resiko
bunuh diri.

B. Saran
Dengan adanya pembuatan makalah ini diharapkan rekan-rekan
dapat mengerti dan dapat memahami mengenai resiko bunuh diri beserta
dengan asuhan keperawatannya.Dengan tujuan agar dapat bermanfaat
untuk menjalankan tugas sebagai perawatkejiwaan kedepannya

DAFTAR PUSTAKA

Captain, C. 2008. Assessing suicide risk. Nursing made incredibly easy. Volume
6. Alih Bahasa Budi Santosa. Philadelphia.
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC.

Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien, EGC, Jakarta.

Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram.

M. Wilkson Judith.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi


(NIC) dan Kriteria Hasil (NOC). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

National Institute of Mental Health, 2008. Depression. NIH publications.


Available from:
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/depression/nimhdepression.
pdf [Accessed 20 April 2011]
Shives, R. 2008. Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing, Alih
Bahasa Kuncara, Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 alih bahasa Achir
Yani. S. Jakarta: EGC.
Stuart and sundeen, 1991. Principles and Practice of Psychiatric Nursing ed 4. St
louis : The CV Mosby year book.
Stuart dan Sundeen. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3 Jakarta : EGC.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT
Refrika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai