Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
karunia dan limpahan rahmatNya, sehingga tugas makalah Konsep dan Teori dalam
keperawatan ini dengan judul “ Model Konseptual Sistem Adaptasi Callista Roy dan
aplikasi penerapannya” dapat diselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekeliruan, kesalahan maupun kekurangan, namun kami telah berupaya semaksimal
mungkin untuk menyempurnakan makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini.

Demikian yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini bermanfaat


untuk semua pihak khususnya Program Studi Magister Ilmu Keperawatan.

Makassar, April 2019

Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paradigma keperawatan merupakan dasar pencarian bentuk model
konseptual yang kemudian memunculkan teori-teori keperawatan. Salah satu
cara untuk menunjukkan keberadaan keperawatan adalah dengan
mengembangkan salah satu model konseptual keperawatan adalah model
konseptual Callista Roy yang dikenal dengan model adaptasi Roy. Dia
memandang setiap manusia memiliki potensi untuk dapat beradaptasi terhadap
stimulus internal maupun eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat di
berbagai tingkatan usia. Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy
di pelayanan kesehatan telah banyak diterapkan, namun masih sedikit perawat
yang memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah
sesuai(Frederickson & Rosemarie, 2011). Bahkan mungkin perawat
melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang
telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.
Callista Roy mengembangkan model konseptual keperawatan selama
menjalani program magister yang dari Dorothy E. Johnson yang saat itu menjadi
dosennya(Jacob, 2014). Kesadaran Roy terkait ketahanan dan kemampuan
penyesuaian terhadap perubahan fisik dan psikologis besar yang dimiliki anak-
anak. Roy sebagai perawat klinis di bidang neurosains. Pada saat itulah dia
melakukan penelitian tentang intervensi keperawatan untuk pemulihan kognitif
pada`kasus cedera kepala dan tentang pengaruh model keperawatan terhadap
pengambilan keputusan klinis(Roy, 2011a). Pada tahun 1987, Roy mulai menjadi
seorang teoris keperawatan di Sekolah Keperawatan Boston College.
Model konseptual merupakan suatu kerangka kerja konseptual, skema
yang menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu,
kelompok, situasi atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya. Roy
berfokus adaptasi pada manusia terdapat 4 elemen utama, yaitu keperawatan,
manusia, kesehatan dan lingkungan(Fawcett, 2002).

2
B. Tujuan
1. Untuk memahami tentang Model Konseptual Adaptasi Callista Roy
2. Untuk mengimplementasikan teori Model Adaptasi Callista Roy pada kasus klinis

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi
Model konseptual adaptasi Roy untuk keperawatan merupakan suatu teori yang
diturunkan dari teori sebelumnya diantaranya teori Harry Helson mengenai psikofisika
yang diperluas menjadi ilmu sosial dan perilaku. Pada teori adaptasi Helson, proses
adaptasi merupakan fungsi dari stimulus yang datang dan tingkat adaptif. Stimulus
adalah faktor apapun yang bias mencetuskan respons. Stimulus dapat muncul dari
lingkungan internal dan eksternal(Fawcett, 2002). Tingkat adaptasi merupakan efek
gabungan dari tiga kelas stimulus di antaranya sebagai berikut:
a. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara langsung
mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal adalah presipitasi
perubahan tingkah laku.
b. Stimulus kontekstual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan memberikan
konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang disebabkan atau dirangsang
oleh stimulus fokal.
c. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan konstribusi
terhadap perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat divalidasi.
Teori Helson mengembangkan konsep zona level adaptasi, yang menentukan
apakah suatu stimulus akan menimbulkan efek positif atau negatif. Menurut teori
Helson, adaptasi adalah proses berespons terhadap perubahan lingkungan fisik baik
secara positif atau negatif (Roy dan Roberts, 1981).
Asumsi Utama
Asumsi tentang teori sistem dan asumsi tentang teori tingkat adaptasi telah
dikombinasikan menjadi seperangkat asumsi ilmiah. Berdasarkan teori sistem, sistem
adaptif manusia dipandang sebagai bagian interaktif yang bekerja dalam satu kesatuan
untuk tujuan tertentu. Sistem adaptif manusia bersifat unik, beranekaragam dan
berespons terhadap berbagai stimulus lingkungan untuk mencapai adaptasi(Rogers &
Keller, 2009). Kemampuan sistem manusia untuk berdaptasi terhadap lingkungan
membuat manusia mampu menciptakan perubahan pada lingkungannya(Roy, Whetsell,
& Frederickson, 2009). Roy menarik benang merah dari karakteristik pencitraan

4
spiritualitas dan mengombinasikannya dengan asumsi humanism dan veritivitas
menjadi seperangkat asumsi filosofis.
Asumsi Ilmiah:
 Sistem materi dan energy semakin berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi
pada organisasi diri yang kompleks
 Kesadaran dan makna membangun integrasi manusia dan lingkungan
 Kesadaran terhadap diri dan lingkungan berakar dari pikiran dan perasaan
 Manusia, melalui keputusannya, bertanggung jawab terhadap integrasi proses
kreatif
 Pikiran dan perasaan bertindak sebagai perantara tindakan manusia
 Sistem hubungan mencakup penerimaan, perlindungan, dan saling ketergantungan
 Manusia dan bumi memiliki pola yang sama dan hubungan yang terpadu
 Manusia dan perubahan lingkungan tercipta pada kesadaran manusia
 Integrasi dari manusia dan lingkungan bermakna hasil dalam adaptasi
Asumsi Filosofis :
 Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan dunia dan Tuhan
 Makna manusia berakar dari titik omega yang bertemu pada satu tempat di alam
semesta
 Tuhan pada akhirnya mengungkapkan keragaman penciptaan dan merupakan
takdir yang lazim dari penciptaan
 Manusia menggunakan kemampuan kreatif yang terdiri dari kesadaran, pencerahan
dan keyakinan
 Manusia bertanggung jawab terhadap proses memperoleh, mempertahankan, dan
mengubah alam semesta(Rogers & Keller, 2009).
Adaptasi
Menurut Roy, adaptasi mengacu pada suatu proses dan luaran di mana manusia
yang berpikir dan merasa, sebagai individu maupun dalam kelompok, menggunakan
kesadaran dan pilihan untuk menciptakan keterpaduan antara manusia dan
lingkungan(Roy, 2011a). Manusia bukan hanya suatu sistem yang berjuang
menghadapi stimulus lingkungan untuk mempertahankan integritasnya. Akan tetapi,

5
setiap kehidupan manusia memiliki tujun di alam semesta ini yang bersifat kreatif, dan
setiap orang tidak dapat dipisahkan dari lingungannya
Keperawatan
Roy mendefenisikan keperawatan secara luas sebagai profesi kesehatan yang
berfokus pada proses kehidupan manusia beserta polanya dan menekankan pada
promosi kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara
keseluruhan(Roy et al., 2009). Secara spesifik, Roy mendefenisikan keperawatan
berdasarkan modelnya sebagai ilmu dan praktik yang memperluas kemampuan adaptif
dan meningkatkan transformasi manusia dan lingkungan. Tujuan dari keperawatan
menurut Roy yaitu meningkatkan adaptasi individu dan kelompok pada keempat model
adaptif, sehingga berkontribusi pada kesehatan, kualitas hidup, dan meninggal
terhormat(Frederickson & Rosemarie, 2011).
Manusia
Menurut Roy manusia merupakan sistem holistik terdiri dari bio, psiko, sosial,
spiritual dan mampu berperilaku adaptif. Sebagai suatu sistem adaptif, manusia
digambarkan sebagai suatu kesatuan dengan bagian–bagiannya yang berfungsi untuk
mencapai tujuan masing-masing. Sistem manusia meliputi manusia sebagai individu
maupun berkelompok, termasuk keluarga, organisasi, komunitas dan masyarakat
sebagai satu kesatuan(Roy et al., 2009).
Kesehatan
Kesehatan adalah status dan proses dalam diri setiap orang yang bersifat utuh
dan menyeluruh. Kesehatan mencerminkan adaptasi, yaitu interaksi antara orang dan
lingkungannya. Defenisi ini adalah turunan dari pemikiran bahwa adaptasi adalah
prosesmeningkatkan integritas fisiologis, psikologis, dan integritas sosial dan bahwa
integritas menyiratkan kondisi yang tidak terganggu menuju suatu kesatuan atau
kelengkapan(Roy et al., 2009).
Kesehatan dan penyakit adalah satu dimensi yang tidak dapat dihindari, dapat
saling berdampingan dari pengalaman hidup seseorang seseorang(Fawcett, 2002).
Keperawatan peduli dengan dimensi ini. Jika mekanisme koping tidak efektif, maka
penyakit akan muncul. Sehat akan terjadi jika manusia terus beradaptasi. Oleh karena
manusia berdaptasi terhadap suatu stimulus, manusia bebas berespons terhdap

6
stimulus lainnya. Pembebasan energi dari upaya koping yang inefektif dapat
meningkatkan penyembuhan dan kesehatan(Roy, 2011a).
Lingkungan
Menurut Roy adalah semua kondisi, keadaan dan pengaruh yang melingkupi dan
berdampak pada perkembangan dan perilaku seseorang atau kelompok, dengan
pertimbangan khusus pada hubungan timbal balik anatara manusia dan sumber-
sumber bumi yang meliputi stimulus fokal, kontekstual, maupun residual(Roy et al.,
2009).
Penegasan Teoritis
Model Roy berfokus pada konsep adaptasi manusia. Konsepnya mengenai
keperawatan manusia, kesehatan dan lingkungan saling berhubungan dengan adaptasi
sebagai konsep utamanya. Manusia mengalami stimulus lingkungan secara terus
menerus yang pada akhirnya, manusia memberikan respon dan adaptasi. Respon ini
dapat berupa respons adaptif ataupun respon inefektif(Roy, 2011b).
Roy adaptation model research synthesis(Roy, 2011b)

7
Bentuk Logis
Model keperawatan adaptasi Roy bersifat deduktif dan induktif. Model ini bersifat
induktif dalam banyak hal di teori Roy yang diturunkan dari teori psikofisik Helson(Roy
et al., 2009). Helson mengembangkan konsep stimulus fokal, kontekstual, dan residual
yang Roy defenisikan kembali dalam keperawatan untuk membentuk tipologi faktor-
faktor yang berhubungan dengan tingkat adaptasi seseorang(Roy et al., 2009). Roy
juga menggunakan konsep dan teori lain diluar disiplin keperawatan dan
mensintesisnya ke dalam teori adaptasi.

Model Teori Adaptasi Menurut Sister Callista Roy Pada Asuhan Keperawatan
Pasien.

a. Langkah Proses Keperawatan Menurut Model Adaptasi Roy.

Menurut Roy et al (2009) proses keperawatan merupakan metode pemecahan masalah


pasien dengan mengidentifikasi stimulus dan mengkaji fungsi dari adaptasi mode.
Dalam proses keperawatan ada 2 level pengkajian yaitu pengkajian perilaku dan
stimulus. Langkah pertama pengkajian adalah pengkajian prilaku dengan mengkaji 4
adaptasi mode yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Langkah
selanjutnya menetapkan diagnosa keperawatan, penetapan tujuan keperawatan,
intervensi dan evaluasi(Roy, 2011a).

Diagnosa Keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy adalah


sebagai suatu hasil dari pengambilan keputusan berhubungan dengan kurangnya

8
kemampuan adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi
tingkah laku klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy et al (2009); Frederikson
& Rosemarie, (2011), ada 3 metode dalam menetapkan diagnosa keperawatan yaitu
suatu pernyataan dari prilaku dengan stimulus yang sangat mempengaruhi, suatu
ringkasan tentang prilaku dengan stimulus yang relevan, serta penamaan yang
meringkaskan pola prilaku ketika lebih dari satu mode kena dampak oleh stimulus yang
sama.

Sebelum dilakukan penetapan diagnosa keperawatan semua data sudah


terkumpul. Data perilaku merupakan hasil dari pengamatan, pengukuran, dan laporan
subjektif. Data lain adalah penyataan tentang stimulus fokal, kontekstual, dan residual
yang mempengaruhi data prilaku tersebut(Fawcett, 2002). Setelah itu dibedakan antara
2 hal yaitu data yang termasuk adaptasi positif atau masalah adaptasi. Oleh karena itu,
diagnosa keperawatan menurut Model Adaptasi Roy dapat berupa diagnosa
keperawatan positif untuk adaptasi positif dan diagnosa keperawatan yang diangkat
berdasarkan masalah adaptasi(Rogers & Keller, 2009).

3) Penetapan Tujuan Keperawatan.

Roy menyampaikan bahwa tujuan pada intervensi keperawatan adalah untuk


mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif
menjadi adaptif(Roy, 2011a). Penetapan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan
jangka pendek. Tujuan jangka panjang meliputi: hidup, tumbuh, reproduksi dan
kekuasaan. Sedangkan tujuan jangka pendek meliputi: tercapainya tingkah laku yang
diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulasi fokal, kontekstual, dan
residual(Fawcett, 2002).

9
BAB III
APLIKASI PENERAPAN TEORI ADAPTASI ROY
Klien dengan “Close Fraktur Intertrocanter Right Femur”
A. Pengkajian
Klien Tn.Br umur 64 tahun datang di poliklinik ortopedi dengan keluhan utama nyeri
panggul paha dirasakan sejak satu bulan sebelum masuk rumah sakit dengan skala
enam dan nyeri bertambah bila beraktivitas berlebih. Riwayat keluhan utama pasien
sedang mengendarai sepeda motor kemudian menabrak sapi. Pasien terjatuh
dengan panggul kanan mengenai aspal terlebih dahulu. Riwayat penurunan
kesadaran tidak ada, riwayat muntah tidak ada. TD : 120/80 mmHg ; R : 20 x/ menit ;
N : 80 x/menit ; S : 36,5 0 C, klien terdiagnosis “Close Fraktur Intertrocanter Right
Femur”.
Karakteristik individu dan pengalaman
1. Perilaku sebelumnya
Klien adalah seorang buruh dimana kesehariannya pergi dan pulang bekerja
menggunakan kendaaran bermotor dan melalui jalan yang ramai dengan hewan
peliharaan warga misalnya sapi. Pada saat pulang kerja klien merasa kelelahan
dan tanpa disegaja seekor sapi melintas di jalan raya dan tertabrak oleh klien.
2. Faktor personal
a. Biologis
Kebiasaan Makan: Pola makan klien seperti umumnya, yakni tiga kali
sehari, dimana klien sarapan sebelum berangkat kerja lalu makan siang
ditempat kerja serta makan malam setelah pulang dari bekerja. Namun
setelah klien mengalami kecelakaan, klien banyak menghabiskan waktu
dirumah dan tentunya pola makan klien berubah dari sebelumnya tiga kali
menjadi dua kali dengan alasan klien kurang aktivitas selama dirumah.
Eliminasi : Pola eliminasi klien buang air besar (BAB) satu kali sehari
dengan konsistensi padat berwarna kuning, buang air kecil (BAK) normal.
Keluhan eliminasi BAB dan BAK tidak ada. Klien dibantu keluarga untuk
melakukan BAB dan BAK karena pergerakan terbatas.

10
Pola istirahat dan tidur : Klien istirahat untuk tidur malam sekitar pukul
22.30 dan terkadang agak lambat bila nyeri daerah fraktur.
Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan : Klien sehari-harinya
bekerja sebagai buruh yang melakukan aktivitas diluar rumah. Namun
setelah klien mengalami kecelakaan aktivitas klien kebanyakan di dalam
rumah dan terbatas.
b. Psikologi
Harga Diri : Klien pada dasarnya merasa bahwa fungsinya sebagai kepala
rumah tangga berkurang karena dia tidak lagi bekerja sebagai buruh, dimana
keluarga butuh penghidupan. Namun suatu kesyukuran klien bahwa keluarga
tetap mendukung proses penyembuhan klien.
Motivasi : Klien merupakan tipe orang yang tidak mudah putus asa, oleh
karena itu klien memotivasi dirinya agar bisa sembuh dari penyakit yang
diderita dan kembali bekerja untuk mencari nafkah walaupun pekerjaannya
sebagai buruh tidak dijalani lagi dan diganti dengan aktivitas lain.
Kompetensi Diri : Klien memiliki dasar fisik yang baik terhadap perubahan
yang terjadi pada dirinya, dimana cedera akibat kecelakaan tidak serta merta
membuat klien merasa lemah tapi tetap memahami bahwa cedera yang
terjadi adalah resiko dari segala pekerjaan yang dilakoninya selama ini.
c. Sosiokultural
Hubungan Sosial : Klien tinggal di daerah pemukiman bersama istri, dimana
hubungan klien dengan masyarakat sekitar terjalin baik. Dukungan keluarga
dan masyarakat sekitar yang membuat klien memotivasi dirinya untuk datang
ke rumah sakit memriksakan dirinya.
Kehidupan Ekonomi : Klien bekerja sebagai buruh sebelum terjadi
kecelakaan dengan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga, namun setelah klien tidak bekerja lagi sang istri mencari
nafkah dengan berjualan di depan rumah. Pendapatan dari berjualan hanya
cukup untuk kebutuhan keleuarga dan pengobatan klien dapat ditunjang
dengan adanya asuransi kesehatan BPJS.

11
Budaya yang mempengaruhi kesehatan: Klien memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dengan perubahan kondisi pada dirinya, namun dengan harapan
agar dapat sembuh dan bekerja kembali klien memberanikan dirinya untuk
berobat ke rumah sakit.
Kognitif Behavior spesifik dan sikap
1. Keuntungan dari tindakan yang dirasakan :
Klien mengatakan bahwa ingin sembuh dari penyakitnya, hal ini mendapat
dukungan dari keluarga terutama sang istri.
2. Penghambat yang dirasakan
Klien memikirkan biaya pengobatan bila dilakukan tindakan operasi, namun hal
ini tidak menjadi pengahalang bagi klien untuk berobat dan bisa kembali
beraktivitas.

3. Self efficacy :
Umpan balik eksternal
Setiap orang mendambakan kesehatan pada dirinya begitupun dengan Tn. Br
berharap bahwa dengan melalui tindakan operasi penyakit yang diderita bisa
sembuh dan klien akan bertekad bila telah sembuh nanti dia lebih berhati-hati
dalam melakukan aktivitas.
Pengalaman orang lain, evaluasi diri dan feed back
Keinginan untuk sembuh dan berkunjung ke rumah sakit merupakan suatu hal
yang bernilai positif bagi Tn Br, karena dia mendapatkan penjelasan tentang
penyakit yang diderita dan tentunya mendapatkan solusi untuk memperbaiki
kualitas hidup.
Ajakan orang lain
Informasi yang diberikan tim kesehatan di rumah sakit mampu memberikan efek
yang posisif bagi kelangsungan Tn Br, dimana klien bisa beraktivitas lagi di luar
rumah walaupun terbatas
Status psikologis
Klien mengatakan sangat antusias untuk melakukan pengobatan terhadap
penyakit yang diderita, sehingga hal ini mempengaruhi psikologis klien untuk
sembuh dan beraktivitas lagi.

12
4. Sikap yang berhubungan dengan aktifitas
Klien berharap dengan tindakan operasi dapat menyembuhkan penyakitnya
walaupun tidak senormal sebelum terjadinya kecelakaan
5. Pengaruh interpersonal :
Dukungan keluarga kepada klien sangatlah besar, dimana klien sebagai kepala
rumah tangga yang memiliki tanggung jawab besar untuk keluarganya

6. Pengaruh situasional :
Tindakan yang dilakukan berupa tindakan operasi tidak serta merta dapat
mengembalikan kondisi pasien ke kondisi normal
Komitmen Rencana Tindakan :
Klien berharap mendapat penejelasan sebelum dilakukan tindakan operasi dan
setelah tindakan agar bisa meminimalkan aktivitas
Kebutuhan yang mendesak
Aktivitas klien sebelum terjanya kecelakaan merupakan aktivitas yang berat,
namun takdir berkata lain dimana klien mengalami kecelakaan dan hal ini
menjadi halangan bagi klien untuk beraktivitas lebih
Perilaku yang mempromosikan kesehatan
Klien menyadari dan akan memperhatikan kondisi kesehatannya setelah
dilakukan tindakan operasi karena hal ini sangat berpengaruh pada aktivitas
klien sehari - hari
Sumber NANDA NIC NOC
N Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
O (NOC)

1. Nyeri Akut NOC NIC


Batasan karakteristik : Pain Level, Pain Management
Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
 Perubahan tekanan
karakteristik, durasi frekuensi,
darah Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
 Perubahan frekuensi  Mampu mengontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dan
napas (tahu penyebab nyeri, ketidaknyamanan
 Perubahan frekuensi mampu menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
jantung tehnik nonfarmakologi terapeutik untuk mengetahui
untuk mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
 Perilaku distraksi mencari bantuan) 4. Kaji kultur yang mempengaruhi
 Perubahan selera  Melaporkan bahwa nyeri respon nyeri
makan berkurang dengan 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau

13
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri kesehatan lain tentang
 Mampu mengenali nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri masa
(skala, intensitas, frekuensi Iampau
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasien dan keluarga untuk
 Menyatakan rasa nyaman mencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala

2. Hambatan mobilitas fisik Kriteria Hasil : 1. Kaji derajat imobilitas yang

14
b/d Nyeri Muskuloskeletal Memperlihatkan Mobilitas, dihasilkan oleh cedera/pengo batan
Batasan karakteristik :
yang dibuktikan oleh dan perhatikan persepsi klien
 Keterbatasan
indikator berikut (gangguan terhadap imobilisasi
kemampuan untuk 2. Ajarkan dan bantu pasien dalam
ekstrem berat, sedang,
melakukan keterampilan proses berpindah
ringan, atau tidak mengalami
motoric 3. Instruksikan pasien untuk
 Keterbatasan rentang gangguan)
menyangga berat badannya
1. Keseimbangan
pergerakan sendi 4. Ubah posisi pasien yang
2. Koordinasi
3. Perfoma posisi tubuh imobilisasi setiap dua jam
4. Pergerakan sendi dan
berdasarkan jadwal spesifik
otot 5. Ajarkan dan dukung pasien untuk
5. Berjalan
latihan ROM aktif atau pasiep
6. Bergerak dengan mudah
Pasien akan : untuk mempertahankan kekuatan
1. Memperlihatkan
atau ketahanan otot
penggunaan alat bantu 6. Berikan penguatan positif selama
secara benar dengan aktivitas
7. Gunakan semua terapi fisik dan
pengawasan
2. Meminta bantuan untuk okupasi sebagai suatu sumber
aktivitas mobilisasi jika untuk mengembangkan
diperlukan perencanaan dan
3. Menyangga berat badan
mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas

1. Input

Stimulus fokal, kontekstual dan residual. Nyeri sebagai stimulus fokal pasien,

gangguan tidur yang disebabkan oleh rasa nyeri saat ingin miring ke kanan dan

ke kiri. Hambatan mobilitas fisik sebagai stimulus kontekstual pada kasus ini,

adapun stimulus residualnya yaitu usia tua.

2. Proses

Dalam hal ini mekanisme koping yang terdiri dari regulator dan kognator seperti

yang terjadi pada perubahan pada fisiologis yaitu edema tungkai. Sedangkan

dalam citra diri klien merasa ada perubahan pada cara berjalannya, sehingga

merasa malu terhadap orang lain. Untuk peran, klien mengalami perubahan

15
karena tidak dapat menjadi bapak yang bekerja seperti sebelumnya. Kemudian

dalam interdependensi, pasien tinggal jauh dari anaknya.

3. Output

Yang terjadi adalah adanya respon adaptif tubuh yang nampak pada Tn.

Br karena pasien tidak tampak cemas. Sedangkan respon nyeri ditujukan klien

dengan daerah sekitar pinggul kanannya.

4. Analisis penerapan

Teori Roy ini sangat cocok diterapkan pada kasus ini disebabkan setiap

klien akan mengalami adaptasi tubuh dari stimulus yang diterimanya, baik dari

fisik, psikis, internal maupun eksternal. Dan akan menimbulkan reaksi koping

dengan hasil apakah klien dapat beradaptasi atau tidak. Kasus ini adalah kasus

fraktur yang bersifat akut sehingga klien perlu adaptasi terhadap manifestasi

yang muncul agar menghasilkan koping yang adaptif. Teori ini pula

menggambarkan proses umpan balik, dimana jika terdapat stimulus pada

fisiologi khususnya keseimbangan dalam tubuh akan mengimbangi sehingga

terjadilah proses adaptasi.

BAB IV
Kesimpulan

16
Model Adaptasi Roy telah berpengaruh besar terhadap profesi keperawatan.
Model ini adalah salah satu model yang banyak digunakan untuk penelitian, pendidikan
dan praktik keperawatan. Model ini juga diajarkan sebagai bagian dari kurikulum
program sarjana, magister dan doktor keperawatan. Pengaruh dari Model Adaptasi Roy
pada penelitian keperawatan dibuktikan dengan banyaknya penelitian kualitatif maupun
kuantitatif dengan menggunakan landasan model tersebut(Roy, 2011b). Model Adaptasi
Roy telah menginspirasi pengembangan banyak middle-range theory.
Menurut Roy, manusia adalah sistem adaptif yang holistik dan merupakan fokus
keperawatan. Lingkungan internal dan eksternal terdiri dari semua fenomena yang
mengelilingi sistem adaptif manusia dan memengaruhi perkembangan dan perilaku
manusia. Adapun tiga jenis stimulus lingkungan dijelaskan dalam Model Adaptasi Roy.
Stimulus fokal yaitu rangsangan yang langsung berhadapan dengan individu dan
membutuhkan paling banyak perhatian dan energi adaptif(Roy et al., 2009). Stimulus
kontekstual adalah semua stimulus lain yang muncul pada situasi yang dapat
berkontribusi positif atau negatif pada kekuatan stimulus fokal.
Mekanisme koping mengacu pada proses dari dalam atau proses yang dipelajari
dari luar yang digunakan seseorang untuk menghadapi stimulus lingkungan.
Mekanisme koping dapat dikategorikan secara luas sebagai subsistem regulator atau
kognator(Roy et al., 2009). Subsistem regulator berespons melalui proses kognitif-
emosi dari dalam ataupun yang dipelajari dari luar yang mencakup pemrosesan,
pembelajaran, penilaian, dan emosi terhadap persepsi dan informasi(Roy, 2011b).
Perilaku yang terwujud dari adaptasi dapat dilihat dalam empat mode adaptif.
Mode fisiologis mengacu pada respon fisik seseorang terhadap lingkungan dan
kebutuhan yang mendasarinya adalah integritas psikologis(Roy, 2011b). Mode konsep
diri mengacu pada pemikiran, keyakinan, atau perasaan seseorang tentang dirinya
sendiri pada waktu tertentu. Mode fungsi peran mengacu pada peran primer,sekunder
dan tersier yang ditampilkan seseorang di masyarakat. Model adaptif interdependensi
mengacu pada hubungan antara sesama manusia. Kebutuhan dasar dari model adaptif
interdependensi adalah integritas sosial untuk memberi dan menerima rasa cinta, rasa
hormat, dan nilai dari orang terdekat dan sistem pendukung sosialnya.

17
Daftar Pustaka

Barbara Cherry and Susan R. Jacob. (2014). Contempory Nursing: Issues, Trends, &

18
Management (sixth edition). St. Louis, Missouri. Retrieved from
http://evolve.elsevier.com
Carol Rogers & C. Keller. (2009). Roy’s Adaptation Model to Promote Physical Activity
among Sedentary Older Adults. Geriatric Nursing, 30(2), 21–26.
https://doi.org/10.1016/j.gerinurse.2009.02.002
Jacqueline Fawcett, J. (2002). The nurse theorists: 21st-century updates - Callista Roy.
Nursing Science Quarterly, 15(4), 308–310.
https://doi.org/10.1177/089431802320559227
Frederickson, K., & Rosemarie, R. P. (2011). Callista Roy’s adaptation model. Nursing
Science Quarterly, 24(4), 301–303. https://doi.org/10.1177/0894318411419215
Jacob, B. C. and S. (2014). Contempory Nursing: Issues, Trends, & Management (sixth
edit). St. Louis, Missouri. Retrieved from http://evolve.elsevier.com
Rogers, C., & Keller, C. (2009). Roy’s Adaptation Model to Promote Physical Activity
among Sedentary Older Adults. Geriatric Nursing, 30(2), 21–26.
https://doi.org/10.1016/j.gerinurse.2009.02.002
Roy, C. (2011a). Extending the roy adaptation model to meet changing global needs.
Nursing Science Quarterly, 24(4), 345–351.
https://doi.org/10.1177/0894318411419210
Roy, C. (2011b). Research based on the roy adaptation model: Last 25 years. Nursing
Science Quarterly, 24(4), 312–320. https://doi.org/10.1177/0894318411419218
Roy, C., Whetsell, M. V., & Frederickson, K. (2009). The Roy Adaptation Model and
Research. Nursing Science Quarterly, 22(3), 209–211.
https://doi.org/10.1177/0894318409338692

19

Anda mungkin juga menyukai