Anda di halaman 1dari 62

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam


penerapan Keterampilan keperawatan lansia berbasis IPTEK
Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN OBSTRUKSI USUS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Medikal Bedah I

Disusun oleh: Kelompok 8/ Tingkat 2B


1. Nanda Aisha Setyorini (P3.73.20.1.20.069)
2. Niluh Ayu Puspa Ningsih (P3.73.20.1.20.070)

Dosen Pembimbing :
Suratun, SKM., M.Kep.

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunian-Nya sehingga penyusunan makalah dapat penulis selesaikan
dengan baik. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyusunan makalah ini khususnya kepada Ibu Suratun, SKM., M.Kep
selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah, dan juga teman-teman dari
kelompok lain.

Penulisan makalah berjudul “Asuhan keperawatan pasien dengan Obstruksi Usus” dapat
diselesaikan karena kerjasama anggota kelompok. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis akan dengan senang hati apabila pembaca memberikan masukan pada makalah
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Akhir
kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan kami sendiri khususnya.

Bekasi, 7 Agustus 2021

Penulis

i
2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................6
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT.............................................................................................6
2.1.1 Pengertian Obstruksi Usus..............................................................................................6
2.1.2 Anatomi Fisiologi Usus Halus dan Usus Besar...............................................................6
2.1.3 Etiologi..........................................................................................................................10
2.1.4 Patofisologi....................................................................................................................11
2.1.5 Tanda dan Gejala...........................................................................................................13
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik................................................................................................13
2.1.7 Penatalaksanaan.............................................................................................................16
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................16
2.2.1 Pengkajian.....................................................................................................................16
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................................19
2.2.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................................20
2.2.4 Implementasi Keperawatan..........................................................................................21
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..................................................................................................21
BAB III..........................................................................................................................................23
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS OBSTRUKSI USUS...........................................23
3.1 Pengkajian............................................................................................................................23
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................................29
3.3 Intervensi Keperawatan........................................................................................................29
3.4 Implementasi Keperawatan..................................................................................................32
3.5 Evaluasi Keperawatan..........................................................................................................34
BAB IV..........................................................................................................................................38
PENUTUP.....................................................................................................................................38
3

4.1 Simpulan..............................................................................................................................38
4.2 Saran.....................................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................39
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obstruksi atau kelumpuhan usus yang mencegah perjalanan ke depan dari isi usus,
menyebabkan akumulasi di proksimal ke lokasi penyumbatan. Setiap tahunnya 1 dari
1000 penduduk didiagnosis ileus. Ileus obstruktif menjadi salah satu bentuk kelainan
pada traktus digestivus dan menjadi kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai akibat keadaan umum yang memburuk dalam waktu singkat. Obstruksi
usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, apabila tidak
ditangani maka tingkat kematian mendekati 100%. Bila operasi dilakukan dalam 24-
48 jam dapat menurunkan angka kematian hingga kurang dari 10%. Faktor-faktor
yang menentukan morbiditas meliputi usia pasien, komorbiditas, dan keterlambatan
dalam perawatan. (Kezia Febiola, 2020).
Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah
banyak membawa perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik
dan meningkatnya gangguan pencemaran atau polusi lingkungan. Perubahan tersebut
telah memberi pengaruh pada transisi epidemologi yaitu beban ganda penyakit tidak
menular atau degeneratif (Kemenkes, 2019).
Kejadian obstruksi usus sering didahului dengan munculnya gejala klinis pada
sistem gastroinstestinal. Tanda dan gejala yang biasa terjadi serta penting untuk
dikenali pada pasien ileus obstruksi diantaranya adalah nyeri abdomen yang bersifat
kram, mual muntah, distensi abdomen, konstipasi, kenaikan suhu tubuh, 3 Buang Air
Besar (BAB) berdarah, tidak terdengarnya bising usus disebelah distal obstruksi serta
penurunan berat badan (Saputra, 2018).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin mempelajari lebih detail tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan obstruksi usus karena bila masyarakat awam
kurang mengetahui dan tidak segera ditangani maka bagian usus yang mengalami
sumbatan dapat menyebabkan komplikasi serius.
5

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan Umum
Setelah mengikuti pembelajaran mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan obstruksi usus.
Tujuan Khusus:
Setelah pembelajaran mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menjelaskan pengertian obstruksi usus
2. Menjelaskan anatomi dan fisiologi usus halus dan usus besar
3. Mampu menjelaskan etiologi dari obstruksi usus
4. Mampu menjelaskan patofisiologi dari obstruksi usus
5. Menyebutkan tanda dan gejala obstruksi usus
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik pada penyakit obstruksi usus
7. Mampu menjelaskan penatalaksanaan obstruksi usus
8. Melakukan pengkajian pasien obstruksi usus
9. Merumuskan diagnosa keperawatan pasien obstruksi usus
10. Menyusun rencana keperawatan pasien obstruksi usus
11. Melakukan implementasi pasien obstruksi usus
12. Melakukan evalusi pada pasien obstruksi usus
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1.1 Pengertian Obstruksi Usus
Usus halus dan usus besar merupakan bagian terpanjang pada
saluran cerna. Ketika terjadi gangguan akan berefek pada nutrisi
dan transport air yang mengakibatkan malabsorbsi, diare, proses
infeksi, dan inflamasi (Kumar V, 2015).
Obstruksi usus halus merupakan hambatan pasase usus yang
terjadi pada usus halus disebut sebagai obstruksi saluran cerna
tinggi yang disertai pengeluaran cairan dan elektrolit pada lumen
usus melalui muntah. Berdasarkan etiopatogenesis ileus obstruktif
diklasifikasikan dari obstruksi mekanik dan fungsional, dari luas
obstruksi dapat dibedakan obstruksi partial atau komplit, serta
berdasarkan jenis obstruksinya ileus obstruktif dibedakan menjadi
obstruksi sederhana, closed loop, dan strangulasi. Obstruksi
sederhana adalah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah, closed loop obstruction terjadi jika kedua
segmen usus terlibat mengalami obstruksi, sedangkan pada
obstruksi strangulasi disertai terjepitnya pembuluh darah yang
menyebabkan terjadinya iskemia, ditandai dengan gejala umum
yang berat (Sjamsuhidajat, 2014; Warsinggih, 2018).
Obstruksi usus adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna
tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan
atau hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen
usus (Ida Ratna, Nurhidayati, 2015). MedLine Plus (2018)
menyatakan atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus.

2.1.2 Anatomi Fisiologi Usus Halus dan Usus Besar


2.2.1 Usus Halus

Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan dalam


sistem pencernaan berada di usus halus (Sherwood, 2011). Usus
7

halus terletak berlipat-lipat di rongga abdomen, termasuk bagian


terpanjang dari gastrointestinal yakni terbentang dari ostium
pyloricum gaster sampai plica ileocaecale. Bentuknya berupa
tabung dengan panjang sekitar 6-7 meter dan diameternya
menyempit dari ujung awal sampai ujung akhir (Drake, Richard
L., Vogl, A. Wayne , Mitchell, Adam W. M., 2014)
Usus halus dibagi menjadi 3 bagian : (Drake et al , 2014)
a. Duodenum
Duodenum berbentuk melengkung seperti huruf C, letaknya
dekat dengan caput pankreas dan berada di atas umbilicus.
Panjangnya sekitar 20-25 cm dan memiliki lumen paling lebar
dibanding bagian lainnya.
b. Jejunum
Terletak 2/5 bagian proksimal, diameternya lebih lebar dan
memiliki dinding yang lebih tebal dibanding ileum. Pada bagian
dalam mukosanya terdapat banyak lipatan yang menonjol
mengelilingi lumen yang disebut plicae circulares. Ciri khas
jejunum terdapat arcade arteriae yang tidak begitu terlihat dan
vasa recta yang lebih panjang dibanding milik ileum. (Drake et al ,
2014)
c. Ileum
Terletak 3/5 bagian distal, memiliki dinding yang lebih tipis,
plicae circulares yang kurang menonjol dan lebih sedikit, terdapat
banyak arteriae arcade dan lemak mesenterium. Ileum akan
bermuara di usus besar, yang merupakan tempat pertemuan sekum
dan colon ascendens. Tempat tersebut dikelilingi 2 lipatan yang
menonjol ke dalam usus besar yang disebut plica ileocaecale.
(Drake et al , 2014)
Usus halus merupakan tempat berlangsungnya sebagian besar
pencernaan dan penyerapan di tubuh. Terdapat beberapa proses
yang terjadi di usus halus, yakni :
a. Motilitas
Motilitas merupakan kontraksi otot dinding saluran cerna yang
mencampur dan mendorong. Pada usus halus, motilitas yang utama
8

adalah proses segmentasi dan kompleks motilitasi bermigrasi.


Segmentasi berfungsi mencampur kimus dan getah pencernaan
yang akan disekresikan ke dalam lumen dan memajankan semua
kimus ke permukaan mukosa usus halus. Saat kontraksi segmentasi
usus berhenti akan diganti oleh kompleks motilitas bermigrasi
(migrating motility complex, MMC) yang terdiri 3 fase yang
berulang dalam pola setiap 1,5 jam saat sesorang berpuasa. Tujuan
dari proses ini untuk membersihkan sisa-sisa makanan serta bakteri
dan debris mukosa yang menuju kolon. (Sherwood, Lauralee.,
2011)
b. Sekresi
Setiap hari sekitar 1,5 liter sukus enterikus disekresikan ke
lumen usus halus oleh sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus
halus. Sukus enterikus merupakan campuran mukus dan larutan
garam, serta H2O yang berperan dalam pencernaan enzimatik
makanan. Mukus berfungsi sebagai pelindung dan pelumas. Enzim-
enzim yang disintesis usus halus tidak diskresikan langsung ke
dalam lumen melainkan berfungsi di dalam membran brush border
sel epitel yang melapisi bagian dalam lumen. (Sherwood, Lauralee.,
2011)
c. Digesti
Merupakan proses penguraian struktur kompleks makanan
secara kimiawi menjadi lebih sederhana yang kemudian akan
diabsorpsi. Proses ini terjadi di lumen dan dipengaruhi enzim
pankreas dan empedu. (Sherwood, Lauralee., 2011)
d. Absorpsi
Merupakan proses penyerapan zat-zat makanan seperti
monosakarida, asam amino dan asam lemak bersama dengan air,
elektrolit dan vitamin yang akan disalurkan ke aliran darah atau
saluran limfatik. (Sherwood, Lauralee, 2011)

2.2.2 Usus Besar


Usus besar terletak dari ujung distal ileum sampai anus dan
9

ukuran pada orang dewasa sekitar 1,5 meter. Memiliki lumen


dengan diameter yang lebih besar dibanding usus halus. Struktur
usus besar mulai caecum dan appendix vermiformis di regio
inguinalis dekstra lalu naik ke atas sebagai kolon ascendens
melewati regio lateralis dekstra menuju regio hypochondrium
dextra, di bawah hepar belok ke kiri membentuk fleksura coli
dekstra (flexura hepatica) lalu menyeberangi abdomen sebagai
colon transversum menuju hypochondrium sinistra. Di posisi
tersebut yakni tepat di bawah lien, belok ke bawah membentuk
flexura coli sinistra (flexura lienalis) lalu berlanjut sebagai colon
descendens melewati regio lateralis sinistra menuju regio
inguinalis sinistra, saat masuk di bagian atas cavitas pelvis
sebagai colon sigmoideum lalu berlanjut sebagai rectum di
dinding posterior cavitas pelvis dan berakhir menjadi canalis
analis. (Drake et al , 2014)
Bagian-bagian usus besar :
a. Caecum dan Appendix Vermiformis
Merupakan struktur intraperitoniale dan bagian pertama dari
usus besar. Pada dinding posteromedial melekat appendix
vermiformis yakni di ujung ileum. Appendix vermiformis berbentuk
tabung sempit yang berongga dan ujungnya buntu. Terdapat
agregasi jaringan limfatik yang luas di dindingnya dan
menggantung pada ileum terminal oleh mesoappendix yang berisi
vasa appendicularis. (Drake et al , 2014)
b. Colon
Terletak di superior caecum dan terdiri dari colon ascendens,
colon transversum, colon descendens, dan colon sigmoideum.
Terdapat flexura coli dextra di tempat pertemuan colon ascendens
dan colon transversum, flexura coli sinistra berada di tempat
pertemuan colon transversum dan colon descendens . Terdapat
sulcus paracollici dextra dan sinistra di lateral colon ascendens
dan colon descendens. Colon sigmoideum dimulai dari atas
aperture pelvis superior sampai ke vertebra S3, bentuknya seperti
huruf S, ujung awal berhubungan dengan colon ascendens dan
10

ujung akhir berhubungan dengan rectum. (Drake et al , 2014)


c. Rectum dan canalis analis
Merupakan lanjutan dari colon sigmoideum, daerah pertemuan
rectosigmoideum terletak pada vertebra S3. Canalis analis
merupakan lanjutan dari usus besar yang terletak di inferior rectum.
(Drake et al , 2014)
Fungsi utama usus besar untuk menyimpan feses sebelum
defekasi. Feses merupakan massa padat yang terbentuk dari sisa-
sisa makanan yang tak tercerna, komponen empedu yang tidak
diserap dan cairan, semuanya diekstraksi oleh H2O dan garam dari
isi lumen di dalam kolon. (Sherwood, Lauralee., 2011)
a. Motilitas
Motilitas utama terjadi di kolon yaitu kontraksi haustra yang
dipicu ritmisitas autonom sel-sel otot polos kolon. Proses ini tidak
mendorong isi dalam usus melainkan mengaduk maju-mundur secara
perlahan sehingga isi tersebut terpajan ke mukosa penyerapan.
Beberapa saat setelah makan akan terjadi peningkatan motilitas dan
terjadi pergerakan massa yakni mendorong isi kolon kebagian distal
usus besar yang merupakan tempat penyimpanan sampai terjadi
defekasi. (Sherwood, Lauralee., 2011)
b. Sekresi
Usus besar tidak mengeluarkan enzim pencernaan apapun karena
telah selesai saat kimus menuju kolon. Terjadi sekresi kolon berupa
larutan mukus basa (NaHCO3) yang berfungsi melindungi mukosa
dari cedera mekanis dan kimiawi salah satunya dengan menetralkan
asam iritan yang dikeluarkan dari fermentasi bakteri lokal.
(Sherwood, Lauralee., 2011)
c. Absorpsi
Dalam keadaan normal, kolon dapat menyerap garam dan H2O.
Penyerapan natrium dilakukan secara aktif dan penyerapan klorida
secara pasif menuruni gradien listrik serta H2O secara osmotik.
Elektrolit serta vitamin K yang disintesis oleh bakteri kolon juga
diserap. (Sherwood, Lauralee., 2011)
11

2.1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus antara lain:
a. Hernia inkarserata :
Usus masuk dan terjepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg.
Namun, jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam
waktu 8 jam, harus diadakan herniotomi segera.
b. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di
mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya
disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan
puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian
obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing berisiko tinggi
untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
c. Non hernia inkarserata, antara lain :
a) Adhesi atau perlekatan usus
Adalah ketika pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
Dapat berupa perlengketanmungkin dalam bentuk tunggal maupun
multiple, bisa setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan
peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena
adhesi biasanya tidak disertai strangulasi.
b) Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan
agak jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak
sering bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik
kekolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum.
Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus
yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis
invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dandipastikan
12

dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema barium.


d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri,
maupun pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase
makanan terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum dan mudah
mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama
karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan
obstruksi usus. Hal ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke usus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu
empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan
obstruksi. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah
karsinoma, ter utama pada daerahrektosigmoid dan kolon kiri distal.
13

2.1.4 Patofisologi

Sumber; https://www.scribd.com/, diunduh 2021


Gambar 2.4 Pathway Obstruksi Usus

Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen


usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan
intralumen,yang menurunkan penyerapan air dan natrium dari lumen
ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan gangguan
penyerapan usus merupakan sumber utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan
ekstrasel yang mengakibatkan syok hipotensi, pengurangan curah
jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik,
bakteremia dan sepsis.
Beberapa tanda radiologik yang khas untuk ileus obstruktif adalah
14

pengumpulan gas dalam lumen usus yang melebar, penebalan valvulae


coniventes yang memberi gambaran fish bone appearance,
pengumpulan cairan dengan gambaran khas air-fluid level. Pada
obstruksi yang cukup lama, beberapa air fluid level memberikan
gambaran huruf U terbalik.
Pasien-pasien dengan ileus obstruksi umumnya datang dengan rasa
nyeri yang hebat dan memerlukan penanganan yang segera. Oleh itu,
evaluasi terhadap keadaan umum pasien dan pertolongan pertama
untuk menyamankan pasien sebaik mungkin. Dari aspek anestesi
pasien ditentukan mengikut ASA. Tujuan utama anestesi pada kasus
ileus obstruksi adalah untuk mengurangi rasa nyeri dan memberikan
sedasi yang optimal untuk bedah laparatomi yang bakal dijalankan.
Selain itu, ahli anestesi juga berperan memperbaiki dehidrasi dan
lainlain kelainan hemodinamik yang dijumpai pada pasien.
Pemeriksaan awal pada pasien ileus obstruksi meliputi ABCD
yaitu: Airway : Pastikan jalan nafas bebas dengan menilai, 1 buka
mulut 3 jari, jarak hiomental 3 jari dari dasar mandibular , jarak
tirohioid 2 jari diantara kartilago tiroid dan hyoid. 2 menilai ukuran
lidah dan rongga oral ( mallampati) yang dibagi 4 kelas yaitu, kelas 1 :
terlihat palatum durum, palatum mole, seluruh tonsil dan uvula. Kelas
2 : terlihat palatum mo;e, palatum durum, bagian atas tonsil dan uvula,
kelas 3 : palatum durum, palatum mole dan dasar uvula terlihat, kelas
4: adanya tingkat kesulitan jalan nafas, sehingga intubasi sulit.Lalu
pasang selang oksigen 2-4 l/i). Breathing – RR yang meningkat adalah
tanda awal dari acidosis maupun hipoksia. Takipnoe bisa disebabkan
oleh nyeri, anxietas atau pireksia. Periksa saturasi oksigen dan awasi
RR secara regular. Circulation – Pantau nadi, tekanan darah, T/V yang
cukup atau tidak, dan capillary refill time. Periksa akral untuk perfusi
perifer. Tentukan derajat dehidrasi. Pasang iv kanule Disability –
Menilai status mental pasien (Sembiring, S. 2017)

2.1.5 Tanda dan Gejala


a) Mekanik sederhana – usus halus atas
15

Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi,


muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b) Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus
meningkat, nyeri tekan abdomen.
c) Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul
terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising
usus, nyeri tekan abdomen.
d) Obstruksi mekanik parsial
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan.
e) Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising
usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau
vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah (Margaretha Novi
Indrayani, 2013).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan
penyebab misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok,oliguri
dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan
kelebihan cairan diusus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang
disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi
perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi
sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai
bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi
flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut
bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan
atau massa yang abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi
kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar terutama
16

berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada


perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut
yang tidak pada tempatnya misalnya pembesaran setempat karena
peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun
kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada
sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah
membesar.
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang
berfungsi (bising usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin
terdengar sangat keras dan bernada tinggi, atau tidak terdengar
sama sekali.
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan
terjadi hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit.
Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak,terlentang dan
lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus
kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian
kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk
melakukan pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan
colok dubur dan barium inloop) untuk mencari penyebabnya.
Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.
Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting
dalam mendiagnosis secara awal ileus obstruktifus secara dini.
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada
urinalisa, berat jenis bisa meningkat dan ketonuria yang
menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis metabolik. Leukosit
normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan
sudah terjadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan
elektrolit.
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan
diagnosa ileus obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi
tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar perlu untuk melihat
distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara
dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon
17

terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak
tampak.
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan
multiple air fluid level,distensi usus bagian proksimal, absen dari
udara kolon pada obstruksi usus halus. Obstruksi kolon biasanya
terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran
haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada
gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi menunjukkan
gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.
Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan
pemeriksaan bariumkontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan
spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung
dilakukan biopsi.
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus
obstruktif dilakukan foto abdomen 2 posisi. Yang dapat
ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain:

1. Ileus obstruksi letak tinggi :


- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di
ileocecal junction) dankolaps usus di bagian distal
sumbatan.
- Coil spring appearance - Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step
ladder sign)
2. Ileus obstruksi letak rendah :
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak
pada tepi abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan
pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi
usus yang menyeluruhdari gaster sampai rectum.

Gambaran radiologis obstruksi usus dibandingkan dengan ileus


18

paralitik :

Gambar 2.6.1 Obstruksi Usus . Tampak coil spring dan herring bone
appearance

Gambar 2.6.2 Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan

2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Maulana, Razi. 2011 tujuan utama penatalaksanaan
obstruksi usus adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi
untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu
diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan
kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah
sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah,
mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi).
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan
elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah
keadaanoptimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada
19

obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan


dan konservatif.
2. Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah
dilakukan bila :-Strangulasi- Obstruksi lengkap-Hernia inkarserata-
Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter).
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal
cairan dan elektrolit.Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal
dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa
pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik.

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu dari komponen
dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh
perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi usaha
pengumpulan data tentang status kesehatan seorang klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan
(Arif Muttaqin, 2020). Pengkajian di kamar operasi meliputi
pengkajian pre operatif, intraoperative dan post operatif.
a. Pre Operatif
Pengkajian pasien pada fase pre operatif secara umum
dilakukan untuk menggali permasalahan pada pasien sehingga
perawat dapat melakukan intervensi yang sesuai dengan kondisi
pasien (Arif Muttaqin, 2020).
1) Pengkajian Umum
Pada pengkajian pasien di unit rawat inap, poliklinik, bagian
bedah sehari, atau unit gawat darurat dilakukan secara
komprehensif di mana seluruh hal yang berhubungan dengan
pembedahan pasien perlu dilakukan secara seksama.
20

a) Identitas pasien : pengkajian ini diperlukan agar tidak terjadi


duplikasi nama pasien. Umur pasien sangat penting untuk
diketahui guna melihat kondisi pada berbagai jenis pembedahan.
Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat identitas pasien.
b) Jenis pekerjaan dan asuransi kesehatan : diperlukan sebagai
persiapan finansial yang sangat bergantung pada kemampuan
pasien dan kebijakan rumah sakit tempat pasien akan menjalani
proses pembedahan
c) Persiapan umum : persiapan informed consent dilakukan sebelum
dilaksanakannya tindakan
2) Riwayat kesehatan
Pengkajian riwayat kesehatan pasien di rawat inap, poliklinik,
bagian bedah sehari, atau unit gawat darurat dilakukan perawat
melalui Teknik wawancara untuk mengumpulkan riwayat yang
diperukan sesuai dengan klasifikasi pembedahan
a) Riwayat alergi : perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap
berbagai obat yang mungkin diberikan selama fase intraoperatif
b) Kebiasaan merokok, alcohol, narkoba : pasien perokok memiliki
risiko yang lebih besar mengalami komplikasi paru-paru pasca
operasi, kebiasaan mengonsumsi alcohol mengakibatkan reaksi
yang merugikan terhadap obat anestesi, pasien yang mempunyai
riwayat pemakaian narkoba perlu diwaspadai atas kemungkinan
besar untuk terjangkit HIV dan hepatitis
c) Pengkajian nyeri : pengkajian nyeri yang benar memungkinkan
perawat perioperative untuk menentukan status nyeri pasien.
Pengkajian nyeri menggunakan pendekatan P (Problem), Q
(Quality), R (Region), S (Scale), T (Time).
3) Pengkajian psikososiospiritual
a) Kecemasan praoperatif : bagian terpenting dari pengkajian
kecemasan perioperative adalah untuk menggali peran
orangterdekat, baik dari keluarga atau sahabat pasien. Adanya
sumber dukungan orang terdekat akan menurunkan kecemasan
b) Perasaan : pasien yang merasa takut biasanya akan sering
bertanya, tampak tidak nyaman jika ada orang asing memasuki
21

ruangan, atau secara aktif mencari dukungan dari teman dan


keluarga
c) Konsep diri : pasien dengan konsep diri positif lebih mampu
menerima operasi yang dialaminya dengan tepat
d) Citra diri : perawat mengkaji perubahan citra tubuh yang pasien
anggap terjadi akibat operasi. Reaksi individu berbeda-beda
bergantung pada konsep diri dan tingkat harga dirinya
e) Sumber koping : perawat perioperative mengkaji adanya
dukungan yang dapat diberikan oleh anggota keluarga atau
teman pasien.
f) Kepercayaan spiritual : kepercayaan spiritual memainkan
peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan ansietas
g) Pengetahuan, persepsi, pemahaman : dengan mengidentifikasi
pengetahuan, persepsi, pemahaman, pasien dapat membantu
perawat merencanakan penyuluhan dan tindakan untuk
mempersiapkan kondisi emosional pasien.
h) Informed consent : suatu izin tertulis yang dibuat secara sadar
dan sukarela oleh pasien sebelum suatu pembedahan dilakukan
4) Pemeriksaan fisik
Ada berbagai pendekatan yang digunakan dalam melakukan
pemeriksaan fisik, mulai dari pendekatan head to toe hingga
pendekatan per system. Perawat dapat menyesuaikan konsep
pendekatan pemeriksaan fisik dengan kebijakan prosedur yang
digunakan institusi tempat ia bekerja. Pada pelaksanaannya,
pemeriksaan yang dilakukan bisa mencakup sebagian atau
seluruh system, bergantung pada banyaknya waktu yang tersedia
dan kondisi preoperatif pasien. Fokus pemeriksaan yang akan
dilakukan adalah melakukan klarifikasi dari hasil temuan saat
melakukan anamnesis riwayat kesehatan pasien dengan system
tubuh yang akan dipengaruhi atau memengaruhi respons
pembedahan.
5) Pemeriksaan diagnostik
Sebelum pasien menjalani pembedahan, dokter bedah akan
meminta pasien untuk menjalani pemeriksaan diagnostic guna
22

memeriksa adanya kondisi yang tidak normal. Perawat


bertanggung jawab mempersiapkan dalam klien untuk menjalani
pemeriksaan diagnostic dan mengatur agar pasien menjalani
pemeriksaan yang lengkap. Perawat juga harus mengkaji
kembali hasil pemeriksaan diagnostic yang perlu diketahui
dokter untuk membantu merencanakan terapi yang tepat.
b. Intra Operatif
Pengkajian intraoperatif secara ringkas mengkaji hal-hal yang
berhubungan dengan pembedahan . Diantaranya adalah validasi
identitas dan prosedur jenis pembedahan yang akan dilakukan, serta
konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi
(Arif Muttaqin, 2020). Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya
operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat
fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi local
ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang
perlu dikaji adalah :
1) Pengkajian mental, bila pasien diberi anastesi lokal dan pasien
masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan
prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya danmemberi
dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur
tersebut.
2) Pengkajian fisik, tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan
maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut
kepada ahli bedah).
3) Transfusi dan infuse, monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urin, normalnya pasien akan mengeluarkan urin
sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
c. Post Operatif
Pengkajian pascaanastesi dilakukan sejak pasien mulai
dipindakhan dari kamar operasi ke ruang pemulihan. Pengkajian di
ruang pemulihan berfokus pada jiwa pasien (Arif Muttaqin, 2020).
1) Status respirasi, meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman
pernafasaan, kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori, meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna
23

kulit.
3) Status neurologis, meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan, meliputi : keadaan drain dan terdapat pipa yang harus
disambung dengan sistem drainage.
5) Kenyamanan, meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
6) Keselamatan, meliputi : diperlukan penghalang samping tempat
tidur, kabel panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau
dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan, meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan,
kelancaran cairan.
8) Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
9) Nyeri, meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor
yang memperberat /memperingan.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosis keperawatan merupakan hasil akhir dari pengkajian
yang dirumuskan atas dasar interpretasi data yang
tersedia.diagnosis keperawatan dapat dikomunikasikan kepada
rekan sejawat atau tenaga kesehatan lainnya, dimana perawatan
yang diberikan perawat kepada pasien berfokus pada kebutuhan
individual pasien. Sebuah diagnosis keperawatan dapat berupa
masalah kesehatan yang bersifat aktual yang secara klinis jelas dan
potensial dimana factor-faktor resiko dapat mengancam kesehatan
pasien secara umum (Dinarti dkk., 2013).
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi
kesehatan atau proses keidupannya yang menyebabkan klien
mengalami masalah kesehatan. Tanda atau gejala mayor dan minor
dapat ditemukan dan divalidasi pada klien. Metode penulisan
diagnosis ini dilakukan pada diagnosis aktual terdiri atas masalah,
penyebab dan tanda atau gejala. Diagnosis keperawatan yang
ditegakkan dalam asuhan keperawatan pada post operasi laparatomi
adalah hipotermia yang merupakan suatu keadaan suhu tubuh
dibawah rentang normal, dengan faktor penyebab yaitu suhu
24

ruangan yang rendah (PPNI, 2018a).


2.2.3 Intervensi keperawatan
Proses perencanaan meliputi perumusan tujuan dan
menentukan intervensi-intervensi yang tepat. Proses ini dimulai
dengan membuat daftar semua masalah pasien dan mencari
masukan dari pasien atau keluarganya tentang penentuan tujuan
akhir yang dapat diterima dan dapat dicapai secara rasional.
Pernyataan tujuan akhir harus dinyatakan dalam bentuk pernyataan
yang dapat diukur, yang secara objektif menunjukkan
perkembangan terhadap pemecahan masalah yang ditemukan
(Dinarti, dkk., 2013).
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan dan kriteria hasil dari diagnosa keperawatan hipotermia
dengan mengambil luaran keperawatan termoregulasi menurut
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) (PPNI, 2018c)
adalah :
1) Menggigil menurun (menggigil atau gemetaran pada pasien
tidak terlalu keras)
2) Pucat menurun (warna bibir dan wajah tidak pucat)
3) Suhu tubuh membaik (36,5o c-37,5o c)
b. Intervensi
Intervensi yang dapat dirumuskan sesuai dengan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia menurut (PPNI, 2018b)
yaitu : Manajemen Hipotermia
1) Observasi:
a. Monitor suhu tubuh
b. Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar suhu
lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
penurunan laju metabolism, kekurangan lemak subkutan)
c. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (mis. Hipotermia
ringan, takipnea, disatria, menggigil, hipertensi, diuresis;
Hipotermia sedang: aritmia, hipotensi, apatis, koahulopati,
reflex menurun; hipotermia berat: oliguria, reflex
menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)
25

2) Terapeutik:
a) Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu ruangan)
b) Ganti pakaian dan/linen yang basah
c) Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut menutup kepala,
pakaian tebal)
d) Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis, selimut hangat)
e) Lakukan penghangatan aktif internal (mis. Infus cairan
hangat)
3) Edukasi:
a) Anjurkan makan/minum hangat

2.2.4 Implementasi keperawatan

Pada tahap ini, perawat harus melakukan tindakan keperawatan


yang ada dalam rencana keperawatan. Tindakan dan respon pasien
tersebut langsung dicatat dalam format tindakan keperawatan.
Dalam format implementasi keperawatan yang harus
didokumentasikan adalah tanggal dilakukannya tindakan, waktu,
nomor diagnosis, implementasi dan respon, paraf dan nama terang
perawat (Dinarti, dkk., 2013). Adapun implementasi yang dapat
dilakukan sesuai dengan perencanaan yaitu:
a. Memonitor suhu tubuh
b. Mengidentifikasi penyebab hipotermia
c. Memonitor tanda dan gejala akibat hipotermia
d. Menyediakan lingkungan yang hangat (mis. Atur suhu
ruangan, inkobator
e. Mengganti pakaian dan/linen yang basah
f. Melakukan penghangatan pasif (mis. Selimut menutup kepala,
pakaian tebal)
g. Melakukan penghangatan aktif eksternal (mis. selimut hangat)
h. Lakukan penghangatan aktif internal (mis. Infus cairan hangat)

2.2.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap


diagnosis keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnosis
26

keperawatan meliputi data subjektif (S), data objektif (O), analisa


permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P)
berdasarkan hasil analisa data diatas. Evaluasi ini juga disebut
evaluasi proses. Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu
evaluasi formatif atau pernyataan formatif atau biasa juga dikenal
sebagai evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera
timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan dan yang kedua
yaitu intervensi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu evaluasi respon
(jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana
penilaian terhadap perkembangan kemajuan kea rah tujuan atau
hasil akhir yang diinginkan (Dinarti, dkk., 2013). Adapun hasil
yang diharapkan yaitu:
a. Menggigil menurun (menggigil atau gemetaran pada pasien
tidak terlalu keras)
b. Pucat menurun (warna bibir dan wajah tidak pucat)
c. Suhu tubuh membaik (36,5o c-37,5o c) .
27

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA OBSTRUKSI USUS KASUS TN. S

3.1 Pengkajian
Data Profil Objek

Klien bernama Tn. S berusia 30 tahun, dengan nomor rekam


medik 01140295, jenis kelamin laki-laki , beragama Islam, belum
menikah, pekerjaan pegawai swasta, pendidikan terakhir SMA
dan bertempat tinggal di Jatiwarna, Pondok Melati, Bekasi.
Sumber informasi dari pasien, keluarga dan status rekam medik.
Pasien masuk RSUD Bekasi pada 20 Januari 2021.
Gambaran Kasus

Keluhan utama pasien saat dilakukan pengkajian tanggal 21


Januari 2021, nyeri kram perut di daerah abdomen dengan skala
nyeri 7, perut terasa kembung dan mual, demam, kadang flatus,
sulit BAB dan nafsu makan minum menurun. Pasien mual, tidak
selera makan, perut terasa begah, berat badan turun 2 kg,
makanan habis ½ porsi. Pasien mengatakan minum dalam sehari
kurang lebih 1 ½ liter. pasien mengatakan muntah sekali dirumah.
Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan data: Keadaan umum:
sedang, kesadaran: compos mentis, pasien meringis sambil
memegang bagian yang nyeri perut . Tekanan darah: 120/80
mmHg, nadi: 100 x/menit, pernafasan: 25 x/menit, Suhu: 36.3 oC.
28

BB saat ini: 60 kg, BB sebelum sakit: 62 Kg, tinggi badan 165


cm. Makanan yang di sajikan habis ½ porsi, Lingkar lengan: 24
cm, lingkar perut: 90 cm. Pemeriksaan auskultasi: Peristaltik (+),
bising usus 8 x/menit, palpasi: Perut kembung.
Pemeriksaan penunjang tanggal 21 Januari 2021: Pemeriksaan
Sinar x abdomen: menunjukkan gas atau cairan di dalam usus,
Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara
atau lipatan sigmoid yang tertutup.

3.1.1 Data Dasar

No. Register : 01140295


Tanggal Pengkajian : 31 Maret 2021
Ruangan : Mawar 4
Diagnosa Medis : Obstruksi usus

DATA DASAR

A. Identitas Pasien/Keluarga
Inisial Nama Pasien : Tn.S
Tanggal/Jam masuk RS : 20 januari 2021
Tanggal Lahir : 24 maet 1978
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jatiwarna, Pondok Melati,
Bekasi.
Riwayat kesehatan : a.) Awal serangan
Perut klien terasa sakit.
b.) Uraian Keluhan Utama
Keluhan utama pasien saat
dilakukan pengkajian tanggal 21 Januari 2021, nyeri kram
perut di daerah abdomen dengan skala nyeri 7, perut terasa
kembung dan mual, demam, kadang flatus, sulit BAB dan
nafsu makan minum menurun. Pasien mual, tidak selera
29

makan, perut terasa begah, berat badan turun 2 kg, makanan


habis ½ porsi. Pasien mengatakan minum dalam sehari kurang
lebih 1 ½ liter.

3.1.2 Pola Kebiasaan


Pola Kebiasaan
Hal yang Dikaji Sebelum Sakit Saat di Rumah
Sakit
Pola Nutrisi
Frekuensi makan : …. 3×/sehari 1
x/hari ,
5

×
/
h
a
r
i
Nafsu makan : baik/tidak B M
a e
i n
k u
r
u
n
Porsi makan yang B S
dihabiskan a e
n d
y i
a k
k i
t
Makanan yang tidak disukai D D
u u
r r
i i
a a
n n
Makanan yang membuat Tidak ada T
alergi i
d
a
k

a
d
30

Pola Kebiasaan
Hal yang Dikaji Sebelum Sakit Saat di Rumah
Sakit
a
Makanan pantangan T T
i i
d d
a a
k k

a a
d d
a a
Makanan diet T Tidak ada
i
d
a
k

a
d
a
Penggunaan obat-obatan T T
sebelum makan i i
d d
a a
k k

a a
d d
a a
Penggunaan alat bantu T T
(NGT, dll) i i
d d
a a
k k
Pola Eliminasi BAK
Frekuensi
Warna 5×/hari 5×/hari
Keluhan Kuning jernih Kuning jernih
Penggunaan alat bantu kateter
Tidak ada Tidak ada

Tidak Tidak
Pola Eliminasi BAB
Frekuensi
Waktu 3×/hari 3×/hari
(pagi/siang/m
Kuning Kuning kecoklatan
alam/tidak
31

Pola Kebiasaan
Hal yang Dikaji Sebelum Sakit Saat di Rumah
Sakit
tentu kecoklatan Semi padat
Warna Semi padat Tidak ada
Tidak ada
Konsistensi Tidak
Keluhan Tidak
Penggunaan Laxatif : ya / tidak
Pola personal Hygiene
Frekuens
i mandi 2×/hari 2×/hari
Frekuens 2×/hari 2×/hari
i oral
3×/Minggu 3×/Minggu
Hygiene
Frekuens
i cuci
rambut
Pola Istirahat dan Tidur
1jam /hari 1 jam/hari
Lama tidur siang : … jam/hari
Nonton tv Nonton tv
Kebi
asaan
sebel
um
tidur:
Pola Aktivitas dan Latihan
Waktu bekerja : Sudah tidak Sudah tidak
bekerja bekerja
Olahraga : ya / tidak
Fre Iya
kuen Tidak
si
olahr 1×/minggu
aga : Nyeri saat Tidak
…… melakukan Nyeri saat
x/mi
aktivitas berjalan melakukan
nggu
aktivitas berjalan
Kel
uhan
dala
m
berak
32

Pola Kebiasaan
Hal yang Dikaji Sebelum Sakit Saat di Rumah
Sakit
tivita
s
Kebiasaan Yang Mempengaruhi Kesehatan
Merokok: Ya/Tidak Iya Tidak
Frekuensi ………/Lama 5×/hari Tidak
Tidak Tidak
Kebiasaan penggunaan NAPZA

3.1.3 Data Fokus

Data Objektif Data Subjektif


1.) pasien meringis sambil memegang 1.) Pasien mengatakan nyeri kram perut di
bagian yang nyeri perut. daerah abdomen dengan skala nyeri 7.

2.) Tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 2.) Pasien


100 x/menit, pernafasan: 25 x/menit,
mengatakan perut
Suhu: 36.3oC. BB saat ini: 60 kg, BB
sebelum sakit: 62 Kg, tinggi badan 165 cm. terasa kembung dan
mual, demam,
3.) Pemeriksaan
kadang flatus, sulit
auskultasi:
BAB dan nafsu
Peristaltik (+), bising
makan minum
usus 8 x/menit,
menurun. Pasien
palpasi: Perut
mual, tidak selera
kembung.
makan, perut terasa
4.) Pemeriksaan penunjang tanggal 21
begah, berat badan
Januari 2021: Pemeriksaan Sinar x
turun 2 kg, makanan
abdomen: menunjukkan gas atau cairan di
habis ½ porsi. Pasien
dalam usus, Barium enema menunjukkan
mengatakan minum
kolon yang terdistensi, berisi udara atau
dalam sehari kurang
lipatan sigmoid yang tertutup.
lebih 1 ½ liter.
3.) pasien mengatakan muntah sekali
dirumah

3.1.4 Data Penunjang


33

Pemeriksaan Nilai
Rujuk

tanggal 21
Januari Pemeriksaan Rontgen thorax kesan:
2021
Cor dan pulmo dalam batas normal.

CT SCAN :
menunjukkan gas atau cairan di dalam
usus, Barium enema menunjukkan
kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.

Rontgen Abdomen :
menunjukkan gas atau cairan di dalam
usus, Barium enema menunjukkan
kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.

3.1.5 Analisa Data


N : No. Register :
a 01140295
m T
a n
.
p
a S
s /
i
e 3
n 0

/ t
a
u h
m u
34

u
r n
R
u
a
n
g
a
n

N
o
.

K
a
m
a
r : ………….

No DATA ETIOLOGI MASALAH


1. Nyeri Agen pencedera fisik Nyeri Akut
S: Sumber : Hal 172 Sumber : Hal 172
(SDKI) (SDKI)
- Pasien mengatakan nyeri kram
D.0077 D.0077
perut di daerah abdomen dengan
skala nyeri 7, perut terasa kembung
dan mual, demam, kadang flatus,
sulit BAB dan nafsu makan minum
menurun.
- Pasien mual, tidak selera makan,
perut terasa begah, berat badan
turun 2 kg, makanan habis ½ porsi.
Pasien mengatakan minum dalam
sehari kurang lebih 1 ½ liter.
O:
- Pasien terlihat meringis sambil
memegang bagian yang nyeri perut.
- Pemeriksaan auskultasi: Peristaltik
(+), bising usus 8 x/menit, palpasi:
Perut kembung
- Observasi TTV:
a) Tekanan darah: 120/80 mmHg
b) Nadi: 100 x/menit
c) Pernafasan: 25 x/menit
d) Suhu: 36.3oC
2. DS : - Obstruksi intestinal Risiko
35

Sumber : Hal 87 (SDKI Ketidakseimbangan


DO :
- Klien terlihat ) D.0036 cairan
pada Sumber : Hal 87
Pemeriksaan
inspeksi (SDKI ) D.0036
permukaan
Abdomen.
- auskultasi:
Peristaltik (+),
- bising usus 8
x/menit.
- palpasi:Perut
kembung,
nyeri tekan di
rasakan pada
Abdomen.
.

3. Nutrisi: Ketidakmampuan Resiko defisit nutrisi


mengabsorbsi nutrien
S:
Sumber : Hal 56
- Pasien mual, tidak selera makan, (SDKI)
perut terasa begah, berat badan Sumber : Hal 56 D.0019
turun 2 kg (SDKI)
- Pasien mengatakan minum dalam D.0019
sehari kurang lebih 1 ½ liter
O:
- Makanan yang di sajikan habis ½
porsi
- BB saat ini: 60 kg, BB sebelum sakit:
62 Kg (Turun 2kg)
- Pemeriksaan auskultasi: Peristaltik
(+), bising usus 8 x/menit, palpasi:
Perut kembung
- Observasi TTV:
a) Tekanan darah: 120/80 mmHg
b) Nadi: 100 x/menit
c) Pernafasan: 25 x/menit
d) Suhu: 36.3oC
Pemeriksaan auskultasi: Peristaltik (+),
bising usus 8 x/menit
4. DS : Kecemasan Disfungsi Motilitas
- Merasa mual
- Nyeri/kram Sumber : Hal 60 gastrointestinal
abdomen ( SDKI ) D.0021 Sumber : Hal 60
36

DO : ( SDKI ) D.0021
- Muntah
- Distensi
abdomen

3.2 Diagnosa Keperawatan


N
a
m :
a
T
p n
a .
s S
i /
e
n 4
3
/
T
u a
m h
u u No. Register :
r n 000111
R
u
a
n
g
a
n

N
o
.

K
a
m
a
r : ………….
37

No Dx Keperawatan Tanggal Tanggal Teratasi Paraf dan


Ditemukan Nama
Perawat
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisik 21 Januari 2021 22 Januari 2021 Niluh Ayu
(SDKI: D.0077)

2. Risiko Ketidakseimbangan cairan 21 Januari 2021 22 Januari 2021 Nanda Aisha


b.d Obstruksi intestinal
(SDKI : D.0036)
3. Risiko Defisit Nutrisi b.d 21 Januari 2021 22 Januari 2021 Niluh Ayu
Ketidakmampuan mengarbsorbsi
nutrien (SDKI: D.0019)

4. Disfungsi Motilitas gastrointestinal 21 Januari 2021 22 Januari 2021 Nanda Aisha


b.d Kecemasan ( SDKI : D.0021)

3.3 Perencanaan Keperawatan

N
a
m
a :

p T
a n
s .
i S
e /
n 4
3
/
t
u a
m h
u u No. Register :
r n 000111
R : Mawar no4
u
a
n
g
a
n
38

N
o
.

K
a
m
a
r

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Rencana Tindakan Paraf dan


Keperawatan Hasil Nama
Perawat
1. Nyeri akut b.d Tujuan Observasi Paraf
agen pancedera Setelah dilakukan
fisiologis tindakan keperawatan  Identifikasi Niluh ayu
( SDKI : D.0077) 2×24 jam nyeri akut lokasi,karakteristik,
teratasi. D
u
Kriteria hasil : r
a. ambang nyeri 1 a
b. klien sudah tampak s
lebih nyaman dan i
tenang. ,
c. ttv sudah tampak f
lebih normal
r
TD: 120/80 mmHg
e
N : 78×/ menit
Rr ; 18× / menit k
S : 37˚ C u
e
n
s
i
,

K
u
a
l
i
t
a
s
,
39

i
n
t
e
n
s
i
t
a
s
N
y
e
r
i
.
 Identifikasi skala
nyeri.
 Identifikasi respon
nyeri non verbal.

Terapeutik
 Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
 kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
 fasilitas istirahat
tidur.
Eduka
si
 Jelaskan
penyebab,periode,
dan pemicu nyeri.
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
 Ajarkan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri.
Kaloborasi
40

 Kaloborasi
pemberian analgetik
kalau perlu.
2. RisTujuan Obse Paraf
ikoSetelah dilakukan rvasi:
Kettindakan keperawatan • Niluh ay
ida2×24 jam
kseKetidakseimbangan Monit
imcairan teratasi. or
ban status
gan hidras
Kriteria hasil : i
cair
1. Asupan makanan (Frek
an
meningkat uensi
b.d
2. Asites Menurun nadi,
Ob
3. Tekanan darah Keku
str
uks
membaik atan
i
120/80 mmHg nadi,a
4.Denyut nadi radial kral,p
int
membaik 78×/menit engisi
esti
an
nal kapile
(S r,kele
DKI mbap
: D. an
00 muko
36) sa,tug
or
kulit,t
ekana
darah
)

Monit
or
berat
badan
harian

Monit
or
hasil
pemer
iksaa
n
labola
toriu
41

m
(Hem
atokri
t)

Tera
peuti
k:

Berik
an
asupa
n
cairan
,sesua
i
kebut
uhan

Catat
intake
-
outpu
t dan
hitun
g
balan
s
cairan
24
jam

Berik
an
cairan
intrav
ena,ji
ka
perlu.

Kolab
orasi:

Kolab
orasi
42

pemb
erian
diuret
ik,jika
perlu

3. Risiko Defisit Tujuan Observasi Paraf


Nutrisi b.d Setelah dilakukan
tindakan keperawatan  M
Ketidakmampuan 2×24 jam Defisit nutrisi on Niluh ayu
mengabsorbsi teratasi. ito
Nutrien r
( SDKI : D.0032) Kriteria hasil : as
a. Porsi makanan dan up
minum yang dihabiskan an
meningkat. da
n
b. Nafsu makan ke
membaik
lu
ar
c. bising usus membaik
ny
a
m
ak
an
an
da
n
cai
ra
n
se
rt
a
ke
bu
tu
ha
n
ka
lor
i
Terapeutik

 Ti
43

m
ba
ng
be
ra
t
ba
da
n
se
ca
ra
ru
tin
 La
ku
ka
n
ko
nt
ra
k
pe
ril
ak
u(
mi
s,t
ar
ge
t
be
ra
t
ba
da
n)
 Re
nc
an
ak
an
pr
og
44

ra
m
pe
ng
ob
at
an
un
tu
k
pe
ra
w
at
an
dir
u
m
ah
Edukasi

 An
jur
ka
n
m
e
m
bu
at
ca
ta
ta
n
ha
ria
n
te
nt
an
g
pe
ra
sa
45

an
da
n
sit
ua
si
pe
mi
cu
pe
ng
el
ua
ra
n
m
ak
an
an
.
 Aj
ar
ka
n
ke
te
ra
m
pil
an
ko
pi
ng
un
tu
k
pe
ny
el
es
ai
an
m
as
46

al
ah
pe
ril
ak
u
m
ak
an
.
Kolaborasi

 Ka
lo
bo
ra
si
de
ng
an
ah
li
giz
i
te
nt
an
g
ta
rg
et
be
ra
t
ba
da
n,
ke
bu
tu
ha
n
ka
lor
47

i
da
n
pil
ih
an
m
ak
an
an
.

4. Disfungsi Motilitas Tujuan Observasi : Paraf


Setelah dilakukan  In
gastrointestinal
tindakan keperawatan de
2×24 jam Disfungsi Niluh ayu
b.d Kecemasan nti
( SDKI : D.0021) Motilitas fik
Gastrointestinal asi
teratasi. fa
kt
Kriteria hasil : or
a. Nyeri menurun ya
ng
b. kram abdomen m
menurun e
m
c. mual dan muntah pe
menurun ng
ar
d. Distensi abdomen uh
menurun i
as
e. suara peristaltik up
menurun an
giz
i.
 M
on
ito
r
m
ua
l
da
n
48

m
un
ta
h.
 M
on
ito
r
ha
sil
la
bo
lat
ori
u
m.

Terapeutik :
 Ti
m
ba
ng
be
ra
t
ba
da
n.
 Uk
ur
an
tr
op
o
m
et
rik
ko
m
po
sis
i
tu
bu
h.
 Hi
tu
49

ng
pe
ru
ba
ha
n
be
ra
t
ba
da
n.
 D
ok
u
m
en
ta
sik
an
ha
sil
pe
m
an
ta
ua
n.

Edukasi :
 Jel
as
ka
n
tuj
ua
n
da
n
pr
os
ed
ur
pe
m
an
ta
50

ua
.
 Inf
or
m
asi
ka
n
ha
sil
pe
m
an
ta
ua
n.

3.4 Implementasi Keperawatan


N
a
m
a

p
a
s
i
e
n
:
/
T
u n
m .
u S
r . No. Register :
R : Mawar No4
u
a
n
g
a
n

N
51

o
.

K
a
m
a
r

No Dx Hari/Tanggal/Jam Tindakan dan Respon Respon Paraf dan


Keperawatan Nama
Perawat
Dx Kep 1 Mengukur tanda-tanda RS: - Paraf
vital
RO: Nanda
R/: Suhu aisha
36,6▫C, nadi
128x/ menit,
TD100/
70mmHg,
Pernafasan
07.30 Wib 22x/mnt

10.00 Wib pemberian Paracetamol RS : - Paraf

RO: Nanda
Pemberian aisha
obat melalui
oral
Dx Kep 1 Merawat infus Tn S RS : - Paraf

RO : Plester Niluh ayu


baru
terpasang
tidak ada
darah

15.00 Wib

Pemberian Paracetamol RS :- Paraf

RO : Niluh ayu
52

Pemberian
obat melalui
oral

2021

18.00 Wib

No Dx Hari/Tanggal/J Tindakan dan Respon Respon Paraf dan


Keperawa am Nama
tan Perawat
Dx kep 2 Kamis, 21 Mengukur tanda-tanda vital RS : - Paraf
Januari 2021
RO : Nanda
07.40 Wib R/: Suhu Aisha
36,6▫C, nadi
128x/ menit,
TD100/
70mmHg,
Pernafasan
22x/mnt

Dx Kep 2 Jum`at 22 Melepas infus Tn S RS ; - Paraf


Januari 2021
RO : Infus Niluh ayu
18.00 Wib terlepas dari
tangan pasien

No Dx Hari/Tanggal/J Tindakan dan Respon Respon Paraf dan


Keperawa am Nama
tan Perawat
Dx kep 3 Kamis,21 Mengganti cairan infus Tn s RS : - Paraf
Januari 2021
RO :
10.00 Wib RL Terpasang Nanda
20 tetes/detik aisha

10.15 Wib Pemberian Omeprazole RS : - Paraf

Ro : Pemberian Nanda
obat melalui aisha
intravena
Dx Kep 3 Jum`at, 22 Melepas infus Tn S RS : - Paraf
53

Januari 2021
RO : Infus Niluh ayu
18.00 Wib terlepas dari
tangan pasien

No Dx Hari/Tanggal/J Tindakan dan Respon Respon Paraf dan


Keperawa am Nama
tan Perawat
Dx Kep 4 Kamis, 21 Merawat infus Tn S Ro : - Paraf
Januari 2021
Rs : : Plester Niluh ayu
10.00 Wib baru terpasang
tidak ada darah

Jum`at 22 Melepas infus Tn S Ro : - Paraf


Januari 2021
Rs : Infus Niluh ayu
12.00 Wib terlepas dari
tangan pasien

3.5 Evaluasi Keperawatan

No. Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi Paraf dan


Keperawatan Nama
Perawat
1. 22 Januari Nyeri akut b.d S:
2021 Klien mengatakan rasa nyeri Paraf
Agen pancedera
sedikit berkurang
Pk.10.00 Wib fisiologis
O: Niluh ayu
( SDKI D.0077)
•pasien terlihat sudah tidak
meringis
• TD : 120 / 80 mmHg
• N : 100x / menit
• RR : 20x / menit
• S : 37⁰ C

A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
1.) berikan obat Pereda nyeri
( Paracetamol)
2.) Kaji yang meningkatkan nyeri
54

3.) Kaji ambang/skla nyeri


4.) Kaji TTV
5.) Kompres bagian nyeri dengan
air hangat.

2. 22 Januari Nyeri akut b.d S:


2021 Klien mengatakan rasa nyeri Paraf
Agen pancedera
sedikit berkurang
18.00 Wib fisiologis
O: Niluh ayu
( SDKI D.0077)
• Keadaan umum baik
• Rasa nyeri pasien
berkurang (pasien terlihat sudah
tidak meringis)
• TD : 120 / 80 mmHg
• N : 100x / menit
• RR : 20x / menit
• S : 37⁰ C

A:
Masalah sebagian teratasi

P:
Intervensi dihentikan

No. Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi Paraf dan


Keperawatan Nama
Perawat
3. 21 Januari Risik
S: - Paraf
2021 o
Pk.14.00 Wib Ketid
O: Nanda Aisha
aksei
- Tidak ada
mbanperubah
gan an warna
cairakulit
n • TD : 120 / 80 mmHg
Obstr
• N : 100x / menit
uksi
• RR : 20x / menit
intes
• S : 37⁰ C
tinal
- Asupan
( SDKI : D. 0036) makan
mening
kat

A:
55

Masalah
belum
teratasi

P:
Intervensi
dilanjutk
an
1.) Kaji Asupan makan
2.) Kaji TTV

4. 22 Januari Risik
S: -
2021 o
Ketid
O: Paraf
21.00 Wib aksei
- Tidak ada
mbanperubah Nanda Aisha
gan an warna
cairakulit
n • TD : 120 / 80 mmHg
Obstr
• N : 100x / menit
uksi
• RR : 20x / menit
intes
• S : 37⁰ C
tinal
- Asupan
( SDKI : D. 0036) makan
mening
kat

A:

Masalah
teratasi

P:
Intervensi dihentikan

No. Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi Paraf dan


Keperawatan Nama
Perawat
5. 21 Januari Risiko Defisit S: Paraf
Pk.14.00 Wib Klien mengatakan nafsu makan
Nutrisi b.d
Sedikit membaik dan rasa mual Niluh ayu
Ketidakmampuan sedikit berkurang.
mengabsorbsi
56

Nutrien (SDKI O:
• Keadaan umum baik
D.0032)
• Pola makan klien sudah
teratur
• TD : 120 / 80 mmHg
• N : 100x / menit
• RR : 20x / menit
• S : 37⁰ C
A:
Masalah belum teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan

1.) Identifikasi dan batasi


makanan yang menimbulkan
mual.
2.) Kaloborasi dalam pemberian
analgetik.
3.) Anjurkan makan sedikit tapi
sering.
4.) Beri makanan ringan yang
disukai
5.) Timbang BB tiap hari

6. 22 Januari Risiko Defisit S: Paraf


2021 Klien mengatakan nafsu makan
Nutrisi b.d
membaik dan sudah tidak mual.
Ketidakmampuan O: Niluh ayu
13.00 Wib • Keadaan umum baik
mengabsorbsi
• Pola makan klien sudah
Nutrien (SDKI mulai teratur
• TD : 120 / 80 mmHg
D.0032)
• N : 78x / menit
• RR : 18x / menit
• S : 37⁰ C

A:
Masalah nutrisi teratasi

P:
Intervensi dihentikan

No. Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi Paraf dan


Keperawatan Nama
57

Perawat
7. 21 Januari Disfungsi S:- Paraf
2021
Motilitas
O: Nanda Aisha
Pk.14.00 Wib gastrointestinal - Pasien
sudah
b.d Kecemasan tidak
( SDKI : D.0021) terlihat
nyeri
- Pasien
sudah
tidak
terlalu
kram
abdom
en
- Mual
dan
muntah
tidak
terlalu
sering

A : Masalah sebagian teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
1.) Kaji Mual dan muntah
2.) Kaji Kram abdomen
3.) Kaji Nyeri

8. 22 Januari Disfungsi S:- Paraf


2021
Motilitas
O: Nanda Aisha
13.00 Wib gastrointestinal - Pasien
sudah
b.d Kecemasan tidak
( SDKI : D.0021) terlihat
nyeri
- Pasien
sudah
tidak
terlihat
kram
abdom
en
- Pasien
58

sudah
tidak
Mual
dan
muntah

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obstruksi usus merupakan gangguan aliran normal isi usus sepanjang saluran usus.
Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya
mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar
dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat.
Penyebab terjadinya ileus obstruksi pada usus halus adalah hernia inkaserta,
askariasis, non hernia inkaserta, volvulus, tumor, dan batu empedu yang masuk ke usus.
Pada pemeriksaan diagnostik pasien obstruksi usus dapat dilakukan dengan x-ray atau foto
polos abdomen.

3.2 Saran
 Kepada para pembaca kami menyarankan beberapa hal agar
menjaga kesehatan agar tidak terjadi tandn dan gejala obstruksi
usus yang memperburuk keadaan seperti:
1.      Gaya hidup (life style) memberikan pengaruh yang sangat
besar dalam menjaga kesehatan, jika kita ingin mendapatkan
kehidupan yang sehat harus dimulai dari gaya hidup yang
sehat pula
2.      Makanan yang mengandung nilai gizi seimbang akan
memperkecil risiko terjangkitnya penyakit pada sistem
pencernaan
59

3.      Kita harus memperhatikan kebersihan makanan yang akan


kita makan, karena bila makanan yang dikonsumsi telah
terkontaminasi oleh bakteri, maka akan menimbulkan
berbagai jenis penyakit pada tubuh kita

DAFTAR PUSTAKA

Alfi Wahyudi, A. S. (2020). Angka Kejadian Ileus Obstruktif Pada


Pemeriksaan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada,
145-151.

Alisabella, A. (2018). Pathway Ileus Obstruktif. Diambil kembali dari


https://www.scribd.com/document/391089065/PATH
WAY-Ileus-Obstruktif

Chahayaningrum, T. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Ileus


Obstruksi. Nursing, ileus obstruction and laparotomy,
1-13.

Dewi, K. F. P. (2020). Karakteristik Ileus Obstruktif di RSUP Dr.


Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2018. Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin
Dewi, N. P. A. S. (2021). Obstruksi Usus. Diambil kembali dari
Poltekkes Denpasar: http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/7525/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf
60

Indrayani, M. N. (2013). Diagnosis dan Tata Laksana Ileus Obstruktif.


Ileus obstructive, 1-21.

Nisa, N. (2020). Anatomi Usus Halus dan Usus Besar. Diambil


kembali dari Repository UM Surabaya:
http://repository.um-surabaya.ac.id/4293/3/BAB_2.pdf

Maulana, Razi. 2011. Ileus Obstruktif


http://razimaulana.wordpress.com.
Sembiring, S. (2017, November). Anestesi pada Kasus Ileus Obstruksi
dengan Teknik. Nommensen Journal of Medicine, 3,
100-105.

"Obstruksi atau kelumpuhan usus yang mencegah perjalanan ke depan


dari isi usus" (Febiola, K, 2020)
"Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan
industri" (Kemenkes, 2019)
"Kejadian obstruksi usus sering didahului dengan munculnya gejala
klinis pada sistem gastroinstestinal" (Saputra, 2018)
"Usus halus dan usus besar merupakan bagian terpanjang pada saluran
cerna"(Kumar V, 2015).
"Obstruksi usus halus merupakan hambatan pasase usus yang terjadi
pada usus halus disebut sebagai obstruksi saluran cerna
tinggi..." (Sjamsuhidajat, 2014; Warsinggih, 2018)
"Obstruksi usus adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak
bisa disalurkan ke distal..." (Ida Ratna, Nurhidayati,
2015)
"Obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran isi usus" (MedLine Plus, 2018)
"Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan dalam sistem
pencernaan berada di usus halus" (Sherwood, 2011)
"Usus besar terletak dari ujung distal ileum sampai anus dan ukuran
pada orang dewasa sekitar 1,5 meter" (Drake et al ,
2014)
"Bagian-bagian usus besar" (Drake et al , 2014)
61

"Fungsi utama usus besar untuk menyimpan feses sebelum defekasi."


(Sherwood, Lauralee., 2011)
"Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif adalah..."
(Sembiring, 2017)
"Gejala berkembang dengan cepat..." (Margaretha Novi Indrayani,
2013)
"Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi"
(Maulana, Razi, 2011)
"Pengkajian keperawatan merupakan suatu dari komponen dari proses
keperawatan yaitu..." (Arif Muttaqin, 2020)
"Diagnosis keperawatan merupakan hasil akhir dari pengkajian yang
dirumuskan atas..." (Dinarti dkk., 2013)
"Diagnosis keperawatan yang ditegakkan dalam asuhan keperawatan
pada post operasi laparatomi adalah" (PPNI, 2018)
"Dalam format implementasi keperawatan yang harus
didokumentasikan adalah..." (Dinarti, dkk., 2013)
"Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosis
keperawatan"(Dinarti, dkk., 2013)

Anda mungkin juga menyukai