PEMBAHASAN
Klasifikasi pasien
Minimal Parsial Total
No. Pagi Sore Malam pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1. 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2. 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3. 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
Dsb
Sumber : Dauglas ( 1984 ).
Rumus menurut Douglas
Contoh :
Suatu ruang rawat dengan 22 pasien (3 pasien dengan klasifikasi minimal, 14 pasien
dengan klasifikasi parsial, dan 5 pasien dengan klasifikasi total), maka jumlah perawat
yang dibutuhkan untuk jaga pagi ialah:
3 x 0,17 = 0,51
14 x 0,27 = 3,78
5 x 0,36 = 1,80
Jumlah = 6,09 → 6 orang
Jadi rata-rata tenaga yang dibutuhkan untuk tiga shift adalah 7 perawat. Berarti
kebutuhan
untuk satu ruanagan adalah 7 perawat+1 Karu+3 Katim+2 cadangan = 13 perawat
Jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan pada pagi, sore dan malam sesuai dengan tingkat
ketergantungan pasien berdasarkan katagori
Klasifikasi pasien
Minimal Parsial Total
No. Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
1. 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2. 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3. 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
4 0,68 0,56 0,28 1,08 0,60 0,40 1,44 1,20 0,80
5 0,85 0,70 0,35 1,35 0,75 0,50 1,80 1,50 1,00
6 1,02 0,84 0,42 1,62 0,90 0,60 2,16 1,80 1,20
7 1,19 0,98 0,49 1,89 1,05 0,70 2,52 2,10 1,40
8 1,36 1,12 0,56 2,16 1,70 0,80 2,88 2,40 1,60
9 1,53 1,26 0,63 2,43 1,35 0,90 3,24 2,70 1,80
10 1,70 1,40 0,70 2,70 1,50 1,00 3,60 3,00 2,00
11 1,87 1,54 0,77 2,97 1,65 1,10 3,96 3,30 2,40
12 2,04 1,68 0,84 3,24 1,80 1,20 4,32 3,60 2,60
13 2,21 1,82 0,91 3,51 1,95 1,30 4,68 3,90 2,80
14 2,38 1,96 0,98 3,78 2,10 1,40 5,04 4,20 3,00
15 2,55 2,10 1,05 4,05 2,25 1,50 5,40 4,50 3,20
16 2,72 2,24 1,12 4,32 2,40 1,60 5,76 4,80 3,40
17 2,89 2,38 1,19 4,59 2,55 1,70 6,02 5,10 3,60
18 3,06 2,52 1,26 4,86 2,70 1,80 6,48 5,40 3,80
19 3,23 2,66 1,33 5,13 2,85 1,90 6,84 5,70 4,00
20 3,40 2,80 1,40 5,40 3,00 2,00 7,20 6,00 4,20
21 3,57 2,94 1,47 5,67 3,15 2,10 7,56 6,30 4,40
22 3,74 3,08 1,54 5,94 3,30 2,20 7,92 6,60 4,60
23 3,91 3,22 1,61 6,21 3,45 2,30 8,28 6,90 4,80
24 4,08 3,36 1,68 6,48 3,60 2,40 8,64 7,20 5,00
25 4,25 3,50 1,75 6,75 3,75 2,50 9,00 7,50 5,00
26 4,42 3,64 1,82 7,02 3,90 2,60 9,36 7,80 5,20
27 4,59 3,78 1,85 7,29 4,05 2,70 9,72 8,10 5,40
28 4,76 3,92 1,96 7,59 4,20 2,80 10,08 8,40 5,60
29 4,93 4,06 2,03 7,83 4,35 2,90 10,14 8,70 5,80
30 5,10 4,20 2,10 8,10 4,50 3,00 10,80 9,00 6,00
31 5,27 4,34 2,17 8,37 4,65 3,10 11,16 9,30 6,20
32 5,44 4,48 2,24 6,64 4,80 3,20 11,52 9,60 6,40
33 5,61 4,62 2,31 8,91 4,95 3,30 11,88 9,90 6,60
34 5,78 4,76 2,38 9,18 5,10 3,40 12,24 10,20 6,80
35 5,96 4,90 2,45 9,45 5,25 3,50 12,60 10,50 7,00
36 6,13 5,04 2,52 9,72 5,40 3,60 12,96 10,80 7,20
37 6,30 5,18 2,59 9,99 5,55 3,70 13,32 11,10 7,40
38 6,47 5,32 2,66 10,26 5,70 3,80 13,68 11,40 7,80
39 6,64 5,46 2,73 10,53 5,85 3,90 14,04 11,70 8,00
40 6,81 5,60 2,80 10,80 6,00 4,00 14,40 12,00 8,20
41 6,96 5,74 2,87 11,07 6,15 4,10 14,76 12,30 8,40
42 7,15 5,88 2,94 11,34 6,30 4,20 15,12 12,60 8,60
43 7,32 6,02 3,01 11,61 6,45 4,30 15,48 12,90 8,80
44 7,45 6,16 3,08 11,88 6,60 4,40 15,84 13,20 9,00
45 7,66 6,30 3,15 12,15 6,75 4,50 16,20 13,50 9,20
46 7,83 6,44 3,22 12,42 6,90 4,60 16,56 13,80 9,40
47 8,00 6,58 3,29 12,69 7,05 4,70 16,90 14,10 9,60
48 8,17 6,72 3,36 12,96 7,20 4,80 17,26 14,40 9,80
49 8,34 6,86 3,43 13,23 7,35 4,90 17,62 14,70 10,00
50 8,51 7,00 3,50 13,50 7,62 5,05 17,98 15,00 10,20
51 8,68 7,14 3,57 13,77 7,77 5,20 18,34 15,30 10,40
Sumber : Dauglas ( 1984 )
Klasifikasi Pasien
Dari hasil perhitungan jumlah perawat per shift, maka total perawat ideal yang
dibutuhkan di ruangan melati adalah, sbb:
Total perawat = ∑ perawat shift pagi + ∑ perawat shift sore + ∑ perawat shift malam
= 3,83 + 2,51 + 1,58
= 7,92
Berarti total perawat yang dibutuhkan di ruang penyakit dalam adalah 8 orang.
Untuk mengantisipasi perawat yang tidak bisa masuk atau off , jumlah perawat
ditambah 25% total perawat.
Maka total perawat yang dibutuhkan adalah 8 + 2 = 10. Sehingga total perawat yang
dibutuhkan adalah 10 orang.
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (faktor koreksi) dengan:
Menambah perawat libur (loss day) dan tugas non keperawatan.
Loss Day = jumlah minggu dlm 1 th + cuti + hari besar x keb.tenaga
Jumlah hari kerja efektif/th
Jumlah kebutuhan tenaga = kebutuhan tenaga + faktor koreksi(loss day +tugas non kep.)
AxBxC F
= = H
(C – D) x E G
Ket:
- A : Jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan/hari
jumlah jam perawatan langsung + perawatan tidak langsung + penyuluhan klien
jumlah klien
Contoh:
Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah
sakit A yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata
klien yang dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria klien yang dirawat tersebut
adalah 5 orang dapat melakukan perawatan minimal, 5 orang perlu diberikan
perawatan sebagian, dan 5 orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat
pendidikan perawat yaitu, SPK dan D III Keperawatan. Hari kerja efektif adalah 6
hari perminggu. Berdasarkan situasi tersebut maka dapat dihitung jumlah
kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah sbb:
a. Menentukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien
perhari, yaitu:
- Minimal care, 5 orang klien : 5 x 2 jam = 10
jam
- Parsial care, 5 orang klien : 5 x 3 jam = 15
jam
- Total care, 5 orang klien : 5 x 6 jam = 30
jam
- Keperawatan tidak langsung 15 orang klien : 15 x 1 jam = 15
jam
- Pendidikan kesehatan 15 orang klien : 15 x 0,25 jam = 3,75
jam
Total jam keperawatan secara keseluruhan 73,75
jam
b. Menentukan jumlah jam keperawatan per klien/hari = 73,75 jam / 15
klien = 4,9 jam
c. Menentukan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan pada ruangan
tersebut adalah langsung dengan menggunakan rumus (Gillies, 1994) diatas,
sehingga didapatkan hasil sbb:
%CM X ∑ perawat X 12 Minggu X 6 hari X jam kerja yang diperlukan per hari
Jadi, 50% x 14 x 12 x 6 x 8 = 1,67 = 2 perawat
301 x 8
Hari kerja efektif per tahun x jam kerja per hari
Dengan demikian kita peroleh rencana jumlah tenaga perawat yang diperlukan
dalam 1 tahun untuk 1 ruang rawat berkapasitas X TT sebanyak :
Jadi, jumlah perawat yang bekerja perhari = 15 orang x 4,4 jam : 7 jam = 9,4 = 9
perawat
e. Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan
ketentuan menurut Warstler (dalam Swansburg, 1990, h. 71).
Proporsi dinas pagi 47%, sore 36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di atas
jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift adalah:
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara sederhana terdapat beberapa
poin penting tentang dimensi mutu pelayanan keperawatan yaitu:
a. Tangible (bukti langsung) :
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian,
dan kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan; kelengkapan, kesiapan
dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan kerapian serta kebersihan
penampilan perawat.
b. Reliability (keandalan) :
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana ‘dapat
dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatanyang ‘konsisten’.
Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah : prosedur
penerimaan pasien yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat;
jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian makan,
obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak berbelat belit.
c. Responsiveness (ketanggapan) :
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan
memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada
persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien merupakan
hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam pelayanan
keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan informasi yang
jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat membantu pasien dalam hal
beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien;
dan tindakan perawat cepat pada saat pasien membutuhkan.
d. Assurance (jaminan kepastian) :
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjami pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin
akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian
dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen : ‘kompetensi’, yang berkaitan
dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan; ‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari
sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai
tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin
pelayanan yang diberikan kepada pasien aman.
e. Emphaty (empati) :
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien
secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat
diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada setiap
pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya; perawatan diberikan kepada
semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain.
Berkaitan dengan kasus, pengendalian mutu yang harus dilakukan oleh perawat
harus berfokus pada acuan-acuan JCI dan dimensi-dimensi pengendalian mutu di atas.
Perawat harus menjadi dapat dipercaya, dapat diandalkan, responsive, dan dapat
diandalkan dalam segala sesuatu sertankompeten di bidangya. Mutu pelayanan
keperawatan jika dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan
outcome, maka mutu pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan
antara berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan keperawatan.
Selain itu mengingat pada kasus terdapat banyak pasien dengan penyakit infeksi,
kronik, maupun akut, manajemen risiko harus diperhatikan secara ketat oleh perawat
untuk mencegah terjadinya injuri, maupun infeksi nosokomial terjadi. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam manajemen resiko diantaranya adalah : 1) menciptakan
hubungan yang baik antara perawat dan klien, 2) Pahami kebijakan instusi dan proses
yang berlaku, 3) Dokumentasi tindakan keperawatan : faktual, menunjuk waktu, runtut,
nama dan paraf, 4) Jaminan keamanan klien, 4) Laporan kejadian khusus (incident).
Dalam memfasilitasi jaminan keamanan pada pasien/klien, unsure-unsur penting yang
harus dilakukan dalam memberikan pelayanan keperawatan adalah : 1) Cegah dari
potensi bahaya fisik dan lindungi martabat klien, 2) Kesiapan alat-alat pendukung
tindakann dan pemakaian secara proper, 3) Lakukan setiap tindakan sesuai standar.
Mutu pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat)
sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang
berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta
kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan
keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien. Oleh
karena itu pengendalian mutu sangatlah penting demi menjaga profesionalisme asuhan
keperawatan.
2.2 Pengarahan
2.2.1 Hakekat dan Konsep Pengarahan
Pengarahan adalah suatu proses penugasan berupa pesanan ataupun instruksi
yang menyebabkan staf/ tenaga kerja memahami apa yang diharapkan oleh manajer
yang berisi pedoman serta pandangan dalam bekerja sehingga staf dapat berperan secara
efektif dan efisien dalam mencapai objektif organisasi (Swansburg, 1999). Pengarahan
juga dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan
manajerial dan usaha. Dalam pengarahan fungsi kepemimpinan manajer untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan
lingkungan kerja yang sehat serta dinamis sangat diperlukan. Pemberian instruksi,
tugas, dan pengarahan dapat membuat personel atau staf mengerti tentang apa yang
diharapkan dari mereka.
Pengarahan merupakan fungsi manajemen sangat penting, karena masing-masing
orang yang bekerja di dalam suatu organisasi mempunyai kepentingan yang berbeda-
beda. Supaya kepentingan yang berbeda-beda tersebut tidak saling bertabrakan satu
sama lain, maka pimpinan perusahaan harus dapat mengarahkannya untuk mencapai
tujuan perusahaan. Tujuan pokok dari pengarahan adalah agar kegiatan-kegiatan dan
orang-orang yang melakukan kegiatan yang telah direncanakan tersebut dapat berjalan
dengan baik dan tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang memungkinkan tidak
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2003).
Supaya pengarahan yang diberikan menjadi efektif, seorang manajer perlu
memperhatikan beberapa hal, diantaranya instruksi yang diberikan haruslah lengkap,
dapat dimengerti, saat memberikan pengarahan manajer perlu memberikan penekanan
untuk hal-hal yang penting, berbicara dengan jelas dan tidak cepat supaya instruksi yang
diberikan dapat dimengerti dengan jelas oleh staf yang diberikan pengarahan. Selain itu,
manajer perlu memberikan pengarahan yang dapat diterima logika, dan tidak
memberikan arahan yang terlalu banyak pada satu waktu, dan pastikan instruksi yang
diberikan dilakukan dengan benar.
b) Manajemen Waktu
Manajemen waktu dapat diartikan sebagai pengoptimalan kinerja waktu yang
dimiliki. Terdapat tiga langkah dasar dalam memanajemen waktu, yaitu:
Penggunaan waktu untuk merencanakan dan menentukan prioritas
Selesaikan tugas yang paling prioritas kapanpun jika memungkinkan dan
selesaikan satu tugas sebelum memulai tugas yang baru
Reprioritas berdasarkan tugas-tugas yang tersisa dan berdasarkan setiap
informasi terbaru yang didapatkan.
Seorang manajer yang harus membagi waktu dan energinya, dapat membagi
setiap tindakannya dalam tiga tahap sederhana, yaitu kegiatan yang tidak harus
digunakan, kegiatan yang akan dilakukan nanti, dan kegiatan yang harus dilakukan
sekarang. Setiap tindakan yang akan dilakukan akan disusun dalam bentuk list
tindakan. Dari list ini akan dapat dilihat evaluasi setiap tindakan yang berhasil
dilakukan dan yang tidak. Oleh karena itu, akan ada perubahan prioritas, selama hal
itu akan terus mendatangkan perbaikan.
Penyusunan prioritas dalam memanajemen waktu oleh kepala ruangan sangatlah
penting untuk menyeimbangkan antara manajemen pelayanan dan manajemen
asuhan keperawatan. Kepala ruangan akan berusaha menyusun waktu sedemikian
rupa sehingga seluruh perawat yang berada di bawah lingkupnya juga akan memiliki
pengaturan waktu yang baik. Manajemen waktu yang baik akan menunjukkan
bagaimana kepala ruangan mampu mengatur setiap lini di bawahnya dan menggiring
setiap stafnya mengikuti alur waktu yang telah disusunnya, mendidik dan
mengembangkan sikap disiplin, dan penghargaan terhadap waktu.
c) Delegasi dan Supervisi
Delegasi
Manajer harus belajar melepaskan tugas-tugas tertentu kepada orang-orang yang
ia pimpin agar ia tidak mengerjakan segala sesuatu sendiri. Pendelegasian yang
dilakukan oleh seorang pemimpin memungkinkan dia dapat berbuat banyak hal
melalui staf terhadap orang lain yang membutuhkannya. Pendelegasian sebagai
bagian dari penggerakkan atau pengarahan dalam suatu organisasi sangat penting
artinya guna menyelesaikan setiap pekerjaan yang menuntut untuk segera
diselesaikan dan tidak untuk ditunda lagi. Delegasi merupakan pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk melaksanakan tugas
tertentu agar dapat berfungsi secara efisien.
Manfaat dilakukannya pendelegasian adalah untuk memaksimalkan efektifitas
karyawan, mempercepat pengambilan keputusan, dan/ atau dapat membuat
keputusan yang lebih baik. Delegasi yang baik tergantung dari keseimbangan antara
3 komponen utama yaitu; tanggung jawab, kemampuan dan wewenang. Kelebihan
dilakukannya pendelegasian adalah meningkatkan bawahan untuk tumbuh dan
berkembang bahkan dapat digunakan sebagai alat belajar dari kesalahan.
Pendelegasian dalam praktek keperawatan profesional adalah, bagaimana kepala
ruangan mengembangkan dan memberdayakan perawat pelaksana secara personal
dan profesional untuk menyelesaikan tugas-tugas dengan cara menyerahkan tugas
dan wewenang sesuai kecakapan, kemampuan dan dedikasi perawat pelaksana dalam
mencapai tujuan organisasi.
Supervisi
Supervisi merupakan bagian dari fungsi directing (pengarahan) dalam fungsi
manajemen yang berperan untuk mempertahankan agar segala kegiatan yang telah
diprogramkan dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Supervisi secara langsung
memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan/ permasalahan
dalam pelaksanaan tugasnya. Pengawasan adalah proses pengarahan, memandu, dan
mempengaruhi capaian kinerja individu dari suatu tugas atau aktivitas. Tanpa
melakukan supervisi maka akan sulit untuk menjaga dan mempertahankan mutu
asuhan keperawatan, karena masalah-masalah yang terjadi di ruangan tidak dapat
diketahui hanya melalui informasi yang diberikan perawat pelaksana.
Supervisi klinis adalah suatu proses profesional mendukung dan belajar di mana
perawat dibantu dalam mengembangkan praktek mereka melalui suatu diskusi
berkala dengan rekan sekerja yang banyak mengetahui dan berpengalama. Supervisi
adalah suatu proses kemudahan sumber-sumber yang diperlukan untuk penyelesaian
tugas-tugasnya. Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut memiliki bekal yang cukup untuk
dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik, sedangkan, tujuan
supervisi klinis adalah meningkatkan praktek keperawatan oleh karena itu perlu
untuk dipusatkan pada interaksi pasien-perawat.
Supervisi diarahkan pada kegiatan, mengorientasikan staf dan pelaksana
keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk
menimbulkan kesadaran dan pengertian akan peran dan fungsinya sebagai staf dan
difokuskan pada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksanaan
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Jadi agar seorang manajer
keperawatan mampu melakukan kegiatan supervisi secara benar, harus mengetahui
dasar dan prinsip-prinsip supervisi seperti hubungan profesional, perencanaan yang
matang , bersifat edukatif, memberikan rasa aman, dan membentuk suasana kerja
yang demokratis.
Supervisi perlu dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan bukan untuk mencari
kesalahan atau penyimpangan. Supervisi juga dilakukan terutama memberikan
bimbingan dan arahan untuk meningkatkan pemahaman perawat pelaksana dalam
menjalankan tugas dan tangung jawabnya memberikan pelayanan.
d) Manajemen Konflik
Konflik organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih anggota
organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka, atau
aktivitas kerja, dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, penilaian, atau
pandangan yang berbeda. Manajemen konflik berarti para manejer harus berusaha
menemukan cara untuk mengembangkan konflik dan kooperasi. Jenis-jenis konflik,
antara lain:
Konflik di dalam individu
Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap pekerjaan mana
yang harus dilakukannya, bila berbagi permintaan saling bertentangan atau bila
individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
Konflik antar individu dalam organisasi yang sama
Biasanya timbul akibat tekanan yang berhubungan dengan kedudukan atau
perbedaan-perbedaan kepribadian
Konflik antara individu dan kelompok
Konflik ini berhubungan dengan cara individu menganggapi tekanan untuk
keserangaman yang dipaksakan kelompok kerja mereka
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
Timbul karena adanya peretentangan kepentingan antar kelompok.
Konflik antar organisasi
Umumnya karena adanya bentuk persaingan ekonomi.
Metode-metode pengelolan konflik:
Metode stimulasi konflik
Metode ini digunakan untuk menimbulkan rangsangan kepada karyawan, karena
karyawan pasif yang disebabkan oleh situasi konflik yang terlalu rendah. Metode
stimulasi konflik meliputi: 1) pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam
kelompok 2) penyusunan kembali organisasi 3) penawaran bonus, pembayaran
insentif, dan penghargaan untuk mendorong persaingan 4) pemilihan menejer
menejer yang tepat 5) perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan
Metode pengurangan konflik
Metode ini mengurangi permusuhan yang ditimbulkan oleh konflik, dengan
mengelola tingkat konflik melalui “pendinginan suasana’, akan tetapi tidak
berurusan dengan masalah yang pada awalnya menimbuklan konflik. Langkah-
langkah dalam metode ini adalah: mengganti tujuan yang menimbulkan
persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima, dan mempersattukan
kelompok tersebut untuk menghadapi ancaman yang sama.
Metode penyelesaian konflik
Yaitu metode yang dipusatkan pada tindakan para menejer yang dapat secara
langsung mempengaruhi pihak-pihak yang bertentangan. Ada tiga langkah dalam
metode penyelesaian konflik ini antara lain: 1) dominasi dan penekanan yaitu
melalui kekerasan yang bersifat otokratik, penenangan yang lebih diplomatis,
penghindaran dan penentuan melalui suara terbanyak. 2) kompromi, menejer
mencari jalan keluar yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang saling berselisih
untuk menyelesaikan asalah yang terjadi. 3) pemecahan masalah secara
menyeluruh yaitu dimana antar kelompok yang mengalami konflik ditempatkan
pada suatu situasi dimana mereka bersama-sama berusaha mencari penyelesaian
masalah yang timbul yang dapat diterima semua pihak, manajer perlu mendorong
bawahannya agar bekerja sama agar mencapai tujuan bersama, melakukan
pertukaran gagasan secara bebas dan menekankan usaha-usaha pencairan
penyelesaian yang integratif.
Posisi kepala ruangan sangat penting dalam memanajemen konflik. Sebagai salah
satu pemilik jabatan tertinggi, maka seorang kepala ruangan harus mampu mengatur,
menengahi, dan menyelesaikan konflik yang terjadi. Setiap kepala ruangan
diharapkan mampu membentuk situasi yang mendukung semua staf untuk
berkembang dari setiap masalah yang dihadapi, menjadikan keadaan lebih baik
setelah masalah itu terjadi.
e) Komunikasi
Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen khususnya
pengarahan. Komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu kelancaran organisasi
dalam mencapai tujuannya. Para manajer mencurahkan sepertiga aktifitas mereka
untuk komunikasi rutin, menukar dan memproses informasi rutin. Akan tetapi yang
lebih penting lagi adalah penemuan bahwa aktifitas komunikasi memberi kontribusi
yang paling besar untuk manajer yang efektif. Komunikasi memperkuat motivasi
dengan menjelaskan ke para karyawan apa yang harus dilakukan, seberapa baik
mereka bekerja, dan apa yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang
dibawah standar. Kurangnya kerjasama adalah salah satu penyebab yang umum dari
salah pengertian atau kegagalan dalam komunikasi. Komunikasi yang terbuka dan
efektif dapat dianggap sebagai aset bagi sebuah organisasi.
Komunikasi dalam suatu organisasi kita kenal seperti komunikasi kebawah dan
komunikasi keatas. Proses komunikasi ke bawah (downward process). Tujuan proses
komunikasi ke bawah diidentifikasi menjadi 5 (Lima) tujuan dalam organisasi yaitu;
1) memberi arahan tugas khusus mengenai instruksi kerja; 2) memberi informasi
mengenai prosedur dalam praktek organisasi; 3) menyediakan informasi mengenai
pemikiran dasar pekerjaan; 4) memberitahu bawahan mengenai kinerja mereka; dan
5) menyediakan informasi ideologi guna memudahkan indoktrinasi tujuan. Tujuan
utama komunikasi kebawah adalah memberi saran, memberi tahu, mengarahkan,
memberi instruksi, dan mengevaluasi karyawan serta menyediakan informasi
mengenai sasaran dan kebijakan perusahaan kepada anggota organisasi. Komunikasi
kebawah adalah pola yang digunakan oleh pemimpin kelompok dan manajer untuk
menetapkan sasaran, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan
dan prosedur ke bawahan.
Komunikasi ke atas, secara formal terdapat juga dalam organisasi, akan tetapi
dalam prakteknya kecuali untuk kontrol umpan balik, sistem kebawah sesungguhnya
mendominasi sistem keatas. Cara terbaik dan termudah untuk mengembangkan
komunikasi keatas adalah manajer yang mengembangkan kebiasaan mendengarkan
dengan baik dan membangun sistem untuk mendengarkan. Komunikasi keatas adalah
komunikasi yang digunakan untuk memberikan umpan balik ke atasan,
menginformasikan pada mereka mengenai kemajuan sasaran, dan menyampaikan
masalah-masalah yang dihadapi
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fungsi komunikasi kepala ruangan dalam
praktek keperawatan adalah bagaimana kemampuan kepala ruangan dalam membina
komunikasi kebawah dan komunikasi keatas, bersifat terbuka, jujur, dan
menyampaikan pesan dengan jelas serta menanggapi perawat pelaksana dengan
positif agar tidak terjadi kesalahan komunikasi yang menghambat arus informasi dan
sekaligus mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
DAFTAR PUSTAKA:
Depkes Republik Indonesia, (2002). Standar Tenaga Keperawatan di Rumah Sakit, Dit
Jen Yanmed. cetakan 1. Depkes: Jakarta.
Gillies, D.A. (1994). Nursing management: A system approach. Third Edition.
Philadelphia: WB Saunders.
Harris, M. (1989). Quality assurance : administrative support. Maryland : Aspen
Publication.
Joint Commission intenational. (2011). Join Commission International Accreditation
Standard for hospital. Published on:
http://www.jointcommissioninternational.org.
Marquis, B.L., & Houston, C.J. (2006). Leadership roles and management function in
nursing: theory and application. Fifth edition. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Notoatmodjo, S. (2003). Pengembangan sumber daya manusia. Cetakan ketiga Jakarta:
Rineka cipta
Swansburg, R.C. & Swansburg, R.J. (1990). Introductory management and leadership
for nurses. Canada : Jones and Barlett Publishers
Swansburg, R.C., & Swansburg R.J. (1999). Introductory management and leadership
for clinical nurses. (2nd ed). Boston: Jones and Bartlett Publiser. Inc.
Tappen, Ruth.M. (1995). Nursing Leadership and Mangement: Concepts and Practice.
3rd edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Windy Rakhmawati. “Perencanaan Kebutuhan Tenaga Keperawatan di Unit
Keperawatan”.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/03/
perencanaan_kebutuhan_tenaga_kepewaratan.pdf (diakses pada tanggal 23
Oktober 2011, pukul 11.51 WIB)