S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SNAKE BITE ACUTE KIDNEY INJURY DI RUANG
ROE RSUD DR.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
Oleh :
NIM : 2021-01-14901-021
Puji Syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya mampu menyelesaikan penyusunan Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Snake Bite
Acute Kidney Injury di ruang ROE RSUD dr. Doris Silvanus Palangka Raya.
Adapun maksud dan tujuan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.
S Dengan Diagnosa Medis Snake Bite Acute Kidney Injury ini yaitu, untuk
mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ca Pa Snake Bite
Acute Kidney Injury serta untuk memenuhi tugas dalam menempuh pendidikan di
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1............................................................................................
1.1 Konsep Penyakit.................................................................
1.1.1 Definisi.......................................................................
1.1.2 Klasifikasi..................................................................
1.1.3 Etiologi.......................................................................
1.1.4 PATWAY...................................................................
1.1.5 Manifestasi Klinis......................................................
1.1.6 Tingkatan Ca Paru...................................................
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................
1.1.8 Penatalaksanaan Medis............................................
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan...................................
1.2.1 Pengkajian Keperawatan.........................................
1.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................
1.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................
1.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................
1.2.5 Evaluasi Keperawatan..............................................
BAB 2............................................................................................
2.1 Pengkajian.........................................................................
2.2 Diagnosa Medis..................................................................
2.3 Intervensi...........................................................................
2.4 Implementasi.....................................................................
2.5 Evaluasi..............................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Snake Bite
1.1.1.1 Definisi
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan
melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor
bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik
dan merusak lebih sedikit jaringan.
1.1.1.5 Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan
usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur.
Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein
yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh
darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida
bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban.
Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi
akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase
menyebabkan pelepasan bradikinin.
1.1.1.6
1.1.1.7 Patway
1.1.1.8 Komplikasi
1) Syok hipovolemik
2) Edema paru
3) Gagal nafas
4) Kematian
1.1.1.10 Penatalaksanaan
1) Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan
dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika
penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan
pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan
dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya,
lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna.
Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika
dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
2) Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan
uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit,
urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk
gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah
merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
3) Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
4) Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
5) Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila
syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
6) Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.
1.1.2 AKI
1.1.2.1 Definisi
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin
(SCr) > 0.3 mg/dL (> 25 µmol/L) atau meningkat sekitar 50% dan
adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris
et al, 2007).
Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan
hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme,
menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008).
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung
reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme
nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Brady et al, 2005).
1.1.2.2 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni:
1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%);
2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%);
3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal, ,~5%). Angka kejadian AKI sangat tergantung dari
tempat terjadiny AKI
1.1.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari AKI dapat dibagi menjadi komponen
mikrovaskular dan tubular, bentuk lebih lanjutnya dapat dibagi menjadi
proglomerular dan komponen pembuluh medulla ginjal terluar. Pada
AKI, terdapat peningkatan vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi
pada respon yang menunjukkan ginjal post iskemik. Dengan
peningkatan endhotelial dan kerusakan sel otot polos pembuluh,
terdapat peningkatan adhesi leukosit endothelial yang menyebabkan
aktivasi system koagulasi dan obstruksi pembuluh dengan aktivasi
leukosit dan berpotensi terjadi inflamasi.
Pada tingkat tubuler, terdapat kerusakan dan hilangnya polaritas
dengan diikuti oleh apoptosis dan nekrosis, obstruksi intratubular, dan
kembali terjadi kebocoran filtrate glomerulus melalui membrane polos
dasar. Sebagai tambahan, sel-sel tubulus menyebabkan mediator
vasoaktif inflamatori, sehingga mempengaruhi vascular untuk
meningkatkan kerjasama vascular. Mekanisme positif feedback
kemudian terjadi sebagai hasil kerjasama vascular untuk menurunkan
pengiriman oksigen ke tubulus, sehingga menyebabkan mediator
vasoaktif inflamatori meningkatkan vasokonstriksi dan interaksi
endothelial- leukosit (Bonventre, 2008).
1.2.3 Etiologi
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016)
penyebab Gangguan Rasa Nyaman adalah:
1) Gejala penyakit.
2) Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
3) Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan
4) pengetahuan).
5) Kurangnya privasi.
6) Gangguan stimulasi lingkungan.
7) Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi dan kemoterapi).
8) Gangguan adaptasi kehamilan.
Etiologi pada rasa aman nyeri yaitu ; Penggolongan nyeri yang sering
digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu dimensi yaitu berdasarkan
patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut
vs kronik).
1) Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya
stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan
menjadi nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri
somatik, bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri
somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit)
dan dalam (dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara
umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan
nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari
bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya
perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan
sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik
dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral
digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih
(nyerinya pada daerah lain).
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya
adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi
(herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat
dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu
sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan
polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan
central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak
bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila
terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri
hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral
akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat
membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada
nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang
persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan
digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting,
seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang
mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer,
timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi
struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral
yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana
serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.
2) Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang
kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan
dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau
organ visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera
jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan
respon autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari
dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang
mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan selesai.
Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang mengganggu tidur
dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif, serta menurunkan
kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya bermacam-macam dan
dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa kasus dapat timbul
secara de novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri kronik dapat berupa nyeri
nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen
akut dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda
dalam secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan strategi
penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena
penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi atau invasi ke
saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun radang yang
ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi,
efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi). (Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I,
dkk,2010)
1.2.6 Klasifikasi
1.2.6.1 Berdasarkan Sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh:
terkena ujung pisau atau gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama
daripada cutaneous. (contoh: sprain sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
1.2.6.2 Berdasarkan Penyebab
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak
disadari. (contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri
pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
1.2.6.3 Berdasarkan Lama/Durasinya
1) Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya
berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita
untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan
nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut
dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan.
2) Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar
waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat
tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri
akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi
masalah dengan sendirinya.
1.2.6.4 Berdasarkan Lokasi/Letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di
dekatnya (contoh: cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri
kanker maligna)
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang
(contoh: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang
lumpuh karena injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif
dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan
melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses
penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses
patologis pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem
saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease).
Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri:
a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi
khusus karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul
jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan
kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi
fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll.
b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat
terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak
datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf
perifer (seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera
medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnomalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh
respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus
sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini
yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri
dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui
mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan
sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri
adaptif, artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk
melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik
dan nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses
patologis terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul
meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis
atau rekuren, dan hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis
belum memberikan hasil yang memuaskan.
1.2.7.4 Implementasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Implementasi keperawatan dapat berbentuk:
1) Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
7) Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang mungkin
terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami.
1.2.7.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan.
4) Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau tidak,
atau adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.
1.2.7.6 Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari proses asuhan
keperawatan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat tahap-tahap
proses perawatan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi asuhan
keperawatan merupakan catatan penting yang dibuat oleh perawat baik dalam
bentuk elektronik maupun manual berupa rangkaian kegiatan yang dikerjakan
oleh perawat meliputi lima tahap yaitu: 1) pengkajian, 2) penentuan diagnosa
keperawatan, 3) perencanaan tindakan keperawatan, 4) pelaksanaan/implementasi
rencana keperawatan, dan 5) evaluasi perawatan.
Tujuan pendokumentasian keperawatan, antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai media untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien dan
kelompok.
2. Untuk membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim kesehatan
lainnya.
3. Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah
diberikan kepada klien.
4. Sebagai data yang dibutuhkan secara administratif dan legal formal.
5. Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan professional.
6. Untuk memberikan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan penelitian.
Komponen dokumentasi asuhan keperawatan yang konsisten harus meliputi
beberapa hal berikut ini:
1. Riwayat keperawatan yang terdiri dari masalah-masalah yang sedang terjadi
maupun yang diperkirakan akan terjadi.
2. Masalah-masalah yang aktual maupun potensial,.
3. Perencanaan serta tujuan saat ini dan yang akan datang.
4. Pemeriksaan, pengobatan dan promosi kesehatan untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Evaluasi dari tujuan keperawatan serta modifikasi rencana tindakan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara spesifik lingkup dokumentasi asuhan keperawatan secara spesifik
antara lain:
1. Data awal pasien berupa identitas diri, keluhan yang dirasakan.
2. Riwayat keperawatan dan pemeriksaan.
3. Diagnosis keperawatan yang ditetapkan.
4. Rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari rencana tindakan, tujuan,
rencana intervensi serta evaluasi dari tindakan keperawatan.
5. Pendidikan kepada pasien.
6. Dokumentasi parameter pemantauan dan intervensi keperawatan lain nya.
7. Perkembangan dari hasil yang telah ditetapkan dan yang diharapkan.
8. Evaluasi perencanaan.
9. Rasionalisasi dari proses intervensi jika diperlukan.
10. Sistem rujukan.
11. Persiapan pasien pulang.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail: stikesekaharap110@yahoo.com
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Sampit
Tgl MRS : 10 November 2021
Diagnosa Medis : Snake Bite Acute Kidney Injury
C. KEBUTUHAN DASAR
1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 78 x /menit, Pernapasan : 23 x /mnt, TD: 150/100 Kebiasaan minum : 400 CC /hari,
mmHg, Bunyi Nafas : Vesikuler, Respirasi : Teratur, jenis : Air putih
Kedalaman : -, Fremitus : -, Sputum : tidak ada, Sirkulasi Turgor kulit : baik
oksigen : Baik, .Dada tampak Simetris Mukosa mulut : lembab
Oksigen : 3 ltr/m nasal kanul, WSD : tidak ada, Riwayat Punggung kaki :Baik warna : -
Penyakit : Tidak ada, Lain – lain : Tidak ada Pengisian kapiler : <2 detik
Mata cekung : Tidak ada
Konjungtiva : - Sklera : -
Edema : Tidak ada
Distensi vena jugularis : -
Asites : Tidak ada Minum per NGT : -
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak
( dimulai tgl : - Jenis : - dipasang di : -)
Terpasang infuse : Iya
( dimulai tgl : 10 November 2021, Jenis : NaCl
0,9 % 20 tpm )
dipasang di : Tangan kiri)
Lain –lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan :
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kelebihan volume cairan
Ο Gg Perfusi Jaringan Ο dll
Ο dll
10. KEAMANAN
9. NEUROSENSORI
Rasa Ingin Pingsan /Pusing : - Alergi /sensitifitas : - reaksi : -
Stroke ( Gejala Sisa ) : - Perubahan sistem imun sebelumnya : -
Kejang : - Tife : - penyebabnya : -
Agra : - Frekuensi : - Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : -
Status Postikal : - Cara mengontrol : - Perilaku resiko tinggi : - periksaan : -
Status mental : - Waktu : Transfusi darah /jumlah : - Kapan : -
Tempat : - orang : - Gambaran reaksi : -
Kesadaran : - Riwayat cedera kecelakaan : -
Memori saat ini : - , yang lalu : - Fraktur /dislokasi sendi : -
Kaca mata : - Kotak lensa : - Artritis /sendi tak stabil : -
Alat bantu dengar : - Masalah punggung : -
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : - Perubahan pada tahi lalat : -
Facial Drop : - Kaku kuduk : - Pembesaran nodus : -
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : - Kekuatan Umum : -
Postur : - Kordinasi : - Cara berjalan : -
Refleks Patela Ki /Ka : - Rem : -
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : - Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : -
Kernig Sign : - Babinsky : -
Chaddock : - Brudinsky : -
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi
11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : - Aktif melakukan hubungan seksual : -
Penggunaan kondom : - Penggunaan kondom : -
Masalah – masalah /kesulitan seksual : - Masalah – masalah /kesulitan seksual : -
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : - Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : -
Wanita : Pria :
Usia Menarke : - thn, Lama siklus : - hari Rabas penis : - Gg Prostat : -
Lokasi : - Sirkumsisi : - Vasektomi : -
Periode menstruasi terakhir : - Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Menopause : - Payudara test : -
Rabas Vaginal : - Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Perdarahan antar periode : - Tanda ( obyektif )
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / Pemeriksaan : -
mammogram : - Payudara /penis /testis : -
Tanda ( obyektif ) Kutil genatelia/test : -
Pemeriksaan : -
Payudara /penis /testis : -
Kutil genatelia/test : -
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn seksualitas
12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL
Lama perkawinan : - thn, Hidup dengan : - Sosiologis : -
Masalah /Stress : - Perubahan bicara : Penggunaan alat bantu
Cara mengatasi stress : - komunikasi : -
Orang pendukung lain :- Adanya laringoskopi : -
Peran dalam struktur keluarga : - Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Masalah – masalah yang berhubungan dengan orang terdekat lain : -
penyakit /kondisi : - Psikologis : - Spiritual : -
Keputusasaan : - Kegiatan keagamaan : -
Ketidakberdayaan : - Gaya hidup : -
Lain – lain : - Perunahan terakhir : -
Lain – lain : -
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah
DIMININUM
OBAT DOSIS WAKTU SECARA TUJUAN
TERATUR
Inf.. NaCl 0,9% 20 tpm - Ya Merupakan cairan yang
mengandung natrium dan
clorida. Cairan ini digunakan
untuk menggantikan cairan
tubuh yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit,
dan menjaga tubuh agar tetap
terhidrasi dengan baik.
Inj. OMZ 1 x 40 15.00 Ya Omeprazole bermanfaat untuk
mg meringankan gejala sakit maag
dan heartburn yang
ditimbulkan oleh penyakit asam
lambung atau tukak lambung.
Obat ini juga membantu
penyembuhan kerusakan pada
jaringan lambung dan
kerongkongan.
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 mg 15.00, 03.00 Ya untuk mengatasi infeksi bakteri
gram negatif maupun gram
positif. Dosis ceftriaxone yang
diberikan biasanya berkisar
antara 1–2 gram per 12 atau 24
jam, tergantung pada penyakit
dan tingkat keparahan infeksi.
Inj. Antrain 3 x 1 mg 15.00, 23.00, Ya Untuk meringankan rasa sakit
06.00 terutam nyeri kolik dan sakit
setelah operasi.
Po. Ketocid 3 x 1 tab 06.00, 15.00, Ya untuk membantu memenuhi
23.00 kebutuhan asam amino dan
menjaga kesehatan
tubuh. Ketocid diberikan
bersama dengan diet tinggi
kalori rendah protein untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal
kronik pada kondisi retensi
terkompensasi atau
dekompensasi.
Po. Curvid 3 x 5 ml 06.00, 15.00, Ya suplemen yang mengandung
Syrup 23.00 Vitamin B1, vitamin B2, vitamin
B6, vitamin B12, Beta carotene,
dexpanthenol, curcuminoid, Ca
gluconate. Curvit digunakan
untuk membantu meningkatkan
nafsu makan. Curvit juga
digunakan untuk memenuhi
kebutuhan vitamin dalam tubuh.
2. Status Neurologis ;
I Nervus Olfaktorius : Saraf sensori untuk penghiduan
Penciuman Dapt mencium dengan baik, da dapat
membedakan berbagai bau.
3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Baik
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
- Bisep :-
- Trisep :-
- Radius :-
- Ulna :-
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer :-
e) Sensibilitas
Nyeri :-
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan :-
Kekuatan :-
b) Tonus :-
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella :
d) Refleks Patologis
- Babinsky :-
- Chaddock :-
- Gordon :-
- Oppenheim :
- Schuffle :-
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk :-
b) Brudzinksky I & II :-
c) Lassaque :-
d) Kernig Sign : -
b. DATA GENOGRAM
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga
d. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : Senin, 15 November 2021
Dosis
No. Nama Obat Indikasi
Pemberian
1 Inf.. NaCl 0,9% 20 tpm Merupakan cairan yang
mengandung natrium dan
clorida. Cairan ini digunakan
untuk menggantikan cairan
tubuh yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit,
dan menjaga tubuh agar tetap
terhidrasi dengan baik.
2 Inj. OMZ 1 x 40 mg Omeprazole bermanfaat untuk
meringankan gejala sakit maag
dan heartburn yang ditimbulkan
oleh penyakit asam lambung
atau tukak lambung. Obat ini
juga membantu penyembuhan
kerusakan pada jaringan
lambung dan kerongkongan.
3 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 mg untuk mengatasi infeksi bakteri
gram negatif maupun gram
positif. Dosis ceftriaxone yang
diberikan biasanya berkisar
antara 1–2 gram per 12 atau 24
jam, tergantung pada penyakit
dan tingkat keparahan infeksi.
4 Inj. Antrain 3 x 1 mg Untuk meringankan rasa sakit
terutam nyeri kolik dan sakit
setelah operasi.
5 Po. Ketocid 3 x 1 tab untuk membantu memenuhi
kebutuhan asam amino dan
menjaga kesehatan
tubuh. Ketocid diberikan
bersama dengan diet tinggi
kalori rendah protein untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal
kronik pada kondisi retensi
terkompensasi atau
dekompensasi.
6 Po. Curvid Syrup 3 x 5 ml suplemen yang mengandung
Vitamin B1, vitamin B2, vitamin
B6, vitamin B12, Beta carotene,
dexpanthenol, curcuminoid, Ca
gluconate. Curvit digunakan
untuk membantu meningkatkan
nafsu makan. Curvit juga
digunakan untuk memenuhi
kebutuhan vitamin dalam tubuh.
DO :
1. Klien tampak
meringis
2. Terpasang spalak
pada tangan sebelah
kanan.
3. Klien tampak
melindungi tangan
kanan yang terpasang
spalak
4. Klien tampak
merintih
5. TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 110 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,7 °C
PRIORITAS MASALAH
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI