Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAAL BEDAH PADA TN.

S DENGAN
DIAGNOSA MEDIS SNAKE BITE ACUTE KIDNEY INJURY DI RUANG
ROE RSUD DR.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Oleh :

FEBY YOLANDA ANUGERAH MAKKA


(2017.C.09A.0839)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI NERS
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahluan dan Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Feby Yolanda Anugerah Makka

NIM : 2021-01-14901-021

Program : Profesi Ners

Judul : Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan dengan diagnosa


medis Snake Bite Acute Kidney Injury pada Tn. S di Ruang ROE
stase keperawatan dasar Profesi.

Telah melaksanakan melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan


untuk menyelesaikan stase keperawatan dasar profesi (KDP) pada Program
Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Meilitha Carolina , Ners., M.Kep Katharina, S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, saya mampu menyelesaikan penyusunan Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Snake Bite
Acute Kidney Injury di ruang ROE RSUD dr. Doris Silvanus Palangka Raya.

Harapan dari penulis adalah semoga laporan ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman, juga manfaat bagi para pembaca, dan untuk
kedepannya agar dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan ini
agar menjadi lebih baik lagi.

Adapun maksud dan tujuan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada Tn.
S Dengan Diagnosa Medis Snake Bite Acute Kidney Injury ini yaitu, untuk
mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Ca Pa Snake Bite
Acute Kidney Injury serta untuk memenuhi tugas dalam menempuh pendidikan di
STIKes Eka Harap Palangka Raya.

Laporan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan.

Palangka Raya, 15 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB 1............................................................................................
1.1 Konsep Penyakit.................................................................
1.1.1 Definisi.......................................................................
1.1.2 Klasifikasi..................................................................
1.1.3 Etiologi.......................................................................
1.1.4 PATWAY...................................................................
1.1.5 Manifestasi Klinis......................................................
1.1.6 Tingkatan Ca Paru...................................................
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang...........................................
1.1.8 Penatalaksanaan Medis............................................
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan...................................
1.2.1 Pengkajian Keperawatan.........................................
1.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................
1.2.3 Intervensi Keperawatan...........................................
1.2.4 Implementasi Keperawatan.....................................
1.2.5 Evaluasi Keperawatan..............................................

BAB 2............................................................................................
2.1 Pengkajian.........................................................................
2.2 Diagnosa Medis..................................................................
2.3 Intervensi...........................................................................
2.4 Implementasi.....................................................................
2.5 Evaluasi..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Snake Bite
1.1.1.1 Definisi
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya
toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang
adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat
menimbulkan beberapa reaksi toksik yang berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ; beberapa
mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang pasien dapat
membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan
racun yang bersangkutan. Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya. Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan
melumpuhkan mangsanya;sering kali mengandung factor letal. Racun ekor
bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik
dan merusak lebih sedikit jaringan.

1.1.1.2 Anatomi Fisiologi


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 -
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur, dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus, dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu, dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat. (Ganong, 2008).
1.1.1.3 Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang berbisa,
yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan
perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan
perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam
waktu 8 jam .  Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah merah), sehingga sel
darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus
pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan sel saraf tersebut
mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan
hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi
susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti
saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah
melalui pembuluh limphe.

1.1.1.4 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa
terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul
parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti
envenomasi yang bermakna sudah terjadi. Bahaya gigitan ular racun pelarut
darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala
hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi,
bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori
kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air
kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing.
Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar
melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-
pusing kepala, menggigil, banyak keluar keringat, rasa haus,badan terasa
lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.

1.1.1.5 Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan protein.
Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung dari spesies dan
usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap perubahan temperatur.
Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa bisa ular merupakan protein
yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel dinding pembuluh
darah, sehingga menyebabkan kerusakan membran plasma. Komponen peptida
bisa ular dapat berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban.
Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang terjadi
akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya L-arginine esterase
menyebabkan pelepasan bradikinin.
1.1.1.6
1.1.1.7 Patway
1.1.1.8 Komplikasi
1) Syok hipovolemik
2) Edema paru
3) Gagal nafas
4) Kematian

1.1.1.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar
gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan
fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi
bekuan.

1.1.1.10 Penatalaksanaan
1) Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit. Apabila
penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-satunya tindakan
dilapangan adalah immobilisasi pasien dan pengiriman secepatnya. Jika
penanganan lebih dari 3-4 jam dan jika envenomasi sudah pasti, melakukan
pemasangan torniket limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan
dalam 30 menit sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya,
lebih baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling berguna.
Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung. Jika
dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular tersebut untuk identifikasi.
2) Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan
uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit,
urinalisis, dan penentuan gadar gula darah, BUN, dan elektrolit. Untuk
gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah
merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
3) Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk menghindari
penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
4) Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan tangani
syok jika ada.
5) Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas hanya bila 
syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
6) Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk menentukan
kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai dengan jenis ular yang
menggigit apakah berbisa atau tidak.

1.1.2 AKI
1.1.2.1 Definisi
AKIN mendefinisikan AKI sebagai penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba (dalam 48 jam) ditandai dengan peningkatan serum kreatinin
(SCr) > 0.3 mg/dL (> 25 µmol/L) atau meningkat sekitar 50% dan
adanya penurunan output urin < 0.5 mL/kg/hr selama >6 jam (Molitoris
et al, 2007).
Suatu kondisi penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan
hilangnya kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme,
menjaga keseimbangan elektrolit dan cairan (Eric Scott, 2008).
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung
reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme
nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
(Brady et al, 2005).

1.1.2.2 Etiologi
Etiologi AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan
patogenesis AKI, yakni:
1) penyakit yang menyebabkan hipoperfusi ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prarenal,~55%);
2) penyakit yang secara langsung menyebabkan gangguan pada
parenkim ginjal (AKI renal/intrinsik,~40%);
3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih (AKI
pascarenal, ,~5%). Angka kejadian AKI sangat tergantung dari
tempat terjadiny AKI

1.1.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari AKI dapat dibagi menjadi komponen
mikrovaskular dan tubular, bentuk lebih lanjutnya dapat dibagi menjadi
proglomerular dan komponen pembuluh medulla ginjal terluar. Pada
AKI, terdapat peningkatan vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi
pada respon yang menunjukkan ginjal post iskemik. Dengan
peningkatan endhotelial dan kerusakan sel otot polos pembuluh,
terdapat peningkatan adhesi leukosit endothelial yang menyebabkan
aktivasi system koagulasi dan obstruksi pembuluh dengan aktivasi
leukosit dan berpotensi terjadi inflamasi.
Pada tingkat tubuler, terdapat kerusakan dan hilangnya polaritas
dengan diikuti oleh apoptosis dan nekrosis, obstruksi intratubular, dan
kembali terjadi kebocoran filtrate glomerulus melalui membrane polos
dasar. Sebagai tambahan, sel-sel tubulus menyebabkan mediator
vasoaktif inflamatori, sehingga mempengaruhi vascular untuk
meningkatkan kerjasama vascular. Mekanisme positif feedback
kemudian terjadi sebagai hasil kerjasama vascular untuk menurunkan
pengiriman oksigen ke tubulus, sehingga menyebabkan mediator
vasoaktif inflamatori meningkatkan vasokonstriksi dan interaksi
endothelial- leukosit (Bonventre, 2008).

1.1.2.4 Tanda dan Gejala


Fokus Pengkajian (Efendy, 2008)
1) Sistem Pernafasan (B1)
(1) Gejala : nafas pendek
(2) Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul,
nafas amonia, batuk
2) Sistem Kardiovaskuler (B2)
Tanda : hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi maligna,eklampsia,
hipertensi akibat kehamilan), disritmia jantung, nadi
lemah/halus, hipotensi ortostatik(hipovalemia), DVI, nadi kuat,
hipervolemia, edema jaringan umum (termasuk area periorbital
mata kaki sakrum), pucat, kecenderungan perdarahan.
3) Sistem Persyarafan (B3)
(1) Gejala: Sakit kepala penglihatan kabur. Kram otot/kejang,
sindrom “kaki Gelisah
(2) Gangguan status mental contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan
elektrolit/ asama basa, kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.
4) Sistem Perkemihan (B4)
(1) Gejala : Perubahan pola berkemih, peningkatan frekuensi,
poliuria 2-6 liters / day (kegagalan dini), atau penurunan
frekuensi/oliguria 12-21 hari (fase akhir), disuria, ragu-ragu,
dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen
kembung diare atau konstipasi, riwayat HPB, batu/kalkuli
(2) Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat,merah,
coklat, berawan. Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6
liter/hari).
5) Sistem Pencernaan (B5)
(1) Gejala : Peningkatan berat badan (edema) ,penurunan berat
badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.
(2) Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema
(umum,bagian bawah).

1.1.2.5 Komplikasi dan Penatalaksanaan


Pengelolaan komplikasi yang mungkin timbul dapat dilakukan secara
konservatif, sesuai dengan anjuran yang dapat dilihat, yaitu :
1) Kelebihan cairan intravascular : Batasi garam ( 1- 2 g/hari) dan air (
<1L/hari)
2) Hiponatremia : - Penggunaan diuretic
- Hindari pemberian infus cairan hipotonik
3) Hiperkalemia : - Batasi asupan K ( <40 mmol/hari)
- Hindari suplemen K dan diuretic hemat K
- Beri resin potassium-binding ion
exchange
- Beri Dekstrosa 50% 50 cc + insulin 110
unit
- Beri Natrium bikarbonat 50-100 mmol
- Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau
0,5-1 mg iv
- Kalsium glukonat 10%(10cc dalam 2-5
menit)
4) Asisodis metabolic : - Batasi asupan protein (0,8-1
g/kgBB/hari)
- Beri natrium bikarbonat ( usahakan kadar
serum bikarbonat plasma >15 mmol/L dan
pH arteri >7.2 )
5) Hiperfosfatemia : - Batasi asupan fosfat ( 800 mg/hari)
- Beri pengikat fosfat
6) Hipokalsemia : Beri kalsium karbonat atau kalsium
glukonat
10% ( 10-20cc)
7) Hiperurisemia : terapi jika kadar asam urat > 15 mg/dL

1.1.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda
inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati
kristal. Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan aselular dan
mengandung cast  hialin yang transparan. AKI pascarenal juga
menunjukkan gambaran sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria
dapat ditemukan pada obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI
renal akan menunjukkan berbagai cast  yang dapat mengarahkan pada
penyebab AKI, antara lain  pigmented “muddy brown” granular cast,  
cast yang mengandung epitel tubulus yang dapat ditemukan pada
ATN; cast eritrosit pada kerusakan glomerulus atau nefritis
tubulointerstitial; cast  leukosit dan  pigmented “muddy
brown” granular cast pada nefritis interstitial (Schrier et al, 2004).
Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma)
dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 1.1 Kelainan analisis urin (Sinto, 2010)

1.2 Konsep Kebutuhan Dasar


1.2.1 Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman Dan Aman
Kenyamanan merupakan suatu keadaan seseorang merasa sejahtera atau
nyaman baik secara mental, fisik maupun sosial (Keliat, Windarwati,
Pawirowiyono, & Subu, 2015). Kenyamanan menurut (Keliat dkk., 2015) dapat
dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Kenyamanan fisik; merupakan rasa sejahtera atau nyaman secara fisik.
2) Kenyamanan lingkungan; merupakan rasa sejahtera atau rasa nyaman yang
dirasakan didalam atau dengan lingkungannya
3) Kenyamanan sosial; merupakan keadaan rasa sejahtera atau rasa nyaman
dengan situasi sosialnya.
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan seseorang merasa kurang nyaman
dan sempurna dalam kondisi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya dan
sosialnya (Keliat dkk., 2015). Menurut (Keliat dkk., 2015) gangguan rasa
nyaman mempunyai batasan karakteristik yaitu: ansietas, berkeluh kesah,
gangguan pola tidur, gatal, gejala distress, gelisah, iritabilitas, ketidakmampuan
untuk relasks, kurang puas dengan keadaan, menangis, merasa dingin, merasa
kurang senang dengan situasi, merasa hangat, merasa lapar, merasa tidak nyaman,
merintih, dam takut. Gangguan rasa nyaman merupakan suatu gangguan dimana
perasaan kurang senang, kurang lega, dan kurang sempurna dalam dimensi fisik ,
psikospiritual, lingkungan serta sosial pada diri yang biasanya mempunyai gejala
dan tanda minor mengeluh mual (PPNI, 2016).
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan
kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum
dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa
nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo / hipertermia. Hal ini disebabkan karena
kondisi nyeri dan hipo / hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi
perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda
pada pasien.
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan,
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Berikut
adalahpendapart beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1) Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang
tersebut pernah mengalaminya.
2) Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
3) Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4) Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke
otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.
Istilah dalam nyeri
a. Nosiseptor : Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri 
b. Non-nosiseptor : Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
c. System nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap
nyeri 
d. Ambang nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri 
e. Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu ingin untuk
dapat ditahan

1.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman


Menurut Potter & Perry (2006) yang dikutip dalam buku (Iqbal Mubarak,
Indrawati, & Susanto, 2015) rasa nyaman merupakan merupakan keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan ketentraman (kepuasan
yang dapat meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan yang
telah terpenuhi), dan transenden. Kenyamanan seharusnya dipandang secara
holistic yang mencakup empat aspek yaitu:
1) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh
2) Sosial, berhubungan dengan interpersonal, keluarga, dan sosial
3) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri seorang
yang meliputi harga diri, seksualitas dan makna kehidupan
4) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperature, warna, dan unsur ilmiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman dapat diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan.

1.2.3 Etiologi
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016)
penyebab Gangguan Rasa Nyaman adalah:
1) Gejala penyakit.
2) Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
3) Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan
4) pengetahuan).
5) Kurangnya privasi.
6) Gangguan stimulasi lingkungan.
7) Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi dan kemoterapi).
8) Gangguan adaptasi kehamilan.
Etiologi pada rasa aman nyeri yaitu ; Penggolongan nyeri yang sering
digunakan adalah klasifikasi berdasarkan satu dimensi yaitu berdasarkan
patofisiologi (nosiseptif vs neuropatik) ataupun berdasarkan durasinya (nyeri akut
vs kronik).
1) Nosiseptik vs Neuropatik
Berdasarkan patofisiologinya nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik dan
nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya
stimuli noksius (trauma, penyakit atau proses radang). Dapat diklasifikasikan
menjadi nyeri viseral, bila berasal dari rangsangan pada organ viseral, atau nyeri
somatik, bila berasal dari jaringan seperti kulit, otot, tulang atau sendi. Nyeri
somatik sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu superfisial (dari kulit)
dan dalam (dari yang lain).
Pada nyeri nosiseptik system saraf nyeri berfungsi secara normal, secara
umum ada hubungan yang jelas antara persepsi dan intensitas stimuli dan
nyerinya mengindikasikan kerusakan jaringan. Perbedaan yang terjadi dari
bagaimana stimuli diproses melalui tipe jaringan menyebabkan timbulnya
perbedaan karakteristik. Sebagai contoh nyeri somatik superfisial digambarkan
sebagai sensasi tajam dengan lokasi yang jelas, atau rasa terbakar. Nyeri somatik
dalam digambarkan sebagai sensasi tumpul yang difus. Sedang nyeri viseral
digambarkan sebagai sensasi cramping dalam yang sering disertai nyeri alih
(nyerinya pada daerah lain).
Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistim saraf baik perifer atau pusat. Penyebabnya
adalah trauma, radang, penyakit metabolik (diabetes mellitus, DM), infeksi
(herpes zooster), tumor, toksin, dan penyakit neurologis primer. Dapat
dikategorikan berdasarkan sumber atau letak terjadinya gangguan utama yaitu
sentral dan perifer. Dapat juga dibagi menjadi peripheral mononeuropathy dan
polyneuropathy, deafferentation pain, sympathetically maintained pain, dan
central pain.
Nyeri neuropatik sering dikatakan nyeri yang patologis karena tidak
bertujuan atau tidak jelas kerusakan organnya. Kondisi kronik dapat terjadi bila
terjadi perubahan patofisiologis yang menetap setelah penyebab utama nyeri
hilang. Sensitisasi berperan dalam proses ini. Walaupun proses sensitisasi sentral
akan berhenti bila tidak ada sinyal stimuli noksius, namun cedera saraf dapat
membuat perubahan di SSP yang menetap. Sensitisasi menjelaskan mengapa pada
nyeri neuropatik memberikan gejala hiperalgesia, alodinia ataupun nyeri yang
persisten.
Nyeri neuropatik dapat bersifat terus menerus atau episodik dan
digambarkan dalam banyak gambaran seperti rasa terbakar, tertusuk, shooting,
seperti kejutan listrik, pukulan, remasan, spasme atau dingin. Beberapa hal yang
mungkin berpengaruh pada terjadinya nyeri neuropatik yaitu sensitisasi perifer,
timbulnya aktifitas listrik ektopik secara spontan, sensitisasi sentral, reorganisasi
struktur, adanya proses disinhibisi sentral, dimana mekanisme inhibisi dari sentral
yang normal menghilang, serta terjadinya gangguan pada koneksi neural, dimana
serabut saraf membuat koneksi yang lebih luas dari yang normal.
2) Akut vs Kronik
Nyeri akut diartikan sebagai pengalaman tidak menyenangkan yang
kompleks berkaitan dengan sensorik, kognitif dan emosional yang berkaitan
dengan trauma jaringan, proses penyakit, atau fungsi abnormal dari otot atau
organ visera. Nyeri akut berperan sebagai alarm protektif terhadap cedera
jaringan. Reflek protektif (reflek menjauhi sumber stimuli, spasme otot, dan
respon autonom) sering mengikuti nyeri akut. Secara patofisiologi yang mendasari
dapat berupa nyeri nosiseptif ataupun nyeri neuropatik.
Nyeri kronik diartikan sebagai nyeri yang menetap melebihi proses yang
terjadi akibat penyakitnya atau melebihi waktu yang dibutuhkan untuk
penyembuhan, biasanya 1 atau 6 bulan setelah onset, dengan kesulitan
ditemukannya patologi yang dapat menjelaskan tentang adanya nyeri atau tentang
mengapa nyeri tersebut masih dirasakan setelah proses penyembuhan selesai.
Nyeri kronik juga diartikan sebagai nyeri yang menetap yang mengganggu tidur
dan kehidupan sehari-hari, tidak memiliki fungsi protektif, serta menurunkan
kesehatan dan fungsional seseorang. Penyebabnya bermacam-macam dan
dipengaruhi oleh factor multidimensi, bahkan pada beberapa kasus dapat timbul
secara de novo tanpa penyebab yang jelas. Nyeri kronik dapat berupa nyeri
nosiseptif atau nyeri neuropatik ataupun keduanya.
Nyeri kronik sering di bagi menjadi nyeri kanker (pain associated with
cancer) dan nyeri bukan kanker (chronic non-cancer pain, CNCP). Banyak ahli
yang berpendapat bahwa nyeri kanker diklasifikasi terpisah karena komponen
akut dan kronik yang dimilikinya, etiologinya yang sangat beragam, dan berbeda
dalam secara signifikan dari CNCP baik dari segi waktu, patologi dan strategi
penatalaksanaannya. Nyeri kanker ini disebabkan oleh banyak faktor yaitu karena
penyakitnya sendiri (invasi tumor ke jaringan lain, efek kompresi atau invasi ke
saraf atau pembuluh darah, obstruksi organ, infeksi ataupun radang yang
ditimbulkan), atau karena prosedur diagnostik atau terapi (biopsy, post operasi,
efek toksik dari kemoterapi atau radioterapi). (Sudoyo WA, Setyo Hadi B, Alwi I,
dkk,2010)

1.2.4 Sifat Sifat Nyeri


1) Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi 
2) Nyeri bersifat subyektif dan individual 
3) Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah 
4) Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien 
5) Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya 
6) Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis 
7) Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan 
8) Nyeri mengawali ketidakmampuan 
9) Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi
tidak optimal 
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1) Nyeri bersifat individu 
2) Nyeri tidak menyenangkan 
3) Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi 
4) Bersifat tidak berkesudahan
Karakteristik Nyeri (PQRST)
P (Pemacu) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (Quality) : seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (Region) : daerah perjalanan nyeri
S (Severity/Skala Neri) : keparahan / intensitas nyeri
T (Time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri

1.2.5 Fisiologi Nyeri


Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa nyeri
merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang melibatkan fungsi
organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor rasa nyeri.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis
reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak
bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan
pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul
juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:
1) Reseptor A delta : merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-
30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang
apabila penyebab nyeri dihilangkan.
2) Serabut C : merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5
m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang
tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang
timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi
sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
1.2.5.1 Proses Terjadinya Nyeri
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat
kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian
ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C
ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik
tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri
setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat.
Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik,
suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena
trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk
mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi
yang dijalarkan ke sistem saraf pusat.
1.2.5.2 Tahapan Fisiologi Nyeri
1) Tahap Trasduksi
(1) Stimulus akan memicu sel yang terkena nyeri utk melepaskan mediator
kimia (prostaglandin, bradikinin, histamin, dan substansi P) yg
mensensitisasi nosiseptor
(2)  Mediator kimia akan berkonversi mjd impuls2 nyeri elektrik
2) Tahap Transmisi
Terdiri atas 3 bagian :
(1) Nyeri merambat dari serabut saraf perifer (serabut A-delta dan serabut C)
ke medula spinalis
(2) Transmisi nyeri dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus melalui
jaras spinotalamikus (STT) -> mengenal sifat dan lokasi nyeri
(3) Impuls nyeri diteruskan ke korteks sensorik motorik, tempat nyeri di
persepsikan
3) Tahap Persepsi
(1) Tahap kesadaran individu akan adanya nyeri
(2) Memunculkan berbagai strategi perilaku kognitif utk mengurangi
kompenen sensorik dan afektif nyeri
4) Tahap Modulasi
(1) Disebut juga tahap desenden
(2) Fase ini neuron di batang otak mengirim sinyal-sinyal kembali ke medula
spinalis
(3) Serabut desenden itu melepaskan substansi (opioid, serotonin, dan
norepinefrin) yg akan menghambat impuls asenden yg membahayakan di
bag dorsal medula spinalis

1.2.6 Klasifikasi
1.2.6.1 Berdasarkan Sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (contoh:
terkena ujung pisau atau gunting)
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pembuluh Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama
daripada cutaneous. (contoh: sprain sendi)
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
1.2.6.2 Berdasarkan Penyebab
1) Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak
disadari. (contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri
pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
1.2.6.3 Berdasarkan Lama/Durasinya
1) Nyeri akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya
berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cedera telah terjadi. Hal ini menarik perhatian pada
kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita
untuk menghindari situasi serupa yang secara potensial menimbulkan
nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit
sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut
dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik
hingga enam bulan.
2) Nyeri kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar
waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat
tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tetap dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respons
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri
akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak
berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi
masalah dengan sendirinya.
1.2.6.4 Berdasarkan Lokasi/Letak
1) Radiating pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di
dekatnya (contoh: cardiac pain)
2) Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg
diperkirakan berasal dari  jaringan penyebab
3) Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (contoh: nyeri
kanker maligna)
4) Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang
(contoh: bagian tubuh yang diamputasi)  atau bagian tubuh yang
lumpuh karena injuri medulla spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas dua tipe yaitu nyeri adaptif
dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan
melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda adanya proses
penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses
patologis pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem
saraf. Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease). 
Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri: 
a) Nyeri Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak menimbulkan kerusakan
jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan terapi
khusus karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul
jika ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan
kesadaran akan adanya stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi
fisiologis vital. Intensitas stimulus sebanding dengan intensitas nyeri.
Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat tusukan jarum, dll. 
b) Nyeri Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini dapat
terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak
datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
c) Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi sistem saraf
perifer (seperti pada neuropati diabetika, post-herpetik neuralgia,
radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera
medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada sklerosis multipel).
d) Nyeri Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai dengan tidak ditemukannya
abnomalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri disebabkan oleh
respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas aparatus
sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini
yaitu fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri
dada non-kardiak, dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui
mengapa pada nyeri fungsional susunan saraf menunjukkan
sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas (Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik termasuk ke dalam nyeri
adaptif, artinya proses yang terjadi merupakan upaya tubuh untuk
melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik
dan nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses
patologis terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul
meski tanpa adanya kerusakan jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis
atau rekuren, dan hingga saat ini pendekatan terapi farmakologis
belum memberikan hasil yang memuaskan.

1.2.7 Manajemen Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan


1.2.7.1 Pengkajian
1) Pengumpulan Data
Berisi identitas Klien
2) Keluhan utama
(1) Keluhan yang paling dirasakan klien
(2) Klien mengatakan nyeri
P (Paliatif) : Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri
Q (Qualitatif) : Seperti apa, tajam, tumpul, atau tersayat
R (Regio) : Daerah perjalan nyeri
S (Severe) : Keparahan atau intensitas nyeri
T (Time) : Lama waktu serangan atau frequensi nyeri
3) Pemeriksaan fisik
(1) Tanda-tanda vital    : Tekanan darah, nadi, pernafasan
(2) Perilaku                   : Meletakkan tangan di paha, tungkai, dan paha
flexi
(3) Expresi wajah
1.2.7.2 Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Rasa Nyaman Berhubungan dengan gejala penyakit ( SDKI,
D.0074, hal 166)

1.2.7.3 Rencana Tindakan


Diagnosa
Tujuan ( Kriteria Hasil) Intevensi
Keperawatan
Gangguan Rasa Status Kenyamanan Terapi Relaksasi (SIKI,
Nyaman ( SLKI, L08064, hal 110) I.09326 hal 436)
Berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
dengan Gejala Keperawatan selama 1x 7 ketidakmampuan
Penyait ( SDKI, jam di harapkan status berkonsentrasi
D.0074, hal kenyamanan meningkat 2. Identifikasi teknik
166 ). dengan kriteria hasil : relaksasi yang pernah
1. Kesejahteraan efektif digunakan
psikologis meningkat 3. Monitor respon terhadap
skor 5 terapi relaksasi
2. Perawatan sesuai 4. Ciptakan lingkungan
kebutuhan meningkat tenang dan tanpa gangguan
skor 5 dengan pencahayaan dan
3. Rileks meningkat skor suhu ruang yang nyaman
5 5. Gunakan nada suara
4. Keluhan tidk nyaman lembut dengan irama
menurun skor 5 lambat dan berirama
5. Gelisah menurun skor 6. Gunakan teknik relaksasi
5 sebagai strategi penunjang
6. Keluhan sulit tidur 7. Demonstrasikan dan latih
menurun skor 5 teknik relaksasi ( mis nafas
7. Pola tidur membaik dalam, perenggangan,
skor 5 music atau imajinasi
terbimbing)

1.2.7.4 Implementasi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2015) Implementasi merupakan tidakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Implementasi keperawatan dapat berbentuk:
1) Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
7) Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang mungkin
terjadi terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami.

1.2.7.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan.
4) Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau tidak,
atau adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.

Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:

1) Daftar tujuan-tujuan pasien


2) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
5) Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu
dilakukan perubahan intervensi.

1.2.7.6 Dokumentasi
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian dari proses asuhan
keperawatan yang dilakukan secara sistematis dengan cara mencatat tahap-tahap
proses perawatan yang diberikan kepada pasien. Dokumentasi asuhan
keperawatan merupakan catatan penting yang dibuat oleh perawat baik dalam
bentuk elektronik maupun manual berupa rangkaian kegiatan yang dikerjakan
oleh perawat meliputi lima tahap yaitu: 1) pengkajian, 2) penentuan diagnosa
keperawatan, 3) perencanaan tindakan keperawatan, 4) pelaksanaan/implementasi
rencana keperawatan, dan 5) evaluasi perawatan.
Tujuan pendokumentasian keperawatan, antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai media untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien dan
kelompok.
2. Untuk membedakan tanggung gugat perawat dengan anggota tim kesehatan
lainnya.
3. Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah
diberikan kepada klien.
4. Sebagai data yang dibutuhkan secara administratif dan legal formal.
5. Memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan professional.
6. Untuk memberikan data yang berguna dalam bidang pendidikan dan penelitian.
Komponen dokumentasi asuhan keperawatan yang konsisten harus meliputi
beberapa hal berikut ini:
1. Riwayat keperawatan yang terdiri dari masalah-masalah yang sedang terjadi
maupun yang diperkirakan akan terjadi.
2. Masalah-masalah yang aktual maupun potensial,.
3. Perencanaan serta tujuan saat ini dan yang akan datang.
4. Pemeriksaan, pengobatan dan promosi kesehatan untuk membantu pasien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
5. Evaluasi dari tujuan keperawatan serta modifikasi rencana tindakan dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Secara spesifik lingkup dokumentasi asuhan keperawatan secara spesifik
antara lain:
1. Data awal pasien berupa identitas diri, keluhan yang dirasakan.
2. Riwayat keperawatan dan pemeriksaan.
3. Diagnosis keperawatan yang ditetapkan.
4. Rencana asuhan keperawatan yang terdiri dari rencana tindakan, tujuan,
rencana intervensi serta evaluasi dari tindakan keperawatan.
5. Pendidikan kepada pasien.
6. Dokumentasi parameter pemantauan dan intervensi keperawatan lain nya.
7. Perkembangan dari hasil yang telah ditetapkan dan yang diharapkan.
8. Evaluasi perencanaan.
9. Rasionalisasi dari proses intervensi jika diperlukan.
10. Sistem rujukan.
11. Persiapan pasien pulang.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail: stikesekaharap110@yahoo.com

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN DASAR

Nama Mahasiswa : Feby Yolanda Anugerah Makka


NIM : 2021-01-14901-021
Ruang Praktek : ROE
Tanggal Praktek : 15 November 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 15 November 2021 & 12.30 WIB

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Sampit
Tgl MRS : 10 November 2021
Diagnosa Medis : Snake Bite Acute Kidney Injury

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan Nyeri, P : klien mengatakan nyeri pada saat tidak
beraktivitas dan beraktivitas, Q : nyeri dirasakan seperti nyut-nyutan, R :
nyeri dirasakan di bagian tangan sebelah kanan, S : skala nyeri 6 (sedang),
T : nyeri dirasakan ± 1-2 menit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 9 Noveber 2021 klien mengatakan tangan kanannya
digigit ular lalu klien dibawa oleh temannya menuju ke RS Dr.
Murjani sampit, hasil pemeriksaan fisik TD: 180/110 mmHg, N:100,
R:20, SpO2 98% dan klien diberikan terapi Inf. Rl 20 Tpm, Inj.
Methylprednisolone 125 mg, Inj. Ceftriaxone 1gr/12J, Inj. Ranitidine
50m mg, P/O Amlodophine. Karena ketersediaan obat expired date
klien dirujuk ke RS Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Klien tiba di
IGD RS Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 10
November 2021 pukul 13.33 WIB dan langsung mendapat
penanganan oleh petugas dan diperoleh data TD 130/90, N:99, RR:22
S:36,3 , SpO2 99%, klien mengatakan nyeri dengan skala 6, bengkak
pada tangan kanan. Klien mendapat terapi Inf. NaCl 0,9% 500ml +
Salbutamol 1 Vial/8jam, Inj. Omeprazole 1x40mg, Inj. Ceftriaxone
2x1gr, Inj. Metilprenidson 3x30mg, Inj. Antrain 3x1 gr, P/O Ketocid
3x1 tab, P/O curvit 3x5. Lalu klien dipindahkan ke uang ROE.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Keluarga klien mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit
sebelumnya dan tidak ada riwayat penyakit terdahulu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami sakit yang
sama seperti klien, keluarga hanya sering mengalami batuk, pilek dan
demam yang di bawa berobat ke puskesmas kemudian diberi obat dan
pulang.

C. KEBUTUHAN DASAR

RASA NYAMAN NYERI


Suhu : 36,5 °C,  Gelisah  Nyeri
Skala Nyeri : Tidak ada
Gambaran Nyeri : Tidak ada
Lokasi nyeri : Tidak ada
Frekuensi Nyeri : Tidak ada
Durasi /Perjalaan : Tidak ada
Tanda Obyektif : Mengerutkan muka Menjaga area yang sakit
Respon emosional : Klien gelisah dan agak emosional pada saat diajak
berinteraksi
Penyempitan Fokus : Klien berfokus pada area nyeri yang dirasakan
Cara mengatasi nyeri : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada
 Nyeri Ο Hipertermi Ο Hipotermi

1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 78 x /menit, Pernapasan : 23 x /mnt, TD: 150/100 Kebiasaan minum : 400 CC /hari,
mmHg, Bunyi Nafas : Vesikuler, Respirasi : Teratur, jenis : Air putih
Kedalaman : -, Fremitus : -, Sputum : tidak ada, Sirkulasi Turgor kulit : baik
oksigen : Baik, .Dada tampak Simetris Mukosa mulut : lembab
Oksigen : 3 ltr/m nasal kanul, WSD : tidak ada, Riwayat Punggung kaki :Baik warna : -
Penyakit : Tidak ada, Lain – lain : Tidak ada Pengisian kapiler : <2 detik
Mata cekung : Tidak ada
Konjungtiva : - Sklera : -
Edema : Tidak ada
Distensi vena jugularis : -
Asites : Tidak ada Minum per NGT : -
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak
( dimulai tgl : - Jenis : - dipasang di : -)
Terpasang infuse : Iya
( dimulai tgl : 10 November 2021, Jenis : NaCl
0,9 % 20 tpm )
dipasang di : Tangan kiri)
Lain –lain : Tidak ada
Masalah Keperawatan : Masalah Keperawatan :
Ο Intolerance aktivitas Ο Pola nafas tdk efektif Ο Kekurangan volume cairan ,
Ο Gg pertukaran gas Ο Penurunan Curah Jantung Ο Kelebihan volume cairan
Ο Gg Perfusi Jaringan Ο dll
Ο dll

3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN


TB : 160 cm BB : 50 Kg Kebiasaan mandi : 2 x/hari
Kebiasaan makan : 3 kali /hari ( teratur ) Cuci rambut : 1 x /hari
Keluhan saat ini : Tidak ada Kebiasaan gosok gigi : 2 x /hari
 Tidak ada nafsu makan  mual  muntah Kebersihan badan : Bersih
 Sakit /sukar menelan  Sakit gigi  Stomatis Keadaan rambut : Bersih
Nyeri ulu hati /salah cerna , berhub dengan : - Keadaan kulit kepala : Bersih
Disembuhkan oleh : - Keadaan gigi dan mulut : Bersih
Pembesaran tiroid : Tidak ada , hernia /massa : Tidak ada, Keadaan kuku : Pendek
Maltosa : Tidak ada, Kondisi gigi/gusi : tampak Keadaan vulva perineal : -
bak,Penampilan lidah : Baik, Bising usus : ± 7 x /mnt, Keluhan saat ini : Tidak ada
Makanan /NGT/parental (infuse) : Tidak ada, Porsi Iritasi kulit : Tidak ada.
makan yang dihabiskan : 1 porsi penuh Luka bakar : Tidak ada
Makanan yang disukai : - Keadaan luka : Tidak ada
Diet : - Lain lain : Tidak ada
Lain lain : -
Masalah Keperawatan Masalah keperawatan
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan Ο Defisit perawatan diri : -
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari kebutuhan Ο Gangguan integritas kulit
Ο dll Ο dll

5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI


Aktivitas waktu luang : beristirahat dan berbincang Kebiasaan BAB : 1x /hari
bersama keluarga BAK : 1000 cc /hari
Aktivitas Hoby : Bertani Meggkan laxan : -
Kesulitan bergerak : Tidak Ada Meggkan diuretic : -
1. Ekstremitas Atas Keluhan BAK saat ini : Tidak Ada
Ektremitas atas kanan dan kiri tampak lengkap, tidak ada Keluhan BAB saat ini : Tidak ada
kelemasan, terdapat pembengkakan pada tangan sebelah Peristaltik usus : 17 x/menit
kanan bekas gigitan ular, terpasang O2 sebanyak 2 liter Abdomen : Nyeri tekan : Tidak ada Lunak
dengan Nasal kanul, terpasang IVFD NaCl 0,9% 20 tpm. /keras : Tidak ada
Di ekstremitas atas pada tangan sebelah kiri, CRT Massa : Tidak ada
(Capila Refil Time) < 2 detik. Tidak terdapat hemiparesis Ukuran/lingkar abdomen : - cm
pada anggota gerak bagian atas sebelah kiri. Terpasang kateter urine : Tidak Ada
2. Ekstremitas Bawah ( dimulai tgl : - di : -}
Ektremitas bawah kanan dan kiri tampak lengkap, tidak Penggunaan alcohol : Tidak ada Jlh /frek : - x
ada kelemahan padaa ekstermitas bawah, tidak terdapat /hari.
pembengkakan, akral teraba hanget, CRT (Capila Refil Lain – lain -
Time) < 2 detik. Tidak terdapat hemiparesis pada anggota
gerak bagian bawah sebelah kiri.
Kekuatan Otot :
5 5
5 5
Tonus Otot : -
Postur : Baik, tremor : Tidak ada
Rentang gerak : Bebas
Keluhan saat ini : Tidak ada
Penggunaan alat bantu : Tidak ada
Pelaksanaan aktivitas : Mandiri
Jenis aktivitas yang perlu dibantu; Tidak ada
Lain - lain : -
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Hambatan mobilisasi fisik Masalah Kepewatan
Ο dll - Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urine
Ο Inkontinen urine ΟDisuria ΟKeseringan Ο
Urgensi

7. TIDUR & ISTIRAHAT 8. PENCEGAHAN TERHADAP BAHAYA


Kebiasaan tidur : Pukul 21.00 Malam, Pukul 13.00 Reflek : Baik
Siang Penglihatan : Baik
Lama tidur : Malam : 6.jam, Siang : 1 jam Pendengaran : Baik
Kebiasaan tidur : - Penciuman : Baik
Kesulitan tidur : Tidak ada Perabaan : Baik
Cara mengatasi : - Lain – lain : Tidak ada
Lain – lain : -
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik

10. KEAMANAN
9. NEUROSENSORI
Rasa Ingin Pingsan /Pusing : - Alergi /sensitifitas : - reaksi : -
Stroke ( Gejala Sisa ) : - Perubahan sistem imun sebelumnya : -
Kejang : - Tife : - penyebabnya : -
Agra : - Frekuensi : - Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : -
Status Postikal : - Cara mengontrol : - Perilaku resiko tinggi : - periksaan : -
Status mental : - Waktu : Transfusi darah /jumlah : - Kapan : -
Tempat : - orang : - Gambaran reaksi : -
Kesadaran : - Riwayat cedera kecelakaan : -
Memori saat ini : - , yang lalu : - Fraktur /dislokasi sendi : -
Kaca mata : - Kotak lensa : - Artritis /sendi tak stabil : -
Alat bantu dengar : - Masalah punggung : -
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : - Perubahan pada tahi lalat : -
Facial Drop : - Kaku kuduk : - Pembesaran nodus : -
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : - Kekuatan Umum : -
Postur : - Kordinasi : - Cara berjalan : -
Refleks Patela Ki /Ka : - Rem : -
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : - Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : -
Kernig Sign : - Babinsky : -
Chaddock : - Brudinsky : -
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi
11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : - Aktif melakukan hubungan seksual : -
Penggunaan kondom : - Penggunaan kondom : -
Masalah – masalah /kesulitan seksual : - Masalah – masalah /kesulitan seksual : -
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : - Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : -
Wanita : Pria :
Usia Menarke : - thn, Lama siklus : - hari Rabas penis : - Gg Prostat : -
Lokasi : - Sirkumsisi : - Vasektomi : -
Periode menstruasi terakhir : - Melakukan pemeriksaan sendiri : -
Menopause : - Payudara test : -
Rabas Vaginal : - Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir : -
Perdarahan antar periode : - Tanda ( obyektif )
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / Pemeriksaan : -
mammogram : - Payudara /penis /testis : -
Tanda ( obyektif ) Kutil genatelia/test : -
Pemeriksaan : -
Payudara /penis /testis : -
Kutil genatelia/test : -
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn seksualitas
12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL
Lama perkawinan : - thn, Hidup dengan : - Sosiologis : -
Masalah /Stress : - Perubahan bicara : Penggunaan alat bantu
Cara mengatasi stress : - komunikasi : -
Orang pendukung lain :- Adanya laringoskopi : -
Peran dalam struktur keluarga : - Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Masalah – masalah yang berhubungan dengan orang terdekat lain : -
penyakit /kondisi : - Psikologis : - Spiritual : -
Keputusasaan : - Kegiatan keagamaan : -
Ketidakberdayaan : - Gaya hidup : -
Lain – lain : - Perunahan terakhir : -
Lain – lain : -
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah

D. PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa Dominan ( Khusus ) : Dayak dan Indonesia , Buta huruf : Tidak
 Ketidakmampuan belajar (khusus )  Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
 Pengaturan jam besuk Hak dan kewajiban klien Tim /petugas yang
merawat
 Lain – lain : Latihan ROM (range of montion)
3. Masalah yang ingin dijelaskan
 Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain : Tentang cara melatih pergerakan ang terbatas dengan latihan ROM
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan ( seperti dampak dari agama
/kultur yang dianut )
Obat yang diresepkan ( lingkari dosis terakhir ) :

DIMININUM
OBAT DOSIS WAKTU SECARA TUJUAN
TERATUR
Inf.. NaCl 0,9% 20 tpm - Ya Merupakan cairan yang
mengandung natrium dan
clorida. Cairan ini digunakan
untuk menggantikan cairan
tubuh yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit,
dan menjaga tubuh agar tetap
terhidrasi dengan baik.
Inj. OMZ 1 x 40 15.00 Ya Omeprazole bermanfaat untuk
mg meringankan gejala sakit maag
dan heartburn yang 
ditimbulkan oleh penyakit asam
lambung atau tukak lambung.
Obat ini juga membantu
penyembuhan kerusakan pada
jaringan lambung dan
kerongkongan.
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 mg 15.00, 03.00 Ya untuk mengatasi infeksi bakteri
gram negatif maupun gram
positif. Dosis ceftriaxone yang
diberikan biasanya berkisar
antara 1–2 gram per 12 atau 24
jam, tergantung pada penyakit
dan tingkat keparahan infeksi. 
Inj. Antrain 3 x 1 mg 15.00, 23.00, Ya Untuk meringankan rasa sakit
06.00 terutam nyeri kolik dan sakit
setelah operasi.
Po. Ketocid 3 x 1 tab 06.00, 15.00, Ya untuk membantu memenuhi
23.00 kebutuhan asam amino dan
menjaga kesehatan
tubuh. Ketocid diberikan
bersama dengan diet tinggi
kalori rendah protein untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal
kronik pada kondisi retensi
terkompensasi atau
dekompensasi.
Po. Curvid 3 x 5 ml 06.00, 15.00, Ya suplemen yang mengandung
Syrup 23.00 Vitamin B1, vitamin B2, vitamin
B6, vitamin B12, Beta carotene,
dexpanthenol, curcuminoid, Ca
gluconate. Curvit digunakan
untuk membantu meningkatkan
nafsu makan. Curvit juga
digunakan untuk memenuhi
kebutuhan vitamin dalam tubuh. 

4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :


Ο Diabetes Ο Tuberkulosis Ο Penyakit jantung Ο Stroke Ο TD Tinggi
Ο Epilepsi Ο Penyakit ginjal Ο Kanker ΟPenyakit jiwa Ο Lain – lain
a. Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :
1. Status Mental ;
 Orientasi :
Orientasi waktu klien dapat membedakan pagi,siang, malam, orientasi
orang klien dapat mengenali keluarga dan petugas kesehatan orientasi
tempat klien mengetahui bahawa sedang berada di rumah sakit. Insight
baik, mekanisme pertahanan diri adaptif.
 Afektifitas :-

2. Status Neurologis ;
I Nervus Olfaktorius : Saraf sensori untuk penghiduan
Penciuman Dapt mencium dengan baik, da dapat
membedakan berbagai bau.

II Nervus Optikus : Saraf sensori


Tajam penglihatan penglihatan baik dapat mengenali objek
dan Lapang pandang yang dilihat
III Nervus Okulomotorius : Mengkaji ukuran kedua pupil
Pupil : Diameter Diameter pupil 2 mm sama kiri dan
Bentuk kanan, bentuk bulat, reflek terhadap
Reflek cahaya cahaya ada +/+
IV Nervus Trochlearis : Pergerakan mata ke arah inferior dan medial
Gerak mata ke lateral Bola mata dapat bergerak kebawah
dan kemedial.
V Nervus Trigeminus : Devisi sensorik dan motorik
Membuka mulut Pasien dapat menggerak-gerakan rahang.
VI Nervus Abdusen : Mengontrol pergerakan mata
Strabismus Bola bisa diputarkan, pasien
Konvergen Bisa menggerak-gerakan konjungtiva
Diplopia paien sadar penuh
VII Nervus Fasialis : Devisi sensorik dan motorik
Mengerutkan dahi Pasien bisa tersenyum, mengangkat
Menutup mata Meringis alis mata, dapat memperlihatkan gigi
Memperlihatkan gigi Bersiul dan bersiul, pasien sadar penuh.

VIII Nervus Akustikus : Pendengaran


Mendengar suara Pasien dapat mendengarkan suara dengan
baik.
IX Nervus Glosofaringeus : Saraf sensorik dan motorik
Daya mengecap Pasien bisa membedakan rasa manis
Reflek muntah dan asam.
X Nervus Vagus : Saraf sensorik dan motorik
Bersuara Pasien bisa bersuara, dan pasien
Menelan dapat menelan dengan baik.
XI Nervus Aksesorius : Saraf motorik yang mempersarafi otot
Menoleh Pasien bisa menggerakkan bahu dan
Kekuatan otot kekuatan otot pasien ada kontraksi otot
dan ada gerakan sendi.
XII Nervus Hipoglosus : Saraf motorik yang mempersarafi lidah
Mengeluarkan lidah dapat mengendalikan pergerakan lidah
Hasil uji koordinasi ekstrimitas atas jari
Tremor
ke jari positif, jari ke hidung positif
ekstrimitas bawah tumit ke jempul kaki
positif uji kestabilan tubuh positif uji
sensasi ada respon

3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : Bebas
Kekuatan : Baik
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
- Bisep :-
- Trisep :-
- Radius :-
- Ulna :-

d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer :-
e) Sensibilitas
Nyeri :-
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan :-
Kekuatan :-
b) Tonus :-
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella :
d) Refleks Patologis
- Babinsky :-
- Chaddock :-
- Gordon :-
- Oppenheim :
- Schuffle :-
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk :-
b) Brudzinksky I & II :-
c) Lassaque :-
d) Kernig Sign : -

b. DATA GENOGRAM

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal
: Meninggal
: Klien
... : Tinggal Serumah
: Hubungan Keluarga

c. DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK &


LABORATORIUM )

Parameter Hasil Nilai Normal


WBC 17.55 4.50 – 11.00
HGB 16.1 10.5 – 18.0
HCT 48.5 37.0 – 48.0
PLT 244 150 – 400
Ureum 157 21 – 53
Creatinin 2.11 0,17 – 1,5
SGOT/AST 37 L : <37, P : <32
SGPT/ALT 222 L : <42, P : <32

d. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : Senin, 15 November 2021
Dosis
No. Nama Obat Indikasi
Pemberian
1 Inf.. NaCl 0,9% 20 tpm Merupakan cairan yang
mengandung natrium dan
clorida. Cairan ini digunakan
untuk menggantikan cairan
tubuh yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit,
dan menjaga tubuh agar tetap
terhidrasi dengan baik.
2 Inj. OMZ 1 x 40 mg Omeprazole bermanfaat untuk
meringankan gejala sakit maag
dan heartburn yang  ditimbulkan
oleh penyakit asam lambung
atau tukak lambung. Obat ini
juga membantu penyembuhan
kerusakan pada jaringan
lambung dan kerongkongan.
3 Inj. Ceftriaxone 2 x 1 mg untuk mengatasi infeksi bakteri
gram negatif maupun gram
positif. Dosis ceftriaxone yang
diberikan biasanya berkisar
antara 1–2 gram per 12 atau 24
jam, tergantung pada penyakit
dan tingkat keparahan infeksi. 
4 Inj. Antrain 3 x 1 mg Untuk meringankan rasa sakit
terutam nyeri kolik dan sakit
setelah operasi.
5 Po. Ketocid 3 x 1 tab untuk membantu memenuhi
kebutuhan asam amino dan
menjaga kesehatan
tubuh. Ketocid diberikan
bersama dengan diet tinggi
kalori rendah protein untuk
pasien dengan insufisiensi ginjal
kronik pada kondisi retensi
terkompensasi atau
dekompensasi.
6 Po. Curvid Syrup 3 x 5 ml suplemen yang mengandung
Vitamin B1, vitamin B2, vitamin
B6, vitamin B12, Beta carotene,
dexpanthenol, curcuminoid, Ca
gluconate. Curvit digunakan
untuk membantu meningkatkan
nafsu makan. Curvit juga
digunakan untuk memenuhi
kebutuhan vitamin dalam tubuh. 

Palangka Raya, 15 November 2021


Mahasiswa,

(Feby Yolanda Anugerah Makka)


NIM. 2021-01-14901-021
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN MASALAH
PENYEBAB
DATA OBYEKTIF
DS : Racun ular masuk ke Gangguan Rasa
Klien mengatakan susah dalam tubuh Nyaman
beraktifias karena Berhubungan dengan
terpasang spalak pada Gangguan system Gejala Penyakit AKI
tangan sebelah kanan, neurologis ( SDKI, D.0074, hal
bengkak dan nyeri pada 166 )
area gigitan ular pada Neure toksik
tanga sebelah kanan.
P : klien mengatakan Gangguan pada
nyeri pada saat tidak hipotalamus
beraktivitas dan
beraktivitas, Control suhu dan nyeri
Q : nyeri dirasakan terganggu
seperti nyut-nyutan,
R : nyeri dirasakan di Merangsang reseptor
bagian tangan sebelah nyeri ( histamine,
kanan, prostaglandine,
S : skala nyeri 6 (sedang), bradykinin)
T : nyeri dirasakan ± 1-2
menit Gangguan Rasa Nyaman

DO :
1. Klien tampak
meringis
2. Terpasang spalak
pada tangan sebelah
kanan.
3. Klien tampak
melindungi tangan
kanan yang terpasang
spalak
4. Klien tampak
merintih
5. TTV
TD : 130/90 mmHg
N : 110 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 36,7 °C
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan Rasa Nyaman Berhubungan dengan gejala penyakit AKI


( SDKI, D.0074, hal 166), ditandai dengan Klien mengatakan susah
beraktifias karena terpasang spalak pada tangan sebelah kanan, bengkak
dan nyeri pada area gigitan ular pada tanga sebelah kanan, Klien tampak
meringis, Klien tampak melindungi tangan kanan yang terpasang
spalak,terpasang spalak pada tangan sebelah kanan, Klien tampak
merintih, TTV TD : 130/90 mmHg N : 110 x/mnt RR : 20 x/mnt S : 36,7
°C.
P : klien mengatakan nyeri pada saat tidak beraktivitas dan beraktivitas,
Q : nyeri dirasakan seperti nyut-nyutan,
R : nyeri dirasakan di bagian tangan sebelah kanan,
S : skala nyeri 6 (sedang),
T : nyeri dirasakan ± 1-2 menit
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Tn. S
Diagnosa : Snake Bite Acute Kidney Injury

Diagnosa Keperawatan Tujuan ( Kriteria Hasil) Intevensi


Gangguan Rasa Status Kenyamanan ( SLKI, L08064, hal 110) Terapi Relaksasi (SIKI, I.09326 hal 436)
Nyaman Berhubungan Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama 1. Identifikasi ketidakmampuan berkonsentrasi
dengan gejala penyakit 1x 7 jam di harapkan status kenyamanan 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif
AKI ( SDKI, D.0074, hal meningkat dengan kriteria hasil : digunakan
166 ). 8. Kesejahteraan psikologis meningkat skor 5 3. Monitor respon terhadap terapi relaksasi
9. Perawatan sesuai kebutuhan meningkat skor 4. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan
5 dengan pencahayaan dan suhu ruang yang nyaman
10. Rileks meningkat skor 5 5. Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan
11. Keluhan tidk nyaman menurun skor 5 berirama
12. Gelisah menurun skor 5 6. Gunakan teknik relaksasi sebagai strategi penunjang
13. Keluhan sulit tidur menurun skor 5 7. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi ( mis nafas
14. Pola tidur membaik skor 5 dalam, perenggangan, music atau imajinasi
terbimbing)
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Nama : Tn. S
Diagnosa : Snake Bite Acute Kidney Injury
Tanda
Hari/Tanggal/jam Implementasi Evaluasi ( SOAP)
Tangan
Senin, 15/11/2021 Diagnosa I S:
13. 30 WIB 1. Identifikasi ketidakmampuan Klien mengatakan masih merasa tidak nyaman
berkonsentrasi O:
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah 1) Klien merasa tidak nyaman karena bekas
efektif digunakan gigitan ular yang menyebabkan nyeri dan
3. Monitor respon terhadap terapi relaksasi bengkak
4. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa 2) Rasa nyeri yang hilang timbul menjadi salah
gangguan dengan pencahayaan dan suhu satu penyebab ketidak nyamanan
ruang yang nyaman 3) Pola tidur menjadi berubah Feby
5. Gunakan nada suara lembut dengan irama 4) Sebelumnya klien belum pernah melakukan Yolanda
teknik relaksasai Anugerah
lambat dan berirama
5) Klien mendengar anjuran dengan baik Makka
6. Gunakan teknik relaksasi sebagai strategi
penunjang tentang teknik relaksasi
7. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi 6) Klien mengikuti dan setuju untuk melakukan
( mis nafas dalam, perenggangan, music teknik relaksasi yang dianjurkan.
atau imajinasi terbimbing) 7) Klien diberikan terapi Antrain 3x1 mg
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi 3,5 dan 7
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP

PPNI. PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):


Definisi dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta:
DPP PPNI.

Price.S.A dan Wilson. L.M. 2006. Patofisiologi. EGC

Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. 2013. KMB 2 Keperawatan Medical Bedah


(Keperawatan Dewasa). Bengkuli : Numed

Anda mungkin juga menyukai