Anda di halaman 1dari 30

TEORI-TEORI LANSIA DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

LANSIA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas II
Yang Diampuh Oleh Ns. Vik Salamanja, M.Kes

Oleh
Kelompok I
Kelas B

Iin Pratiwi Adjami (841416017) Nuraini Hiola (841416012)


Arum Aripurnami (841416089) Nursafitra Jamal (841416079)
Sri Susanti A. Wahab (841416073) Nia N.Mootalu (841416041)
Siti Magfira Dengo (841416029) Sumarni Lakoro (841416007)
Salma Dukalang (841416015) Susanti Saman (841416080)
Siti Fadlina Barmawi (841416078) Nadila Jusuf (841416108)
Vivi Oktaviani (841416046) Rizkawati Biki (841416019)
Fariyani Rivai (841416048) Apris Djailani (841416044)
Merlin R.A Pakaya (841416106) Lusiana Lasoma (841416050)
Moh.Aldi Abas (841416002) Nurain Arbabu (841416102)
Siti Amalia Pontoh (841416070) Aditya P. Kadir (841416075)
Supriyanto PRT Mamonto (841416138)

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Syukur Alhamdulillah

kami dapat mengerjakan tugas Teori-teori dan Asuhan Keperawatan Pada Lansia

dari mata kuliah Keperawatan Komunitas 2.

Kami mohon maaf apabila dalam penulisan ini terdapat banyak kesalahan

didalamnya. Karena kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih jauh

dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun guna menyempurnakan tugas kami selanjutnya. Kami berharap tugas

ini dapat bermanfaat bagi kami umumnya dan khususnya kepada pembaca.

Gorontalo, 20 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Lansia
2.1.1 Definisi
2.1.2 Batasan
2.1.3 Ciri-ciri
2.1.4 Klasifikasi Lansia
2.1.5 Teori Penuaan
2.1.6 Tahapan Proses Penuaan
2.1.7 Perubahan Fisik dan Psikosial Pada Lansia
2.2 Konsep Medis Reumatoid Arthritis (RA)
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Manifestasi Klinis
2.2.4 Patofisiologi
2.2.5 Komplikasi
2.2.6 Klasifikasi
2.2.7 Penatalaksanaan
2.3 Konsep Keperawatan Reumatoid Arthritis (RA)
2.3.1 Pengkajian
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.3 Intervensi

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlu Anda ketahui bahwa masa tua merupakan masa hidup

manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami

berbagai kemunduran. Lanjut usia (Lansia) membutuhkan dukungan

perawatan agar mampu mencapai masa tua yang bahagia dan sejahtera.

Topik1 ini mempelajari konsep lansia terdiri dari definisi lansia,

batasan lansia, ciri-ciri lansia, perkembangan lansia, permasalahan

lansia di Indonesia, tujuan pelayanan kesehatan pada lansia,

pendekatan perawatan dan etika dalam pelayanan kesehatan lansia.

Peningkatan angka harapan hidup (AHH) di Indonesia merupakan

salah satu indikator keberhasilambangunan di Indonesia. AHH tahun

2014 pada penduduk perempuan adalah 72,6 tahun dan laki-laki adalah

68,7 tahun. Kondisi ini akan meningkatkan jumlah lanjut usia di

Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada tahun

2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta

jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36

juta jiwa. Usia lanjut akan menimbulkan masalah kesehatan karena

terjadi kemunduran fungsi tubuh apabila tidak dilakukan upaya

pelayanan kesehatan dengan baik.


1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah

kali ini adalah sebagai berikut.

1) Apakah Definisi lansia?

2) Bagaimana Ciri-ciri lansia?

3) Bagaimana Teori penuaan?

4) Bagaimana Proses menua?

5) Bagaimana Askep reumathoid atritis pada lansia?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan pembuatan makalah

kali ini adalah sebagai berikut.

1) Mahasiswa dapat mengetahui Definisi lansia

2) Mahasiswa dapat mengetahui Ciri-ciri lansia

3) Mahasiswa dapat mengetahui Teori penuaan

4) Mahasiswa dapat mengetahui Proses menua

5) Mahasiswa dapat mengetahui Askep reumathoid atritis pada lansia


BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 LANSIA (LANJUT USIA)


2.1.1 Definisi Lansia
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau
lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
baik secara jasmani, rohani maupun sosial (Nugroho, 2012)
Secara biologis lansia adalah proses penuaan secara terus menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
(Wulansari, 2011).
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia
apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan
Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia
lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan
Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Kushariyadi, 2010;
Indriana, 2012; Wallnce, 2007).
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan
yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan
keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan
dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan
kepekaan secara individual (Efendi, 2009).
Jadi, lansia merupakan suatu proses penuaan pada kehidupan
seseorang baik perempuan atau laki-laki saat berusia 60 tahun. Yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap serangan penyakit.

2.1.2 Batasan Lansia


Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia dari
pendapat berbagai ahli yang di kutip dari Nugroho (2008) :
a. Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1
ayat II yang berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 tahun keatas”
b. Menurut WHO:
a) Usia pertengahan : 45-59 tahun
b) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
c) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun
(Kushariyadi, 2010)
c. Menurut Masdani (Psikolog UI) terdapat 4 fase yaitu :
a) Fase inventus : 25-40 tahun
b) Fase virilities : 40-55 tahun
c) Fase presenium : 55-65 tahun
d) Fase Senium : 65 hingga tutup usia
d. Menurut Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age) > 65 tahun atau
70 tahun. Masa lanjut usia itu sendiri dibagi menjadi 3 batasan umur
yaitu :
a) Young old : 70-75 tahun
b) Old : 75-80 tahun
c) Very old : >80 tahun

2.1.3 Ciri-ciri Lansia


Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang
rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi
yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak
memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.
Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan
untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,
kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

2.1.4 Klasifikasi Lansia


Menurut DepKes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :
a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.5 Teori Penuaan


Teori penuaan secara umum menurut Lilik Ma’rifatul (2011) dapat
dibedakan menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.
a. Teori Biologi
1) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah
tertentu dan kebanyakan sel–sel tubuh “diprogram” untuk
membelah 50 kali. Jika sel pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di
laboratrium, lalu diobrservasi, jumlah sel–sel yang akan
membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem musculoskeletal
dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak
dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati.
Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko akan mengalami proses
penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama
sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011)
2) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan
elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastiaitas ini
dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen
protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein
(kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh
dengan bentuk dan struktur yang berbeda dari protein yang lebih
muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada
kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,
seiring dengan bertambahnya usia (Tortora dan Anagnostakos,
1990). Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan
permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung
berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada
system musculoskeletal (Azizah, 2011)
3) Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel
di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang
mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme
pertahan diri tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari
toksink tersebut membuat struktur membran sel mengalami
perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik (Tortora dan
Anaggnostakos, 1990). Membran sel tersebut merupakan alat
untuk memfasilitas sel dalam berkomunikasi dengan
lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrisi
dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi
komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi
proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan
reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di
semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).
4) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada
masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan
sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah
putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca
tranlasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem
imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel,
maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai
selasing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi
dasar terjadinya peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses
menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun,
sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).
5) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan
Martono (2004), pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda
akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur.
Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang
merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon
pertumbuhan.

b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus
memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang
dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah meraka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011).
2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada
lanjut usia. Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan
dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri
dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan
interpersonal (Azizah, 2011).
3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia,
seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya
(Azizah, 2011).
2.1.6 Tahapan Proses Penuaan
Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai
berikut (Pangkahila, 2007):
1) Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai
menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon
estrogen. Pembentukan radikal bebas dapat merusak sel dan DNA
mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari
luar, karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal
2) Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang
mulai merasa idak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh
radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat
mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya
memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.
3) Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang
meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan
juga hormon tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan
penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis
menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan.

2.1.7 Perubahan Fisik Dan Psikososial Pada Lansia


Menurut Mujahidullah (2012) dan Wallace (2007), beberapa
perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan
fisik,intlektual, dan keagamaan.
a. Perubahan fisik
1) Sel
Saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam
tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran
lebuh besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan
proposi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati beekurang.
2) Sistem persyarafan
Keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami
perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra
pendengaran akan terjadi gangguan pendengaran seperti hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra penglihatan
akan terjadi seperti kekeruhan pada kornea, hilangnya daya
akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba
akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjar
keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti
menurunnya kekuatan otot pernafasan, sehingga kemampuan
membau juga berkurang.
3) Sistem gastrointestinal
Pada lansia akan terjadi menurunya selara makan ,
seringnya terjadi konstipasi, menurunya produksi air liur(Saliva)
dan gerak peristaltic usus juga menurun.
4) Sistem genitourinaria
Pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga
aliran darah ke ginjal menurun.
5) Sistem musculoskeletal
Pada lansia tulang akan kehilangan cairan dan makin rapuh,
keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon
mengerut.
6) Sistem Kardiovaskuler
Pada lansia jantung akan mengalami pompa darah yang
menurun , ukuran jantung secara kesuruhan menurun dengan
tidaknya penyakit klinis, denyut jantung menurun , katup jantung
pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid.
Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia kerana hilangnya
distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau
meningkat.
7) Perubahan intelektual
Menurut Hochanadel dan Kaplan dalam Mujahidullah
(2012), akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)
yaitu fungsi otak kanan mengalami penurunan sehingga lansia akan
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecehan
masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang.
Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan , karena penurunan
kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga
kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun.
8) Perubahan keagamaan
Menurut Maslow dalam Mujahidin (2012), pada umumnya
lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal
tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan
meninggalkan kehidupan dunia.
9) Tugas perkembangan pada lanjut usia
Menurut Havighurst dalam Stanley (2007), tugas
perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu
dalam keidupan suatu individu. Ada beberapa tahapan
perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu
1) Penyesuaikan diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan
fisik.
2) Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya
pendapatan.
3) Penyesuaaian diri kepada kematian pasangan dan orang
terdekat lainnya.
4) Pembantukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai
denganya.
5) Pemenuhan kewajiban social dan kewarganegaraan.
6) Pembentukan kepuasan pengaturan dalam kehidupan
b. Perubahan Psikososial pada Lansia
Berdasarkan beberapa evidence based yang telah dilakukan
terdapat perubahan psikososial yang dapat terjadi pada lansia antara
lain:
1) Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam
studinya bahwa lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian
yang dialami dapat berupa kesepian emosional, situasional, kesepian
sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian tersebut
beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian pada lansia
diantaranya: a) merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima
seperti dari suami atau istri, dan atau anaknya; b) kehilangan
integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam suatu komunikasi
seperti yang dapat diberikan oleh sekumpulan teman, atau
masyarakat di lingkungan sekitar. Hal itu disebabkan karena tidak
mengikuti pertemuan-pertemuan yang dilakukan di kompleks
hidupnya; c) mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat
pasangan hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena
anaknya tidak tinggal satu rumah.

2) Kecemasan Menghadapi Kematian


Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian.
Tipe pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam
menghadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang
cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas
berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian itu
sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang belum tercapai,
juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada yang
menolong saat sekarat nantinya.
3) Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut
Jayanti, Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:
a) Jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi
terjadi depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor
psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku
tentang keputusasaan yang dipelajari.
b) Status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak
pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal
tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak
kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam
hal ini dari orang terdekat yaitu pasangan) yang
menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan
kesendirian.
c) Rendahnya dukungan sosial.
REUMATOID ARTHRITIS
2.2 KONSEP MEDIS
2.2.1 Definisi
Rheumatoid Artritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-
bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan
mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Nurarif,
Huda Amin & Kusuma Hardhi, 2015)
Rematik (Rheumatoid Arthritis) adalah penyakit inflamasi sistem
kronis, inflamasi sistemik yang dapat mempengaruhi banyak jaringan
dan organ, tetapi terutama menyerang fleksibel (sinovial) sendi.
(Bawarodi, Fera. Dkk. 2017)
Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit kronik, sistemik
yang menyebabkan inflamasi sinovial sehingga menyebabkan
kerusakan progresif dari kartilago artikular dan deformitas. (
Setyohadi, Bambang. Dkk. 2017)
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan salah satu kelainan
multissistem yang etiologinya belum diketahui secara pasti dab
dikarakteristikkan dengan distruksi sinovitis. Penyakit RA ini
merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi
yang berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi
(poliartritis). Kesehatan penderita RA akan menurun dikarenakan rasa
nyeri kelelahan ketidakmampuan fungsional tubuh serta ekonomi
pasien yang dapat melemah akibat perkembangan yang progresif.
(Arthritis Foundation, 2017)

2.2.2 Etiologi
Rheumatoid arthritis disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh
yang keliru menyerang diri sendiri dan masih belum diketahui
pemicunya.

Sistem kekebalan tubuh yang normal seharusnya membuat


antibodi yang gunanya untuk menyerang virus dan bakteri.Tapi sistem
kekebalan tubuh pada penderita rheumatoid arthritis justru mengirim
antibodi ke lapisan persendian untuk menyerang jaringan di sekeliling
sendi dan menyebabkan radang serta rasa sakit.Pada jaringan sendi,
rheumatoid arthritis menyebabkan kerusakan di sekitar tendon,
ligamen, dan tulang.

Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab


artritis reumatoid, yaitu :

1. Usia.
Kebanyakan penderita rheumatoid arthritis berusia 40 tahun ke
atas, tapi bisa juga menjangkiti orang pada usia berapa pun.
2. Jenis kelamin.

Pria lebih jarang terkena penyakit ini dibandingkan wanita.

3. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-


hemolitikus.
4. Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan
sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil
menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal
sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen
eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana
yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa
faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
5. Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen
tipe II, faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan
organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan
antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
6. Metabolik
7. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan
artritis reumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki
resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
8. Merokok.

Merokok dapat memicu berbagai macam penyakit dan kebiasaan


buruk ini bisa meningkatkan risiko terkena rheumatoid arthritis.

9. Obesitas.

Seseorang dengan berat badan lebih memiliki risiko tinggi


terserang rheumatoid arthritis, khususnya wanita berusia dibawah
55 tahun.

(Riskiyatul, Arinda. 2018)

2.2.3 Manifestasi Klinis


RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi
paling sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki,
pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa
menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan destruksi
tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010).

Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA


yaitu (Nasution, 2011) :

a. Stadium sinovitis.
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu
inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi
yang terlibat umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak
simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan sendi
sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi (Nasution,
2011). Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, termasuk
sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana,
2009).
b. Stadium destruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada
jaringan sinovial (Nasution, 2011).
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap
(Nasution, 2011).

Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu


manifestasi artikular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana,
2009).

1. Manfestasi artikular RA

Terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa,


dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak,
dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan (Sjamsuhidajat,
2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal
atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan
hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana,
2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering
menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini
mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun
dari onset terjadinya (Longo, 2012).

Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup


bervariasi. Tidak semua sendi proporsinya sama, beberapa
sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya
sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana, 2009).

2. Manifestasi ekstraartikular
Jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010).
Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh
bagian tubuh. Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi
(Longo, 2012):

a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang


terdiagnosa RA. Tanda dan gejalanya berupa penurunan
berat badan, demam >38,3oc, kelelahan (fatigue),
malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia,
yang secara umum merefleksi derajat inflamasi dan
kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada
kerusakan sendi.
b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya
merupakan level tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat
dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat
periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat
di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul
bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi,
ulserasi dan gangrene.
c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki
secondary sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome
ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau
xerostomia.
d. Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura
kemudian diikuti dengan penyakit paru interstitial.
e. Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi
klinis pada jantung yang disebabkan oleh RA adalah
perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri
koreoner atau disfungsi diastole.
f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada
penderita dengan penyakit RA yang sudah kronis
g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune
mediated trombocytopenia dan keadaan dengan trias
berupa neutropenia, splenomegaly,dan nodular RA sering
disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada
penderita RA tahap akhir
h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-
4 kali lebih besar dibanding populasi umum. Hal ini
dikarenakan penyebaran B-cell lymphoma sercara luas.
Beberapa keadaan yang diasosiakan dengan
mordibitas dan mortalitas pada pasien RA adalah
penyakti kardiovaskuler, osteoporosis dan
hipoandrogenisme (Longo, 2012).

2.2.4 Patofisiologi
Inflamasi mula-mula terjadi pada sendi-sendi synovial seperti
edema, kongesti vaskuler, eksudat fibrin dan infiltrasi selular.
Peradangan yang berkelanjutan, synovial menjadi menbal, terutama
pada sendi artiluar kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi
membentuk panus atau penut yang menutupi kartilago. Panus masuk
ke tulang subchondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago
menjadi nekrosis, tingkat erosi dari kartilago menetukan tingkat
ketidak mampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka
menjadi adhesi di antara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendiaan. Invasi dari
tulang subchondrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat.
Lamanya athrtitis rheumatoid berbeda dari tiap orang. Di tandai
dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara
ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak
terserang lagi. Dan ada juga klien terutama yang mempunyai faktor
rheumatoid (seropositif gangguan rheumatoid) gangguan akan menjadi
kronis yang progresif (Mujahidullah, 2012)

2.2.5 Klasifikasi
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arhtristis
menjadi 4 tipe, yaitu :
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu
2) Rheumatoid arthritis deficit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 6 minggu
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus,
paling sedikit dalam waktu 3 bulan

Rheumatoid arthritis juga dikelompokkan menjadi 3


stadium, yaitu :

1) Stadium sinovisis
Pada stadim ini terdapat perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi,edema karena kongesti,nyeri pada saat istirahat
maupun saat bergerak,bengkak dan kekakuan
2) Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi
tendon.
3) Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali ,deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
(Chabib, Lutfi. 2015)
2.2.6 Komplikasi
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi
yang serius pada RA. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang
sering terjadi pada tulang dagu metacarpal dan metatarsal. Kelainan tulang
dan sendi lain dapat terjadi, yang tersering adalah ankilosisi, luksasio,dan
fraktur. Komplikas-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit
dan akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah
faskulitis, ensefalitis. Amiloidosisi sekunder dapat terjadi walaupun jarang
dan fatal karena gagal ginjal. Rheumatoid arthtritis adalah bukan hanya
penyakit kerusakan sendi. Hal ini dapat melibatkan hamper semua organ.
Masalah yang mungkin terjadi meliputi :
a. Nodulus rheumatoid ekstra sinofial dapat terbentuk pada katub
jantung atau pada paru-paru mata atau limfa. Fungsi pernapasan dan
jantung dapat terganggu.
b. Anemia karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan cukup
sel-sel darah merah baru
c. Kerusakan pada jaringan paru (paru arthtritis)
d. Cedera pada tulang belakang saat tulang leher menjadi tidak stabil
sebagai akibat dari RA.
e. Reunatouid faskulitis (radang pembuluh darah) yang dapat
menyebabkan bisul dan infeksi kulit, pendarahan tukak lambung, dan
masalah saraf yang menyebabkan nyeri, mati rasa, atau kesemutan.
Faskulitas juga dapat mempengaruhi otak, saraf, dan jantung. Yang
dapat menyebabkan stroke, serangan jatung, atau gagal jaunting.
f. Pembengkakan dan peradangan pada lapisan luar jantung atau
perikarditis dan dari otot jantung (miokarditis). Kedua kondisi ini
dapat menyebabkan gagal jantung kongestif.
g. Syndrome Sjorgen yang merupakan gangguan autoimun dimana
kelenjar yang memproduksi air mata dan ludah yang hancur. Kondisi
ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal dan
paru-paru.
(Wiley J dan Blackwell,2011)

2.2.7 Penatalaksanaan
a) Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas
untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum
jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,
meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-
obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan
sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat
memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.

b) Perlindungan sendi

Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme


tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang
berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat
listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu
diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang
tertekuk (pronatio).

c) Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang


gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis.
Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya
keluhan dan peradangan.

d) Dukungan psikososial

Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena


sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberata n
untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.

e) Persoalan Seksual

Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis


terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi
karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan
mengutarakannya.

f) Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,


yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan
ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi
yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok
jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat
dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic,
inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan
memperkuat otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi
osteoartritis. Latihan isometric lebih baik dari pada isotonic karena
mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang
yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena
berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh
karena otot-otot periartikular. memegang peran penting
terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan
otot-otot tersebut adalah penting
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Lansia merupakan suatu proses penuaan pada kehidupan seseorang
baik perempuan atau laki-laki saat berusia 60 tahun. Yang ditandai dengan
menurunnya daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap
serangan penyakit.
 Batasan lansia Menurut WHO:
e) Usia pertengahan : 45-59 tahun
f) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
g) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
h) Usia sangat tua : diatas 90 tahun
 Ciri-ciri Lansia :
e. Lansia merupakan periode kemunduran
f. Lansia memiliki status kelompok minoritas
g. Menua membutuhkan perubahan peran
h. Penyesuaian yang buruk pada lansia
 Klasifikasi Lansia : Pra lansia, Lansia, Lansia resiko tinggi, Lansia
potensial & Lansia tidak potensial.
 Teori Penuaan : Teori Biologi dan Teori Psikologis
 Tahapan Proses Penuaan : Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun), Tahap
Transisi (usia 35-45 tahun, dan Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas

Salah satu masalah keperawatan yang kami ambil terhadap lansia


yakni Reumatoid Arthritis (RA). Reumatoid Arthritis merupakan kelainan
autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung kronik dan
mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis).

3.2 SARAN
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal
dari kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh
menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah
kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan
keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa
penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb.
Maka dari itu dari pembuatan makalah ini penulis menyarankan
untuk selalu memperhatikan mengenai lansia dan mengetahui dasar-dasar
mengenai lansia untuk pembuatana asuhan keperawatan dan pelayanan
kesehatan yang maksimal
DAFTAR PUSTAKA

Jazmi, Sabila Maola. 2016. Faktor Resiko Terjadinya Penuaan


Kholifah, Siti Nur. 2016. Keperawatan Gerontik.
Handoyo, Lukman. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia (Lansia)
Dengan Masalah Impecunity/Poverty
Nurarif, Huda Amin & Kusuma, Hardhi.2015. NANDA NIC-NOC 2015 Jilid 3.
Jogjakatra : MediAction

SDKI DPP PNI, Tim Pokja. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Moorhead, Sue. Dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification. Singapure: Elsevier


Global Rights

Bulechek, Gloria M. Dkk. 2016. Nursing Intervention Classification. Singapure:


Elsevier Global Rights

https://www.academia.edu/34359444/ASUHAN_KEPERAWATAN_GERONTI
K_PADA_LANSIA_Ny._K_DENGAN_HIPERTENSI_DI_WISMA_A_BP
STW_YOGYAKARTA_UNIT_BUDHI_LUHUR?auto=download Diakses
pada tanggal 20 Oktober 2018
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=2
ahUKEwjcprPz4JPeAhUGvo8KHYm8DgEQFjADegQIBBAC&url=http%3
A%2F%2Feprints.ums.ac.id%2F16069%2F3%2FBAB_II.pdf&usg=AOvVa
w0S5DXYVGYY4a49wo7PnsXe Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
https://plus.google.com/115670175502342862199/posts/X5Fka2ceAtm Diakses
pada tanggal 20 Oktober 2018
https://www.researchgate.net/publication/322938911_PAPER_-
_ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_LANSIA_DENGAN_IMPECUNI
TY Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
Kholifah, Siti Nur. 2016. Modul Cetak Keperawatan : Keperawatan Gerontik.
Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan
https://www.google.com/search?q=BAB%252520II.pdf&ie=utf-8&oe=utf-
8&client=firefox-b Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
https://www.scribd.com/presentation/366781236/Patofisiologi-Rheumatoid-
Artritis

https://media.neliti.com/media/publications/114397-ID-faktor-faktor-yang-
berhubungan-dengan-ke.pdf

http://jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/163

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.academia
.edu/7579877/REUMATOID_ARTRITISLANSIA&ved=2ahUKEwixx4q
koZTeAhUDp48KHZcApQQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw3M96I3Do
pSNRztEhV2LWt0

https://www.alodokter.com/rheumatoid-arthritis.html

http://www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id

https://scribd.com/doc/69921302/Askep-Artritis-Reumatoid
http://www.academia.edu/11386763/LAPORAN_PENDAHULUAN_GERONTI
K_Rematik

https://www.edoc.site/lp-rheumatoid-arthritis-pdf

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000431.htm

Anda mungkin juga menyukai