OLEH
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : P07120521004
A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smelzelt & Bare,
2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2017).
Data World Health Organization (2015) telah mencatat Indonesia dengan
populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan keempat di dunia dalam hal
jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai
14,7% di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan. Dengan asumsi penduduk berumur
di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan ada 21,8 juta
warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes. Menurut American
Diabetes Asociation (ADA, 2015).
DM dapat di klasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe I, DM
tipe II, DM Gestasional. Beberapa tipe yang ada, DM tipe II merupakan salah
satu jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90-95%. Diabetes
yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang melebihi batasan
target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung (dehidrasi,
penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan
pembuluh darah mikro dan makro (Mikail, 2012). Menurut PERKENI (2006),
terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II
diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan
berat badan rendah.
Pada pasien DM tipe II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya
lebih dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena,
sel-sel sasaran (otot dan lemak tubuh) yang seharusnya mengambil gula
dengan adanya insulin, tidak memberikan respon normal terhadap insulin.
Jenis diabetes ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika ada gejalanya lebih
ringan daripada DM tipe I. Karena itu, DM tipe II pada usia dewasa seringkali
dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga.
Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015
terdapat 415 juta (8,8%) penderita DM di seluruh dunia dan diprediksikan
angka tersebut akan terus bertambah menjadi 642 juta (10,4%) penderita DM
tahun 2040. Sedangkan jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia
diperkirakan sebesar 10 juta yang menempatkan Indonesia dalam urutan ke-7
tertinggi di dunia bersama China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan
Meksiko (IDF, 2015). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2017, prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 2,5 %. DM
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 3,0 % (Kemenkes, 2017). Sementara,
di Sumatera Barat diperkirakan sebanyak 3,4 juta jiwa menderita penyakit
diabetrs tipe II. Selain itu prevalensi nasional, Sumatra Barat memiliki
prevalensi total DM sebanyak 1,5% dimana berada diurutan 16 dari 33
provinsi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah laporan ini adalah
bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Di
Ruang IGD RSUD Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang sistematis dan
lengkap pada pasien dengan Diabetes Melitus
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat:
a. Memahami lebih dalam tentang konsep dasar Diabetes Melitus
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Diabetes Melitus
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan dasar analisa data
hasil pengkajian pasien dengan Diabetes Melitus
d. Melakukan intervensi keperawatan dalam pada pasien Diabetes
Melitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus (DM)
1. Defenisi
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat
terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011).
DM atau sering disebut dengan kencing manis adalah suatu penyakit
kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin
atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa
melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin merupakan
hormon yang dihasilkan oleh kalenjar pankreas yang berperan dalam
memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan
sebagai sumber energi (IDF, 2017). DM tipe II merupakan kondisi saat gula
darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta (β)
pankreas untuk menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai
pengontrol kadar gula darah dalam tubuh (Dewi, 2014).
Pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk,
tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa
ke dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan
terjadinya DM tipe II adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita
tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin sehingga glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah (Tandra,
2007).
2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2017), klasifikasi
diabetes melitus atau DM yaitu DM tipe I, DM tipe II, DM gestasional, dan
DM tipe lain. Namun, jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM
tipe II.
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe I merupakan kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan
metabolik glukosa yang ditandai dengan hiperglikemia kronik. Keadaan
ini disebabkan oleh kerusakan sel beta (β) pankreas baik oleh proses
autoimum maupun idiopatik. Proses autoimun ini menyebabkan tubuh
kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin karena sistem
kekebalan tubuh menghancurkan sel yang bertugas memproduksi insulin
sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti (Rustama dkk, 2010).
Diabetes melitus tipe I dapat menyerang orang semua golongan
umur, namun lebih sering terjadi pada anak-anak. Penderita DM tipe 1
membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa
darahnya (IDF, 2017). Diabetes melitus tipe ini sering disebut juga
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), yang berhubungan dengan
antibodi berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibdies
(IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90%
anak-anak penderita mempunyai jenis antibody ini (Bustan, 2007).
b. Diabetes Melitus Tipe II
DM tipe II atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) adalah jenis diabetes mellitus yang paling
sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai
oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Diabetes mellitus
tipe ini lebih sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula
terjadi pada orang dewasa muda dan anak-anak (Greenstein dan Wood,
2010).
DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun
diabetes melitus merajalela ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut
rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam
setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang
glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir kebutaan),
kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-
15 tahun. Terjadi serangan jantung coroner, payah ginjal neuphropathy,
saraf-saraf lumpuh atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki serta
serangan stroke. 10 pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya
penyakit jantung coroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih
besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi
ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada
penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress,
stress dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan
sekresi hormon-hormon kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH,
kortisol, dan lain-lain.
c. Diabetes Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki resiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10
tahun setelah melahirkan.
d. Diabetes Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada efek genetik
fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenic, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
3. Klasifikasi
Menurut Smeltzer (2015) Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan
kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik
kearah terjadinya diabetes type I. Kecendurungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imunnya.
(Smeltzer & Bare, 2015).
2) Imunologi
Pada diabetes I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
sebagai jaringan asing (Smeltzer & Bare, 2015).
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta (Smeltzer & Bare, 2015).
DM Tipe I DM Tipe II
Reaksi Autoimun Ideopatik, usia, genetik, dll
7. Pemeriksaan Diagnostik
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni, 2011), menjelaskan
bahwa pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada
gejala khas DM berupa poliuria (peningkatan pengeluaran urin), polidipsia
(peningkatan rasa haus), polifagia (peningkatan rasa lapar) dan penurunan
berat badan yang tidak 24 dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala
khas, maka pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥200mg/dl diagnosis DM
sudah dapat ditegakkan.
b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥126mg/dl juga dapat
digunakan untuk pedoman diagnosis DM.
c. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal
yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan
berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat
bagi pasien yang membutuhkan kendaliglikemik. Pemeriksaan HbA1c
dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM. Pemeriksaan
pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan,
pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan
pengendalian. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan
glukosa darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu:
1) Pemeriksaan GDP ≥126 mg/dl, GDS ≥200mg/dl pada hari yang lain.
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200mg/dl.
8. Penatalaksanaan
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM (Andarmoyo, 2013), yaitu:
a. Diet
1) Jumlah sesuai dengan kebutuhan
Kebutuhan zat gizi pada pasien DM adalah :
a) Protein
American Diabetes Association (ADA), merekomendasikan
protein yang dikonsumsi pasien diabetes mellitus sebesar 10-20%.
b) Lemak
Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika pasien dengan
kadar trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan untuk diet dyslipidemia
tahap II yaitu < 7% energy total dari lemak jenuh, tidak lebih dari
lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.
c) Karbohidrat
Rekomendasi jumlah karbohidrat untuk penderita DM adalah 60-
70% kalori.
d) Serat
Serat yang direkomendasikan pada penderita DM adalah serat larut
dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-30% dari berbagai
sumber makanan.
e) Natrium
Asupan natrium pada pasien DM sama dengan yang tidak
menderita DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300 mg dan pasien
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natriun
perhari.
f) Alkohol
Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada saat makan
karena mengakibatkan hipoglikemia. Tapi jika penggunaan alkohol
dikonsumsi dengan jumlah sedang tidak akan mempengaruhi 26
kadar gula darah jika gula darah terkontrol.
2) Jadwal Diet Ketat
Pasien DM diperlukan jadwal makan yang teratur, agar terkendali gula
darahnya. Jadwal makan itu yaitu makan pagi, makan siang, makan
malam dan snack antara makan besar. Makan saat lapar porsinya
biasanya lebih besar di bandingkan makan sebelum lapar. Karena itu
pasien DM dianjurkan makan sebelum lapar. Jumlah kalori diet DM
sesuai dengan status gizi pasien, berkisar antara 110-2500 kalori.
3) Jenis : boleh dimakan/ tidak
Banyak yang beranggapan bahwa penderita DM harus makan makanan
khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya
adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu
sangat penting bagi kita terutama penderita DM untuk mengetahui efek
dari makanan pada glukosa darah. Ada beberapa jenis makanan yang
dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi
penderita DM yaitu :
a) Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita DM adalah:
(1) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang,
singkong, ubi dan sagu.
(2) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa
kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan.
(3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan
yang mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan
cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.
b) Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk
penderita 27 DM adalah :
(1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula
jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental
manis, soft drink, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan
tarcis.
(2) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji
(fast-food), goreng-gorangan. (3)Mengandung banyak natrium
seperti ikan asin, telur asin dan makanan yang diawetkan.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake)
2) Mencegah kegemukan
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
merangsang pembentukan glukosa baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
c. Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan
penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang ditimbulkan
dan resikonya, intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara
mengatasi hipoglikemi, olahraga yang teratur dan cara menggunakan
fasilitas kesehatan. Perencanaan diet yang tepat yaitu cukup asupan kalori,
protein, lemak, mineral 28 dan serat. Ajarkan pasien untuk dapat
mengontrol gula darah untuk mencegah komplikasi dan mampu merawat
diri sendiri (ADA, 2016). Penyuluhan tentang DM dapat menggunakan
media leaflet, poster, TV, video, diskusi kelompok, atau alat peraga lain
yang dapat digunakan media untuk penyuluhan.
d. Obat
Obat untuk penderita DM ada obat hipoglikemi oral dan insulin yang
diberikan sesuai kebutuhan. Obat hipoglikemi oral dapat dibedakan
menjadi 3 golongan berdasarkan cara kerjanya yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea bekerja meningkatkan sekresi
insulin pada otot dan sel beta pankreas, meningkatkan performance
dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak, meningkatkan
efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport
karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak, penurunn produksi glukosa
oleh hati, bekerja melalui alur kalsium sensitive terhadap ATP.
Contohnya obat Khlorpropamid, Glibenklamid, Gliklasid, Glikuidon,
Glipsid, Gimepiri Glinid obat generasi baru tapi cara kerjanya sama
dengan Sulfonilurea. Contoh obatnya Repaglinid dan Nateglinid.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguamid. Cara kerjanya tidak
merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah
sampai normal (euglikemia), dan tidak menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat ini adalah Metformin dan Thiazolindion/ glitazon.
3) Penghambat alfa glukosidase/ Acarbose. Cara kerja obat ini adalah
menghambat enzim alfa glukosidase pada dinding usus halus yang
dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya
sehingga mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial. Obat
ini hanya mempengaruhi kadar glukosa pada saat makan dan tidak
mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu terjadi pemberian obat
ini yang tepat adalah pada saat makan. Pasien DM yang mendapat
pengobatan suntikan insulin multiple berisiko hipoglikemia, untuk
pencegahannya diperlukan pemantauan gula darah sebanyak empat
kali sehari yaitu sebelum sarapan pagi, sebelum makan siang, sebelum
makan malam, dan sebelum tidur. Pasien yang mendapat suntikan
insulin dengan dosis 1 atau 2 kali perhari, bertujuan mencegah
hipoglikemia dan ketosis, pemantauan kadar gula darah dilakukan
lebih jarang yaitu 1 kali sehari sebelum sarapan pagi atau sebelum
makan malam.
e. Cangkok pankreas
Cangkok pankreas merupakan pencegahan tersier yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kecacatan akibat DM, pada individu
yang telah mengidap DM. Pencegahan tersier terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1) Mencegah terjadinya komplikasi
2) Mencegah komplikasi berkembang dan merusak organ atau jaringan
3) Mencegah terjadinya kecacatan akibat kegagalan organ atau jaringan
9. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan DM diklasifikasikan sebagai komplikasi
akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang
meningkat atau menurun tajam dalam waktu yang singkat (Smeltzer & Bare,
2015). Sedangkan komplikasi kronik terjadi apabila kadar glukosa darah
secara berkepanjangan tidak terkendali dengan baik sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi kronik diabetes melitus (Perkeni, 2011). Beberapa
komplikasi akut dan kronik dari DM adalah :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah) terjadi
jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Penyebab
hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas
fisik yang berat. Gejala terdiri atas gejala adrenergik seperti tremor,
takikardia, palpitasi, rasa lapar, dan gejala neuro-glikopenik seperti
perasaan ingin pingsan, penurunan daya ingat, gelisah, kejang, kesadaran
menurun sampai koma.Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10
hingga 15 gr gula yang bekerja cepat peroral. Penderita DM tipe II yang
menggunakan obat hipoglikemia oral juga dapat mengalami hipoglikemia
(khususnya pasien yang menggunakan klorpropamid yang merupakan obat
hipoglikemia oral dengan kerja lama) (Brunner & Suddarth, 2013).
b. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa 23 yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu
produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa
yang berlebihan, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama air dan
elektrolit. Diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuri akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan
pada perbaikan utama, yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis
(Brunner & Suddarth, 2013).
Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan DM yang
mencakup:
1) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar): memengaruhi
sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
2) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil): memengaruhi mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati).
3) Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom
serta berperan memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan
ulkus kaki diabetik (Brunner & Suddarth, 2013).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus
1. Pengkajian
a. Aktivitas Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Gangguan tidur/istirahat.
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas. Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama.
Tanda: Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi.
Nadi yang menurun atau tak ada. Distritmia. Krekels; DVJ (GJK).
Kulit panas, kering dan kemerahan; bola mata cekung.
c. Integritas Ego
Gejala: Stres, tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda: Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang. Nyeri
tekan abdomen.
Tanda: Urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine
berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asitesis. Bising
usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
e. Makanan/cairan
Gejala: Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu. Haus.
Penggunaan diaretik (tiazid).
Tanda: Kulit kering atau bersisik, turgor jelek. Kekakuan atau distensi
abdomen, muntah. Pembesaran iroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).
f. Neurosenseri
Gejala: Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas.
Kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda: Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
g. Nyeri Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat)
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati- hati.
h. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda: Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi / ulserasi
i. Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanda sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atautidak).
Tanda: Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak. Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan.
j. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi)
Tanda: Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga; DM, penyakit Jantung, Stroke,
Hipertensi, fenobarbital penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat
seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan dapat meningatkan kadar
glukosadarah).
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari
Rencana pemulangan: Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada
penderita Diabetes Melitus adalah:
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah ditandai dengan kadar glukosa
dalam darah tinggi/ rendah
3. Hipoglikemi
(I.03115)
4. Hiperglikemia Definisi:
5. Diabetes gestasional Mengidentifikasi dan mengelola
6. Penggunaan kortikosteroid kadar glukosa darah rendah
7. Nutrisi parenteral total (TPN)
Tindakan:
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala
hipoglikemi
2. Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
Terapeutik
1. Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
2. Berikan glucagon, jikaperlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein sesuai
diet
4. Pertahankan kepatenan jalan
napas
5. Pertahankan akses IV, jika
perlu
6. Hubungi layanan medis
darurat, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan monitor kadar gula
darah
3. Ajarkan pengelolaan
hipoglikemia
4. Ajarkan perawatan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasikan pemberian
glukogen, jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Kategori : Fisiologis Status Nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119)
Sub Kategori : Nutrisi dan cairan Definisi: Definisi:
Kode : D.0019 Keadekuatan asupan nutrisi untuk Mengidentifikasi dan mengelola
Defisit Nutrisi memenuhi kebutuhan metabolisme asupan nutrisi yang seimbang
Gejala dan Tanda Mayor 10. Penyiapan dan penyimpanan minuman sebelum makan, jika perlu
(Tidak tersedia) 11. Sikap terhadap makanan/ minuman pedoman diet (mis.piramida
Risiko Ketidakseimbangan Cairan ruang intraselular dan ekstraselular tubuh Mengidentifikasi dan mengelola
keseimbangan cairan dan
Definisi: Ekspektasi: Meningkat
mencegah komplikasi akibat
Berisiko mengalami penurunan, Kriteria Hasil: ketidakseimbangan cairan
peningkatan,atau percepatan 1. Asupan cairan Tindakan
perpindahan cairan dari 2. Haluaran urin Observasi
intravaskuler, interstisial atau 3. Kelembaban membrane mukosa 1. Monitor status hidrasi (mis.
intraseluler 4. Asupan makanan Frekuensi nadi, kekuatan
Faktor Risiko Keterangan: nadi, akral, pengisian kapiler,
1. Prosedur pembedahan mayor 1 =Menurun kelembapan
2. Trauma/ perdarahan 2 = Cukup Menurun mukosa, turgor kulit, tekanan
3. Luka bakar 3 = Sedang darah)
4. Aferesis 4 = Cukup Meningkat 2. Monitor berat badan harian
5. Asites 5 = Meningkat 3. Monitor berat badan sebelum
6. Obstruksi intestinal dan sesudah dialysis
7. Peradangan pankreas 5. Edema 4. Monitor hasil pemeriksaan
8. Penyakit ginjal dan kelenjar 6. Dehidrasi laboratorium (mis.
9. Dsfungsi intestinal 7. Asites hematokrit, Na, K, Cl, berat
8. Konfusi jenis urine,BUN)
Kondisi Klinis Terkait
Keterangan: 5. Monitor status
1. Prosedur pembedahan mayor
1= Meningkat hemodinamik (mis. MAP,
2. Penyakit ginjal dan kelenjar
2 = Cukup Meningkat CVP, PAP, PCWP jika
3. Perdarahan
3 = Sedang tersedia)
4. Luka bakar
4 = Cukup Menurun Terapeutik
5 = Menurun 1. Catat intake–output dan
hitung balans cairan 24jam
9. Tekanan darah 2. Berikan asupan cairan, sesuai
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai
capaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh pasien.
Apabila tercapai sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita
perlu melakukan pengkajian lebih lanjut, memodifikasi rencana, atau
mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
- Nama Pasien : Ny. N
- Tempat Tgl Lahir : Gunung Kidul, 11 Desember 1958
- Umur : 62 th 7 bln
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Petani
- Suku / Bangsa : Jawa
- Alamat : Tanjung I 09/02 Bleberan, Playen
- Diagnosa Medis : Confirm Covid 19 dengan Komorbid DM Tipe II
- No. RM : 00364860
- Tanggal Masuk RS : 13 Agustus 2021
C. SOSIAL
- Pendidikan Terakhir : SD
- Bahasa sehari-hari yang digunakan : Bhs Daerah
- Status Pernikahan : Kawin
- Sistem Dukungan Sosial : Keluarga
- Jenis Pekerjaan : Petani
- Hobi : Berkebun
D. POLA MAKAN
- Makan Teratur : Ya
- Frekuensi : 3 x sehari
- Minum : 2000 cc sehari
- Jenis : Air Putih/ Mineral, dan Teh (pagi hari)
- Pemanis : Murni
- Keluhan : Pasien tidak mempunyai keluhan dengan
nutrisi
- Komposisi Makanan : Karbohidrat Protein
Lemak Buah Susu
- Kategori Makanan : Seimbang
- Siapa yang Memasak : Sendiri
- Konsumsi Alkohol : Tidak
- Kebiasaan Makan di Luar: Tidak
- Kebiasaan Merokok : Tidak
E. PENGOBATAN TERAKHIR
- Umum untuk penyakit : Hipertensi
- Nama Obat/ Dosis : Propanolol 10 mg, Ditiazem 30 mg
- Diabetes :
Insulin Nama/ Dosis : Novorapid 9 unit
- Obat yang dibeli sendiri/ bebas : Tidak ada
- Terapi Komplementer : Tidak ada
G. KETERBATASAN KEMAMPUAN
Tingkat keterbatasan :
(1) Kelumpuhan : Tidak ada kelumpuhan, aktifitas mobilisasi masih
di bantu perawat dan keluarga pasien
L. Pemeriksaan Fisik
(1) Inspeksi Umum
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,3oC
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
TD : 187/84 mmHg
Postural drop/hipostatik : Tidak terjadi
Tinggi badan : 161 cm
Berat badan : 65 kg
Riwayat penambahan/penurunan berat badan : berat badan pasien
meningkat sejak 2012
IMT : 26 kg/m2
Gejala diabetes : Polidipsi
Hasil pemeriksaan urine lengkap terakhir (tanggal) : -
Hasil pemeriksaan darah terakhir :
Glukosa darah sewaktu : 230 g/dL
Hb : 13,1 g/dL (12-16 g/dL)
Keton darah : Tidak
Keton urine : Tidak
(2) Kulit
Hiperpigmentasi :
Turgor kulit : Kembali >2 detik pada kedua kaki
Kelainan kulit : Tidak ada kelainan kulit
Lokasi suntikan : Tidak terdapat penebalan, infeksi dan memar pada
lokasi penyuntikan
(3) Mulut
Membran mukosa mulut : Tampak kering
Bibir : Tampak kering
Halitosis : Tidak, pasien rutin menggosok gigi
Gigi : Tidak terdapat karies
Tanggal 13/08/2021
DATA PENYEBAB MASALAH
DS :
Suhu : 36,3 oC
Nadi : 90 x/mnt
RR : 25 x/mnt
Suhu : 36,3 oC
Nadi : 90 x/mnt
RR : 25 x/mnt
DO :
Suhu : 36,3 oC
Nadi : 90 x/mnt
RR : 25 x/mnt
Jumat Perfusi Jaringan Tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi (SIKI, I. 02079, Hal. 345)
Efektif (SDKI, D.0009, Hal. selama 2 x 24 jam, maka Observasi
13/08//2021
37) berhubungan dengan perfusi jaringan kembali - Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan
16.00
Hiperglikemia efektif, dengan kriteria hasil: bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
Perfusi Perifer (SLKI,
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
L.02011, Hal 84)
Edukasi
a. Warna kulit pucat menurun
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
b. Parastesia/ kesemutan
darah secara teratur
menurun
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
c. Kram otot menurun
tepat (mis. melembabkan kulit kering pada
d. Kelemahan otot menurun
kaki)
e. Pengisian kapiler membaik
Jumat Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Elektrolit (SIKI, I.03122 Hal.
Elektrolit (SDKI, D.0037, selama 2 x 24 jam, maka 240)
13/08//2021 Hal.88) berhubungan dengan keseimbangan elektrolit Observasi
gangguan mekanisme regulasi meningkat, dengan kriteria - Monitor kadar elektrolit serum
16.00
(mis. diabetes) hasil: Terapeutik
(SLKI, L.03021, Hal. 42) - Atur interval waktu pemantauan sesuai
a. Serum natrium membaik dengan kondisi pasien
b. Serum kalium membaik - Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Serum klorida membaik Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
P : Lanjutkan Intervensi
- Melakukan manajemen
Hiperglikemia
FS
Jumat/ Perfusi Jaringan Tidak 1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak S:
13/08/2021/ Efektif (SDKI, D.0009, pada ekstremitas - Pasien mengatakan
21.00 Hal. 37) berhubungan 2. Lakukan perawatan spa kaki ringan kesemutan berkurang
dengan Hiperglikemia 3. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah namun masih sering
secara teratur (amlodipine 5 mg) muncul
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat - Pasien mengatakan
(mis. melembabkan kulit kering pada kaki) kaki sedikit terasa
nyaman
O:
insulin masuk
S: FS
Jumat Perfusi Jaringan 1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak pada - Pasien mengatakan
Tidak Efektif ekstremitas sudah tidak kesemutan
13/08//2021
berhubungan 2. Lakukan perawatan spa kaki ringan lagi
Sore
dengan 3. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah - Pasien mengatakan kaki
Hiperglikemia secara teratur (amlodipine 5 mg) sudah terasa nyaman
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. O:
melembabkan kulit kering pada kaki) - Kulit kaki tampak
lembab
- Tidak terdapat luka
- Tidak terdapat edema
- Tidak ada kemerahan
- GDS : 190 g/dL
- TTV :
TD : 135/80 mmHg
Suhu : 36,5 oC
Nadi : 95 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S:
A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Ny. N dengan
diagnosa CONFIRM COVID 19 + KOMORBID DM TIPE II, selama 1 x 24
jam dari tanggal 13 Agustus 2021, penulis memperoleh pengalaman nyata
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan diagnosa
CONFIRM COVID 19 + KOMORBID DM TIPE II, dengan menerapkan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan
serta mendokumentasikannya dan mengidentifikasi faktor pendukung dan
penghambat dalam setiap proses keperawatan. Adapun kesimpulannya sebagai
berikut :
B. Saran
Keluarga harus lebih kooperatif dalam merawat anggota keluarga yang sakit
baik di rumah sakit maupun di rumah, serta terus memotivasi pasien untuk
kesehatannya kembali pulih seperti biasa dan lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Fitirani, Laila Rizqa Nur dan Novi Indah Aderita. (2021). Perawatan Kaki Spa
Kaki Atasi Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Pada Pasien
Diabetes Millitus Tipe II. IJMS- Indonesian Journal On Medical Science.
Greenstein, B., & Wood, D.F. 2010. At a Glance Sistem Endokrin Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
IDF. 2017. IDF Diabetes Atlas Fifth Edition: Internasional Diabetes Federation.
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Tandra, H. 2007. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(I).Jakarta: DPP PPNI.