Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PROFESI NERS

KEPERAWATAN DIABETES MELITUS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Ny. N DENGAN


DIABETES MELITUS TIPE II DI RUANG IGD
RSUD WONOSARI GUNUNG KIDUL
YOGYAKARTA
Pembimbing Akademik: Ns. Abdul Majid, M.Kep

OLEH

FIVI SIMARMATA P07120521004

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : FIVI SIMARMATA

NIM : P07120521004

JUDUL : LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES
MELITUS DI RUANG IGD RSUD WONOSARI KABUPATEN
GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

Ns. Abdul Majid, M.Kep Sucipto, S.ST, Ns


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Smelzelt & Bare,
2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua-duanya (ADA, 2017).
Data World Health Organization (2015) telah mencatat Indonesia dengan
populasi 230 juta jiwa, menduduki kedudukan keempat di dunia dalam hal
jumlah penderita diabetes terbesar setelah Cina, India, dan Amerika Serikat.
Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi diabetes mencapai
14,7% di perkotaan dan 7,2 % di pedesaan. Dengan asumsi penduduk berumur
di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan ada 21,8 juta
warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes. Menurut American
Diabetes Asociation (ADA, 2015).
DM dapat di klasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe I, DM
tipe II, DM Gestasional. Beberapa tipe yang ada, DM tipe II merupakan salah
satu jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90-95%. Diabetes
yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang melebihi batasan
target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung (dehidrasi,
penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang (kerusakan
pembuluh darah mikro dan makro (Mikail, 2012). Menurut PERKENI (2006),
terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DM tipe II
diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan
berat badan rendah.
Pada pasien DM tipe II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya
lebih dipengaruhi oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena,
sel-sel sasaran (otot dan lemak tubuh) yang seharusnya mengambil gula
dengan adanya insulin, tidak memberikan respon normal terhadap insulin.
Jenis diabetes ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika ada gejalanya lebih
ringan daripada DM tipe I. Karena itu, DM tipe II pada usia dewasa seringkali
dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga.
Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015
terdapat 415 juta (8,8%) penderita DM di seluruh dunia dan diprediksikan
angka tersebut akan terus bertambah menjadi 642 juta (10,4%) penderita DM
tahun 2040. Sedangkan jumlah estimasi penyandang DM di Indonesia
diperkirakan sebesar 10 juta yang menempatkan Indonesia dalam urutan ke-7
tertinggi di dunia bersama China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan
Meksiko (IDF, 2015). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2017, prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia
berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 2,5 %. DM
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 3,0 % (Kemenkes, 2017). Sementara,
di Sumatera Barat diperkirakan sebanyak 3,4 juta jiwa menderita penyakit
diabetrs tipe II. Selain itu prevalensi nasional, Sumatra Barat memiliki
prevalensi total DM sebanyak 1,5% dimana berada diurutan 16 dari 33
provinsi di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah laporan ini adalah
bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diabetes Melitus Di
Ruang IGD RSUD Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang sistematis dan
lengkap pada pasien dengan Diabetes Melitus

2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun laporan pendahuluan diharapkan mahasiswa dapat:
a. Memahami lebih dalam tentang konsep dasar Diabetes Melitus
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan Diabetes Melitus
c. Menetapkan diagnosa keperawatan pasien dengan dasar analisa data
hasil pengkajian pasien dengan Diabetes Melitus
d. Melakukan intervensi keperawatan dalam pada pasien Diabetes
Melitus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus (DM)
1. Defenisi
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat
terjadi kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011).
DM atau sering disebut dengan kencing manis adalah suatu penyakit
kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin
atau tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa
melalui pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin merupakan
hormon yang dihasilkan oleh kalenjar pankreas yang berperan dalam
memasukkan glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan
sebagai sumber energi (IDF, 2017). DM tipe II merupakan kondisi saat gula
darah dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta (β)
pankreas untuk menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai
pengontrol kadar gula darah dalam tubuh (Dewi, 2014).
Pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas insulinnya buruk,
tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa
ke dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah meningkat. Kemungkinan
terjadinya DM tipe II adalah bahwa sel-sel jaringan tubuh dan otot penderita
tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin sehingga glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah (Tandra,
2007).
2. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2017), klasifikasi
diabetes melitus atau DM yaitu DM tipe I, DM tipe II, DM gestasional, dan
DM tipe lain. Namun, jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1 dan DM
tipe II.
a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe I merupakan kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan
metabolik glukosa yang ditandai dengan hiperglikemia kronik. Keadaan
ini disebabkan oleh kerusakan sel beta (β) pankreas baik oleh proses
autoimum maupun idiopatik. Proses autoimun ini menyebabkan tubuh
kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin karena sistem
kekebalan tubuh menghancurkan sel yang bertugas memproduksi insulin
sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti (Rustama dkk, 2010).
Diabetes melitus tipe I dapat menyerang orang semua golongan
umur, namun lebih sering terjadi pada anak-anak. Penderita DM tipe 1
membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa
darahnya (IDF, 2017). Diabetes melitus tipe ini sering disebut juga
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), yang berhubungan dengan
antibodi berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibdies
(IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies (GADA). 90%
anak-anak penderita mempunyai jenis antibody ini (Bustan, 2007).
b. Diabetes Melitus Tipe II
DM tipe II atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) adalah jenis diabetes mellitus yang paling
sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. Keadaan ini ditandai
oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Diabetes mellitus
tipe ini lebih sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi dapat pula
terjadi pada orang dewasa muda dan anak-anak (Greenstein dan Wood,
2010).
DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun
diabetes melitus merajalela ke mana-mana bagian tubuh. Selain rambut
rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti kacamata (dalam
setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang
glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir kebutaan),
kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-
15 tahun. Terjadi serangan jantung coroner, payah ginjal neuphropathy,
saraf-saraf lumpuh atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki serta
serangan stroke. 10 pasien DM tipe II mempunyai risiko terjadinya
penyakit jantung coroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih
besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian komplikasi
ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang tidak baik ini pada
penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor diantaranya stress,
stress dapat merangsang hipotalamus dan hipofisis untuk peningkatan
sekresi hormon-hormon kontra insulin seperti ketokelamin, ACTH, GH,
kortisol, dan lain-lain.
c. Diabetes Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki resiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10
tahun setelah melahirkan.
d. Diabetes Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada efek genetik
fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenic, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
3. Klasifikasi
Menurut Smeltzer (2015) Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan
kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik
kearah terjadinya diabetes type I. Kecendurungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imunnya.
(Smeltzer & Bare, 2015).
2) Imunologi
Pada diabetes I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
sebagai jaringan asing (Smeltzer & Bare, 2015).
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta (Smeltzer & Bare, 2015).

b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)


Menurut Smeltzer (2015), mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II
masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2015), pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan
hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar,
akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa
yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea) dan rasa haus (polidipsi).
(Smeltzer & Bare, 2015).
Defisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat penurunan simpanan kalori.
Gejala lainya kelelahan dan kelemahan dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan
subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk smping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang
disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen
mual, muntah, hiperventilasi napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang
sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer dan Bare, 2015).
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya
belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting
dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan
faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas rendah aktivitas fisik,
diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer & Bare, 2015).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin
dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus
pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan (Smeltzer & Bare, 2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang
tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer & Bare, 2015).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-
tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti:
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi)
(Smeltzer & Bare, 2015).
5. Pathway

DM Tipe I DM Tipe II
Reaksi Autoimun Ideopatik, usia, genetik, dll

Sel β pancreas hancur


Jumlah sel pancreas
menurun aksi autoimun
Defisiensi Insulin

Hiperglikemi Katabolisme protein Liposis meningkat


meningkat

Fleksibilatas Pembatasan diet Penurunan BB


darah merah
Protein dalam tubuh ↓
Pelepasan O2 Resiko Nutrisi
Poliuria Intake tidak adekuat
Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
Hipoksi perifer Defisit Volume Cairan
Nyeri Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
Resistensi infeksi ↓

Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa


Darah Luka

Gangguan Integritas Kulit/ Pertumbuhan


Gangren
Jaringan organisme

(SDKI, 2017, NANDA, 2015)


6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang serig dijumpai pada pasien DM menurut Bararah
dan Jauhar (2013) yaitu :
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) merupakan gejala yang paling
utama yang dirasakan oleh setiap pasie. Jika konsentrasi glukosa dalam
darah tinggi, ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam
urin, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan eletrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmosis. Sebagai akibat dari
kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria).
b. Polidipsia merupakan peningkatan rasa haus akibat volume urine besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dihidrasi ekstrasel karena air intrasel akan derdisfusi
keluar mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma hipertonik.
Dihidrasi intrasel merangsang pengeluaran Antideuretik Hormone
(ADH) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya cadangan gula
didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi.
d. Peningkatan infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
e. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
f. Kelainan kulit, yaitu kelainan kulit gatal-gatal diketiak dan dibawah
payudara, biasanya akibat tumbuh jamur.
g. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati, pada penderita DM
regenerasi sel persyarafan mengalami gangguan akibat kurangnya bahan
dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibat banyak persyarafan
terutama perifer mengalami kerusakan.
h. Luka yang tidak sembuh-sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makan yang
lain. Pada penderita DM bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan dipergunakan untuk pergantian
jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit
sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang
cepat pada penderita DM.
i. Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh hiperglikemia. Dapat disebabkan juga kelainan pada korpus
itreum.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni, 2011), menjelaskan
bahwa pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada
gejala khas DM berupa poliuria (peningkatan pengeluaran urin), polidipsia
(peningkatan rasa haus), polifagia (peningkatan rasa lapar) dan penurunan
berat badan yang tidak 24 dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala
khas, maka pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥200mg/dl diagnosis DM
sudah dapat ditegakkan.
b. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥126mg/dl juga dapat
digunakan untuk pedoman diagnosis DM.
c. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal
yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan
berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat
bagi pasien yang membutuhkan kendaliglikemik. Pemeriksaan HbA1c
dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM. Pemeriksaan
pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan,
pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan
pengendalian. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan
glukosa darah abnormal satu kali saja belum cukup kuat untuk
menegakkan diagnosis DM. Diperlukan investigasi lebih lanjut yaitu:
1) Pemeriksaan GDP ≥126 mg/dl, GDS ≥200mg/dl pada hari yang lain.
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥200mg/dl.

8. Penatalaksanaan
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM (Andarmoyo, 2013), yaitu:
a. Diet
1) Jumlah sesuai dengan kebutuhan
Kebutuhan zat gizi pada pasien DM adalah :
a) Protein
American Diabetes Association (ADA), merekomendasikan
protein yang dikonsumsi pasien diabetes mellitus sebesar 10-20%.
b) Lemak
Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika pasien dengan
kadar trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan untuk diet dyslipidemia
tahap II yaitu < 7% energy total dari lemak jenuh, tidak lebih dari
lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.
c) Karbohidrat
Rekomendasi jumlah karbohidrat untuk penderita DM adalah 60-
70% kalori.
d) Serat
Serat yang direkomendasikan pada penderita DM adalah serat larut
dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-30% dari berbagai
sumber makanan.
e) Natrium
Asupan natrium pada pasien DM sama dengan yang tidak
menderita DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300 mg dan pasien
hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg natriun
perhari.
f) Alkohol
Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada saat makan
karena mengakibatkan hipoglikemia. Tapi jika penggunaan alkohol
dikonsumsi dengan jumlah sedang tidak akan mempengaruhi 26
kadar gula darah jika gula darah terkontrol.
2) Jadwal Diet Ketat
Pasien DM diperlukan jadwal makan yang teratur, agar terkendali gula
darahnya. Jadwal makan itu yaitu makan pagi, makan siang, makan
malam dan snack antara makan besar. Makan saat lapar porsinya
biasanya lebih besar di bandingkan makan sebelum lapar. Karena itu
pasien DM dianjurkan makan sebelum lapar. Jumlah kalori diet DM
sesuai dengan status gizi pasien, berkisar antara 110-2500 kalori.
3) Jenis : boleh dimakan/ tidak
Banyak yang beranggapan bahwa penderita DM harus makan makanan
khusus, anggapan tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya
adalah menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu
sangat penting bagi kita terutama penderita DM untuk mengetahui efek
dari makanan pada glukosa darah. Ada beberapa jenis makanan yang
dianjurkan dan jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi
penderita DM yaitu :
a) Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita DM adalah:
(1) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie, kentang,
singkong, ubi dan sagu.
(2) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa
kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan.
(3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan
yang mudah dicerna. Makanan terutama mudah diolah dengan
cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus dan dibakar.
b) Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi untuk
penderita 27 DM adalah :
(1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir, gula
jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan, susu kental
manis, soft drink, es krim, kue-kue manis, dodol, cake dan
tarcis.
(2) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap saji
(fast-food), goreng-gorangan. (3)Mengandung banyak natrium
seperti ikan asin, telur asin dan makanan yang diawetkan.
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake)
2) Mencegah kegemukan
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
merangsang pembentukan glukosa baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
c. Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan adalah pemahaman tentang perjalanan
penyakit, pentingnya pengendalian penyakit, komplikasi yang ditimbulkan
dan resikonya, intervensi obat dan pemantauan glukosa darah, cara
mengatasi hipoglikemi, olahraga yang teratur dan cara menggunakan
fasilitas kesehatan. Perencanaan diet yang tepat yaitu cukup asupan kalori,
protein, lemak, mineral 28 dan serat. Ajarkan pasien untuk dapat
mengontrol gula darah untuk mencegah komplikasi dan mampu merawat
diri sendiri (ADA, 2016). Penyuluhan tentang DM dapat menggunakan
media leaflet, poster, TV, video, diskusi kelompok, atau alat peraga lain
yang dapat digunakan media untuk penyuluhan.
d. Obat
Obat untuk penderita DM ada obat hipoglikemi oral dan insulin yang
diberikan sesuai kebutuhan. Obat hipoglikemi oral dapat dibedakan
menjadi 3 golongan berdasarkan cara kerjanya yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea bekerja meningkatkan sekresi
insulin pada otot dan sel beta pankreas, meningkatkan performance
dan jumlah reseptor insulin pada otot dan sel lemak, meningkatkan
efisiensi sekresi insulin dan potensiasi stimulasi insulin transport
karbohidrat ke sel otot dan jaringan lemak, penurunn produksi glukosa
oleh hati, bekerja melalui alur kalsium sensitive terhadap ATP.
Contohnya obat Khlorpropamid, Glibenklamid, Gliklasid, Glikuidon,
Glipsid, Gimepiri Glinid obat generasi baru tapi cara kerjanya sama
dengan Sulfonilurea. Contoh obatnya Repaglinid dan Nateglinid.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguamid. Cara kerjanya tidak
merangsang sekresi insulin dan menurunkan kadar glukosa darah
sampai normal (euglikemia), dan tidak menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat ini adalah Metformin dan Thiazolindion/ glitazon.
3) Penghambat alfa glukosidase/ Acarbose. Cara kerja obat ini adalah
menghambat enzim alfa glukosidase pada dinding usus halus yang
dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya
sehingga mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial. Obat
ini hanya mempengaruhi kadar glukosa pada saat makan dan tidak
mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu terjadi pemberian obat
ini yang tepat adalah pada saat makan. Pasien DM yang mendapat
pengobatan suntikan insulin multiple berisiko hipoglikemia, untuk
pencegahannya diperlukan pemantauan gula darah sebanyak empat
kali sehari yaitu sebelum sarapan pagi, sebelum makan siang, sebelum
makan malam, dan sebelum tidur. Pasien yang mendapat suntikan
insulin dengan dosis 1 atau 2 kali perhari, bertujuan mencegah
hipoglikemia dan ketosis, pemantauan kadar gula darah dilakukan
lebih jarang yaitu 1 kali sehari sebelum sarapan pagi atau sebelum
makan malam.
e. Cangkok pankreas
Cangkok pankreas merupakan pencegahan tersier yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kecacatan akibat DM, pada individu
yang telah mengidap DM. Pencegahan tersier terdiri dari tiga tahap, yaitu :
1) Mencegah terjadinya komplikasi
2) Mencegah komplikasi berkembang dan merusak organ atau jaringan
3) Mencegah terjadinya kecacatan akibat kegagalan organ atau jaringan

9. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan DM diklasifikasikan sebagai komplikasi
akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang
meningkat atau menurun tajam dalam waktu yang singkat (Smeltzer & Bare,
2015). Sedangkan komplikasi kronik terjadi apabila kadar glukosa darah
secara berkepanjangan tidak terkendali dengan baik sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi kronik diabetes melitus (Perkeni, 2011). Beberapa
komplikasi akut dan kronik dari DM adalah :
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah) terjadi
jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Penyebab
hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas
fisik yang berat. Gejala terdiri atas gejala adrenergik seperti tremor,
takikardia, palpitasi, rasa lapar, dan gejala neuro-glikopenik seperti
perasaan ingin pingsan, penurunan daya ingat, gelisah, kejang, kesadaran
menurun sampai koma.Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10
hingga 15 gr gula yang bekerja cepat peroral. Penderita DM tipe II yang
menggunakan obat hipoglikemia oral juga dapat mengalami hipoglikemia
(khususnya pasien yang menggunakan klorpropamid yang merupakan obat
hipoglikemia oral dengan kerja lama) (Brunner & Suddarth, 2013).
b. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah
glukosa 23 yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping itu
produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa
yang berlebihan, ginjal akan mensekresikan glukosa bersama air dan
elektrolit. Diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuri akan menyebabkan
dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan
pada perbaikan utama, yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis
(Brunner & Suddarth, 2013).
Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan DM yang
mencakup:
1) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar): memengaruhi
sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
2) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil): memengaruhi mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati).
3) Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom
serta berperan memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan
ulkus kaki diabetik (Brunner & Suddarth, 2013).
B. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus

1. Pengkajian

a. Aktivitas Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Gangguan tidur/istirahat.
Tanda: Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas. Letargi/disorientasi, koma, penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi; IM akut. Klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama.
Tanda: Takikardia. Perubahan tekanan darah postural; hipertensi.
Nadi yang menurun atau tak ada. Distritmia. Krekels; DVJ (GJK).
Kulit panas, kering dan kemerahan; bola mata cekung.
c. Integritas Ego
Gejala: Stres, tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda: Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru atau berulang. Nyeri
tekan abdomen.
Tanda: Urine encer, pucat, kuning; poliuria (dapat berkembang
menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine
berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asitesis. Bising
usus lemah dan menurun; hiperaktif (diare).
e. Makanan/cairan
Gejala: Hilang nafsu makan. Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat. Penurunan berat
badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu. Haus.
Penggunaan diaretik (tiazid).
Tanda: Kulit kering atau bersisik, turgor jelek. Kekakuan atau distensi
abdomen, muntah. Pembesaran iroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halitosis atau manis,
bau buah (napas aseton).
f. Neurosenseri
Gejala: Pusing atau pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas.
Kelemahan pada otot, parestesia. Gangguan penglihatan.
Tanda: Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor atau koma (tahap
lanjut). Gangguan memori (baru, masa lalu); kacau mental. Refleks
tendon dalam (RTD) menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
g. Nyeri Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat)
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati- hati.
h. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda: Demam, diaforesis, Kulit rusak, lesi / ulserasi
i. Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanda sputum
purulen (tergantung adanya infeksi atautidak).
Tanda: Demam, diaforesis. Menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak. Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernafasan.
j. Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi)
Tanda: Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan atau Pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga; DM, penyakit Jantung, Stroke,
Hipertensi, fenobarbital penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat
seperti steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan dapat meningatkan kadar
glukosadarah).
Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 5,9 hari
Rencana pemulangan: Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada
penderita Diabetes Melitus adalah:
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah ditandai dengan kadar glukosa
dalam darah tinggi/ rendah

b. Nyeri akut ditandai dengan mengeluh nyeri


c. Defisit nutrisi ditandai dengan berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal.
d. Resiko ketidakseimbangan cairan
e. Gangguan intergritas kulit/ jaringan
3. Intervensi Keperawatan
Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
No
Keperawatan Indonesia (SDKI) Keperawatan Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia (SIKI)
1 Kategori : Fisiologis Kestabilan kadar glukosa darah Manajemen Hiperglikemia
Sub Kategori : nutrisi dan cairan (L.05022) (I.03115)
Kode : D.0027 Definisi: Definisi:

Kadar glukosa darah berada pada Mengidentifikasi dan mengelola


Ketidakstabilan kadar glukosa
tentang normal kadar glukosa darah diatas
darah
normal
Definisi: Ekspektasi: Meningkat
Tindakan
Variasi kadar glukosa Kriteria Hasil: Observasi
darah naik/ turun dari 1. Koordinasi kesadaran 1. Identifikasi kemungkinan
rentang normal Keterangan: penyebab hiperglikemi
Penyebab 1 = Menurun 2. Identifikasi situasi yang
Hiperglikemia 2 = Cukup Menurun menyebabkan kebutuhan
1. Disfungsi pankreas 3 = Sedang insulin meningkat (mis:
2. Resistensi insulin 4 = Cukup Meningkat penyakit kekambuhan)
3. Gangguan toleransi glukosa darah 5 = Meningkat 3. Monitor kadar glukosa darah,
4. Gangguan glukosa darah bila perlu
2. Mengantuk
puasa 3. Pusing 4. Monitor tanda dan gejala
Hipoglikemia 4. Lelah/lesu hiperglikemi (mis: poliuria,
1. Penggunaan insulin atau obat 5. Keluhan lapar polidipsi, polifagia,
glikemikoral 6. Gemetar kelemahan, malaise,
2. Hiperinsulinemia 7. Berkeringat pandangan kabur, sakit
3. Indokrenopati 8. Mulut kering kepala)
4. Disfungsi hati 9. Rasa haus 10.Perilaku aneh 5. Monitor intake dan output
5. Disfungsi ginjal kronis 11.Kesulitan bicara cairan
6. Efek agen farmakologi Keterangan: 6. Monitor keton urine, kadar
7. Tindakan pembedahan 1 = Meningkat glukosa gas darah, elektrolit,
neoplasma 2 = Cukup Meningkat tekanan darah ortostatik dan
8. Gangguan metabolik bawaan 3 = Sedang frekuensi nadi
4 = Cukup Menurun Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor
5 = Menurun 1. Berikan asupan cairan oral
a. Subjektif
Konsultasi dengan medis
Hipoglikemia
12.Kadar glukosa dalam darah jika tanda dan gejala
1. Mengantuk
13.Kadar glukosa dalam urin hiperglikemia tetap ada atau
2. Pusing
14.Palpitasi memburuk
Hiperglikemia
15.Perilaku 2. Fasilitasi ambulasi jika ada
1. Lelah atau lesu
b. Objektif 16.Jumlah urin hipotensi ortostatik
Hipoglikemia Keterangan: Edukasi
1. Gangguan koordinasi 1 = Memburuk 1. Anjurkan menghindari
2. Kadar glukosa dalam darah 2 = Cukup Memburuk olahraga
atau urin rendah 3 = Sedang saat kadar glukosa lebih
Hiperglikemia 4 = Cukup Membaik dari > 200 mg/dL
1. Kadar glukosa dalam 5 = Membaik 2. Anjurkan monitor kadar
darah atau urin rendah glukosa secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan
Gejala dan Tanda Minor
terhadap diit dan olahraga
a. Subjektif
4. Ajarkan indikasi dan
Hipoglikemia
pentingnya pengujian keton
1. Palpitasi
urin, jika perlu
2. Mengeluh lapar
5. Ajarkan pengelolaan
Hiperglikemia
diabetes (mis: penggunaan
1. Mulut kering
insulin, obat oral, monitor
2. Haus meningkat
asupan cairan, penggantian
b. Objektif
karbohidrat, bantuan
Hipoglikemia
profesional kesehatan)
1. Gemetar
2. Kesadaran menurun Kolaborasi
3. Perilaku aneh 1. Kolaborasi pemberian
4. Sulit bicara insulin, jika perlu
5. Berkeringat 2. Kolaborasi pemberian
Hiperglikemia cairan, jika perlu
1. Jumlah urin meningkat 3. Kolaborasi pemberian
kalium, jika perlu
Kondisi Klinis Terkait
1. Diabetes melitus
2. Ketoasidosis diabetik
Manajemen Hipoglikemi

3. Hipoglikemi
(I.03115)

4. Hiperglikemia Definisi:
5. Diabetes gestasional Mengidentifikasi dan mengelola
6. Penggunaan kortikosteroid kadar glukosa darah rendah
7. Nutrisi parenteral total (TPN)
Tindakan:
Observasi
1. Identifikasi tanda dan gejala
hipoglikemi
2. Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
Terapeutik
1. Berikan karbohidrat
sederhana, jika perlu
2. Berikan glucagon, jikaperlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein sesuai
diet
4. Pertahankan kepatenan jalan
napas
5. Pertahankan akses IV, jika
perlu
6. Hubungi layanan medis
darurat, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan monitor kadar gula
darah
3. Ajarkan pengelolaan
hipoglikemia
4. Ajarkan perawatan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasikan pemberian
glukogen, jika perlu

2 Kategori : Psikologis Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)


Sub Kategori : Nyeri dan Definisi: Definisi:
Kenyamanan Pengalaman sensorik atau emosional Mengidentifikasi dan mengelola
Kode : D.0077 yang berkaitan dengan kerusakan pengalaman sensorik atau
Nyeri Akut jaringan aktual atau fungsional dengan emosional dengan onset
onset mendadak atau lambat dan mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan berintensitas ringan hingga berat
Definisi: konsisten. dan konstan.
Pengalaman sensorik atau Ekspektasi: Menurun Tindakan
emosional yang berkaitan dengan Observasi
Kriteria Hasil:
kerusakan jaringan aktual atau 1. Identifikasi lokasi,
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas
fungsional, dengan onset karakteristik, durasi, frekwensi,
Keterangan:
mendadak atau lambat dan kualitas, intensitas nyeri
1 = Menurun
berintegritas ringan hingga berat 2. Identifikasi skala nyeri
2 = Cukup Menurun
yang berlangsung kurang dari 3
3. Identivikasi respon nyeri non
3 = Sedang
bulan.
verbal
4 = Cukup Meningkat
Penyebab 4. Identifikasi faktor yang
5 = Meningkat
1. Agen pencedera fisiologis memperberat dan memperingan
(mis, inflamasi, iskemia, nyeri
2. Keluhan nyeri
neoplasma) 5. Identifikasi pengetahuan dan
3. Meringis
2. Agen pencedera kimiawi (mis, keyakinan tentang nyeri
4. Sikap protektif
terbakar, bahan kimia iritan) 6. Identifikasi pengaruh
5. Gelisah
3. Agen pencedera fisik (mis, budaya
6. Kesulitan tidur
abses amputasi terbakar, terhadap respon nyeri
7. Menarik diri
terpotong, mengangkat beban 7. Identifikasi pengaruh nyeri
8. Berfokus pada diri sendiri
berat, prosedur operasi, trauma terhadap kualitas hidup
latihan fisik yang berlebihan) 9. Diaforesis 8. Monitor keberhasilan terapi
10. Perasaan depresi (tertekan) komplementer yang sudah
Gejala dan Tanda Mayor 11. Perasaan takut mengalami cedera diberikan
a. Subjektif berulang 9. Monitor efek samping
1. Mengeluh nyeri 12. Anoreksia penggunaan analgetik
b. Objektif 13. Perineum terasa tertekan Terapeutik
1. Tampak meringis 14. Uterus teraba membulat 1. Berikan teknik non
2. Bersikap protektif (mis. 15. Ketegangan otot farmakologis untuk
waspada, posisi 16. Pupil dilatasi mengurangi rasa nyeri (mis.
menghindari nyeri) 17. Muntah TENS, hypnosis, akupresur,
3. Gelisah 18. Mual terapi musik, biofeedback,
4. Frekuensi nadi meningkat Keterangan: terapi pijat, aroma terapi,
5. Sulit tidur 1 = Meningkat teknik imajinasi terbimbing,
Gejala dan Tanda Minor 2 = Cukup Meningkat kompres hangat atau dingin,
a. Subjektif 3 = Sedang terapi bermain)
(Tidak tersedia) 4 = Cukup Menurun 2. Kontrol lingkungan yang
b. Objektif 5 = Menurun memperberat rasa nyeri (mis.
1. Tekanan darah meningkat Suhu ruangan, pencahayaan,
2. Pola napas berubah 19. Frekuensi nadi dan kebisingan)
3. Nafsu makan berubah 20. Pola napas 3. Fasilitasi istirahat tidur
4. Proses berfikir terganggu 21. Tekanan darah Pertimbangkan jenis dan
5. Menarik diri 22. Proses berpikir sumber nyeri dalam pemilihan
6. Berfokus pada diri sendiri 23. Fokus strategi meredakan nyeri
7. Diaforesis 24. Fungsi berkemih Edukasi
25. Perilaku 1. Jelaskan penyebab, periode,
Kondisi Klinis Terkait
26. Nafsu makan dan pemicu nyeri
1. Kondisi pembedahan
27. Pola tidur 2. Jelaskan strategi meredakan
2. Cedera traumatis
Keterangan: nyeri
3. Infeksi
1 = Memburuk 3. Anjurkan memonitor nyeri
4. Sindroma coroner akut
2 = Cukup Memburuk secara mandiri
5. Glaukoma
3 = Sedang 4. Anjurkan menggunakan
4 = Cukup Membaik analgesik secara tepat
5 = Membaik 5. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3 Kategori : Fisiologis Status Nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi (I.03119)
Sub Kategori : Nutrisi dan cairan Definisi: Definisi:
Kode : D.0019 Keadekuatan asupan nutrisi untuk Mengidentifikasi dan mengelola
Defisit Nutrisi memenuhi kebutuhan metabolisme asupan nutrisi yang seimbang

Definisi: Ekspektasi: Membaik Tindakan


Asupan nutrisi tidak cukup untuk Observasi
Kriteria Hasil:
memenuhi kebutuhan metabolisme 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan
2. Identifikasi alergi dan
Penyebab 2. Kekuatan otot pengunyah
intoleransi makanan
1. Ketidakmampuan menelan 3. Kekuatan otot menelan
3. Identifikasi makanan yang
makanan 4. Serum albumin
disukai
2. Ketidakmampuan mencerna 5. Verbalisasi keinginan untuk
4. Identifikasi kebutuhan kalori
makanan meningkatkan nutrisi
dan jenis nutrien
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi 6. Pengetahuan tentang pilihan
5. Identifikasi perlunya
nutrien makanan yang sehat
penggunaan selang nasogatrik
4. Peningkatan kebutuhan 7. Pengetahuan tentang pilihan
6. Monitor asupan makanan
metabolisme minuman yang sehat
7. Monitor berat badan
5. Faktor ekonomi (mis.Finansial 8. Pengetahuan tentang standar asupan
8. Monitor hasil lab pemeriksaan
tidak mencukupi) nutrisi yang tepat laboratorium
6. Faktor psikologis (mis. Stress, 9. Penyiapan dan penyimpanan makanan Terapeutik
keengganan untuk makan) yang aman 1. Lakukan oral hygiene

Gejala dan Tanda Mayor 10. Penyiapan dan penyimpanan minuman sebelum makan, jika perlu

Subjektif yang aman 2. Fasilitasi menentukan

(Tidak tersedia) 11. Sikap terhadap makanan/ minuman pedoman diet (mis.piramida

Objektif sesuai dengan tujuan kesehatan makanan)


Keterangan: 3. Sajikan makanan secara
1. Berat badan menurun
minimal 10% dibawah 1 = Menurun menarik dan suhu yang

rentang ideal 2 = Cukup Menurun sesuai


3 = Sedang 4. Berikan makanan tinggi
Gejala dan Tanda Minor
4 = Cukup Meningkat serat untuk mencegah
Subjektif
5 = Meningkat konstipasi
1. Cepat kenyang setelah
5. Berikan makanan tinggi
makan
12. Perasaan cepat kenyang kalori dan tinggi protein
2. Kram/ nyeri abdomen
13. Nyeri abdomen 6. Berikan suplemen makanan,
3. Nafsu makan menurun
14. Sariawan jika perlu
Objektif
15. Rambut rontok 7. Hentikan pemberian makan
4. Bising usus hiperaktif
16. Diare melalui selang nasogastrik
5. Otot pengunyah lemah Keterangan: jika asupan oral dapat
6. Otot menelan lemah 1 = Menurun ditoleransi
7. Membran mukosa pucat 2 = Cukup Menurun Edukasi
8. Sariawan 3 = Sedang 1. Anjurkan posisi duduk, jika
9. Serum albumin turun 4 = Cukup Meningkat mampu
10. Rambut rontok berlebihan 5 = Meningkat 2. Ajarkan diet yang
11. Diare diprogramkan
17. Berat badan Kolaborasi
Kondisi Klinis Terkait 18. Indeks massa tubuh (IMT) 1. Kolaborasi pemberian
1. Stroke 19. Frekuensi makan medikasi sebelum makan
2. Parkinson 20. Bising usus (mis. pereda nyeri,
3. Mobius syndrome 21. Tebal lipatan kulit trisep antiemetic), jika perlu
4. Cerebralpalsy 22. Membran mukosa 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
5. Cleftlip Keterangan: untuk menentukan jumlah
6. Cleftpalate 1 = Menurun kalori dan jenis
7. Amyotropic lateral sclerosis 2 = Cukup Menurun nutrien yang dibutuhkan, jika
8. Kerusakan neuromuskuler 3 = Sedang perlu
9. Luka bakar 4 = Cukup Meningkat
10. Kanker 5 = Meningkat Pemberian makanan (I.03125)
11. Infeksi Definisi :
12. AIDS Nafsu makan (L.03024) Memberikan asupan nutrisi
13. Penyakit Crohn’s Kriteria Hasil melalui oral pada pasien yang
14. Enterokolitis 1. Keinginan makan tidak mampu makan secara
15. Fibrosis kistik 2. Asupan makanan mandiri
3. Asupan cairan Tindakan:
4. Energi untuk makan Observasi
5. Kemampuan untuk merasakan 1. Identifikasi makanan yang
makanan diprogramkan
6. Kemampuan untuk menikmati 2. Identifikasi kemampuan
makanan menelan
7. Asupan nutrisi 3. Periksa mulut untuk residu
8. Stimulus untuk makan pada akhir makan
9. Kelaparan Terapeutik
Keterangan: 1. Lakukan kebersihan tangan
1 = Memburuk dan mulut sebelum makan
2 = Cukup Memburuk 2. Sediakan lingkungan yang
3 = Sedang menyenangkan selama waktu
4 = Cukup Membaik makan (mis: simpan urinal,
5 = Membaik pispot agar tidak terlihat
3. Berikan posisi duduk atau
semifowler saat makan
4. Berikan makanan hangat, jika
memungkinkan
5. Sediakan sedotan sesuai
kebutuhan
6. Berikan makanan sesuai
keinginan
7. Tawarkan mencium aroma
makanan untuk merangsang
nafsu makan
8. Cuci muka dan tangan setelah
makan
Edukasi
1. Anjurkan orang tua atau
keluarga membantu memberi
makan kepada pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik yang adekuat
sebelum makan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
antiemetil sebelum makan,
jika perlu
4 Kategori : Fisiologis Keseimbangan cairan (L.03020) Manajemen cairan (I.03098)
Sub Kategori : Nutrisi/cairan Definisi:
Kode : D.0036 Ekuilibrium antara volume cairan di Definisi:

Risiko Ketidakseimbangan Cairan ruang intraselular dan ekstraselular tubuh Mengidentifikasi dan mengelola
keseimbangan cairan dan
Definisi: Ekspektasi: Meningkat
mencegah komplikasi akibat
Berisiko mengalami penurunan, Kriteria Hasil: ketidakseimbangan cairan
peningkatan,atau percepatan 1. Asupan cairan Tindakan
perpindahan cairan dari 2. Haluaran urin Observasi
intravaskuler, interstisial atau 3. Kelembaban membrane mukosa 1. Monitor status hidrasi (mis.
intraseluler 4. Asupan makanan Frekuensi nadi, kekuatan
Faktor Risiko Keterangan: nadi, akral, pengisian kapiler,
1. Prosedur pembedahan mayor 1 =Menurun kelembapan
2. Trauma/ perdarahan 2 = Cukup Menurun mukosa, turgor kulit, tekanan
3. Luka bakar 3 = Sedang darah)
4. Aferesis 4 = Cukup Meningkat 2. Monitor berat badan harian
5. Asites 5 = Meningkat 3. Monitor berat badan sebelum
6. Obstruksi intestinal dan sesudah dialysis
7. Peradangan pankreas 5. Edema 4. Monitor hasil pemeriksaan
8. Penyakit ginjal dan kelenjar 6. Dehidrasi laboratorium (mis.
9. Dsfungsi intestinal 7. Asites hematokrit, Na, K, Cl, berat
8. Konfusi jenis urine,BUN)
Kondisi Klinis Terkait
Keterangan: 5. Monitor status
1. Prosedur pembedahan mayor
1= Meningkat hemodinamik (mis. MAP,
2. Penyakit ginjal dan kelenjar
2 = Cukup Meningkat CVP, PAP, PCWP jika
3. Perdarahan
3 = Sedang tersedia)
4. Luka bakar
4 = Cukup Menurun Terapeutik
5 = Menurun 1. Catat intake–output dan
hitung balans cairan 24jam
9. Tekanan darah 2. Berikan asupan cairan, sesuai

10. Denyut nadi radial kebutuhan


11. Tekanan arteri rata-rata 3. Berikan cairan intravena, jika
12. Membran mukosa perlu
13. Mata cekung Kolaborasi
14. Turgor kulit 1. Kolaborasi pemberian
15. Berat badan diuretic, jika perlu
Keterangan:
1 = Memburuk
2 = Cukup Memburuk
3 = Sedang
4 = Cukup Membaik
5 = Membaik
5 Kategori : Lingkungan Integritas Kulit / Jaringan (L.14125) Perawatan Integritas Kulit
Subkategori : Keamanan dan I.11353)
Definisi
proteksi Kerusakan kulit (dermis dan/atau Definisi
Kode : D.0129 epidermis) atau jaringan (membran Mengidentifikasi dan merawat
Gangguan Integritas Kulit/ mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, kulit untuk menjaga keutuhan,
Jaringan tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau kelembaban dan mencegah
Penyebab ligamen). perkembangan mikroorganisme
1. Perubahan sirkulasi Kriteria Hasil: Tindakan
2. Perubahan status nutrisi
(kelebihan atau kekurangan 1. Elastisitas Observasi
3. Kekurangan/kelebihan 2. Hidrasi 1. Identifikasi penyebab
volume cairan 3. Perfusi jaringan gangguan integritas kulit
4. Penurunan mobilitas Keterangan: (mis. perubahan sirkulasi,
5. Bahan kimia iritatif 1 = Menurun perubahan status nutrisi,
6. Suhu lingkungan yang 2 = Cukup Menurun penurunan kelembaban,
ekstrem 3 = Sedang suhu lingkungan ekstrem,
7. Faktor mekanis (mis. 4 = Cukup Meningkat penurunan mobilitas)
penekanan pada tonjolan 5 = Meningkat Terapeutik
tulang, gesekan) atau faktor 1. Ubah posisi tiap 2 jam
elektris (elektrodiatermi, 4. Kerusakan jaringan jika tirah baring
energi listrik bertegangan 5. Kerusakan lapisan kulit 2. Lakukan pemijatan pada
tinggi) 6. Nyeri area penonjolan tulang,
8. Efek samping terapi radiasi 7. Perdarahan jika perlu
9. Kelembaban 8. Kemerahan 3. Bersihkan perineal
10. Proses penuaan 9. Hematoma dengan air hangat,
11. Neuropati perifer 10. Pigmentasi abnormal terutama selama periode
12. Perubahan pigmentasi 11. Jaringan parut diare
13. Perubahan hormonal 12. Nekrosis 4. Gunakan produk
14. Kurang terpapar informasi 13. Abrasi kornea berbahan petroleum dan
tentang upaya mempertahankan/ Keterangan: minyak pada kulit kering
melindungi integritas jaringan 1 = Meningkat 5. Gunakan produk
2 = Cukup Meningkat berbahan ringan/ alami
Gejala dan Tanda Mayor
3 = Sedang dan hipoalergik pada kulit
Subjektif
4 = Cukup Menurun sensitif
(Tidak tersedia)
5 = Menurun 6. Hindari produk berbahan
Objektif
dasar alkohol pada kulit
1. Kerusakan jaringan dan/
14. Suhu kulit kering
atau lapisan kulit
15. Sensasi Edukasi
Gejala dan Tanda Minor 16. Tekstur 1. Anjurkan menggunakan
Subjektif 17. Pertumbuhan rambut pelembab (mis. lotion,
(Tidak tersedia) Keterangan: serum)
1 = Memburuk 2. Anjurkan minum air yang
Objektif 2 = Cukup Memburuk cukup
1. Nyeri 3 = Sedang 3. Anjurkan meningkatkan
2. Perdarahan 4 = Cukup Membaik asupan nutrisi
3. Kemerahan 5 = Membaik 4. Anjurkan meningkatkan
4. Hematoma asupan buah dan sayur
Kondisi Klinis Terkait 5. Anjurkan menghindari
1. Imobilisasi terpapar suhu ekstrem
2. Gagal Jantung Kongestif 6. Anjurkan menggunakan
3. Gagal Ginjal tabir surya SPF minimal
4. Diabetes Melitus 30 saat berada di luar
5. Imunodefisiensi (mis. rumah
AIDS) 7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah atau status
kesehatan yang dihadapinya kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan lingkungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, tindakan untuk keluarga
pasien atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi
keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam
hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan.
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat
pada kebutuahn pasien, faktor-faktor lain yang mempunyai kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi
(Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2014).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan. Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai
capaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh pasien.
Apabila tercapai sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita
perlu melakukan pengkajian lebih lanjut, memodifikasi rencana, atau
mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan pasien.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
- Nama Pasien : Ny. N
- Tempat Tgl Lahir : Gunung Kidul, 11 Desember 1958
- Umur : 62 th 7 bln
- Jenis Kelamin : Perempuan
- Agama : Islam
- Pendidikan : SD
- Pekerjaan : Petani
- Suku / Bangsa : Jawa
- Alamat : Tanjung I 09/02 Bleberan, Playen
- Diagnosa Medis : Confirm Covid 19 dengan Komorbid DM Tipe II
- No. RM : 00364860
- Tanggal Masuk RS : 13 Agustus 2021

b. Penanggung Jawab / Keluarga


- Nama : Ny. S
- Umur : 30 Th
- Pendidikan : SLTA
- Pekerjaan : Buruh
- Alamat : Tanjung I 09/02 Bleberan, Playen
- Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung
- Status perkawinan : Kawin
B. RIWAYAT KESEHATAN
- Tipe Diabetes : Tipe II
- Lama menderita diabetes : Menderita Diabetes sejak
2018
- Riwayat diabetes dalam keluarga : Tidak Ada
Genogram :

Ket : : wanita : laki-laki : pasien X : Sakit


+ : meninggal

C. SOSIAL
- Pendidikan Terakhir : SD
- Bahasa sehari-hari yang digunakan : Bhs Daerah
- Status Pernikahan : Kawin
- Sistem Dukungan Sosial : Keluarga
- Jenis Pekerjaan : Petani
- Hobi : Berkebun
D. POLA MAKAN
- Makan Teratur : Ya
- Frekuensi : 3 x sehari
- Minum : 2000 cc sehari
- Jenis : Air Putih/ Mineral, dan Teh (pagi hari)
- Pemanis : Murni
- Keluhan : Pasien tidak mempunyai keluhan dengan
nutrisi
- Komposisi Makanan : Karbohidrat  Protein 
Lemak Buah  Susu 
- Kategori Makanan : Seimbang
- Siapa yang Memasak : Sendiri
- Konsumsi Alkohol : Tidak
- Kebiasaan Makan di Luar: Tidak
- Kebiasaan Merokok : Tidak

E. PENGOBATAN TERAKHIR
- Umum untuk penyakit : Hipertensi
- Nama Obat/ Dosis : Propanolol 10 mg, Ditiazem 30 mg
- Diabetes :
Insulin Nama/ Dosis : Novorapid 9 unit
- Obat yang dibeli sendiri/ bebas : Tidak ada
- Terapi Komplementer : Tidak ada

F. TINGKAT AKTIVITAS SEHARI-HARI


- Olahraga : Pasien mengatakan jarang berolahraga
- Frekuensi : 1 x per bulan
- Rata-rata lama tiap aktivitas/ olahraga : 15 menit

G. KETERBATASAN KEMAMPUAN
Tingkat keterbatasan :
(1) Kelumpuhan : Tidak ada kelumpuhan, aktifitas mobilisasi masih
di bantu perawat dan keluarga pasien

(2) Gangguan Pendengaran : Tidak terdapat gangguan pendengaran,


pasien dapat mendengar dengan baik
tanpa alat bantu pendengaran
(3) Komplikasi yang berhubungan dengan diabetes
Penurunan daya penglihatan : Pasien tidak menggunakan alat bantu
melihat
Neuropati : (a) Perifer : Tidak ada, tidak terdapat nyeri
(b) Otonom : Tidak ada
Vaskuler : (a) Jantung : Tidak ada nyeri dada
(b) Kaki dan jari kaki : Tidak terdapat ulkus pada
kaki
Fungsi ginjal : Pasien mengalami gangguan pada ginjal
Hasil lab tanggal 5/8/2021 kadar Urea dalam darah
47 mg/dL (15-45 mg/dL), Creatinin 2.0 mg/dL
(0.6-1.3 mg/dL)
Seksualitas : Tidak dikaji
(4) Mobilitas : Pasien obesitas dan sulit bergerak
jadi masih di bantu keluarga dan perawat.
(5) Dexteritas (ketrampilan motorik halus): Tidak ada gangguan
dexteritas

H. MONITORING DIRI TERHADAP KONTROL DIABETES


(METODE PEMERIKSAAN)
- Pemeriksaan urine : Tidak dilakukan
- Pemeriksaan glukosa sendiri : Tidak
- Frekuensi pemeriksaan : 1 x 24 jam di RS
- Sistem yang digunakan :
a) Visual, jenis strip : Easy Touch Glucose Strip
b) Jenis glukometer darah : Easy Touch
- Akurasi pemeriksaan gula darah : Ya
- Akurasi/teknik pemberian insulin : Ya
- Jenis insulin : Rapid acting
- Nama insulin yang digunakan : Novorapid
- Frekuensi/dosis : 3 x 9 unit /hari
- Waktu pemberian : Setelah makan

I. PENYESUAIAN PSIKOLOGIS TERHADAP DIABETES


Status mental : Harga diri baik, tidak terdapat keluhan status mental
Self efficacy : Baik
Optimisme : Optimisme pasien sangat baik, pasien berkeinginan sekali
cepat sembuh dan segera pulang

J. PENGKAJIAN PENGETAHUAN TENTANG DIABETES


- Edukasi Diabetes sebelumnya : Ya, pasien mendapatkan edukasi saat
kepelayanan kesehatan terdekat pada tahun 2018 dan pada tahun
2021 baru melakukan pengobatan
- Kehadiran dalam kelompok edukasi : -
- Nama kelompok : -

K. Alasan pasien dirawat di rumah sakit :


Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas dan mudah lelah, dan
sering merasa haus, pasien mengatakan sering mual tapi tidak sampai
muntah, pasien mengatakan sering BAK yaitu sebanyak ± 6 x/hari, pasien
mengatakan gula darah tinggi saat masuk rumah sakit karena pasien jarang
kontrol ke rumah sakit, kadar gula darah pasien yaitu : 320 g/dL.

L. Pemeriksaan Fisik
(1) Inspeksi Umum
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,3oC
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 25 x/menit
TD : 187/84 mmHg
Postural drop/hipostatik : Tidak terjadi
Tinggi badan : 161 cm
Berat badan : 65 kg
Riwayat penambahan/penurunan berat badan : berat badan pasien
meningkat sejak 2012
IMT : 26 kg/m2
Gejala diabetes : Polidipsi
Hasil pemeriksaan urine lengkap terakhir (tanggal) : -
Hasil pemeriksaan darah terakhir :
Glukosa darah sewaktu : 230 g/dL
Hb : 13,1 g/dL (12-16 g/dL)
Keton darah : Tidak
Keton urine : Tidak

(2) Kulit
Hiperpigmentasi :
Turgor kulit : Kembali >2 detik pada kedua kaki
Kelainan kulit : Tidak ada kelainan kulit
Lokasi suntikan : Tidak terdapat penebalan, infeksi dan memar pada
lokasi penyuntikan

(3) Mulut
Membran mukosa mulut : Tampak kering
Bibir : Tampak kering
Halitosis : Tidak, pasien rutin menggosok gigi
Gigi : Tidak terdapat karies

(4) Kaki dan Jari kaki


Suhu kaki dan jari kaki : Teraba hangat
Pengisian darah perifer : CRT < 2detik
ABI (Ankle Brachial Indeks) kanan :-
ABI (Ankle Brachial Indeks) kiri :-

Hiperpigmentasi : Tidak terdapat di bagian kaki


Tanda gangguan sirkulasi : Sering kesemutan dan
kebas/ kram
Kelemahan otot kaki : Tidak ada kelemahan otot
Ulkus dan scar : Tidak ada ulkus
Hilangnya sensasi : Tidak ada hilangnya sensasi
Edema di kaki : Tidak ada
Infeksi jamur antara jari kaki : Tidak terdapat jamur
Kondisi kuku : Tampak kuku kaki panjang
Kebersihan kaki : Tampak bersih
Jenis kaos kaki : Tidak menggunakan kaos
kaki
Sepatu :-
A. ANALISA DATA
Pasien Ny. N di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Wonosari

Tanggal 13/08/2021
DATA PENYEBAB MASALAH
DS :

- Pasien mengatakan badan Resistensi Insulin Ketidakstabilan Kadar


merasa lemas dan lelah Glukosa Darah
- Pasien mengatakan sering (SDKI, D.0027,
merasa haus Hal.71)
- Pasien mengatakan sering
BAK sekitar ± 6 kali/ hari
DO :

- Pasien tampak lemas dan


lelah
- GDS : 320 g/dL
- TTV :
TD : 187/84 mmHg

Suhu : 36,3 oC

Nadi : 90 x/mnt

RR : 25 x/mnt

DS : Perfusi Jaringan Tidak


Hiperglikemia
Efektif (SDKI,
- Pasien mengatakan sering
D.0009, Hal. 37)
kesemutan dan kebas/ mati
rasa di daerah kaki
DO :

- Kulit kaki tampak kering


- GDS : 320 g/dL
- TTV :
TD : 187/84 mmHg

Suhu : 36,3 oC

Nadi : 90 x/mnt

RR : 25 x/mnt

DS : Gangguan mekanisme Risiko


regulasi (mis. diabetes) Ketidakseimbangan
- Pasien mengatakan sering
merasa haus Elektrolit

- Pasien mengatakan sering (SDKI, D.0037,


mual namun tidak muntah Hal.88)
- Pasien mengatakan badan
merasa lemas dan lelah
- Pasien mengatakan sering
BAK sekitar ± 6 kali/ hari

DO :

- Pasien tampak lemas dan


kelelahan karena sering mual
namun tidak sampai muntah
- Pasien tampak pucat
- Membrane mukosa kering
- GDS : 320 g/dL
- TTV :
TD : 187/84 mmHg

Suhu : 36,3 oC

Nadi : 90 x/mnt

RR : 25 x/mnt

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

- Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin


ditandai dengan pasien mengatakan badan merasa lemas dan lelah, pasien
mengatakan sering merasa haus, pasien sering BAK sekitar ± 8 kali/ hari,
pasien tampak lemas dan lelah, GDS : 320 g/dL, TTV : TD : 187/84 mmHg,
Suhu : 36,3 oC, Nadi : 90 x/mnt,
RR : 25 x/mnt.

- Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia ditandai


dengan Pasien mengatakan sering kesemutan dan kebas/ mati rasa di daerah
kaki, kulit kaki tampak kering, GDS : 320 g/dL, TTV : TD : 187/84 mmHg,
Suhu : 36,3 oC, Nadi : 90 x/mnt,
RR : 25 x/mnt.

- Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi (mis. diabetes) ditandai dengan Pasien mengatakan
sering merasa haus, pasien mengatakan sering mual namun tidak muntah,
pasien mengatakan badan merasa lemas dan lelah, pasien sering BAK sekitar
± 9 kali/ hari, pasien tampak lemas dan kelelahan karena sering mual namun
tidak sampai muntah, pasien tampak pucat, membrane mukosa kering, GDS :
320 g/dL, TTV : TD : 187/84 mmHg, Suhu : 36,3 oC, Nadi : 90 x/mnt, RR :
25 x/mnt
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Nama Pasien / NO RM: Ny. N/ 00364860 Ruang: Instalasi Gawat Darurat


Hari/ DIAGNOSA PERENCANAAN
Tanggal/ Jam KEPERAWATAN TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Jumat Ketidakstabilan Kadar Setelah dilakukan intervensi Manajemen Hiperglikemia (SIKI, I.03115, Hal.
Glukosa Darah (SDKI, selama 2 x 24 jam, maka pola 180)
13/08//2021
D.0027, Hal.71) berhubungan kestabilan kadar glukosa darah Observasi
16.00
dengan Resistensi Insulin dalam rentang normal, dengan - Monitor kadar glukosa darah
kriteria hasil: - Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
Kestabilan Kadar Glukosa (mis. poliuria, polidipsia, polifagia,
Darah (SLKI, L.03022, Hal kelemahan, malaise, pandangan kabur,
43) sakit kepala)
Terapeutik
a. Lelah/ lesu menurun
- Berikan asupan oral
b. Rasa haus menurun
Edukasi
c. Kadar glukosa dalam darah
- Ajarkan pengelolaan diabetes
membaik
(mis.penggunaan insulin,obat oral,
monitor asupan cairan , pengganti
karbohidrat,dan bantuan profesional
kesehatan)
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu

Jumat Perfusi Jaringan Tidak Setelah dilakukan intervensi Perawatan Sirkulasi (SIKI, I. 02079, Hal. 345)
Efektif (SDKI, D.0009, Hal. selama 2 x 24 jam, maka Observasi
13/08//2021
37) berhubungan dengan perfusi jaringan kembali - Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan
16.00
Hiperglikemia efektif, dengan kriteria hasil: bengkak pada ekstremitas
Terapeutik
Perfusi Perifer (SLKI,
- Lakukan perawatan kaki dan kuku
L.02011, Hal 84)
Edukasi
a. Warna kulit pucat menurun
- Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
b. Parastesia/ kesemutan
darah secara teratur
menurun
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
c. Kram otot menurun
tepat (mis. melembabkan kulit kering pada
d. Kelemahan otot menurun
kaki)
e. Pengisian kapiler membaik
Jumat Risiko Ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Elektrolit (SIKI, I.03122 Hal.
Elektrolit (SDKI, D.0037, selama 2 x 24 jam, maka 240)
13/08//2021 Hal.88) berhubungan dengan keseimbangan elektrolit Observasi
gangguan mekanisme regulasi meningkat, dengan kriteria - Monitor kadar elektrolit serum
16.00
(mis. diabetes) hasil: Terapeutik
(SLKI, L.03021, Hal. 42) - Atur interval waktu pemantauan sesuai
a. Serum natrium membaik dengan kondisi pasien
b. Serum kalium membaik - Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Serum klorida membaik Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan

Setelah dilakukan intervensi Manajemen Cairan (SIKI, I.03098, Hal. 159)


selama 2 x 24 jam, maka Observasi
keseimbangan cairan - Monitor status hidrasi (mis. frekuensi nadi,
meningkat, dengan kriteria kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler,
hasil: kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan

(SLKI, L.03020, Hal. 41) darah)

a. Asupan cairan meningkat Terapeutik

b. Kelembaban membran - Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan


mukosa meningkat - Berikan cairan intravena, jika perlu
c. Dehidrasi menurun Kolaborasi
d. Tekanan darah membaik - Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
e. Turgor kulit membaik

D. PELAKSANAAN KEPERAWATAN

Nama Pasien/ No CM : Ny. N/ 00364860 Ruang : Instalasi Gawat Darurat


Hari/ Diagnosa
Pelaksanaan Evaluasi Ket
Tanggal Keperawatan
FS
Jumat Ketidakstabilan Kadar 1. Melakukan monitoring kadar glukosa darah S:
13/08//2021 Glukosa Darah (SDKI, 2. Melakukan monitoring gejala dan tanda - Pasien mengatakan
16.00 D.0027, Hal.71) hiperglikemia masih merasa lemas
berhubungan dengan 3. Memberikan asupan cairan oral
- Pasien mengatakan
Resistensi Insulin 4. Mengajarkan pengelolaan diabetes penggunaan
masih merasa haus
insulin
5. Berkolaborasi pemberian insulin Novorapid 9 - Pasien sering BAK
unit SC sekitar ± 6 kali/ hari
O:

- Terapi insulin 9 unit


masuk
- GDS: 200 mg/dL

A: Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi

- Melakukan manajemen
Hiperglikemia
FS

Jumat/ Perfusi Jaringan Tidak 1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak S:
13/08/2021/ Efektif (SDKI, D.0009, pada ekstremitas - Pasien mengatakan
21.00 Hal. 37) berhubungan 2. Lakukan perawatan spa kaki ringan kesemutan berkurang
dengan Hiperglikemia 3. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah namun masih sering
secara teratur (amlodipine 5 mg) muncul
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat - Pasien mengatakan
(mis. melembabkan kulit kering pada kaki) kaki sedikit terasa
nyaman
O:

- Kulit kaki tampak


lembab
- Tidak terdapat luka
- Tidak terdapat edema
- Tidak ada kemerahan
- GDS : 200 g/dL
- TTV :
TD : 130/70 mmHg
Suhu : 36,3 oC
Nadi : 90 x/mnt
- RR : 25 x/mnt
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
- Perawatan Sirkulasi
FS

Jumat/ Risiko 1. Monitor kadar elektrolit serum S:


13/08/2021 Ketidakseimbangan 2. Monitor status hidrasi - Pasien mengatakan
21.00 Elektrolit (SDKI, 3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan lemas dan haus
D.0037, Hal.88) kondisi pasien berkurang
berhubungan dengan 4. Dokumentasikan hasil pemantauan - Pasien mengatakan
gangguan mekanisme 5. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan mual sudah berkurang
regulasi (mis. diabetes) 6. Berikan cairan intravena Nacl 0,9%
7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
8. Informasikan hasil pemantauan O:
9. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu - Keadaan umum
lemah
- Mukosa bibir kering
- Kulit pucat
- Kadar elektrolit serum:
K : 4,3 mmol/L
(normal : 3,4-5,3
mmol/L)
Na : 122 mmol/L
(normal : 135-155
mmol/L)
Cl : 95 mmol/L
(normal : 95-108
mmol/L)
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
- Melakukan
Manajemen Cairan
Sabtu Ketidakstabilan Kadar 1. Melakukan monitoring kadar glukosa darah S: FS
14/08/2021 Glukosa Darah (SDKI, 2. Melakukan monitoring gejala dan tanda - Pasien mengatakan
06.00 D.0027, Hal.71) hiperglikemia badan sudah mulai
berhubungan dengan 3. Memberikan asupan cairan oral segar
Resistensi Insulin 4. Mengajarkan pengelolaan diabetes penggunaan O:
insulin - Terapi insulin 9 unit
5. Berkolaborasi pemberian insulin Novorapid 9 masuk
unit SC - GDS: 190 mg/dL
A: Masalah sudah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
Melakukan manajemen
Hiperglikemia
Sabtu Perfusi Jaringan Tidak 1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak S: FS
14/08/2021 Efektif (SDKI, D.0009, pada ekstremitas - Pasien mengatakan
06.00 Hal. 37) berhubungan 2. Lakukan perawatan spa kaki ringan sudah tidak kesemutan
dengan Hiperglikemia 3. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah lagi
secara teratur (amlodipine 5 mg) - Pasien mengatakan
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat kaki sudah terasa
(mis. melembabkan kulit kering pada kaki) nyaman
O:

- Kulit kaki tampak


lembab
- Tidak terdapat luka
- Tidak terdapat edema
- Tidak ada kemerahan
- GDS : 190 g/dL
- TTV :
TD : 135/80 mmHg
Suhu : 36,5 oC
Nadi : 95 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Sabtu Risiko 1. Monitor status hidrasi S:
14/08/2021 Ketidakseimbangan 2. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan - Pasien mengatakan
06.00 Elektrolit (SDKI, kondisi pasien badan mulai terasa
D.0037, Hal.88) 3. Dokumentasikan hasil pemantauan segar
berhubungan dengan 4. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan - Pasien mengatakan
gangguan mekanisme 5. Berikan cairan intravena Nacl 0,9% sudah tidak mual FS
regulasi (mis. diabetes) 6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan O:
7. Informasikan hasil pemantauan - Keadaan umum baik
- Mukosa bibir lembab
- Kulit tidak pucat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
E. CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien/ No CM : Ny. N/ 00364860 Ruang : Instalasi Gawat Darurat


Hari/ Diagnosa
Pelaksanaan Evaluasi Ket
Tanggal Keperawatan
FS
Sabtu Ketidakstabilan S:
1. Melakukan monitoring kadar glukosa darah
14/08//2021 Glukosa Darah - Pasien mengatakan
2. Melakukan monitoring gejala dan tanda
06.00 berhubungan badan sudah mulai segar
hiperglikemia
dengan Resistensi 3. Memberikan asupan cairan oral O:
Insulin 4. Mengajarkan pengelolaan diabetes penggunaan - Terapi insulin 9 unit

insulin masuk

5. Berkolaborasi pemberian insulin Novorapid 9 unit - GDS: 190 mg/dL

(SC) A: Masalah sudah teratasi


P : Lanjutkan Intervensi
- Melakukan manajemen
Hiperglikemia

S: FS

Jumat Perfusi Jaringan 1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, dan bengkak pada - Pasien mengatakan
Tidak Efektif ekstremitas sudah tidak kesemutan
13/08//2021
berhubungan 2. Lakukan perawatan spa kaki ringan lagi
Sore
dengan 3. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah - Pasien mengatakan kaki
Hiperglikemia secara teratur (amlodipine 5 mg) sudah terasa nyaman
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. O:
melembabkan kulit kering pada kaki) - Kulit kaki tampak
lembab
- Tidak terdapat luka
- Tidak terdapat edema
- Tidak ada kemerahan
- GDS : 190 g/dL
- TTV :
TD : 135/80 mmHg
Suhu : 36,5 oC
Nadi : 95 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S:

Jumat Risiko 1. Monitor kadar elektrolit serum - Pasien mengatakan


Ketidakseimbangan 2. Monitor status hidrasi badan mulai terasa segar
13/08//2021
Elektrolit 3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan - Pasien mengatakan
Sore
berhubungan kondisi pasien sudah tidak mual
FS
dengan gangguan 4. Dokumentasikan hasil pemantauan O:
mekanisme 5. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan - Keadaan umum baik
regulasi (mis. 6. Berikan cairan intravena Nacl 0,9% - Mukosa bibir lembab
diabetes) 7. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan - Kulit tidak pucat
8. Informasikan hasil pemantauan A: Masalah teratasi
9. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu P: Intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada asuhan keperawatan yang telah dilakukan, pasien mendapatkan 3


masalah utama yang belum teratasi, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yang berasal dari pasien itu sendiri seperti obesitas, gaya hidup dan umur yang
mengakibatkan terhambatnya proses penyembuhan selama dilakukannya proses
keperawatan. Selain itu, terhambatnya proses penyembuhan pada pasien juga
dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan program
kesehatan dan dilakukan edukasi oleh perawat meskipun pasien mengatakan
memahami tentang perawatan dan komplikasi pada penyakit diabetes.
Penatalaksanaan perawatan kaki terhadap asuhan keperawatan pasien
Diabetes Melitus pada Ny. N secara medis terjadi perubahan yaitu kesemutan dan
kebas di kaki pasien menjadi berkurang dan sedikit terasa nyaman hal ini sesuai
dengan penelitian Fitirani, Laila Rizqa Nur dan Novi Indah Aderita. (2021) yang
berarti bahwa tindakan spa kaki meningkatkan sirkulasi darah pada pasien
Diabetes Mellitus.
Intervensi dan tujuan yang diterapkan dalam proses asuhan keperawatan
ini menggunakan panduan dari SIKI dan SLKI yang dilakukan dalam kurun
waktu 3 hari, namun tujuan dari intervensi tersebut tidak tercapai sepenuhnya.
Melihat dari hasil evaluasi yang dilakukan, dapat memungkinkan tujuan dari hasil
intervensi tercapai sepenuhnya jika tindakan keperawatan dapat dilanjutkan
sampai status kesehatan pasien membaik.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Ny. N dengan
diagnosa CONFIRM COVID 19 + KOMORBID DM TIPE II, selama 1 x 24
jam dari tanggal 13 Agustus 2021, penulis memperoleh pengalaman nyata
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. N dengan diagnosa
CONFIRM COVID 19 + KOMORBID DM TIPE II, dengan menerapkan
proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan
serta mendokumentasikannya dan mengidentifikasi faktor pendukung dan
penghambat dalam setiap proses keperawatan. Adapun kesimpulannya sebagai
berikut :

1. Pengkajian Metode yang digunakan dalam


pengkajian adalah wawancara, observasi, pemeriksaaan fisik dan rekam
medik. Pada saat pengkajian penulis memperoleh beberapa data. Data
tersebut muncul berdasarkan kondisi pasien dan mempunyai kesamaan
dengan data dan teori.

2. Diagnosa keperawatan Pada pasien Ny. N


dengan diagnosa CONFIRM COVID 19 + KOMORBID DM TIPE II
didapatkan 3 diagnosa yang muncul berdasarkan kondisi pasien diantaranya
adalah ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin ditandai dengan pasien mengatakan badan merasa lemas dan lelah,
pasien mengatakan sering merasa haus, pasien sering BAK sekitar ± 8 kali/
hari, pasien tampak lemas dan lelah, GDS : 320 g/dL, diagnosa berikutnya
yaitu perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
ditandai dengan pasien mengatakan sering kesemutan dan kebas/ mati rasa
di daerah kaki, kulit kaki tampak kering, GDS : 320 g/dL, diagnosa
berikutnya yaitu risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi (mis. diabetes) ditandai dengan Pasien
mengatakan sering merasa haus, pasien mengatakan sering mual namun
tidak muntah, pasien mengatakan badan merasa lemas dan lelah, pasien
sering BAK sekitar ± 6 kali/ hari.

3. Perencanaan keperawatan, perencanaan


sesuai teori dengan memperhatikan situasi dan kondisi pasien serta sarana
dan prasarana di rumah sakit. Prioritas masalah berdasarkan teori Hierarki
Maslow, sedangkan penentuan tujuan meliputi sasaran, kriteria waktu dan
hasil dan rencana tindakan keperawatan kasus ini berpedoman pada SIKI
SDKI dan SLKI. Dengan menyesuaikan pada kondisi pasien. Dalam
penyusunan perencanaan keperawatan melibatkan pasien, keluarga dan tim
kesehatan lain yang mencakup 4 elemen yaitu observasi, tindakan
keperawatan mandiri, pendidikan kesehatan dan tindakan kolaborasi.

4. Pelaksananaan keperawatan, pelaksanaan


dari 3 diagnosa keperawatan antara lain adalah ketidakstabilan kadar
glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin ditandai dengan pasien
mengatakan badan merasa lemas dan lelah, pasien mengatakan sering
merasa haus, pasien sering BAK sekitar ± 8 kali/ hari, pasien tampak lemas
dan lelah, GDS : 320 g/dL, diagnosa berikutnya yaitu perfusi jaringan tidak
efektif berhubungan dengan hiperglikemia ditandai dengan pasien
mengatakan sering kesemutan dan kebas/ mati rasa di daerah kaki, kulit kaki
tampak kering, GDS : 320 g/dL, diagnosa berikutnya yaitu risiko
ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (mis. diabetes) ditandai dengan Pasien mengatakan sering merasa
haus, pasien mengatakan sering mual namun tidak muntah, pasien
mengatakan badan merasa lemas dan lelah, pasien sering BAK sekitar ± 6
kali/ hari.
5. Evaluasi keperawatan Evaluasi dari hasil
asuhan keperawatan yang dilaksankan selama 2 x 24 jam selama 2 hari, dari
ke 3 diagnosa keperawatan.

B. Saran
Keluarga harus lebih kooperatif dalam merawat anggota keluarga yang sakit
baik di rumah sakit maupun di rumah, serta terus memotivasi pasien untuk
kesehatannya kembali pulih seperti biasa dan lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

ADA (American Diabetes Assoociation). 2016. Standards of Medical Care in


Diabetes.

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:


ArRuzz Media.

Dewi, R.K. 2014. Diabetes Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: Fmedia.

Fitirani, Laila Rizqa Nur dan Novi Indah Aderita. (2021). Perawatan Kaki Spa
Kaki Atasi Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Pada Pasien
Diabetes Millitus Tipe II. IJMS- Indonesian Journal On Medical Science.

Greenstein, B., & Wood, D.F. 2010. At a Glance Sistem Endokrin Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Erlangga.

IDF. 2017. IDF Diabetes Atlas Fifth Edition: Internasional Diabetes Federation.

Perkeni. 2011. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. Jakarta:


EGC.

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Tandra, H. 2007. Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: Gramedia.

Tim pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Idikator Diagnostik (Cetakan II). Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(I).Jakarta: DPP PPNI.

WHO. 2017. Global Report On Diabetes. France: World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai