Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono,
2000). Diabetes Melitus merupakan penyakit yang menjadi masalah pada
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Diabetes Melitus tercantum dalam urutan
keempat prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit
kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik dan katarak (Tjokroprawiro, 2001).
Diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat
jumlahnya dimasa mendatang. Orang lanjut usia mengalami kemunduran dalam
sistem fisiologisnya seperti kulit yang keriput, turunnya tinggi badan, berat
badan, kekuatan otot, daya lihat, daya dengar, kemampuan berbagai rasa
(senses), dan penurunan fungsi berbagai organ termasuk apa yang terjadi
terhadap fungsi homeostatis glukosa, sehingga penyakit degeneratif seperti DM
akan lebih mudah terjadi (Rochmah, 2006).
Umur secara kronologis hanya merupakan suatu determinan dari
perubahan yang berhubungan dengan penerapan terapi obat secara tepat pada
orang lanjut usia. Terjadi perubahan penting pada respon terhadap beberapa obat
yang terjadi seiring dengan bertambahnya umur pada sejumlah besar individu
(Katzung,2004). Diabetes Mellitus (DM) pada geriatri terjadi karena timbulnya
resistensi insulin pada usia lanjut yang disebabkan oleh 4 faktor : pertama
adanya perubahan komposisi tubuh, komposisi tubuh berubah menjadi air 53%,
sel solid 12%, lemak 30%, sedangkan tulang dan mineral menurun 1% sehingga
tinggal 5%. Faktor yang kedua adalah turunnya aktivitas fisik yang akan
mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin yang siap berikatan dengan
insulin sehingga kecepatan transkolasi GLUT-4 (glucosetransporter-4) juga
menurun. Faktor ketiga adalah perubahan pola makan pada usia lanjut yang
disebabkan oleh berkurangnya gigi geligi sehingga prosentase bahan makanan
karbohidrat akan meningkat. Faktor keempat adalah perubahan neurohormonal,

1
khususnya Insulin Like Growth Factor-1 (IGF-1) dan dehydroepandrosteron
(DHtAS) plasma (Rochmah, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Diabetes Melitus pada lansia ?
2. Bagaimana epidemiologi dari penyakit Diabetes Melitus pada lansia ?
3. Bagaimana klasifikasi dari penyakit Diabetes Melitus pada lansia ?
4. Apa penyebab dari penyakit Diabetes Melitus pada lansia ?
5. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Diabetes Melitus pada lansia ?
6. Apakah tanda dan gejala dari penyakit Diabetes Melitus pada lansia ?
7. Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari penyakit Diabetes Melitus pada
lansia ?
8. Bagaimana komplikasi dari penyakit diabetes mellitus ?
9. Bagaimana penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit Diabetes Melitus
pada lansia ?
10. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
lansia dengan penyakit Diabetes Melitus ?

1.3 Tujuan
1. Untuk menegtahui apa yang dimaksud dengan diabetes melitus pada lansia.
2. Untuk mengetahui epidemiologi dari penyakit diabetes melitus.
3. Untuk menegtahui klasifikasi dari diabetes melitus.
4. Untuk mengetahui penyebab dari diabetes melitus.
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes melitus.
6. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari diabetes melitus.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes melitus.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari diabetes melitus.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk mengatasi diabetes melitus.
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
lansia dengan diabetes melitus.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Diabetes Melitus


Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi
defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan
glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau
merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan
kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan
fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer,
2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner
dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009). World
Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas
dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana dapat
defisiensi insulin absolut atau relativ dan gangguan fungsi insulin (Gustaviani,
2006).

2.2 Epidemiologi
Prevalensi DM pada lanjut usia (geriatri) cenderung meningkat, hal ini
dikarenakan DM pada lanjut usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor
intrinsik dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat
mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap
glukosa. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(Gustaviani, 2006).

3
Pada sebuah penelitian oleh Cardiovascular Heart Study (CHS) di
Amerika dari tahun 1996-1997 didapati hanya 12 % populasi lanjut usia dengan
DM yang mencapai kadar gula darah di bawah nilai acuan yang ditetapkan
American Diabetes Association.

2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus


A. Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :
1. Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent) : DM jenis ini paling
sering terdapat pada anak-anak dan dewasa muda, namun demikian
dapat juga ditemukan pada setiap umur. Destruksi sel-sel pembuat
insulin melalui mekanisme imunologik menyebabkan hilangnya
hampir seluruh insulin endogen. Pemberian insulin eksogen terutama
tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga
untuk menghindari ketoasidosis diabetika (KAD) dan
mempertahankan kehidupan.
2. Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent) : DM jenis ini
biasanya timbul pada umur lebih 40 tahun. Kebanyakan pasien DM
jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin dapat
ditemukan pada banyak kasus. Produksi insulin biasanya memadai
untuk mencegah KAD, namun KAD dapat timbul bila ada stress berat.
Insulin eksogen dapat digunakan untuk mengobati hiperglikemia yang
membandel pada para pasien jenis ini.
3. Diabetes Mellitus lain (sekunder) : Pada DM jenis ini hiperglikemia
berkaitan dengan penyebab lain yang jelas, meliputi penyakit-penyakit
pankreas, pankreatektomi, sindroma cushing, acromegaly dan
sejumlah kelainan genetik yang tak lazim.
B. Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang cocok untuk
para penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma yang abnormal
namun tidak memenuhi kriteria diagnostik.
C. Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien yang
menderita hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh
diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
kurang baik bila tidak ditangani dengan benar (Suyono, 2006). Pada pasien

4
pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan
(Anonim, 1995).

2.4 Etiologi
A. Diabetes Tipe I
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
2. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
B. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas
65 th)
Obesitas
Riwayat keluarga

2.5 Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
5
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila
insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa
akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah
meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun
dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan
terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin
normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam
darah menjadi meningkat.

2.6 Tanda dan Gejala


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM
lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran
klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi
yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan
karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati
perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering
ditemukan adalah :
A. Katarak
B. Glaukoma
C. Retinopati
D. Gatal seluruh badan
E. Pruritus Vulvae
F. Infeksi bakteri kulit
G. Infeksi jamur di kulit
H. Dermatopati

6
I. Neuropati perifer
J. Neuropati visceral
K. Amiotropi
L. Ulkus Neurotropik
M. Penyakit ginjal
N. Penyakit pembuluh darah perifer
O. Penyakit koroner
P. Penyakit pembuluh darah otak
Q. Hipertensi\
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal
yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang
dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena
itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada
pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi
akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut
dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi,
kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang
biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat
banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak
bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala
kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak
lebih jelas.

7
PATHWAY

8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
A. Glukosa darah sewaktu
B. Kadar glukosa darah puasa
C. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu


- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena <110 110-120 >126
- Darah kapiler <90 90-110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
A. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
B. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
C. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl)

2.8 Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes
ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma
(HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic,
nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
A. Komplikasi akut
1. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin
yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan
9
tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin.
DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
B. Komplikasi kronis:
1. Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada
pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat
berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina
ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh
darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat
mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan
kebutaan permanen.
2. Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah
glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang
disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom
Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3. Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 70% individu DM.
neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati
perifer dan autonomic.
4. Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5. Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit
ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM
tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus
secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa
memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6. Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu
neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan.

10
Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial
untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat
mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia,
dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di
bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi
insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada
pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau
hipoglikemik oral.

2.9 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes
adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
A. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%
Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah
diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah
arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.

B. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan
bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan
kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan
pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan
dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah,

11
meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan
sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
C. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus
dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan
resiko DM pada lansia.
D. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan
dan efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga
dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam
parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
yang membahayakan.
E. Pendidikan
Diet yang harus dikomsumsi
Latihan
Penggunaan insulin

2.10Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
3. Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
12
5. Integritas Ego
Stress, ansietas
6. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
7. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
8. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
9. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
10. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
11. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis
ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukasa kering.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada ektremitas.
4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang
5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
6. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

C. Rencana Keperawatan
1. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.

13
Dengan Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya

Tindakan / intervensi Rasional


Mandiri
1. Timbang berat badan sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang
indikasi. adekuat.
2. Tentukan program diet, pola makan, Mengidentifikasikan kekurangan dan
dan bandingkan dengan makanan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
yang dapat dihabiskan klien.
3. Auskultrasi bising usus, catat nyeri Hiperglikemi, gangguan keseimbangan
abdomen atau perut kembung, mual, cairan dan elektrolit menurunkan motilitas
muntah dan pertahankan keadaan atau fungsi lambung (distensi atau ileus
puasa sesuai inndikasi. paralitik).
4. Berikan makanan cair yang Pemberian makanan melalui oral lebih baik
mengandung nutrisi dan elektrolit. diberikan pada klien sadar dan fungsi
Selanjutnya memberikan makanan gastrointestinal baik.
yang lebih padat.
5. Identifikasi makanan yang disukai. Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6. Libatkan keluarga dalam Meningkatkan rasa keterlibatannya,
perencanaan makan. memberi informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi klien.
7. Observasi tanda hipoglikemia Pada metabolism kaborhidrat (gula darah
(perubahan tingkat kesadaran, kulit akan berkurang dan sementara tetap
lembap atau dingin, denyut nadi diberikan tetap diberikan insulin, maka
cepat, lapar, peka rangsang, cemas, terjadi hipoglikemia terjadi tanpa
sakit kepala, pusing). memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
Kolaborasi
8. Lakukan pemeriksaan gula darah Analisa di tempat tidur terhadap gula darah
dengan finger stick. lebih akurat daripada memantau gula dalam
urine.

14
9. Pantau pemeriksaan laboratorium Gula darah menurun perlahan dengan
(glukosa darah, aseton, pH, HCO3) penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol sehingga glukosa dapat masuk
ke dalam sel dan digunakan untuk sumber
kalori. Saat ini, kadaar aseton menurun dan
asidosis dapat dikoreksi.
10. Berikan pengobatan insulin secara Insulin regular memiliki awitan cepat dan
teratur melalui iv dengan cepat pula membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
Pemberian melalui IV karena absorpsi dari
jaringan subkutan sangat lambat.
11. Berikan larutan glukosa ( destroksa, Larutan glukosa ditambahkan setelah
setengah salin normal). insulin dan cairan membawa gula darah
sekitar 250 mg /dl. Dengan metabolism
karbohidrat mendekati normal, perawatan
diberikan untuk menghindari hipoglikemia.
12. Konsultasi dengan ahli gizi. Bermanfaat dalam penghitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis


ditandai dengan tugor kulit menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (xjam)
diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi.
Dengan kriteria Hasil :
- Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda
vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian
kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar
elektrolit dalam batas normal.

Tindakan / Intervensi Rasional


Mandiri

15
1. Kaji riwayat klien sehubungan Membantu memperkirakan kekurangan
dengan lamanya atau intensitas dari volume total. Adanya proses infeksi
gejala seperti muntah dan mengakibatkan demam dan keadaan
pengeluaran urine yang berlebihan. hipermetabolik yang meningkatkan
kehilangan air.
2. Pantau tanda tanda vital, catat Hipovolemi dimanifestasikan oleh
adanya perubahan tekanan darah hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat
ortostatik. ringannya hipovolemi saat tekanan darah
sistolik turun 10 mmHg dari posisi
berbaring ke duduk atau berdiri.
3. Pantau pola napas seperti adanya Perlu mengeluarkan asam karbonat
pernapasan Kussmaul atau melalui pernapasan yang menghasilkan
pernapasan yang berbau keton. kompensasi alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton
disebabkan pemecahan asam asetoasetat
dan harus berkurang bila ketosis
terkoreksi.
4. Pantau frekuensi dan kualitas Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan
pernapasan, penggunaan otot bantu pola dan frekuensi pernapasan normal.
napas, adanya periode apnea dan Akan tetapi peningkatan kerja
sianosi. pernapasan, pernapasan dangkal dan
cepat serta sianosis merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan atau kehilangan
kemampuan melalui kompensasi pada
asidosis.`
5. Pantau suhu, warna kulit, atau Demam, menggigil, dan diaphoresis
kelembapannya. adalah hal umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit kemerahan,
kering merupakan tanda dehidrasi.
6. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, Merupakan indicator tingkat dehidrasi
turgor kulit, dan membrane mukosa. atau volume sirkulasi yang adekuat.
7. Pantau masukan dan pengeluaran. Memperkirakan kebutuhan cairan

16
pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
terapi yang diberikan.
8. Ukur berat badan setiap hari. Memberikan hasil pengkajian terbaik dari
status cairan yang sedang berlangsung
dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
9. Pertahankan pemberian cairan Mempertahankan hidrasi atau volume
minimal 2500 ml/hari. sirkulasi.
10. Tingkatkan lingkungan yang Menghindari pemanasan yang berlebihan
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti terhadap klien lebih lanjut dapat
klien dengan kain yang tipis. menimbulkan kehilangan cairan.
11. Kaji adanya perubahan mental atau Perubahan mental berhubungan dengan
sensori. hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit
abnormal, asidosis, penurunan perfusi
serebral, dan hipoksia. Penyebab yang
tidak tertangani, gangguan kesadaran
menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12. Observasi mual, nyeri abdomen, Kekurangan cairan dan elektrolit
muntah, dan distensi lambung. mengubah motilitas lambung sehinnga
sering menimbulkan muntah dan secara
potensial menimbulkan kekurangan
cairan dan elektrolit.
13. Observasi adanya perasaan kelelahan Pemberian cairan untuk perbaikan yang
yang meningkat, edema, peningkatan cepat berpotensi menimbulkan kelebihan
berat badan, nadi tidak teratur, dan cairan dan gagal jantung kronis.
distensi vaskuler.
Kolaborasi
14. Berikan terapi cairan sesuai indikasi:
Normal salin atau setengah Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
normal salin dengan atau derajat kekurangan cairan dan respon
tanpa dekstrosa. klien secara individual.

17
Albumin, plasma, atau Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan
dekstran. jika mengancam jiwa atau tekanan darah
sudah tidak dapat kembali normal dengan
usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15. Pasang kateter urine. Memberikan pengukuran yang tepat
terhadap pengeluaran urine terutama jika
neuropati otonom menimbulkan retensi
atau inkontinensia.
-
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status
metabolik (neuropati perifer) ditandai dengan gangren pada ektremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Dengan Kriteria Hasil :
- Menunjukan peningkatan integritas kulit
- Menghindari cidera kulit
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan Menandakan aliran sirkulasi buruk yang
warna,turgor,vaskuler,perhatikan dapat menimbulkan infeksi
kemerahan.
2. Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan Menurunkan tekanan pada edema dan
pada tonjolan tulang menurunkan iskemia
3. Pertahankan alas kering dan bebas Menurunkan iritasi dermal
lipatan
4. Beri perawatan kulit seperti Menghilangkan kekeringan pada kulit
penggunaan lotion dan robekan pada kulit
5. Lakukan perawatan luka dengan Mencegah terjadinya infeksi
teknik aseptik
6. Anjurkan pasien untuk menjaga agar Menurunkan resiko cedera pada kulit
kuku tetap pendek oleh karena garukan
7. Motivasi klien untuk makan Makanan TKTP dapat membantu

18
makanan TKTP penyembuhan jaringan kulit yang rusak

4. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Dengan kriteria hasil klien dapat:
- Mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
- Mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit
yang mempengaruhi toleransi aktivitas.
- Mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
- Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
-
Tindakan / intervensi Rasional
Mandiri
1. Diskusikan kebutuhan akan Pendidikan dapat memberikan motivasi
aktivitas. Buat jadwal perencanaan untuk meningkatkan tingkat aktivitas
dan identifikasi aktivitas yang meskipun klien sangat lemah.
menimbulkan kelelahan.
2. Diskusikan penyebab keletihan Dengan mengetahui penyebab keletihan,
seperti nyeri sendi, penurunan dapat menyusun jadwal aktivitas.
efisiensi tidur, peningkatan upaya
yang diperlukan untuk ADL.
3. Bantu mengidentivikasi pola energi Mengidentifikasi waktu puncak energi dan
dan buat rentang keletihan. Skala 0- kelelahan membantu dalam merencanakan
10 (0=tidak lelah, 10= sangat akivitas untuk memaksimalkan konserfasi
kelelahan) energi dan produktivitas.
4. Berikan aktivitas alternatif dengan Mencegah kelelahan yang berlebih.
periode istirahat yang cukup/ tanpa
diganggu.
5. Pantau nadi , frekuensi nafas, serta Mengindikasikan tingkat aktivitas yang
tekanan darah sebelum dan seudah dapat ditoleransi secara fisiologis.

19
melakukan aktivitas.
6. Tingkatkan partisipasi klien dalam Memungkinkan kepercayaan diri/ harga
melakukan aktivitas sehari-hari diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
sesuai kebutuhan. yang dapat ditoleransi.
7. Ajarkan untuk mengidentifikasi Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang menunjukkan terjadinya keletihan yang berlebihan.
peningkatan aktivitas penyakit dan
mengurangi aktivitas, seperti
demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk.

5. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak
terjadi tanda-tanda infeksi.
Dengan Kriteria hasil :
- Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
- Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.

Rencana / intervensi Rasional


Mandiri
1. Observasi tanda-tanda infeksi dan Pasien mungkin masuk dengan infeksi
peradangan sperti demam, yang biasanya telah mencetuskan keadaan
kemerahan, adanya pus pada luka, ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
sputum purulen, urine warna keruh nosokomial.
atau berkabut.
2. Tingkatkan upaya pencegahan Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
dengan melakukan cuci tangan yang
baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
3. Pertahankan teknik aseptik pada Kadar glukosa yang tinggi dalam darah

20
prosedur invasif. akan menjadi meddia terbaik dalam
pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan Sirkulasi perifer bisa terganggu dan
teratur dan sungguh-sungguh, menempatkan pasien pada peningkatan
masase daerah tulang yang tertekan, risiko terjadinya kerusakan pada kulit.
jaga kulit tetap kering, linen kering
dan tetap kencang.
5. Berikan tisue dan tempat sputum Mengurangi penyebaran infeksi.
pada tempat yang mudah dijangkau
untuk penampungan sputum atau
secret yang lainnya.
Kolaborasi
6. Lakukan pemeriksaan kultur dan Untuk mengidentifikasi adanya organisme
sensitifitas sesuai dengan indikasi. sehingga dapat memilih atau memberikan
terapi antibiotik yang terbaik.
7. Berikan obat antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat mambantu
mencegah timbulnya sepsis.

6. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (..x..jam)
diharapkan tidak terjadi injuri.
Dengan Kriteria hasil :
- Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk
menurunkan factor risiko dan untuk melindungi diri dari
cidera.
- Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan.

Rencana / Intervensi Rasional


Mandiri
1. Hindarkan lantai yang licin. Lantai licin dapat menyebabkan risiko
jatuh pada pasien.

21
2. Gunakan bed yang rendah. Mempermudah pasien untuk naik dan
turun dari tempat tidur.
3. Orientasikan klien dengan ruangan. Lansia daya ingatnya sudah menurun,
sehingga diperlukan orientasi ruangan
agar lansia bisa menyesuaikan diri
terhadap ruangan.
4. Bantu klien dalam melakukan Lansia sudah mengalami penurunan dalam
aktivitas sehari-hari fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas
sehari diperlukan bantuan dari orang
lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5. Bantu pasien dalam ambulasi atau Keterbatasan aktivitas tergantung pada
perubahan posisi kondisi lansia.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan intervensi keperawatan.

E. Evaluasi
I. Dx I :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat.
Berat badan pasien stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya.
II. Dx II :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital
stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam
batas normal.
III. Dx III :
Pasien mengalami peningkatan integritas kulit.
IV. Dx IV :
Pasien mulai mengalami peningkatan tingkat energi.
Pasien mampu untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
V. Dx V :
Pasien tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.

22
Pasien mampu merubah gaya hidup untuk mencegah terjadinya
infeksi.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa diabetes mellitus
merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau
retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah
(hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin
secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin. Dimana
penyakit diabetes mellitus sering dialami oleh lansia, karena lansia tersebut
sudah mengalami penurunan daya tahan tubuh, maka dari itu sangat mudah
lansia mengalami penyakit komplikasi itu disebabkan karena gaya hidup pasien
tidak teratur.Dalam hal ini kita sebagai perawat harus memberikan pelayanan
kesehatan dan asuhan kesehatan yang care kepada pasien lansia.

3.2 Saran
Dalam keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, tentu dalam
penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan dalam penulisan
paper ini, maka untuk itu kami sangat mengharapkan motivasi dan bimbingan
dari Bapak/Ibu Dosen pengajar serta teman-teman, sehingga dapat kami gunakan
sebagai acuan dalam penulisan paper berikutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.


Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC, 2002.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien alih bahasa I
Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 2002.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut , Jakarta : FKUI, 2001.
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek
Maryunani, Jakarta:EGC, 2000.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

25

Anda mungkin juga menyukai