Anda di halaman 1dari 16

A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hiperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO). Diabetes
mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di seluruh dunia dengan prevalensi
penduduk yang bervariasi dari 1-6% (John MF Adam).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya
kenaikan kadar gula darah (hiperglikemia) kronik. Keadaan hiperglikemia kronik tersebut
dapat mengenai banyak orang pada semua lapisan masyarakat di seluruh dunia
(Waspadji, 1995). Diabetes Mellitus ditandai oleh hiperglikemia serta gangguan-
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang bertalian dengan defisiensi
absolut atau relativ aktivitas dan atau sekresi insulin. Karena itu meskipun diabetes
asalnya merupakan endokrin, manifestasi pokoknya adalah penyakit metabolik (Anonim,
2000). Diabetes mellitus seperti juga penyakit menular lainnya akan berkembang sebagai
suatu penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia. Penyakit ini akan merupakan
beban yang besar bagi pelayanan kesehatan dan perekonomian di Indonesia baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui komplikasi-komplikasinya.
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan
gangguan metabolism karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1995). Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai
karakteristik hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner dan Sudarta, 1999).
Definisi lain menyebutkan diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang 7 terjadi kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization
(WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat
dituangkan dalam suatu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah
faktor dimana dapat defisiensi insulin absolut atau relativ dan gangguan fungsi insulin
(Gustaviani, 2006).
2. Etiologi
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap menjadi penyebab
diabetes mellitus yaitu :
a. Dibetes Mellitus tipe I
Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas yang
merupakan kombinasi dari beberapa faktor :
1) Faktor Genetik
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe I sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi
kearah terjadinya diabetes tipe I yaitu dengan ditemukannya tipeantigen HLD
(Human Leucocyte Antigen) tertentu pada individu tertentu.
2) Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibodi terarah
pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan tersebut seolah-olah
sebagai jaringan abnormal.
3) Faktor Lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor eksternal
yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil penyelidikan yang
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetas mellitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin dan juga
terdapat beberapa faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya
diabetes tipe II yaitu:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik tertentu
c. Faktor Non Genetik
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai
predisposisi genetik terhadap diabetes mellitus. 
2) Nutrisi
a) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin
b) Malnutrisi protein
c) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis
3) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya
menyebabkan hiperglikemia sementara.
4) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali
karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi
glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin
meningkat.
3. Klasifikasi
a. Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :
1) Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent)
DM jenis ini paling sering terdapat pada anak-anak dan dewasa muda, namun
demikian dapat juga ditemukan pada setiap umur. Destruksi sel-sel pembuat
insulin melalui mekanisme imunologik menyebabkan hilangnya hampir seluruh
insulin endogen. Pemberian insulin eksogen terutama tidak hanya untuk
menurunkan kadar glukosa plasma melainkan juga untuk menghindari
ketoasidosis diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.
2) Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent)
DM jenis ini biasanya timbul pada umur lebih 40 tahun. Kebanyakan pasien DM
jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin dapat ditemukan
pada banyak kasus. Produksi insulin biasanya 9 memadai untuk mencegah KAD,
namun KAD dapat timbul bila ada stress berat. Insulin eksogen dapat digunakan
untuk mengobati hiperglikemia yang membandel pada para pasien jenis ini.
3) Diabetes Mellitus lain (sekunder)
Pada DM jenis ini hiperglikemia berkaitan dengan penyebab lain yang jelas,
meliputi penyakit-penyakit pankreas, pankreatektomi, sindroma cushing,
acromegaly dan sejumlah kelainan genetik yang tak lazim.
b. Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang cocok untuk para
penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma yang abnormal namun tidak
memenuhi kriteria diagnostik.
c. Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien yang menderita
hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini
sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak
ditangani dengan benar (Suyono, 2006). Pada pasien-pasien ini toleransi glukosa
dapat kembali normal setelah persalinan (Anonim, 1995).
4. Manifestasi Klinis
Diabetes dapat pula bermanifestasi sebagai satu atau lebih penyulit yang bertalian.
Diabetes mellitus terutama NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus), bisa
tanpa gejala, sehingga sering didiagnosis berdasarkan ketidaknormalan hasil pemeriksaan
darah rutin atau uji glukosa dalam urin.
Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama
malam hari dan berat badan yang turun dengan cepat. Disamping itu kadang-kadang ada
keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan
jadi kabur, gairah seks menurun, luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan
bayi dengan berat badan diatas 4 kg (Anonim, 2000).
Gejala yang lazim terjadi pada diabetes mellitus pada tahap awal sering
ditemukan sebagai berikut :
a. Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotik diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien banyak kencing.
b. Polidipsi
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehngga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polipagi
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi(lapar),
sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya kan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar maka tubuh termasuk. Hal ini disebabkan
kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusaha mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar maka tubuh termasuk yang berada di jari
ngan otot dan lemak sehingga klien dengan DM banyak makan akan tetap kurus.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas (glukosa-sarbitol fruktasi) yang disebabkan
karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
5. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin itu sendiri, antara lain : resisten insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin terikat pada reseptor khusus di permukaan sel. Akibat dari terikatnya insulin
tersebut maka akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam sel
tersebut. Resistensi glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat disertai adanya
penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal – hal tersebut insulin menjadi tidak
efektif untuk pengambilan glukosa oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasi resistensi
insulin atau untuk pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat
peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan.
Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu, keadaan ini
diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan tersebut, serta kadar glukosa dalam
darah akan dipertahankan dalam angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-
hal berikut jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap
insulin maka kadar glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan terjadilah Diabetes
Melitus Tipe II ini. Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang
merupakan cirri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih terdapat insulin
dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya pemecahan lemak dan produksi pada
badan keton yang menyertainya. Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum,
akan tetapi hal initidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe II.
6. Pathway
Penuaan, keturunan, infeksi, gaya hidup, diit, kehamilan, obesitas

Sel beta pankreas rusak/terganggu

Produksi insulin terganggu

Katabolisme protein ↑ Glukagon ↑ Lipolisis ↑

BUN ↑ Asam Hiperglikemi 60>140mg/dl Hiperosmolaritas Asam lemak bebas


amino ↑

Glukosuri Koma Asam lemak teroksidasi


Asam
laktat ↑
Diuretik osmotik Kalori keluar Ketonemia

Glukoneogenesis ↑

Poliuri Rasa lapar Ketonuri

Sel kelaparan

Dehidrasi Polifagi Ketoasidosis


Protein tubuh hilang Produksi energi
metabolisme Risiko Rasa Defisit Asidosis metabolisme
Respon peredaran Syok haus pengetahuan

darah lambat Keletihan Defisit nutrisi


Ketidak-
Polidipsi
seimbangan
Risiko Infeksi cairan dan
elektrolit
7. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila
kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena 10 aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Hipoglikemia merupakan komplikasi yang
tersering dan paling serius pada terapi insulin. Keparahan dan lamanya
hipoglikemia bisa diperkirakan dari dosis, aktivitas puncak dan lama aksi jenis
insulin yang diberikan secara S.C (Anonim, 1995).
a) Hipoglikemia ringan
Ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti
perspirasi, tremor, takikardia, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b) Hipoglikemia Sedang
Penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel-sel otak tidak
mendapatkan cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda
gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan
berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, confuse, penurunan daya ingat, mati rasa
di daerah bibir serta lidah, bicara rero, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan
emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda, dan perasaan
ingin pingsan.
c) Hipoglikemia Berat
Fungsi sitem saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat
sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi
hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup perilaku yang
mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan, atau bahkan
kehilangan kesadaran.
2) Diabetes Ketoasidosis
KAD timbul sebagai akibat insufisiensi insulin yang berat (biasanya
dengan bertambah buruknya kebutuhan dasar) dank arena adanya kelebihan
hormon yang pengaruhnya berlawanan dengan insulin (misalnya glucagon).
Predisposisi KAD merupakan ciri khas pada DM tipe 1 dan dapat merupakan
gejala yang mendorong pasien konsultasi ke dokter. Meskipun demikian KAD
dapat terjadi pada setiap pasien DM yang mengalami stress cukup berat. Bila
pasien di diagnosis KAD maka perlu dicari penjelasannya, misalnya penghentian
terapi insulin, terkena stress yang menaikkan dasar insulin. Terapi KAD
hendaknya mencakup juga :
a) Pemulihan cairan tubuh, dengan pengelolaan elektrolit yang tepat
b) Penormalan kembali asidosis dan ketosis yang parah
c) Pengedalian glukosa plasma
KAD sering timbul denagan didahului oleh penurunan berat badan,
poliuria dan polidipsia. Gejalanya meliputi muntah-muntah dan nyeri perut yang
khas samar-samar dan tanpa menunjukkan tempatnya (Anonim, 1995).
3) Sindrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Sindrom ini timbul terutama pada pasien dengan DM tipe 2 atau jenis lain.
Pada pasien dengan sindrom ini maka hiperglikemia berat dan dehidrasi dapat
timbul tanpa disertai ketoasidosis. SHHNK dpat terjadi sebagai gejala sisa
terhadap stress berat dan dapat terjadi setelah “stroke” atau pemasukan hidrat
arang yang berlebihan. Patogenesis SHHNK biasanya meliputi gangguan ekskresi
glukosa oleh ginjal jadi pada umumnya didahulukan oleh insufisiensi ginjal
azotemia prerenal. Karena kebutuhan insulin dasar tidak terganggu maka tidak
terjadi produksi keton yang berlebihan (Anonim, 1995).
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik dari diabetes melitus dapat menyerang semua sistem organ
tubuh. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah penyakit
makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.
1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering terjadi pada
diabetes. Perubahan aterosklerotik ini serupa degan pasien-pasien non diabetik,
kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cenderung terjadi pada usia yang
lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien-pasien diabetes.
Berbagai tipe penyakit makrovaskuler dapat terjadi tergantung pada lokasi lesi
aterosklerotik. Aterosklerotik yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner,
maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Sedangkan aterosklerotik
yang terjadi pada pembuluh darah serebral, akan menyebabkan stroke infark
dengan jenis TIA (Transient Ischemic Attack). Selain itu aterosklerotik yang
terjadi pada pembuluh darah besar ekstremitas bawah, akan menyebabkan
penyakit okluisif arteri perifer atau penyakit vaskuler perifer.
2) Komplikasi Mikrovaskeler
a) Retinopati Diabetik
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah kecil
pada retina mata, bagian ini mengandung banyak sekali pembuluh darah dari
berbagai jenis pembuluh darah arteri serta vena yang kecil, arteriol, venula
dan kapiler.
b) Nefropati Diabetik
Bila kadar gluoksa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal
akan mengalami stress yang mengakibatkan kebocoran protein darah ke dalam
urin. Sebagai akibatnya tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.
Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus untuk
terjadinya nefropati.
c) Neuropati Diabetikum
Neuropati adalah komplikasi kronik yang paling umum pada diabetes
mellitus lanjut usia. Mekanisme yang mendasari 14 perkembangan neuropati
adalah hiperglikemia yang disebabkan metabolik yang jalur polyol dari saraf
tepi (Prabhu, 2009).
8. Pemeriksaan Penunjang
(Nurarif & Kusuma, 2015)
a. Kadar glukosa darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti
Sewaktu DM
Plasma Vena >200 100-200
Darah Kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah Dm Belum pasti
Puasa DM
Plasma Vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-100

b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (PP) >200 mg/dl).
c. Tes lab
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes diagnostik, tes pemantauan terapi
dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
d. Tes diagnostik
1) Glukosa Darah Sewaktu (GDS)
2) Glukosa Darah Puasa (GDP)
3) Glukosa Darah 2 jam PP (GD2PP)
e. Tes untuk mendeteksi komplikasi
1) Mikroalbuminuria : Urin
2) Ureum, Kreatinin, Asam Urat
3) Kolestrol total : Plasma vena (puasa)
4) Kolestrol LDL : Plasma vena (puasa)
5) Kolestrol HDL : Plasma vena (puasa)
6) Trigliserida : Plasma vena (puasa)

9. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu :
1) Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diet sesuai dengan keadaan penderita prinsip diet DM
adalah:
(1) Jumlah sesuai kebutuhan
(2) Jenis boleh dimakan/tidak dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari
hendaknya diikuti pedoman 3 J yaitu:
(a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah.
(b) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya.
(c) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
percentage of relative body weight (BPR=berat badan normal) dengan
rumus:
BB ( kg )
BPR= x 100 %
TB ( cm )−100
Keterangan :
 Kurus (underweight) : BPR<90%
 Normal (ideal) :BPR 90% -110%
 Gemuk (overweight) :BPR >110%
 Obesitas apabila :BPR> 120%
- Obesitas ringan :BPR 120% -130%
- Obesitas sedang :BPR 130% - 140%
- Obesitas berat :BPR 140 – 200%
- Morbid :BPR > 200%
2) Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah :
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik
3) Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter,
mencari artikel mengenai diabetes.
4) Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus diberikan
obat obatan.
5) Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima pilar
diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
6) Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
7) Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
8) Mengelola pemberian obat sesuai program

b. Medis
1) Terapi dengan insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda
dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk
terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan kontrol glikemik.
Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan
diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada
pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari
faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah
bagi penderita diabetes pasien lanjut usia.
Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu
dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat
digunakan dalam terapi insulin.Lama kerja insulin beragam antar individu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis
insulin dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya
pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian
ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan.
Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka
tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja
sedang.
Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi
insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin
prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang
diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi
insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
2) Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya
non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi obat berkurang
demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia lebih rendah. Dosis
dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena metabolitnya
tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan
gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit
tidak aktif yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi
terbaru sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel
beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
b) Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada
pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan kehilangan berat
badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan kreatinin terlebih dahulu.
Serum kretinin yang rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada
orangtua.
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu
enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan
karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan
menghasilkan penurunan peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang
efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan.
Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat
bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis
tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.
d) Hiazolidinediones Thiazolidinediones
Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan
efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah
terbukti aman dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan
hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

Anda mungkin juga menyukai