Anda di halaman 1dari 17

BAB I

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
di tandai kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
( Brunner dan Suddarth, 2002 : 1220 ).
Diabetes adalah suatu sindrom defisiensi sekresi insulin atau
pengurangan efektivitas kerja insulin atau keduanya, yang menyebabkan
hiperglikemia. ( Marreli, 2007 : 97 ).
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks
yang melibatkan adanya kelainan metabolisme karbohidrat, protein, lemak
dan berkembangnya komplikasi makrovaskuler, dan neurologis (Riyadi
Sujono dan Sukarmin, 2008 : 69 ).
Diabetes Mellitus adalah sekumpulan dari gangguan metabolik
yang di tandai oleh hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme dari
karbohidrat, lemak, dan protein. (Priyanto, 2009: 157).
Diabetes melitus merupakan penyakit sistemetis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan
hiperlipidemia.(Mary Baradero, 2009 :85 ).
Menurut Riyadi sujono dan Sukarmin ( 2008 : 70 ), klasifikasi diabetes
melitus dan penggolongan intoleransi glukosa yang lain:
a. Insulin Dependen Diabetes Mellitus (IDDM)
Yaitu difisiensi insulin karena kerusakan sel-sel langerhans yang
berhubungan dengan tipe HLA (Human Leucocyte Antigen) spesifik,
predisposisi pada insulitis fenomena autoimun(cendrung ketosis dan
terjadi pada usia muda). Kelainan ini terjadi karena kerusakan sistem
imunitas (kekebalan tubuh) yang kemudian merusak sel-sel pulau
langerhans di pankreas. Kelainan ini berdampak pada penurunan
insulin.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus ( NIDDM )
Yaitu diabetes resisten, lebih sering pada dewasa, tapi dapat terjadi
pada semua umur. Kebanyakan penderita kelebihan berat badan, ada
kecenderungan familiar mungkin perlu insulin pada saat hiperglikemik
selama stres.
c. Diabetes Melitus Tipe Lain
Adalah DM yang berhubungan keadaan atau sindrom tertentu
hiperglikemia terjadi karena penyakit lain, penyakit pankreas,
hormonal, obat atau bahan kimia, endokrinopati, kelainan reseptor,
insulin, sindroma genetik tertentu. Penyakit pankreas akan berdampak
pada kerusakan anatomis dan fungsional organ pankreas akibat
aktifitas toksik baik karena bakteri maupun kimia. Kerusakan ini
berdampak pada penurunan insulin.
d. Impaired Glukosa Tolerance ( gangguan toleransi glukosa )
Kadar glukosa antara normal dan diabetes, dapat menjadi diabetes atau
menjadi normal atau tetap tidak berubah.
e. Gestasional Diabetes Melitus ( GDM )
Intolerannsi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam kehamilan
terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta pesiapan menyusui.
Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat hingga mencapai 3 kali
lipat dari keadaan normal. Bila seseorang ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin sehingga relatif hipoinsulin maka
mengakibatkan hiperglikemi. Resistensi insulin juga disebabkan oleh
adanya hormon estrogen, progestron, prolaktin, dan plasenta laktogen.
Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga
mengurangi aktivitas insulin.
2. Etiologi
Penyebab penyakit ini belum diketahui secara lengkap dan
kemungkinan faktor penyebab dan faktor resiko penyakit DM
diantaranya: Tarwoto ( 2012: 157 ),
a. Riwayat keturunan dengan diabetes, misalnya pada DM tipe 1
diturunkan sebagai sifat heterogen, mutigenik. Kembar identik
mempunyai resiko 25% sampai 50%, sementara saudara kandung
beresiko 6% dan anak beresiko 5%
b. Lingkungan seperti virus (cytomegalovirus, mumps, rubella) yang
dapat memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta
pankreas, obat-obatan dan zat kimia seperti alloxan, steptozotocin,
pentamidine.
c. Usia diatas 45 tahun.
d. Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20% berat badan
ideal.
e. Etnik, banyak terjadi pada orang Amerika keturunan Afrika, Asia.
f. Hipertensi, tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140 / 90 mmHg.
g. HDL kolesterol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau trigiserida
lebih dari 250 mg / Hg.
h. Riwayat gestasional DM .
i. Kebiasaan diet.
j. Kurang olahraga.
k. Wanita dengan hirsutisme atau penyakit policistik ovari.
Brunner dan Suddarth ( 2002 : 1224 ), membagi DM menjadi dua tipe
yaitu :
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.
Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan
(misalnya, infeksi virus ) di perkirakan turut menimbulkan destruksi
sel beta.
1) Faktor-faktor Genetik
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe I sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan diabetik ini di temukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA ( Human Leucocyte
antige ) tertentu.
2) Faktor- faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
outoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah – olah sebagai jaringan
asing.
3) Faktor – faktor lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan
faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta,
contoh hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses outoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor – faktor
resiko tertentu yang berhungan dengan proses terjadinya diabetes tipe
II. Faktor – faktor ini adalah :
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun).
2) Obesitas.
3) Riwayat keluarga.
4) Kelompok etnik.
3. Patofisiologi
Menurut Brunner dan suddarth ( 2002 : 1222 ), patofisiologi dibedakan
atas :
a. Diabetes tipe I ( IDDM )
Ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta
pankreas telah di hancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa
telah terjadi akibat produksi glukosa yang tidak teratur oleh hati. Di
samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat di simpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar.
Akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine ( glukosuria ). Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan kedalam urine, ekskresi ini akan
di sertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, sehingga mengalami peningkatan dalam berkemih ( poliuri )
dan rasa haus ( polidipsi ).
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenesis (
pemecahan glukosa yang di simpan) dan glikoneogenesis (
pembentukan glukosa baru dalam asam asam amino serta subtansi lain
), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang mempunyai asam
mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Pemberian insulin dengan cairan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis.
b. Diabetes Mellitus Tipe II ( NIDDM )
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu: resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
tersebut, terjadi suatu rangkaian sekresi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin disertai dengan penurunan reaksi
intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
di sekresikan. Sehingga akan dipertahankan pada tingkat yang normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II ( NIDDM ).
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabetes, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi bahan keton
yang menyertainya. Karena itu ketoasidodis diabetik tidak terjadi,
akan tetapi meskipun demikian diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonkatotik ( HHNK ).
4. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang sering di jumpai pada pasien diabetes melitus ( Sujono
Riyadi dan Sukarmin 2008 : 80 ).
a. Poliuria ( peningkatan pengeluaran urine )
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sebagai terjadi osmotik
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsia ( peningktan rasa haus )
Akibat volume urine yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstra sel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (
sangat pekat ). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluarran ADH (
antideuretik hormone ) dan menimbulkan rasa haus.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot
Akibat aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein di
otot dan ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
d. Polipagia ( peningkatan rasa lapar ).
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel, mengalami
starvasi ( lapar ), sehingga untuk memenuhinya klien akan terus
makan. Tetapi walaupun klien banyak makan tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
e. Peningkatan angka infeksi
Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan anti bodi,
peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi
mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.
f. Kelainan kulit: gatal, bisul-bisul
Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal.
Lipatan kulit seperti diketiak dan di bawah payudara. Biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
g. Kelainan genekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama canddida.
h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati
Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persyarafan mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari
unsur protein. Akibat anak sel persyarafan terutama perifer mengalami
kerusakan
i. Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik
yang di lakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat
berlangsung secara optimal.
j. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari
protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus
bahan protein diformulasikan untuk kebutuhan energi sehingga bahan
yang di pergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat di
akibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita diabetes melitus.
k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi
Ejakulasi dan dorongan seksualitas laki-laki banyak dipengaruhi oleh
peningkatan hormon testosteron. Pada kondisi optimal ( periodik hari
ke tiga ) maka secara otomatis akan meningkatkan dorongan seksual.
Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon
seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperanan.
i. Mata kabur yang disebabkan katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin juga disebabkan
kelainan pada corpus vitreum.
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan gula darah pada pasien diabetes melitus ( Sujono Riyadi dan
Sukarmin 2008 : 83 ),antara lain :
a. Gula darah puasa ( GDP ) 70-110 mg / dl
Kriteria diagnostik untuk DM lebih dari 140 mg / dl paling sedikit
dalam dua kali pemeriksaan. Atau lebih dari 140 mg / dl disertai gejala
klasik hiperglikemia, atau IGT 115-140 mg / dl.
b. Gula darah 2 jam post prondial kurang dari 140 mg / dl
Digunakan untuk skrining atau evaluasi pengoatan bukan didiagnostik.
c. Gula darah sewaktu kurang dari 140 mg / dl
Digunakan untuk skrining bukan didiagnostik.
d. Tes Toleransi Glukosa Oral ( TTGO )
Gula darah kurang dari 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1 ½ jam kurang dari
200mg / dl, 2 jam kurang dari 140 mg/dl. TTGO di lakukan hanya
pada pasien yang telah bebas dan diet dan beraktifitas fisik 3 hari
sebelum tes tidak dianjurkan pada :
1. Hiperglikemia yang sedang puasa
2. Orang yang mendapat thiazide, dilantin, propanol, lasik, thyroid,
estrogen, pil KB, steroid.
3. Pasien yang dirawat atau sakit akut atau pasien inaktif.
e. Tes Toleransi Glukosa Intravena
Dilakukan jika TTGI merupakan kontra indikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
f. Tes Toleransi Kortison Glukosa
Digunakan jika TTKG tidak bermakna, kortison menyebabkan
peningkatan kadar gula darah abnormal dan dan menurunkan
penggunaan gula darah perifer pada orang yang berpredisposisi
menjadi DM kadar glukosa darah 140 mg/dl pada akhir 2 jam di
anggap sebagai hasil positif.
g. Glycosatet Hemoglobin
Berguna dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih
dari 3 bulan.
h. C-Pepticle 1-2 mg/dl ( puasa ) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.Untuk mengukur proinsulin ( produk samping yang tak aktif
secara biologis ) dari pembentukan insulin dapat membantu
mengetahui sekresi insulin.
i. Insulin serum puasa : 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,
tidak digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam
diagnosa banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
6. Penanganan Medik
Penatalaksanaan terapi DM ( Halim Mubin ;2007 : 487 ).
a. Terapi Umum
1) Istirahat
Bila ada komplikasi berat
2) Diet
Sesuai dengan kebutuhan menurut berat badan atau gizi penderita
a) Kurus : BB x 40 – 60 kalori sehari
b) Normal : BB x 30 kalori sehari
c) Gemuk : BB x 20 kalori sehari
d) Obesitas : BB x 10 kalori sehari
Catatan : untuk menentukan status gizi dengan menentukan %
RBW ( Relative Body Weight ) dengan rumus :
𝐵𝐸𝑅𝐴𝑇 𝐵𝐴𝐷𝐴𝑁
RBW = 𝑥 100
𝑇𝐼𝑁𝐺𝐺𝐼 (𝑐𝑚) − 100
(1) Kurus : RBW < 90%
(2) Normal : RBW 90 – 110 %
(3) Gemuk : RBW > 110 %
(4) Obesitas : RBW > 120 %
3) Medikamentosa
a) Golongan sulfonilurea :
(1) Diabenese
(2) Amaryl
(3) Diamicron
(4) Euglukon
(5) Daonil
(6) Glurenorm
Diberikan 15 menit sebelum makan
b) Golongan Piguanida
a. Diabeks
b. Metformin
c. Glukophage
Kedua golongan tersebut masuk Obat Hipoglikemik Oral
c) Akarbose ( cepobay )
Diberikan bersama denag suap pertama setiap makan.
Umumnya 3 x 1 tablet/hari
d) Repaglinide ( novonorm )
Diberikan setiap sebelum makan utama
e) Insulin ( novonordiks )
(1) Insulin larutan, kerja pendek ( Actrapit )
(2) Insulin suspensi Zn, kerja sedang ( Monotard )
(3) Insulin campuran, kerja bifasik ( Mixtard )
Diberikan setiap sebelum makan utama
(4) Selalu dimulai dengan dosis rendah ( 4 – 8 IU );
Lalu dinaikkan sampai dosis optimal
(5) Bila hendak pindah dari insulin kerja cepat ke insulin kerja
panjang dosis insulin 2/3 dosis total insulin dosis 24 jam.
(6) Indikasi pemberian insulin adalah DM pada keadaan-
keadaan berikut :
(a) JMGF gagal dengan diet atau kombinasi dengan OHO
(b) Pasien kurus
(c) Koma diabetik
(d) Gangren atau infeksi rahim
(e) Wanita hamil
(f) Pra atau pasca operasi
(g) DM tipe I
b. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang
lebih ½ jam yang sifatnya sama dengan CRIPE ( Continous Rythmiccal
Intensity Progressive Endurance ). Latihan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti, otot – otot berkontraksi secara teratur.
Olahraga yang teratur akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara
meningkatkan dilatsi sel dan pembuluh darah sehingga membantu
masuknya glukosa kedalam sel. (Sujono Riyadi dan Sutarmin, 2008 : 93).
BAB II

B. Konsep Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survikal pasien dalam
aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. (
Marilyn E. Doenges:1999: 6 ).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk di kaji dan di analisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual
dapat ditentukan. ( Ali, 2001: 73 )
Pengkajian pada klien Diabetes Mellitus (Marilyn E. Doenges, 1999:726):
Aktifitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau aktivitas
dan koma, penurunan kekuatan otot.
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti infar
miokard akut klaudikas, kebas dan kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, nadi yang
menurun atau tidak ada, kulit panas, kering dan kelemahan,
bola mata cekung.
Integritas Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial, yang
berhubungan dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka ransang.
Eliminasi
Gejala: Poliuria, nokturia, nyeri, rasa terbakar, kesulitan berkemih,
Infeksi saluran kemih baru/berulang, nyeri tekan abdomen,
diare.
Tanda: Urin, encer, pucat, kuning, poliuri, urin berkabut abdomen
keras, adanya asietas, bising usus lemah/menurun.
Makanan/cairan
Gejala: Hilang Nafsu makan, mual/muntah, tidak mengikuti diet,
penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari
/minggu, haus.
Tanda: Kulit kering /bersisik, turgor jelek, muntah, kekakuan
/distensi andomen, pembesaran tiroid, bau napas aseton.

Neuro Sensori
Gejala: Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, gangguan
penglihatan.
Tanda: Disorientasi, mengantuk, lethargi, gangguan memori, refleks
tendon menurun, aktifitas kejang.
Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi.
Pernapasan
Gejala: Merasa kekurang oksigen, batuk dengan/tanpa sputum.
Tanda: Lapar, frekuensi pernapasan meningkat.
Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda: Deman, diaforesis, kulit rusak peralysis otot.
Seksualitas
Gejala: masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah peryataan yang dibuat oleh perawat
profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan
klien baik, aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisis
dan iterpretasi data hasil pengkajian. (Asmadi, 2008 : 172).
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi
berdasarkan teori Marilyn E Doenges 1999: 729, maka diagnosa
keperawatan yang muncul pada klien diabetes mellitus yaitu :
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
c. Resiko Tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi.
d. Resiko tinggi perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka
panjang/progresif yang dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognologis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,
kesalahan interprestasi informasi.
3. Rencana Keperawatan
Intervensi adalah perumusan tindakan yang harus dilaksanakan
berdasarkan diagnosa pasien ( Ali, 2001: 83 )
Rencana keperawatan pada klien dengan DM menurut Marilyn E Doenges
( 1999:729 ), berdasarkan diagnosa masing-masing yaitu:
a. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis
osmotik.
Tujuan :
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh, tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik,
haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital 1. Hypovolemia dapat
dimanifestasikan oleh
hipotensi takikardia.
2.Kaji nadi perifer, pengisian 2. Merupakan indikator dari
kapiler, tugor kulit dan tingkat dehidrasi, atau
membranmukosa. volume sirkulasi yang
3.Pantau masukan dan keluaran, adekuat.
cacat berat jenis urin. 3. Memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairan
pengganti, fungsi ginjal,
keefektifan dari terapi yang
4. Timbang berat badan setiap hari diberikan
4. Memberikan hasil pengkajian
yang terbaik dari status
cairan yang sedang
berlangsung dan seanjutnya
5.Berikan terapi cairan sesuai dalam memberikan cairan
indikasi pengganti.
5. Tipe dan jumlah dari cairan
tergantung pada derajat
kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
1). Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
2). Menunjukkan tingkat energi biasanya.
Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan setiap 1. Mengkaji pemasukan makanan
hari yang adekuat.
2. Mengidentifikasi kekurangan
2. Tentukan program diet dan pola dan penyimpangan dari
makan klien kebutuhan terapeutik.
3. Identifikasi makanan yang 3. Jika makanan yang disukai
disukai pasien dapat dimasukan dalam
perencanaan makanan, kerja
sama ini dapat diupayakan
setelah pulang
4. Libatkan keluarga pasien dalam 4. Memberikan informasi kepada
perencanaan makanan keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi pasien.
5. Observasi tanda tanda 5. Karena metabolisme
hipoglikemia karbohidrat mulai terjadi ( gula
darah ) akan berkurang, dan
sementara tetap diberikan
insulin maka hipoglikemi
dapat terjadi

6. Lakukan konsultasi dengan ahli 6. Sangat bermanfaat dalam


Diet perhitungan dan penyesuaian
diet.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia


Tujuan :
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria :
1) Luka kering
2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/penurunan resiko
infeksi
3) Mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi

Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda infeksi 1. Pasien mungkin masuk
dengan peradangan dengan infeksi yang
biasanya telah mencetuskan
keadaan ketoasidosis atau
dapat mengalami infeksi
nosokomial
2. Tingkatkan upaya untuk 2. Mencegah timbulnya infeksi
pencegahan dengan melakukan silang
cuci tangan yang baik pada semua
orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya
sendiri.
3. Pertahankan tehnik aseptik pada 3. Kadar glukosa yang tinggi
prosedur invasif. dalam darah akan menjadi
media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4. Berikan perawatan kulit dengan 4. Sirkulasi perifer bisa
teratur dan sungguh-sungguh. terganggu yang
menempatkan pasien pada
peningkatan resiko
terjadinya kerusakan pada
kulit/iritasi kulit dan infeksi.
5. Lakukan perubahan posisi, 5. Membantu dalam
anjurkan batuk efektif dan nafas meningkatkan ventilasi
dalam. semua daerah paru dan
memobilisasi secret.

d. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan


dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit.
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan sensorik dengan kriteria klien dapat :
1). Mempertahankan tingkat kesadaran / orientasi.
2). Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda-tanda vital 1. Sebagai dasar untuk
membandingkan temuan
abnormal
2. Panggil pasien dengan nama, 2. Menurunkan kebingungan dan
orientasikan kembali sesuai membentuk untuk
dengan kebutuhan. memepertahankan kontak
dengan realitas.
3. Pelihara aktivitas rutin pasien 3. Membantu memelihara pasien
sekonsisten mungkin, dorong tetap berhubungan dengan
untuk melakukan kegiatan realitas dan mempertahankan
sehari-hari sesuai oreintasi pada lingkungannya.
kemampuannya.
4. Selidiki adanya keluhan 4. Neuropati parifer dapat
parestesia,nyeri atau mengakibatkan rasa tidak
kehilangan sensori pada nyaman yang berat, kehilangan
paha/kaki. sensasi sentuhan/distorsi yang
mempunyai resiko tinggi
terhadap kerusakan kulit.

e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka


panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang
lain.
Tujuan :
Klien secara mandiri mengambil/melakukan aktivitas perawatan diri
dengan kriteria
1) Klien dapat mengidentifikasikan cara-cara sehat untuk menghadapi
perasaan.
2) Klien dapat membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas
perawatan diri.
Intervensi Rasional
1. Anjurkan pasien/keluarga 1. Mengidentifikasi area
untuk mengekspresikan perhatiannya dan
perasaaannya tentang memudahkan cara pemecahan
perawatan di rumah sakit dan masalah.
penyakitnya secara
keseluruhan.
2. Tentukan tujuan/harapan dari 2. Harapan yang tidak realistis
pasien atau keluarga. atau adanya tekanan dari
orang lain atau diri sendiri
dapat mengakibatkan perasaan
frustasi, kehilangan kontrol
diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.
3. Berikan dukungan pada pasien 3. Meningkatkan perasaan
untuk ikut berperan serta dalam kontrol terhadap situasi.
perawatan diri sendiri dan
berikan umpan baik positif
sesuai dengan usaha yang
dilakukannya.
4. Berikan dukungan pada pasien 4. Meningkatkan perasaan
untuk ikut berperan serta dalam kontrol terhadap situasi.
perawatan diri sendiri.

f. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya penjelasan, kesalahan
intervensi informasi.
Tujuan :
Menunjukkan peningkatan pengetahuan dengan kriteria :
1). Meningkatkan pemahaman tentang penyakit.
2). Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit
dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
3). Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan
rasional tindakan.
Intervensi Rasional
1. Ciptakan hubungan saling 1. Menanggapi dan
percaya memperhatikan perlu
diciptakan sebelum pasien
bersedia mengambil bagian
dalam proses belajar.
2. Diskusikan dengan klien tentang 2. memberikan pengetahuan
penyakitnya. dasar dimana pasien dapat
membuat pertimbangan
dalam memilih gaya hidup.
3. Diskusikan tentang rencana diet, 3. Kesadaran tentang
penggunaan makanan tinggi pentingnya kontrol diet akan
serat. membantu pasien dalam
merencanakan
makan/mentaati program
4. Membantu untuk mengontrol
4. Diskusikan pentingnya untuk proses penyakit dengan lebih
melakukan evaluasi secara teratur dekat.
dan jawab pertanyaan
pasien/orang dekat

g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan


status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor
kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus., luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, Tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
Intervensi Rasional
1. Kaji kulit dan identifikasi pada 1. R/ mengetahui sejauh mana
tahap perkembangan luka. perkembangan luka
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, mempermudah dalam
serta jumlah dan tipe cairan luka melakukan tindakan yang
3. Pantau peningkatan suhu tubuh. tepat.
4. Berikan perawatan luka dengan 2. R/ mengidentifikasi tingkat
tehnik aseptik. Balut luka dengan keparahan luka akan
kasa kering dan steril, gunakan mempermudah intervensi.
plester kertas. 3. R/ suhu tubuh yang
5. Jika pemulihan tidak terjadi meningkat dapat
kolaborasi tindakan lanjutan, diidentifikasikan sebagai
misalnya debridement. adanya proses peradangan.
6. Setelah debridement, ganti 4. R/ tehnik aseptik
balutan sesuai kebutuhan. membantu mempercepat
7. Kolaborasi pemberian antibiotik penyembuhan luka dan
sesuai indikasi. mencegah terjadinya
infeksi.
5. R/ agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi
tidak menyebar luas pada
area kulit normal lainnya.
6. R/ balutan dapat diganti
satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/
tidak nya luka, agar tidak
terjadi infeksi.
7. R / antibiotik berguna
untuk mematikan
mikroorganisme pathogen
pada daerah

h. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang proses


pemulihan, perawatan diri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
cemas berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Klien menyatakan cemas berkurang
2) Klien tampak rileks, wajah ceria
3) Klien bisa istirahat dengan tenang
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Tentukan tingkat cemas dan 1. Menentukan intervensi
sumber masalah selanjutnya sesuai tingkat
2. Beri kesempatan klien untuk kecemasan yang dialami
klien
mengungkapkan perasaannya
2. Mencari tau penyebab
3. Berikan penjelasan tentang kecemasan yang dialami
periode pemulihan, perawatan diri pasien
4. Monitor tanda-tanda vital 3. Informasi yang dibutuhkan
5. Berikan informasi yang akurat klien adalah sesuatu yang
tantang keadaan klien berguna bagi dirinya agar
6. Libatkan keluarga untuk cepat sembuh
4. Tanda tanda vital biasanya
memotivasi dan membantu
menunjukan jika seseorang
perawatan klien sedang mengalami
kecemasan
5. Informasi yang akuran dan
tidak berbelit-belit akan akan
mampu mengurangi tingkat
kecemasan klien
6. Saat keluarga dilibatkan
dalam perawatan klien, hal
tersebut akan membuat klien
merasa diperhatikan oleh
keluarganya.
Penyimpangan KDM
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddart, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi VIII, Vol II. Jakarta:
Buku Kedokteran. EGC.

Marilyn, Doenges, 1999. Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk


perencanaan dan pendekumentasian perawatan pasien, Edisi 3, Jakarta,
EGC.

Marreli, 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

Mary Baradero, 2009. Klien Gangguan Endokrin, Seri Asuhan Keperawatan.


Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Riyadi Sujono, Sukarmin, 2008, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas, Edisi 1, Yokyakarta.

Tarwoto, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:


CV. Trans Info Media.

Halim Mubin, 2007. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta.
Buku Kedokteran EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERGLIKEMIA

DISUSUN
OLEH :

HERI RAHMAN SETIAWAN


4115063

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………………………………….) (……………………………………)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


GEMA INSAN AKADEMIK MAKASSAR
T.A 2015/2016

Anda mungkin juga menyukai