Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Anak 1

Dosen Pengampu : Zulia Putri Perdani, M.Kep, Ners

Disusun Oleh :

Farikha Indriyanti (2114201019)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2023
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

LAPORAN PENDAHULUAN : KEPUTUSASAAN………………………1

A. Definisi.......................................................................................1

B. Etiologi .....................................................................................1

C. Klasifikasi...................................................................................2

D. Patofisiologi................................................................................2

E. Pathway ......................................................................................4

F. Manifestasi Klinis………………………………….……….…..5

G. Pemeriksaan Penunjang…….……………………….………….5

H. Penatalaksanaan Medis…………...………………….…..…….6

I. Asuhan Keperawatan…………………………………………..7

J. Diagnose Keperawatan……………………………...………...10

K. Intervensi……………………………………………………...10

L. Impelementasi………………………………………………...16

M.Evaluasi……………………………………………..…….….16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..…………....18

i
LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI

A. Definisi

Atresia Ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang

normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebgai anus imperforate

meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz,2015) Atresia ani adalah tidak lengkapnya

perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal

(Suradi, 2015). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya

lubang atau saluran anus (Donna, 2016).

Atresia ani atau anus imperforasi adalah tidak terjadinya perforasi membran yang

memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak

sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk

anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2016). Penulis

menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus tidak

mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses.

B. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga Bayi lahir

tanpa lubang dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3

bulan.

1
3. Adanya gangguan atau berhentinya embriologi di daerah usus, rectum bagian

distal serta traktur urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4 sampai ke 6 usia

kehamilan. (Nurarif & Kusuma, 2016)

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber

yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:

1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena

Gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi Lahir tanpa

lubang anus.

3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, Karena ada

kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3

bulan.

4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, Da otot

dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter Internal mungkin

tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen

autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui

apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua

orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25% -

30% dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau

kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,

2001).

5) Faktor Predisposisi

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,

seperti :

2
a. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali

pada gastrointestinal.

b. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

C. Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu:

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak

dapat keluar.

2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan

anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

5. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:

a. Anomali rendah/infralevator

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis.

Terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan

fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.

b. Anomali intermediet

Rectum berada pada atau dibawah tingkat oot puborectalis, lesung anal dan

sfingter eksternal berada pada posisi yang normal

c. Anomaly tinggi

Ujung rectum diatas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini

biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau

rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit

perinenum lebih dari 1 cm.

3
D. Patofisiologi

Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara

komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan

embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.

Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal

genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan

pada kanal anorektal.

Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur

kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga

karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.

Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan

fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya

saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa

lubang anus. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:

1. Tinggi (supralevator) rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)

dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1

cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau

saluran genital.

2. Intermediate rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.

3. Rendah : rectum berakhir dibawah M. Levator ani sehingga jarak antara kulit

dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

4
E. Pathway

Kelainan kongengital

Gagal pertumbuhan, fusi dan


pembentukan anus

Atresia ani

Evakuasi feces tidak lancar

Intake Nutrisi Evakuasi feses tidak lancar


Gg. Pola Eliminasi Pembedahan

Muntah Konstipasi Pre OP Post OP

Deficit Nutrisi Kurang Pembuatan


Gg. Pola Eliminasi
Pengetahuan anus

Cemas Trauma
Ansietas
jaringan

Gangguan Pemasangan Perawatan


Integritas Kulit kolostomi tidak
adekuat

Resiko
Nyeri Akut
Infeksi

5
F. Manifestasi Klinis

Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi

mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi. Pada golongan 3

hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula rektovaginal

(dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang

rektoperineal. tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi

fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang

rektoperineal. Gejala yang akan timbul:

1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.

3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah

4. Perut kembung.

5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

G. Komplikasi

1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan

2. Obstruksi intestinal

3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.

4. Komplikasi jangka panjang :

a. Eversi mukosa anal

b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis

c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.

d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.

f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.

6
H. Pemeriksaan penunjang

Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai

berikut:

1. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.

2. Sinar X terhadap abdomen

Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk

mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.

3. Ultrasound terhadap abdomen

Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem

pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh

karena massa tumor.

4. CT Scan

Digunakan untuk menentukan lesi.

5. Pyelografi intra vena

Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.

6. Pemeriksaan fisik rektum

Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang

atau jari.

7. Rontgenogram abdomen dan pelvis

Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang

berhubungan dengan traktus urinarius.

7
I. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :

a. Pembuatan kolostomi

Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah

pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya

sementaraatau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali

tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.

b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) Pada pasien dengan kolostomi,

PSARP dilakukan setelah pemeriksaan distal kolostogram untuk menentukan

lokasi pasti dari fistel dan rektum. Proses PSARP pada pasien malformasi

anorektal dengan fistel rektovesika melibatkan seluruh tubuh bagian bawah

dari pasien dan operasi dilakukan dengan laparoskopi. Bidang diseksi dimulai

pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk kemudian

dilanjutkan ke arah distal.

c. Tutup kolostomi

Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah

operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi

seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

J. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan pada klien post colostomy meliputi :

1. Biodata

8
 Identitas Klien.meliputi: nama, umur, jenis kelamin. agama,

pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal masuk rumah

sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, tindakan medis.

 Identitas Penanggungjawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin.

agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien,

sumber biaya.

2. Keluhan utama

Klien dengan post colostomy ditemukan adanya keluhan nyeri pada luka post

operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.

3. Riwayat kesehatan sekarang

 Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang

dijabarkan dari keluhan utama

 Riwayat Kesehatan Dahulu, klien mengalami muntah-muntah setelah

24-28 jam pertama kelahiran

 Riwayat kesehatan Keluarga Kaji apakah ada anggota keluarga yang

memiliki penyakit serupa dengan klien, penyakit turunan maupun

penyakit kronis

4. Pemeriksaan fisik

 Kepala

Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada

benjolan/umor, tidak ada caput succedanium, tidak ada

chepalhematom.

 Mata

9
Mata Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ikterus, tidak nistagamus/

tidak episnatus, conjungtiva tampak agak pucat.

 Telinga

Telinga memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago

berbentuk sempurna.

 Hidung:

Hidung simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada

pernafasan cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.

 Leher:

Leher tidak ada webbed neck.

 Dada:

Bentuk dada simetris, silindris. Tidak pigeon chest, tidak funnel shest,

pernafasan normal.

 Perut

Abdomen simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak

termasa tumor, tidak terdapat perdarahan pada umbilicus, biasanya

ditemukan distensi abdomen

 Genetalia:

Genetalia terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis

tidak ada hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.

 Anus:

Anus tidak ada, nampak merah, usus melebar, kadang-kadang tampak

ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus tertahan

oleh jaringan Pada auskultasi terdengar peristaltik.

10
K. Diagnosa

1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencema makanan

(Muntah) (D.0019)

2. Inkontentenesia fekla berhubungan dengan gangguan pola eliminasi (D.0041)

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (D.0080)

4. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan (D.0077)

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan kolostomi

(D.0129)

6. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan pasa operasi, perawatan

tidak adekuat (D.0142)

L. Intervensi

SDKI SLKI SIKI

Defisit nutrisi Status nutrisi membaik Manajemen Nutrisi Membaik

berhubungan dengan (L.03030) (1.03199)

ketidakmampuan Observasi

mencema makanan 1. Monitor asupan makanan

(Muntah) (D.0019) 2. Monitor berat badan

Terapeutik

1. Berikan makanan tinggi

kalori dan tinggi protein

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

medikasi sebelum makan

(mis. Pereda nyeri

11
antlemetik), jika perlu

Inkontentenesia fekal Kontenensia fekal Latihan Eliminasi Fekal

berhubungan dengan membaik (L.04035) (1.04150)

gangguan pola eliminasi 1. Defekasi Observasi

(D.0041) membaik 1. Monitor peristaltic usus

secara teratur

Terapeutik

2. Berikan kenyamanan dan

posisi yang meningkatkan

proses defekasi

3. Anjurkan mengkonsumsi

makanan tertentu, sesuai

program atau hasil

konsultasi

4. Anjurkan asupan cairan

yang adekuat

sesuai kebutuhan

Ansietas berhubungan Tingkat Menurun Reduksi Ansietas (1.09314)

dengan kurangnya (L.09093) Terapeutik

pengetahuan (D.0080) 1. Verbalisasi 1. Ciptakan terapeutik

khawatir akibat menumbuhkan suasana

kondisi yang untuk kepercayan

dihadapi 2. Pahami situasi yang

menurun membuat ansietas

2. Perilaku dengarkan dengan penuh

12
menurun gelisah perhatian

3. Gunakan pendekatan

dengan tenang dan

meyakinkan

4. Motivasi

mengidentifikasi situasi

yang memicu kecemasan

Edukasi

1. Informasikan factual

secara mengenai

diagnosis,

pengobatan.dan prognosis

Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri Menurun Manajemen Nyeri

dengan trauma jaringan (L.08066) (I.08238)

(D.0077) 1. Gelisah menurun Observasi

2. Kesulitan tidur 1. Identifikasi lokasi,

menurun karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas

intensitas nyeri

2. Identifikasi skala nyeri

3. Identifikasi respon nyeri

non verbal

Terapeutik

1. Berikan teknin

nonfarmakologis untuk

13
mengurangi rasa nyeri

(mis TENS, hipnosis,

akupuntur, terapi musik.

biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi. teknik

imajinasi terbimbing

kompres hangat dingin,

terapi bermain)

2. Kontrol ruangan yang

memperberat rasa nyeri

(mis, suhu ruangan

pencahayaan, kebisingan)

3. Fasilitasi istirahat dan

tidur

Edukasi

1. Jelaskan penyebab,

periode, dan pemicu.

Nyeri

2. Jelaskan stretegi

meredakan nyeri

3. Anjurkan teknik

nonfarmakologi untuk

mengurangi rasa nyeri

14
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

analgetik, jika perlu

Gangguan integritas kulit Integritas kulit dan Perawatan Integritas kulit

berhubungan dengan jaringan meningkat (L.11353)

pemasangan kolostomi (L.14125) Observasi

(D.0129) 1. Kerusakan 1. Identifikasi penyebab

jaringan gangguan integritas kulit

menurun (mis. sirkulasi, perubahan

2. Nyeri status nutrisi, penurunan

menurun kekebalan, suhu

lingkuhngan ekstrim,

penurunan mobilitas).

Terapeutik

1. Gunakan produk

berbahan ringan/alami

dan hipoalergik pada

kulit sensitive

Edukasi

1. Ajarkan minum air yang

cukup

2. Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

3. Anjurkan menghindari

terpapar suhu ekstrem

15
Resiko infeksi Kontrol Resiko Pencegahan Infeksi (I.14539)

berhubungan dengan Meningkat (L.14128) Observasi

trauma jaringan pasa 1. Pemantauan 1. Monitor tanda dan gejala

operasi, perawatan tidak status kesehatan infeksi local dan sistemik

adekuat (D.0142) meningkat Terapeutik

1. Batasi julah pengunjung

2. Berikan perawatan luka

pada area edema

3. Cuci tangan sebelum dan

sesudah kontak dengan

pasien dan lingkungan

pasien

4. Pertahankan teknik

aseptic pada pasien

beresiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala

infeksi

2. Ajarkan mencuci tangan

dengan benar

3. Ajarkan cara memeriksa

kondisi luka atau luka

operasi.

4. Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

16
5. Anjurkan meningkatkan

asupan cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian

imunisasi, jika perlu

M. Implementasi

Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah

ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal,

pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan (Bararah

dan Jauhar, 2013).

N. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap dimana tahap proses keperawatan mmenyangkut

pengumpulan data objektif dan subjektif yang dapat menunjukkan masalah apa yang

terselesaikan apa yang perlu dikaji dan direncanakan, dilaksanakan dan dinilai apakah

tujuan keperawatan telah tercapai atau belum, sebagian tercapai atau timbul masalah

baru (Bararah dan Jauhar, 2013).

17

Anda mungkin juga menyukai