Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

Chronic Kidney Disease (CKD)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan medikal bedah

Dosen Koordinator : H. Hikmat Rudyana, S. Kp., M.Kep

Oleh :

Lasari Triska

2350321085

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2023
A. Konsep Dasar Chronic Kidney Disease (CKD)

1. Definisi

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kegagalan fungsi ginjal dalam

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit

akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi

penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah yang terjadi

selama bertahun-tahun (Muttaqin dan Sari, 2014).

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kemampuan tubuh gagal

untuksmempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dimana

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible elcktrolit

schingga terjadi uremia (kondisi ginjal ketika tidak lagi bisa menyaring

dengan baik) (Smeltzer & Bare, 2015).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bawah penvakit

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan suata keadaan klinis yang

ditandai dengan menurunva fungsi ginjal yang terjadi menimal selama

kurun waktu 3 bulan di akibatkan olch kelainan fungsi ginjal itu sendiri.

2. Etiologi

Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan terjadinya

Chronic Kidney Disease (CKD) bisa disebabkan oleh

a. penyakit ginjal seperti

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis

2) Infeksi pada kuman : pyelonephritis, ureteritis.

3) Batu pada ginjal : nefrolitiasis.


4) Kista di ginjal : polcyystis kidney.

5) Trauma langsung di ginjal.

6) Keganasan di ginjal.

7) Sumbatan di ginjal seperti batu, tumor, penyempitan atau

struktur.

b. Penyakit diluar ginjal

1) Penyakit sistemik diantaranyagula darah tinggi, kolestrol tinggi

2) Dyslipidemia.

3) SLE

4) Infeksi dibadan: TBC paru, sifilitis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsi

6) Obat-obatan

7) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

(Muttagin dan Sari, 2014).

3. Klasifikasi

Stadium Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan

nilai LFG (Laju filtasi Glomerulus) (Tanto, 2014).

Stadium Deskripsi LFG

G1 Normal atau tinggi ≤90

G2 Penurunan ringan 60-89

G3a Penurunan ringan – 45-59

sedang

G3b Penurunan sedang – berat 30-44


G4 Penurunan berat 15-29

G5 Gagal ginjal <15

4. Tanda dan gejala

Manifestasi klinis menurut Williams dan Wilkins (2010) adalah sebagai

berikut:

a. Gangguan Kardiovaskuler

Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan sacrum), edema

periorbital, gesekan pericardium, pembesaran vena-vena dileher,

pericarditis, tamponade, pericardium, hyperkalemia,

hyperlipidemia.

b. Gangguan Pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan lengket,

suara ronchi basah kasar (krekels), penurunan reflek batuk, nyeri

pleura, sesak napas, takpnea, pneumonitis uremik.

c. Gangguan Gastrointestinal.

Terjadi gangguan mual muntah, pengecapan rasa logam, cegukan,

konstipasi, atau dare.dan nafas berbau ammonia

d. Gangguan Musculoskeletal

Restless leg syndrome (pegal pada kakinya sehingga selalu

digerakan) burning feet syndrome (rasa Kesemutan dan terbakar,

terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi

otot-otot ekstremitas) osteodistrofi ginjal.

e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat

penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan

rapuh, kulit kering dan mudah terkelupas, pruritus berat, ekimosis,

purpura ramput kasar dan tipis.

f. Ganggaun Endokrin

Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan

menstruasi dan aminorea, atrofi testis, ketidaksuburan.

g. Ganggaun Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam dan Basa

Terjadi kehilangan natrium serta dehidrasi, asidosis, hyperkalemia,

hipomagnesemia, hipokalsemia. dapat juga terjadi retensi garam dan

h. System Hematologi

Anemia yang terjadi karena berkurangnya produksi eritopoetin,

sehingga rangsangan eritipoesis pada sum-sum tulang dapat

berkurang, hemolysis yang disebabkan berkurangnya masa hidup

eritrosit dalam suasana uremia toksit, dapat juga terjadi gangguan

fungsi thrombosis dan trombositopenia.

5. Komplikasi

Ditemukan komplikasi Chronic Kidney Disease menurut Prabowo dan

Eka, (2014)

a. Penyakit Tulang

Penurunan kadar kalium (Hipokalsemia) secara langsung akan

mengakibatkan dekalsifikasi matriks pada tulang, sehingga tulang


akan menjadi rapuh (Osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan

menyebabkan fraktur pathologis pada tulang.

b. Penyakit Kardiovaskuler

Ginjal sebagai control sirkulasi sistemik akan berdampak secara

sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan

kelainan hemodinamik (Sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).

c. Anemia

Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam

rangkaian hormonal (Endokrin). Sekresi eritropoetin yang

mengalami defesiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan

hemoglobin dalam tubuh.

d. Disfungsi Seksual

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, terjadi impotensi pada pria

maka libido sering mengalami penurunan, terjadi

hiperprolaktinemia di wanita.

6. Patofisiologi dan Pathway

Patofisiologis Chronic Kidney Disease dimulai pada fase awal

gangguan, keseimbangan cairan fungi ginjal turn kurang dari 25%

normal, penanganan garam, penimbunan zat zat sisa mash bervariasi dan

bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai, manisfestasi kelinis

Chronic Kidney Disease mungkin minimal karena nefron-nefron sisa

yang sehat mengambil alih fungi nefron yang ruksak. Nefron yang
tersisa akan mengalami peningkatan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan

sekresinya, serta mengalami terjadinya hipertropi.

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang

tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-nefron

tersebut ikut ruksak dan akhirnya mati. Dari siklus kematian in sebagian

tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang mash

ada untuk dapat meningkatkan reabsorpsi protein. Pada sat penyusutan

progresif nefron-netron, terjadi pembentukan jaringan part dan aliran

darah ginjal akan berkurang.

Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban

cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan

memburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan

filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan

semakin banyak terbentuk jaringan part sebagai respon dari kerusakan

nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan

manisfestasi penumpukan metabolik-metabolik yang seharusnya

dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat

yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ tubuh. Dampak

dari Chronic Kidney Disease (CKD) memberikan berbagai masalah

keperawatan. (Muttaqin dan Sari, 2014)


7. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Aspiani (2015) bahwa pemeriksaan dilakukan pada pasien

Chronic Kidney Disease :

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium Pada Chronic Kidney Disease dengan

gangguan yang serius dapat dilakukan, seperti hematocrit, kadar

urea nitrogen dalam darah BUN, serum dan Konsentrasi Kreatinin


urin, serta urinal kadar serum sodium/natrium dan

potassium/kalium, PH, kadar serum phosphor, kadar Hb.

Pada stadium yang cepat pada insufisiensi gagal, agar dapat melihat

kelainan fungi ginjal analisa urn dapat menunjukan dan sebagai

indikator. Analisa urine ruin dapat menunjukan kadar protein,

glukosa, RBC/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan

osmolaritas urine, selama 24 jam rata-rata urine batas kreatinin,

dapat terjadi output urine yang berkurang dan urine menurun pada

gagal ginjal yang progesif.

Memonitor kadar BUN dan kadar kreatinin sangat penting untuk

pasien CKD. Nila normal blood urea nitrogen dan kreatinin sekitar

20:1.

b. Pemeriksaaan Radiologi

Untuk mengetahui fungsi ginjal ada pemeriksaan radiologi:

1) Flat Plat Radiografhy yaitu untuk mengetahui bentuk, ujkuran

dan kalasifikasi ginjal. pada pemeriksaan FPR ginjal akan

terlihat mengecil, dan juga bisa disebabkan kerena adanya

proses infeksi.

2) Computer Tomograpy (CT) merupakan Scan digunakan agar

bisa terlihat struktur anatomi ginjal secara jelas, bisa

menggunakana memakai kontras dan bisa digunakan tampa

kontras.
3) Intervenotus Pyelography (IVP) Yaitu untuk mengetahui

keadaan ginjal dan mengevaluasi fungsi ginjal dengan

menggunakan kontras. Pada kasus ginjal yang disebabkan oleh

trauma, pembedahan, an omolia kongetal, kelainan frostat,

kalkuli ginjal, abses batu ginial. Serta obstruksi saluran kencing

IVP bisa digunakan.

4) Aortorenal Angiography Yaitu untuk mengetahui system arteri,

vena dan kapiler pada ginjal dengan memakai kontras. pada

kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous

fistula, serta gangguan bentuk vaskuler bisa menggunakan AA.

5) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Adalah yang di sebebkan

oleh kasus obstruksi urophati, acute renal failure, proses infeksi

pada gagal ginjal serta post transplantasi ginjal untuk dapat

mengevaluasi. . Biopsi Ginjal Biopasi Ginjal dilakukan Untuk

mengetahui kelainan ginjal dengan mengambil jaringan ginjal

lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus

glomerulusnefritis, nefrotik sindro, penyakit ginjal bawaan,

AFR dan perencanaan transplantasi ginjal.

c. Biopsi Ginjal

Biopasi Ginjal dilakukan Untuk mengetahui kelainan ginjal dengan

mengambil jaringan ginal lalu dianalisa. Biasanya biopsy dilakukan

pada kasus glomerulusnefritis, nefrotik sindro, penyakit ginjal

bawaan, AFR dan perencanaan transplantasi ginjal.


8. Penatalaksanaan Medis

Menurut Muttaqin dan sari (2014) penataklasaan yang muncul

diantaranya

a. Dialysis

Dialysis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal

yang serius, seperti hyperkalemia (Jumlah kalium dalam darah

sangat tinggi), pericarditis (Iritasi dan peradangan pada lapisan tipis

yang melapisi jantung), dan kejang. Dialysis memperbaiki

abdormalitas biokimia; menyebabkanacairan, protein, dan natrium

dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan keendrungan

pendarahan; dan membantu penyembuhan luka

b. Koreksi Hyperkalemia.

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hyperkalemia

dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama yang

harus diingat adalah jangan menimbulkan hyperkalemia. Selain

dengan pemeriksaan darah, hyperkalemia juga dapat didiagnosis

dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hyperkalemia, maka

pengobatanya yang dilakukan yaitu dengan mengurangi intake

kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian Infus Glukosa.

c. Koreksi Anemia

Usaha pertama harus ditunjukan untuk mengatasi faktor difisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat

diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan dapat


meninggikan nilai Hb didalam tubuh. Transfusi darah hanya dapat

diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi

coroner

d. Koreksi Asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada

permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intaraven lahan, jika

diperlukan dapat diulang. Hemodialysis dan dialysis peritoneal

dapat juga mengatasi asidosis

e. Pengendalian Hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator

dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan

hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai

retensi natrium.

f. Transplantasi Ginial.

Dengan mencangkokan ginal yang sehat ke pasien Chronic Kidney

Disease, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

9. Teknik instrumentasi

a. Definisi

AV Shunt adalah proses penyambungan (anastomosis) pembuluh

darah vena dan arteri supaya dapat digunakan untuk keperluan

hemodialisis. A V shunt adalah suatu cara untuk membuat akses

yang permanen pada pembuluh darah yaitu dengan membuat


anastomosis antara arteri dan vena yang biasa disebut cimino

broschia fistula tau dengan menghubungkan arteri dan vena lewat

pembuluh darah tambahan (graft), daerah yang dipilih biasanya

pembuluh darah di lengan bawah. Teknik Instrumentasi AV Shunt

adalah suatu tata cara tau teknik yang menunjang tindakan

pembedahan dimulai dari proses persiapan alat, mengatur penataan

alat secara sistematis dan penggunaan alat/ instrument selama

tindakan operasi AV Shunt berlangsung.

b. Indikasi

Dilakukan pada pasien dengan kasus gangguan fungsi renal stadium

V/ tahap terakhir dan pada pasien yang akan di lakukan tindakan

hemodialisaberulang dan jangka panjang.

Teknik Penyambungan tau Anatomosis Pada AV - Shunt:

1) Side to End adalah teknik penyambungan dengan

menyambungkan pembuluh darah vena yang dipotong dengan

sisi pembuluh darah arteri.

2) Side to side adalah teknik penyambungan dengan

menyambungkan sisi pembuluh darah vena dengan sisi

pembuluh darah arteri.

3) End to End adalah teknik penyambungan dengan

menyambungkan pembuluh darah vena yang dipotong dengan

pembuluh darah arteri yang juga di potong


4) End to side adalah teknik penyambungan dengan

menyambungkan pembuluh darah arteri yang dipotong dengan

sisi pembuluh darah vena.

c. Kontraidikasi

1) Tanda-tanda vital tidak normal

2) Keadaan pasien jelek

3) Pada pemeriksaan fisik pasien secara palpasi tidak teraba arteri

radialis atau ulnaris dan tidak ditemukan dengan alat pendeteksi

(doper)

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada perempuan, karena

kebiasaan pekerjaan dan pola hidup yang sehat. resiko lebih tinggi

terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.

b. Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder

yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun,

sampai pada tidak dapat memproduksi urine, penurunan kesadaran

karena komplikasi pada system sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual

dan muntah, keringat dingin, kelelahan, napas berbau urea, dan

pruritus (rasa gatal), kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan


(akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal

mengalami kegagalan filtrasi.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat penyakit sekarang

Pada klien dengan Chronic Kidney Disease biasanya terjadi

penurunan jumlah urine, penurunan kesadaran, perubahan pola

napas karena komplikasi dari gangguan system ventilasi,

kelelahan, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas, selain

itu, karena berdampak pada proses metabolisme, maka akan

terjadi anoreksia, mual dan muntah shingga beresiko untuk

terjadinya gangguan nutrisi.

2) Riwayat Penyakit Dahulu

Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dari gagal ginjal akut

dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit

terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji

riwayat penyakit Infeksi Saluran Kemih, payah jantung,

penggunan obat berlebihan khususnya obat yang bersifat

nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia (BPH) dan lain

sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu,

ada beberapa penyakit yang langsung

mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal seperti diabetes

militus, hipertensi, dan batu saluran kemih.


3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Chronic Kidney Disease (CKD) bukan penyakit menular dan

menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak

pada penyakit ini.

Namun, pencetus sekunder seperti Diabetes Militus dan

Hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit

Chronic Kidney Disease, karena penyakit tersebut bersifat

herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapakan jika

ada anggota kelurga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit

4) Riwayat Psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping

yang baik. Pada klien Chronic Kidney Disease, biasanya

perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami

perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisis.

Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri

murung. selain itu, kondisi ini juga dipicu ole biaya yang

dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien

mengalami kecemasan.

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum dan Tanda Tanda Vital

Kondisi klien Chronic Kidney Disease (CKD) biasanya lemah,

tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada


pemeriksaan ITV sering didapatkan RR meningkat,

hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.

2) Sistem Pernapasan

Adanya bau urea pada bau napas, jika terjadi komplikasi

asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan

mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat

dan dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan

ventilasi.

3) Sistem Hematologi

Biasanya ditemukan fricition rub pada kondisi uremia berat.

Selain itu, biasa terjadi peningkatana tekanan darah, akaral

teraba dingin, CRT lebih dari 3 detik, terjadi palpitasi jantung,

chest pain, dyspnea, terjadi gangguan di irama jantung dan

terjadi gangguan sirkulasi lainya. Jika zat sisa metabolisme

semakin tinggi dalam tubuh akan semakin buruk karena tidak

efektif dalam proses pembungan sisa. Juga dapat terjadi

gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.

4) Sistem Neuromuskuler

Terjadi penurunan kognitif serta terjadi disorientasi pada pasien

Chronic Kidney Disease. Terjadi penurunan kesadaran terjadi

jika telah mengalami hiperkarbic dan sirkulasi cerebral

terganggu

.
5) Sistem Kardiovaskuler

retensi natrium dan air akan mengalami peningkatan kerena

tekanan darah, tekanan darah meningkat diatas Keambangan

akan mempengarui volume vaskuler sehingga akan terjadi

peningkatan beban jantung pada klien Chronic Kidney Disease.

6) Sistem Endokrin

Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan Chronic

Kidney Disease akan mengalami disfungsi seksualitas karena

penurunan hormone repoduksi. Selain itu, jika kondisi Chronic

Kidney Disease berhubungan dengan penyakit diabetes militus,

maka aka ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak

pada proses metabolisme.

7) Sistem Perkemihan

Dengan terjadinya gangguan dan kegagalan fungi ginjal secara

menyeluruh di proses filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekresi,

maka tanda gejala yang paling menonjol yaitu penurunan

pengeluaran urine kurang dari 400 ml/hari bahkan sampai pada

tidak adaanya urine.

8) Sistem pencemaan

Gangguan yang terjadi pada system pencernaan lebih

dikarenakan efek dari penyakit itu sendiri. Sering ditemukan

anoreksia, mual, muntah, dan diare.


9) Sistem Muskuloskeletal

Dengan terjadinya gangguan penurunan atau kegagalan fungsi

sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi

pada tulang, sehingga beresiko terjadinya pengkroposan tulang

yang tinggi

Dengan terjadinya gangguan penurunan atau kegagalan fungsi

sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi

pada tulang, sehingga beresiko terjadinya pengkroposan tulang

yang tinggi.

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,

perubahan membran alveolus kapiler

b. Perfusi perifer tidak efektif b.d. penurunan konsentrasi Hb

c. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan

cairan, kelebihan asupan natrium

3. Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi

Keperawatan Kriteria Hasil

1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Terapi Oksigen 1.01026


gas b.d. tindakan asuhan Observasi
ketidakseimbangan keperawatan a. Monitor kecepatan
ventilasi-perfusi, selama...x24jam ariran oksigen
perubahan membran diharapkan b. Monitor posisi alat
alveolus kapiler pertukaran gas terapi oksigen
dapat diatasi dengan c. Monitor aliran
kriteria hasil: oksigen secara
a. Dispnea periodik dan pastikan
menurun fraksi yang diberikan
b. Bunyi napas cukup
tambahan d. Monitor efektifitas
menurun terapi oksigen (mis.
c. Pusing oksimetri, analisa gas
menurun darah), jika perlu
d. Penglihatan e. Monitor kemampuan
kabur melepaskan oksigen
menurun sat makan
e. Gelisah f. Monitor tanda-tanda
menurun hipoventilasi
f. Napas g. Monitor tanda dan
cuping gejala toksikasi
hidung oksigen dan
menurun atelectasis
g. PCO2 h. Monitor tingkat
membaik kecemasan akibat
h. PO2 terapi oksigen
membaik i. Monitor integritas
i. Takikardia mukosa hidung akibat
membaik pemasangan oksigen
pH arteri Terapeutik
membaik a. Bersihkan sekret pada
j. Sianosis mulut, hidung dan
membaik trakea, jika perlu
k. Pola napas b. Pertahankan
membaik kepatenan jalan napas
l. Warna kulit c. Siapkan dan atur
membaik peralatan pemberian
oksigen
d. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
e. Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
f. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
a. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
a. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
b. Kolaborasi
penggunaan oksigen
sat aktivitas dan/atau
tidur

2. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi


efektif b.d. penurunan tindakan asuhan 1.02079
konsentrasi Hb keperawatan Observasi
selama...x24jam a. Periksa sirkulasi
diharapkan perfusi periter (mis. nadi
perifer dapat diatasi perifer, edema,
dengan kriteria pengisian kapiler,
hasil: warna, suhu, ankle
brachial index)
a. Denyut nadi
b. Identifikasi faktor
perifer
risiko gangguan
meningkat
sirkulasi (mis.
b. Warna kulit
diabetes, perokok,
pucat
orang tua, hipertensi
menurun
dan kadar kolesterol
c. Nyeri
tinggi)
ekstremitas
c. Monitor panas,
menurun
kemerahan, nyeri,
d. Pengisian
atau bengkak pada
kapiler
ekstremitas
membaik
Terapeutik
e. Akral
a. Hindari pemasangan
membaik
infus atau
f. Turgor kulit
pengambilan darah
membaik
di area keterbatasan
g. Tekanan
perfusi
darah
b. Hindari pengukuran
sistolik
tekanan darah pada
membaik
ekstremitas dengan
h. Tekanan
Keterbatasan perfusi
darah
c. Hindari penekanan
diastolik
dan pemasangan
membaik
tourniquet pada area
yang cedera
d. Lakukan
pencegahan infeksi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti
merokok
b. Anjurkan
berolahraga rutin
c. Anjurkan
menggunakan obat
penurun tekanan
darah, antikoagulan,
dan penurun
kolesterol, jika perlu
d. Anjurkan minum
obat pengontrol
tekanan darah se
cara teratur
e. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
f. Ajarkan program
diet untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh,
minyak ikan, omega
3)
g. Informasikan tanda
dan gejala darurat
yang harus
dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak
hilang saat stirahat,
luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
3. Hipervolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen
gangguan mekanisme tindakan asuhan Hipervolemia 1.03114
regulasi, kelebihan keperawatan Observasi
asupan cairan, selama...x24jam a. Periksa tanda dan
kelebihan asupan diharapkan gejala nipervolemia
natrium keseimbangan (mis. ortopnea,
cairan dapat diatasi dispnea, edema,
dengan kriteria JVP/CVP
hasil: meningkat, refleks
a. Asupan hepatojugular
cairan positit, suara napas
meningkat tambahan)
b. Haluaran b. Identifikasi
urn penyebab
meningkat hypervolemia
c. Kelembaban c. Monitor status
membran hemodinamik (mis.
meningkat frekuensi jantung,
d. Asupan tekanan darah,
makanan MAP, CVP, PAP,
meningkat POMP, CO, CI), jika
e. Edema tersedia
menurun d. Monitor intake dan
f. Tekanan output
darah cairanMonitor tanda
membaik hemokonsentrasi
g. Membran (mis. kadar natrium,
mukosa BUN, hematocrit,
membaik beratjenis urine)
h. Turgor kulit e. Monitor tanda
membaik peningkatan tekanan
i. Berat badan onkotik plasma
membaik (mis. kadar protein
dan albumin
meningkat)
f. Monitor kecepatan
infus secara ketat
g. Monitor efek
samping diuretik
(mis. hipotensi
ortortostatik,
hipovolemia,
hipokalemia.
hiponatremia)
Terapeutik
a. Timbang berat badan
setiap hari pada
waktu yang sama
b. Batasi asupan cairan
dan garam
c. Tinggikan kepala
tempat tidur 30-40°
Edukasi
a. Anjurkan melapor
jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/am
dalam 6 jam
b. Anjurkan melapor
jika BB bertambah >
1 kg dalam sehari
c. Ajarkan cara
mengukur dan
mencatat asupan dan
haluaran cairan
d. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberian diuretic
b. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
c. Kolaborasi
pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu.

4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah proses dimana perawat melaksanakan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI,

implementasi terdiri atas melakukan serta mendokumentasikan tindakan

khusus yang dilakukan untuk penatalaksanaan intervensi keperawatan

(PPNI, 2018).
5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap terakhir di proses keperawatan (Tarwoto dan

Wartonah, 2015). Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif,

evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan ketika tindakan berlangsung

dan evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan ketika tindakan berakhir

(Deswani, 2011).

Kriteria hasil masalah intoleransi aktivitas yaitu frekuensi nadi

meningkat, kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat,

keluhan lelah menurun, dispnea saat beraktifitas menurun, saturasi oksigen

meningkat, toleransi dalam menaiki tangga meningkat, dispnea setelah

aktivitas menurun, perasaan lemah menurun, aritmia saat aktivitas menurun

dan lain-lain (PPNI, 2019).

Kriteria hasil masalah gangguan pola tidur dan kesiapan peningkatan

tidur yaitu keluhan sulit tidur menurun, keluhan sering terjaga menurun,

keluhan tidak puas tidur menurun, keluhan pola tidur berubah menurun,

keluhan istirahat tidak cukup menurun, kemampuan beraktivitas meningkat

(PPNI, 2019).

Kriteria hasil masalah keletihan yaitu verbalisasi kepulihan energi

meningkat, tenaga meningkat, kemampuan melakukan aktivitas rutin

meningkat, motivasi meningkat, verbalisasi lelah menurun, lesu menurun,

gangguan konsentrasi menurun, sakit kepala menurun, sakit tenggorokan

menurun, mengi menurun, sianosis menurun, gelisah menurun, frekuensi


napas menurun, perasaan bersalah menurun, selera makan membaik, pola

napas membaik, libido membaik, pola istirahat membaik (PPNI, 2019).

Penentuan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi adalah

dengan cara membandingkan antara SOAP/SOAPIER dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah ditetapkan.

S (Subjective) : informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah

tindakan diberikan.

O (Objective) : informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,

pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.

A (Assessment) : membandingkan antara informas subjective dan

objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan

bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.

P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan

berdasarkan hasil assessment.


Daftar Pustaka

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

https://www.studocu.com/id/document/universitas-muhammadiyah-
surakarta/keperawatan/lp-ckd-av-shunt-showat-nur-chanin/63194712

https://www.scribd.com/document/539370753/LP-CHRONIC-KIDNEY-
DISEASE

Anda mungkin juga menyukai