Anda di halaman 1dari 4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
2.1.1 DEFINISI LANSIA
Lansia merupakan individu yang usianya telah mencapai di atas 60 tahun
baik berjenis kelamin pria maupun wanita, baik yang masih mampu
melakukan akivitas yang menghasilkan barang atau jasa dan lansia yang
tidak mampu mencari nafkah sendiri sehingga menggantungan hidupnya
kepada orang lain menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia. Proses penuaan merupakan proses yang tidak dapat dihindari,
semua orang akan mengalami proses penuaan yang merupakan fase terakhir
dari sebuah kehidupan (Ekasari et al., 2019).

Lansia merupakan suatu proses alamiah yang terjadi di dalam kehidupan


manusia, menua tidak dapat dihindari dimulai dari tiga tahapan yaitu
kehidupan masa anak, dewasa dan tua yang akan mengalami banyak
kemunduran fisik (Nasrullah, 2016).

2.1.2 PUZZLE

Puzzle merupakan salah satu permainan edukasi dimana gambar dibagi


menjadi potongan – potongan gambar yang digunakan untuk mengasah daya
pikir, melatih kesabaran dan membiasakan kemampuan berbagi dan melatih
kecepatan pikiran dan tangan (Nawangsasi, 2016).

Puzzle merupakan permainan yang menantang daya kreatifitas dan ingatan


lebih mendalam sehingga dapat melatih koordinasi mata dan tangan, melatih
kesabaran, meningkatkan ketrampilan motorik dan meningkatkan
kecerdasan (Oktariani et al., 2018).

Terapi puzzle merupakan terapi nonfarmakologi menggunakan permainan


menyatukan potongan gambar yang berguna untuk mengasah daya pikir,
melatih kesabaran dan motorik.
2.2 KEMAMPUAN KOGNITIF LANSIA

Proses penuaan merupakan suatu proses alami yang terjadi pada manusia
yang ditandai dengan adanya penurunan atau perubahan pada kondisi fisik,
psikologis maupun sosial, juga dapat menurunkan kemampuan kognitif dan
kepikunan. Lansia yang mengalami penurunan kognitif dapat merubah
aktivitas sehari – harinya sehingga menjadi bergantung kepada orang lain
(Isnaini & Komsin, 2020).

Pada lansia demensia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak yaitu
kerusakan sel – sel di dalam otak dan kekurangan suplai darah di otak yang
dapat mengakibatkan gangguan pada lansia. Terutama pada lansia berjenis
kelamin perempuan yang lebih banyak terkena demensia karena penurunan
hormon estrogen yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel – sel saraf
(Nawangsasi, 2016).

2.3 MEKANISME KERJA TERAPI PUZZLE

Latihan kognitif bermain puzzle atau terapi menggunakan puzzle akan


merangsang otak dengan menyediakan stimulasi yang memadai untuk
mempertahankan dan meningkatkan fungsi kognitif. Rangsangan otak
terjadi ketika input sensorik diproses oleh korteks – korteks asosiasi, neuron
kortikal mengirimkan impuls menuju lobus temporal medial menerima
masukan dari acetycholine-releasing neuron yang terletak di basal otak
depan. Percikan asetikolin ini yang diduga memungkinkan pembentukkan
suatu memori. Neurotransmitter acetycholine (ACh) mengatur beragam
proses fisiologis di seluruh tubuh dimana ACh merupakan neurotransmitter
pertama yang diidentifikasi memediasi komunikasi sel ke sel dalam sistem
saraf pusat dan perifer. Neuron kolinergik dalam kelompok ini
memproyeksikan secara luas di seluruh domain kortikal dan subkortikal
dengan keterlibatan mereka dalam fungsi otak yang kompleks termasuk
pada perhatian, persepsi, pembelajaran asosiatif dan keseimbangan tidur.
Neuron tambahan yang lebih kecil deperti habenula medial (MHb) dan
striatum yang tersebar di seluruh area otak terlibat dalam perilaku yang
berkaitan dengan gerak, motivasi dan stress. Disregulasi penularan
kolinergik sentral terkait dengan sejumlah gangguan otak, termasuk
penyakit alzheimer, kecanduan, epilepsi, parkinson, skizofrenia dan depresi.
Terapi puzzle mengaktifkan bagian otak (hipokampus) dan korteks
entrohinal dengan menghasilkan neurotransmitter asetikolin yang mampu
meningkatkan kognitif dan mencegah demensia. Dari penelitian didapatkan
lansia yang mendapatkan terapi puzzle mengalami peningkatan MMSE
secara bermakna daripada lansia yang tidak diberikan terapi puzzle
(Nawangsasi, 2016)

Proses Terapi Puzzle Bekerja Pada Otak yaitu :

1. Proses membaca (persepsi)


2. Memahami petunjuk (pemahaman)
3. Menganalisis petunjuk (analisis)
4. Merangsang otak untuk mencoba lagi jawaban yang mungkin (retreival)
5. Memutuskan jawaban yang benar (eksekusi).

2.4 MANFAAT TERAPI PUZZLE

1. Meningkatkan kemampuan fungsi kognitif.


2. Upaya pencegahan penurunan fungsi kognitif pada lansia yang belum
mengalami penurunan kognitif.
3. Memberikan aktivitas baru sehingga menghambat terjadinya penurunan
fungsi kognitif pada lansia.
4. Melatih motorik lansia.
5. Melatih kesabaran lansia.
6. Menurunkan kecemasan (Nawangsasi, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Ekasari, M. F., Riasmini, N. M., & Hartini, T. (2019). Meningkatkan Kualitas


Hidup Lansia Konsep dan Berbagai Intervensi. Wineka Media.

Isnaini, N., & Komsin, N. K. (2020). Gambaran fungsi Kognitif Pada Lansia
Dengan Pemberian Terapi Puzzle. Human Care Journal, 5(4), 1060–1066.

Nasrullah, D. (2016). Buku Ajar Keperawatan Gerontik dengan Pendekatan


Asuhan Keperawatan NANDA-NIC NOC. UMSurabaya Publishing.

Nawangsasi, D. N. (2016). Pengaruh Terapi Puzzle Terhadap Tingkat Demensia


Lansia di Wilayah Krapakan Caturharjo Pandak Bantul. Yogyakarta. Jurnal
Kesehatan.

Oktariani, N. P., Sulisnadewi, N. L. K., & Kumarawati, N. L. A. S. (2018).


Pengaruh terapi bermain puzzle terhadap daya ingat pada anak retardasi
mental. Coping: Community of Publishing in Nursing, 6(2), 89–94.

Anda mungkin juga menyukai