Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang sering mengenai
parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis, yang
dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang
dan nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi dalam waktu 2 – 10 minggu
setelah terpajan (Suddart, 2013)\
TB Paru merupakan suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh
Bakteri Mycobacterium Tuberkulosis yang sebagian besar menyerang paru,
Namun dapat menyerang organ lainnya (Handoyo, 2017)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular melalui udara yang disebabkan
oleh organisme dari Mycobacterium kompleks tuberkulosis. Meskipun
terutama merupakan patogen paru, M. tuberculosis dapat menyebabkan
penyakit pada hampir semua bagian tubuh. Infeksi M. tuberculosis dapat
berkembang dari penahanan pada inang, di mana bakteri diisolasi dalam
granuloma (infeksi TB laten), dimana pasien akan menunjukkan gejala yang
meliputi batuk, demam, keringat malam, dan penurunan berat badan (Pai et
al., 2016)
2.2 ETIOLOGI
Menurut Jurnal (Handoyo, 2017) dalam Crofoton (2010) penyebab seseorang
terkena TBC adalah :
a. Basil Tuberkel (Mycobacterium Tuberkulosis) merupakan penyebab
utama TBC di dunia.
b. Mycobacterium Africanum yaitu penyebab TBC yang ada di Afrika.
Perbedaannya adalah basil ini resisten terhadap Tiazetaon.
c. Mycobacterium Bovis yang menyebabkan infeksi yang ditularkan
manusia lewat susu ternak yang dikonsumsi.
d. Mycobacterium Non-tuberkulosis, biasanya menyerang pada orag
dengan HIV karena lemahnya sistem imunitasnya. Sering resisten
terhadap banyak obat – obatan sehingga susah disembuhkan
Faktor Resiko
- Kontak dekat dengan seseorang yang menderita TB aktif.
- Status gangguan imun (Mis. Lansia, kanker, terapi kortikosteroid,
HIV).
- Penggunaan obat injeksi dan alkoholisme.
- Masyarakat yang kurang mendapatkan pelayanan kesehatan yang
memadai (gelandangan atau penduduk miskin, kalangan minoritas,
anak – anak dan dewasa muda).
- Kondisi medis yang sudah ada, termasuk diabetes, gagal ginjal,
kronis, silikosis dan malnutrisi.
- Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi.
- Institusionalisasi (Mis. Fasilitas perawatan jangka panjang, penjara).
- Tinggal di lingkungan padat penduduk dan di bawah standar.
- Pekerjaan (Mis, tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas
beresiko tinggi).
2.3 MANIFESTASI KLINIK
Menurut (Suddart, 2013) tanda dan gejala pada TB Paru yaitu :
- Demam derajat rendah
- Berkeringat malam
- Keletihan, dan penurunan berat badan.
- Batuk non produktif, yang dapat berlanjut menjadi sputum mukopurulen
dengan hemoptisis.
Menurut Jurnal (Prihantoro, 2013) tanda dan gejala TBC dibagi menjadi beberapa
yaitu :
a. Gejala Respiratorik
1. Batuk berkepanjangan yaitu selama 3 minggu lebih.
2. Batuk berdarah dapat berupa garis, bercak, gumpalan ataupun darah
segar yang terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
3. Sesak nafas dan nyeri dada.
b. Gejala Sistemik
1. Demam subfebris dengan suhu antara 37,5°C – 38,5°C
2. Berkeringat pada malam hari tanpa adanya aktivitas dan tanpa adanya
pengaruh lingkungan.
3. Penurunan berat badan selama 3 bulan berturut – turut tanpa sebab
yang jelas dan tidak mengalami peningkatan selama 1 bulan meskipun
dengan penanganan gizi yang baik.
4. Malaise.
2.4 PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit TB menurut (Prihantoro, 2013)
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mendukung kuman-
kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran pencernaan
merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin, yang penyebarannya melalui
susu yang terkontaminasi. Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh
respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit
(biasanya limfosit T) adalah sel imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya . Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas.
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium
tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat
terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah
Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke
alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil
juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya
(ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya ( Price, 2006).
Menurut Jurnal (USADA, 1999) patofisiologi penyakit TB dibagi menjadi 2 :
a. Infeksi primer
Biasanya terjadi pada anak – anak usia di atas 5 tahun. Sumber
penularanya berasal dari penderita yang mengeluarkan kuman TB dengan
kontak langsung yang masuk melalui pernafasan terjadi fokus primer di
paru diikuti pembesaran kelenjar limfe. Infeksi primer biasanya progresif
dan menyebar secara hematogen baik ke paru maupun organ – organ tubuh
lainnya kalau imunitas s[esifik tidak terbentuk. Dengan terbentuknya
imunitas seluler selama 6 – 8 minggu dan terjadi infeksi ulangan tidak
akan menimbulkan penyakit aru muncul. Secara keseluruhan 10 %
penderita infeksi primer bila terjadi gangguan keseimbangan antara kuman
dan mekanisme pertahanan tubuh bisa menimbulkan kembali gejala
tuberkulosis.
b. Infeksi post primer
Infeksi post primer terjadi karena reaktivitas penyakit paru maupun organ
diluar paru daripenderita yang telah memperoleh immunitas spesifik.
Tuberkulosis pada orang dewasa biasanya mengalami infeksi post primer
dengan tanda timbulnya jaringan fibriosis tanpa melibatkan kelenjar. Pada
infeksi post primer bisa timbul kerusakan jaringan sehingga timbul lesi
pengejuan yang mengandung kuman dan lesi yang masuk ke saliran napas
sehingga timbul penularan pada orang lain. Lesi ini dijumpai pada lous
atau segmen apikal lous diawah dimana tekanan oksigen cukup tinggi.
Menurut Muttaqin (2009 ) Cara penularan TBC dibagi menjadi dua yakni
secara langsung dan tidak langsung:
a. Penularan Secara Langsung
1. Berbicara berhadapan langsung dengan penderita TBC.
2. Air born/percikan air ludah pada saat batuk dan bersin dari penderita
TBC.
3. Dari udara ruangan (dalam satu kamar) dengan penderita TBC.
b. Penularan Tidak Langsung
1. Melalui makanan dan minuman.
2. Penggunaan alat makan, mandi dan pakaian milik penderita TBC.
3. Penggunaan sapu tangan atau tisu yang biasa digunakan penderita
TBC.

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut (Suddart, 2013) pemeriksaan penunjang guna menegakkan diagnosa
penyakit TC yaitu :
- Uji kulit TB (uji mantoux)
- Tes QuantiFERON-TB Gold (QFT).
- Foto rontgen dada.
- Apusan basilus tahan asam.
- Kultur sputum.
2.6 KOMPLIKASI
1. Hemoptisis Masif
TB paru menyebabkan hemoptisis oleh erosi ke dalam sirkulasi bronkial atau
paru, atau dengan pembentukan pseudoaneuryms (Rasmussen's aneurisma),
yang berpotensi mengancam nyawa gangguan pertukaran gas atau kolaps
hemodinamik. Pseudoaneurisma telah dijelaskan hingga 4% dari seri otopsi
TB. Perawatan pilihan untuk hemoptisis masif adalah embolisasi selektif arteri
yang berdarah, tetapi intervensi bedah bisa juga dipertimbangkan.
2. Komplikasi TB Ekstrapulmonal
Jenis – jenis TB Ekstra seperti TB Millier, TB getah bening, TB tulang dan
sendi, TB aluran pencernaan, TB meningitis.
3. TBC Sistem Saraf Pusat
meningitis TB dan tuberkuloma, dikaitkan dengan tingginya angka awal
kematian. Studi terbaru menunjukkan bahwa pengoptimalan rejimen
kemoterapi untuk meningitis TB dengan i.v. rifampisin pada dosis yang lebih
tinggi dapat menurunkan angka kematian. Komplikasi utama lainnya dengan
morbiditas jangka panjang termasuk hidrosefalus, stroke, dan massa efek
tuberkuloma. Hidrosefalus sering terjadi dan lebih sering terjadi pada anak-
anak daripada pada orang dewasa. Presentasi dapat berupa kehilangan
kesadaran dan peningkatan tekanan intrakranial. Tidak ada strategi konsensus
bahwa meningitis TB dapat menyebabkan hasil yang buruk karena peradangan
dan trombosis pembuluh darah otak menyebabkan stroke, atau dari otak
vasospasme. Efek tersebut dapat menyebabkan otak iskemik kerusakan,
termasuk infark basilar dan hemiplegia. Menurut pengalaman kami, TB
vaskulitis atau stroke bisa terjadi sebagai komplikasi awal atau akhir dengan
kehancuran konsekuensi. Akhirnya, tuberkuloma SSP bisa diam, dan bahkan
dapat berkembang atau membesar selama terapi. Satu studi yang melakukan
MRI serial pada TB SSP pasien menemukan hampir 80% orang dewasa dengan
TB meningitis memiliki bukti tuberkuloma SSP
meskipun terapi TB efektif, termasuk steroid. Tuberkuloma dapat
menimbulkan efek dan penyebab massa defisit atau kejang neurologis fokal.
4. Tuberculosis pericarditis
Perikarditis tuberkulosis berkembang dari tempat yang berdekatan menyebar
dari nodus mediastinum atau hematogen pembenihan selama diseminasi
dengan mikobakteremia. Di negara endemik, TB termasuk yang paling umum
penyebab penyakit perikardial, dan menimbulkan diagnosis tantangan;
kematian terjadi pada 17–40% kasus, sering karena tamponade jantung akut.
Kronis peradangan perikardial dapat berkembang menjadi perikarditis
konstriktif, di mana perikardium yang kaku dan kalsifikasi mengganggu
pengisian diastolik dan menyebabkan gejala gagal jantung. Efusi tuberkulosis
perikardial biasanya berdarah dan eksudatif, dengan peningkatan jumlah
leukosit, terutama limfosit. Di Selain pengobatan TB, penatalaksanaan
perikarditis TB mungkin memerlukan perikardiosentesis untuk efusi dan
tamponade, perikardektomi untuk penyempitan, atau kortikosteroid adjuvan,
meskipun bukti untuk penggunaan steroid terbatas pada percobaan kecil.
5. Hiperkalemia.
6. HIV terkait TBC.
7. Mycetoma (Shah and Reed, 2014)

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN TERAPI


TB Paru ditangani terutama dengan agen antituberkulosis selama 6 – 12 bulan.
Durasi terapi yang lama penting untuk memastikan bahwa organisme telah
diberantas dan mencegah relaps.
- Terapi lini pertama : Isoniazid atau INH (Nydrazid), rifampin (Rifadin),
pirazinamid, dan etambutol (Myamutol) setiap hari selama 8 minggu dan
lanjut sampai dengan 4 sampai 7 ulan.
- Terapi lini kedua : kapreomisin (Capastat), etionamid (Trecator), natrium
paraminosalisilat dan sikloserin (Seromycin).
- Vitamin B (piridoksin) biasanya diberikan bersama INH. (Suddart, 2013).
2.8 PENCEGAHAN
Tindakan agar tidak tertular sakit TBC menurut Anjum (2009) yaitu antara
lain:
a. Jalankan pola dan perilaku hidup sehat dan bersih, karena setiap saat
kuman TBC ada di antara kita.
b. Khusus untuk anak diupayakan gizi yang cukup.
c. Kesehatan lingkungan perumahan, terutama ventilasi, cahaya, dan
kelembaban yang memenuhi syarat.
d. Segera periksa ke sarana pelayanan kesehatan terdekat bila timbul batuk
lebih dari 3 minggu.
e. Menyediakan tempat untuk membuat dahak bagi penderita.
f. menghindari kontak langsung dengan penderita. (Prihantoro, 2013)
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberkulosis yang mengenai parenkim paru, yang juga
dapat menjalar ke organ lain seperti meningitis, sendi dan tulang. Gejala
yang sering ditimbulkan pada TB yaitu batuk lebih dari 3 minggu dengan
mengeluarkan darah, berkeringat pada malam hari, demam anatara 37,5 –
38,5°C. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi penyakit ini
yang paling utama adalah sanitasi lingkungan yang baik, kebiasaan hidup
sehat, mematasi berinteraksi dengan penderita untuk meminimalisir
tertularnya penyakit TB.

3.2 SARAN
Sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya kita mengetahui konsep dasar
mengenai penyakit pernafasan khususnya Tuberkulosis, agar sata
menghadapi pasien kita dapat mengidentifikasi keluhan – keluhan pasien
dan mengetahui apa yang dibutuhkan pasien. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulsan makalah ini. Untuk itu, penulis banyak
mengharapkan saran serta kritikan yang membangun dari pembaca agar
makalah ini menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Handoyo, A. F. (2017) ‘SISTEM APLIKASI BERBASIS WEB UNTUK


MENENTUKAN PENDERITA PENYAKIT TBC’, PROCIDING KMSI, 2(1).
Pai, M. et al. (2016) ‘Tuberculosis.’, Nature reviews. Disease primers, 2, p.
16076. doi: 10.1038/nrdp.2016.76.
Prihantoro, A. (2013) ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengawas Minum Obat
(PMO) Penderita TBC dengan Perilaku Pencegahan Penularan TBC di Wilayah
Kerja Puskesmas Jatiyoso Kabupaten Karanganyar’. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Shah, M. and Reed, C. (2014) ‘Complications of tuberculosis.’, Current opinion
in infectious diseases, 27(5), pp. 403–410. doi:
10.1097/QCO.0000000000000090.
Suddart, B. (2013) Keperawatan Medikal Bedah. 12th edn. Jakarta: EGC.
USADA, I. D. A. B. (1999) ‘KARAKTERISTIK GAMBARAN STATUS
NUTIUSI PADA PENDEIUTA TUBERKULOSIS PARU’. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai