Anda di halaman 1dari 26

Asuhan keperawatan dengan gangguan vertigo

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I

 Monica tamba
 Pemiati Desi Natalia Taking
 Yohanes Berlin
 Wiwieka Putri

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Vertigo merupakan salah satu gangguan yang paling sering

dialami dan menjadi masalah bagi sebagian besar manusia. Umumnya

keluhan vertigo menyerang sebentar saja; hari ini terjadi, besok hilang,

namun ada kalanya vertigo yang kambuh lagi setelah beberapa bulan

atau beberapa tahun. Penyebab vertigo umumnya terjadi disebabkan

oleh stress, mata lelah, dan makan atau minum tertentu. Selain itu,

vertigo bisa bersifat fungsional dan tidak ada hubunganya dengan

perubahan - perubahan organ di dalam otak. Otak sendiri sebenarnya

tidak peka terhadap nyeri. Pada umumnya vertigo tidak disebabkan

kerusakan di dalam otak. Namun, dapat menyebabkan ketegangan atau

tekanan pada selaput otak atau pembuluh darah besar, dan di dalam

kepala dapat menimbulkan rasa sakit yang hebat dan ketika seorang

yang mengidap vertigo tidak berada pada tempat yang aman ketika

gejalanya timbul maka dapat mengakibatkan terjadinya cedera

(Junaidi, 2013).

Vertigo diangap bukan merupakan suatu penyakit, melainkan

gejala dari penyakit penyebabnya. Salah satu gejala vertigo ialah ilusi

bergerak, penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak,

padahal lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya

bergerak, padahal tidak. Penyebab gangguan keseimbangan dapat

merupakan suatu kondisi anatomis atau suatu reaksi fisiologis

sederhana yang dapat menganggu kehidupan seorang penderita vertigo

(Wreksoatmodjo, 2004; Dewanto, 2009).

1
Pada pervalensi angka kejadian vertigo perifer (BPPV) di

Amerika Serikat sekitar 64 dari 100.000 orang dengan kecenderungan

terjadi pada wanita (64%). BPPV diperkirakan sering terjadi pada rata-

rata usia 51-57 tahun dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa

riwayat trauma kepala. Sedangkan pada tahun 2008 di Indonesia angka

kejadian vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang berumur

75 tahun. Hal ini juga merupakan keluhan nomer tiga paling sering

dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek kesehatan. Pada

umumnya vertigo ditemukan 4-7 persen dari keseluruhan populasi dan

hanya 15 persen yang diperiksakan ke dokter (Dewanto, 2009). Pada

studi pendahuluan yang dilakukan secara sederhana oleh peneliti, dari

jumlah penduduk kota Malang pada tahun 2013 sekitar 835.082 jiwa,

dan tercatat pada tahun 2012-2013 sebanyak 1643 orang menderita

vertigo (19%). Data tersebut didapatkan pada rekap data yang dimiliki

oleh Dinas Kesehatan kota Malang yang diperoleh dari rekap medis

seluruh Puskesmas diwilayah kota Malang.

Vertigo salah satunya diakibatkan oleh terganggunya sistem

vestibular yang terbagi menjadi vertigo perifer (telinga – dalam, atau

saraf vestibular) dan vertigo sentral (akibat gangguan pada saraf

vestibular atau hubungan sentral menuju batang otak atau cerebellum).

Gangguan keseimbangan tersebut beragam bentuknya dan

penyebabnya pun bermacam-macam, pada saat tertentu kondisi

gangguan keseimbangan ini dapat mengancam jiwa. Banyak sistem

atau organ pada tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan

mempertahankan keseimbangan tubuh kita. Diantara sistem ini yang

banyak perannya ialah system vestibular, sistem visual, dan sistem

somatosensorik
(Lumbantobing, 2004)
Pada saat di dalam otak memproses data-data dan menggunakan

informasi untuk melakukan penilaian dengan cepat terhadap kondisi

pada kepala, badan, sendi dan mata. Akan melibatkan tiga sistem

sensoris dan otak, bila berfungsi dengan baik hasil akhirnya adalah

sistem keseimbangan yang sehat. Ketika sistem keseimbangan tidak

berfungsi, kita dapat menyusuri masalah kembali pada suatu gangguan

dari salah satu dari ketiga sistem sensoris atau pemroses data (otak).

Masalah-masalah dari tiap-tiap area tersebut berhubungan dengan

sistem-sistem sensoris ini atau otak. Fungsi alat keseimbangan tubuh

di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal atau dalam kondisi

tidak fisiologis, bisa juga karena ada rangsang gerakan yang aneh atau

berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,

akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu,

respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul

gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia

saat berdiri atau berjalan dan gejala lainnya (Yatim, 2004)

Untuk mengatasi keluhan ini banyak dari pasien melakukan

tindakan pencegahan agar gangguan pada vertigo tidak timbul. Namun

hanya sebagian kecil dari mereka, dan orang – orang disekitarnya yang

mengetahui penagganan yang tepat. Kondisi ini sering dianggap tidak

begitu berarti tetapi pada waktu yang lain dapat merupakan kondisi

yang dapat mengancam jiwa (Sumarliya, Sukadino, dan Sofiyah,

2007). Ada beberapa cara untuk menggurangi gejalanya baik secara

farmakologis atau non farmakologis. Seperti pemberian obat-obatan

gangguan keseimbangan seperti antihistamin yakni meclizine,

dymenhydrinat atau promethazine, dan terkadang menggunakan obat-

obat penenang seperti diazepam. Selain menggunakan beberapa obat


tersebut penderita juga disarankan perbanyak istirahat terutama tidur

(Yatim, 2004).

Sangat sering sekali penderita yang mendatangi klinik kesehatan

dengan mengunakan kata yang tidak sesuai dengan arti yang lazim

difahami oleh seorang tenaga medis. Kata yang sering digunakan oleh

penderita untuk mendeskripsikan kondisinya misalnya: puyeng,

sempoyongan, mumet, pening, pusing tujuh keliling, rasa

mengambang, kepala rasa enteng, rasa melayang. Oleh karenanya

tenaga medis harus meminta agar penderita mengemukakan

keluhannya secara rinci dan jelas. Hal ini penting untuk menegakkan

diagnosis yang tepat. Misalnya apa yang dimaksud penderita bila ia

mengeluhkan rasa mumet, rasa sempoyongan, dan merasa puyeng.

(Lumbantobing, 2004).

Berdasarkan dari data penelitian yang terkait dengan proses

diagnostik, pengunaan metode kualitatif dengan pendekatan case

study. Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari individu atau

peristiwa kajadian tertentu, atau juga dapat digunakan sebagai sarana

untuk memahami secara holistik suatu kasus. Dengan menggunakan

case study dapat memberikan kemudahan untuk membantu

melakukan pengkajian yang tepat dan metode yang digunakan akan

lebih fleksibel untuk mendapatkan kondisi yang sebenarnya dari

penderita vertigo ketika didalam praktek klinis dan penelitian

epidemiologinya (Bayer, Warninghoff, dan Straube, 2010).

Pendekatan ini sangat berharga untuk penelitian ilmu kesehatan dalam

mengembangkan teori

mengevaluasi program, dan mengembangkan intervensi


karena

fleksibilitasnya.
Peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan pendekatan studi kasus berdasarkan beberapa pertimbangan :

(1) Dengan pendekatan studi kasus, memberikan peneliti kesempatan

untuk mengeksplorasi atau menggambarkan fenomena didalam

konteks dengan menggunakan berbagai sumber data, (2) Vertigo

merupakan pengalaman yang unik, masing-masing individu dapat

berbeda dalam menghadapi dan dampak yang dirasakan, sehingga

sumber data mungkin tidak hanya terbatas pada: dokumentasi, catatan

arsip, wawancara, respon fisik, pengamatan langsung, dan peserta-

observasi. Namun semuanya saling menggisi agar mampu menggali

keunikan pengalaman dari masing-masing partisipan.

1.2 Rumusan Masalah

Vertigo pertama kali berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang

berarti berputar dan igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe

dari dizziness yang secara definitive merupakan ilusi bergerak, dan yang

paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap

lingkungan atau sebaliknya hal seperti ini jika sering terjadi berulang-

ulang akan menganggu kehidupan penderita (Junaidi, 2013).

Pada penelitian sederhana yang di lakukan pada klinik kesehatan

oleh departemen neurologi dari Munich universitas, pusat tersieruntuk

gangguan vertigo. Didapatkan bawah vertigo dan pusing hampir memiliki

gejala yang sama. Dengan mengunakan metode screaning dengan tiga

pertanyaan, dapat

membedakan sakit kepala dengan sensitivitas 0.81 (95% CI 0,77-0,85),

spesifisitas 0,75 (95% CI 0,64-0,84), dan nilai prediksi positif sebesar

0,93 (95% CI, 89,995,8) untuk memprediksi migrain. Oleh karena itu

mereka menyelidiki apakah screaning seperti itu dapat diterapkan pada


pasien yang menderita vertigo atau pusing. Mereka memfokuskan upaya

pada diferensiasi diagnosis yang paling umum pada vertigo jinak

paroxysmal positional vertigo (BPPV), penyakit Meniere (MD), migrain

vestibular (VM) dan fobia vertigo postural (PPV) karena keempat

diagnosa mencakup sekitar 54% dari semua pasien disitu. Screning ini

dikembangkan dengan menganalisis kuesioner yang lebih besar, yang

diberikan kepada pasien yang diklinik departemen neurologi dari Munich

Universitas, pusat tersier untuk gangguan vertigo. Pengalaman tersebut

dapat diperoleh dari suatu penelitian kualitatif dengan pendekatan case

study.

Berdasarkan rincian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah : “Bagaimana pengalaman penderita vertigo dalam

menghadapi kondisinya”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang

pengalaman hidup penderita vertigo dalam menghadapi

kondisinya.

1.3.1 Tujuan Khusus

a. Memperoleh gambaran tentang pengalaman penderita vertigo


dalam mendeskripsikan kondisinya.
b. Memperoleh gambaran tentang apa tindakan yang dilakukan ketika

gejala vertigonya terjadi.


c. Mengidentifikasi bagaimana cara seorang penderita vertigo agar

gejalanya tidak kambuh.

d. Memperoleh gambaran tentang penyebab vertigonya timbul.


1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Karya tulis akhir ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan

gambaran tentang bagaimana kondisi sebenarnya. Penderita Vertigo dalam

menghadapi kondisinya baik sebelum, ketika, atau sesudah gejalanya

timbul. Sehingga penderita vertigo serta orang-orang disekitarnya dapat

menggetahui penanganan yang tepat bagi seorang penderita vertigo.

b. Bagi Pelayanan Keperawatan

Dapat mengembangkan sistem pelayanan kesehatan untuk

penderita vertigo sehingga diharapkan penanganan yang cepat dan tepat

untuk penderita.

c. Bagi Masyarakat

Sebagai masukan bagi masyarakat untuk memperbaiki persepsinya

tentang perbedaan sakit kepala vertigao dengan sakit kepala biasa. Agar

masyarakat juga tahu cara yang tepat untuk menangani penderita vertigo.

1.5 Keaslian Penelitian

Berdasarkan dari beberapa penelitian, penelitian ini belum pernah dilakukan

namun ada beberapa penelitian yang juga menerangkan tentang

Pengalaman

Penderita Vertigo
1. Heru Andriawan (2012) pada Sistem Pakar Diagnostik Vertigo

Dengan Method Forwad dan Backward Chaining di wilayah Rungkut

Madya Gunung Anyar Surabaya, dengan subyek rentang usia 11-60

tahun. Penelitian ini menggunakan metode ilmu artificial intelligence

bertujuan untuk membuat program aplikasi diagnosa penyakit vertigo

yang terkomputerisasi serta berusaha menggantikan dan menirukan


proses penalaran dari seorang ahlinya atau pakar dalam memecahkan

masalah spesifikasi, dengan kata lain dapat dikatakan duplikat dari

seorang pakar karena pengetahuan ilmu tersebut tersimpan di dalam

suatu system database.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah subyek,

metode, dan tempat penelitiannya. Pada penelitian ini subyek akan

digunakan adalah penderita vertigo disekitar wilayah Malang dengan

menggunakan metode penelitian kualitatif, pendekatan studi kasus

yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman langsung dari

penderita vertigo apa adanya sesuai dengan kenyataan dan bukan

menjelaskan atau menganalisanya.

2. Hardiyanti Ari Wiranita (2010) dengan judul Hubungan Antara Otitis

Media Supuratif Kronis Dengan Terjadinya Vertigo Di RSUD Dr.

Moewardi Surakarta, penelitian ini adalah penelitian observasional

analitik dengan pendekatan metode cross sectional. Sampel dalam

penelitian ini adalah semua pasien otitis media supuratif kronik di poli

THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah metode yang

digunakan, tipe pendekatan serta tempat dan sempel yang di ambil.

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif

dengan pendekatan studi kasus, tempat serta sempel yang di ambil

adalah penderita vertigo yang berada di wilayah Kota Malang.

3. Helmin Tria (2014) Dengan Judul Pemberian Canality Resposition


Treatment

(CRT) Terhadap Penurunan Gangguan Keseimbangan Pada Asuhan

Keperawatan Ny. S Dengan Vertigo Di Instalasi Gawat Darurat RSUD

Karanganyar, pada penelitian ini mengunakan metode desain analitik

Pre Eksperimental,one group pre and post test yaitu Mencari pengaruh
sebab akibat dengan cara memberi perlakuan pada obyek. Sampel

pada penelitian ini adalah Ny. S Dengan Vertigo Di Instalasi Gawat

Darurat RSUD Karanganyar.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah metode yang

digunakan, tipe pendekatan serta tempat dan sempel yang di ambil.

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif

dengan pendekatan studi kasus, tempat serta sempel yang di ambil

adalah penderita vertigo yang berada di wilayah Kota Malang.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medik


1. Defenisi
Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau gerakan dari tubuh atau
lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang disebabkan oleh gangguan
alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau penyakit dengan
demikian vertigo bukan suatu gejala pusing berputar saja, tetapi merupakan
suatu kumpulan gejala atau satu sindrom yang terdiri dari gejala somatic
(nistagmus, untoble), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan muntah
dizziness lebih mencerminkan keluhan rasa gerakan yang umum tidak
spesifik, rasa goyah, kepala ringan dan perasaan yang sulit dilukiskan
sendiri oleh penderitanya. Pasien sering menyebutkan sensasi ini sebagai
nggliyer, sedangkan giddiness berarti dizziness atau vertigo yang
berlangsung singkat (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
Vertigo merupakan gejala kunci yang menandakan adanya
gangguan sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin.
Namun tidak jarang gejala vertigo ini yang menjadi gangguan sistematik
lainnya misalnya (obat, hipotensi, penyakit endokrin, dan sebagainya)
(Wahyudi, 2012). Gangguan pada otak kecil tersendiri bisa mengakibatkan
vertigo yang jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen ke otak
yang kurang sehingga bisa menjadi penyebabnya. Ada beberapa jenis obat
yang bisa menimbukan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga
dapat menimbulkan vertigo misalnya, (kina, salisilat, dan streptomisin)
(Fransisca, 2013).
Keseimbangan merupakan salah satu persepsi kita akan lingkungan
yang diatur oleh sistem vestibular. Sistem vestibular adalah sistem yang
bertanggung jawab terhadap orientasi tubuh kita dalam ruangan, baik
ketika kita duduk, berdiri, dan dalam posisi lainnya. Adanya sistem
vestibular kita bisa menjaga keseimbangan tubuh kita karena ada suatu
sistem yang mengatur bagaimana tubuh harus diposisikan berdasarkan
gerakan dan posisi kepala, atau leher. Sistem vestibular berfungsi untuk
menjaga keseimbangan, koordinasi serta mengontrol pergerakan tubuh.
Sistem ini bekerja sama dengan sistem penglihatan, sistem sensorik serta
sistem motoric (Nyillo, 2012).
Sistem keseimbangan pada manusia semuanya dipengaruhi oleh
telinga dalam, mata, otot dan sendi jaringan lunak untuk menyampaikan
informasi yang dapat dipercaya tentang pergerakan dan orientasi tubuh saat
perubahan posisi. Jika sistem keseimbangan seperti telinga dalam, sistem
visual atau sistem proprioseptif mengalami gangguan, maka orang tersebut
akan mengalami gangguan keseimbangan atau vertigo (Nyillo, 2012).
Penyebab gangguan keseimbangan dapat merupakan suatu kondisi
anatomis yang jelas atau suatu reaksi fisiologis sederhana terhadap
kejadian hidup yang tidak menyenangkan (Widiantopanco, 2010 Dalam
Sumarliyah, 2019).
Sistem vestibular terletak pada tulang temporal telinga dan terdiri
dari:
a. Labirin yang terdiri dari utrikulus sakulus, dan tiga kanalis
semisirkularis yang mempunyai reseptor dan berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh. Impuls reseptor labirin tersebut membentuk
lengkung reflex yang berfungsi untuk mengkoordinasikan otot
ekstrakuler, leher, dan tubuh sehingga keseimbangan tersebut tetap
terjaga pada segala posisi dan pada pergerakan kepala.
b. Saraf vestibulokochlearis yang berasal dari batang otak yang membawa
serabut aferen somatic khusus dari saraf vestibularis untuk
keseimbangan dan pendengaran. Impuls ini berjalan pada kedua saraf
melalui kanalis auditorius interna kemudian menembus ruang
subarachnoid, menuju nucleus vestibularis di batang otak.
c. Nukleus vestibularis di batang otak akan mengantar impuls menuju
serebelum yang berfungsi sebagai sistem proprioseptif yang bisa
mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi
gerakan otot yang disadari.
d. Serebelum (Otak kecil) merupakan bagian dari sistem saraf pusat yang
terletak di atas batang otak yang memiliki fungsi utama sebagai
mengontrok gerakan dan keseimbangan serta membantu belajar dan
mengingat kemampuan motoric (Nyillo, 2012).

2. Anatomi dan fisiologi persepsi sensori

3. Etiologi
Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf
yang menghubungkan antara telinga dengan otak dan di dalam otak sendiri.
Vertigo juga berhubungan dengan kelainan lainnya, selain kelainan pada
telinga, saraf yang menghubungkan telinga dalam dengan otak, serta di otak,
misalnya kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi
secara tiba-tiba (Putri & Sidharta, 2016). Faktor yang mempengaruhi vertigo
dibagi menjadi :
a. Usia : usia lanjut terjadi berbagai perubahan struktural berupa
degenerasi dan atrofi pada sistem vestibular, visual dan proprioseptif
dengan akibat gangguan fungsional pada ketiga sistem tersebut. Usia
lanjut dengan gangguan keseimbangan memiliki risiko jatuh 2-3 kali
dibanding usia lanjut tanpa gangguan keseimbangan. Tiap tahun
berkisar antara 20-30% orang yang berusia lebih dari 65 tahun sering
lebih banyak berada di rumah saja karena masalah mudah jatuh.
(Laksmidewi et al., 2016).
b. Stress berat : Tekanan stres yang terlampau besar hingga melampaui daya
tahan individu, maka akan timbul gejala-gejala seperti sakit kepala,
gampang marah, dan tidak bisa tidur. Salah satu respons yang muncul dari
akibat stres adalah gangguan pemenuhan kebutuhan tidur. (Fransisca, 2013)
c. Keadaan lingkungan : motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
d. Gaya hidup, Obat-obatan : alkohol, Gentamisin
e. Kelainan sirkulasi : transient ischemic attack (gangguan fungsi otak
sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak)
pada arteri vertebral dan arteri basiler
f. Kelainan di telinga : Endapan kalsium pada salah satu kanalis
semisirkularis di dalam telinga bagian dalam (menyebabkan bening
paroxysmal positional vertigo)

4. Manifestasi Klinis
Menurut (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019) gejala klinis yang menonjol,
vertigo dapat pula dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Vertigo proksimal
Ciri khas: serangan mendadak, berlangsung beberapa menit atau hari,
menghilang sempurna, suatu ketika muncul lagi dan di antara serangan
penderita bebas dari keluhan.
Berdasarkan gejala penyertanya di bagi:
1) Dengan keluhan telinga, tuli atau telinga berdenging, sindrom menire,
arakhnoiditis pontoserebelaris, TIA vertebrobasilar, kelainan
ontogeny, tumor fossa poaterior.
2) Tanpa keluhan telinga: TIA vertebrobasilar, epilepsi, migrain,
vertigo anak.
3) Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: posisional proksimal
benigna (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
b. Vertigo kronis
Ciri khas: vertigo menetap lama, keluhan konstan tidak membentuk
serangan- serangan akut. Berdasarkan gejala penyertanya dibagi:
1) Keluhan telinga: otitis media kronis, tumor serebelopontin,
meningitis TB, labirinitis kronis, lues serebri
2) Tanpa keluhan telinga: konstusio serebri, hipoglikemia, ensefalitis
pontis, kelainan okuler, kardiovaskular dan psikologis, posttraumatic
sindrom, intoksikasi, kelainan endokrin.
3) Timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi: hipotensi orthostatic,
vertigo servikalis (Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
c. Vertigo akut
Berdasarkan gejala penyertanya dibagi:
1) Ada pada keluhan telinga: neuritis N. VIII, trauma labirin, perdarahan
labirin, herpes zoster otikus.
2) Tidak ada pada keluhan telinga: neuritis vestibularis, sclerosis
multiple, oklusi arteri serebeli inferior posterior, ensefalitis
vestibularis, sclerosis multiple, hematobulbi (Sutarni , Rusdi &
Abdul, 2019).

Menurut Fransisca, (2013) gejala penyerta vertigo meliputi :


a. Pusing
b. Kulit pucat
c. Mual dan muntah
d. Hilang keseimbangan
e. Tidak mampu berkosentrasi
f. Perasaan seperti mabuk

5. Klasifikasi vertigo
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran
vestibular dan non vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo
perifer dan vertigo sentral. Vertigo dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Vertigo Vestibular
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga
keseimbangan. Vertigo timbul pada gangguan sistem vestibular, yang
menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodic, diprovokasi oleh
gerakan kepala, dan bias disertai rasa mual muntah (Sutarni , Rusdi &
Abdul, 2019).
1) Vertigo vestibular perifer
Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis.Vertigo vestibular
perifer timbulnya lebih mendadak setelah perubahan posisi
kepala,dengan rasa berputar yang berat,disertai mual/muntah dan
keringat dingin.Bila disertai gangguan pendengaran berupa tinnitus
atau ketulian dan tidak disertai gejala neurologis fokal seperti,
hemiparesis,diplopia perioral parastesia,penyakit paresisfasialis.
Penyebabnya antara lain adalah begin paroxysmal positional vertigo
(BPPV),penyakit miniere ,neuritisvesti oklusia,labirin,labirinitis.
2) Vertigo vestibular sentral
Timbul pada lesi di nucleus vestibularis di batang otak atau thalamus
sampai ke korteks serebri.Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih
lambat ,tidak terpengaruh oleh gerakan kepala.Rasa berputarnya
ringan jarang disertai rasa mual/muntah,atau kalau ada ringan
saja.Tidak disertai gangguan gangguan pendengaran.Bisa disertai
gejala neurologis fokal seperti disebut .Penyebabnya antara lain
migraine ,CVD,tumor,epylepsi demielinisasi dan degenerasi.

Tabel : Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer Dengan Sentral

Gejala Perifer Sentral


Bangkitan Lebih mendadak Lebih lambat
Derajat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala ++ +/-
Mual/ muntah/ keringatan ++ +
Gangguan pendengaran +/- +/-
Tanda fokal otak - +/-
(Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).
b. Vertigo non vestibular
Timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual
menimbulkan sensasi bukan berputar,melainkan rasa melayang,goyang
berlangsung konstan /kontinu,tidak disertai rasa mual/muntah,serangan
diasanya dicetuskan oleh gerakan objek disekitarnya,misalnya di tempat
keramaian atau lalu lintas macet. Penyebab antara polineuropati,meliopati
artrosis servikalis trauma leher,presinkope,hipotensi,ortostatik,
hiperventilasi tension,headache hipoglikemi,penyakit sistemik. Perbedaan
vertigo vestibur dan non vestibular sebagai berikut (Sutarni, Rusdi &
Abdul, 2019).

Tabel : Perbedaan Vertigo Vestibular Dengan Non Vestibular

Gejala Vertigo vestibular Vertigo Nonvestibular


Sifat vertigo Rasa berputar Melayang, goyang
Serangan Episodik Kontinu/ konstan
Mual/ muntah + -
Gangguan pendengaran +/- -
Gerakan pencetus Gerakan kepala -
Situasi pencetus - Gerakan obyek visual
keramaian, lalu lintas
(Sutarni , Rusdi & Abdul, 2019).

6. Patofisiologi
Menurut Price,S.A (2007) Vertigo timbul jika terdapat
ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran.
Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler
atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampai kan impulsnya
ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan
pro prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis.
Menurut Wilson (2007) Informasi yang berguna untuk
keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan
proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar,
yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling
kecil kontribusinya adalah proprioseptik.Menurut Wilson (2007) Dalam
kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang
muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan
tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh
di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada
rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan
informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat
sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus,
unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.
Pathway Vertigo

VERTIGO

Ketidakcocokan Informasi
Aferen Kepusat kesadaran

Gangguan aliran Gangguan


darah ke otak
Keseimbangan

Peningkatan Gerakan abnormal


Mual dan
Tekanan Intrakranial (sensasi berputar-
muntah
putar,pusing dan
melayang)

Nyeri Kepala Gangguan


Nutrisi Risiko Jatuh
Nausea
Gangguan Rasa
Aman Nyaman Kurangnya informasi
Nyeri Akut tentang penyakitnya

Otot leher
kaku/tertekan Defisit
Pengetahuan

Gangguan
Pola Tidur

Peningkatan
tekanan
intrakarnial

Nyeri kepala

Gangguan rasa
aman
Peningkatan
Tekanan
Intrakranial

7. Pemeriksaan
a. kepala
Nyeri Pemeriksaan Fisik:
1) Pemeriksaan fisik umum ( tanda-tanda vital, heart rate dan ritme
jantung,palpasi arteri karotis dan auskultasi arteri karotis).
2) Pemeriksaan neurologis (kesadaran,nervus kranalis ,sistem saraf
Gangguanmotorik
Rasa dan sistem saraf sensorik)
Aman Nyaman
3) Tes Romberg
Nyeri AkutPemeriksaan berada dibelakang pasien,pasien berdiri tegak dengan
kedua tangan didada,kedua mata terbuka,dia amati selama 30 detik
setelah itu pasien diminta menutup mata dan diamati selama 30
detik,jika dalam keadaan mata terbuka pasien sudaah jatuh
menandakan kelainan pada serebelum,jika dalam keadaan mata
tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi menandakan kelainan
vestibular/propioseptif.
4) Tes Romberg di pertajam
Pemeriksaan berada di belakang pasien,lalu tumit pasien berada di
depan ibu jari kaki yang lainnya,kemudian pasien di amati dalam
keadaan mata terbuka selama 30 detik,lalu pasien menutup mata dan
diamati selama 30 detik,interpretasi sama dengan tes Romberg.
5) Tes jalan tandem (tandem gait)
Pasien di minta berjalan dengan sebuah garis lurus,dengan
menempatkan tumit di depan jari kaki sisi yang lain secara
bergantian.Pada kelainan serebelum:pasien tidak dapat melakukan
jalan tandem dan jatuh ke satu sisi.Pada kelainan vestibular:pasien
akan mengalami deviasi ke sisi lesi.
6) Tes fukuda
Pemeriksaan bearada di belakang pasien,lalu tangan di luruskan ke
depan,mata pasien ditutup,pasien diminta berjalan di tempat 50
langkah.Tes fukuda di anggap normal jika deviasi ke satu sisi >30
derajat atau maju/mundur >1 meter.Tes fukuda menunjukkan lokasi
kelainan di sisi kanan atau kiri.
7) Tes past pointing
Pada posisi duduk,pasien di minta untuk mengangkat satu tangan
dengan jari mengarah ke atas,jari pemeriksa di letakkan di depan
pasien,lalu pasien di minta ujung jarinya menyentuh ujung jari
pemeriksa beberapa kali dengan mata terbuka,setelah itu di lakukan
dengan mata tertutup.Pada kelainan vestibular : ketika mata tertutup
maka jari pasien akan deviasi kea rah lesi.Pada kelainan
serebelum:akan terjadi hipermetri atau hipometri.
8) Head thrust test
Pasien di minta memfiksasikan mata pada hidung/dahi pemeriksa
setelah itu kepala di gerakkan secara cepat ke satu sisi,pada kelain-
nan vestibular perifer akan di jumpai adanya sakadik.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium pada stroke dan infeksi
2) EEG pada kasus vestibular epilepsy
3) EMG pada kasus neuropati
4) EKG pada kasus serebrovaskular
5) TCD pada kasus serebrovaskular
6) CT Scan/MRI pada kasus stroke,infeksi dan tumor

8. Penatalaksanaan Vertigo
Terapi vertigo meliputi beberapa perlakuan yaitu pemilihan medikamentosa
rehabilitasi dan operasi. Pilihan terapi vertigo mencakup(Kelompok Studi
Vertigo PERDOSSI,2012)
a. Terapi simtomatik,melalui farmakoterapi
b. Terapi kausal,mencakup:
Farmakoterapi
prosedur reposisi partikel (pada BPPV)
bedah ( karena vertigo yang disebabkan oleh tumor,spondilosis
servikalis dan impresi basilar).
c. Terapi rehabilitatif ( metode Brandt-Daroff,latihan visual vestibular
latihan berjalan). Hindari faktor pencetus dan memperbaiki lifestyle
pemilihan terapi vertigo angat tergantung dari tipe dan kausa vertigo (
makanan dan diit adekuat mencegah minum alcohol dan
berlebihan,mengurangi obat sedative,ototoksik dan opoid)

9. Komplikasi
a. Stoke
b. Obstruksi peredaran darah di labirin
c. Penyakit Meniere
d. Infeksi dan inflamasi
Daftar pustaka

Fransisca, Kristiani 2013. Awas ! Sakit Kepala Jangan Dianggap Sepele.


Cetakan 2 Cerdas Sehat Jakarta
Junaidi, I.(2013). Sakit Kepala, Migrain Dan Vertigo Edisi Revisi.
Jakarta Bhuanna Ilmu Popule

Kelompok Studi Vertigo Perdossi. 2012 Pedoman Tatalaksana Vertigo


Jakarta : Perdossi

Purnama Nyillo, Noortjahja Andi. 2012 . Rancang Bangun Postugraph


Untuk Deteksi Dini Gangguan Vestibular pada
Pendirita vertigo

Price, S.A ., & Wilson, L.M 2006 . Pattofisiologi : Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit Vol.2,Jakarta : EGC

Sutarni Sri. 2019. Bunga Rampai Vertigo. Universitas Gadjah Mada,


Yogyakarta.
Wahyudi 2012. Vertigo, kupiya timbul.Vol.39 no 10, hal.738-741
BAB III
Tinjauan kasus

A. Pengkajian Keperawatan
Adapun pengkajian kasus Vertigo Menurut Asmada,doni,2018 adalah:
a. Identifikasi Klien
Nama,tempat tanggal lahir,umur,alamat,pekerjaan,jenis kelamin , agama suku
,tanggal masuk RS dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
Dilakukan untuk menggali masalah keperawatan lainnya sesuai keluhan utama
pasien.
1) Keluhan utama : Keluhan yang menonjol pada pasien vertigo adalah nyeri
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pasien yang mengalami vertigo mengalami nyeri dibagian kepala,nyeri yang
dirasakan seperti berputar-putar, nyeri yang dirasakan apabila klien duduk
atau berdiri.Rasa nyeri berkurang apabila klien berbaring.Nyeri dirasakan
hilang timbul skla nyeri (0-10). Keluhan nyeri dapat dikaji dengan
pendekatan PQRST.

3) Riwayat kesehatan dahulu


Pengkajian masa lalu digunakan untuk menggali berbagai kondisi yang
memberikan dampak terhadap kondisi saat ini, dan disesuaikan dengan
predisposisi penyebab vertigo . Perawat menanyakan riwayat masuk rumah
sakit dan penyakit yang pernah diderita, penggunaan obat-obatan, dan adanya
alergi. Riwayat nutrisi dan riwayat pola hidup juga penting dikaji detail pada
pasien.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Perawat mengkaji apakah ada penyakit keturunan seperti jantung,diabetes
militus dan astma.
5) Psikososial
Akan didapatkan terjadinya peningkatan kecemasan, serta perlunya
pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan atau intervensi
bedah.
6) Pemeriksaan fisik
1. Kaji keadaan umum pasien : Meliputi kesan secara umum pada keadaan
sakit termasuk ekspresi wajah (meringis, grimace, lemas) dan posisi pasien.
Kesadaran yang meliputi penilaian secara kualitatif (compos mentis, apatis,
somnolens, sopor comatus, koma) dapat juga menggunakan GCS. Lihat
juga keadaan status gizi secara umum (kurus, ideal, kelebihan berat badan)
2. Kaji kondisi fisik pasien : Pemeriksaan tanda-tanda vital, adanya
kelemahan hingga sangat lemah, takikardi, diaphoresis, wajah pucat dan
kulit berwarna kuning, perubahan warna urin dan feces.
3. Kaji adanya nyeri dibagian kepala, kualitas dan durasi nyeri.
4. Integument : Periksa ada tidaknya oedem, sianosis, icterus, pucat.
5. Kaji perubahan gizi-metabolik : Penurunan berat badan, anoreksia,
intoleransi lemak, mual dan muntah, dyspepsia, mengigil, demam,
takikardi, takipnea, terabanya kandug empedu.
6. Ekstremitas : Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri
yang hebat, juga adakah kelumpuhan atau kekakuan.
7) Pengkajian pola kesehatan
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : presepsi pasien tentang
kesehatannya, apa yang dilakukan pasien untuk meningkatkan
kesehatannya, apakah pasien seringmelakukan cek kesehatan atu
mengkonsumsi obat-obatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme : pola nutrisi pasien dengan vertigo biasanya
terganggu, hal itu dikarenakan pasien mengalami mual, muntah akibat
nyeri kepala yang dirasakan, pasien mengalami risiko perubahan nutrisi,
dan penurunan berat badan.
3. Pola eliminasi : pola eliminasi pada pasien dengan vertigo biasanya tidak
mengalami gangguan namun bisa terjadi konstipasi jika pasien mengalami
stres atau cemas berlebih.
4. Pola aktivitas : pasien dengan vertigo mengalami pola perubahan
aktivitasnya. Hal ini dikarenakan pasien yang mengalami nyeri kepala dan
gelisah serta adanya perubahan nutrisi yang menyebabkan kelemahan.
5. Pola istirahat dan tidur : pada pasien yang menderita vertigo juga
mengalami ganguan istrahat dan tidurnya yang tidak cukup dan kurang
nyaman karena adanya nyeri yang dirasakan.
6. Pola kognitif dan persepsi sensori : pola ini mengenai nyeri yang dirasakan
oleh pasien dan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap penyakit yang
diderita oleh pasien.
7. Pola presepsi dan konsep diri : bagaimana persepsi pasien dan keluarga
terhadapat pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
8. Pola peran dan hubungan dengan sesama : peran keluarga sangat
dibutuhkan dalam perawatan dan memberi dukungan serta dampingi
pasien.
9. Pola reproduksi dan seksualitas : apakah selama sakit terdapat ganguan
atau tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial.
10. Pola Mekanisme Koping Dan Toleransi Terhadap Stress : bagaimana
pasien dapat mengatasi stress yang dialami agar tidak memperburuk
kesehatannya.
11. Pola Sistem Nilai Kepercayaan : apakah ada gangguan dalam proses
beribadat akibat sakit yang diderita.

B. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
I Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
II Mual berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
III Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan Vertigo

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan (Nursing Outcome Classification) (Nursing Intervention Classificarion)
1 2 3 4
1 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Menajemen Nyeri (1400)
Agen injuri biologis 3x24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang , 1. lakukan pengkajian nyeri
dengan kriteria hasil : komperhensif meliputi
Kontrol Nyeri ( 1605) lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,i
1. Mengenali kapan nyeri terjadi ntensitas dan faktor pencetus
2. Penggambarkan faktor penyebab 2. Gali pengetahuan dan kepercayaan
3. Menggunakan tindakan klien mengenai nyeri
pencegahan 3. Berikan informasi mengenai
4. Menggunakan tindakan pencegahan nyeri,berapa lama nyeri yang
(nyeri) tanpa analgesik dirasakan dan antisipasi dari
5. Melaporkannyeri yang terkontrol ketidaknyamanan
Tingkat Nyeri ( 2102) 4. Ajarkan klien untuk menggunakan
6. Nyeri yang dilaporkan teknik non farmakologi
7. Mengerang dan menangis 5. Dukung istirahat atau tidur yang
8. Ekspresi nyeri wajah adekuat untuk mambantu penurunan
9. Frekuensi nafas nyeri)
10. Denyut nadi
11. Tekanan Darah
1 2 3 4
Pemberian Analgesik (2210)
1. Cek perintah pengobatan
2. Monitor tekanan darah sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
Berikan analgesic sesuai
tambahan ( ketorolac,sucralfat)

2 Mual b.d peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen Mual (1450)
tekanan intrakranial 3x24 jam diharapkan mual pasien teratasi , dengan 1. Identifikasi faktor-faktor
kriteria hasil : penyebab terjadinya mual
2. Kendalikan lingkungan yang
Kontrol Mual dan Muntah (1618) mungkin membangkitkan mual
1. Mendeskripsikan faktor- Faktor penyebab 3. Ajarkan penggunaan teknik non
2. Mengenali pencetus stimulasi muntah farmakologi(mis.hipnosis,relaksasi,I
3. Menggunakan langkah-langkah pencegahan majinasi terbimbing,terapi musik)
4. Menghindari bau yang tidak menyenangkan 4. Dorong pola makan dengan porsi
Sedikit makanan yang menarik bagi
pasien yang mual
5. Kolaborasi pemberian aniemetic.
1 2 3 4
3 Gangguan Pola Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengaturan Posisi ( 0840)
Tidur b.d selama 3x24 jam diharapkan pola tidur pasien 1. Atur posisi tidur yang disukai klien
Hambatan teratur , dengan kriteria hasil : 2. Tinggikan bagian tubuh yang sakit
Lingkungan dengan tepat
Tidur ( 0004) 3. Posisisikan pada kesejajaran tubuh
1. Jam tidur dengan tepat
2. Pola tidur 4. Tepatkan objek yang sering
3. Kualitas tidur digunakan dalam jangkauan
4. Tidur dari awal sampai habis dimalam
hari secara konsisten Peningkatan Tidur ( 1850)
5. Perasaan segar setelah tidur 1. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
6. Tempat tidur yang nyaman 2. Monitor pola tidur klien dan jumlah jam
7. Suhu ruangan yang nyaman tidur
3. Sesuaikan lingkungan
(mis.cahaya,kebisingan,suhu dan tempat
tidur) untuk meningkatkan tidur
4. Ajarkan keluarga mengenai faktor yang
berkontribusi terjadinya gangguan pola tidur
( seperti faktor lingkungan,pola hidup,psikologis dan
fisiologis)
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah satatus kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
lebih baik yang menggambarkan krikteria hasil yang diharapkan (Suarni dan
Apriyani,2017)

E. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dilakukan,berkesinambung-an dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.Evaluasi dalam keperawatan merupakan
kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan,untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
(Suarni dan Apriyani,2017).

Anda mungkin juga menyukai