Asuhan Keperawatan
Tetanus Generalisata
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh C. Tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme yang periodik dan berat.
Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang
mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh
tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya (Rahmanto,
2017).
dengan kaku kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan
manifestasi awal. Dalam waktu singkat kontraksi otot somatic meluas. Timbul kejang tetanik
bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah.
Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh
C. Tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan kotoran
binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan gambaran klasik
seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. C. Tetanimerupakan bakteri yang motil karena memiliki flagella, dimana
menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11 strain dan memproduksi neurotoksin yang
sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan baik
agen fisik maupun agen kimia. Spora C. tetanidapat bertahan dari air mendidih selama
beberapa menit (meski hancur dengan autoclavepada suhu 121°C selama 15-20 menit). Jika
bakteri ini menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan
memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin.
Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas “drumstick” pada bagian bakteri yang
berbentuk bulat tersebut spora dari Clostridium tetani dibentuk. (dengan pembesaran
mikroskop 3000x).
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati tempat
yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus. Dengan
konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal
Clostridium Tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui
luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media,
infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka tersebut hampir
tak terlihat. Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka tersebut menjadi hipaerob
sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, leukosit yang mati, benda–benda asing
maka spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasive,
bila dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanospasmin, atau secara umum disebut toksin tetanus, adalah neurotoksin yang
pusat melalui otot dimana terdapat suasana anaerobik yang memungkinkan Clostridium
tetaniuntuk hidup dan memproduksi toksin. Lalu setelah masuk ke susunan saraf perifer,
toksin akan ditransportasikan secara retrogrademenuju saraf presinaptik, dimana toksin
secara efektif menghambat inhibisi sinyal interneuron. Tetapi khususnya toksin tersebut
menghambat pengeluaran Gamma Amino Butyric Acid (GABA) yang spesifik menginhibisi
neuron motorik. Hal tersebut akan mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari sistem saraf
motorik.
Tetanospamin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat,
sehingga terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang
berlebihan dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi kardiovaskuler. Tetanospamin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat
Tetanus generalisata biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah diawali pada rahang dan leher kemudian meluas keseluruh tubuh. Dalam waktu 48
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar,
spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi
8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.
3. Skull Ray
Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.
4. EEG
Teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk
mengetahui focus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.
a. Umum
Pasien sebaiknya ditempatkan di ruang perawatan yang sunyi dan dihindarkan dari
stimulasi taktil ataupun auditorik.
b. Imunoterapi
Antitoksin tetanus intramuskuler (IM) dengan dosis human tetanus
immunoglobulin (TIG) 3.000-10.000 U dibagi tiga dosis yang sama, diinjeksikan
di tiga tempat berbeda. Rekomendasi British National Formulary ialah 5.000-
10.000 unit intravena. Bila human TIG tidak tersedia, dapat digunakan ATS
dengan dosis 100.000-200.000 unit, diberikan 50.000 unit intravena dan 50.000
unit IM.9
Antitoksin diberikan untuk menginaktivasi toksin tetanus bebas, sedangkan
toksin yang sudah berada di saraf terminal tidak dapat ditangani dengan
antitoksin. Oleh karena itu, gejala otot dapat tetap berkembang karena toksin
tetanus berjalan melalui akson dan trans-sinaps serta memecah VAMP. Selain itu,
dapat ditambahkan vaksin tetanus toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien yang tidak
memiliki riwayat vaksinasi sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2 bulan setelah
dosis pertama dan dosis ketiga 6-12 bulan setelahnya.
c. Antibiotik
Beberapa antibiotik pilihan di antaranya metronidazol 500 mg setiap 6 jam
intravena atau per oral, penisilin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari intravena
dibagi 2-4 dosis. Pasien alergi golongan penisilin, dapat diberi tetrasiklin,
makrolid, klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol.
d. Kontrol Spasme
Otot Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam intravena dengan
dosis mulai dari 5 mg atau lorazepam dengan dosis mulai dari 2 mg dapat dititrasi
hingga tercapai kontrol spasme tanpa sedasi dan hipoventilasi berlebihan.
Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan benzodiazepin
untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom dengan dosis loading 5 mg
intravena diikuti 2-3 gram/jam hingga tercapai kontrol spasme.
e. Kontrol Disfungsi Otonom
Dapat menggunakan magnesium sulfat atau morfin.
f. Kontrol Saluran Napas
Obat yang digunakan untuk mengontrol spasme dan memberikan efek sedasi
dapat menyebabkan depresi saluran napas. Ventilasi mekanik diberikan sesegera
mungkin. Trakeostomi lebih dipilih dibandingkan intubasi endotrakeal yang dapat
memprovokasi spasme dan memperburuk napas.
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga
pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator.Sekitar kurang lebih 78%
kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya. Kejang yang berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta rabdomiolisis yang
Infeksi nosokomial umum sering terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan.
Infeksi sekunder termasuk sepsis dari kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan
ulkus dekubitus. Emboli paru sangat bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien usia
lanjut.
Aspirasi pneumonia merupakan komplikasi akhir yang umum dari tetanus, ditemukan pada
Salah satu komplikasi yang sulit ditangani adalah gangguan otonom karena pelepasan
katekolamin yang tidak terkontrol. Gangguan otonom ini meliputi hipertensi dan takikardi
magnesium sulfat saat gejala tersebut sangat bisa diandalkan.Magnesium sulfat dapat
1) Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan Utama
Klien mengeluh mengalami kekauan pada daerah rahang dan leher. Semakin lama
Pada umumnya terdapat luka sebagai pintu masuk bakteri C. Tetani yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk antara lain luka tusuk
oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi.
2) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
secret.
2) B2 (Blood)
darah normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya eritrosit.
3) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran
b) Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
(3) Saraf III, IV, dan VI : dengan alasan yang tidak diketahui, klien
mulut(trismus)
(8) Saraf XI : didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot
mengalami perubahan.
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
anoreksia dan adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan). Sulit BAB
6) B6 (Bone)
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d Batuk tidak
4) Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d Batuk tidak
efektif atau tidak mampu batuk.