DIMENSI TINDAKAN
oleh :
Kelompok 6/ kelas F
Khansa Salsabilla W. W. U. NIM 162310101106
Sri Rahyuning Muthmainnah NIM 162310101109
Agel Dinda Tria Nugraha NIM 162310101201
Indah Listiyawati NIM 162310101223
DAFTAR ISI
Halaman
1.1 Konfrontasi
Konfrontasi identik dengan pelampiasan kemarahan yang tampak sebagai
perilaku yang agresif. Akan tetapi konfrontasi dalam dimensi tindakan terapeutik
merupakan tindakan yang tegas dan agresif. Sifat konfrontasi disini adalah asertif
atau disampaikan dengan tidak emosi. Konfrontasi menantang klien untuk dapat
mengamati, mengubah atau mengontrol tingkah lakunya yang sebelumnya tidak
ada atau dilakukan dengan tidak tepat, yang akan membantu klien untuk melihat
secara lebih jelas apa yang terjadi, apa akibatnya dan bagaimana mengatasinya
untuk melakukan perubahan yang efektif (Stuart, 2013).
terhadap komunikasi verbal dan non verbal dari klien sehingga dapat memvalidasi
dengan tepat. Setelah dilakukanya konfrontasi perawat diharapkan berkomitmen
terhadap apa yang dikonfrontasikan. Hal-hal yang perlu dikaji dalam konfrontasi:
1. Tingkat trust (kepercayaan)
2. Waktu yang tepat: orientasi tidak boleh berlebihan
3. Tingkat stress klien
4. Kekuatan mekanisme pertahanan klien
5. Perasaan klien akan kebutuhan ruang personal/kedekatan
6. Toleransi dan kemampuan klien mendengarkan pendapat yang berbeda darinya
Konfrontasi dilakukan pada saat:
1. Tingkah laku klien tidak produktif (tidak bermanfaat bagi diri sendiri dan
lingkungan)
2. Tingkah laku klien merusak (merugikan diri sendiri maupun orang lain)
3. Ketika klien melanggar hak orang lain (memberikan keputusan
sepihak/bertindak semena-mena terhadap orang lain)
(Stuart, 2013).
Contoh kasus:
Diruang inap ada seorang pasien yang tengah dijenguk oleh keluarganya.
Kehadiran keluarga pasien membuat gaduh sehingga pasien merasa tidak nyaman,
dan tidak bisa beristirahat. Perawat merasa harus memberitahu keluarga pasien
untuk segera meninggalkan ruangan agar pasien bisa beristirahat.
3
(Stuart, 2013).
(Stuart, 2013).
Pasien : “Saya ingin cepat pulang sus. “Saya sudah tidak betah di RS ini.
Obatnya pahit dan makanan disini tidak ada yang membuat saya
selera makan”.
Perawat : “Begitu ya dek Clara. Dek Clara tau anak perempuan yang di
rawat di sebelah ranjang adek? Namanya Rina, dia selalu
nurut untuk makan dan minum obat, dan sekarang Dek
Rina telah pulang.” (Membuka Diri)
Pasien : “ Baik sus, saya akan teratur minum obat, makan dan
mendengarkan kata-kata dari suster.”
7
1.4 KATARSIS
kkan perilaku baru dan lebih adaptif. Misalnya, permainan peran dapat membantu
pasien mengembangkan ketrampilan sosial, ketegasan, dan kemarahan yang lebih
baik. Bermain peran bisa sangat efektif bila kebuntuan telah terpecahkan atau
ketika pasien mengalami kesulitan dalam memahami pengetahuan ke dalam
tindakan. Dalam kasus ini dapat mengurangi ketegangan dan memberi pasien
kesempatan untuk berlatih atau menguji perilaku baru untuk perilaku di masa
depan (Stuart, 2013).
12
BAB 2. PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
2.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G.W. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing 10th edition.
Missouri: Elsevier Mosby.