Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KASUS STEVEN JOHNSON

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Disusun oleh :
1. Dwi Ariantika
2. Eka Nanda Murfiantono
3. Ferina Nuriasih
4. Firman Hidayat
5. Hasan Kurniawan
6. Heni Wiji Utami
7. Ici Tri Astuti
8. Ika Erwiana
9. Imam Kurniawan
10. Imas Susanti
11. Jehan Pristya

( A01301740 )
( A01301742 )
( A01301751 )
( A01301752 )
( A01301756 )
( A01301759 )
( A01301764 )
( A01301765 )
( A01301769 )
( A01301771 )
( A01301775 )

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laproan ini
setelah melalui beberapa hambatan. Makalah dengan judul Kasus STEVEN
JOHNSON dibuat sebagai tugas Mata Kuliah Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik di
semester 3.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada.
1. Ayah dan ibu tercinta yang telah mendukung penulis dalam pembuatan
laporan ini, sehingga laporan ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Bambang Utoyo, M. Kep selaku pembimbing mata kuliah Anamnesa
dan Pemeriksaan Fisik, yang telah membimbing penulis dalam menyeesaikan
makalah ini.
3. Bapak Hendry Tamara Yuda, S. Kep, Ns selaku pembimbing mata kuliah
Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik, yang telah membimbing penulis dalam
menyeesaikan makalah ini.
4. Pembaca yang budiman.
Semoga pihak - pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini mendapatkan
imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Penulis berharap agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Kebumen, 6 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI

ii

iii

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A Latar Belakang............................................................................. 1
B Tujuan........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3
1 Kasus............................................................................................. 3
2 Kata Sulit....................................................................................... 3
3 Rumusan Masalah......................................................................... 4
4 Analisa Masalah............................................................................ 4
5 Pemeriksaan Penunjang................................................................ 10
6 Mapping Perjalanan Penyakit....................................................... 11
7 Tujuan Pembelajaran..................................................................... 12
BAB III PENUTUP..................................................................................... 13
Kesimpulan...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 14

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah sindrom kelainan kulit berupa
eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir
orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk.
Sinonimnya antara lain : sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum
multiform mayor, eritema poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular,
dermatostomatitis, dll. Sindrom Stevens-Johnson pertama kali diketahui pada
tahun 1922 oleh dua dokter yaitu dr. Steven dan dr. Johnson, pada dua pasien anak
laki-laki. Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.
Insidensi SSJ diperkirakan 2-3% perjuta populasi setiap tahun di Eropa
dan Amerika Serikat. Sedangkan di bagian Kulit RSCM tiap tahun kira kira
terdapat 12 pasien, yang umumnya dewasa. Angka kematian akibat SSJ bervariasi
antara 5-12%. Berdasarkan kasus yang terdaftar dan diobservasi kejadian SJS
terjadi 1-3 kasus per satu juta penduduk setiap tahunnya. SSJ juga telah
dilaporkan lebih sering terjadi pada ras Kaukasia. Walaupun SJS dapat
mempengaruhi orang dari semua umur, tampaknya anak lebih rentan.
Penyebab utama Sindrom Steven Johnson adalah alergi obat (>50%).
Dilaporkan terdapat lebih dari 100 obat yang dapat menjadi penyebab yang
mungkin dari SSJ. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adhi Djuanda
selama 5 tahun (1998-2002), obat tersering yang diduga sebagai penyebab SSJ
adalah analgetik/antipiretik (45%), karbamazepin (20%) dan jamu (13,3%). Kausa
yang lain amoksisilin, kortimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson dan adiktif.
Sebagian kecil SJS juga dapat disebabkan oleh infeksi, vaksinasi, penyakit graftversus-host yaitu setelah transplantasi sum sum tulang, neoplasma dan radiasi

B. Tujuan Laporan Asuhan Keperawatan:


1

1.

Tujuan Umum

a. Perawat dan pembaca dapat mengetahui definisi penyakit Steven Johnson.


b. Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana jenis-jenis penyakit
Steven Johnson.
2.

Tujan Khusus

a. Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana gejala dan tandatanda penyakait Steven Johnson.
b. Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana penyebab penyakit
Steven Johnson.
c. Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana pengobatan penyakit
Steven Johnson.

BAB II
PEMBAHASAN
2

1. Kasus Katarak
An B usia 6 th dibawa ke UGD RSUD Nganjuk dengan keluhan nyeri
seperti panas terbakar. Pada pemeriksaan kulit didapatkan eritema, vesikel, bula
dan terjadi purpura. Pada

pemeriksaan mata, didapatkan kelainan mata

kongjungtivitis parulen, perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis. Untuk


sementara An B mendapatkan terapi anti biotik dan anti histamine. TTV saat ini
TD : 120/80 mmhg, N : 80x menit, S : 37,4 OC, RR : 20xmenit
2. Kata Sulit
-

Vesikel : kantung penampung kecil yang mengandung cairan. tonjolan


kecil berbatas tegas pada epidermis yang mengandung cairan serosa :
lepuh kecil

Bula : lepuhan ; suatu lesi kulit yang berbatas jelas, mengandung cairan,
meninggi, biasanya lebih dari 5 mm dalam diameter 2.

Purpura : Perdarahan kecil didalam kulit,membrane mukosa, atau


permukaan serosa

Kongjungtivitis parulen : juga dikenal sebagai atau terkait dengan


konjungtivitis bakteri (gangguan), pengamatan debit mata, mata lengket,
infeksi bakteri mata (gangguan), konjungtivitis mukopurulen, mata lengket

Ulkus kornea : keadaan patologis kornea yang ditandai adanya infiltrate


supuratif disertai defekornea discontiunitas jaringan kornea yang dapat
terjadi epitel sampai stroma serta hilangnya sebagian permukaan kornea
akibat kematian jaringan kornea

Iritis : peradangan pada iris

Iridosiklitis : radang selaput pelangi dan siliar

Antibiotic : zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

Anti histamine : zat yang mampu mencegah penglepasan atau kerja


histamin

3. Rumusan Masalah
3

a. Apa yang dimaksud dengan Steven Johnson ?


b. Apa etiologi dari Steven Johnson?
c. Apa saja tanda dan gejala yang sering muncul pada Steven Johnson ?
d. Komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada penyakit Steven Johnson ?
e. Bagaimana cara pencegahan dari Steven Johnson ?
f. Bagaimana cara penataksanaan dari Steven Johnson ?
g. Bagaimana diagnose keperawatan dan intervensi keperawatan yang dapat
dilakukan pada Steven Johnson ?
4. Analisa Masalah
A. Definisi
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput
lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai
berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura.
(Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri
dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang
orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari baik sampai buruk
(Mansjoer, A. 2000: 136).
B. Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat
dianggap sebagai penyebab adalah:
1.) Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, arti piuretik)
Penisilline dan semisentetiknya Sthreptomicine
Sulfonamida
Tetrasiklin
Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan
paracetamol)
4

Kloepromazin
Karbamazepin
Kirin Antipirin
Tegretol
2.) Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
Neoplasma dan faktor endokrin
3.) Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X)
4.) Makanan
C. Tanda dan gejala
Gejala prodormal berkisar antara 1-14 hari berupa :
a. Demam
b. Lesu
c. Batuk
d. Pilek
e. Nyeri menelan
f. Nyeri dada
g. Muntah
h. Pegal otot
i. Atralgia
Setelah itu akan timbul lesi di :
a. Kulit, berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
pada seluruh tubuh.
b. Mukosa (mulut, tenggorokan dan genital), berupa vesikel, bula, erosi,
ekskoriasi, perdarahan, dan krusta berwarna merah.
c. Mata, berupa konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea.
D. Komplikasi yang dapat muncul
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia yang didapati sejumlah
16 % diantara seluruh kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah kehilangan
cairan atau darah, gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat
terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.
E. Penatalaksanaan
5

Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-Johnson
berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 65 mg intravena. Setelah
masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak timbul lesi baru, lesi lama
mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg.
Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason intravena diganti dengan tablet
kortikosteroid, misalnya prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan
dosis 20 mg sehari, sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian
obat tersebut dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan
elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila terjadi
hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam bila terjadi
hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari kortikosteroid diberikan diet
tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat
dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak tergantung berat badan).
Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x
80 mg.
Infus dan tranfusi darah
Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena
pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta
kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 %
dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut,
6

terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura
yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena
sehari dan hemostatik.
Topikal :
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk
lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.
F. Diagnosa Keperawatan
I) Gangguan integritas kulit b.d. inflamasi dermal dan epidermal
KH: menunjukkan kulit dan jaringan kulit yang utuh
Intervensi:
1) Observasi kulit setiap hari catat turgor sirkulasi dan sensori serta
perubahan lainnya yang terjadi.
Rasional: menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2) Gunakan

pakaian

tipis

dan

alat

tenun

yang

lembut

Rasional: menurunkan iritasi garis jahitan dan tekanan dari baju,


membiarkan insisi terbuka terhadap udara meningkat proses
penyembuhan dan menurunkan resiko infeksi
3) Jaga kebersihan alat tenun
Rasional: untuk mencegah infeksi
4) Kolaborasi dengan tim medis
5) Rasional: untuk mencegah infeksi lebih lanjut
II) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kesulitan menelan
KH: menunjukkan berat badan stabil/peningkatan berat badan
Intervensi:
1) Kaji

kebiasaan

Rasional:

makanan

memberikan

yang

pasien/orang

disukai/tidak
terdekat

rasa

disukai
kontrol,

meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki


pemasukan
7

2) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering


Rasional: membantu mencegah distensi gaster/ketidaknyamanan
3) Hidangkan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: meningkatkan nafsu makan
4) Kerjasama dengan ahli gizi
Rasional: kalori protein dan vitamin untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolik, mempertahankan berat badan dan mendorong
regenerasi jaringan.
III) Gangguan rasa nyaman, nyeri b.d. inflamasi pada kulit
KH:Melaporkan nyeri berkurang
Menunjukkan ekspresi wajah/postur tubuh rileks
Intervensi:
1) Kaji

keluhan

nyeri,

perhatikan

lokasi

dan

intensitasnya

Rasional: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya


keterlibatan jaringan
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: pijatan pada area yang sakit
Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot dan
kelelahan umum
3) Pantau TTV
Rasional:

metode

IV

sering

digunakan

pada

awal

untuk

memaksimalkan efek obat


4) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional: menghilangkan rasa nyeri
IV) Gangguan intoleransi aktivitas b.d. kelemahan fisik
KH: klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
1) Kaji respon individu terhadap aktivitas
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari.
2) Bantu klien dalam memenuhi aktivitas sehari-hari dengan tingkat
keterbatasan yang dimiliki klien
8

Rasional: energi yang dikeluarkan lebih optimal


3) Jelaskan pentingnya pembatasan energy
Rasional: energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh
4) Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien
Rasional: klien mendapat dukungan psikologi dari keluarga
V) Gangguan

persepsi

sensori:

kurang

penglihatan

b.d

konjungtifitis

dapat

dilihat/tidak.

KH : Kooperatif dalam tindakan


Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
Intervensi:
1) Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional: Menetukan kemampuan visual
2) Kaji

deskripsi

Rasional:

fungsional

Memberikan

apa

keakuratan

yang

terhadap

penglihatan

dan

perawatan.
3) Sesuaikan

lingkungan

dengan

kemampuan

pengelihatan:

Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.


4) Orientasikan terhadap lingkungan.
i.

Letakan alat-alat yang sering dipakai dalam jangkuan penglihatan


klien.

ii.

Berikan pencahayaan yang cukup.

iii.

Letakan alat-alat ditempat yang tetap.

iv.

Berikan bahan-bahan bacaan dengan tulisan yang besar.

v.

Hindari pencahayaan yang menyilaukan.

vi.

Gunakan jam yang ada bunyinya.

5) Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima klien.


Rasional: Meningkatkan

rangsangan pada waktu kemampuan

penglihatan menurun.
5. Cek Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium:
9

10

b. Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter
dalam menegakkan diagnosa.
c. Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah
putih yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar
sel darah putih dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial
berat.
d. Determine renal function and evaluate urine for blood.
e. Pemeriksaan elektrolit
f. Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
g. Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan
kolonoskopi dapat dilakukan
h. Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
i. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung
ditegakkannya diagnosa.
6. Mapping Penyakit Steven Johnson
Tanda dan gejala :
Demam,Lesu,Batuk,Pilek,Nyeri menelan,Nyeri
dada,Muntah,Pegal otot,Atralgia

Etiologi
1.) Alergi obat secara sistemik
(misalnya penisilin, analgetik, arti

Steven johnson

piuretik)
2.)

Infeksi

mikroorganisme

(bakteri, virus, jamur dan parasit)


Neoplasma dan faktor endokrin
3.) Faktor fisik (sinar matahari,

Pemeriksaan diagnose
Pencegahan
-Pemeriksaan
hati-hati dalam
laboratorium
mengkonsumsi obat
- Pemeriksaan darah

radiasi, sinar-X)

lengkap (CBC)

4.) Makanan

-Determine

renal

function and evaluate 10


urine for blood
-Pemeriksaan
elektrolit

11

Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah bronkopneunomia
yang didapati sejumlah 16 % diantara seluruh
kasus yang ada. Komplikasi yang lain ialah
kehilangan

cairan

atau

darah,

gangguan

keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata


dapat terjadi kebutaan karena gangguan lakrimasi.

7. Tujuan Pembelajaran
a. Mahasiswa mampu mengerti definisi Steven Johnson
b. Mahasiswa mampu mengerti etiologi dari Steven Johnson
c. Mahasiswa mampu mengerti dan memahami tanda dan gejala yang sering
muncul pada Steven Johnson
d. Mahasiswa mampu mengerti komplikasi apa saja yang dapat terjadi pada
penyakit Steven Johnson
e. Mahasiswa mampu mengerti cara pencegahan dari Steven Johnson
f. Mahasiswa mampu mengerti cara penataksanaan dari Steven Johnson
g. Mahasiswa mampu mengerti diagnose keperawatan dan

intervensi

keperawatan yang dapat dilakukan pada Steven Johnson

11

12

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sindrom Steven Johnson Adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput
lender di orifisium dan mata dengan keadaan umum berfariasi dari ringan sampai
berat kelainan pada kulit berupa eritema vesikel / bula, dapat disertai purpura.
(Djuanda, Adhi, 2000 : 147 )
Sindrom Steven Johnson adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri
dari erupsi kulit, kelainan dimukosa dan konjungtifitis (Junadi, 1982: 480).

12

13

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi
2. Jakarta: EGC.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Media Aesculapius.

13

14

14

Anda mungkin juga menyukai