Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN TUTOR KASUS IV

STROKE

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1

 RIKA AMALIA (G1B117004)


 DWI ARIF PURNOMO AJI (G1B117005)
 SRI GUSTINI (G1B117015)
 TITI DWI ELFINA (G1B117016)
 WINDI CLARISKA (G1B117022)
 ALDA RATIKA (G1B117023)
 NOPI DESPIA MANDALA (G1B117026)
 ANGGELLIA JOPA SARI (G1B117027)
 M ALVIN ABDILLAH (G1B117028)
 JONI JEMI ULLO (G1B117033)
 YENI GUSMIDA PABUNTA (G1B117037)
 JOGI ANGGARA (G1B117028)

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Zikran, S.kep,M.Kep

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas blok dengan
judul Stroke” disusun dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah “Keperawatan
Medical Bedah 3”. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kami mohon maaf yang setulus-tulusnya dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu kami sangat mengharapkan Kritik dan
saran dari pembaca.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini berguna bagi semua pihak, dan
juga makalah ini bias menambah pengetahuan bagi semua pembaca, semoga
tercapai segala tujuan yang hendak dicapai.

Jambi, 21 september 2019

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

HalamanJudul
Kata Pengantar ................................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II Pembahasan ....................................................................................... 3
2.1 Pengertian Stroke ........................................................................... 3
2.2Etiologi ............................................................................................ 3
2.3 Faktor Resiko Stroke ...................................................................... 5
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 11
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 14
2.6Pemerisksaan Diagnostik ................................................................ 21
2.7Penatalaksanaan Stroke ................................................................... 23
2.8 Komplikasi ..................................................................................... 24
2.9 Pencegahan ..................................................................................... 25
2.10 Askep teoritis stroke ..................................................................... 25
BAB III Tinjauan Kasus................................................................................ 39
3.1 Kasus .............................................................................................. 39
3.2 Step I ............................................................................................. 40
3.3 Step II ............................................................................................. 43
3.4 Step III ............................................................................................ 43
3.5 Step IV ........................................................................................... 47
3.6 Step V ............................................................................................. 48
3.7 Asuhan Keperawatan ...................................................................... 51
Bab IV PENUTUP ......................................................................................... 65
4.1 Kesimpulan .................................................................................... 65
4.2 Saran ............................................................................................... 66

ii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 67

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan


suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24
jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang


disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara
mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak
yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat,
waktu dan keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin Setyowati 2004).

Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan


penyebab kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara
berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke
iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat
seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari stroke ?
2. Apa etiologi dari stroke ?
3. Apa klasifikasi dari stroke ?
4. Apa faktor resiko dari stroke ?
5. Apa patofisiologi dari stroke ?
6. Apa penatalaksanaan dari stroke ?
7. Apa pemeriksaan penunjang dari stroke ?
8. Apa tanda dan gejala dari stroke ?
9. Apa pencegahan dari stroke ?

4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari stroke
2. Mengetahui etiologi dari stroke
3. Mengetahui klasifikasi dari stroke
4. Mengetahui faktor resiko dari stroke
5. Mengetahui patofisiologi dari stroke
6. Mengetahui penatalaksanaan dari stroke
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang dari stroke
8. Mengetahui tanda dan gejala dari stroke
9. Mengetahui pencegahan dari stroke

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang
terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan
keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin Setyowati 2004).
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab
kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara
berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke
iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat
seiring pertambahan usia (Dewanto dkk, 2009).

2.2 Etiologi
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh
lebih sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok
usia yang lebih muda bisa lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi
untuk stroke termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit hemoglobin
SC (sickle cell), homosistinuria, hiperlipidemia dan trombositosis. Namun
belum ada perawatan yang memadai untuk hemoglobinopati, tetapi
homosistinuria dapat diobati dengan diet dan hiperlipidemia akan merespon
untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu. Identifikasi dan
pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses
aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia
dewasa (Gilroy, 1992).

6
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

1. Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam
waktu kurang dari 30 menit,
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu,
c. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
d. Completed Stroke. Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis
nodosa; Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik);
Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri:
bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan
hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma.
Vasokonstriksi
Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan
penyebab: lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan,
embolik dan kriptogenik (Dewanto dkk, 2009).

7
2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari


semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Beberapa penyebab
perdarahan intraserebrum: perdarahan intraserebrum hipertensif;
perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura aneurisma sakular (Berry),
ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma; penyalahgunaan kokain,
amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark hemoragik; penyakit
perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price, 2005).

2.3 Faktor Risiko Stroke


Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable,
atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less
well documented) (Goldstein,2006).
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
Insidensi stroke sebanding dengan meningkatnya usia di atas umur 55
th, insidensinya meningkat 2 kali lipat. Hal ini berkaitan dengan adanya
proses penuaan (degenerasi) yang terjadi secara alamiah dan pada
umumnya pada orang lanjut usia pembuluh darahnya lebih kaku karena
adanya plak (atheroscelorsis).
b. Jenis kelamin
Insidensi pada pria 19% lebih tinggi daripada wanita. Hal ini mungkin
terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Dan, rokok ternyata dapat
nerusak lapisan dari pembuluh darah tubuh.
c. Berat badan lahir rendah
Risiko stroke meningkat dua kali pada orang dgn berat badan yg rendah
(< 2500 g) ketika lahir

8
d. Ras/etnis
Dari beberapa penelitian dikemukakan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan ras kulit hitam.
Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada
tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang
berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9%
sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.
e. Genetik / Hereditas
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan
riwayat stroke pada keluarga, memiliki resiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya. Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke,
misalnya hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko stroke.

2. Modifiable risk factors


a. Well-documented and modifiable risk factors
Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke,
terutama Stroke sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan
terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden stroke sebagian besar
diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi
dapat dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan
tekanan darah yang ringan atau sedang (borderline) sering dikaitkan
dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan tekanan
darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi. Hipertensi menyebabkan
aterosklerosis darah serebral sehingga pembuluh darah mengalami

9
penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah dan menimbulkan
perdarahan. Stroke yang terjadi paling banyak oleh karena hipertensi
adalah hemoragik.
Paparan asap rokok
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan
jantung dan kematian mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun
perdarahan. Pada meta analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-
studi lainnya, perokok memegang peranan terjadi insiden stroke, untuk
kedua jenis kelamin dan semua golongan usia dan berhubungan dengan
peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan
bukan perokok. Resiko terjadinya stroke, dan infark otak pada
khususnya, meningkat seiring dengan peningkatan jumlah rokok yang
dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita.
Diabetes
Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri
koronaria, femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula
kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila dibandingkan dengan
pasien tanpa diabetes. Dari arterosklerosis dapat menyebabkan emboli
yang kemudian menyumbat pembuluh darah sehingga mengakibatkan
iskemia. Iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan akhirnya
terjadi stroke. Pada DM, akan mengalami penyakit vaskuler sehingga
juga terjadi penurunan makrovaskulerisasi. Makrovaskulerisasi
menyebabkan peningkatan suplai darah ke otak. Dengan adanya
peningkatan suplai tersebut, maka TIK meningkat, sehingga terjadi
edema otak dan menyebabkan iskemia. Pada DM juga terjadi
penurunan penggunaan insulin dan peningkatan glukogenesis, sehingga
terjadi hiperosmolar sehingga aliran darah lambat, maka perfusi otak
menurun sehingga stroke bisa terjadi.
Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang
mempredisposisikan timbulnya stroke. Meskipun hipertensi merupakan
faktor resiko untuk semua jenis stroke, namun pada tekanan darah

10
berapapun, gangguan fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke
secara signifikan. Peranan gangguan jantung terhadap kejadian stroke
meningkat seiring pertambahan usia .Selain itu, total serum kolesterol ,
LDL maupun trigliserida yang tinggi akan meningkatkan resiko stroke
iskemik ( terutama bila disertai dengan hipertensi ), karena terjadinya
aterosklerosis pada arteri karotis.
Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan yang ditandai oleh kelainan baik
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kolesterol
LDL yang tinggi (normal : < 100 mg/dl), kolesterol HDL (normal : 35-
59 mg/dl) yang rendah, dan rasio kolesterol LDL dan HDL yang tinggi
dihubungkan dengan peningkatan risiko terkena stroke. Hal ini akan
diperkuat bila ada faktor risiko stroke yang lain (misalnya:hipertensi,
merokok, obesitas). Berbagai penelitian epidemiologi secara konsisten
menghubungkan peningkatan risiko stroke pada penyandang
dislipidemia. Peningkatan 1 mmol/ L (38,7 mg/dL) kadar kolesterol
darah total akan meningkatkan risiko stroke sebesar 25%. Di lain sisi
peningkatan 1 mmol/ L kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) akan
menurunkan risiko stroke sebesar
Stenosis arteri karotis
Stenosis arteri karotis adalah penyempitan atau penyempitan
permukaan dalam (lumen) dari arteri karotis, biasanya disebabkan
oleh aterosklerosis.
Sickle cell disease
Bentuk eritrosit yang seperti bulan sabit dapat menyumbat suplay
darah ke otak
Obesitas
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar
glukosa darah dan serum lipid yang lebih tinggi, bila dibandingkan
dengan pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya
stroke, terutama pada kelompok usia 35-64 tahun pada pria dan usia 65-
94 tahun pada wanita. Namun, pada kelompok yang lain pun, obesitas

11
mempengaruhi keadaan kesehatan, melalui peningkatan tekanan darah,
gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga
memegang peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan
lemak pada daerah abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan
aterosklerosis. Meskipun riwayat stroke dalam keluarga penting pada
peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi
epidemiologi masih kurang.

b. Less well-documented and modifiable risk factors


Sindroma metabolik
→ Penyalahgunaan alkohol
Pecandu alkohol berat memiliki resiko stroke dan kematian akibat
stroke yang lebih tinggi. Pada penelitian di Yugoslavia terdapat
hubungan antara konsumsi alkohol dengan insiden stroke
perdarahan. Namun, tidak ada hubungan yang signifikan dengan stroke
sumbatan.
→ Penggunaan kontrasepsi oral
Resiko strok meningkat pada penggunaan kontrasepsi oral,
terutama pada wanita berumur lebih dari 35 tahun, dan yang memiliki
faktor resiko penyakit kardiovaskuler, seperti hipertensi dan merokok.
Resiko relatif stroke pada pemakai ataupun bekas pengguna kontrasepsi
oral meningkat 5 kali lipat, terutama pada kelompok perokok dan diatas
usia 35 tahun.
→ Sleep-disordered breathing
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah suatu bentuk gangguan tidur
yaitu berhentinya nafas pada saat tidur lebih dari 10 detik karena
tertutupnya atau menyempitnya saluran pernafasan. Tertutupnya saluran
pernafasan itu sendiri terjadi karena turunnya lidah dan pengenduran
otot serta jaringan lunak saluran pernafasan. Penyempitan saluran
pernafasan akan menurunkan saturasi oksigen lebih dari tiga persen,
misalnya suplai oksigen ke otak dan juga melambatkan detak jantung.
→ Nyeri kepala migren

12
Peningkatan aktivasi platelet diakibatkan proses up- regulasi dari
ikatan leukosit spesifik yang dapat mencetuskan terjadinya inflamasi.
Proses ini dihasilkan oleh leukosit yang menyebabkan terjadinya
hambatan pada endhotelium. Mekanisme ini dapat diterangkan melalui
peristiwa pada stroke dan akhirnya dihubungkan dengan migrain.

a. Gunakan Tembakau. Merokok melukai pembuluh darah dan mempercepat


pengerasan arteri. Karbon monoksida dalam asap rokok mengurangi
jumlah oksigen yang dapat membawa darah Anda. Canincrease asap rokok
risiko stroke bagi orang yang tidak merokok.
b. Alkohol Gunakan. Minum terlalu banyak alkohol meningkatkan tekanan
darah Anda, yang meningkatkan risiko stroke. Hal ini juga meningkatkan
kadar trigliserida, suatu bentuk kolesterol, yang bisa mengeras arteri Anda.
c. Ketidakaktifan fisik. Tidak mendapatkan cukup latihan bisa membuat
Anda mendapatkan berat badan, yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan kadar kolesterol. Ketidakaktifan juga merupakan faktor
risiko untuk diabetes.

3. Keturunan/Heredity
a. Riwayat keluarga. Memiliki riwayat keluarga stroke meningkatkan
kemungkinan stroke. Cari tahu lebih lanjut tentang jenis risiko pada
genomik CDC dan penyakit situs Web pencegahan.
b. Usia dan jenis kelamin. Semakin tua Anda, semakin besar kemungkinan
Anda untuk mengalami stroke. Untuk usia 65 dan lebih tua, laki-laki
berada pada risiko yang lebih besar daripada wanita untuk mengalami
stroke.
c. Ras dan etnis. Kulit hitam, Hispanik, dan Indian / Alaska Amerika Pribumi
memiliki kesempatan lebih besar untuk mengalami stroke daripada non-
Hispanik kulit putih atau Asia. Lihat peta interaktif CDC untuk
mempelajari lebih lanjut tentang ras dan risiko stroke.

13
2.4 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk Sirkulus Willisi arteria karotis interna dan
sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya.
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat
bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak
yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin
terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang
terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat
berupa (1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada
aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan;
(2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok
atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau
embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau
(4) ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid (Price et al,
2006).
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA)
yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-
serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak
fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan
bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik
pada sekitar 50% sampai 75% pasien (Harsono, 2009).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Stroke Iskemik

Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis


(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat
menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara :
14
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan


otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak
sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di
mana embolus berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah
yang tersumbat.

Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area
sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak
ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral,
terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya
fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP dapat
disertai oleh pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu
akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik
yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak.

Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa


hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan
kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).

2. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan
perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi
15
arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada stroke hemoragik adalah
pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat menyebabkan
hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.

Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering


terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah
satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit
neurologik fokal yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa
menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari
letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula
interna.

Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan ketergantungan


dinding aneurisma yang bergantung pada diameter dan perbedaan tekanan di
dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah merembes ke ruang
subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis bersama
cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput
otak (Price, 2005).

2.5 Manifestasi Klinis Stroke


Manifestasi klinis dari stroke secara umum Menurut Soeharto (2002)
menyebutkan adalah sebagai berikut :
1. Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
2. Mual dan muntah
3. Kaku kuduk
4. Penurunan kesadaran
5. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu
bagian tubuh, terutama di salah satu sisi, termasuk wajah, lengan atau
tungkai.
6. Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh,
terutama jika hanya salah satu sisi.
16
7. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
8. Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan
motoric
9. Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau
afasia (kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi biacara), apraksia
(ketidak mampuan melakukan tindakan yang dipelajari).
10. Gangguan persepsi
11. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
12. Disfungsi kandung kemih

Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya, yaitu:


1. Defisit Lapangan Penglihatan
a. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
b. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
c. Diplopia:
- Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan)
b. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi
pada hemisfer yang berlawanan)
c. Ataksia:
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
d. Disartria:

17
- Kesulitan dalam membentuk kata
e. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan
3. Defisit Sensori
a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
b. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
c. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
5. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi
(Smeltzer dan Bare, 2002).

18
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
a. Hemiparese sebelah kiri tubuh
b. Penilaian buruk
c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan
2. Stroke hemisfer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan
d. Disfagia global
e. Afasia
f. Mudah frustasi
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
1. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
a. Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi
pada saat istirahat atau bangun pagi.
b. Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
c. Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
d. Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya.
2. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak.
b. Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
c. Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
d. Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
e. Disartria (bicara pelo atau cade)
f. Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)

19
g. Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

Gejala Stroke Non Hemoragik :


Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya
defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak
menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50
tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease
and Related Health Problem 10th Revision, Stroke hemoragik di bagi atas :
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
1. Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal
yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan
seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri
kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terjadi ketika pada
permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan
serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan 12%
terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
2. Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA)
didapatkan gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat dan akut.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda
rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi apabila ada perdarahan
subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior
atau arteri karotis interna.
Gejala Stroke Non Hemoragik :
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah diotak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut
adalah :

20
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
a. Buta mendadak (amaurosis fugaks).
b. Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)
bila gangguan terletak pada sisi dominan
c. Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
a. Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
b. Gangguan mental.
c. Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
d. Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
e. Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
a. Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan.
Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.
b. Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
c. Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
b. Meningkatnya refleks tendon.
c. Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
d. Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala
berputar (vertigo).
e. Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
f. Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria).
g. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan
daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
h. Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah

21
lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia
homonim).
i. Gangguan pendengaran.
j. Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
k. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
l. Koma
m. Hemiparesis kontra lateral.
n. Ketidakmampuan membaca (aleksia).
o. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
a. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi
dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia
sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari
luasnya kerusakan otak.
b. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak.
Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca
huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan
keduanya disebut Global alexia.
c. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
d. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
e. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan

22
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari
yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
f. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.
g. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat
kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan
yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
h. Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan
massa di otak.
i. Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan.
j. (Arief mansyur, 2000)

2.6 Pemeriksaan Diagnostik Stroke


Pemeriksaan diagnostic yang diperlukan dalam membantu menegakkan
diagnosis klien stroke meliputi:
a. Angiografi Serebri.
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
b. Lumbal Pungsi.
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada
intracranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT Scan.
Pemeriksaan diagnostik obyektif didapatkan dari Computerized
Tomography scanning (CT-scan). Menurut penelitian Marks, CT-scan

23
digunakan untuk mengetahui adanya lesi infark di otak dan merupakan baku
emas untuk diagnosis stroke iskemik karena memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini mempunyai keterbatasan, yaitu tidak
dapat memberikan gambaran yang jelas pada onset kurang dari 6 jam, tidak
semua rumah sakit memiliki, mahal, ketergantungan pada operator dan ahli
radiologi, memiliki efek radiasi dan tidak untuk pemeriksaan rutin skirining
stroke iskemik.( Widjaja, Andreas., dkk. 2010) yaitu Memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
d. Magenetic Imaging Resonance (MRI).
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang mengalami lesi infark akibat dar hemoragik.
e. USG Doppler.
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
f. EEG.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls liistrik dalam jaringan
otak.
g. Pemeriksaan Darah Rutin
h. Pemeriksaan Kimia Darah.
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali
i. Pemeriksaan Darah Lengkap.
Untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
j. Pemeriksaan Elektrokardiogram
berkaitan dengan fungsi dari Jantung untuk pemeriksaan penunjang yang
berhubungan dengan penyebab stroke

24
k. Penggunan skala stroke NIH (National Institute Of Health)
sebagai pengkajian status neurologis pasien dengan stroke. Yaitu untuk
menentukan status defisit neurologis pasien dan penunjang stadium
(Muttaqin, 2011), (Anania, Pamella. 2011)

Untuk mempermudah mengenal gajal stroke, dapat digunakan Prehospital


Stroke Scale :
a. Mulut Mengok (Facial drop)
Abnormal bisa satu wajah tidak bergerak ketika disuruh tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
b. Arm Drift
Abnormal bila satu lengan tidak bergerak atau turun ke bawah apalagi bila
diseratakan pronasi (Pasien disuruh menutup mata dan mengangkat kedua
lengan selama 10 detik.
c. Bicara Abnormal
Abnormal bila tidak dapat bicara atau bicara pelo (Leny, 2011;
Siahaan,2011).

2.7 Penatalaksanaan Stroke


Penatalaksanaan stroke hemoragik
1. Terapi stroke hemoragik pada seranga akut
a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan
b. Masukkan klien ke unti perwatan saraf untuk dirwat di bagian bedah
saraf
c. Neurologis
 Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya
 Kontrol adnaya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
d. Terapi perdarahan dan perwatan pembuluh darah
 Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil ‘

25
 Aminocaproid acid 100-150 ml% dalam cairan isotonik 2 kali selama 3-
5 hari, kemudian satu kali selama 1-3 hari.
 Antagonis untuk pencegahan permanen: Gordox dosis pertama 300.000
IU kemudian 100.000 IU 4xperhari IV; Contrical dosis pertama 30.000
ATU, kemudian 10.00 ATU x 2 perharu selama 5-10 hari
 Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
 Kalsium mengandung obat: Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
 Profilaksis Vasospasme
 Calcium-channel antagonist (Nimotop 50 ml (10 mg per hari IV
diberikan 2 mg perjam selama 10-14 hari)
 Awasi peningkatan tekanan darah sistolik klien 5-20 mg, koreksi
gangguan irama jantung, terapi penyakit jantung komorbid.
 Profilaksis hipostatik pneumonia, emboli arteri pulmonal, luka tekan,
cairan purulen pada luka korne, kontraksi otot dini. Lakukan perawatan
respirasi, jantung, penatalaksanaan pencegahan komplikasi
 Terapi infus, pemantauan AGD, tromboembolisme arteri pulmonal,
keseimbangan asam basa, osmolaritas darah dan urine, pemeriksaan
biokimia darah
 Berikan dexason 8+4+4+4 mg IV (pada kasus tanpa DM, perdarahan
internal, hipertensi maligna) atau osmotik diuretik (dua hari sekali
Rheugloman (Manitol) 15 % 200 ml IV diikuti oleh 20 mg Lasix
minimal 10-15 hari kemudian
e. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak
f. Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya.

2.8 Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokkan berdasarkan
1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi
deformitas, dan terjatuh
26
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala
4. Hidrosepalus (Fransisca B. Batticaca,2008).

Menurut Brunner 7 Suddart,2002 serangan stroke tidak berakhir


dengan akibat pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring
lama tanpa dapat bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada
beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:

1. Hipoksia serebral
2. Penurunan aliran darah serebral
3. Embolisme serebral.

2.9 Pencegahan
1. Hindari merokok, kopi dan alkohol
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal ( cegah
kegemukan)
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
4. Batasi makkanan berkolesterol dan lemak (daging,durian,alpukat,keju dan
lainnya)
5. Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak mkan buah dan sayuran)
6. Olahraga yang teratur.

2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis Stroke


A. Anamnesa
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif
(misalnya tanda vital, wawancara pasien atau keluarga, pemeriksaan fisik)
dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga
mengumpulkan informasi tentang kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang
promosi kesehatan) dan resiko (area perawat dapat mencegah atau potensi
masalah yang dapat ditunda (Herdman & Kamitsuru, 2015).

1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register serta diagnosa

27
medis

2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Alasan klien untuk meminta pertolongan tenaga kesehatan, biasanya yang
terjadi pada penderita stroke ialah kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1. Kehilangan komunikasi
2. Gangguan persepsi
3. Kehilangan motorik
4. Adanya kesulitan dalam aktifitas karena kelemahan, atau paralisis
(hemiplegia), merasa mudah lelah.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat hipertensi
2. Riwayat penyakit kardiovaskuler
3. Riwayat tinggi kolesterol
4. Obesitas
5. Riwayat Diabetes Militus
6. Riwayat aterosklerosis
7. Kebiasaan merokok
8. Riwayat pemakaian kontrasepi yang disertai hipertensi dan
meningkatnya kadar estrogen
9. Riwayat konsumsi alkohol.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat penyakit degeneratif dalam keluarga seperti,hipertensi,
Diabetes Militus dll

3. Pengkajian Fokus
a. B1 Breathing
Hal yang perlu dikaji diantaranya :

28
1. Adakahsumbatanjalankarenapenumpukansputumdankehilanganreflek
batuk
2. Adakah tanda-tanda lidah jatuh ke belakang

3. Adakah suara nafas tambahan dengan cara melakukan auskultasi suara


nafas
4. Catat jumlah dan irama nafas

b. B2 (Blood/sirkulasi)
Kaji adanya tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan tekanan darah
disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi.
c. B3 (Brain/persarafan otak)
1. Kaji adanya keluhan nyeri kepala hebat, periksa adanya pupil
unilateral dan observasi tingkat kesadaran

2. Kaji status mental


Observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktifitas motorik

3. Kaji fungsi intelektual


Observasi adanya penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka
pendek maupun jangka panjang serta penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi

4. Kaji kemampuan bahasa


Kaji adanya disfasia baik disfasia reseptif maupun disfasia ekspresif,
disartria dan apraksia

5. Kaji Lobus Frontal

Kaji adanya kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis seperti kesulitan
dalam pemahaman, mudah lupa, kurang motivasi, frustasi dan depresi.

6. Hemisfer

29
Stroke hemisfer kiri didapatkan hemiparase pada sisi sebelah kanan dan
sebaliknya.

d. B4 (Bladder/Perkemihan)
Kaji adanya tanda-tanda inkontinensia uri akibat ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena adanya kerusakan kontrol motorik
dan postural
e. B5 (Bowel/Pencernaan)
Kaji adanya kesulitannya menelan, nafsu makan menurun, mual muntah &
konstipasi
f. B6 (Bone/Tulang dan integumen )
Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan, kaji adanya dekubitus, warna
kulit dan turgor kulit (Padila, 2012).

4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital
1. Tekanan darah
2. Frekuensi nadi
3. Pernafasan

b. Status Gizi : BB dan TB

c. Pemeriksaan Head to Toe


Kepala
a) Rambut (kebersihan & warna rambut)
b) Mata (konjungtiva & ada/tidaknya penggunaan alat bantu)
c) Hidung (kebersihan & fungsi pembau)
d) Mulut (kebersihan & kelengkapan gigi)
e) Telinga (kebersihan & fungsi pendengaran)
f) Leher (ada/tidaknya pembesaran kelenjar tiroid)

Dada
30
a) perkusi batas normal jantung, auskultasi bunyi tambahan). Paru-paru
(inspeksi ada/tidaknya pembesaran, penggunaan otot bantu pernafasan,
palpasi ada/tidaknya nyeri, massa,perkusi batas paru normal, auskultasi
ada/tidaknya suara tambahan)
b) Jantung (inspeksi ada/tidaknya pembesaran jantung/vena, ictus cordis,
palpasi ada/tidaknya nyeri
c) Abdomen (inspeksi ada/tidaknya jaringan parut, auskultasi pristaltik
perut, perkusi, palpasi ada/tidaknya massa)

Ekstremitas (kekuatan otot & ROM) (Ode, 2012)

5. Pemeriksaan Neurologis
a. Status Mental
1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan kemampuan bicara
3. Orientasi (tempat, waktu & orang)
4. Pemeriksaan respon emosi
5. Pemeriksaan daya ingat
6. Pemeriksaan kemampuan berhitung

b. Nervus Kranialis
1. Nervus olfaktorius
Biasanya pada pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
2. Nervus optikus
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual.
3. Nervus okulomotorius, troklear, dan abducen
Pasien stroke yang mengalami paralisis pada satu sisi otot- otot
okularis akan menyebabkan terjadinya penurunan kemapuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
4. Nervus trigeminus
Beberapa keadaan stroke dapat menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
5. Nervus fasialis

31
Persepsi pengecapan pada pasien stroke dalam batas normal, wajah
asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
6. Nervus vestibulokoklearis
Tidak ditemukan adanya tuli konduksi maupun tuli persepsi
7. Nervus glosofaringeus & vagus
Kemampuan menelan kurang baik dan adanya kesulitan membuka
mulut
8. Nervus accesories
Tidak ditemukan artrofi otot sternokleidomastoideus dantrapezius
9. Nervus hipoglosus
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasiserta indra
pengecapan normal.
c. Fungsi Motorik
1. Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan atau hemiparesis pada salah
satu sisi tubuh
2. Fasikulasi, didapatkan pada otot-otot ekstremitas
3. Tonus otot, didapatkan tonus otot meningkat
4. Kekuatan otot, penilaian kekuatan otot pada sisi yang sakit didapatkan
nilai 0
5. Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan
karena hemiparase dan hemiplegia
6. Gerakan involunter, tidak ditemukan tremor, tic dan distonia

d. Pengkajian Sistem Sensoris


Pada penderita stroke terjadi kehilangan kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimulus baik visual, taktil maupun auditorius.
e. Fungsi Reflek
1. Kaji reflek biceps
2. Kaji reflek triceps
3. Kaji reflek patella
4. Kaji reflek achiles (Wijaya & Putri, 2013).
32
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadapgangguan kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan
respondari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas (Heardman
& Kamitsuru, 2015).
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan TIK
2. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparase/hemiplegia.
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d disartria, disfasia/afasia
4. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekret, kemampuan
batuk menurun/batuk efektif
5. Gangguan persepsi sensori b.d disfungsi persepsi visual spasial dan
kehilangan sensori.
6. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak
mampuan menelan/reflek menelan turun.
7. Gangguan eliminasi alvi dan urin b.d disfungsi kandung kemih dan saluran
cerna/inkontinensia
8. Resiko kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanik, hambatan
mobilitas fisik, tirah baring dan suhu lingkungan ekstrem
9. Resiko jatuh b.d keterbatasan mobilitas fisik

Intervensi
Intervensi keperawatan (perencanaan keperawatan) merupakan suatu
perawatan yang dilakukan perawat berdasarkan penilaian klinis dan
pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome pasien. Intervensi
keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak langsung yang
ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat serta orang-orang dirujuk
oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi pelayanan kesehatan

33
lainnya (Bulechek, et al 2016).
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d peningkatan TIK Tujuan dan
kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan perfusi jaringanserebral
dapat adekuat dg kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda pasien gelisah
b. Tingkat kesadaran membaik (GCS 12 – 15)
c. Tidak ada peningkatan TIK
d. Pupil isokor
e. Reflek cahaya positif
f. Tanda-tanda vital dalam batas normal (Nadi : 60 – 100x/ menit, RR : 16 –
24x/menit, suhu 36,5 – 37,5ºC)
g. Tekanan darah dalam batas normal (sistolik 110 – 139 mmhg dan diastolik
80 – 89 mmhg)
Intervensi :
a. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan
perfusicerebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK
b. Monitor TIK pasien dan respon neurologi terhadap aktifitas perawatan
c. Monitor neurologi :
1) Pantau ukuran pupil, bentuk kesimetrisan dan reaktivitas
2) Monitor kesadaran dengan GCS
d. Monitor gangguan visual : diplopia, nistagmus, penyempitan lapang
pandang, penglihatan kabur & ketajamn visualMonitor tanda-tanda vital :
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status pernafasan
2) Catat adanya fluktuasi tekanan darah (hipertensi/ hipotensi)
3) Auskultasi tekanan darah di kedua lengan dan bandingkan
4) Monitor irama jantung dan auskultasi adanya murmur
5) Monitor pola pernafasan abnormal seperti periode apnea dan
pernafasan cheyne stokes
e. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
f. Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan perfusicerebral 15º -
30º

34
g. Pertahankan keadaan tirah baring dan ciptakan lingkungan yang tenang
h. Berikan terapi medis seperti antikoagulan, diuretik & cairan elektrolit.
i. Hindari kegiatan yang bisa meningkatkan TIK seperti defekasi, pernafasan
yang memaksa (batuk terus menerus) dan valsava manuver

2. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparase/hemiplegia


Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkanhambatan
mobilitas fisik dapat teratasi dg kriteria hasil :
a. Kebutuhan klien terhadap pergerakan dapat dipenuhi
b. Klien mampu melakukan mobilisasi
c. Kekuatan otot meningkat
d. Klien mampu mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang terganggu
e. Klien mampu mepertahankan posisi fungsi yang optimal sebagaimana
dibuktikan dengan tidak terjadi footdrop, artrofi otot dan kontraktur
Intervensi :

a. Kaji fungsi motorik


b. Dorong latihan ROM aktif dan pasif
c. Aplikasikan papan kaki untuk mencegah terjadinya footdrop
d. Ajarkan anggota keluarga untuk mengatur posisi pasien dan melakukan
ROM pasien secara tepat

3. Kerusakan komunikasi verbal b.d disartria,disfasia/afasia


Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat berkomunikasi
dengan tepat sesuai dengan keadaannya dan dapat mengemukakan
kebutuhannya dengan kriteria hasil :
a. Terciptanya komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi
b. Klien mampu merespon saat berkomunikasi baik secara verbal maupun
isyarat
Intervensi :
35
a. Kaji tipe disfungsi, seperti afasia reseptif (tidak mengerti tentang kata-kata
atau afasia ekspresif (sulit berbicara)
b. Monitor kecepatan bicara, tekanan, kuantitas, volume dan diksi
c. Perintahkan klien untuk menyebutkan nama benda yang diperlihatkan
d. Instruksikan pasien untuk berbicara pelan
e. Gunakan pertanyaan tertutup dengan jawaban sederhana ya/tidak
f. Sediakan metode alternatif untuk berkomunikasi dengan berbicara misalnya
menulis, papan komunikasi dengan gambar dan huruf.
g. Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan dan hobi
h. Lakukan terapi wicara
i. Kolaborasi dengan keluarga dan ahli terapi bahasa untuk mengembangkan
rencana komunikasi secara efektif

4. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekret, ketidak


mampuan batuk/batuk efektif.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu
meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan nafas dengan kriteria
hasil
a. Tidak ada suara nafas tambahan (ronkhi
b. Frekuensi nafas normal (16 – 24x/menit)
c. Tidak ada penumpukan sekret di jalan nafas
d. Klien mampu mendemonstrasikan batukefektif
Intervensi :
a. Auskultasi suara nafas pada kedua paru-paru
b. Lakukan pengisapan lendir bila diperlukan
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada
e. Ajarkan batuk efektif
f. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
g. Jelaskan pada klien tentang kegunaan batuk efektif
h. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian expectoran & antibiotik

36
5. Gangguan persepsi sensori b.d disfungsi persepsi visual spasial dan
kehilangan sensori.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan ada peningkatan
persepsi sensori dengan kriteria hasil :
a. Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi
b. Klien dapat menunjukkkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Intervensi :
a. Kaji respon dalam membedakan panas/dingin, tajam/tumpul.
b. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti dengan memberikan
benda kepada klien untuk disentuh/diraba
c. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidak mampuan menelan/reflek


menelan turun.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi klien dapat
terpenuhi secara adekuat dengan kriteria hasil :
a. BB dapat dipertahankan/ditingkatkan
b. Albumin dalam batasnormal
Intervensi :

a. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan dalam memenuhi nutrisi


b. Monitor kecenderungan dalam penurunan BB dan identifikasi penurunan
BB terakhir
c. Monitor turgor kulit, adanya mual muntah, aspirasi, penurunan nafsu
makan dan penurunan kemampuan menelan
d. Identifikasi adanya alergi atau intoleran makanan
e. Kaji kebutuhan nutrisi pasien baik parenteral, oral maupun enteral
f. Monitor intake nutrisi dan cairan secara tepat
g. Bantu pasien untuk duduk tegak (sebisa mungkin mendekati 90º untuk
37
makan/latihan makan)
h. Anjurkan klien untuk menggunakan sedotan ketika meminum air untuk
menurunkan resiko tersedak

i. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori harian yang
diperlukan untuk mampertahankan BB

7. Gangguan eliminasi alvi dan urin b.d disfungsi kandung kemih dan saluran
cerna/inkontinensia
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan gangguan
eliminasi dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Eliminasi alvi/urin terkontrol
b. Dapat merasakan dorongan ingin BAB/BAK
c. Mampu menahan BAB/BAK
Intervensi :

a. Kaji faktor fisik atau psikologis penyebab inkontinensia fekal


b. Kaji kejadian dan tipe inkontinensia, frekuensi dan berbagai perubahan
dalam fungsi bowel serta konsistensi fekal
c. Monitor diet dan kebutuhan cairan, keadekuatan BAB dan kebiasaan BAB
pasien
d. Monitor bising usus, tanda dan gejala diare, konstipasi dan impaksi
e. Konsultasikan dengan dokter dan pasien mengenai penggunaan
supositoria

f. Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat


g. Ajarkan latihan defekasi secara konsisten dan terjadwal
h. Kaji kemampuan urgensi berkemih pasien
i. Identifikasi faktor apa saja penyebab inkontinensia pada pasien (urin
output, pola berkemih, masalah perkemihan & obat-obatan)
j. Monitor eliminasi urin (frekuensi, volume, warna dan bau) dan kebiasaan
BAK pasien

38
k. Instruksikan pasien untuk minum minimal 1500cc/hari dan batasi makanan
yang dapat mengiritasi kandung kemih seperti teh, kopi dan soda
l. Tawarkan pot urin tiap 2-3 jam dan Instruksikan pasien dan keluarga untuk
mencatat pola dan jumlah urin
m. Sediakan popok kain yang nyaman serta melindungi dan pemakaian selang
urin bila perlu
n. Instruksikan pasien untuk menahan otot-otot sekitar uretra dan anus,
kemudian relaksasi seolah ingin menahan BAB/BAK
o. Ajarkan pasien untuk secara sengaja menahan urin diantara sesieliminasi
p. Berikan diuretik sesuai jadwal

8. Resiko kerusakan integritas jaringan b.d faktor mekanis, hambatan


mobilitas fisik, tirah baring dan suhu lingkungan ekstrem
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelahdilakukantindakankeperawatan,diharapkanklienmampumempertahank
ankeutuhan jaringan dengan kriteria hasil :
a. Kulit elastis dan tidak terjadi jaringan parut pada kuit
b. Tidak ada pigmentasi abnormal
c. Tidak terjadi pengelupasan kulit, eritema, nekrosis dan lesi pada kulit
Intervensi :

a. Tempatkan pasien diatas tempat tidur terapeutik/kasur anti dekubitus


b. Monitor kemampuan bergerak dan aktifitas pasien
c. Inspeksi kulit di area yang menonjol, periksa adanya kemerahan, ruam,
lecet, kehangatan ekstrim, pecah-pecah dan drainase
d. Monitor sumber tekanan dan gesekan
e. Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi dan latihan ROM
aktif dan pasif
f. Ubah posisi pasien tiap 2 jam atau sesuai dengan jadwal dan monitor
status oksigenasi (sebelum dan setelah perubahan posisi)
g. Minimalisir gesekan dan cidera ketika memposisikan dan membalikkan
tubuh
h. Hindarkan kulit dari kelembaban berlebihan yang berasal dari keringat,
39
inkontinensia fekal dan urin.
i. Berikan perlindungan pada kulit seperti krim pelembab dan hindari
pemijatan pada area yang menonjol serta pasang bantalan pada area yang
menonjol (siku dan tumit)
j. Jaga linen tetap bersih, kering bebas kerutan dan berikan pakaian yang
tidak ketat pada pasien

9. Resiko jatuh b.d keterbatasan mobilitas fisik


Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan klien tidak mengalami
jatuh dengan kriteria hasil :
a. Tidak ada laporan pasien jatuh
b. Tidak terdapat tanda-tanda potensial jatuh
Intervensi :

a. Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari pasien yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh pada lingkungan tertentu
b. Identifikasi lingkungan yang dapat membahayakan pasien
c. Gunakan alat perlindungan seperti teralis di sisi tempat tidur.
d. Kaji faktor pendukung terjadinya jatuh seperti kondisi klien
e. Bantu pasien dalam berpindah dan ambulasi
f. Dorong latihan ROM aktif dan pasif
g. Gali pengetahuan keluarga dan diskusikan mengenai upaya pencegahan
agar klien tidak jatuh

C. Implementasi
Implementasi adalah suatu bentuk tindakan keperawatan yang dilakukan
oleh seorang perawat sesuai dengan rencana yang telah disusun (Padila,
2012).
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus–menerus dengan melibatkan klien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan
40
pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi dan strategi evaluasi. Tujuan
evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (Padila, 2012).

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus :

Ny.R 76 tahun agama Islam suku sunda pekerjaan ibu rumah tangga
masuk RS dengan diagnose Hemiparase kiri e.c.stroke infark system karotis
kanan.Riwayat kesehatan sekarang : klien mengalami penurunan kesadaran
sejak masuk ke RS,klien mengalami hemiparese kiri sehingga mengalami
kelemahaan otot pada alat gerak sebelah kiri.Alat gerak sebelah kanan terlihat
aktif,klien terpasang infuse,NGT,DC,dan mayo serta terpasang NRM (
oksigen).Riwayat kejadian sejak 3 jam SMRS klien digoyang tidak
bangun.Lalu klien di bawa ke RS raden mattaher.1 hari SMRS klien
ditemukan pingsan pada pukul 04.00 wib. tidak ada kejang,tidak ada mual
dan muntah,dipanggil dan digoyang tidak bangun.Lalu klien di bawa ke
RSHS.1 HARI SMRS klien mengeluh batuk,pusing,dan demam,lalu klien
berobat ke puskesmas sukajadi dan diberi obat amoxilin dan parasetamol.Saat
berobat TD klien 160/110 mmHg,klien tidak pernah mengalami stroke,klien
memiliki riwayat hipertensi,asam urat,dan penyakit jantung.menurut
keluarganya/suaminya Ny.R memiliki riwayat hipertensi tapi tidak ada
anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti klien.

Pada saat pemeriksaan fisik di temukan : kesadaran menurun GCS ( E 2


V1 M4) tampak lemah dan sakit berat,TD 150/100 mmHg,RR 28 x/menit,HR
0
98x/menit,S 36 C,breathing : reflex batuk (+) adanya peningkatan
sputum,sesak (-),ronchi (+).Blood : bunyi jantung murni regular,s1,s2
normal,CRT <2 detik.Brain : tampak lemah dan sering tertidur,tidak dapat
bicara,ekspresi apatis,tubuh bagian kiri lemah bagian kanan aktif.Saraf cranial
reflex pupil (+),bulat isokor,kesulitan membuka mulut,pemeriksaan saraf

41
lainnya tidak dapat dikaji.kekuatan otot : 4/0/4/0.Boel :tidak ada muntah,BAB
1 – 2 x /hari lembek kuning pekat,bising usus 10 x/menit,terpasang
NGT.Bone : kulit pucat dan kering,tidak ada tanda dekubitus. Terapi yang
diberikan bedrest semifowler 300,oksigen 8 L (NRM),IVDF Nacl 0,9 % 14
tetes/menit,nebulizer dengan bisolvon 20 tetes ( 3x sehari),furosemd tablet 1
x 40 mg via NGT,Aspilet tablet 1 x 80 mg via NGT,digoksin tablet 1 x 0,125
mg via NGT,dan ceftazidin 3 x 1 gr.

LO :

1. Menghitung GCS
2. Mengetahui tingkat kesadaran

3.2 Step 1 (Identifikasi Istilah Asing)

1. Hemiparase
2. Furosemid
3. Ceftazidin
4. Aspilet
5. Isokor
6. Stroke infark
7. Mayo
8. Nebulizer
9. Bisolvon
10.Digoksin
11.GCS
12.CRT
13.DC
14.NRM
15.Dekubitus
16.Sistem Karotis
17.Apatis

Jawab :

42
1. Hemiparase
Adalah istilah medis untuk menggambarkan suatu kondisi adanya kelemahan
pada salah satu sisi tubuh atau ketidakmampuan untuk menggerakkan
anggota tubuh pada satu sisi. Istilah ini berasal dari kata hemi yang berarti
separuh, setengah, atau satu sisi dan paresis yang berarti kelemahan.
(madormo, C.dan flack, S. Healthline 2017)
2. Furosemide
Adalah obat golongan diuretik yang digunakan untuk membuang cairan atau
garam berlebih di dalam tubuh melalui urine dan meredakan pembengkakan
yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, penyakit ginjal atau
kondisi terkait. (musini, et al. 2015.,MIMS Indonesia 2017)
3. Ceftazidin
Adalah : antibiotik golongan sefalosporin yang digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri di berbagai organ tubuh, seperti paru-paru atau saluran kemih.
Beberapa jenis bakteri yang dapat diobati menggunakan ceftazidime ketika
menimbulkan infeksi. (alodokter : webMD (2018).Ceftazidin vial).
4. Aspilet
Adalah obat untuk mengatasi trombosis atau antitrombotik.Obat ini dapat
digunakan untuk pencegahan terhadap terjadinya serangan jantung,
pengobatan gejala pada saat serangan jantung, dan sebagai pengobatan
tambahan pada saat pasca stroke. Pada artikel ini akan dijelaskan mengenai
Aspilet obat apa beserta informasi - informasi penting lainnya terkait dengan
obat Thrombo Aspilet. (sinha, S. 2018)
5. Isokor
Adalah pupil kedua mata yang besarnya sama.
6. Stroke infark
Adalah Suatu kondisi dimana suplai darah tidak dapat disampaikan ke daerah
di otak oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat.Stroke infark dapat
dibagi menjadi stroke trombotik dan stroke embolik (Sidharta, 2004).
7. Mayo
Adalah program diet dengan cara tidak mengkonsumsi makanan atau pun
minuman yang mengandung garam.

43
8. Nebulizer
Adalah alat kesehatan yang menghasilkan uap dari obat-obatan cair sehingga
bisa dihirup dengan mudah dan nyaman. Alat ini membantu mengantarkan
obat cair dalam bentuk butiran air yang sangat kecil supaya langsung masuk
ke dalam paru-paru.
9. Bisolvon
Adalah obat batuk berdahak dan batuk kering. Obat Bisolvon terdiri dari
beberapa varian seperti Bisolvon kids, Bisolvon extra, Bisolvon elixir, dan
lainnya.
10. Digoksin
Adalah obat untuk mengobati penyakit jantung, seperti aritmia dan gagal
jantung. Obat ini bekerja dengan membuat irama jantung kembali normal,
dan memperkuat jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh. (stewart,
M.patient 2016, digoxin).
11. GCS (GLASGOW COMA SCALE)
Adalah skala yang dipakai untuk menentukan atau menilai tingkat kesadaran
pasien, mulai dari keadaan sadar penuh hingga keadaan Coma. (alodokter :
Christensen,B. Medscape 2014)
12. CRT
Sering dipanggil "monitor tabung" merupakan monitor yang disusun dengan
mengunakan tabung sinar katode, yang lebih dapat dikenal dengan bentuknya
besar.
13. DC
Berarti arus searah. Maksudnya adalah arus listrik yang mengalir pada suatu
hantaran yang tegangannya berpotential tetap, tidak berubah-
ubah.(rahmatullah 2015).
14. NRM (nonrebreathing oxygen face mask)
Adalah bagian dari sistem pengiriman oksigen aliran rendah (low-flow oxygen
delivery) yang secara parsial membantu meningkatkan fraksi oksigen dalam
udara yang dihirup pasien.
15. Dekubitus

44
Adalah mati jaringan karena jaringan darah pada suatu bagian kulit dirintangi
oleh tekanan terus-menerus sebagai akibat dari duduk yang terlalu lama,
kondisi koma, atau imobilitas. (WHO, 2005)

16. System karotis


Adalah pembuluh darah yang mengantarkan darah ke kepala dank ke otak
(mardjono M, Sidharta P. Sistem vaskularisasi otak 2004)
17. Apatis
Adalah sikap acuh tak acuh seorang pasien

3.3 Step 2 (Identifikasi Masalah)

1. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada kasus?


2. Tanda dan gejala stroke?
3. Apa pemeriksaan penunjang pada penyakit stroke?
4. Bagaimana pencegahan terhadap stroke?
5. Cara penanganan stroke?
6. Faktor resiko terjadinya stroke pada kasus?
7. Apa penyebab hemiparase pada kasus?
8. Bagaimana ara menghindari luka decubitus pada kasus?
9. Masalah keperawatan yang dapat diangkat pada kasus?
10.Terapi farmakologi dan non farmakologi pada stroke?
11.Jelaskan penyebab stroke yang terjadi pada kasus?
12.Bagaimana tindakan keperawatan untuk mengatasi kelemahan otot pada
pasien?
13.Nutrisi, dan komplikasi pada pasien stroke?

3.4 Step 3 (Analisa Masalah)


1. LO
2. Menurut Smeltzer dan Bare (2012) dan Misbach (2007) tanda dan gejala
dari stroke adalah hipertensi, gangguan motoric yang berupa hemiparesis
dan hemiplegia, gangguan senorik, gangguan visual, gangguan

45
keseimbangan, nyeri kepala, mual muntah, disatria, perubahan mendadak
status mental, dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
3. Untuk membedakan jenis stroke, dilakukan CT-SCAN kepala pada stroke
hemoragik akan terlihat adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada
stroke iskemik akan terlihat hipodens (Misbach,1999)
4. Kendalikan tekanan darah, kendalikan diabetes, miliki jantung sehat,
kendalikan kadar kolesterol, berhenti merokok. (Sustrani,2006)
5. a.Stabilisasi klien dengan tindakan ABC (airway, breathing, and
circulation).
b. pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor/koma/gagal nafas.
c. pasang jalur infus IV dengan larutan salin 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam. Jangan memakai cairan hipotonis seperti dextrose 5% dalam air
dan salin 0,45%, karna dapat memperparah edema otak
d. berikan oksigen melalui NRM
e. jangan memberikan makanan dan minuman lewat mulut.
f. buat rekaman EKG dan lakukan rontgen toraks.
g. ambil sampel untuk pembuluh darah.
h. tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis & pemeriksaan fisik.
i. CT SCAN/resonansi magnetic bila alat tersedia (Mansjoer,2000)
6. faktor resiko terjadinya stroke dibagi menjadi 2 yaitu pertama faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin, herediter,
ras/etnik. Faktor yang dapat dimodifikasi, meliputi riwayat stroke,
hipertensi, penyakitjantung, DM, transient ischemic attack(TIA),
hiperkolesterol, obesitas, merokok, alkoholik, hiperurisemia, peninggian
HT (Mansjoer, 2000)
7. hemiparesis terjadi karna adanya kerusakan pada salah satu sisi otak yang
bisa disebabkan oleh stroke. Sisi tubuh mana yang mengalami stroke
tergantung sisi otak sebelah mana yang mengalami stroke tergantung sisi
otak sebelah mana kerusakan terjadi (Mardomo, CZ Falck, S. Healthline,
2017).
8. Tiga intervensi keperawatan utama mencegah terjadinya decubitus adalah
perawatan kulit yang meliputi higienis dan perawatan kulit topical,

46
pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan, yang meliputi
pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur, terapeutik dan
pendidikan. (Potter&Perry, 2005)
9. a. Gangguan perfusi jaringan serebral
b. intoleransi aktivitas
c. gangguan mobilitas fisik
d. gangguan bersihan jalan nafas
e. hambatan komunikasi verbal ( Nanda &Nicnoc)
10. Faktor resiko terjadinya stroke dibagi menjadi 2 yaitu pertama faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin,
herediter, ras/etnik. Faktor yang dapat dimodifikasi, meliputi riwayat
stroke, hipertensi, penyakit jantung, DM, transient ischemic attack (TIA),
hiper kolesterol, obesitas, merokok, alkoholik, hiperurisemia, peninggian
HT (Mansjoer, 2000)
10. a. Terapi Farmakologi : penyuntikan rtPA, obat anti platelet (aspirin), obat
anti koagulan (heparin), obat anti hipertensi, statin. (NHS Choices UK,
2017).
b. Terapi non Farmakologi : akupuntur, pijat, yoga, aromaterapi,
pengobatan herbal. (Healthline, 2016).
11. Penyebab stroke iskemik yaitu penurunan aliran darah ke area otak.
Iskemia terutama karna konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai
darah keotak. (Valanteet al,2015)
12. a. modified constraint induced movement therapy (mCIMT): terapi ini
membatasi penggunaan bagian tubuh yang normal, sebaliknya mendorong
pasien menggunakan sisi tubuh yang mengalami kelemahan.
b. stimulasi listrik : berguna untuk meningkatkan sensitivitas saraf
sensorik, memperkuat bagian tubuh yang terkena hemiparesis.
c. mental imaginery : berimajinasi membayangkan menggerakkan bagian
tubuh yang terkena hemiparesis. (Park, et al, 2015).
13. Nutrisi pada pasien stroke yaitu membatasi konsumsi garam, pilih
makanan dengan lemak baik seperti kacang- kacangan, alpukat, salmon,
kemudian perhatikan porsi yang sesuai untuk pasien yang mengalami

47
kesulitan makan biasanya diberikan makanan yang lunak, jika tidak bisa
menelan sama sekali, maka perawat memberikan makanan cair. (Madeline
R. Vann, 2017). Dan komplikasi pada pasien stroke yaitu hipoksia
serebral, aliran darah serebral, hipertensi/hipotensi ekstren & embolisme
srebral. (Smeltzer&Bare, 2002).

48
3.5 Step 4 (Mind Mapping)

NY. R 76
Tahun
defenisi
askep
etiologi

pencegahan
patofisiologi
Stroke

Manifestasikli
penatalaksanaan
nis
Pemeriksaanp klasifikasi
enunjang

49
3.6 Step 5 (Learning 0bjectif)

LO kasus
1. menghitung GCS
Tingkat kesadaran tertinggi atau bisa dibilang terjaga sepenuhnya,
berada di skala 15. Sementara yang terendah atau yang dikatakan koma,
berada di skala 3.
Untuk mengetahuinya skala GCS, tim medis akan melakukan
pengecekan sebagai berikut:
a. Mata
Nilai GCS yang dievaluasi melalui pemeriksaan mata :
1. Jika tim medis meminta membuka mata dan merangsang seseorang
dengan nyeri tapi mata orang tersebut tidak bereaksi dan tetap terpejam,
maka poin GCS yang didapat yaitu 1.
2. Jika mata terbuka akibat rangsangan yeri saja, poin GCS yang didapat
yaitu 2.
3. Jika mata seseorang terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat
mengikuti perintah untuk membuka mata, poin GCS yang didapat yaitu 3.
4. Jika mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan, maka
poin yang didapat yaitu 4.
b. Suara

Nilai GCS yang dievaluasi dalam pemeriksaan respons suara :

1. Jika seseorang tidak mengeluarkan suara sedikitpun, meski sudah


dipanggil atau dirangsang nyeri, maka orang tersebut mendapat poin 1.
2. Jika suara yang keluar seperti rintihan tanpa kata-kata, poin yang
didapat yaitu 2.
3. Seseorang dapat berkomunikasi tapi tidak jelas atau hanya
mengeluarkan kata-kata tapi bukan kalimat yang jelas, poin GCS yang
didapat yaitu 3.
4. Jika seseorang dapat menjawab pertanyaan dari tim medis tapi pasien
seperti kebingungan atau percakapan tidak lancar, maka poin yang didapat
adalah 4.
50
5. Seseorang dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan
benar dan sadar penuh terhadap orientasi lokasi, lawan bicara, tempat, dan
waktu, maka poin yang didapat yaitu 5.
c. gerakan

Nilai GCS yang dievaluasidalampemeriksaanresponsgerakan:

1. Tidak ada respons gerakan tubuh walau sudah diperintahkan atau diberi
rangsangan nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 1.
2. Seseorang hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki, atau
menekuk kaki dan tangan saat diberi rangsangan nyeri, poin yang
didapatkan adalah 2.
3. Seseorang hanya menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi
rangsangan nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 3.
4. Seseorang dapat menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika
dirangsang nyeri, poin GCS yang diperoleh yaitu 4. Contohnya, seseorang
dapat menjauhkan tangan ketika dicubit.
5. Bagian tubuh yang tersakiti dapat bergerak dan orang yang diperiksa
dapat menunjukkan lokasi nyeri, poin GCS yang didapat yaitu 5.
Contohnya ketika tangan diberi rangsangan nyeri, tangan akan
mengangkat.
6. Seseorang dapat melakukan gerakan ketika diperintahkan, poin GCS
yang didapatkan yaitu 6.

Skala GCS didapat dari menjumlahkan tiap poin yang diperoleh


dari ketiga aspek pemeriksaan di atas. Skala ini dipakai sebagai tahap awal
mengevaluasi kondisi seseorang yang pingsan atau baru
mengalami kecelakaan kemudian tidak sadarkan diri, sebelum diberi
pertolongan lebih lanjut. Meski bisa dilakukan untuk menentukan tingkat
kesadaran, GCS tidak bisa dipakai untuk mendiagnosis penyebab
penurunan kesadaran atau koma.

51
2. mengetahui tingkat kesadaran
Anda tentunya pernah mendengar istilah koma, pada kondisi ini
tingkat kesadaran seseorang berapa di titik paling rendah. Namun tingkat
kesadaran tidak hanya dibagi menjadi dua antara sadar dan koma saja
namun dibagi lagi menjadi beberapa tingkatan. Berikut adalah tujuh
tingkat kesadaran dan nilai GCS yang mewakilinya.

1. Kompos mentis, merupakan kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi


ini, respon pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik.
Pasien juga dapat menjawab pertanyaan penanya dengan baik. Nilai
GCS untuk kompos mentis adalah 15-14.
2. Apastis, merupakan kondisi di mana seseorang tidak peduli atau
merasa segan terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis
adalah 13-12.
3. Delirium, merupakan kondisi menurunnya tingkat kesadaran
yang disertai dengan kekacauan motorik. Pada kondisi ini pasien
mengalami gangguan siklus tidur, merasa gelisah, mengalami
disorientasi, merasa kacau, hingga meronta-ronta. Nilai GCS adalah
11-10.
4. Somnolen, merupakan kondisi mengantuk yang cukup dalam namun
masih bisa dibangunkan dengan menggunakan rangsangan. Ketika
rangsangan tersebut berhenti, maka pasien akan langsung tertidur
kembali. Nilai GCS untuk somnolen adalah 9-7.
5. Sopor, merupakan kondisi mengantuk yang lebih dalam dan hanya
dapat dibangunkan melalui rangsangan yang kuat seperti rangsangan
nyeri. Meskipun begitu pasien tidak dapat bangun dengan sempurna
dan tidak mampu memberikan respons verbal dengan baik. Nilai GCS
adalah 6-5.
6. Semi-koma atau koma ringan, merupakan kondisi penurunan kesadaran
di mana pasien tidak dapat memberikan renspons pada rangsangan
verbal dan bahkan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika
diperiksa melalui mata maka masih akan terlihat refleks kornea dan

52
pulpil yang baik. Pada kondisi ini respons terhadap rangsangan nyeri
tidak cukup terlihat atau hanya sedikit. Nilai GCS untuk semi-koma
adalah 4.
7. Koma, merupakan kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat
dalam. Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spon dan
dan tidak muncul juga respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS
untuk koma adalah 3.

LO. Step 2

No. 1

1. terjawab di ASKEP

53
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Identitas Klien
Nama : Ny. R
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :-
Pekerjaan : IRT
Alamat :-
Suku/bangsa : Sunda
Diagnosa Medis : HemiparaseKirie.c Stroke Infark System
KarotisKanan

2) Identitas penanggung jawab


Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin :-
Agama :-
Alamat :-

3) Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadarandan mengalami hemiparase kiri

4) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak masuk RS, pasien
mengalami hemiparase kiri sehingga mengalami kelemahan otot
gerak pada alat gerak sebelah kiri. Alat gerak sebelah kanan terlihat
aktif, klien terpasang infus, NGT, DC dan mayo serta terpasang

54
NRM (oksigen). Riwayat terjadi sejak 3 jam SMRS, klien digoyang
tidak bangun, lalu klien dibawa ke RS Raden Mattaher.

b. Riwayat kesehatan dahulu


Klien memiliki riwayat penyakit lain seperti Hipertensi, asam urat ,
dan penyakit jantung.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Menurut keluarganya/suaminya Ny.R memiliki riwayat hipertensi
tapi tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti klien.

5) Observasi dan Pemeriksaan fisik

1. Keadaam umum : Pasien tampak lemah, kesadaran menurun


GCS (E2V1M4)
TTV
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 98 x/i
Respirasi rate : 28 x/i
Suhu : 36º C
2. Sistem pernafasan
a. Respirasi : 28 x/i
b. Keluhan : Batuk
Sekret : Terjadi peningkatan sputum
Konsistensi :-
Warna :-
Bau :-
c. Penggunaan otot bantuh nafas :-
d. PCH :-
e. Irama nafas : Teratur
f. Pleura friction :-
g. Pola nafas :-
55
h. Suara nafas : Ronki
i. Alat bantuh nafas : Oksigen 8 L (NRM)
j. Penggunaan WSD : -
k. Trocheostomi :-
3. Sistem kardiovaskuler
a. TD : 150/100 mmHg
b. N : 98 x/i
c. Keluhan nyeri dada :-
d. Irama jantung :-
e. Suara jantung :-
f. Letus :-
g. CRT :-
h. Sirkulasi perifer : Menurun
i. JVP :-
j. CVP :-
k. CTR :-
l. EGC & Interpretasinya :-
m. Lain –lain :-
4. Sistem persyarafan
a. GCS :-
b. Refleks psikologis :-
c. Refleks patologis :
d. Keluhan pusing :
e. Pemeriksaan saraf kranial :
N1 :-
N2 : Normal, ket : refleks pupil (+) dan bulat
N3 :-
N4 :-
N5 :-
N6 :
N7 :-
N8 :-

56
N9 :-
N10 :-
N11 :-
N12 :-
N13 :-
f. Pupil : Isokor
g. Sklera : Anikterus
h. Konjungtiva : Anemis
i. Istirahat / tidur : Sering tertidur
5. Sistem perkemihan
a. Kebersihan getelia : -
b. Sekret :-
c. Ulkus :-
d. Kebersihan meatus uretra : -
e. Keluhan kencing :-
f. Produksi urine :-
g. Kandung kemih :-
h. Nyeri tekan :-
i. Intake cairan oral :-
j. Balance cairan :-
6. Sistem pencernaan
a. TB :- BB :-
b. IMT :- Interprestasi :-
c. Mulut : Pasien mengalami kesulitan membuka mulut
d. Membran mukosa : -
e. Tenggorokan :-
f. Abdomen :-
g. Nyeri tekan :-
h. Luka operasi :-
i. Peristaltik :-
j. BAB : 1-2x hari tidak BAB
k. Konsentrasi : Lunak

57
l. Warna feses : Kuning pekat
m. Diet :-
n. Diet khusus :-
o. Nafsu makan :-
p. Porsi makan :-
q. Lain-lain : Terpasang NGT
7. Sistem penglihatan : Tidak terkaji
8. Sistem pendengaran : Tidak terkaji
9. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi : Terbatas
b. Kekuatan otot : 4/0/4/0
c. Kelainan ekstremitas :-
d. Kelainan tulang belkang :-
e. Fraktur :-
f. Fraksi :-
g. Penggunaan spak/gips :-
h. Keluhan nyeri :-
i. Sirkulasi perifer :-
j. Kompartemen syndrome :-
k. Kulit :-
l. Turgor :-
m. Luka operasi :-
n. ROM :-
o. Cardinal sign :-
p. Lain-lain :-
10. Sistem integumen : Tidak terkaji
11. Sistem endokrin : Tidak terkaji
12. Pengkajian psikososial : Tidak terkaji
13. Personal hygiene & kebiasaan : Tidak terkaji

6) Pemeriksaan penunjang : Tidak terkaji

58
7) Terapi obat :
a. Terapi yang diberikan bedrest semifowler 30⁰
b. Oksigen 8 L (NRM)
c. IVDF Nacl 0,9 % 14 TPM
d. Nebulizer dengan bisolvon 20 tetes (3x sehari)
e. Furosemid tablet 1x40 mg via NGT
f. Aspilet tablet 1x80 mg via NGT
g. Digoksin tablet 1x 0,125 mg via NGT
h. Ceftazidin 3x 1 gr

B. ANALISA DATA
NO DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 DS : - Gangguan komunikasi Penurunan
DO : verbal sirkulasi serebral
1. GCS : E2V1M4
2. Kesadaran Samnolen
3. Pasien tidak dapat
berbicara
4. Ekspresi apatis
5. TTV
-TD 150/100 mmHg
-N 98x/menit
-RR 28x/menit
-S 36º C
2 DS : Hambatan mobilitas Gangguan neuro
1. Pasien tampak lemah fisik muskular
2. Pasien sulit
menggerakkan
ekstremitas
DO :
1. GCS : E2V1M4

59
2. Kesadaran Samnolen
3. TD : 150/100 mmHg
4. Klien mengalami
hemiparase kiri
5. Kekuatan otot :
4/0/4/0
6. Pasien tampak lemah
7. Gerakkan pasien
terbatas
3 DS : Ketidakefektifan Penumpukan
1. Pasien mengeluhkan batuk bersihan jalan napas Sputum
2. Pasien tidak dapat
berbicara
DO :
1. GCS : E2V1M4
2. Kesadaran Samnolen
3. TD : 150/100 mmHg
4. Refleks batuk (+)
5. Adanya peningkatan
sputum
6. Pasien mengeluh
sesak
7. Bunyi suara nafas
rongki
8. RR meningkat 28x/
menit
Terpasang oksigen 8 L 9 (
NRM)
4 DS : - Resiko perfusi serebral Hipertensi
DO : 1. TD 150/100 mmHg efektif
3. GCS : E2V1M4

60
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan sirkulasi serebral
2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d Penumpukan sputum
4. Resiko perfusi serebral tidak efektif b/d hipertensi

D.INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx Tujuan dan KH Intervensi


1 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor proses kognitif, anatomis
keperawatan diharapkan dan fisiologis yang berkaitan dengan
gangguan verbal dapat bicara(misal : memori pendengaran
membaik dan bahasa)
2. Monitor frustasi,moral,depresi atau
hal-hal lain yang mengganggu bicara
3. Identifikasi perilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
4. Gunaakan metode komunikasi
alternatif (misal : menulis,mata
berkedip,papan komunikasi dengan
gambar dan huruf serta gerakan
tangan)
5. Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan tubuh (misal : berdiri
didepan pasien dengarkan dengan
saksama,bicara dengan perlahan
sambil menghindari
teriakan,gunakan komunikasi tertulis
atau minta keluarga untuk

61
memahami ucapan pasien
6. Ulangi apa yang disampaikan pasien
7. Berikan dukungan psikologis

Berikan keluarga sebagai juru bicara


atau terapis
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi keluhan fisik lainnya
keperawatan diharapkan 2. Identifikasi toleransi fisik
masalah gangguan menggunakan penggerakan
mobilitas fisik dapat 3. Monitor frekuensi jantung dan TD
berkurang dan terkontrol sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama
melakukan mobilisasi
5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu, misalnya pagar tempat
tidur
6. Fasilitasi melakukan pergerakan
7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan. (Agonwardi, Hendri
Budi, 2016. Melva manurung, 2017)
8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan,misalnya duduk di
tempat tidur,miring kiri dan kanan
serta berpindah tempat dari tempat
tidur ke kursi
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
dengan latihan Range Of Motion
(ROM). (Kun Ika Nur Rahayu, 2015.
Zainuddin Harahap, 2015. Derision
Marsinova Bakara, Surani Warsito
2016. Maria Astrid, Elly, Budiharto,

62
2011.)
10. Demonstrasikan rentang gerak(misal
: gerakan dilakukan dengan
perlahan,dimulai dari kepala ke
ekstremitas). Gerakan sesuai
persendian,sesuai rentan gerak
normal,cara melatih rentang gerak
pada sisi ektremitas dengan
menggunakan ektremitas yang
normal
3 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas,bunyi nafas dan
keperawatan diharapkan sputum
masalah Ketidakefektifan 2. Posisikan semi fowler
bersihan jalan napas 3. Berikan minuman hangat
teratasi 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang
dari 15 detik
6. Berikan oksigen
7. Anjurkan batuk efektif
Kolaborasi pemberian
bronkadilator,ekspektoran dan
mukolitka jika perlu
4 Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat kesadaran
keperawatan diharapkan 2. Monitor TTV
masalah resiko perfusi 3. Monitor ICP
serebral tidak efektif tidak 4. Tingkatkan frekuensi pemantauan
terjadi neurologis
5. Hindari aktivitas yang dapat
meningkatkan tekanan intracranial
6. Jelakan dan tujuan hasil pemantauan
7. Informasikan hasil pemantauan jika

63
perlu

Evidence Based Practice (EBP).

Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan


pergerakan

1. Judul Artikel : Dukungan keluarga dengan motivasi dalam melakukan ROM


pada pasien pasca stroke di RSU HKBP Balige kabupaten toba
samosir
Penulis : Melva manurung
Tahun terbit : 2017
Kesimpulan : Motivasi pasien pasca stroke dalam melakukan ROM di RSU
HKBP Balige menunjukkan sebanyak 11 orang (64,7%)
memiliki motivasi yang baik dalam melakukan ROM dan
sebanyak 6 orang (35,3%) memiliki motivasi yang cukup
dalam melakukan ROM. Hasil uji Pearson Product Moment
dengan nilai p = 0.001 yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara hubungan dukungan keluarga dengan
motivasi dalam melakukan ROM pada pasien pasca stroke di
RSU HKBP Balige dengan kekuatan hubungan rendah dan
dengan arah korelasi positif.

2. Judul Artikel : pengaruh pendidikan kesehatan latihan range of motion (rom)


terhadap keterampilan keluarga melakukan rom pasien stroke.
Penulis : Agonwardi, Hendri Budi
Tahun terbit : 2016
Kesimpulan : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh
pendidikan kesehatan tentang latihan ROM terhadap
keterampilan keluarga dalam melakukan latihan ROM pada
pasien stroke di Ruang Rawat Inap Saraf RSUP Dr. M.
64
Djamil Padang Tahun 2013, dapat di simpulkan, bahwa
skor keterampilan keluarga sebelum pendidikan dan sesudah
pendidikan terjadi peningkatan yaitu dari skor 16.27 menjadi
77,67. Dari uji statistik didapatkan nilai p=0,001, berarti
pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap keterampilan
keluarga dalam melakukan latihan R O M dibangsal saraf
RSUP Dr. M. Jamil Padang.

Anjurkan melakukan mobilisasi dini dengan latihan Range of motion.


1. Judul artikel : Pengaruh pemberian latihan range ofmotion (rom) terhadap
kemampuan motorik padap asien poststroke di rsud gambiran
Penulis : Kun Ika Nur Rahayu
Tahun terbit : 2015
Kesimpulan : Hasil analisa data dengan menggunakan uji statistik Paired
Sample T-Testdi peroleh nilai P-Value < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa H0 ditolak dan H1 gagal ditolak yang
artinya ada pengaruh pemberian latihan Range Of Motion
(ROM) terhadap kemampuan motorik pada pasien post
strokedi RSUD Gambiran Kediri.

2. Judul artikel :Pengaruh latihan (rom) pasif terhadap kekuatan otot ekstremitas
pada pasien stroke di ruang ra4 rsup h. Adam malik medan
tahun 2014
Penulis : Zainuddin Harahap
Tahun terbit : 2015
Kesimpulan : Dari hasil penelitian ini peneliti menemukan bahwa ρ = 0,068,
berarti Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya ada pengaruh
latihan Range Of Motion (ROM) pasif terhadap peningkatan
kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non
hemoragik. Hasil penelitian ini sesuai dengan Astrid (2011),

65
yang menyatakan ada pengaruh latihan Range Of Motion
(ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot.
3. Judul artikel :Latihan range of motion (rom) pasif terhadap rentang sendi
pasien pasca stroke.
Penulis : Derison Marsinova Bakara, Surani Warsito.
Tahun terbit : 2016
Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan sebelum dan
sesudah dilakukan Range Of Motion (ROM) pasif pada
pasien stroke yang mengalami paralisis yang lama 6 bulan
post stroke. Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh
Reese (2009), yang mengemukakan bahwa ada peningkatan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional secara signifikan
setelah diberikan latihan ROM pada pasien stroke.

4. Judul artikel : Pengaruh Latihan range of motion (rom) terhadap kekuatan


otot luas gerak sendi dan kemampuan fungsional pasien stroke di RS Sint
Carolus Jakarta
Penulis : Maria Astrid, Elly, Budiharto
Tahun terbit : 2011
Kesimpulan : Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi experiment
pre dan post test design dengan kelompok kontrol. Jumlah
sampel penelitian 30 responden terdiri dari 15 orang pasien
stroke dalam kelompok intervensi yang diberikan penanganan
standar rumah sakit dan latihan ROM 4 kali sehari selama 7
hari dan 15 orang pasien stroke dalam kelompok kontrol yang
hanya diberikan penanganan standar rumah sakit tanpa
diberikan tambahan latihan ROM 4x sehari selama 7 hari.
Teknik pengambilan sampel yaitu consecutive sampling.
Analisis statistik yang digunakan yaitu uji test independen dan
uji t-test dependen. Hasil penelitian menunjukkan kekuatan
otot meningkat (p=0,000) dan kemampuan fungsional
meningkat (p=0,000) secara signifikan setelah diberikan

66
latihan ROM. Karakteristik demografi jenis kelamin tidak
berhubungan dengan kekuatan otot namun berhubungan
dengan kemampuan fungsional. Sedangkan umur, frekuensi
stroke dan jenis stroke tidak berhubungan dengan kekuatan
otot dan kemampuan fungsional. Kesimpulan penelitian ini
adalah latihan ROM berpengaruh terhadap peningkatan
kekuatan otot dan kemampuan fungsional.

67
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang
terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan
keadaan penduduk. (Chris W. Green dan Hertin Setyowati 2004).
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab
kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang.
Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%
mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan
usia (Dewanto dkk, 2009).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan
gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai
atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran,
penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing
dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas
(pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat, tidak mampu
mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya
pengendalian terhadap kandung kemih.Stroke bisa menjadi bertambah buruk
dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit bisasanya (tetapi
tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang
mati berhenti sementara atau tejadi beberapa perbaikan.
68
Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum
memuaskan walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan
kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya
pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus
disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan
komjunitas dalam masyarakat.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai
bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan
mahasiswa khususnya mengenai stroke.

4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi
pendidikan khususnya prodi Keperawatan Universitas Jambi.

69
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Dewanto G., Suwono, W. J., Riyanto, B., Turana Y., 2009. Stroke/Gangguan
Peredaran Darah Dalam Otak. Dalam Dewanto G., Suwono, W. J.,
Riyanto, B., Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana
Penyakit Saraf. Jakarta: EGC pp 24-36

Gilroy, John. 1992. Basic Neurology Second Edition. McGraw-Hill. Singapore.


Page: 175

Israr Yayan A. 2008. Stroke. Riau

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Soeharto, I. 2002. Serangan Kolesterol & Lemak Jahat, Kolesterol & Lemak Baik,
dan Proses Terjadinya Serangan Jantung dan Stroke. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.

Bulecheck, et al. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. 2016 .


Singapore : Elsevier

70
Herdman Heather T & Kamitsuru Shigemi. Nursing Diagnoses : Definitions and
Classification 2015-2017. Edisi 10. 2015. Jakarta : EGC

Ode,Sarif La. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Salemba


Medika

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Wijaya,Andra Saferi& Putri,Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah


2.Yogyakarta : Nuha Medika

71

Anda mungkin juga menyukai