Anda di halaman 1dari 30

GAWAT DARURAT LUKA BAKAR

(COMBUSTIO)

DISUSUN OLEH :

Kelompok 3

1. Mery kristin 6. I Nengah Luki


2. Fiani Tantri 7. Samsul
3. Suciawati 8. Samriani
4. Elen Tria Nanda 9. Santina
5. Ira Astuti 10. Muh. Al-
ghazi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKes WIDYA NUSANTARA PALU

T.A 2017
KATA PENGANTAR

i
Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas berjudul “Gawat Darurtat Luka Bakar“
dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penyusunan tugas ini adalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Integumen.
Dengan segala kerendahan hati Penulis selaku penyusun tugas ini menyadari
bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan tugas yang serupa dimasa yang akan datang.
Demikian, Semoga segala yang tertulis di dalam tugas ini bermanfaat,
selebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Palu, Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 4


B. Tujuan ........................................................................................ 5

BAB II TRIAGE DALAM KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


A. Pengertian .....................................................................................
B. Sistem Triage ...............................................................................
C. Kategori/Klasifikasi Triage ..........................................................

BAB III TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Medis
1. Definisi ................................................................................ 6
2. Etiologi ................................................................................ 6
3. Patofisiologi ......................................................................... 6
4. Pathway ............................................................................... 8
5. Manifestasi klinis ................................................................. 9
6. Klasifikasi ............................................................................ 9
7. Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 9
8. Penatalaksanaan.................................................................. 11
9. Proses Penyembuhan ..............................................................
10. Komplikasi ........................................................................ 12

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian ...........................................................................13

iii
2. Diagnosa Keperawatan ...................................................... 14
3. Intervensi ........................................................................... 15

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ....................................................................... 20
B. SARAN .................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi di mana
saja baik di rumah, tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain.
Penyebab luka bakarpun bermacam-macam tipe berupa api, cairan panas, uap
panas bahkan bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain.
Luka bakar yang terjadi, akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit.
Cidera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih
merupakan penyebab utama kematian dan disfungsi berat jangka panjang.
Pendapat di atas tidak akan terwujud tanpa adanya penanganan yang
cepat dan tepat serta kerja sama yang baik antara anggota tim kesehatan yang
terkait. Penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus karena
luka bakar berbeda dengan luka tubuh lain (seperti luka tusuk, tembak, dan
sayatan). Hal ini disebabkan karena pada luka bakar terdapat keadaan seperti:
1. Ditempati kuman dengan patogenitas tinggi
2. Terdapat banyak jaringan mati
3. Mengeluarkan banyak air, serum dan darah
4. Terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkenal trauma)
5. Memerlukan jaringan untuk menutup
Berbagai karakteristik unit luka bakar membutuhkan intervensi khusus
yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh penyebab
luka bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih luas dan
dalam memerlukan perawatan/ intervensi lebih intensif dibandingkan luka
bakar yang hanya sedikit dan superficial. Luka bakar yang terjadi karena
tersiram air panas dengan luka bakar yang disebabkan zat kimia atau radiasi
atau listrik membutuhkan penanganan yang berbeda meskipun luas luka
bakarnya sama. Luka bakar yang mengenai daerah genetalia mempunyai

5
resiko yang lebih besar untuk terjadinya infeksi dibandingkan dengan luka
bakar yang ukuran/luasnya sama pada bagian tubuh yang lain. Luka bakar
yang mengenai tangan dan kaki dapat mempengaruhi kapasitas fungsi pasien
(produktivitas/kemampuan kerja) sehingga memerlukan teknik penanganan
yang berbeda dengan bagian tubuh lain.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar kita sebagai mahasiswa mengerti bagaimana asuhan keperawatan
pasien dengan gawat darurat luka bakar
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui definisi dari fraktur gawat darurat luka bakar
b) Untuk mengetahui etiologi gawat darurat luka bakar
c) Untuk mengetahui manifestasi klinis gawat darurat luka bakar
d) Untuk mengetahui patofisiologi gawat darurat luka bakar
e) Untuk mengetahui pathway gawat darurat luka bakar
f) Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada gawat darurat
luka bakar
g) Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan gawat
darurat luka bakar
h) Untuk mengetahui bagaimana tinjauan asuhan keperawatan gawat
darurat luka bakar

6
BAB II
TRIAGE DALAM KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Pengertian
Triage yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase
keadaan pasien. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas
utama. Triage dalam keperawatan gawat darurat di gunakan untuk
mengklasifikasian keparahan penyakit atau cedera dan menetapkan prioritas
kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-
sumbernya.
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5
menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah
terlatih dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian
UGD, dan memiliki kualisifikasi:
1. Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
2. Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
3. Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
4. Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
5. Keterampilan pengkajian yang tepat, dll

B. Sistem Triage
1. Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan
mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit. Sistem ini
memungkinkan identifikasi segera.
2. Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh
ENA (Emergenci Nurse Association) meliputi:

7
a. A (Airway)
b. B (Breathing)
c. C (Circulation)
d. D (Dissability of Neurity)
e. E ( Ekspose)
f. F (Full-set of Vital sign)
3. Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier
mencakup protokol penanganan:
a. Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
b. Pemeriksaan diagnostic
c. Pemberian obat
d. Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
4. Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di
tangani oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri.

C. Kategori/ Klasifikasi Triage


61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan
menggunakan warna hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah
(Emergen), kuning (Urgen), hijau (non Urgen), hitam (Expectant).
1. Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu kondisi
yang mengancam kehidupan dan memerlukan perhatian segera.
Contoh:
a. Syok oleh berbagai kausa
b. Gangguan pernapasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d. Perdarahan eksternal massif

8
2. Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat
di tunda sementara. Kondisi yang merupakan masalah medisyang
disignifikan dan memerlukan penata laksanaan sesegera mungkin. Tanda-
tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh:
a. Fraktur multiple
b. Fraktur femur/pelvis
c. Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma,
obdomen berat)
d. Luka bakar luas
e. Gangguan kesadaran/trauma kepala
f. Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus, pengawasan
ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi dan berikan
perawatan sesegera mungkin.
3. Hijau (Non urgent)
Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat di tunda, penyakit atau cidera minor
Contoh:
a. Fektur minor
b. Luka minor
c. Luka bakar minor
4. Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal dunia atau yang berpotensi untuk meninggal
dunia. Kurang dari 6%, memakai sistem empat kelas yaitu:
a. Kelas I : kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau
tindakan segera).

9
b. Kelas II: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan segera
mungkin).
c. Kelas III: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
d. Kelas IV: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di
tangani)
Kurang dari 10%, digunakan sistem 5 tingkat yaitu:
a. Kritis Segera Henti jantung
b. Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
c. Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
d. Stabil 1-2 jam Sinusitis
e. Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan

10
BAB III
TINJAUAN TEORITIS
A. Tinjauan Medis
1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan
api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
Menurut Aziz Alimul Hidayat, (2008 Hal : 130) luka bakar adalah
kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya disebabbkan oleh
panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik, dan pemanjanan
(exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api,air panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab
kontak dengan suhu rendah,luka bakar ini bisa menyebabkan kematian
,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetika.
(Kapita Selekta kedokteran edisi 3 jilid 2).

2. Etiologi
Terdapat empat jenis cedera luka bakar yaitu termal, kimia, listrik, dan
radiasi.
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas,
dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).

11
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat,
2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat,
2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio
aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

3. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur
sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan
berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh
darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.
Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar
dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi
protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan

12
permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di
intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan
iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal
dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi
sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan
pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit
dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat
mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan
perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi organ-organ penting seperti : otak,
kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat
mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.

13
4. Pathway

14
5. Manifestasi Klinis
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar (Combustio)
maka perlu mempelajari :
a. Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “Role of nine“ yaitu
dengan tubuh dianggap 9 % yang terjadi antara:
1) Kepala dan leher : 9 %
2) Dada dan perut : 18 %
3) Punggung hingga pantat : 18 %
4) Anggota gerak atas masing-masing : 9 %
5) Anggota gerak bawah masing-masing : 18 %
6) Perineum : 9 %
b. Derajat Luka Bakar
Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
1) Grade I
a) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
c) Tes jarum ada hiperalgesia.
d) Lama sembuh + 7 hari.
e) Hasil kulit menjadi normal.
2) Grade II
a) Grade II a
 Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan
kelenjar keringat utuh,
 Rasa nyeri warna merah pada lesi.
 Adanya cairan pada bula.
 Waktu sembuh + 7 - 14 hari.

15
b) Grade  II b
 Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar
keringan yang utuh.
 Eritema, kadang ada sikatrik.
 Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
3) Grade III
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.

6. Klasifikasi
Berdasarkan kedalaman luka :
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –
ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai
pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001).

16
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
c) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I
dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah
12-24 jam.
d) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda
dan basah.
e) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
f) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005).
2) Derajat II dalam (Deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
d) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi
cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang
berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau
tidak ada sama sekali, daerah yang berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah) (Moenadjat,
2001)
e) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu (Brunicardi et al., 2005).

17
3) Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih
dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang
terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih
rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi, oleh karena ujung–ujung syaraf sensorik
mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama
karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka
(Moenadjat, 2001).
4) Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi
seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
sebasea dan kelenjar keringat mengalami kerusakan, tidak
dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat,
terletak lebih rendah dibandingkan kulit sekitar, terjadi koagulasi
protein pada epidemis dan dermis yang dikenal scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf
sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya
terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa
luka (Moenadjat, 2001).

7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah yang meliputi :
a. Hb, Ht, trombosit
b. Protein total (albumin dan globulin)
c. Ureum dan kreatinin
d. Elektrolit

18
e. Gula darah
f. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap
hari)
g. Karboksihaemoglobin
h. Tes fungsi hati / LFT Penatalaksanaan

8. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
a) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api,
jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk
berguling–guling atau bungkus tubuh korban dengan kain
basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup
berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.
b) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
c) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan
korban dan oksigen bila diperlukan
d) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih
yang bersuhu 200C selama 15–20 menit segera setelah
terjadinya luka bakar
e) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban
dengan air sebanyak–banyaknya untuk menghilangkan zat
kimia dari tubuhny
f) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar
serta cedera lain yang menyertai luka bakar
g) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih
lanjut
2) Penanganan luka bakar di unit gawat darurat

19
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam
pertama yaitu :
a) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan
nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
b) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
c) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran
pernafasan
d) Kaji adanya faktor–faktor lain yang memperberat luka bakar
seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti
diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
e) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III
biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
f) Pasang kateter urin
g) Pasang NGT jika diperlukan
h) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
i) Berikan suntikan ATS / toxoi
j) Perawatan luka :
 Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 :
100)
 Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada
sendi yang mengganggu pergerakan
 Selimuti pasien dengan selimut steril
k) Pemberian obat–obatan (kolaborasi dokter)
 Antasida H2 antagonis
 Roborantia (vitamin C dan A)
 Analgetik
 Antibiotik
l) Mobilisasi secara dini

20
m) Pengaturan posisi
3) Rehabilitasi
a) Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah
psikis maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk
membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan
berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan
support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat
menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat
tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien
mengalami luka bakar karena upaya bunuh diri atau
mencelakakan dirinya sendiri dengan latar belakang gangguan
mental atau depresi yang dialaminya sehingga perlu terapi
lebih lanjut oleh psikiatris.
b) Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik
namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang
hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan
anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini
akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien
diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan
kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama
dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien
luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan
kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin
dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar,

21
diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau
diminimalkan.
c) Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan
nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori,
protein, lemak, dan lain-lain tapi terutama juga dalam hal
pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena
hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan
pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif,
diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka
secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada
pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam
memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya
maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien
terpenuhi.
b. Medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara
lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
1) Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
a) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
b) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau
larutan tirode
c) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%

Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus


ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang akan

22
diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung
kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
a) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah : %
luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan ½ nya
16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.

Resusitasi cairan : Baxter.


 Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
 Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
 Kebutuhan faal :
o < 1 tahun : BB x 100 cc
o 1 – 3 tahun : BB x 75 cc
o 3 – 5 tahun : BB x 50 cc
o ½ à diberikan  8 jam pertama
o ½ à diberikan  16 jam berikutnya.
Hari kedua :
 Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
 Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

b) Formula Evans
 Cairan yang diberikan adalah saline
 Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar

23
 Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
 Glukosa : - Dewasa : 2000cc dan Anak : 1000cc
c) Formula Brook
 Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
 Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
 Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
 Dektros : - Dewasa : 2000cc dan Anak : 1000cc
d) Formula farkland
 Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat
 Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar
2) Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien
luka bakar antara lain :
a) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan
negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung tangan
steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30
menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan
menyebabkan macerasi.
b) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen
dan infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa
atau tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari,
yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2
jam.

24
c) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untuk microbial pathogen ; gunakan
dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau hati.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung steril,
biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
d) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif,
candida albican dan jamur.
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep,
mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai
kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri,
iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan
asidosis metabolic
Dengan pemberian obat–obatan topical secara tepat dan efektif,
diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah
sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab kematian pasien.

9. Proses penyembuhan
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah
segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih
dari 4–6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera
jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada
tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan
ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar,
atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses

25
penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap
cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian
disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat berkurang,
jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu
bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama
sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah
interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.

26
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor,
rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak
terjadi infeksi.

b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan
kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan
dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat
remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas
luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50–80%

27
sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).

10. Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut
yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan
cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa
untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
a. Infeksi dan sepsis
b. Oliguria dan anuria
c. Oedem paru
d. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
e. Anemia
f. Kontraktur
g. Kematian

BAB III
PENUTUP

28
KESIMPULAN
Berdasarkan Materi Yang sudah dibahas diatas maka saya memberi kesimpulan
bahwa
Luka bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua
kelompok  umur. Laki - laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari
pada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia (>70 Tahun), (Rohman
Azzam, 2008).
Untuk klien dengan luka yang luas, maka penanganan pada bagian emergensi
akan meliputi revaluasi ABC (jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi) dan
trauma lain yang mungkin terjadi; resusitasi cairan (penggantian cairan yang
hilang); pemasangan kateter urine; pemasangan Nasogastric Tube (NGT);
pemeriksaan vital signs dan laboratorium; management nyeri; propilaksis tetanus;
pengumpulan data; dan perawatan luka.

SARAN

29
DAFTAR PUSTAKA

– Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).


Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung

– Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I.


Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

– Effendi Christantie, (1999). Perawatan pasien luka bakar. EGC. Jakarta

– Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical- Surgical Nursing. EGC.
Jakarta.

– Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans.


Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta.

– Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan


Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien, Edisi 3.Jakarta:EGC

– Jhonson,Marion,dkk. 1997.  Iowa Outcomes Project Nursing


Classification (NOC) Edisi 2.  St. Louis ,Missouri ; Mosby

– Santosa,Budi .2005- 2006. Diagnosa  Keperawatan  NANDA .Jakarta


: Prima Medika

30

Anda mungkin juga menyukai