Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor ibu
adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri. Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk
perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio
plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Penyebab kematian janin dalam rahim paling ting-
gi oleh karena faktor ibu yaitu ibu dengan penyulit kehamilan ruptur uteri.
Terjadinya ruptura uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya kematian ibu dan anak
karena ruptura uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang tertinggi kita jumpai di
negara-negara yang sedang berkembang, seperti Afrika dan Asia. Angka ini sebenernya dapat
diperkecil bila ada pengertian dari para ibu dan masyarakat.Prenatal care, pimpinan partus
yang baik, disamping fasilitas pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediaan darah
yang cukup juga merupakan faktor yang penting. Ibu-ibu yang telah mengalami
pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya tidak sempurna lagi dan takut diceraikan oleh
suaminya. Oleh karena itu, diagnosa yang tepat serta tindakannya yang jitu juga penting.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
 Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miometrium (Saifuddin,2006)

 Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum viserale. ( Obstetri dan Ginekologi )

Ruptur uteri ada 2 macam :

a. Ruptur uteri completa kalau semua lapisan dinding rahim robek

b. Ruptur uteri incompleta kalau perimetrium masih utuh

2.2 Etiologi
Penyebab utama dari ruptur uteri adalah karena adanya rintangan, misalnya :
a. Disporposi kepala panggul
b. Hirosefalus
c. Letak lintang
d. Ada tumor dijalan lahir
Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan, pada saat
diregangkan melampaui kekuatan miometrium, maka terjadilan ruptur uteri.
Faktor predisposisi ruptur uteri, antara lain :
a. Multiparitas
b. Perut uterus (bekas SC, bekas operasi mioma)
c. Pertolongan yang salah, yaitu :
 Mendorong uterus pada kondisi yang tidak memenuhi syarat
 Versi ekstraksi
 Pemberian oksitosin yang berlebihan

2
2.3 Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding uteri atau
SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh janin
yang menempati korpus uteri terdorong kebawah dan kedalam SBR. SBR menjadi lebih lebar
karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik keatas oleh kontraksi SAR yang kuat,
berulang dan sering sehingga lingkaran retaksi yang membatasi kedua segmen semakin
bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena sesuatu sebab
yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka volume korpus
yang bertambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR keatas.
Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin meninggi ke arah pusat
melewati batas fisiologi menjadi patologi. Lingkaran patologi ini disebut lingkaran Bandl
(Ring Van Bandl). Sbr terus menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks
dan his berlangsung kuat terus menerus tetapi bagian terbawah janin tidak kunjung turun
kebawah memlalui jalan lahir, lingkaran retraksi semakin lama semakin meninggi dan SBR
semakin tertarik ke atas sembari dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi.
Ini menandakan telah terjadi ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his
berikut berlangsung dinding SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah
perdarahan. Jumlah perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh
darah yang terputus.

2.4 Klasifikasi Ruptur Uteri


Menurut waktu kejadiannya :
1. Ruptura uteri gravidarum
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus
2. Ruptur uteri durante partum
Terjadi waktu melhirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang
terbanyak

Menurut lokasinya :
1. Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik / miomektomi

3
2. Segmen Bawah Rahim (SBR)
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama tambah tegang
dan tipis, dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3. Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi , sedang
pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-kolporeksis
Robekan-robekan diantara serviks dan vagina

Menurut robeknya peritoneum :


1. Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya, sehingga terdapat hubungan
langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
2. Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek.

Menurut etiologinya :
1. Ruptur uteri spontanea
a. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC.
Miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelpasan plasenta secara
manual.
b. Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau
kelinan panggul, janin besar seperti penderita DM, hidrosfetalis, postmaturitas dan
grandemultipara.
2. Ruptur uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti :
a. Ekstraksi forsep
b. Versi dan ekstraksi
c. Embriotomi
d. Versi braxton hicks
e. Sindroma tolakan
f. Manual plasenta
g. Kuretase

2.5 Diagnosis dan Gejala Klinis

4
Terlebih dahulu adalah mengenal betul gejala dari ruptur uteri mengancam
(threantened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak secepatnya
supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala Ruptur Uteri Mengancam (RUM) :
(1) Dalam tanya jawab dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus
sudah lama berlangsung
(2) Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
(3) Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan
(4) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa
(5) Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor) yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas (demam)
(6) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus
(7) Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras,
terutama sebelah kiri atau keduanya
(8) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR
teraba tipis dan nyeri kalau ditekan
(9) Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang
yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis dan
teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang
penuh, untuk itu lakukan katerisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya
SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi
pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang
(10) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke
atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada katerisasi ada
hematuri
(11) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
(12) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti
edema porsio, vagina, vulva, dan kaput kepala janin yang besar

5
(RUPTUR UTERI IMINENS)

2.6 Tanda dan Gejala


(1) Anamnesis dan inspeksi :
 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa, menjerit
seolah olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dingin sampai kolaps
 Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum
 Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih lebih kalau
bagian terdepan atau kalau kepala sudah jauh turun, dan menyumbat jalan lahir
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ketungkai bawah dan dibahu
 Kontraksi uterus biasanya hilang
 Mula-mula terdapat defans muskuler kemuadian perut menjadi kembung dan
meteoristis ( parialis usus)

(2) Palpasi
 Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan
 Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul
 Bila janin sudah keluar dari kavum uteri , jadi rongga perut, maka akan terbaba
bagian-bagian janin janin langsung di bawah kulit perut, dan di sampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa
 Nyeri tekan perut, terutama pada tempat yang robek
6
(3) Auskultasi
 Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit setelah
ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut

(4) Pemeriksaan Dalam


 Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun kebawah, dengan mudah dapat
didorong keatas, dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak banyak
 Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan
kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus,
omentum, dan bagian-bagian janin

(5) Keteterisasi
 Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih

2.7 Pencegahan
Banyak kiranya ruptur uteri yang seharusnya tidak perlu terjadi kalau sekiranya ada
pengertian dari para ibu, masyarakat dan klinisi, karena sebelumnya dapat kita ambil
langkah-langkah preventif. Maka, sangatlah penting arti perawatan antenatal (prenatal).
1. Panggul sempit atau CPD
Anjurkan bersalin di rumah sakit. Lakukan pemeriksaan yang teliti misalnya kalau
kepala belum turun lakukan periksa dalam dan evaluasi selanjutnya dengan pelvimetri.
Bila panggul sempit (CV 8 cm), lakukan segera seksio sesarea primer saat inpartu.
2. Malposisi Kepala
Coba lakukan reposisi, kalau kiranya sulit dan tak berhasil, pikirkan untuk melakukan
seksio sesarea primer saat inpartu.
3. Malpresentasi
Letak lintang atau presentasi bahu, maupun letak bokong, presentasi rangkap.
4. Hidrosefalus
5. Rigid cervix
6. Tetania uteri
7. Tumor jalan lahir

7
8. Grandemultipara + abdomen pendulum
9. Pada bekas seksio sesarea
Beberapa sarjana masih berpegang pada diktum : Once a Caesarean always a
Caesarean, tetapi pendapat kita disini adalah Once a Caesarean not necessarily a
Caesarean, kecuali pada panggul yang sempit. Hal ini disebut Repeat Caesarean
Section. Pada keadaan dimana seksio yang lalu dilakukan korporal pasien harus
bersalin dirumah sakit dengan observasi yang ketat dan cermat mengingat besarnya
kemungkinan terjadi ruptur spontan. Kalau perlu lakukan segera repeat c section.
Pasien seksio sesaria dengan insisi SBR dibandingkan dengan korporal menurut
statistik kemungkinan terjadinya ruptur relatif kecil, Namun demikian partus harus
dilakukan di RS dan kalau kepala sudah turun lakukan ekstraksi forsep.

10. Uterus cacat karena miomektomi, kuretase, manual uri, maka dianjurkan bersalin di
RS dengan pengawasan yang teliti.

11. Ruptur uteri karena tindakan obstetrik dapat dicegah dengan bekerja secara lege artis,

jangan melakukan tindakan kristaller yang berlebihan, bidan dilarang memberikan

oksitocin sebelum janin lahir, kepada dukun diberikan penataran supaya waktu

memimpin persalinan jangan mendorong-dorong, karena dapat menimbulkan ruptura

uteri traumatika.

2.8 Penanganan
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada kecepatan
dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan. Perlu
ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali dengan cepat
sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan dalam memulai
pembedahan tidak akan bisa diterima.

8
Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi syok/pre-
syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa ibu, bidan
dapat melakukan :
a. Pemasangan infuse untuk mengganti cairan danperdarahan untuk mengatasi
syok/pre-syok
b. Mempersiapkan sarana dan pra sarana untuk dapat segera merujuk pasien
c. Tidak melakukan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya perdarahan
yang baru.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi
dengan tindakan jenis operasi:
(1) Histerektomi, baik total maupun subtotal.
(2) Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
(3) Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
- Keadaan umum
- Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
- Jenis luka robekan
- Tempat luka
- Perdarahan dari luka
- Umur dan jumlah anak hidup
- Kemampuan dan keterampilan penolong

2.9 Komplikasi
 Apabila terjadi perdarahan  yang hebat dalam perut ibu, hal ini mengakibatkan suplai
darah ke plasenta dan janin menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan kematian
janin dan ibu.
 Jika ibu memiliki riwayat ruptur uteri pada kehamilan sebelumnya, disarankan untuk
tidak hamil lagi sebab beresiko terjadinya ruptur uteri yang berulang. Namun, jika hamil
lagi, diperlukan pengawasan yang ketat selama kehamilan, kemudian bayi akan dilahirkan
dengan cara caesar.

9
10
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

 Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya
daya regang miometrium (Saifuddin,2006)

 Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam
persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan
Ginekologi )

 Faktor predisposisi lainnya yang sering ditemukan pada ruptur uteri adalah riwayat
operasi atau manipulasi yang mengakibatkan trauma seperti kuretase atau perforasi.

 Penanganan ditempat pelayanan kesehatan tingkat dasar adalah mengatasi syok/pre-


syok, untuk itu bidan harus segera melakukan rujukan untuk menyelamatkan jiwa ibu

3.2 Saran

Setelah pembelajaran materi rupture uteri ini diharapkan kepada bidan dalam
melakukan penanganan kasus ini dapat memberikan penangan dengan benar.

11
DAFTAR PUSTAKA

Maryuni Anik, 2009, asuhan kegawatdaruratan dalam kebidanan. Jakarta : Trans


Info Media

Sastrawinata, Obstetri Patologi,Bandung: Elsttar offset

Mochtar Rustam,1998, Sinopsis obstetric fisiologi dan patologi. Jakarta: EGC

12

Anda mungkin juga menyukai